Laporan praktikum genetika ini membahas tentang imitasi rasio fenotipe pada persilangan monohibrid dan dihibrid. Tujuannya adalah mempelajari pola persilangan monohibrid dominan penuh dan tidak penuh serta dihibrid dominan penuh dan tidak penuh. Teori dasar yang digunakan adalah hukum Mendel I tentang segregasi alel dan hukum Mendel II tentang asortasi bebas alel.
1. LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA
“Imitasi Ratio Fenotipe”
NAMA : ARINDA EKA LIDIASTUTI
NIM : 140210103074
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
2. I. JUDUL
Imitasi Ratio Fenotipe
II. TUJUAN
1. Mempelajari pola persilangan monohybrid dominan penuh
2. Mempelajari pola persilangan monohybrid dominan tidak penuh
3. Mempelajari pola persilangan dihibrid dominan penuh
4. Mempelajari pola persilangan dihibrid tidak penuh
III. DASAR TEORI
Peneliti yang paling popular adalah Gregor Johann Mendel yang lahir tahun 1822 di
Cekoslovakia. Pada tahun 1842, Mendel mulai mengadakan penelitian dan meletakkan dasar-
dasar hereditas. Ilmuwan dan biarawan ini menemukan prinsip - prinsip dasar pewarisan melalui
percobaan yang dikendalikan dengan cermat dalam pembiakan silang. Penelitian Mendel
menghasilkan hukum Mendel I dan II (Yuwono,2012:22).
Mendel melakukan penyilangan – penyilangan dengan kacang polong dan mengamati
hasil – hasil penyilangan sampai dengan generasi F2. Mendel memilih kacang ercis sebagai
bahan percobaannya, terutama karena tanaman ini memiliki beberapa pasang sifat yang sangat
mencolok perbedaannya, misalnya warna bunganya mudah sekali untuk dibedakan antara yang
ungu dan yang putih. Selain itu, kacang ercis merupakan tanaman yang dapat menyerbuk sendiri,
dan dengan bantuan manusia, dapat juga menyerbuk silang. Hal ini disebabkan oleh adanya
bunga sempurna, yaitu bunga yang mempunyai alat kelamin jantan dan betina. Pertimbangan
lainnya adalah bahwa kacang ercis memiliki daur hidup yang relatif pendek, serta mudah untuk
ditumbuhkan dan dipelihara. Mendel juga beruntung, karena secara kebetulan kacang ercis yang
digunakannya merupakan tanaman diploid (mempunyai dua perangkat kromosom). Seandainya ia
menggunakan organisme poliploid, maka ia tidak akan memperoleh hasil persilangan yang
sederhana dan mudah untuk dianalisis. Mendel melakukan persilangan monohibrid atau
persilangan satu sifat beda, dengan tujuan mengetahui pola pewarisan sifat dari tetua kepada
generasi berikutnya. Persilangan ini untuk membuktikan hokum Mendel I yang menyatakan
bahwa pasangan alel pada proses pembentukkan sel gamet dapat memisah secara bebas. Hukum
Mendel I disebut juga dengan hukum segregasi. Hukum mendel I menyatakan bahwa pada
pembentukan gamet, gen yang merupakan pasangan di degradasikan ke dalam dua sel anak maka
setiap gamet hanya menerima sebuah gen saja dari setiap pasangan gen saja. Bila dua organisme
dengan sepasang sifat yang berbeda disilangkan maka keturunanya (F1) hanya akan menunjukan
salah satu sifat tersebut (sifat yang dominan) sifat yang lain sifat yang resesif akan muncul lagi
pada generasi berikutnya (Edelson,1999:34).
Sebagai contoh disilangkan antara mawar merah yang bersifat dominan dengan mawar
putih yang bersifat resesif. Sifat intermediet adalah sifat yang sama kuat, jadi tidak ada yang
dominan ataupun resesif. Contoh: disilangkan antara mawar merah dengan mawar putih
(Coerebima,1986:45).
P1 (parental) : Mawar merah x Mawar putih
Genotip : MM mm
Gamet 1 : Mm (fenotip merah muda 100%)
3. P2: F1 x F1
Mm x Mm
G : M dan m M dan m
F2:
Hukum Asortasi Bebas (Hukum Mendel II) hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila
dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara
bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat
yang berbeda tidak saling mempengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan
tinggi tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling mempengaruhi. Induk jantan
(tingkat1) mempunyai genotipe WW (secara fenotipe berwarna putih), dan induk betina
mempunyai genotipe RR (secara fenotipe berwarna merah). Keturunan pertama (tingkat 2 pada
gambar) merupakan persilangan dari genotipe induk jantan dan induk betinanya, sehingga
membentuk 4 individu baru (semuanya bergenotipe wR). Selanjutnya, persilangan atau
perkawinan dari keturuan pertama ini akan membentuk indidividu pada keturunan berikutnya
(tingkat 3 pada gambar) dengan gamet R dan w pada sisi kiri (induk jantan tingkat 2) dan gamet
R dan w pada baris atas (induk betina tingkat 2). Kombinasi gamet-gamet ini akan membentuk 4
kemungkinan individu seperti nampak pada papan catur pada tingkat 3 dengan genotipe: RR, Rw,
Rw, dan ww. Jadi pada tingkat 3 ini perbandingan genotipe RR , (berwarna merah) Rw (juga
berwarna merah) dan ww (berwarna putih) adalah 1:2:1. Secara fenotipe perbandingan individu
merah dan individu putih adalah 3 : 1. Dari hasil penyilangan – penyilangan dengan perbedaan
dua pasang sifat, mendel merumuskan Hukum Mendel II yang menyatakan bahwa bila dua
individu berbeda satu dengan yang lain dalam suatu pasang sifat atau lebih maka diturunkanya
sifat yang terpasang tidak tergantung pasangan sifat yang lain (Edelson,1999:60).
Hukum mendel II berlaku pada pasangan sifat (gen) yang terletak pada kromosom yang
sama umurnya akan diturunkan secara bersamaan. Eksperimen Mendel menunjukkan bahwa
ketika tanaman induk membentuk sel-sel reproduksi jantan dan betina, semua kombinasi bahan
genetik dapat muncul dalam keturunannya, dan selalu dalam proporsi yang sama dalam setiap
M m
M MM Mm
M Mm Mm
4. generasi. Informasi genetik selalu ada meskipun ciri tertentu tidak tampak di dalam beberapa
generasi karena didominasi oleh gen yang lebih kuat. Dalam generasi kemudian, bila ciri
dominan tidak ada, ciri terpendam itu akan muncul lagi (Edelson,1999:75).
Persilangan dari induk dengan satu sifat dominan disebut monohibrid, sedang persilangan
dari induk-induk dengan dua sifat dominan dikenal sebagai dihibrid, dan seterusnya. Pada
penyilangan monohybrid dengan dominasi penuh, ratio fenotipe mendekati 3:1, dominasi tidak
penuh 1:2:1, pada persilangan dihibrid dominasi penuh 9:3:3:1 dan tidak penuh adalah
1:2:1:2:4:2:1:2:1 (Muladno,2006:67).
Dalam percobaan jarang ditemukan hasil yang tepat seperti yang diharapkan suatu
hipotesis selalu ada penyimpangan. Untuk dapat menentukan apakah suatu fenomena yang
diamati sesuai atau tidak dengan teori tertentu, perlu dilakukan suatu pengujian dengan melihat
besarnya penyimpangan nilai pengamatan terhadap nilai harapan. Selanjutnya besarnya
penyimpangan tersebut dibandingkan terhadap kriteria model tertentu. Dengan uji X2 (Chi –
square Test) dapat mengetahui apakah penyimpangan yang terjadi pada percobaan itu karena
kebetulan (acak) atau karena factor lain. Pada monohybrid terdapat dua fenotipe yaitu fenotipe
normal dan fenotipe mutan. Untuk jumlah populasi tertentu jumlah salah satu fenotipe bersifat
bebas sefdangkan fenotipe kedua bersifat tidak bebas. Dengan demikian populasi tersebut
memiliki derajat kebebasan satu. Penentukan apakah suatu fenomena yang diamati sesuai atau
tidak dengan teori tertentu, perlu dilakukan suatu pengujian dengan melihat besarnya
penyimpangan nilai pengamatan terhadap nilai harapan. Selanjutnya besarnya penyimpangan
tersebut dibandingkan terhadap kriteria model tertentu.
Seringkali percobaan perkawinan yang kita lakukan menghasilkan keturunan yang tidak
sesuai dengan hukum Mendel. Kejadian ini menyebabkan kita bersikap ragu-ragu dan apakah ada
penyimpangan karena kebetulan saja atau adannya faktor lain. Untuk itu,da suatu cara yang dapat
digunakan untuk menguji dan mengevaluasi yaitu dengan melakukan tes X2 atau disebut juga
dengan Chi Square Test. Pada monohibrid terdapat dua fenotipe yaitu fenotipe normal dan
fenotipe mutan. Untuk jumlah populasi tertentu jumlah salah satu fenotipe bersifat bebas
sedangkan fenotipe kedua bersifat tidak bebas. Dengan demikian populasi tersebut memiliki
derajat kebebasan satu (banyak kelas - 1)( Sitohang, 2015 : 379).
Chi-Square dengan rumus sebagai berikut :
Dimana : X2 = Chi-Square
fi = frekuensi pengamatan
Fi = frekuensi harapan kelas ke-i
Apabila X2 hitung > X2 tabel dengan p= 0,05(probabilitas kejadian 0,05) maka
penyimpangan bermakna yang berarti data hasil pengamatan kurang baik. Apabila X2 hitung < X2
5. tabel dengan p=0,05 maka penyimpangan tak bermakna berarti data hasil pengamatan baik (
Wardana, 2015 : 184) .
Rumus menghitung nilai X2 (Chi-square Test) :
X2 = ∑
{ | 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖 −𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 |−0,5}
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛
Apabila X2 hitung > X2 tabel dengan p= 0,05(probabilitas kejadian 0,05) maka
penyimpangan bermakna yang berarti data hasil pengamatan kurang baik. Apabila X2 hitung < X2
tabel dengan p=0,05 maka penyimpangan tak bermakna berarti data hasil pengamatan baik (Tim
Dosen Pembina, 2015:11).
Teori kemungkinan merupakan dasar untuk menentukan nisbah yang diharapkan dari
tipe-tipe persilangan genotip yang berbeda. Pengunaan teori ini memungkinkan kita untuk
menduga kemungkinan diperolehnya suatu hasil tertentu dari persilangan tersebut. Metode chi
kuadrat adalah cara yang tepat kita pakai untuk membandingkan data percobaan yang diperoleh
dari hasil persilangan denganh hasil yang diharapkan berdasarkan hipotesis secara teotitis.
Dengan cara ini seorang ahli genetika dapat menentukan satu nilai kemungkinan untuk menguji
hipotesis itu. Chi kuadrat adalah uji nyata apakah data yang diperoleh benar mingimpang dari
nisbah yang diharapkan,tidak secra betul.Perbandingan yang diharapkan berdasarkan pemisahan
hipotesis berdasarkan pemisahan alel secara bebas (Muladno,2006:90).
Mendel dalam dalam percobaan - percobaannya kadang dapat menegahui bahwa ada gen-
gen yang tidak dominan dan tidak resesif pula. Dengan perkataan lain gen tesebut tidak
memperlihatkan sifat dominan sepenuhnya. Akibat keturunan dari perkawinan individu dengan
satu sifat beda akan mempunyai sifat antara dari kedua induknya. Sifat demikian itu dinamakan
Sifat Intermediet (Cowder,1995:45).
Contoh suatu tanaman berbatang tinggi heterozigotik (Tt) menyerbuk sendiri dan
menghasilkan keturunan yang misalnya terdiri dari 40 tanaman berbatang pendek. Apakah hasil
tersebut dapat dipercaya akan kebenarannya, artinya apakah sesuai dengan hukum Mendel.
Menurut Mendel, suatu, monohibrid (Tt) yang meneyerbuk sendiri seharusnya menghasilkan
keturunan dengan poerbandingan fenotip 3 tinggi : 1 pendek. Jadi secara teoritis seharusnya
didapatkan 45 tanaman berbatang tinngi dan 15 tanaman berbatang pendek (Suryo,2013:151).
Tinggi Pendek Jumlah
Diperoleh (o) 40 20 60
Diramal (e) 45 15 60
Deviasi (d) -5 +5
0,555 1,666
6. = 0,555 + 1,666 = 2,221
Selanjutnya kita menggunakan tabel, dalam tabel itu deretan angka paling atas mendatar
merupakan nilai kemungkinan. Kolom sebelah kiri tegak lurus memuat angka-angka yang
menunjukkan besarnya derajat kebebasan (dk).Angka-angka lainnya adalah nilai . Menurut para
ahli statistic, apabila nilai yang didapat dibawah kolom nilai kemungkinan 0,05, itu berarti
bahwa data yang diperoleh dari percobaan itu buruk. Ini disebabkan karena penyimpangan sangat
berarti danada faktor lain diluar faktorkemungkinan berperan disitu (Cowder,1995:67).
Penyelidikan secara matematik oleh para ahli menyatakan bahwa pada nilai X2 yang di
dapat dari perhitungan terletak dibawah kolom nilai kemungkinan 0,05 atau kurang (0,01 atau
0,001) itu berarti bahwa factor kebetulan hanya berpengaruh sebanyak 5% atau kurang. Ini berarti
pula ada factor lain yang ikut mengambil peranan dan yang lebih berpengaruh pada kejadian,
sehingga data percobaan yang didapat dinyatakan buruk. Jadi data hasil percobaan dapat
dianggap baik apabila nilai yang didapat berada didalam kolom nilai kemungkinan 0,05 atau di
dalam kolom sebelah kirinya (Suryo,2013:153).
IV. METODOLOGI PRAKTIKUM
4.1 Alat dan Bahan
4.1 Alat dan Bahan
Kancing genetika berwarna-warni, kancing berpasangan menggambarkan diploid,
gamet yang dibentuk memiliki kromosom haploid yang diwakili oleh kancing
yang tidak berpasangan sedangkan pada percobaan dihibrid belahan kancing
dengan penonjolan mewakili gen dominan.
Kantong menggambarkan tempat terjadinya spermatogenesis dan oogenesis.
4.2 Cara Kerja
7. Menyiapkan 2 buah kantong sebagai alat reproduksi jantan dan betina
Masing-masing kantong berisi 10 buah kancing dari 2 warna yang berbeda(warna
terang=dominan dan warna gelap=resesif)
Mengacak kancing tersebut dan mengambil sebuah kancing dari masing-masing
kantong secara acak, menyatukan kedua kancing dan menulis genotipe zigot yang di
dapatkan dalam tabel(MM=merah, Mm=merah muda, mm=putih
Menulis fenotipe individu yang didapatkan
Mengembalikan kancing ke dalam kantong semula dan jangan sampai tertukar
Mengulangi pengacakan dan pengambilan sehingga mendapat 12 data setiap kelompok
Melakukan uji X2
A. Perkawinan monohybrid dengan dominasi penuh
8. B. Perkawinan monohybrid dengan dominasi tidak penuh
Menyiapkan 2 buah kantong sebagai alat reproduksi jantan dan betina
Masing-masing kantong berisi 10 buah kancing dari 2 warna yang berbeda(warna
terang=dominan dan warna gelap=resesif)
Mengacak kancing tersebut dan mengambil sebuah kancing dari masing-masing
kantong secara acak, menyatukan kedua kancing dan menulis genotipe zigot yang di
dapatkan dalam tabel(MM=merah, Mm=merah muda, mm=putih
Menulis fenotipe individu yang didapatkan
Mengembalikan kancing ke dalam kantong semula dan jangan sampai tertukar
Mengulangi pengacakan dan pengambilan sehingga mendapat 12 data setiap kelompok
Melakukan uji X2
9. C. Perkawinan dihibrid dengan dominan penuh
D. Perkawinan dihibrid dengan dominan tidak penuh
Menyiapkan 2 buah kantong sebagai alat reproduksi jantan dan betina
Masing-masing kantong berisi 5 merah dengan penonjolan (Merah besar=gamet MB, 5
merah tanpa penonjolan (Merah kecil=Mb) 5 putih dengan penonjolan (Putih
besar=mB), 5 putih tanpa penonjolan (putih kecil=gamet mb)
Mengacak kancing tersebut dan mengambil sebuah kancing dari masing-masing kantong
secara acak, menyatukan kedua kancing dan menulis genotipe zigot yang di dapatkan
dalam tabel.
Menulis fenotipe individu yang didapatkan
Menyiapkan 2 buah kantong sebagai alat reproduksi jantan dan betina
Masing-masing kantong berisi 5 merah dengan penonjolan (Merah besar=gamet MB, 5
merah tanpa penonjolan (Merah kecil=Mb) 5 putih dengan penonjolan (Putih
besar=mB), 5 putih tanpa penonjolan (putih kecil=gamet mb)
Mengacak kancing tersebut dan mengambil sebuah kancing dari masing-masing kantong
secara acak, menyatukan kedua kancing dan menulis genotipe zigot yang di dapatkan
dalam tabel.
Menulis fenotipe individu yang didapatkan
10. V. Hasil Pengamatan
1. Monohibrid
a. Dominan Penuh
No. Hitam Putih
1 8 4
2 11 1
3 10 2
4 9 3
5 10 2
6 12 0
7 9 3
b. Dominan Tak Penuh
No. Hitam Abu-Abu Putih
1 1 9 2
2 3 6 3
3 3 8 1
4 3 6 3
5 4 5 3
6 0 8 4
7 1 10 1
2. Dihibrid
a. Dominan Penuh
No. Merah Besar Merah Kecil Putih Besar Putih kecil
1 12 2 2 0
2 11 0 5 0
3 3 1 9 0
4 111 1 4 0
5 14 0 2 0
6 11 5 0 0
7 10 0 6 0
b.Dominan Tak Penuh
No. Merah
Besar
Merah
Sedang
Merah
Kecil
Putih
Besar
Putih
sedang
Putih
Kecil
Merah
muda
besar
Merah
muda
sedang
Merah
muda
Kecil
1 0 6 0 0 3 0 2 1 4
2 0 3 0 0 4 0 6 1 2
3 0 2 0 0 6 0 5 0 3
4 0 2 1 0 3 0 1 9 0
5 8 3 2 0 3 0 0 0 0
6 2 0 0 1 0 0 7 0 6
7 0 4 0 0 4 0 5 1 2
11. Daftar Pustaka
Crowder, L. V. 1995. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Edelson.1999.Mendel and the Roots of Genetick.New York:Oxford University Press
Muladno. 2006. Teknologi Rekayasa Genetika Edisi Kedua. Bandung: IPB Press.
Suryo.2013.Genetika.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press
Sitohang, dkk. 2015 . Keragaman Hasil, Heritabilitas Dan Korelasi F3 Hasil Persilangan
Kedelai (Glycine Max L. Merril) Varietas Anjasmoro Dengan Varietas Tanggamus,
Grobogan, Galur Ap Dan Ub. Jurnal Produksi Tanaman Volume 3 No 3: 379.
Tim Dosen Pembina.2014.Petunjuk Praktikum Genetika.Jember: Universitas Jember
Yuwono,T.2008.Biologi Molekuler.Erlangga:Jakarta
Wardana, Candra Kusuma. 2015. Keragaman Hasil, Pada Uji 3 Galur Tanaman Kedelai
(Glycine Max L.Merril) Generasi F3 Hasil Persilangan Tanggamus X Anjasmoro,
Tanggamus X Argopuro, Tanggamus X Ub. Jurnal Produksi Tanaman. Volume 3 No. 5:
184.