SlideShare a Scribd company logo
1 of 23
Download to read offline
DODI KURNIAWAN
KEPALA BALAI GAKKUM LHK WIL. SULAWSI
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
Makassar, 29 Mei 2020
PENDEKATAN LEGAL
KELOLA SATWA LIAR
DI SULAWESI
PENDEKATAN LEGAL
KELOLA SATWA LIAR
DI SULAWESI
BALAI PENGAMANAN DAN PENEGAKAN HUKUM LHK WILAYAH SULAWESI
ANCAMAN TERHADAP LINGKUNGAN
KAMI
Komitmen
Undang – Undang
1945 Pasal 28 H
“Setiap orang memiliki
hak untuk memiliki
lingkungan yang baik
dan sehat”
Undang – Undang 1945
Pasal 33 Ayat 3
“Tanah, perairan dan sumber
daya alam di dalamnya akan
berada di bawah kekuasaan
Negara dan akan digunakan
untuk kepentingan terbesar
rakyat”
Undang – Undang 1945
Pasal 33 Ayat 4
“Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.”
“Penegakan hukum harus
dilakukan, baik hukum
administrasi, perdata, maupun
pidana. Tujuannya untuk
menciptakan kepastian hukum dan
keadilan sosial.”
Presiden Joko Widodo,
Pertemuan Forest Fires (12 A 2016)
PP. No. 7/1999 > Pengawetan Jenis TSL
PP. No. 8/1999 > Pemanfaatan Jenis TSL
Permen LHK No. P.106/2018 > Jenis TSL dilindungi
PERATURAN TERKAIT
UU 5/1990
Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
UU 41/1999
Kehutanan
UU 18/2008
Pengelolaan Sampah
UU 32/2009
Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan
HIdup
UU 18/2013
Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan
Hutan
UU 37/2014
Konservasi Tanah dan Air
UU 8/2010
Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang
Lingkungan &
Hutan harus
Diamankan dan
Dilindungi
Tujuan
TUJUAN, NILAI & PRINSIP
PENDEKATAN
Kolaborasi Pemerintahan
Pajak
Kejahatan Lain
Korupsi
Pencucian Uang
Pertambangan
Spasial
Pulau Laut,
Pesisir, &
Pulau Kecil
Kejahatan
Lingkungan &
Kehutanan
LATAR BELAKANG
Kejahatan lingkungan dan kehutanan adalah
lintas sektor dan saling terkait dengan
kejahatan lainnya, membutuhkan kolaborasi
antara lembaga penegak hukum
Kolaborasi antara lembaga penegak
hukum akan meningkatkan
kapasitas penegakan hukum
Ada kebutuhan untuk meningkatkan
efektivitas penegakan hukum terkait
kejahatan sumber daya alam
KEUNTUNGAN
Bangun koherensi di antara
investigasi awal, investigasi, dan
penuntutan
Memaksimalkan efek jera dan
tanggung jawab
Menghindari tersangka melarikan
diri karena ruang lingkup hukum
yang terbatas
Follow the money : kembalikan
kerugian negara dan ikuti tersangka
Lingkungan yang Baik dan
Bersih untuk semua orang
PENEGAKAN HUKUM SATWA LIAR 2016 – 2019 GAKKUM SULAWESI
238 184
Pengamanan
Hutan
Satwa Liar
5
24
71
84
2016 2017
2018 2019
11
46
98 83
2016 2017
2018 2019
122
11
Penanganan Kasus Hingga P21 2016 -2019
Operasi
Satwa Liar
11 P-21
* 149 Hewan
** 173 Tumbuhan
Evidences:
184
*** 151 Opsetan
Jumlah Operasi Satwa liar 2016 - 2019
Hasil yang di Capai
5
127
8 7
2
173
151
Jenis Sepecies
Penyu Aves Primata Mamalia
Reptil Tanaman Opsetan
KERJASAMA DALAM PENEGAKAN HUKUM SATWA LIAR
• Tentara Nasional Indonesia
• Kepolisian Republik Indonesia
• Kejaksaan Republik Indonesia
• Mahkamah Agung Republik
Indonesia
• UPT Lingkup KLHK
• Pemerintah Provinsi
• Pemerintah Kabupaten
• Bea cukai
• Karantina
• Perguruan Tinggi
• E-Commerce Nasional
• Kargo Nasional
• LSM
JARINGAN PEREDARAN SATWA LIAR DI INDONESIA TIMUR
papua
maluku
makassar
palu
mamuju
kendari
surabaya
manado
Sesuai dengan UU No 5/ 1990
Arahan Konservasi jenis satwa dan tumbuhana. Pengawetan keanekaragaman tumbuhan
dan satwa beserta ekosistemnya dilaksanakan
dengan menjaga keutuhan kawasan suaka
alam agar tetap dalam keadaan asli (Pasal 12).
b. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di
dalam kawasan suaka alam dilakukan dengan
membiarkan agar populasi semua jenis
tumbuhan dan satwa tetap seimbang menurut
proses alami di habitatnya (Pasal 13 ayat (2)).
c. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa
di luar kawasan suaka alam dilakukan
dengan menjaga dan
mengembangbiakkan jenis tumbuhan
dan satwa untuk menghindari bahaya
kepunahan (Pasal 13 ayat (3)).
d. Pemanfaatan jenis tumbuhan
dan satwa liar dilakukan dengan
memperhatikan kelangsungan
potensi,daya dukung, dan
keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa liar (Pasal
28).
atwa adalah semua binatang yang
hidup di darat, dan atau di air, dan
atau di udara
S atwa liar adalah satwa yang
masih mempunyai sifat-sifat liar,
baik yang hidup bebas maupun
yang dipelihara oleh manusia
S
SATWA
Sesuai dengan PP. No. 7 Tahun 1999
• Mempunyai populasi yang kecil
• Adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu
didalam
• Daerah penyebaran yang terbatas
Daftar Tumbuhan Satwa Liar yang dilindungi
terdapat dalam lampiran I
• PP No. 7 Tahun 1999 dan perubahannya dalam
• Permen LHK No. P.
106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2018
atwa yang dilindungi memiliki kriteriaS
KRITERIA SATWA YANG DILINDUNGI
Sesuai dengan PP. No. 8 Tahun 1999
• Perdagangan
• Pemeliharaan (untuk kesenangan)
Pengambilan, Penangkapan, dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar
diatur lebih lanjut di
• Keputusan Menteri Kehutanan No.447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan
Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar
emanfaatan Tumbuhan Satwa LiarP
Yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan KOMERSIAL pada
prinsipnya hanyalah SATWA LIAR YANG TIDAK DILINDUNGI
Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 37 ayat (2) PP No. 8/1999
PEMANFAATAN SATWA LIAR
emanfaatan Jenis satwa liar harus dilakukan dengan tetap menjaga
keseimbangan populasi dengan habitatnya
P
Pemanfaatan Jenis
• Hasil penangkaran satwa liar yang dilindungi yang dapat digunakan untuk keperluan perdagangan adalah satwa liar generasi kedua dan
generasi berikutnya
• Generasi kedua dan generasi berikutnya dari hasil penangkaran jenis satwa liar yang dilindungi, dinyatakan sebagai jenis satwa liar yang
tidak dilindungi;
• Ketentuan diatas tidak berlaku terhadap jenis satwa liar jenis:
1. Anoa (Anoa depressicornis, Anoa quarlesi); 7. Cendrawasih (Seluruh jenis dari famili Paradiseidae);
2. Babi rusa (Babyrousa babyrussa); 8. Elang Jawa, Elang Garuda (Spizaetus bartelsi);
3. Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus); 9. Harimau Sumatera (Phantera tigris sumatrae);
4. Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis); 10. Lutung Mentawai (Presbytis potenziani);
5. Biawak Komodo (Varanus komodoensis); 11. Orangutan (Pongo pygmaeus);
6. Owa Jawa (Hylobates moloch).
Semua jenis satwa di atas (angka 1 sampai dengan 11) hanya dapat dipertukarkan atas persetujuan Presiden.”
PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis TSL
untuk kegiatan perdagangan atau pengiriman satwa liar ditentukan bahwa pengiriman atau pengangkutan jenis tumbuhan dan satwa liar dari satu wilayah
habitat ke wilayah habitat lainnya di Indonesia, atau dari dan ke luar wilayah Indonesia, wajib dilengkapi dengan dokumen pengiriman atau pengangkutan
yang disebut Surat Angkut Tumbuhan/Satwa (SATS). SATS memuat keterangan tentang jenis dan jumlah tumbuhan dan satwa, pelabuhan pemberangkatan
dan pelabuhan tujuan, identitas Orang atau Badan yang mengirim dan menerima tumbuhan dan satwa dan peruntukan pemanfaatan tumbuhan dan satwa.
PEMANFAATAN SATWA LIAR
erlindungan Habitat Tumbuhan Satwa LiarPSesuai dengan UU No 5/ 1990
a. Kawasan Suaka Alam (“KSA”), yaitu kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan
yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. KSA terdiri dari cagar
alam dan suaka margasatwa.
b. Kawasan pelestarian alam (“KPA”), yaitu kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di
perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya. KPA terdiri dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.
• MELARANG KEGIATAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERUBAHAN TERHADAP KEUTUHAN KSA
• MELARANG KEGIATAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERUBAHAN TERHADAP KEUTUHAN ZONA
INTI TAMAN NASIONAL, SERTA KEGIATAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN FUNGSI ZONA
PEMANFAATAN DAN ZONA LAIN DARI TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN
WISATA ALAM
PERLINDUNGAN HABITAT SATWA LIAR
etentuan Pidana TERHADAP JENIS TSL DILINDUNGIKSesuai dengan UU No 5/ 1990
Pasal 21
(1) Setiap orang dilarang untuk:
Mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara,
mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-
bagiannya dalam keadaan hidup atau mati; Mengeluarkan tumbuhan yang
dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari suatu
tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.
(2) Setiap orang dilarang untuk:
a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki,
memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang
dilindungi dalam keadaan hidup;
b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan
memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia
ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau
bagian- bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang
dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu
tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan
atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi
Pasal 40
(2) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2)
serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
(4). Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2)
serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah).
KETENTUAN PIDANA UNTUK SATWA LIAR DILINDUNGI
etentuan Pidana TERHADAP EKOSISTEMKSesuai dengan UU No 5/ 1990
Pasal 19
(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan
yang dapat mengakibatkan perubahan
keutuhan kawasan suaka alam.
Pasal 33
(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan
yang dapat mengakibatkan perubahan
terhadap keutuhan zona inti taman
nasional.
(2) Perubahan terhadap keutuhan zona inti
taman nasional sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi mengurangi,
menghilangkan fungsi dan luas zona inti
taman nasional, serta menambah jenis
tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.
(3) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan
yang tidak sesuai dengan fungsi zona
pemanfaatan dan zona lain dari taman
nasional, taman hutan raya, dan taman
wisata alam.
Pasal 40
(1) Barang siapa dengan sengaja
melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1)
dan Pasal 33 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
(3) Barang siapa karena kelalaiannya
melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1)
dan Pasal 33 ayat (1) dipidana
dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun dan denda
paling banyak Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
KETENTUAN PIDANA UNTUK EKOSISTEM SATWA LIAR
TIPOLOGI
1. Perburuan Satwa Liar;
2. Perdagangan/Pemanfaatan ilegal Tumbuhan dan Satwa Liar;
3. Pemilikan ilegal Tumbuhan dan Satwa Liar;
4. Penyelundupan tumbuhan dan satwa liar;
5. Penyalahgunaan dokumen (pengangkutan, kuota ekspor, dll).
MODUS OPERANDI
1. Perdagangan/pemanfaatan ilegal satwa liar dilindungi;
2. Pemilikan ilegal satwa liar;
3. Perburuan ilegal satwa liar;
4. Pemalsuan dokumen untuk perdagangan satwa liar;
5. Penyelundupan jenis-jenis satwa dilindungi;
6. Penyuapan terhadap aparat dalam perdagangan satwa liar;
7. Penerbitan/penyalahgunaan dokumen palsu (Surat Angkut Tumbuhan/
8. Satwa) terkait kepemilikan/ perdagangan satwa liar;
9. Pemalsuan Jenis (dengan mencantumkan keterangan informasi yang
10.berbeda pada kemasan);
MODUS OPERANDI DAN TIPOLOGI KEJAHATAN SATWA LIAR
Pasal 24 ayat (1)
apabila terjadi pelanggaran atas larangan tindakan terhadap tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi sebagaimana diatur pada Pasal 21 UU No.5/1990, maka
barang bukti berupa tumbuhan dan satwa dapat disita untuk negara, dan selanjutnya dapat dikembalikan ke habitatnya atau diserahkan ke lembaga-lembaga
yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan satwa. Baik satwa maupun tumbuhan dapat dimusnahkan apabila keadaannya dinilai tidak memungkinkan
lagi untuk dimanfaatkan.
Sesuai dengan UU No 5/ 1990
• Secara spesifik, pengaturan mengenai barang bukti berupa tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi ini diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan No. P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2017 tentang Penanganan Barang Bukti Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
• Selama proses persidangan, barang bukti satwa liar disimpan di RUPBASAN, atau dapat dititipkan pada gudang penyimpanan dan/atau kandang satwa
milik lembaga konservasi, instansi pemerintah, dan/atau badan usaha yang bergerak di bidang lingkungan hidup dan kehutanan;
• Barang bukti satwa liar disimpan dan dipelihara di tempat penyimpanan dan/atau kandang khusus yang sesuai dan dapat menjamin kelangsungan hidup
tumbuhan dan satwa liar tersebut;
• Adapun Pasal 41 Permen LHK No. P.26/2017 juga mengatur pemusnahan barang bukti satwa, yaitu dalam hal barang bukti mengandung bibit penyakit
dan/atau rusak;
• Sedangkan mengenai pelepasliaran diatur dalam Pasal 42 ayat (3), yaitu dengan mempertimbangkan sifat liar, kemurnian gen, keadaan sehat yang tidak
berpenyakit menular, serta lokasi yang merupakan habitat asli satwa.
P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2017
PENANGANAN SATWA LIAR SEBAGAI HASIL TINDAK PIDANA
SATWA HIDUP
• Transfer ke dalam fasilitas pemeliharaan, seperti
kebun binatang, pusat penyelamatan satwa, atau
pusat rehabilitasi satwa; atau
• Dikembalikan ke negara asal dengan biaya dari negara
asal, apabila merupakan spesimen impor; atau
• Dikembalikan ke habitat alamnya; atau
• Dilelang, bagi jenis-jenis yang tidak dilindungi dan
bukan Appendix I CITES;
• Dimusnahkan (euthanasia) apabila dipandang dapat
membahayakan karena penyakit atau sebab-sebab
lain.
Keputusan Menteri Kehutanan No.447/Kpts-II/2003
SPECIMEN MATI ATAU BAGIAN-BAGIAN ATAU TURUNAN
DARI SATWA LIAR DAPAT DILAKUKAN
• Dilelang, bagi jenis-jenis yang tidak dilindungi dan
bukan Appendix I CITES;
• Diserahkan kepada Museum Zoologi atau Botani
apabila spesimen mempunyai nilai ilmiah;
• Dimusnahkan apabila merupakan jenis dilindungi
termasuk Appendix I, dan tidak mempunyai nilai
ilmiah.
PENANGANAN TERHADAP SPESIMEN MATI MEMERLUKAN
PENETAPAN DARI PENGADILAN TERLEBIH DAHULU.
ARTINYA, SPESIMEN MATI AKAN TERLEBIH DAHULU
DIPERGUNAKAN UNTUK BARANG BUKTI DEMI KELANCARAN
PROSES HUKUM.
PENANGANAN TERHADAP BARANG BUKTI SATWA LIAR
Pertama, Kerusakan Ekosistem Dalam kejahatan sawa liar, pelaku
kejahatan telah mengancam kerusakan ekosistem pada kawasan hutan.
Hal ini bisa terjadi karena pelaku, dalam melakukan kejahatannya, tidak
jarang masuk hingga jauh kedalam kawasan hutan hingga memasuki
kawasan zona inti dari taman nasional. Seringkali pelaku menebang
tumbuhan liar secara sembarangan, dan atau mengambil sarang dari
satwa dilindungi secara sembarangan;
Kerusakan ekosistem ini juga bisa terjadi karena terputusnya rantai
kehidupan dari satwa yang tumbuhan di kawasan hutan. Tidak jarang,
satwa yang diburu adalah satwa yang memiliki posisi pemangsa utama
(top predator). Dengan hilangnya peran pemangsa utama di alam liar,
maka populasi pada satwa di tahap bawahnya tidak terkontrol proses
makan memakan, sehingga dapat terjadi kelebihan populasi
(overpopulation) yang dapat berujung pada rusaknya ekosistem, bahkan
kepunahan
Kedua, kepunahan jenis endemik. Kejahatan tumbuhan satwa liar
dilindungi secara jangka panjang akan mengakibatkan kepunahan jenis
endemik/khas tumbuhan dan satwa Indonesia. Contohnya, satu dekade
terakhir para ahli telah mengambil kesimpulan bahwa harimau Jawa dan
harimau Bali telah punah di Indonesia. Saat ini harimau Sumatera, orang
utan, badak Jawa, badak Sumatera dan gajah Sumatera berada dalam
status terancam punah.
Ketiga, Ancaman penyakit. Perdagangan satwa liar secara gelap/ilegal di
pasar- pasar satwa kota-kota besar berpotensi menyebarkan penyakit satwa
liar kepada satwa lain, dan bahkan berpotensi menularkan penyakit kepada
manusia.
Keempat, Timbulnya Kerugian ekonomi. Perununan nilai ekspor dari sektor
satwa liar menurun
DAMPAK KERUSAKAN DARI PERBURUAN SATWA LIAR
PEMBELAJARAN
1. Penegakan Hukum Effektif untuk“Shock Therapy”
N a m u n , p e n g e m b a n g a n b u d a y a k e p a t u h a n
h a r u s d i d u k u n g o l e h k e s a d a r a n ,
p e m b i n a a n , d a n p e n e r a p a n i n s t r u m e n
l a i n n y a
2. Pendekatan Multidoor “Kerja Sama Kolaboratif”
M e l a l u i i n v e s t i g a s i b e r l a p i s m e n g g u n a k a n
p e r a t u r a n g a b u n g a n u n t u k m e n i n g k a t k a n
e f e k j e r a
3. Sains & Teknologi
B e r p e r a n p e n t i n g d a l a m m e n i n g k a t k a n
k e c e p a t a n d a n k e t e p a t a n p e n e g a k a n
h u k u m
4. Komitmen yang kuat dari Cabang Eksekutif,
Legislatif, & Yudisial
K o m i t m e n y a n g k u a t m e m b e r i k a n k e k u a t a n
e k s t r a u n t u k m e m p e r k u a t p e n e g a k a n h u k u m
l i n g k u n g a n
STRATEGI MASA DEPAN
1 . I N S P E K S I
S E L E K T I F
• Inspeksi bisnis dengan
indikasi pelanggaran
• Patroli Area Rawan
2 . P E N A N G A N A N
P E N G A D U A N Y A N G
E F E K T I F D A N
T E R I N T E G R A S I
• Penanganan Pengaduan
Terpadu (Satu Pintu) KLHK
& Pemerintah Daerah
• Sistem Pemantauan
4 . D U K U N G A N
S A I N S D A N
T E K N O L O G I
3 . M E M P E R K U AT
I N S T R U M E N
• Administratif: Menerapkan
Denda
• Gugatan Sipil: Memastikan
Eksekusi
• Hukum Pidana:
Pendekatan Multidoor
• Penguatan Intelijen
• Jaringan Komunitas
• Jaringan Pakar/Ahli
Instrumen
Pencegahan
Peningkatan
Institusi
INTEGRITAS, PROFESIONAL, PEDULI, RESPONSIF
Gedung Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion
Lantai 4, Jalan Perintis Kemerdekaan KM. 17 Makassar
bpphlhksulawesi@yahoo.com
http://sulawesi.gakkum.menlhk.go.id
(0411) 8954401 - 8954402

More Related Content

What's hot

What's hot (20)

4.kelembagaan pertanian
4.kelembagaan pertanian4.kelembagaan pertanian
4.kelembagaan pertanian
 
Ciri ciri pertanian
Ciri ciri pertanianCiri ciri pertanian
Ciri ciri pertanian
 
UU SP3K NO .16 TAHUN 2006
UU SP3K NO .16 TAHUN 2006 UU SP3K NO .16 TAHUN 2006
UU SP3K NO .16 TAHUN 2006
 
Penerapan metode ahp_dalam_pemilihan_komputer_dengan_expert_choice
Penerapan metode ahp_dalam_pemilihan_komputer_dengan_expert_choicePenerapan metode ahp_dalam_pemilihan_komputer_dengan_expert_choice
Penerapan metode ahp_dalam_pemilihan_komputer_dengan_expert_choice
 
Komponen ekosistem
Komponen ekosistemKomponen ekosistem
Komponen ekosistem
 
ASAS ASAS DASAR ILMU LINGKUNGAN
ASAS ASAS DASAR ILMU LINGKUNGANASAS ASAS DASAR ILMU LINGKUNGAN
ASAS ASAS DASAR ILMU LINGKUNGAN
 
Permasalahan pertanian di indonesia dan cara mengatasinya
Permasalahan pertanian di indonesia dan cara mengatasinyaPermasalahan pertanian di indonesia dan cara mengatasinya
Permasalahan pertanian di indonesia dan cara mengatasinya
 
Power point plh kel 3 ekologi
Power point plh kel 3 ekologiPower point plh kel 3 ekologi
Power point plh kel 3 ekologi
 
Pertanian berkelanjutan
Pertanian berkelanjutanPertanian berkelanjutan
Pertanian berkelanjutan
 
3.3 ppt pengelolan sda
3.3 ppt pengelolan sda3.3 ppt pengelolan sda
3.3 ppt pengelolan sda
 
materi 7: konservasi sumberdaya alam
materi 7: konservasi sumberdaya alammateri 7: konservasi sumberdaya alam
materi 7: konservasi sumberdaya alam
 
Hidroponik dan aeroponik
Hidroponik dan aeroponikHidroponik dan aeroponik
Hidroponik dan aeroponik
 
8.modal sebagai faktor produksi usahatani
8.modal sebagai faktor produksi usahatani8.modal sebagai faktor produksi usahatani
8.modal sebagai faktor produksi usahatani
 
konsep biodiversitas
konsep biodiversitaskonsep biodiversitas
konsep biodiversitas
 
Ekologi
EkologiEkologi
Ekologi
 
Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan Pertanian Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan Pertanian
 
faktor pembatas ekosistem
faktor pembatas ekosistemfaktor pembatas ekosistem
faktor pembatas ekosistem
 
4.kelembagaan pertanian
4.kelembagaan pertanian4.kelembagaan pertanian
4.kelembagaan pertanian
 
BIOLOGI_M5KB2 PPT
BIOLOGI_M5KB2 PPTBIOLOGI_M5KB2 PPT
BIOLOGI_M5KB2 PPT
 
Pertanian Modern
Pertanian Modern Pertanian Modern
Pertanian Modern
 

Similar to SATWA LIAR

Uu no 5 tahun 1990 tentang konservasi
Uu no 5 tahun 1990 tentang konservasiUu no 5 tahun 1990 tentang konservasi
Uu no 5 tahun 1990 tentang konservasiwalhiaceh
 
Uu ri no 05 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosist...
Uu ri no 05 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosist...Uu ri no 05 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosist...
Uu ri no 05 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosist...Rizki Fitrianto
 
UU RI no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosist...
UU RI no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosist...UU RI no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosist...
UU RI no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosist...Muhammad Budi Agung
 
UU No. 16 Tahun 1992
UU No. 16 Tahun 1992UU No. 16 Tahun 1992
UU No. 16 Tahun 1992dedikst
 
UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya
UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan EkosistemnyaUU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya
UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan EkosistemnyaPenataan Ruang
 
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alamPp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alamwalhiaceh
 
Kebijakan Konservasi Hiu dan Pari serta Aspek Regulasinya
Kebijakan Konservasi Hiu dan Pari serta Aspek RegulasinyaKebijakan Konservasi Hiu dan Pari serta Aspek Regulasinya
Kebijakan Konservasi Hiu dan Pari serta Aspek RegulasinyaDidi Sadili
 
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alamPp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alamwalhiaceh
 
Aspek Hukum Tindakan Karantina Pertanian Di Indonesia
Aspek Hukum Tindakan Karantina Pertanian Di IndonesiaAspek Hukum Tindakan Karantina Pertanian Di Indonesia
Aspek Hukum Tindakan Karantina Pertanian Di IndonesiaWahono Diphayana
 
Pp no 48_th_2011 sdg hewan
Pp no 48_th_2011 sdg hewanPp no 48_th_2011 sdg hewan
Pp no 48_th_2011 sdg hewanGaluh Insani
 
Pp no.7 tahun 1999
Pp no.7 tahun 1999Pp no.7 tahun 1999
Pp no.7 tahun 1999Siska Yani
 
Karantina pertanian benteng terdepan pertanian Indonesia
Karantina pertanian benteng terdepan pertanian IndonesiaKarantina pertanian benteng terdepan pertanian Indonesia
Karantina pertanian benteng terdepan pertanian IndonesiaWahono Diphayana
 
Kebijakan_plindungan_sumber_dayaalam
Kebijakan_plindungan_sumber_dayaalamKebijakan_plindungan_sumber_dayaalam
Kebijakan_plindungan_sumber_dayaalamPipiet Noorch
 
Presentasi konservasi penyu hijau.
Presentasi konservasi penyu hijau.Presentasi konservasi penyu hijau.
Presentasi konservasi penyu hijau.raniazizah04
 
Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta
Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre YogyakartaPelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta
Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre YogyakartaBilawal Alhariri Anwar
 
Uu nomor 41 tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan
Uu nomor 41 tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewanUu nomor 41 tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan
Uu nomor 41 tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewanWinarto Winartoap
 

Similar to SATWA LIAR (20)

Uu no 5 tahun 1990 tentang konservasi
Uu no 5 tahun 1990 tentang konservasiUu no 5 tahun 1990 tentang konservasi
Uu no 5 tahun 1990 tentang konservasi
 
Uu ri no 05 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosist...
Uu ri no 05 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosist...Uu ri no 05 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosist...
Uu ri no 05 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosist...
 
UU RI no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosist...
UU RI no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosist...UU RI no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosist...
UU RI no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosist...
 
Pp sdg 2
Pp sdg 2Pp sdg 2
Pp sdg 2
 
UU No. 16 Tahun 1992
UU No. 16 Tahun 1992UU No. 16 Tahun 1992
UU No. 16 Tahun 1992
 
Uu 16 1992
Uu 16 1992Uu 16 1992
Uu 16 1992
 
UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya
UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan EkosistemnyaUU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya
UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya
 
UU RI Nomor 5 Tahun 1990
UU RI Nomor 5 Tahun 1990UU RI Nomor 5 Tahun 1990
UU RI Nomor 5 Tahun 1990
 
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alamPp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
 
Kebijakan Konservasi Hiu dan Pari serta Aspek Regulasinya
Kebijakan Konservasi Hiu dan Pari serta Aspek RegulasinyaKebijakan Konservasi Hiu dan Pari serta Aspek Regulasinya
Kebijakan Konservasi Hiu dan Pari serta Aspek Regulasinya
 
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alamPp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
 
Aspek Hukum Tindakan Karantina Pertanian Di Indonesia
Aspek Hukum Tindakan Karantina Pertanian Di IndonesiaAspek Hukum Tindakan Karantina Pertanian Di Indonesia
Aspek Hukum Tindakan Karantina Pertanian Di Indonesia
 
Pp no 48_th_2011 sdg hewan
Pp no 48_th_2011 sdg hewanPp no 48_th_2011 sdg hewan
Pp no 48_th_2011 sdg hewan
 
Pp no.7 tahun 1999
Pp no.7 tahun 1999Pp no.7 tahun 1999
Pp no.7 tahun 1999
 
Karantina pertanian benteng terdepan pertanian Indonesia
Karantina pertanian benteng terdepan pertanian IndonesiaKarantina pertanian benteng terdepan pertanian Indonesia
Karantina pertanian benteng terdepan pertanian Indonesia
 
Kebijakan_plindungan_sumber_dayaalam
Kebijakan_plindungan_sumber_dayaalamKebijakan_plindungan_sumber_dayaalam
Kebijakan_plindungan_sumber_dayaalam
 
Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman HayatiKeanekaragaman Hayati
Keanekaragaman Hayati
 
Presentasi konservasi penyu hijau.
Presentasi konservasi penyu hijau.Presentasi konservasi penyu hijau.
Presentasi konservasi penyu hijau.
 
Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta
Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre YogyakartaPelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta
Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta
 
Uu nomor 41 tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan
Uu nomor 41 tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewanUu nomor 41 tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan
Uu nomor 41 tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan
 

More from Adi Pujakesuma

Asep Warlan Yusuf: Catatan hukum awy terhadap ruu cipta kerja 27 feb 2020
Asep Warlan Yusuf: Catatan hukum awy terhadap ruu cipta kerja 27 feb 2020Asep Warlan Yusuf: Catatan hukum awy terhadap ruu cipta kerja 27 feb 2020
Asep Warlan Yusuf: Catatan hukum awy terhadap ruu cipta kerja 27 feb 2020Adi Pujakesuma
 
PERHUTANAN SOSIAL PADA HUTAN PRODUKSI
PERHUTANAN SOSIAL  PADA HUTAN PRODUKSIPERHUTANAN SOSIAL  PADA HUTAN PRODUKSI
PERHUTANAN SOSIAL PADA HUTAN PRODUKSIAdi Pujakesuma
 
Perkembangan tora yang berasal dari kawasan hutan
Perkembangan tora yang berasal dari kawasan hutanPerkembangan tora yang berasal dari kawasan hutan
Perkembangan tora yang berasal dari kawasan hutanAdi Pujakesuma
 
BP2SDM DALAM TORA DAN PERHUTANAN SOSIAL
BP2SDM DALAM TORA DAN PERHUTANAN SOSIALBP2SDM DALAM TORA DAN PERHUTANAN SOSIAL
BP2SDM DALAM TORA DAN PERHUTANAN SOSIALAdi Pujakesuma
 
Pengelolaan arsip aktif klhk
Pengelolaan arsip aktif klhkPengelolaan arsip aktif klhk
Pengelolaan arsip aktif klhkAdi Pujakesuma
 
Prospek alumni smk kehutanan dalam mendukung perhutanan sosial
Prospek alumni smk kehutanan dalam mendukung perhutanan sosialProspek alumni smk kehutanan dalam mendukung perhutanan sosial
Prospek alumni smk kehutanan dalam mendukung perhutanan sosialAdi Pujakesuma
 
Kebijakan pemenuhan tenaga teknis menengah kehutanan
Kebijakan pemenuhan tenaga teknis menengah kehutananKebijakan pemenuhan tenaga teknis menengah kehutanan
Kebijakan pemenuhan tenaga teknis menengah kehutananAdi Pujakesuma
 
REVITALISASI SMK DAN TANTANGANNYA DALAM MENYIAPKAN TENAGA KERJA TERAMPIL DI...
REVITALISASI SMK DAN TANTANGANNYA  DALAM MENYIAPKAN TENAGA KERJA TERAMPIL  DI...REVITALISASI SMK DAN TANTANGANNYA  DALAM MENYIAPKAN TENAGA KERJA TERAMPIL  DI...
REVITALISASI SMK DAN TANTANGANNYA DALAM MENYIAPKAN TENAGA KERJA TERAMPIL DI...Adi Pujakesuma
 
Insp iv bahan pembinaan makassar short
Insp iv bahan pembinaan makassar shortInsp iv bahan pembinaan makassar short
Insp iv bahan pembinaan makassar shortAdi Pujakesuma
 
Insp inves presentasi inspektur investigasi_rev
Insp inves presentasi inspektur investigasi_revInsp inves presentasi inspektur investigasi_rev
Insp inves presentasi inspektur investigasi_revAdi Pujakesuma
 
Insp iii startegi mempertahankan opini wtp
Insp iii startegi mempertahankan opini wtpInsp iii startegi mempertahankan opini wtp
Insp iii startegi mempertahankan opini wtpAdi Pujakesuma
 
Implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Implementasi Sistem Pengendalian Intern PemerintahImplementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Implementasi Sistem Pengendalian Intern PemerintahAdi Pujakesuma
 
Sosialisasi Reformasi Birokrasi Juli 2018
Sosialisasi Reformasi Birokrasi Juli 2018Sosialisasi Reformasi Birokrasi Juli 2018
Sosialisasi Reformasi Birokrasi Juli 2018Adi Pujakesuma
 
Bahan presentase kepala balai sep 2018
Bahan presentase kepala balai sep 2018Bahan presentase kepala balai sep 2018
Bahan presentase kepala balai sep 2018Adi Pujakesuma
 

More from Adi Pujakesuma (15)

Asep Warlan Yusuf: Catatan hukum awy terhadap ruu cipta kerja 27 feb 2020
Asep Warlan Yusuf: Catatan hukum awy terhadap ruu cipta kerja 27 feb 2020Asep Warlan Yusuf: Catatan hukum awy terhadap ruu cipta kerja 27 feb 2020
Asep Warlan Yusuf: Catatan hukum awy terhadap ruu cipta kerja 27 feb 2020
 
PERHUTANAN SOSIAL PADA HUTAN PRODUKSI
PERHUTANAN SOSIAL  PADA HUTAN PRODUKSIPERHUTANAN SOSIAL  PADA HUTAN PRODUKSI
PERHUTANAN SOSIAL PADA HUTAN PRODUKSI
 
Perkembangan tora yang berasal dari kawasan hutan
Perkembangan tora yang berasal dari kawasan hutanPerkembangan tora yang berasal dari kawasan hutan
Perkembangan tora yang berasal dari kawasan hutan
 
BP2SDM DALAM TORA DAN PERHUTANAN SOSIAL
BP2SDM DALAM TORA DAN PERHUTANAN SOSIALBP2SDM DALAM TORA DAN PERHUTANAN SOSIAL
BP2SDM DALAM TORA DAN PERHUTANAN SOSIAL
 
Sosialisasi p.44
Sosialisasi p.44Sosialisasi p.44
Sosialisasi p.44
 
Pengelolaan arsip aktif klhk
Pengelolaan arsip aktif klhkPengelolaan arsip aktif klhk
Pengelolaan arsip aktif klhk
 
Prospek alumni smk kehutanan dalam mendukung perhutanan sosial
Prospek alumni smk kehutanan dalam mendukung perhutanan sosialProspek alumni smk kehutanan dalam mendukung perhutanan sosial
Prospek alumni smk kehutanan dalam mendukung perhutanan sosial
 
Kebijakan pemenuhan tenaga teknis menengah kehutanan
Kebijakan pemenuhan tenaga teknis menengah kehutananKebijakan pemenuhan tenaga teknis menengah kehutanan
Kebijakan pemenuhan tenaga teknis menengah kehutanan
 
REVITALISASI SMK DAN TANTANGANNYA DALAM MENYIAPKAN TENAGA KERJA TERAMPIL DI...
REVITALISASI SMK DAN TANTANGANNYA  DALAM MENYIAPKAN TENAGA KERJA TERAMPIL  DI...REVITALISASI SMK DAN TANTANGANNYA  DALAM MENYIAPKAN TENAGA KERJA TERAMPIL  DI...
REVITALISASI SMK DAN TANTANGANNYA DALAM MENYIAPKAN TENAGA KERJA TERAMPIL DI...
 
Insp iv bahan pembinaan makassar short
Insp iv bahan pembinaan makassar shortInsp iv bahan pembinaan makassar short
Insp iv bahan pembinaan makassar short
 
Insp inves presentasi inspektur investigasi_rev
Insp inves presentasi inspektur investigasi_revInsp inves presentasi inspektur investigasi_rev
Insp inves presentasi inspektur investigasi_rev
 
Insp iii startegi mempertahankan opini wtp
Insp iii startegi mempertahankan opini wtpInsp iii startegi mempertahankan opini wtp
Insp iii startegi mempertahankan opini wtp
 
Implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Implementasi Sistem Pengendalian Intern PemerintahImplementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
 
Sosialisasi Reformasi Birokrasi Juli 2018
Sosialisasi Reformasi Birokrasi Juli 2018Sosialisasi Reformasi Birokrasi Juli 2018
Sosialisasi Reformasi Birokrasi Juli 2018
 
Bahan presentase kepala balai sep 2018
Bahan presentase kepala balai sep 2018Bahan presentase kepala balai sep 2018
Bahan presentase kepala balai sep 2018
 

SATWA LIAR

  • 1. DODI KURNIAWAN KEPALA BALAI GAKKUM LHK WIL. SULAWSI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Makassar, 29 Mei 2020 PENDEKATAN LEGAL KELOLA SATWA LIAR DI SULAWESI PENDEKATAN LEGAL KELOLA SATWA LIAR DI SULAWESI BALAI PENGAMANAN DAN PENEGAKAN HUKUM LHK WILAYAH SULAWESI
  • 3. KAMI Komitmen Undang – Undang 1945 Pasal 28 H “Setiap orang memiliki hak untuk memiliki lingkungan yang baik dan sehat” Undang – Undang 1945 Pasal 33 Ayat 3 “Tanah, perairan dan sumber daya alam di dalamnya akan berada di bawah kekuasaan Negara dan akan digunakan untuk kepentingan terbesar rakyat” Undang – Undang 1945 Pasal 33 Ayat 4 “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.” “Penegakan hukum harus dilakukan, baik hukum administrasi, perdata, maupun pidana. Tujuannya untuk menciptakan kepastian hukum dan keadilan sosial.” Presiden Joko Widodo, Pertemuan Forest Fires (12 A 2016)
  • 4. PP. No. 7/1999 > Pengawetan Jenis TSL PP. No. 8/1999 > Pemanfaatan Jenis TSL Permen LHK No. P.106/2018 > Jenis TSL dilindungi PERATURAN TERKAIT UU 5/1990 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya UU 41/1999 Kehutanan UU 18/2008 Pengelolaan Sampah UU 32/2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan HIdup UU 18/2013 Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan UU 37/2014 Konservasi Tanah dan Air UU 8/2010 Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
  • 5. Lingkungan & Hutan harus Diamankan dan Dilindungi Tujuan TUJUAN, NILAI & PRINSIP
  • 6. PENDEKATAN Kolaborasi Pemerintahan Pajak Kejahatan Lain Korupsi Pencucian Uang Pertambangan Spasial Pulau Laut, Pesisir, & Pulau Kecil Kejahatan Lingkungan & Kehutanan LATAR BELAKANG Kejahatan lingkungan dan kehutanan adalah lintas sektor dan saling terkait dengan kejahatan lainnya, membutuhkan kolaborasi antara lembaga penegak hukum Kolaborasi antara lembaga penegak hukum akan meningkatkan kapasitas penegakan hukum Ada kebutuhan untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum terkait kejahatan sumber daya alam KEUNTUNGAN Bangun koherensi di antara investigasi awal, investigasi, dan penuntutan Memaksimalkan efek jera dan tanggung jawab Menghindari tersangka melarikan diri karena ruang lingkup hukum yang terbatas Follow the money : kembalikan kerugian negara dan ikuti tersangka Lingkungan yang Baik dan Bersih untuk semua orang
  • 7. PENEGAKAN HUKUM SATWA LIAR 2016 – 2019 GAKKUM SULAWESI 238 184 Pengamanan Hutan Satwa Liar 5 24 71 84 2016 2017 2018 2019 11 46 98 83 2016 2017 2018 2019 122 11 Penanganan Kasus Hingga P21 2016 -2019 Operasi Satwa Liar 11 P-21 * 149 Hewan ** 173 Tumbuhan Evidences: 184 *** 151 Opsetan Jumlah Operasi Satwa liar 2016 - 2019 Hasil yang di Capai 5 127 8 7 2 173 151 Jenis Sepecies Penyu Aves Primata Mamalia Reptil Tanaman Opsetan
  • 8. KERJASAMA DALAM PENEGAKAN HUKUM SATWA LIAR • Tentara Nasional Indonesia • Kepolisian Republik Indonesia • Kejaksaan Republik Indonesia • Mahkamah Agung Republik Indonesia • UPT Lingkup KLHK • Pemerintah Provinsi • Pemerintah Kabupaten • Bea cukai • Karantina • Perguruan Tinggi • E-Commerce Nasional • Kargo Nasional • LSM
  • 9. JARINGAN PEREDARAN SATWA LIAR DI INDONESIA TIMUR papua maluku makassar palu mamuju kendari surabaya manado
  • 10. Sesuai dengan UU No 5/ 1990 Arahan Konservasi jenis satwa dan tumbuhana. Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dilaksanakan dengan menjaga keutuhan kawasan suaka alam agar tetap dalam keadaan asli (Pasal 12). b. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di dalam kawasan suaka alam dilakukan dengan membiarkan agar populasi semua jenis tumbuhan dan satwa tetap seimbang menurut proses alami di habitatnya (Pasal 13 ayat (2)). c. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di luar kawasan suaka alam dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa untuk menghindari bahaya kepunahan (Pasal 13 ayat (3)). d. Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan memperhatikan kelangsungan potensi,daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar (Pasal 28). atwa adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara S atwa liar adalah satwa yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia S SATWA
  • 11. Sesuai dengan PP. No. 7 Tahun 1999 • Mempunyai populasi yang kecil • Adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu didalam • Daerah penyebaran yang terbatas Daftar Tumbuhan Satwa Liar yang dilindungi terdapat dalam lampiran I • PP No. 7 Tahun 1999 dan perubahannya dalam • Permen LHK No. P. 106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2018 atwa yang dilindungi memiliki kriteriaS KRITERIA SATWA YANG DILINDUNGI
  • 12. Sesuai dengan PP. No. 8 Tahun 1999 • Perdagangan • Pemeliharaan (untuk kesenangan) Pengambilan, Penangkapan, dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar diatur lebih lanjut di • Keputusan Menteri Kehutanan No.447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar emanfaatan Tumbuhan Satwa LiarP Yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan KOMERSIAL pada prinsipnya hanyalah SATWA LIAR YANG TIDAK DILINDUNGI Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 37 ayat (2) PP No. 8/1999 PEMANFAATAN SATWA LIAR
  • 13. emanfaatan Jenis satwa liar harus dilakukan dengan tetap menjaga keseimbangan populasi dengan habitatnya P Pemanfaatan Jenis • Hasil penangkaran satwa liar yang dilindungi yang dapat digunakan untuk keperluan perdagangan adalah satwa liar generasi kedua dan generasi berikutnya • Generasi kedua dan generasi berikutnya dari hasil penangkaran jenis satwa liar yang dilindungi, dinyatakan sebagai jenis satwa liar yang tidak dilindungi; • Ketentuan diatas tidak berlaku terhadap jenis satwa liar jenis: 1. Anoa (Anoa depressicornis, Anoa quarlesi); 7. Cendrawasih (Seluruh jenis dari famili Paradiseidae); 2. Babi rusa (Babyrousa babyrussa); 8. Elang Jawa, Elang Garuda (Spizaetus bartelsi); 3. Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus); 9. Harimau Sumatera (Phantera tigris sumatrae); 4. Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis); 10. Lutung Mentawai (Presbytis potenziani); 5. Biawak Komodo (Varanus komodoensis); 11. Orangutan (Pongo pygmaeus); 6. Owa Jawa (Hylobates moloch). Semua jenis satwa di atas (angka 1 sampai dengan 11) hanya dapat dipertukarkan atas persetujuan Presiden.” PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis TSL untuk kegiatan perdagangan atau pengiriman satwa liar ditentukan bahwa pengiriman atau pengangkutan jenis tumbuhan dan satwa liar dari satu wilayah habitat ke wilayah habitat lainnya di Indonesia, atau dari dan ke luar wilayah Indonesia, wajib dilengkapi dengan dokumen pengiriman atau pengangkutan yang disebut Surat Angkut Tumbuhan/Satwa (SATS). SATS memuat keterangan tentang jenis dan jumlah tumbuhan dan satwa, pelabuhan pemberangkatan dan pelabuhan tujuan, identitas Orang atau Badan yang mengirim dan menerima tumbuhan dan satwa dan peruntukan pemanfaatan tumbuhan dan satwa. PEMANFAATAN SATWA LIAR
  • 14. erlindungan Habitat Tumbuhan Satwa LiarPSesuai dengan UU No 5/ 1990 a. Kawasan Suaka Alam (“KSA”), yaitu kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. KSA terdiri dari cagar alam dan suaka margasatwa. b. Kawasan pelestarian alam (“KPA”), yaitu kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. KPA terdiri dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. • MELARANG KEGIATAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERUBAHAN TERHADAP KEUTUHAN KSA • MELARANG KEGIATAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERUBAHAN TERHADAP KEUTUHAN ZONA INTI TAMAN NASIONAL, SERTA KEGIATAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN FUNGSI ZONA PEMANFAATAN DAN ZONA LAIN DARI TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM PERLINDUNGAN HABITAT SATWA LIAR
  • 15. etentuan Pidana TERHADAP JENIS TSL DILINDUNGIKSesuai dengan UU No 5/ 1990 Pasal 21 (1) Setiap orang dilarang untuk: Mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian- bagiannya dalam keadaan hidup atau mati; Mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia. (2) Setiap orang dilarang untuk: a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati; c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian- bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi Pasal 40 (2) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (4). Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). KETENTUAN PIDANA UNTUK SATWA LIAR DILINDUNGI
  • 16. etentuan Pidana TERHADAP EKOSISTEMKSesuai dengan UU No 5/ 1990 Pasal 19 (1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan kawasan suaka alam. Pasal 33 (1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional. (2) Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli. (3) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Pasal 40 (1) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (3) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). KETENTUAN PIDANA UNTUK EKOSISTEM SATWA LIAR
  • 17. TIPOLOGI 1. Perburuan Satwa Liar; 2. Perdagangan/Pemanfaatan ilegal Tumbuhan dan Satwa Liar; 3. Pemilikan ilegal Tumbuhan dan Satwa Liar; 4. Penyelundupan tumbuhan dan satwa liar; 5. Penyalahgunaan dokumen (pengangkutan, kuota ekspor, dll). MODUS OPERANDI 1. Perdagangan/pemanfaatan ilegal satwa liar dilindungi; 2. Pemilikan ilegal satwa liar; 3. Perburuan ilegal satwa liar; 4. Pemalsuan dokumen untuk perdagangan satwa liar; 5. Penyelundupan jenis-jenis satwa dilindungi; 6. Penyuapan terhadap aparat dalam perdagangan satwa liar; 7. Penerbitan/penyalahgunaan dokumen palsu (Surat Angkut Tumbuhan/ 8. Satwa) terkait kepemilikan/ perdagangan satwa liar; 9. Pemalsuan Jenis (dengan mencantumkan keterangan informasi yang 10.berbeda pada kemasan); MODUS OPERANDI DAN TIPOLOGI KEJAHATAN SATWA LIAR
  • 18. Pasal 24 ayat (1) apabila terjadi pelanggaran atas larangan tindakan terhadap tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi sebagaimana diatur pada Pasal 21 UU No.5/1990, maka barang bukti berupa tumbuhan dan satwa dapat disita untuk negara, dan selanjutnya dapat dikembalikan ke habitatnya atau diserahkan ke lembaga-lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan satwa. Baik satwa maupun tumbuhan dapat dimusnahkan apabila keadaannya dinilai tidak memungkinkan lagi untuk dimanfaatkan. Sesuai dengan UU No 5/ 1990 • Secara spesifik, pengaturan mengenai barang bukti berupa tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi ini diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2017 tentang Penanganan Barang Bukti Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan; • Selama proses persidangan, barang bukti satwa liar disimpan di RUPBASAN, atau dapat dititipkan pada gudang penyimpanan dan/atau kandang satwa milik lembaga konservasi, instansi pemerintah, dan/atau badan usaha yang bergerak di bidang lingkungan hidup dan kehutanan; • Barang bukti satwa liar disimpan dan dipelihara di tempat penyimpanan dan/atau kandang khusus yang sesuai dan dapat menjamin kelangsungan hidup tumbuhan dan satwa liar tersebut; • Adapun Pasal 41 Permen LHK No. P.26/2017 juga mengatur pemusnahan barang bukti satwa, yaitu dalam hal barang bukti mengandung bibit penyakit dan/atau rusak; • Sedangkan mengenai pelepasliaran diatur dalam Pasal 42 ayat (3), yaitu dengan mempertimbangkan sifat liar, kemurnian gen, keadaan sehat yang tidak berpenyakit menular, serta lokasi yang merupakan habitat asli satwa. P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2017 PENANGANAN SATWA LIAR SEBAGAI HASIL TINDAK PIDANA
  • 19. SATWA HIDUP • Transfer ke dalam fasilitas pemeliharaan, seperti kebun binatang, pusat penyelamatan satwa, atau pusat rehabilitasi satwa; atau • Dikembalikan ke negara asal dengan biaya dari negara asal, apabila merupakan spesimen impor; atau • Dikembalikan ke habitat alamnya; atau • Dilelang, bagi jenis-jenis yang tidak dilindungi dan bukan Appendix I CITES; • Dimusnahkan (euthanasia) apabila dipandang dapat membahayakan karena penyakit atau sebab-sebab lain. Keputusan Menteri Kehutanan No.447/Kpts-II/2003 SPECIMEN MATI ATAU BAGIAN-BAGIAN ATAU TURUNAN DARI SATWA LIAR DAPAT DILAKUKAN • Dilelang, bagi jenis-jenis yang tidak dilindungi dan bukan Appendix I CITES; • Diserahkan kepada Museum Zoologi atau Botani apabila spesimen mempunyai nilai ilmiah; • Dimusnahkan apabila merupakan jenis dilindungi termasuk Appendix I, dan tidak mempunyai nilai ilmiah. PENANGANAN TERHADAP SPESIMEN MATI MEMERLUKAN PENETAPAN DARI PENGADILAN TERLEBIH DAHULU. ARTINYA, SPESIMEN MATI AKAN TERLEBIH DAHULU DIPERGUNAKAN UNTUK BARANG BUKTI DEMI KELANCARAN PROSES HUKUM. PENANGANAN TERHADAP BARANG BUKTI SATWA LIAR
  • 20. Pertama, Kerusakan Ekosistem Dalam kejahatan sawa liar, pelaku kejahatan telah mengancam kerusakan ekosistem pada kawasan hutan. Hal ini bisa terjadi karena pelaku, dalam melakukan kejahatannya, tidak jarang masuk hingga jauh kedalam kawasan hutan hingga memasuki kawasan zona inti dari taman nasional. Seringkali pelaku menebang tumbuhan liar secara sembarangan, dan atau mengambil sarang dari satwa dilindungi secara sembarangan; Kerusakan ekosistem ini juga bisa terjadi karena terputusnya rantai kehidupan dari satwa yang tumbuhan di kawasan hutan. Tidak jarang, satwa yang diburu adalah satwa yang memiliki posisi pemangsa utama (top predator). Dengan hilangnya peran pemangsa utama di alam liar, maka populasi pada satwa di tahap bawahnya tidak terkontrol proses makan memakan, sehingga dapat terjadi kelebihan populasi (overpopulation) yang dapat berujung pada rusaknya ekosistem, bahkan kepunahan Kedua, kepunahan jenis endemik. Kejahatan tumbuhan satwa liar dilindungi secara jangka panjang akan mengakibatkan kepunahan jenis endemik/khas tumbuhan dan satwa Indonesia. Contohnya, satu dekade terakhir para ahli telah mengambil kesimpulan bahwa harimau Jawa dan harimau Bali telah punah di Indonesia. Saat ini harimau Sumatera, orang utan, badak Jawa, badak Sumatera dan gajah Sumatera berada dalam status terancam punah. Ketiga, Ancaman penyakit. Perdagangan satwa liar secara gelap/ilegal di pasar- pasar satwa kota-kota besar berpotensi menyebarkan penyakit satwa liar kepada satwa lain, dan bahkan berpotensi menularkan penyakit kepada manusia. Keempat, Timbulnya Kerugian ekonomi. Perununan nilai ekspor dari sektor satwa liar menurun DAMPAK KERUSAKAN DARI PERBURUAN SATWA LIAR
  • 21. PEMBELAJARAN 1. Penegakan Hukum Effektif untuk“Shock Therapy” N a m u n , p e n g e m b a n g a n b u d a y a k e p a t u h a n h a r u s d i d u k u n g o l e h k e s a d a r a n , p e m b i n a a n , d a n p e n e r a p a n i n s t r u m e n l a i n n y a 2. Pendekatan Multidoor “Kerja Sama Kolaboratif” M e l a l u i i n v e s t i g a s i b e r l a p i s m e n g g u n a k a n p e r a t u r a n g a b u n g a n u n t u k m e n i n g k a t k a n e f e k j e r a 3. Sains & Teknologi B e r p e r a n p e n t i n g d a l a m m e n i n g k a t k a n k e c e p a t a n d a n k e t e p a t a n p e n e g a k a n h u k u m 4. Komitmen yang kuat dari Cabang Eksekutif, Legislatif, & Yudisial K o m i t m e n y a n g k u a t m e m b e r i k a n k e k u a t a n e k s t r a u n t u k m e m p e r k u a t p e n e g a k a n h u k u m l i n g k u n g a n
  • 22. STRATEGI MASA DEPAN 1 . I N S P E K S I S E L E K T I F • Inspeksi bisnis dengan indikasi pelanggaran • Patroli Area Rawan 2 . P E N A N G A N A N P E N G A D U A N Y A N G E F E K T I F D A N T E R I N T E G R A S I • Penanganan Pengaduan Terpadu (Satu Pintu) KLHK & Pemerintah Daerah • Sistem Pemantauan 4 . D U K U N G A N S A I N S D A N T E K N O L O G I 3 . M E M P E R K U AT I N S T R U M E N • Administratif: Menerapkan Denda • Gugatan Sipil: Memastikan Eksekusi • Hukum Pidana: Pendekatan Multidoor • Penguatan Intelijen • Jaringan Komunitas • Jaringan Pakar/Ahli Instrumen Pencegahan Peningkatan Institusi
  • 23. INTEGRITAS, PROFESIONAL, PEDULI, RESPONSIF Gedung Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Lantai 4, Jalan Perintis Kemerdekaan KM. 17 Makassar bpphlhksulawesi@yahoo.com http://sulawesi.gakkum.menlhk.go.id (0411) 8954401 - 8954402