SlideShare a Scribd company logo
1 of 50
PERATURAN PEMERINTAH RI
No. 48/2011
SDG-HEWAN & PERBIBITAN TERNAK
Disampaikan pada acara Sosialisasi Peraturan Per-UU
D.I. Yogyakarta, 20 September 2013
Ps. 8 (4): SDG dikelola  pemanfaatan &
pelestarian;
Ps. 13 (2): Pemerintah wajib mengembangkan
usaha pembibitan  melibatkan masyarkat 
benih, bibit, & bakalan.
menjamin adanya
pelestarian &
pemanfaatan SDG-H;
mewujudkan keadilan
dalam pembagian
keuntungan 
pemanfaatan SDG-H;
menjamin ketersediaan
benih/bibit  secara
berkesinambungan; dan
menghimpun, mengolah,
menyajikan data dan
informasi.
HEWAN DARAT
UDARA
(termasuk
lebah)
SATWA
LIAR
DILINDUNGI
TIDAK
DILINGDUNGI
HEWAN
BUDIDAYA
(TERNAK)
Penghasil Pangan
dan Bahan Baku
Industri
Jasa (drought, pet & lab
animals.
Hasil Ikutannya
JANGKAUAN PENGATURAN HEWAN DALAM UU
NO 18 TAHUN 2009
KETERANGAN
1. Ruang lingkup
Hewan & SDGnya
(UU No.18/2009)
2. Ternak
(UU No.18/2009)
3. Grey Area dengan
UU No. 31/2004 Jo.
UU No.45/2009
tentang Perikanan
(Bidang Kesehatan
Hewan/Ikan)
4. Grey Area dengan
Kehutanan/UU No.
5/1990 tentang
Konservasi SDA
Hayati &
Ekosistemnya.
3
1
2
4
Air Penghasil Pangan
dan Bahan Baku Industri
Jasa (drought, pet
& lab animals.
Hasil
Ikutannya
Pengaturan
1. Pengelolaan
Penguasaan
oleh Negara
(Pusat & Daerah)
Inventarisasi &
dokumentasi
2. Perlindungan
kearifan lokal,
pengetahuan
tradisional, dan HKI
3. Tata cara
kerjasama
pengelolaan SDG
4. Pemantauan dan
pengawasan
5. Pendanaan bagi
upaya pengelolaan
SDG
Pemanfaatan
Pelestarian
1. Pembudidayaan
2. Pemuliaan (seleksi,
persilangan, dan
rekayasa genetik)
1. Eksplorasi
2. Konservasi
3. Penetapan
kawasan
pelestarian
SDG
Hewan
(peliharaan
dan satwa
liar)
DITJEN PKH
penguasaan SDG Hewan;
pengelolaan SDG Hewan;
perbibitan ternak;
pemasukan dan pengeluaran;
dan
sistem dokumentasi dan jaringan
informasi.
Ruang Lingkup
 SDG Hewan dikuasai oleh negara dan
dimanfaatkan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
 Penguasaan SDG Hewan dilaksanakan oleh
Pemerintah & pemda  berdasarkan sebaran
asli geografis SDG Hewan.
DITJEN PKH
Pasal 4
Pasal 5
 Penguasaan oleh Pemerintah  dilakukan
melalui pengaturan, inventarisasi, dan
dokumentasi.
 Penguasaan dilakukan untuk SDG Hewan yang:
– sebaran asli geografisnya lebih dari 1 (satu) provinsi;
– status populasinya tidak aman;
– rasio populasi jantan dan betina tidak seimbang;
dan/atau
– habitatnya spesifik.
DITJEN PKH
Pasal 5 ... lanjutan
 Pengaturan SDG Hewan meliputi:
– pengelolaan SDG Hewan;
– perlindungan kearifan lokal dan
pengetahuan tradisional;
– tata cara kerjasama;
– pemantauan dan pengawasan;
– pendanaan untuk pengelolaan SDG Hewan;
dan
– perjanjian pemanfaatan SDG Hewan yang
bersifat internasional.
DITJEN PKH
DITJEN PKH
 Pasal 6: Pemda provinsi  melakukan
pengaturan, inventarisasi, dan dokumentasi  SDG
Hewan yang sebaran asli geografisnya dalam 1
provinsi.
 Pasal 7: Pemda kab/kota  melakukan
pengaturan, inventarisasi, dan dokumentasi  SDG
Hewan yang sebaran asli geografisnya dalam 1
kab/kota.
Pasal 8
Pengaturan SDG Hewan oleh pemda
meliputi:
 pelaksanaan pengelolaan;
 pemantauan dan pengawasan; dan
 pendanaan untuk pengelolaan.
DITJEN PKH
Pasal 9
Inventarisasi dan dokumentasi SDG
Hewan  dilakukan atas kekayaan
keanekaragaman SDG Hewan dan
pengetahuan tradisional serta kearifan
lokal.
1) Pengelolaan SDG Hewan dilakukan melalui kegiatan
pemanfaatan dan pelestarian.
2) SDG Hewan  dapat berasal dari hewan peliharaan dan
satwa liar.
3) Satwa liar  terdiri atas satwa liar yang dilindungi dan
satwa liar yang tidak dilindungi.
4) Menteri menetapkan jenis satwa liar tidak dilindungi
yang dilarang untuk dimanfaatkan.
Pasal 10
Pemanfaatan dan pelestarian SDG
Hewan yang berasal dari satwa liar
yang dilindungi dan tidak dilindungi dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya.
Pasal 11
a. Pengelolaan SDG Hewan dilakukan oleh
pemerintah  sesuai dengan kewenangannya.
b. Pengelolaan SDG Hewan juga dapat
dilakukan oleh masyarakat, badan usaha, atau
lembaga internasional  melalui kerjasama dengan
Pemerintah atau badan usaha Indonesia  setelah
memperoleh izin dari Pemerintah.
Pasal 12
Pengelolaan SDG Hewan berdasarkan kerja
sama  dilakukan di DN.
Dapat dilakukan di luar negeri apabila:
• belum dapat dilakukan di DN;
• untuk mempercepat proses; dan/atau
• sesuai dengan perjanjian internasional.
Pengelolaan SDG Hewan di luar negeri 
dilakukan melalui perjanjian kerja sama
pengelolaan SDG Hewan.
Pasal 13
Pemanfaatan SDG Hewan
dilakukan melalui kegiatan:
a. pembudidayaan; dan
b. pemuliaan.
Pembudidayaan dan pemuliaan
harus mengacu pada kesejahteraan hewan.
Pasal 14
Pembudidayaan dan pemuliaan 
harus mengoptimalkan kehati dan SDG asli
Indonesia.
Pemerintah,  melindungi usaha
pembudidayaan dan pemuliaan.
Pemerintah,  melakukan pembinaan dan
pengawasan.
Ketentuan lebih lanjut  diatur
Peraturan Menteri.
Pasal 15
 Pembudidayaan  menggunakan hewan
peliharaan dan/atau satwa liar yang tidak dilindungi
 asli, hewan lokal, dan hewan introduksi.
 Pembudidayaaan  meliputi pemeliharaan dan
pengembangbiakkan.
 Dalam hal satwa liar yang tidak dilindungi akan
dibudidayakan, wajib melalui tahapan eksplorasi,
domestikasi, dan penangkaran  diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 16
 Menteri menetapkan sistem budi daya.
 Pemda provinsi menetapkan wilayah budidaya
dan pengembangan.
 Pemerintah daerah kabupaten/kota:
a.menetapkan wilayah budidaya dan
pengembangan;
b.mempertahankan keberadaan dan
kemanfaatan lahan; dan
c. mengembangkan SDG Hewan.
Pasal 17
Usaha pembudidayaan SDG dilakukan
oleh masyarakat dan badan usaha.
Dalam hal usaha yang dilakukan oleh
masyarakat belum berkembang 
Pemerintah melakukan usaha
pembudidayaan SDG Hewan asli dan
Hewan lokal.
Pasal 18
Pemerintah melakukan penjaringan
terhadap hewan ruminansia betina produktif
yang berpotensi menjadi bibit  ditampung
pada UPTD atau langsung didistribusikan
kepada masyarakat.
Kegiatan penjaringan, penampungan, dan
pendistribusian dibiayai dari APBN/APBD
Pasal 19
Setiap orang dilarang
melakukan kegiatan budidaya yang
berpotensi menguras atau mengancam
kepunahan SDG Hewan asli dan lokal.
Pasal 20
a. Pemuliaan  memproduksi benih atau bibit 
dilakukan terhadap SDG Hewan asli, lokal, dan
introduksi.
b. Pemuliaan SDG Hewan asli dan lokal harus
menjaga kelestariannya.
c. Pemuliaan terhadap SDG Hewan introduksi
harus mencegah kemungkinan berkembangnya
penyakit eksotik atau berkembangnya IAS.
Pasal 21
Pemuliaan harus memenuhi
persyaratan:
a.keamanan hayati;
b.kesehatan hewan;
c. bioetika hewan; dan
d.tata cara pemuliaan yang baik.
Pasal 22
 Pemuliaan  dapat dilakukan dengan cara
seleksi, persilangan, dan rekayasa genetik harus
memenuhi persyaratan kesehatan hewan secara
preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
 Dalam hal cara rekayasa genetik  juga
harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang keamanan hayati.
Pasal 23
 Pemuliaan SDG Hewan asli/lokal dengan
cara persilangan yang menggunakan ternak
introduksi harus mempertahankan gen tetuanya.
 Dalam hal SDG tsb status populasinya
tidak aman, penyelenggaraan pemuliaannya
harus memperoleh izin dari Menteri.
Pasal 24
 Pemuliaan  dapat dilakukan oleh
Pemerintah, PT, lembaga penelitian,
dlsb.
 Pemuliaan untuk daya tahan thd
penyakit zoonosis  perlu lab
khusus.
Pasal 26
 Pemerintah harus melakukan pemuliaan SDG
Hewan asli atau lokal yang:
a. status populasinya tidak aman;
b. nilai ekonominya rendah;
c. nilai sosial budayanya tinggi; dan/atau
d. keragaman genetiknya tinggi.
 Status populasi tidak aman  ditetapkan
dengan Keputusan Menteri.
Pasal 27
PELESTARIAN SDG HEWAN
Pasal 28
SDG Hewan asli & lokal  harus dilestarikan
Apabila terjadi bencana  Pemerintah & Pemda
melakukan upaya penyelamatan
Apabila terjadi wabah penyakit  Pemerintah &
Pemda mencegah agar tdk punah
Pasal 29
Pelestarian melalui: eksplorasi – konservasi
– penetapan kawasan pelestarian
EKSPLORASIPasal 30
Eksplorasi dilakukan oleh: Pemerintah, Pemda, Lemlit/dik, WNI,
LSM, BU-I, Lemlit/dik Asing, BU-Asing, & WNA
Harus mendapat izin Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota
Untuk “ASING” juga harus mendapat izin menteri “Ristek”  harus
bekerjasam dengan Lemlit DN.
Pasal 31
Permohonan izin dilengkapi dengan dokumen yang diperlukan 
memperoleh PADIA  berlaku 1 tahun & diperpajang 6 bulan.
Pasal 32 dan 33
Diatur dengan PERMEN
Wajib menjaga kelestarian, menyimpan SDG dengan baik &
memperhatikan keberadaan kearifan lokal
KONSERVASIPasal 34
Konservasi dilakukan oleh Pmerintah & Pemda  juga dapat
dilakukan masyarakat & badan usaha  melalui kegiatan
konservasi in-situ, lekat lahan & ex-situ
Pasal 35
Perlu diketahui status populasinya  apabila “ ke arah kritis”
Pemerintah & Pemda melakukan peringatan dini & tanggap darurat
 “kritis” dilakuka konservasi in-situ & ex-situ  PERMEN
PENETAPAN KAWASAN
PELESTARIAN
Pasal 36
Untuk pelestarian in-situ  Pemerintah
atau Pemda menetapkan kawasan
pelestarian  sesuai rencana tata ruang
wilayah
Selanjutnya akan diatur dengan
PERMEN
PERBIBITAN TERNAK
 Kebijakan perbibitan nasional
ditetapkan PEMERINTAH  meliputi:
penyediaan benih/bibit; peredaran;
pengawasan & kelembagaan perbibitan untuk
ternak asli, lokal & introduksi.
 Penyediaan benih/bibit  tanggung
jawab PEMERINTAH  dari DN/LN.
 Dari DN  produksi; penetapan wilayah
sumber bibit; penetapan & pelepasan
rumpun/galur.
 Pemasukan benih/bibit  meningkatkan
mutu; mengembangkan iptek, bila kurang; &
litbang.
Pasal 37-40
BB-Biogen, Badan Litbang Pertanian
DEPARTEMEN PERTANIAN
2 0 0 8
 Produksi benih/bibit dapat dilakukan “siapa saja” 
berasal dari rumpun/galur asli, lokal & introduksi.
 PEMERINTAH harus memproduksi benih/bibit
“rumpun/galur asli/lokal” bila belum ada yg menyediakan
 dpt mengikut sertakan masyarakat.
 PEMERINTAH melakukan pembinaan  Pedoman
Menteri ttg pembenihan/pembibitan; promosi &
kemudahan.
 Perlu izin & diatur dengan PERMEN.
Pasal 41-44
 Wilayah sumber bibit ditetapkan
Menteri  pada kawasan yang layak &
tepat  dalam satu kabupaten,
beberapa kabupaten, atau seluruh
propinsi.
 Penetapan tsb didasarkan pada
usulan bupati atau gubernur  Menteri
melakukan penilaian
WILAYAH SUMBER BIBIT
Pasal 45-46
Penetapan dan Pelepasan Rumpun & Galur
 Gubernur/Bupati  mengusulkan kepada Menteri untuk
memperoleh penetapan rumpun atau galur ternak, sesuai
kewenangannya; dilengkapi dokumen mengenai asal-usulnya,
sebaran asli geografis, karakteristik, & informasi genetiknya.
 Menteri melakukan penilaian terhadap dokumen yang
dilakukan oleh tim penilai.
 Ketentuan lebih lanjut  Peraturan Menteri.
 Rumpun atau galur ternak yang dihasilkan melalui
kegiatan pemuliaan dapat dilakukan pelepasan hanya dapat
dilakukan terhadap rumpun atau galur ternak yang memenuhi
syarat BUSS serta diberi nama.
Pasal 47-50
 Pelepasan rumpun/galur dilakukan
setelah adanya Keputusan Menteri 
dilakukan berdasarkan permohonan dari
pemohon yang menghasilkan rumpun/
galur baru  disertai dengan dokumen
lengkap.
 Menteri melakukan penilaian 
dilakukan oleh tim penilai yang dibentuk
oleh Menteri.
 Ketentuan lebih lanjut diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 51-53
Peredaran Benih dan Bibit Ternak
 Setiap benih/bibit yang diedarkan wajib memiliki sertifikat
layak  yg dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi benih/bibit.
 Bila lembaga sertifikasi yang terakreditasi belum ada,
Menteri menunjuk lembaga yang kompeten  harus
didasarkan pada kompetensi SDM, peralatan, dan
penguasaan IPTEK.
Pasal 54-56
 Sertifikat layak benih/bibit diberikan untuk
benih/bibit yang memenuhi standar (SNI) 
Apabila standar belum ditetapkan, Menteri
menetapkan persyaratan teknis minimal.
 Pengedaran benih atau bibit yang tidak
menyertakan sertifikat layak benih atau bibit, serta
keterangan pemenuhan persyaratan teknis minimal
benih atau bibit  dikenai sanksi administratif berupa:
peringatan tertulis; penghentian sementara dari
kegiatan produksi dan/atau peredaran; atau pencabutan
izin usaha.
Pasal 57-58
 Ketentuan lebih lanjut diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pengawasan Benih dan Bibit Ternak
 Menteri, gubernur, bupati/walikota melakukan
pengawasan terhadap produksi dan peredaran benih/bibit. 
pelaksanaannya dilakukan oleh Pengawas Bibit Ternak.
 Pengawasan meliputi jenis dan rumpun, jumlah, mutu, serta
cara memproduksi benih dan bibit.
 Pengawasan terhadap peredaran benih/bibit meliputi
pemeriksaan dokumen, alat angkut, tempat penyimpanan,
dan/atau pengemasan.
 Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 59
Kelembagaan Perbibitan
 PEMERINTAH memfasilitasi peternak,
perusahaan peternakan, dan masyarakat untuk
membentuk lembaga pembenihan dan/atau
pembibitan  bila belum ada PEMERINTAH
membentuk lembaga tsb.
 Kegiatan lembaga pembenihan dan/atau
pembibitan saling bersinergi dalam rangka
menghasilkan benih atau bibit.
 Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 60-62
PEMASUKAN
&
PENGELUARAN
Pemasukan SDG Hewan
 Pemasukan SDG Hewan introduksi harus
memperoleh izin dari Menteri.
 Dalam hal SDG Hewan berupa satwa liar, izin
pemasukan diberikan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.
Pasal 63
Pengeluaran SDG Hewan
 Pengeluaran SDG Hewan harus mendapat izin
dari Menteri.
 Dalam hal SDG Hewan berupa satwa liar, izin
pengeluaran diberikan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.
Pasal 64
Perjanjian Pemasukan dan Pengeluaran
SDG Hewan
 Pemasukan dan pengeluaran SDG Hewan dilakukan melalui
perjanjian alih SDG Hewan  dilakukan antara Pemerintah
Indonesia dengan pemerintah negara asing atau lembaga
internasional yg memenuhi persyaratan.
 Rancangan perjanjian alih SDG Hewan disiapkan oleh
pemerintah negara asing atau lembaga internasional diajukan
kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan; setelah dilakukan
evaluasi oleh Komisi SDG.
 Menteri menolak atau menyetujui rancangan perjanjian alih SDG
 disampaikan secara tertulis oleh Menteri kepada pemerintah
negara asing atau lembaga internasional.
Pasal 65-68
Pemasukan dan Pengeluaran Benih dan
Bibit Ternak
Pasal 69-71
 Pemasukan benih/bibit dari LN wajib memenuhi: persyaratan
mutu; keswan; pewilayahan bibit; dan karantina & wajib memperoleh
izin dari menteri perdagangan  setelah memperoleh rekomendasi
dari Menteri.
 Pemasukan rumpun/galur baru, rekomendasi diberikan setelah
mendapatkan saran dan pertimbangan komisi bibit ternak; dan
sebelum diedarkan harus terlebih dahulu dilakukan pelepasan.
 Pengeluaran benih/bibit dapat dilakukan apabila kebutuhan
dalam negeri telah terpenuhi dan mempertimbangkan kepentingan
nasional.
 Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri.
SISTEM DOKUMENTASI DAN JARINGAN
INFORMASI SDG DAN PERBIBITAN
 Menteri menyelenggarakan sistem dokumentasi dan
jaringan informasi untuk kepentingan pemanfaatan dan
pelestarian SDG Hewan dan perbibitan ternak.
 Dapat diselenggarakan bersama menteri/pimpinan
lembaga pemerintahan non kementerian terkait, serta
gubernur, dan bupati/walikota.
 Sistem dokumentasi dan jaringan informasi harus
dapat diakses oleh masyarakat.
Pasal 72
Pp sdg 2

More Related Content

What's hot

Strategi Pemberantasan Menuju Pembebasan Hog Cholera - Rakor BBVet Maros, Men...
Strategi Pemberantasan Menuju Pembebasan Hog Cholera - Rakor BBVet Maros, Men...Strategi Pemberantasan Menuju Pembebasan Hog Cholera - Rakor BBVet Maros, Men...
Strategi Pemberantasan Menuju Pembebasan Hog Cholera - Rakor BBVet Maros, Men...Tata Naipospos
 
Hasil Penelitian Evaluasi lahan di Kecamatan Libureng Kab. Bone Prov. Sulawes...
Hasil Penelitian Evaluasi lahan di Kecamatan Libureng Kab. Bone Prov. Sulawes...Hasil Penelitian Evaluasi lahan di Kecamatan Libureng Kab. Bone Prov. Sulawes...
Hasil Penelitian Evaluasi lahan di Kecamatan Libureng Kab. Bone Prov. Sulawes...Muhammad Yusran saputra
 
Pemasaran hasil produksi peternakan
Pemasaran hasil produksi peternakanPemasaran hasil produksi peternakan
Pemasaran hasil produksi peternakanKandhie Jaya
 
Bagaimana cara membuat mesin penetas telur sederhana
Bagaimana cara membuat mesin penetas telur sederhanaBagaimana cara membuat mesin penetas telur sederhana
Bagaimana cara membuat mesin penetas telur sederhanaSurya Tangguh
 
Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...
Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...
Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...Tata Naipospos
 
Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015
Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015
Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015Nusdianto Triakoso
 
Penguatan Tata Kelola Ternak dan Rantai Pasar Menghadapi Penyakit Mulut dan K...
Penguatan Tata Kelola Ternak dan Rantai Pasar Menghadapi Penyakit Mulut dan K...Penguatan Tata Kelola Ternak dan Rantai Pasar Menghadapi Penyakit Mulut dan K...
Penguatan Tata Kelola Ternak dan Rantai Pasar Menghadapi Penyakit Mulut dan K...Tata Naipospos
 
Week9 pertumbuhan populasi
Week9 pertumbuhan populasiWeek9 pertumbuhan populasi
Week9 pertumbuhan populasiascaamru
 
Pengetahuan Bisnis
Pengetahuan BisnisPengetahuan Bisnis
Pengetahuan BisnisAgun Guntara
 
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...Tata Naipospos
 
Laporan fekunditas telur
Laporan fekunditas telurLaporan fekunditas telur
Laporan fekunditas telurDeden Reinaldi
 
Persyaratan Kelompok Ternak Bebas Brucellosis - Presentasi Zoom, 1 Maret 2021
Persyaratan Kelompok Ternak Bebas Brucellosis - Presentasi Zoom, 1 Maret 2021Persyaratan Kelompok Ternak Bebas Brucellosis - Presentasi Zoom, 1 Maret 2021
Persyaratan Kelompok Ternak Bebas Brucellosis - Presentasi Zoom, 1 Maret 2021Tata Naipospos
 
Golfinho roaz trabalho_final
Golfinho roaz trabalho_finalGolfinho roaz trabalho_final
Golfinho roaz trabalho_finalanisantos
 
Modul pelatihan quantum gis tingkat dasar
Modul pelatihan quantum gis tingkat dasarModul pelatihan quantum gis tingkat dasar
Modul pelatihan quantum gis tingkat dasarYusmadi Martias
 
Daya dukung lingkungan
Daya dukung lingkunganDaya dukung lingkungan
Daya dukung lingkunganRiska_21
 

What's hot (20)

Strategi Pemberantasan Menuju Pembebasan Hog Cholera - Rakor BBVet Maros, Men...
Strategi Pemberantasan Menuju Pembebasan Hog Cholera - Rakor BBVet Maros, Men...Strategi Pemberantasan Menuju Pembebasan Hog Cholera - Rakor BBVet Maros, Men...
Strategi Pemberantasan Menuju Pembebasan Hog Cholera - Rakor BBVet Maros, Men...
 
Hasil Penelitian Evaluasi lahan di Kecamatan Libureng Kab. Bone Prov. Sulawes...
Hasil Penelitian Evaluasi lahan di Kecamatan Libureng Kab. Bone Prov. Sulawes...Hasil Penelitian Evaluasi lahan di Kecamatan Libureng Kab. Bone Prov. Sulawes...
Hasil Penelitian Evaluasi lahan di Kecamatan Libureng Kab. Bone Prov. Sulawes...
 
Pemasaran hasil produksi peternakan
Pemasaran hasil produksi peternakanPemasaran hasil produksi peternakan
Pemasaran hasil produksi peternakan
 
Pengenalan Jenis Ikan dan Identifikasi
Pengenalan Jenis Ikan dan IdentifikasiPengenalan Jenis Ikan dan Identifikasi
Pengenalan Jenis Ikan dan Identifikasi
 
Mengenal apa itu Zoonosis
Mengenal apa itu Zoonosis Mengenal apa itu Zoonosis
Mengenal apa itu Zoonosis
 
Bagaimana cara membuat mesin penetas telur sederhana
Bagaimana cara membuat mesin penetas telur sederhanaBagaimana cara membuat mesin penetas telur sederhana
Bagaimana cara membuat mesin penetas telur sederhana
 
Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...
Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...
Workshop Sistem Penerapan Kesejahteraan Hewan - Ditkesmavet, Ditjen PKH, Bogo...
 
Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015
Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015
Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015
 
Penguatan Tata Kelola Ternak dan Rantai Pasar Menghadapi Penyakit Mulut dan K...
Penguatan Tata Kelola Ternak dan Rantai Pasar Menghadapi Penyakit Mulut dan K...Penguatan Tata Kelola Ternak dan Rantai Pasar Menghadapi Penyakit Mulut dan K...
Penguatan Tata Kelola Ternak dan Rantai Pasar Menghadapi Penyakit Mulut dan K...
 
Week9 pertumbuhan populasi
Week9 pertumbuhan populasiWeek9 pertumbuhan populasi
Week9 pertumbuhan populasi
 
Pengetahuan Bisnis
Pengetahuan BisnisPengetahuan Bisnis
Pengetahuan Bisnis
 
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
Kewaspadaan dan Antisipasi Peste des Petits Ruminants - Rakor Balai Veteriner...
 
Laporan fekunditas telur
Laporan fekunditas telurLaporan fekunditas telur
Laporan fekunditas telur
 
Persyaratan Kelompok Ternak Bebas Brucellosis - Presentasi Zoom, 1 Maret 2021
Persyaratan Kelompok Ternak Bebas Brucellosis - Presentasi Zoom, 1 Maret 2021Persyaratan Kelompok Ternak Bebas Brucellosis - Presentasi Zoom, 1 Maret 2021
Persyaratan Kelompok Ternak Bebas Brucellosis - Presentasi Zoom, 1 Maret 2021
 
Presentasi Penelitian S3
Presentasi Penelitian S3Presentasi Penelitian S3
Presentasi Penelitian S3
 
Golfinho roaz trabalho_final
Golfinho roaz trabalho_finalGolfinho roaz trabalho_final
Golfinho roaz trabalho_final
 
Modul pelatihan quantum gis tingkat dasar
Modul pelatihan quantum gis tingkat dasarModul pelatihan quantum gis tingkat dasar
Modul pelatihan quantum gis tingkat dasar
 
organ reproduksi jantan
organ reproduksi jantanorgan reproduksi jantan
organ reproduksi jantan
 
Prospek budidaya kerang abalon
Prospek budidaya kerang abalonProspek budidaya kerang abalon
Prospek budidaya kerang abalon
 
Daya dukung lingkungan
Daya dukung lingkunganDaya dukung lingkungan
Daya dukung lingkungan
 

Viewers also liked

Pp no 48_th_2011 sdg hewan
Pp no 48_th_2011 sdg hewanPp no 48_th_2011 sdg hewan
Pp no 48_th_2011 sdg hewanGaluh Insani
 
Pp no 41_2012 alsinakwan
Pp no 41_2012 alsinakwanPp no 41_2012 alsinakwan
Pp no 41_2012 alsinakwanGaluh Insani
 
Perpres no.48.2013 ttg budidaya hewan
Perpres no.48.2013 ttg budidaya hewanPerpres no.48.2013 ttg budidaya hewan
Perpres no.48.2013 ttg budidaya hewanGaluh Insani
 
Bahan kuliah mpdt ugm
Bahan kuliah mpdt ugmBahan kuliah mpdt ugm
Bahan kuliah mpdt ugmGaluh Insani
 
Pp no 6 tahun 2013 pemberdayaan
Pp no 6 tahun 2013 pemberdayaanPp no 6 tahun 2013 pemberdayaan
Pp no 6 tahun 2013 pemberdayaanGaluh Insani
 
Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara
Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi TenggaraDinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara
Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggarawaodesuriani
 
Proses penyusunan perda uu 12 untk pak wali
Proses penyusunan perda uu 12 untk pak waliProses penyusunan perda uu 12 untk pak wali
Proses penyusunan perda uu 12 untk pak waliGaluh Insani
 
Pemanfaatan sumber daya genetika ternak
Pemanfaatan sumber daya genetika ternakPemanfaatan sumber daya genetika ternak
Pemanfaatan sumber daya genetika ternakDian Susi Susanti
 

Viewers also liked (10)

Pp no 48_th_2011 sdg hewan
Pp no 48_th_2011 sdg hewanPp no 48_th_2011 sdg hewan
Pp no 48_th_2011 sdg hewan
 
Pp pemberdayaan
Pp pemberdayaanPp pemberdayaan
Pp pemberdayaan
 
Pp no 41_2012 alsinakwan
Pp no 41_2012 alsinakwanPp no 41_2012 alsinakwan
Pp no 41_2012 alsinakwan
 
Perpres no.48.2013 ttg budidaya hewan
Perpres no.48.2013 ttg budidaya hewanPerpres no.48.2013 ttg budidaya hewan
Perpres no.48.2013 ttg budidaya hewan
 
Pp alsin
Pp alsinPp alsin
Pp alsin
 
Bahan kuliah mpdt ugm
Bahan kuliah mpdt ugmBahan kuliah mpdt ugm
Bahan kuliah mpdt ugm
 
Pp no 6 tahun 2013 pemberdayaan
Pp no 6 tahun 2013 pemberdayaanPp no 6 tahun 2013 pemberdayaan
Pp no 6 tahun 2013 pemberdayaan
 
Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara
Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi TenggaraDinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara
Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara
 
Proses penyusunan perda uu 12 untk pak wali
Proses penyusunan perda uu 12 untk pak waliProses penyusunan perda uu 12 untk pak wali
Proses penyusunan perda uu 12 untk pak wali
 
Pemanfaatan sumber daya genetika ternak
Pemanfaatan sumber daya genetika ternakPemanfaatan sumber daya genetika ternak
Pemanfaatan sumber daya genetika ternak
 

Similar to Pp sdg 2

Pendekatan Legal Kelola Satwa Liar di Sulawesi
Pendekatan Legal Kelola Satwa Liar di SulawesiPendekatan Legal Kelola Satwa Liar di Sulawesi
Pendekatan Legal Kelola Satwa Liar di SulawesiAdi Pujakesuma
 
Kebijakan Konservasi Hiu dan Pari serta Aspek Regulasinya
Kebijakan Konservasi Hiu dan Pari serta Aspek RegulasinyaKebijakan Konservasi Hiu dan Pari serta Aspek Regulasinya
Kebijakan Konservasi Hiu dan Pari serta Aspek RegulasinyaDidi Sadili
 
Karantina pertanian benteng terdepan pertanian Indonesia
Karantina pertanian benteng terdepan pertanian IndonesiaKarantina pertanian benteng terdepan pertanian Indonesia
Karantina pertanian benteng terdepan pertanian IndonesiaWahono Diphayana
 
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JKChalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JKseptianm
 
UU RI no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosist...
UU RI no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosist...UU RI no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosist...
UU RI no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosist...Muhammad Budi Agung
 
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdfBahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdfSudirman Sultan
 
Pp no.7 tahun 1999
Pp no.7 tahun 1999Pp no.7 tahun 1999
Pp no.7 tahun 1999Siska Yani
 
Uu ri no 05 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosist...
Uu ri no 05 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosist...Uu ri no 05 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosist...
Uu ri no 05 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosist...Rizki Fitrianto
 
Uu no 5 tahun 1990 tentang konservasi
Uu no 5 tahun 1990 tentang konservasiUu no 5 tahun 1990 tentang konservasi
Uu no 5 tahun 1990 tentang konservasiwalhiaceh
 
Pp21 2005 ttg keamanan hayati produk rekayasa genetik
Pp21 2005 ttg keamanan hayati produk rekayasa genetikPp21 2005 ttg keamanan hayati produk rekayasa genetik
Pp21 2005 ttg keamanan hayati produk rekayasa genetikwalhiaceh
 
Aspek Hukum Tindakan Karantina Pertanian Di Indonesia
Aspek Hukum Tindakan Karantina Pertanian Di IndonesiaAspek Hukum Tindakan Karantina Pertanian Di Indonesia
Aspek Hukum Tindakan Karantina Pertanian Di IndonesiaWahono Diphayana
 
SE_597_2024.pdfSE_597_2024.pdfSE_597_2024.pdf
SE_597_2024.pdfSE_597_2024.pdfSE_597_2024.pdfSE_597_2024.pdfSE_597_2024.pdfSE_597_2024.pdf
SE_597_2024.pdfSE_597_2024.pdfSE_597_2024.pdfCIkumparan
 
Kajian Sistim Perkarantinaan Hewan di Indonesia - Pusat KH dan Kehani, BARANT...
Kajian Sistim Perkarantinaan Hewan di Indonesia - Pusat KH dan Kehani, BARANT...Kajian Sistim Perkarantinaan Hewan di Indonesia - Pusat KH dan Kehani, BARANT...
Kajian Sistim Perkarantinaan Hewan di Indonesia - Pusat KH dan Kehani, BARANT...Tata Naipospos
 
Kewenangan Pemda dalam Sumberdaya Alam
Kewenangan Pemda dalam Sumberdaya AlamKewenangan Pemda dalam Sumberdaya Alam
Kewenangan Pemda dalam Sumberdaya Alambung gunawan
 
UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan PetaniUU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan PetaniAji Sahdi Sutisna
 
Bahan Rapat Penyelesaian Illegal Drilling 15092017 rev 2.pptx
Bahan Rapat Penyelesaian Illegal Drilling 15092017 rev 2.pptxBahan Rapat Penyelesaian Illegal Drilling 15092017 rev 2.pptx
Bahan Rapat Penyelesaian Illegal Drilling 15092017 rev 2.pptxtamihakim
 

Similar to Pp sdg 2 (20)

Pendekatan Legal Kelola Satwa Liar di Sulawesi
Pendekatan Legal Kelola Satwa Liar di SulawesiPendekatan Legal Kelola Satwa Liar di Sulawesi
Pendekatan Legal Kelola Satwa Liar di Sulawesi
 
Kebijakan Konservasi Hiu dan Pari serta Aspek Regulasinya
Kebijakan Konservasi Hiu dan Pari serta Aspek RegulasinyaKebijakan Konservasi Hiu dan Pari serta Aspek Regulasinya
Kebijakan Konservasi Hiu dan Pari serta Aspek Regulasinya
 
Kementerian pertanian[1]
Kementerian pertanian[1]Kementerian pertanian[1]
Kementerian pertanian[1]
 
Pe ruu pasal 12
Pe ruu pasal 12Pe ruu pasal 12
Pe ruu pasal 12
 
Karantina pertanian benteng terdepan pertanian Indonesia
Karantina pertanian benteng terdepan pertanian IndonesiaKarantina pertanian benteng terdepan pertanian Indonesia
Karantina pertanian benteng terdepan pertanian Indonesia
 
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JKChalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
 
UU RI no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosist...
UU RI no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosist...UU RI no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosist...
UU RI no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosist...
 
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdfBahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
 
Pp no.7 tahun 1999
Pp no.7 tahun 1999Pp no.7 tahun 1999
Pp no.7 tahun 1999
 
Uu ri no 05 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosist...
Uu ri no 05 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosist...Uu ri no 05 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosist...
Uu ri no 05 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosist...
 
Uu no 5 tahun 1990 tentang konservasi
Uu no 5 tahun 1990 tentang konservasiUu no 5 tahun 1990 tentang konservasi
Uu no 5 tahun 1990 tentang konservasi
 
Pp21 2005 ttg keamanan hayati produk rekayasa genetik
Pp21 2005 ttg keamanan hayati produk rekayasa genetikPp21 2005 ttg keamanan hayati produk rekayasa genetik
Pp21 2005 ttg keamanan hayati produk rekayasa genetik
 
Aspek Hukum Tindakan Karantina Pertanian Di Indonesia
Aspek Hukum Tindakan Karantina Pertanian Di IndonesiaAspek Hukum Tindakan Karantina Pertanian Di Indonesia
Aspek Hukum Tindakan Karantina Pertanian Di Indonesia
 
SE_597_2024.pdfSE_597_2024.pdfSE_597_2024.pdf
SE_597_2024.pdfSE_597_2024.pdfSE_597_2024.pdfSE_597_2024.pdfSE_597_2024.pdfSE_597_2024.pdf
SE_597_2024.pdfSE_597_2024.pdfSE_597_2024.pdf
 
Kajian Sistim Perkarantinaan Hewan di Indonesia - Pusat KH dan Kehani, BARANT...
Kajian Sistim Perkarantinaan Hewan di Indonesia - Pusat KH dan Kehani, BARANT...Kajian Sistim Perkarantinaan Hewan di Indonesia - Pusat KH dan Kehani, BARANT...
Kajian Sistim Perkarantinaan Hewan di Indonesia - Pusat KH dan Kehani, BARANT...
 
Kewenangan Pemda dalam Sumberdaya Alam
Kewenangan Pemda dalam Sumberdaya AlamKewenangan Pemda dalam Sumberdaya Alam
Kewenangan Pemda dalam Sumberdaya Alam
 
Uu no.19 2013
Uu no.19 2013Uu no.19 2013
Uu no.19 2013
 
Save Orangutan
Save OrangutanSave Orangutan
Save Orangutan
 
UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan PetaniUU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
 
Bahan Rapat Penyelesaian Illegal Drilling 15092017 rev 2.pptx
Bahan Rapat Penyelesaian Illegal Drilling 15092017 rev 2.pptxBahan Rapat Penyelesaian Illegal Drilling 15092017 rev 2.pptx
Bahan Rapat Penyelesaian Illegal Drilling 15092017 rev 2.pptx
 

More from Galuh Insani

Lowongan PT. Super Unggas Jaya
Lowongan PT. Super Unggas JayaLowongan PT. Super Unggas Jaya
Lowongan PT. Super Unggas JayaGaluh Insani
 
Seminar crossbreeding 26 juni tety hartatik (final)
Seminar crossbreeding  26 juni tety hartatik (final)Seminar crossbreeding  26 juni tety hartatik (final)
Seminar crossbreeding 26 juni tety hartatik (final)Galuh Insani
 
Sprint 2014 (sinergi pangan pakan-energi terbarukan)
Sprint 2014 (sinergi pangan pakan-energi terbarukan)Sprint 2014 (sinergi pangan pakan-energi terbarukan)
Sprint 2014 (sinergi pangan pakan-energi terbarukan)Galuh Insani
 
Kebijakan Penerimaan Mahasiswa Baru UGM 2014
Kebijakan Penerimaan Mahasiswa Baru UGM 2014Kebijakan Penerimaan Mahasiswa Baru UGM 2014
Kebijakan Penerimaan Mahasiswa Baru UGM 2014Galuh Insani
 
Pt new hope indonesia
Pt new hope indonesiaPt new hope indonesia
Pt new hope indonesiaGaluh Insani
 
Lowongan mitra tirta abadi
Lowongan mitra tirta abadiLowongan mitra tirta abadi
Lowongan mitra tirta abadiGaluh Insani
 
Daily conversation bahasa indonesia
Daily conversation bahasa indonesiaDaily conversation bahasa indonesia
Daily conversation bahasa indonesiaGaluh Insani
 
Charoen pokphand job fair polines_mar 2014
Charoen pokphand job fair polines_mar 2014Charoen pokphand job fair polines_mar 2014
Charoen pokphand job fair polines_mar 2014Galuh Insani
 
Hitachi campus talk ugm
Hitachi campus talk   ugmHitachi campus talk   ugm
Hitachi campus talk ugmGaluh Insani
 
Hitachi campus talk revisi
Hitachi campus talk revisiHitachi campus talk revisi
Hitachi campus talk revisiGaluh Insani
 
Charoen pokphand open recruitment @ salatiga 12 feb 2014
Charoen pokphand open recruitment @ salatiga 12 feb 2014Charoen pokphand open recruitment @ salatiga 12 feb 2014
Charoen pokphand open recruitment @ salatiga 12 feb 2014Galuh Insani
 

More from Galuh Insani (20)

Lowongan PT. Super Unggas Jaya
Lowongan PT. Super Unggas JayaLowongan PT. Super Unggas Jaya
Lowongan PT. Super Unggas Jaya
 
Knu
KnuKnu
Knu
 
Seminar crossbreeding 26 juni tety hartatik (final)
Seminar crossbreeding  26 juni tety hartatik (final)Seminar crossbreeding  26 juni tety hartatik (final)
Seminar crossbreeding 26 juni tety hartatik (final)
 
Belgia
BelgiaBelgia
Belgia
 
Wmp
WmpWmp
Wmp
 
Bet
BetBet
Bet
 
Bahan dir jogja
Bahan dir jogjaBahan dir jogja
Bahan dir jogja
 
SLP 2014
SLP 2014SLP 2014
SLP 2014
 
Lowongan
LowonganLowongan
Lowongan
 
Sprint 2014 (sinergi pangan pakan-energi terbarukan)
Sprint 2014 (sinergi pangan pakan-energi terbarukan)Sprint 2014 (sinergi pangan pakan-energi terbarukan)
Sprint 2014 (sinergi pangan pakan-energi terbarukan)
 
Kebijakan Penerimaan Mahasiswa Baru UGM 2014
Kebijakan Penerimaan Mahasiswa Baru UGM 2014Kebijakan Penerimaan Mahasiswa Baru UGM 2014
Kebijakan Penerimaan Mahasiswa Baru UGM 2014
 
Pt new hope indonesia
Pt new hope indonesiaPt new hope indonesia
Pt new hope indonesia
 
Lowongan mitra tirta abadi
Lowongan mitra tirta abadiLowongan mitra tirta abadi
Lowongan mitra tirta abadi
 
New hope liuhe
New hope liuheNew hope liuhe
New hope liuhe
 
Daily conversation bahasa indonesia
Daily conversation bahasa indonesiaDaily conversation bahasa indonesia
Daily conversation bahasa indonesia
 
Charoen pokphand job fair polines_mar 2014
Charoen pokphand job fair polines_mar 2014Charoen pokphand job fair polines_mar 2014
Charoen pokphand job fair polines_mar 2014
 
Hitachi campus talk ugm
Hitachi campus talk   ugmHitachi campus talk   ugm
Hitachi campus talk ugm
 
Hitachi campus talk revisi
Hitachi campus talk revisiHitachi campus talk revisi
Hitachi campus talk revisi
 
Peksi
PeksiPeksi
Peksi
 
Charoen pokphand open recruitment @ salatiga 12 feb 2014
Charoen pokphand open recruitment @ salatiga 12 feb 2014Charoen pokphand open recruitment @ salatiga 12 feb 2014
Charoen pokphand open recruitment @ salatiga 12 feb 2014
 

Pp sdg 2

  • 1. PERATURAN PEMERINTAH RI No. 48/2011 SDG-HEWAN & PERBIBITAN TERNAK Disampaikan pada acara Sosialisasi Peraturan Per-UU D.I. Yogyakarta, 20 September 2013
  • 2. Ps. 8 (4): SDG dikelola  pemanfaatan & pelestarian; Ps. 13 (2): Pemerintah wajib mengembangkan usaha pembibitan  melibatkan masyarkat  benih, bibit, & bakalan.
  • 3. menjamin adanya pelestarian & pemanfaatan SDG-H; mewujudkan keadilan dalam pembagian keuntungan  pemanfaatan SDG-H; menjamin ketersediaan benih/bibit  secara berkesinambungan; dan menghimpun, mengolah, menyajikan data dan informasi.
  • 4. HEWAN DARAT UDARA (termasuk lebah) SATWA LIAR DILINDUNGI TIDAK DILINGDUNGI HEWAN BUDIDAYA (TERNAK) Penghasil Pangan dan Bahan Baku Industri Jasa (drought, pet & lab animals. Hasil Ikutannya JANGKAUAN PENGATURAN HEWAN DALAM UU NO 18 TAHUN 2009 KETERANGAN 1. Ruang lingkup Hewan & SDGnya (UU No.18/2009) 2. Ternak (UU No.18/2009) 3. Grey Area dengan UU No. 31/2004 Jo. UU No.45/2009 tentang Perikanan (Bidang Kesehatan Hewan/Ikan) 4. Grey Area dengan Kehutanan/UU No. 5/1990 tentang Konservasi SDA Hayati & Ekosistemnya. 3 1 2 4 Air Penghasil Pangan dan Bahan Baku Industri Jasa (drought, pet & lab animals. Hasil Ikutannya
  • 5. Pengaturan 1. Pengelolaan Penguasaan oleh Negara (Pusat & Daerah) Inventarisasi & dokumentasi 2. Perlindungan kearifan lokal, pengetahuan tradisional, dan HKI 3. Tata cara kerjasama pengelolaan SDG 4. Pemantauan dan pengawasan 5. Pendanaan bagi upaya pengelolaan SDG Pemanfaatan Pelestarian 1. Pembudidayaan 2. Pemuliaan (seleksi, persilangan, dan rekayasa genetik) 1. Eksplorasi 2. Konservasi 3. Penetapan kawasan pelestarian SDG Hewan (peliharaan dan satwa liar)
  • 6. DITJEN PKH penguasaan SDG Hewan; pengelolaan SDG Hewan; perbibitan ternak; pemasukan dan pengeluaran; dan sistem dokumentasi dan jaringan informasi. Ruang Lingkup
  • 7.  SDG Hewan dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.  Penguasaan SDG Hewan dilaksanakan oleh Pemerintah & pemda  berdasarkan sebaran asli geografis SDG Hewan. DITJEN PKH Pasal 4
  • 8. Pasal 5  Penguasaan oleh Pemerintah  dilakukan melalui pengaturan, inventarisasi, dan dokumentasi.  Penguasaan dilakukan untuk SDG Hewan yang: – sebaran asli geografisnya lebih dari 1 (satu) provinsi; – status populasinya tidak aman; – rasio populasi jantan dan betina tidak seimbang; dan/atau – habitatnya spesifik. DITJEN PKH
  • 9. Pasal 5 ... lanjutan  Pengaturan SDG Hewan meliputi: – pengelolaan SDG Hewan; – perlindungan kearifan lokal dan pengetahuan tradisional; – tata cara kerjasama; – pemantauan dan pengawasan; – pendanaan untuk pengelolaan SDG Hewan; dan – perjanjian pemanfaatan SDG Hewan yang bersifat internasional. DITJEN PKH
  • 10. DITJEN PKH  Pasal 6: Pemda provinsi  melakukan pengaturan, inventarisasi, dan dokumentasi  SDG Hewan yang sebaran asli geografisnya dalam 1 provinsi.  Pasal 7: Pemda kab/kota  melakukan pengaturan, inventarisasi, dan dokumentasi  SDG Hewan yang sebaran asli geografisnya dalam 1 kab/kota.
  • 11. Pasal 8 Pengaturan SDG Hewan oleh pemda meliputi:  pelaksanaan pengelolaan;  pemantauan dan pengawasan; dan  pendanaan untuk pengelolaan.
  • 12. DITJEN PKH Pasal 9 Inventarisasi dan dokumentasi SDG Hewan  dilakukan atas kekayaan keanekaragaman SDG Hewan dan pengetahuan tradisional serta kearifan lokal.
  • 13. 1) Pengelolaan SDG Hewan dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan dan pelestarian. 2) SDG Hewan  dapat berasal dari hewan peliharaan dan satwa liar. 3) Satwa liar  terdiri atas satwa liar yang dilindungi dan satwa liar yang tidak dilindungi. 4) Menteri menetapkan jenis satwa liar tidak dilindungi yang dilarang untuk dimanfaatkan. Pasal 10
  • 14. Pemanfaatan dan pelestarian SDG Hewan yang berasal dari satwa liar yang dilindungi dan tidak dilindungi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Pasal 11
  • 15. a. Pengelolaan SDG Hewan dilakukan oleh pemerintah  sesuai dengan kewenangannya. b. Pengelolaan SDG Hewan juga dapat dilakukan oleh masyarakat, badan usaha, atau lembaga internasional  melalui kerjasama dengan Pemerintah atau badan usaha Indonesia  setelah memperoleh izin dari Pemerintah. Pasal 12
  • 16. Pengelolaan SDG Hewan berdasarkan kerja sama  dilakukan di DN. Dapat dilakukan di luar negeri apabila: • belum dapat dilakukan di DN; • untuk mempercepat proses; dan/atau • sesuai dengan perjanjian internasional. Pengelolaan SDG Hewan di luar negeri  dilakukan melalui perjanjian kerja sama pengelolaan SDG Hewan. Pasal 13
  • 17. Pemanfaatan SDG Hewan dilakukan melalui kegiatan: a. pembudidayaan; dan b. pemuliaan. Pembudidayaan dan pemuliaan harus mengacu pada kesejahteraan hewan. Pasal 14
  • 18. Pembudidayaan dan pemuliaan  harus mengoptimalkan kehati dan SDG asli Indonesia. Pemerintah,  melindungi usaha pembudidayaan dan pemuliaan. Pemerintah,  melakukan pembinaan dan pengawasan. Ketentuan lebih lanjut  diatur Peraturan Menteri. Pasal 15
  • 19.  Pembudidayaan  menggunakan hewan peliharaan dan/atau satwa liar yang tidak dilindungi  asli, hewan lokal, dan hewan introduksi.  Pembudidayaaan  meliputi pemeliharaan dan pengembangbiakkan.  Dalam hal satwa liar yang tidak dilindungi akan dibudidayakan, wajib melalui tahapan eksplorasi, domestikasi, dan penangkaran  diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 16
  • 20.  Menteri menetapkan sistem budi daya.  Pemda provinsi menetapkan wilayah budidaya dan pengembangan.  Pemerintah daerah kabupaten/kota: a.menetapkan wilayah budidaya dan pengembangan; b.mempertahankan keberadaan dan kemanfaatan lahan; dan c. mengembangkan SDG Hewan. Pasal 17
  • 21. Usaha pembudidayaan SDG dilakukan oleh masyarakat dan badan usaha. Dalam hal usaha yang dilakukan oleh masyarakat belum berkembang  Pemerintah melakukan usaha pembudidayaan SDG Hewan asli dan Hewan lokal. Pasal 18
  • 22. Pemerintah melakukan penjaringan terhadap hewan ruminansia betina produktif yang berpotensi menjadi bibit  ditampung pada UPTD atau langsung didistribusikan kepada masyarakat. Kegiatan penjaringan, penampungan, dan pendistribusian dibiayai dari APBN/APBD Pasal 19
  • 23. Setiap orang dilarang melakukan kegiatan budidaya yang berpotensi menguras atau mengancam kepunahan SDG Hewan asli dan lokal. Pasal 20
  • 24. a. Pemuliaan  memproduksi benih atau bibit  dilakukan terhadap SDG Hewan asli, lokal, dan introduksi. b. Pemuliaan SDG Hewan asli dan lokal harus menjaga kelestariannya. c. Pemuliaan terhadap SDG Hewan introduksi harus mencegah kemungkinan berkembangnya penyakit eksotik atau berkembangnya IAS. Pasal 21
  • 25. Pemuliaan harus memenuhi persyaratan: a.keamanan hayati; b.kesehatan hewan; c. bioetika hewan; dan d.tata cara pemuliaan yang baik. Pasal 22
  • 26.  Pemuliaan  dapat dilakukan dengan cara seleksi, persilangan, dan rekayasa genetik harus memenuhi persyaratan kesehatan hewan secara preventif, kuratif, dan rehabilitatif.  Dalam hal cara rekayasa genetik  juga harus memenuhi ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang keamanan hayati. Pasal 23
  • 27.  Pemuliaan SDG Hewan asli/lokal dengan cara persilangan yang menggunakan ternak introduksi harus mempertahankan gen tetuanya.  Dalam hal SDG tsb status populasinya tidak aman, penyelenggaraan pemuliaannya harus memperoleh izin dari Menteri. Pasal 24
  • 28.  Pemuliaan  dapat dilakukan oleh Pemerintah, PT, lembaga penelitian, dlsb.  Pemuliaan untuk daya tahan thd penyakit zoonosis  perlu lab khusus. Pasal 26
  • 29.  Pemerintah harus melakukan pemuliaan SDG Hewan asli atau lokal yang: a. status populasinya tidak aman; b. nilai ekonominya rendah; c. nilai sosial budayanya tinggi; dan/atau d. keragaman genetiknya tinggi.  Status populasi tidak aman  ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Pasal 27
  • 30. PELESTARIAN SDG HEWAN Pasal 28 SDG Hewan asli & lokal  harus dilestarikan Apabila terjadi bencana  Pemerintah & Pemda melakukan upaya penyelamatan Apabila terjadi wabah penyakit  Pemerintah & Pemda mencegah agar tdk punah Pasal 29 Pelestarian melalui: eksplorasi – konservasi – penetapan kawasan pelestarian
  • 31. EKSPLORASIPasal 30 Eksplorasi dilakukan oleh: Pemerintah, Pemda, Lemlit/dik, WNI, LSM, BU-I, Lemlit/dik Asing, BU-Asing, & WNA Harus mendapat izin Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota Untuk “ASING” juga harus mendapat izin menteri “Ristek”  harus bekerjasam dengan Lemlit DN. Pasal 31 Permohonan izin dilengkapi dengan dokumen yang diperlukan  memperoleh PADIA  berlaku 1 tahun & diperpajang 6 bulan. Pasal 32 dan 33 Diatur dengan PERMEN Wajib menjaga kelestarian, menyimpan SDG dengan baik & memperhatikan keberadaan kearifan lokal
  • 32. KONSERVASIPasal 34 Konservasi dilakukan oleh Pmerintah & Pemda  juga dapat dilakukan masyarakat & badan usaha  melalui kegiatan konservasi in-situ, lekat lahan & ex-situ Pasal 35 Perlu diketahui status populasinya  apabila “ ke arah kritis” Pemerintah & Pemda melakukan peringatan dini & tanggap darurat  “kritis” dilakuka konservasi in-situ & ex-situ  PERMEN
  • 33. PENETAPAN KAWASAN PELESTARIAN Pasal 36 Untuk pelestarian in-situ  Pemerintah atau Pemda menetapkan kawasan pelestarian  sesuai rencana tata ruang wilayah Selanjutnya akan diatur dengan PERMEN
  • 35.  Kebijakan perbibitan nasional ditetapkan PEMERINTAH  meliputi: penyediaan benih/bibit; peredaran; pengawasan & kelembagaan perbibitan untuk ternak asli, lokal & introduksi.  Penyediaan benih/bibit  tanggung jawab PEMERINTAH  dari DN/LN.  Dari DN  produksi; penetapan wilayah sumber bibit; penetapan & pelepasan rumpun/galur.  Pemasukan benih/bibit  meningkatkan mutu; mengembangkan iptek, bila kurang; & litbang. Pasal 37-40
  • 36. BB-Biogen, Badan Litbang Pertanian DEPARTEMEN PERTANIAN 2 0 0 8  Produksi benih/bibit dapat dilakukan “siapa saja”  berasal dari rumpun/galur asli, lokal & introduksi.  PEMERINTAH harus memproduksi benih/bibit “rumpun/galur asli/lokal” bila belum ada yg menyediakan  dpt mengikut sertakan masyarakat.  PEMERINTAH melakukan pembinaan  Pedoman Menteri ttg pembenihan/pembibitan; promosi & kemudahan.  Perlu izin & diatur dengan PERMEN. Pasal 41-44
  • 37.  Wilayah sumber bibit ditetapkan Menteri  pada kawasan yang layak & tepat  dalam satu kabupaten, beberapa kabupaten, atau seluruh propinsi.  Penetapan tsb didasarkan pada usulan bupati atau gubernur  Menteri melakukan penilaian WILAYAH SUMBER BIBIT Pasal 45-46
  • 38. Penetapan dan Pelepasan Rumpun & Galur  Gubernur/Bupati  mengusulkan kepada Menteri untuk memperoleh penetapan rumpun atau galur ternak, sesuai kewenangannya; dilengkapi dokumen mengenai asal-usulnya, sebaran asli geografis, karakteristik, & informasi genetiknya.  Menteri melakukan penilaian terhadap dokumen yang dilakukan oleh tim penilai.  Ketentuan lebih lanjut  Peraturan Menteri.  Rumpun atau galur ternak yang dihasilkan melalui kegiatan pemuliaan dapat dilakukan pelepasan hanya dapat dilakukan terhadap rumpun atau galur ternak yang memenuhi syarat BUSS serta diberi nama. Pasal 47-50
  • 39.  Pelepasan rumpun/galur dilakukan setelah adanya Keputusan Menteri  dilakukan berdasarkan permohonan dari pemohon yang menghasilkan rumpun/ galur baru  disertai dengan dokumen lengkap.  Menteri melakukan penilaian  dilakukan oleh tim penilai yang dibentuk oleh Menteri.  Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 51-53
  • 40. Peredaran Benih dan Bibit Ternak  Setiap benih/bibit yang diedarkan wajib memiliki sertifikat layak  yg dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi benih/bibit.  Bila lembaga sertifikasi yang terakreditasi belum ada, Menteri menunjuk lembaga yang kompeten  harus didasarkan pada kompetensi SDM, peralatan, dan penguasaan IPTEK. Pasal 54-56  Sertifikat layak benih/bibit diberikan untuk benih/bibit yang memenuhi standar (SNI)  Apabila standar belum ditetapkan, Menteri menetapkan persyaratan teknis minimal.
  • 41.  Pengedaran benih atau bibit yang tidak menyertakan sertifikat layak benih atau bibit, serta keterangan pemenuhan persyaratan teknis minimal benih atau bibit  dikenai sanksi administratif berupa: peringatan tertulis; penghentian sementara dari kegiatan produksi dan/atau peredaran; atau pencabutan izin usaha. Pasal 57-58  Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri.
  • 42. Pengawasan Benih dan Bibit Ternak  Menteri, gubernur, bupati/walikota melakukan pengawasan terhadap produksi dan peredaran benih/bibit.  pelaksanaannya dilakukan oleh Pengawas Bibit Ternak.  Pengawasan meliputi jenis dan rumpun, jumlah, mutu, serta cara memproduksi benih dan bibit.  Pengawasan terhadap peredaran benih/bibit meliputi pemeriksaan dokumen, alat angkut, tempat penyimpanan, dan/atau pengemasan.  Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 59
  • 43. Kelembagaan Perbibitan  PEMERINTAH memfasilitasi peternak, perusahaan peternakan, dan masyarakat untuk membentuk lembaga pembenihan dan/atau pembibitan  bila belum ada PEMERINTAH membentuk lembaga tsb.  Kegiatan lembaga pembenihan dan/atau pembibitan saling bersinergi dalam rangka menghasilkan benih atau bibit.  Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 60-62
  • 45. Pemasukan SDG Hewan  Pemasukan SDG Hewan introduksi harus memperoleh izin dari Menteri.  Dalam hal SDG Hewan berupa satwa liar, izin pemasukan diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Pasal 63
  • 46. Pengeluaran SDG Hewan  Pengeluaran SDG Hewan harus mendapat izin dari Menteri.  Dalam hal SDG Hewan berupa satwa liar, izin pengeluaran diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Pasal 64
  • 47. Perjanjian Pemasukan dan Pengeluaran SDG Hewan  Pemasukan dan pengeluaran SDG Hewan dilakukan melalui perjanjian alih SDG Hewan  dilakukan antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara asing atau lembaga internasional yg memenuhi persyaratan.  Rancangan perjanjian alih SDG Hewan disiapkan oleh pemerintah negara asing atau lembaga internasional diajukan kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan; setelah dilakukan evaluasi oleh Komisi SDG.  Menteri menolak atau menyetujui rancangan perjanjian alih SDG  disampaikan secara tertulis oleh Menteri kepada pemerintah negara asing atau lembaga internasional. Pasal 65-68
  • 48. Pemasukan dan Pengeluaran Benih dan Bibit Ternak Pasal 69-71  Pemasukan benih/bibit dari LN wajib memenuhi: persyaratan mutu; keswan; pewilayahan bibit; dan karantina & wajib memperoleh izin dari menteri perdagangan  setelah memperoleh rekomendasi dari Menteri.  Pemasukan rumpun/galur baru, rekomendasi diberikan setelah mendapatkan saran dan pertimbangan komisi bibit ternak; dan sebelum diedarkan harus terlebih dahulu dilakukan pelepasan.  Pengeluaran benih/bibit dapat dilakukan apabila kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi dan mempertimbangkan kepentingan nasional.  Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri.
  • 49. SISTEM DOKUMENTASI DAN JARINGAN INFORMASI SDG DAN PERBIBITAN  Menteri menyelenggarakan sistem dokumentasi dan jaringan informasi untuk kepentingan pemanfaatan dan pelestarian SDG Hewan dan perbibitan ternak.  Dapat diselenggarakan bersama menteri/pimpinan lembaga pemerintahan non kementerian terkait, serta gubernur, dan bupati/walikota.  Sistem dokumentasi dan jaringan informasi harus dapat diakses oleh masyarakat. Pasal 72