1. 1. Hubungan Ilmu Kalam Dengan Filsafat Islam
Banyak para ahli yang berpendapat bahwa ilmu kalam dan filsafat Islam memiliki hubungan
karena pada dasarnya ilmu kalam adalah ilmu ketuhanan dan keagamaan. Sedangkan filsafat
Islam adalah pembuktian intelektual. Seperti halnya Dr. Fuad Al-Ahwani dalam bukunya
filsafat Islam tidak setuju kalau sama dengan ilmu kalam.
Karena ilmu kalam dasarnya adalah keagamaan atau ilmu agama. Sedangkan filsafat
merupakan pembuktian intelektual. Obyek pembahasannya bagi ilmu kalam berdasar pada
Allah swt. Dan sifat-sifatnya serta hubungannya dengan alam dan manusia yang berada di
bawah syari’at-Nya. Obyek filsafat adalah alam dan manusia serta pemikiran tentang prinsip
wujud dan sebab-sebabnya. Seperti filosuf Aristoteles yang dapat membuktikan tentang
sebab pertama yaitu Allah. Tetapi ada juga yang mengingkari adanya wujud Allah swt.
Sebagaimana aliran materialisme.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasanya ilmu kalam dan filsafat tidak memiliki
hubungan karena obyek kajiannya berbeda. Kalam obyek kajiannya lebih mendasar pada
ketuhanan sedangkan filsafat Islam objek kajiannya tentang alam manusia yang berada pada
syari’atnya.
B. HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU KALAM
Ilmu kalam adalah disiplin ilmu keIslaman yang banyak mengedepankan
pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam
ini biasanya mengarah sampai pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-
dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi yang
dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode
berpikir filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada
argumentasi berupa dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits. Pembicaraan materi-materi
yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh rasa rohaniah. Sebagai
contoh, ilmu kalam menerangkan bahwa Allah bersifat Sama’, Bashar, Kalam,
Iradah, Qudrah, Hayat, dan sebagainya. Namun, ilmu kalam tidak menjelaskan
bagaimana seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah mendengar dan
melihatnya, bagaimana pula perasaan hati seseorang ketika membaca Al-Qur’an,
bagaimana seseorang merasa bahwa segala sesuatu yang tercipta merupakan
pengaruh dari kekuasaan Allah ?
Pernyataan-pernyataan diatas sulit terjawab hanya dengan berlandaskan
pada ilmu kalam. Biasanya, yang membicarakan penghayatan sampai pada
penanaman kejiwaan manusia adalah ilmu Tasawuf. Disiplin inilah yang membahas
2. bagaimana merasakan nilai-nilai akidah dengan memperhatikan bahwa persoalan
bagaimana merasakan tidak saja termasuk dalam lingkup hal yang diwajibkan.
Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan
manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf
ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan
ketentraman. Sebagaimana dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari
kemunafikan. Semua itu tidak cukup hanya diketahui batasan-batasannya oleh
seseorang. Sebab terkadang seseorang sudah tahu batasan-batasan kemunafikan,
tetapi tetap saja melaksanakannya.
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu Tasawuf mempunyai fungsi
sebagai berikut.
1. Sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang
mendalam lewat hati terhadap ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau
teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu Tasawuf merupakan
penyempurna ilmu kalam.
1. Berfungsi sebagai pengendali ilmu Tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul
suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan
baru yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan
penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah
diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau belum pernah
diriwayatkan oleh ulama-ulama salaf, hal itu harus ditolak.
2. Berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-
perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia
Islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional
disamping muatan naqliyah, ilmu kalam dapat bergerak kearah yang lebih
bebas. Disinilah ilmu Tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga
ilmu kalam terkesan sebagai dialektika keIslaman belaka, yang kering dari
kesadaran penghayatan atau sentuhan hati.
Andaikata manusia sadar bahwa Allahlah yang memberi, niscaya rasa hasud
dan dengki akan sirna, kalau saja dia tahu kedudukan penghambaan diri, niscaya
tidak akan ada rasa sombong dan membanggakan diri. Kalau saja manusia sadar
bahwa Allahlah pencipta segala sesuatu, niscaya tidak akan ada sifat ujub dan riya.
Dari sinilah dapat dilihat bahwa ilmu tauhid merupakan jenjang pertama dalam
3. pendakian menuju Allah (pendakian para kaum sufi). Dalam ilmu Tasawuf, semua
persoalan yang berada dalam kajian ilmu kalam terasa lebih bermakna, tidak kaku,
tetapi akan lebih dinamis dan aplikatif.