1. *
SUPERVISI PENGAJARAN SEBAGAI PEMBINAAN
PROFESIONALISME GURU
Rochmanu Fauzi
2. Abstrak
supervisi pengajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam
melaksanakan tugas pokoknya sehari-hari yaitu mengajar. Ada tiga pendekatan dalam supervisi
pengajaran, yaitu (1) pendekatan langsung, (2) pende-katan tidak langsung, dan (3) kolaboratif. Teknik-
teknik supervisi pengajaran yang paling bermanfaat adalah kunjungan kelas, pembicaraan individual,
Diskusi kelompok, demonstrasi mengajar, dan sebagainya. Para guru lebih menghargai supervisor yang
hangat dan menghargai guru. Dalam praktiknya supervisi penga-jaran masih berorientasi pada aspek
administratif saja. Berdasarkan uraian tersebut disarankan para supervisor perlu ada penyegaran secara
rutin, dalam pelaksanaan supervisi pengajaran para supervisor sebaiknya menggunakan pendekatan
supervisi klinis, perlu ada pertemuan seusai supervisi yang telah dilakukan oleh Kepala Sekolah atau
Pengawas Sekolah, sebagai upaya untuk tindak lanjut setelah pelaksanaan supervisi dilaksanakan.
Kata kunci: mutu pendidikan, supervisi pengajaran.
3. bukan hanya sekedar melestaiikan kebudayaan dan meneruskan dari generasi ke generasi.
Akan tetapi juga diharapkan akan dapat mengubah dan mengembangkan pengetahuan.
Sementara itu, salah satu fenomena di bidang pendidikan yang banyak disoroti oleh para
pemerhati, cendekiawan maupun masyarakat pada umumnya adalah masalah mutu pendidikan.
Membahas masalah mutu pendidikan, sebenarnya membahas masalah yang sangat kompleks.
Oleh karena masalah mutu pendidikan selalu kait-mengkait dengan indikator-indikator lainnya.
Salah satu instrumen yang dianggap cukup efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah
dengan supervisi pengajaran oleh Kepala Sekolah maupun Pengawas.
Untuk itu perlu adanya pergeseran dari paradigma lama menuju ke paradigma yang baru.
Paradigma baru manajemen pendidikan tinggi, terdiri dari akreditasi, akuntabilitas, evaluasi,
otonomi dan mutu. Kelima paradigma baru pendidikan tersebut saling terkait satu sama lain dan
seyogyanya ini dijadikan acuan dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu,
mutu sebagai salah satu paradigma yang harus ditata secara terus menerus dan berkelanjutan.
Menurut Mastuhu (2003) dalam pengelolaan suatu unit pendidikan, mutu dapat dilihat dari
"masukan", "proses", dan "hasil".
Permasalahan pendidikan yang diidentifikasi (Depdikbud, 1983), sampai saat ini, formulasinya
tetap sama, yaitu masalah (1) masalah kuantitatif, (2) masalah kualitatif, (3) masalah relevansi,
(4) masalah efisiensi, (5) masalah efektivitas, dan (6) masalah khusus.
Uraian secara singkat masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut ini.
Masalah Kuantitatif
Masalah kuantitatif adalah masalah yang timbul sebagai akibat hubungan antara pertumbuhan
sistem pendidikan pada satu pihak dan pertumbuhan penduduk Indonesia pada pihak lain.
Untuk mengatasi masalah ini perlu adanya suatu sistem pendidikan nasional yang
memungkinkan setiap warga ncgara Indonesia memperoleh pendidikan yang layak sebagai
bekal dasar kehidupannya sebagai warga negara. Dalam rangka pemerataan pendidikan ini,
perlu dilaksanakan kewajiban belajar dengan segala konsekuensinya dalam bidang
pembiayaan, ketenagaan, dan peralatan.
4. Masalah kualitatif
Masalah kualitatif adalah masalah bagaimana peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia
gara bangsa Indonesia dapat meinpertahankan eksistcnsinya. Dalam masalah ini tercakup pula
masalah ketinggalan bangsa Indonesia dan perkembangan modern. Ditinjau dari latar bclakang ini,
masalah kualitas pendidikan merupakan masalah yang memprihatinkan dalam rangka kelangsungan
hidup bangsa dan negara. Dalam sistem pendidikan ini sendiri, masalah kualitas menyangkut
banyak hal, antara lain kualitas calon anak didik, guru dan tenaga kependidikan lainnya, prasarana,
dan sarana. Penanganan aspek kualitatif ini berhubungan erat dengan penanganan aspek kuantitatif
sehingga perlu sekali adanya keseimbangan yang dinamis dalam proses pengembangan pendidikan
nasional, sehingga peningkatan kualitas tidak sampai menghambat peningkatan kuantitas dan
sebaliknya.
Masalah relevansi
Masalah relevansi adalah masalah yang timbul dari hubungan antara sistem pendidikan dan
pembangunan nasional serta antara kepentingan perorangan, keluarga, dan masyarakat, baik dalam
jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hal ini meminta adanya keterpaduan di dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional agar pendidikan merupakan wahana penunjang
yang efektif bagi proses pembangunan dan ketahanan nasional. Masalah ini dengan sendirinya
mempunyai kaitan pula dengan masalah pokok di dalam pembangunan nasional, seperti masalah tata
nilai, industri. pembangunan pertanian, perencanaan tenaga kerja, dan pertumbuhan wilayah.
Masalah efisiensi
Masalah efisiensi pada hakikatnya adalah masalah pengelolaan pendidikan nasional. Adanya
keterbalasan dana dan daya manusia sungguh-sungguh memerlukan adanya sistem pengelolaan
efisien dan terpadu. Keterpaduan pengelolaan tidak hanya tercermin di dalam hubungan antara negeri
dan swasta, antara pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah, antara departemen yang satu dan
departemen yang lain, di dalam lingkungan jajaran Departemen Pendidikan Nasional sendiri, tetapi
juga di antara semua unsur dan unit lersebut.
Masalah efektifitas
Masalah efektifitas adalah masalah yang menyangkut keampuhan pelaksanaan pendidikan nasional.
Dalam hubungan dengan permasalahan keseimbangan yang dinamis antara
5. kualitas dan kuantitas, di samping keterbalasan sumber dana dan tenaga,
efektivitas proses pendidikan amat penting. Hal ini berkaitan dengan kurikulum,
termasuk aspek metodologi dan evaluasi, serta masalah guru, pengawas, dan
masukan instrumental lainnya.
6. Masalah khusus
Di samping masalah-masalah umum yang telah dibicarakan di atas, perlu
dibicarakan pula beberapa masalah khusus sebagai berikut. Guru sebagai
pelaksana pendidikan faktor kunci di dalam pelaksanaan sistem pendidikan
nasional. Masalah guru menyangkut soal pengadaan di lembaga-lembaga
pendidikan guru, pembinaan sistem karir dan prestasi kerja, pengangkatan,
pemerataan dan penyebaran menurut wilayah dan bidang studi, pembinaan karir
dan prestasi, status, dan kesejahteraan. Masalah yang kompleks ini menyangkut
banyak lembaga dan unit serta koordinasi dan kerjasama antara lembaga dan
unit tersebut.
Esensi dari permasalahan-permasalahan pendidikan pada hakekatnya adalah
bermuara pada satu istilah yaitu kualitas pendidikan atau mutu pendidikan.
Mastuhu (2003) mengemukakan bahwa kata kunci untuk menggambarkan Sistem
Pendidikan Nasional yang bagaimana yang diperlukan dalam abad-abad
mendatang ialah pendidikan yang bermutu. Selanjutnya, Mastuhu mengatakan
bahwa mutu (quality) merupakan suatu istilah yang dinamis yang turus bergerak;
jika bergerak maju dikatakan mutunya bertambah baik, sebaliknya jika bergerak
mundur dikatakan mutunya merosot. Mutu dapat berarti superiority atau
excellence yaitu melebihi standar umum yang berlaku. Sedangkan sesuatu
dikatakan bermutu jika terdapat kecocokan antara syarat-syarat yang dimiliki oleh
benda yang dikehendaki dengan maksud dari orang yang menghendakinya
(Idrus, dkk., 2002).
Dalam pengelolaan suatu unit pendidikan, mutu dapat dilihat dari: "ma-sukan",
"proses", dan "hasil". 'Masukan" meliputi: siswa. Tenaga pengajar, administrator,
dana, sarana, prasarana, kurikulum, buku-buku perpustakaan, laboratorium, dan
alat-alat pembelajaran, baik perangkat keras maupun perangkat lunak. "Proses"
meliputi, pengelolaan lembaga, pengelolaan program studi, pengelolaan program
studi. pengelolaan kegiatan belajar-mengajar, interaksi akademik antara civitas
akademika, seminar dialog, penelitian, wisata ilmiah, evaluasi dan akreditasi.
Sedangkan "hasil": meliputi lulusan. penerbitan-penerbitan, temuan-temuan
6. Ketiga unsur di atas (input, proses, dan output) terus berproses atau berubah-ubah. Oleh
karena itu, pengelola unit pendidikan atau sekolah perlu menetapkan patokan atau benchmark,
yaitu standar target yang harus dicapai dalam suatu periode waktu tertentu dan terus berusaha
melampuinya. Seperti dikemukakan oleh Watson (dalam Taroeratjeka, 2000) bahwa suatu
upaya pencarian mutu secara terus-menerus demi mendapatkan cara kerja yang lebih baik agar
mampu tampil bersaing melampui standar umum.
Menurut Supriadi (2000) kita tidak perlu dipusingkan oleh pertanyaan-pertanyaan mengenai
validitas metodologisnya atau berusaha mencari excuse apabila ternyata ada hasil-hasil studi
yang tidak sesuai dengan harapan kita. Sikap optimis perlu untuk dikembangkan bagi
pendidikan di Indonesia, walaupun hasil surveinya tidak menyenangkan sesuai dengan yang
diharapkan. langkah selanjutnya membuat visi ke depan untuk meningkatkan kualitas
manajemen pendidikan.
Suatu saran yang dikemukakan oleh Supriadi dalam menghadapi permasalahan rendahnya
kualitas pendidikan di Indonesia adalah memiliki visi global dan kehendak untuk bersaing
secara internasional, maka insan pendidikan mulai para pengajar dan peneliti di lembaga
pendidikan tenaga kependidikan di perguruan tinggi dan pengambil keputusan dituntut untuk
membuka wacana terhadap studi-studi internasional.
KONSEP DASAK SUPERVISI PENGAJARAN DI SEKOLAH
Di antara masalah-masalah pendidikan yang sedang mendapat pcrhatian pemerintuh salah
salunya adalah puningkatan mutu pendidikan (Benly, IW2). Dalam PROPENAS (2002)
dijelaskan bahwa sampai dengan awal abad ke-21 pembangunan pendidikan masih
menghadapi krisis ekonomi berbagai bidang kcliidupan. Walaupun sejak tahun 2000, ekonomi
Indonesia telah mulai tumbuh positif (4,8 persen), akibat krisis dalam kehidupan sosial, politik
dan kepercayaan dikawatirkan masih akan memberi yang kurang menguntungkan terutama
bagi upaya peningkatan kualitas SDM. Program peningkatan mutu pendidikan di sekolah dasar
dapat dicapai manakala proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik. berdayaguna
dan berhasil guna.
Dalam mengkaji risalah mutu pendidikan, tidak dapat lepas dari penyelenggaraan sistem
pendidikan. Dari berbagai faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan, ditinjau dari aspek
7. manajemen pendidikan, termasuk di dalamnya sistem pembinaan profesional
guru, dan (c) faktor substansi manajemen pendidikan (Mantja, 1998). Untuk dapat
melaksanakan pembinaan terhadap guru agar lebih profesional, maka instrumen
yang sangat relevan dan tepat adalah dengan melalui supervisi pengajaran. Oleh
karena supervisi pengajaran pada hakikatnya adalah untuk meningkatkan
kemampuan dan keterampilan guru dalam melaksanakan tugas pokoknya sehari-
hari yaitu mengajar para peserta didik di kelas.
Dari berbagai kajian mengenai rumusan definisi mengenai supervisi, Mantja
(1998) menuliskan formulasi tentang supervisi pengajaran adalah semua usaha
yang sifatnya membantu guru atau melayani guru agar ia dapat memperbaiki,
mengembangkan, dan bahkan meningkatkan pengajarannya, serta dapat pula
menyediakan kondisi belajar murid yang efek'if dan efisien demi pertumbuhan
jabatannya untuk mencapai tujuan pendidikan dan meningkatkan mutu
pendidikan. Definisi yang dirumuskan oleh Mantja ini sudah mewakili konsep
supervisi pengajaran.
Apabila dikaji dari tujuannya supervisi pada hakikatnya adalah untuk membantu
guru untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajarnya. Harsosandjojo
(1999) mengemukakan tujuan supervisi yaitu membantu guru dalam hal (1)
membimbing pengalaman belajar sisvva, (2) menggunakan sumber-sumber
pengalaman belajar, (3) menggunakan metode-metode yang baru dan alat-alal
pelajaran modern, (4) memenuhi kebutuhan belajar para siswa, (5) menilai proses
pembelajaran dan hasil belajar siswa, (6) mcmbina reaksi mental atau moral kerja
guru-guru dalam rangka pertumbuhan pribadi dan jabatan mereka, (7) melihat
dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan, dan (8) mengguaakan waktu dan tenaga
mereka dalam pembinaan sekolah. Tujuan supervisi ini pada akhirnya adalah
ditujukan untuk meningkatkan kualitas para siswa. Hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Sergiovanni (1983) bahwa tujuan supervisi ialah (1) tujuan
akhir adalah untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan para siswa (yang
bersifat total). Dengan demikian sekaligus akan dapat memperbaiki masyarakat,
(2) tujuan kedua ialah membantu kepala sekolah dalam menyesuaikan program
pendidikan dari waktu ke waktu secara kontinyu (dalam rangka menghadapi
tantangan perubahan zaman), (3) tujuan dekat ialah bekerjasama
mengembangkan proses belajar mengajar yang tepat. Tujuan tersebut ditambah
dengan (4) tujuan perantara ialah membina guru-guru agar dapat
8. mendidik para siswa dengan baik, atau menegakkan disiplin kerja secara manusiawi.
Dalam kaitannya dengan tugas-tugas supervisor, secara lebih khusus Nurtain (1989) membagi
10 (sepuluh) bidang tugas supervisor yang dirinci sebagai berikut ini. Tugas I,pengembangan
kurikulum. Tugas 2, pengorganisasian pengajaran. Tujuan 3, pengadaan staf. Tugas 4,
penyediaan fasilitas. Tugas 5, pcnycdiaan bahan-bahan. Tugas 6, penyusunan penataran
pendidikan. Tugas 7, pemberian orientasi anggota-anggota staf. Tugas 8, berkaitan dengan
pelayanan murid khusus. Tugas 9, pengembangan hubungan masyarakat. Dan yang terakhir
tugas 10, penilaian pengajaran.
Mengkaji tugas-tugas supervisi pengajaran tersebut di atas, dapat ditelaah dari tujuan
supervisi pengajaran itu sendiri. Sesuai dengan fungsi pokok supervisi, yaitu memperbaiki dan
mengembangkan situasi belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional,
maka tujuan supervisi pendidikan mencakup tujuan dasar, tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan dasar supervisi pendidikan, adalah membantu tercapainya tujuan pendidikan nasional
dan tujuan pendidikan institusional. Tujuan pendidikan nasional secara rinci dan jelas
dirumuskan dalam GBHN. Sedangkan tujuan institusional dapat dilihat di dalam kurikulum
yang memuat landasan, program dan pengembangan.
Tujuan umum supervisi pendidikan, adalah membantu memperbaiki dan mengembangkan
administrasi pendidikan. Administrasi yang dimaksud adalah meliputi baik administrasi sebagai
substansi maupun administrasi sebagai proses.
Administrasi sebagai substansi meliputi hal-hal sebagai berikut: (1) administrasi kesiswaan, (2)
administrasi ketenagaan, (3) administrasi kurikulum, (4) administrasi keuangan, (5)
administrasi sarana/prasarana, dan (6) administrasi hubungan masyarakat. Sedangkan
administrasi sebagai proses meliputi hal-hal terkait dengan unsur-unsur manajemen, antara
lain (1) kegiatan perencanaan (planning), (2) kegiatan pengorganisasian (organizing), (3)
kegiatan pengarahan (actuating) yang meliputi kegiatan pengarahan (directing) dan kegiatan
pengkoordinasian (coordinating), dan (4) kegiatan pengawasan (controlling).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa untuk meningkatkan kualitas
belajar mengajar, guru adalah faktor sentral yang perlu mendapatkan perhatian secara
optimal. Media untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah melalui supervisi pengajaran.
9. Supervisi pengajaran pada hakikatnya adalah ditujukan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas, sehingga tujuan akhirnya adalah kualitas
hash belajar siswa dapat ditingkatkan secara optimal.
SUPERVISI PENGAJARAN
Dalam pemakaiannya secara umum supervisi diberi arti sama dengan director, manager.
Dalam bahasa umum ini ada kecenderungan untuk membatasi pemakaian istilah supervisor
kepada orang-orang yang berada dalam kedudukan yang lebih bawah dalam hicrarkhi
manajemen.
Dalam sistem sekolah, khususnya dalam sistem sckolah yang ialah berkembang, situasinya
agak lain. Dalam Good (1976) supervisi didefinisikan sebagai segala usaha dari para pejabat
sekolah yang diangkat yang diarahkan kepada penyediaan kepemimpinan bagi para guru dan
tenaga kependidikan lain dalam perbaikan pengajaran, melihat stimulasi pertumbuhan
professional dan perkembangan dari para guru, seleksi dan revisi tujuan-tujuan peudidikan,
bahan pengajaran, dan metoda-metoda mengajar, dan evaluasi pengajaran.
Wiles (1982) menjelaskan bahwa supervisi sebagai bantuan dalam pengembangan situasi
belajar-mengajar yang lebih baik; ia adalah suatu kegiatan pelajaran yang disediakan untuk
membantu para guru menjalankan pekerjaan mereka dengan lebih baik. Peranan supervisor
adalah mendukung, membantu, dan membagi, bukan menyuruh. Wiles (1982) selanjutnya
mengatakan bahwa supervisi yang baik hendaknya mengembangkan kepemimpinan di dalam
kelompok, membangun program latihan dalam jabatan untuk meningkatkan keterampilan guru,
dan membantu guru meningkatkan kemampuannya dalam menilai hasil pekerjaannya.
SUPERVISI PENGAJARAN SEBAGAI PEMBINAAN PROFESIONAL GURU
Memperhatikan penting dan peranannya pendidikan dasar dan menengah yang demikian
besar, maka pendidikan dasar dan menengah harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya.
Oleh karena itu, pembinaan terhadap para guru di sekolah dasar merupakan suatu kebutuhan
yang tidak dapat ditunda-tunda lagi. Pembinaan terhadap guru sekolah dasar, terutama
diarahkan pada pembinaan proses belajar mengajar. Pembinaan proses belajar mengajar
adalah usaha memberi bantuan pada guru untuk memperluas pengetahuan, meningkatkan
keterampilan mengajar dan menumbuhkan sikap profesional, schingga guru menjadi lebih ahli
dalam mengelola KBM untuk membelajarkan
10. anak didik dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran dan tujuan pendidikan di
SD (Depdikbud, 1999/2000).
Supervisi pendidikan di sekolah dasar lebih diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan guru sekolah dasar dalam rangka peningkatan kualitas proses
belajar mengajar. Supervisi ini dapat dilakukan oleh siapa saja, baik Kepala
Sekolah maupun Pengawas Sekolah yang bertugas sebagai supervisor melalui
pemberian bantuan yang bercorak pelayanan dan bimbingan profesional,
sehingga guru dapat melaksanakan tugasnya dalam proses belajar mengajar
dengan lebih baik dari prestasi sebelumnya.
Supervisi pendidikan di sekolah pada hakekatnya adalah dalam rangka
pembinaan terhadap para guru. Adapun sasaran pembinaannya, antara lain (1)
merencanakan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan strategi belajar aktif, (2)
mengelola kegiatan belajar mengajar yang menantang dan menarik, (3) menilai
kemajuan anak belajar, (4) memberikan umpan balik yang bermakna, (5)
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber dan media pengajaran, (6)
membimbing dan melayani siswa yang mengalami kesulitan belajar, terutama
bagi anak lamban dan anak pandai, (7) mengelola kelas sehingga tercipta
lingkungan belajar yang menyenangkan, dan (8) menyusun dan mengelola
catatan kemajuan anak (record keeping) (Depdikbud, 1999/2000).
Menurut Mantja (1990) supervisi atau pembinaan profesional adalah bantuan atau
layanan yang diberikan kepada guru, agar ia belajar bagaimana mengembangkan
kemampuannya untuk meningkatkan proses belajar-mengajar di kelas.
Supervisor atau pembina, yaitu Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah, atau semua
pejabat yang terlibat dalam layanan supervisi, adalah pihak yang selama ini
dipandang berwewenang, dan karena itu pula dianggap paling bertanggung jawab
dalam kegiatan supervisi.
Kilas balik kaji historis supervisi pengajaran, pada awalnya istilah yang
dimunculkan adalah supervisi pendidikan (Kurikulum 1975). Kemudian. pada
Kurikulum 1984 dan 1994 digunakan istilah pembinaan profesional guiu atau
pembinaan guru untuk jenjang sekolah dasar. Walaupun demikian istilah supervisi
pendidikan dalam Kurikulum SMU 1994 masih tetap digunakan. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa kegiatan supervisi pendidikan maupun pembinaan
profesional merupakan
11. nama layanan yang digunakan secara bergantian dalam praktik pendidikan pada
sekolah-sekolah di Indonesia.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa supervisi (pembinaan profesional
guru ) dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru
dalam melaksanakan tugas pokoknya sehari-hari yaitu mengelola proses belajar-
mengajar dengan segala aspek pendukungnya sehingga berjalan dengan baik
khususnya dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga tujuan pendidikan dasar
dapat tercapai secara optimal.
Pada hakikatnya kegiatan pembinaan menyangkut dua belah pihak yaitu pihak
yang dilayani atau pihak yang dibina dan pihak yang melayani atau yang
membina (Ekosusilo, 2003). Baik yang dibina maupun pembina harus sama-sama
memiliki kemampuan yang berkembang secara serasi sesuai dengan kedudukan
dan peran masing-masing. Oleh sebab itu, sasaran pembinaan profesional ini
adalah kedua belah pihak yaitu guru sebagai pihak yang dibina dan kepala
sekolah atau pengawas sekolah sebagai pihak yang membina.
BEBERAPA PENDEKATAN DALAM SUPERVISI PENDIDIKAN
Secara garis besar ada tiga pendekatan dalam supervisi pendidikan, yaitu (1)
pendekatan langsung (directive approach), (2) pendekatan tidak langsung (non
directive approach), dan (3) pendekatan kolaboratif (collaborative approach).
Pendekatan langsung adalah sebuah pendekatan supervisi, di mana dalam upaya
peningkatan kemampuan guru peran kepala sekolah dasar, pengawas TK/SD,
dan pembina lainnya lebih besar dari pada peran guru yang bersangkutan.
Pendekatan tidak langsung adalah sebuah pendekatan supervisi, di mana dalam
upaya peningkatan kemampuan guru peran kepala sekolah, pengawas TK/SD,
dan Pembina lainnya lebih kecil daripada peran guru yang bersangkutan.
Pendekatan kolaboratif adalah sebuah pendekatan supervisi, di mana dalam
upaya peningkatan kemampuan guru peran kepala sekolah, pengawas TK/SD,
dan pembina lainnya sama besarnya dengan peran guru yang bersangkutan.
Penggunaan pendekatan tersebut disesuaikan dengan dua karakteristik guru
yang akan diberi supervisi, yaitu tingkat abstraksi
12. guru (level of teacher abstraction) dan tingkat komitmen guru (level of teacher commitment).
Daya abstraksi guru bisa tinggi, sedang, dan bisa juga rendah. Demikian pula dengan
komitmen guru bisa tinggi, sedang, dan rendah. Pendekatan supervisi yang digunakan harus
disesuaikan dengan tinggi-rendahnya daya abstraksi dan komitmen guru yang disupervisi.
Guru yang memiliki daya abstraksi dan komitmm yang rendah sebaiknya disupervisi
dengan pendekatan langsung.
Guru yang memiliki daya abstraksi yang rendah, tetapi komitmennya tinggi, sebaiknya
disupervisi dengan pendekatan kolaboiatif.
Guru yang memiliki daya abstraksi yang tinggi tetapi komitmennya rendah, sebaiknya
disupervisi dengan pendekatan kolaboratif.
Guru yang memiliki daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebaiknya disupervisi dengan
pendekatan tidak langsung (Bafadal, 2003).
TEKNIK-TEKNIK SUPERVISI
Bagaimana Kepala Sekolah dalam mensupervisi para guru ?. Dalam konteks ini, maka Kepala
Sekolah perlu mengenal dan mempraktekkan teknik-teknik supervisi pendidikan yang lazim
digunakan dalam pelaksanaan supervisi pengajaran. Ada tersedia sejumlah teknik supervisi
yang dipandang bermanlaat untuk merangsang dan mengarahkan perhatian guru-guru
terhadap kurikulum dan pengajaran, untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang bertalian
dengan mengajar dan belajar, dan untuk menganalisis kondisi-kondisi yang mengelilingi
mengajar dan belajar. Yang berikut ini pada umumnya dipandang teknik yang paling
bermanfaat bagi supervisi.
1. Kunjungan kolas.
Kunjungan kelas (sering disebut kunjungan supervisi) yang dilakukan kepala sekolah (atau
pengawas/penilik) adalah teknik paling efektif untuk mengamati guru bekerja, alat, metode,
dan teknik mengajar tertentu yang dipakainya, dan untuk mem-pelajari situasi belajar secara
keseluruhan dengan memperhatikan semua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan murid.
Dengan menggunakan hasil analisis observasinya, ia bersama dengan guru dapat menyusun
suatu program yang baik untuk memperbaiki kondisi yang melingkari mengajar-belajar di kelas
tertentu. Sudan tentu,
13. kunjungan kelas, agar efektif, hendaknya dipersiapkan dengan teliti dan dilaksanakan dengan
sangat berhati-hati dengan disertai budi bahasa yang baik pula.
Pada umumnya kunjungan kelas hendaknya diikuti oleh pembicaraan individual antara kepada
sekolah dengan guru.
Pembicaraan individual
Pembicaraan individual merupakan teknik supervisi yang sangat penting karena kesempatan
yang diciptakannya bagi kepala sekolah (pengawas/penilik) untuk bekerja secara individual
dengan guru sehubungan dengan masalah-masalah profesional pribadinya. Masalah-masalah
yang mungkin dipecahkan melalui pembicaraan individual bisa macam-macam: masalah-
masalah yang bertalian dengan mengajar, dengan kebutuhan yang dirasakan oleh guru,
dengan pilihan dan pemakaian alat pengajaran, teknik dan prosedur, atau bahkan masalah-
masalah yang oleh kepala sekolah dipandang perlu untuk dimintakan pendapat guru. Apapun
yang dijadikan pokok pembicaraan, ia mewakili teknik yang sangat baik untuk membantu guru
mengembangkan arah diri dan tumbuh dalam pekerjaan.
Diskusi Kclompok
Dengan diskusi kelompok (atau sering pula disebut pertemuan kelompok) dimaksud sualu
kegiatan dimana sekelompok orang berkumpul dalam situasi bcrlatap muka dan melalui
interaksi lisan bertukar informasi atau berusaha untuk mencapai suatu keputusan tentang
masalah-masalah bersama. Kegiatan diskusi ini dapal mengambil beberapa bentuk pertemuan
staf pengajar, seperti: diskusi panel, seminar, lokakarya, konperensi, kelompok studi,
pekerjaan komisi, dan kegiatan lain yang bertujuan untuk bersama-sama membicarakan dan
menilai masalah-masalah tentang pendidikan dan pengajaran. Pertemuan-pertemuan serupa
ini dipadang suatu kegiatan yang begitu penting dalam program supervisi modern, sehingga
guru sebenarnya hidup dalam suasana pelbagai jenis pertemuan kelompok.
Demonstrasi mengajar
Demonstrasi mengajar merupakan teknik yang berharga pula. Rencana demonstrasi yang
telah disusun dengan teliti dan dicetak lebih dulu, dengan menekankan pada hal-hal yang
dianggap penting atau pada nilai teknik mengajar
tertentu, akan sangat membantu. Pembicaraan sehabis demonstrasi bisa menjelaskan banyak
aspek. Suatu analisis observasi adalah perlu.
Kunjungan kelas antar guru
14. Sejumlah studi telah mengungkapkan bahwa kunjungan kelas yang dilakukan guru-guru di
antara mereka sendiri adalah efektif dan disukai. Kunjungan ini biasanya direncanakan atas
permintaan guru-guru. Teknik ini akan lebih efektif lagi jika tiap observasi diikuti oleh suatu
analisis yang berhati-hati.
Pengembangan kurikulum
Perencanaan penyesuaian dan pengembangan kurikulum menyediakan kesempatan yang
sangat baik bagi partisipasi guru. Pentingnya relevansi kurikulum dengan kebutuhan murid
dan masyarakat bagi pemeliharaan dan peningkatan kualitas pendidikan di negara kita diakui.
Tetapi dalam prakteknya, sekolah-sekolah secara individual tidak banyak melakukan usaha
untuk menyesuaikan dan mengembangkan kurikulum standar itu dengan kebutuhan murid dan
masyarakat terus berubah. Terserah kepada kepala sekolah untuk menciptakan perhatian dan
keinginan bagi pekerjaan penting dan terus-menerus itu. Penyesuaian dan pengembangan
kurikulum dilakukan di sekolah dengan mengembangkan materi muatan lokal. Muatan lokal ini
sesuai dengan potensi lingkungan sekitar sekolah.
Buletin supervisi
Buletin supervisi merupakan alat komunikasi yang efektif. Ia bisa berisi pengumuman-
pengumuman, ikhtisar tentang penelitian-penelitian, analisis presentasi dalam pertemuan-
pertemuan organisasi professional, dan perkembangan dalam berbagai bidang studi.
Perpustakaan Profesional
Perpustakaan professional sekolah merupakan sumber informasi yang sangat membantu
kepada peitumbuhan professional personil pengajar di sekolah. Perpusta-kaan professional
menyediakan tidak saja suatu sumber informasi, tapi ia juga suatu rangsangan bagi kepuasan
pribadi. Buku-buku tentang pandangan professional, bacaan suplementer yang lebih baru, dan
majalah professional yang banyak jumlah-nya itu hendaknya tersedia bagi semua guru. Juga
sumbangan-sumbangan dari guru dapat menjadi bagian dari "gudang" informasi ini.
Lokakarya
Lokakarya menyediakan kesempatan untuk Kerjasama, untuk memperteukan ide-ide, untuk
mendiskusikan masalah-masalah bersama alau khuais, dan untuk pertumbuhan pribadi dan
professional dalam berbagai bidang studi. Ada banyak jenis lokakarya itu. Dalam lokakarya
seni, barangkali sebagian bcsar waktu akan diisi dengan
15. partisipasi sungguh dengan mempelajari keterampilan dan teknik-teknik kegiatan scni.
Dalam lokakarya matematika lebih banyak tckanan mungkin diberikan kepada
menganalisis dan memilih pengalaman belajar yang sesuai, menemukan bahan
teknologi pengajaran dan metode-metode presentasi ini, dan menilai program-program
baru.
Survey sekolah-masyarakat
Suatu studi yang komprehensif tentang masyarakat akan membantu guru dan kepala
sekolah untuk memahami dengan lebih jelas program sekolah yang akan memenuhi
kebutuhan dan kepentingan murid.
Sebenarnya ada teknik-teknik lain, tetapi yang diterapkan di atas dengan singkat adalah
teknik-teknik yang dalam sejumlah penelitian dipandang telah menunjukkan manfaatnya
bagi supervisi. Untuk pembahasan yang lebih terurai pembaca disarankan untuk
membaca sumber-sumber lain.
Pada hakekatnya tidak ada satu teknik tunggal yang bisa memenuhi segala ke-butuhan;
dan bahwa sualu teknik tidaklah baik alau buruk pada umumnya, melainkan dalam
kondisi tertentu. Masalah yang utama adalah menetapkan kebutuhan. Beberapa teknik
hubungan antara sekolah dengan masyarakat yang diperkenalkan oleh Sahertian (1989)
antara lain adalah seperti: (1) laporan kepada orang tua murid, (2) majalah sekolah, (3)
surat kabar sekolah, (4) pameran sekolah, (5) open house, (6) kunjungan ke sekolah,
(7) kunjungan ke rumah murid, (8) melalui penjelasan yang diberikan oleh personil
sekolah, (9) gambaran keadaan sekolah melalui murid-murid, (10) melalui radio dan
televisi, (11) laporan tahunan, (12) organisasi perkumpulan alumni sekolah, (13) melalui
kegiatan ekstra kurikulum, dan (14) pendekatan secara akrab.
RESPON DAN SIKAP GURU TERHADAP SUPERVISI PENGAJARAN
Kajian tentang sikap guru terhadap supervisi menjadi perhatian Neagley & Evans
(dalam Mantja, 1998) dengan merujuk sejumlah hasil penelitian beberapa pakar
supervisi pengajaran. Temuan-temuan yang dilaporkan, antara lain (1) supervisi yang
efektif harus didasarkan atas prinsip-prinsip yang sesuai dengan perubahan sosial dan
16. supervisi dan mengharapkan untuk disupervisi, (5) para guru lebih menghargai
dan menilai secara positif perilaku supervisi yang "hangat", saling mempercayai,
bersahabat, dan menghargai guru, (6) supervisi dianggap bermanfaat bila
direncanakan dengan baik, supervisor menunjukkan sifat membantu dan
menyediakan model-model pengajaran yang efektif, (7) supervisor memberikan
peran serta yang cukup tinggi kepada guru untuk pengambilan keputusan dalam
wawancara supervisi, (8) supervisor mengutamakan pengembangan keterampilan
hubungan insani, seperti halnya dengan keterampilan teknis dan (9) supervisor
seharusnya menciptakan iklim organisasional yang terbuka, yang memungkinkan
pemantapan hubungan yang saling menunjang (supportive).
Dalam praktiknya supervisi pengajaran yang dilaksanakan selama ini masih
cenderung berorientasi pada administratif saja. Walaupun sudah dirumuskan
dalam kegiatan supervisi bahwa aspek yang disupervisi adalah administratif dan
edukatif, namun pada kenyataannya masih cenderung lebih dominan aspek
administratif. Fenomena ini dikaji secara khusus dalam Konferensi Pendidikan di
Indonesia: Mengatasi Krisis Menuju Pembaruan, yang diikuti para pakar yang
kompclen. Salali satu rekomendasi dari konferensi ini, khusu'snya yang berkaitan
langsung dengan masalah supervisi dikemukakan sebagai berikut ini.
Rekomendasi 23
Fungsi-fungsi pengawasan pada semua jenjang pendidikan dioptimalkan seba-gai
sarana untuk memacu mutu pendidikan. Pengawasan dimaksud dengan
mengutamakan aspek-aspek akademik daripada administratif sebagaimana
berlaku selama ini (Jalal & Supriadi, 2001).
Keefektifan penerapan orientasi dan pendekptan supervisi di atas, tidak hanya
tergangung pada supervisor saja, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh
persepsi, respon, dan sikap guru terhadap orientasi dan supervisi yang dilakukan
oleh supervisor. Penelitian mengenai sikap guru terhadap supervisi dikemukakan
oleh Ekosusilo (2003) bahwa guru tidak terlalu positif terhadap supervisi yang
dilakukan supervisor. Selanjutnya dikemukakan oleh Ekosusilo dalam simpulan
penelitiannya bahwa supervisi yang dilakukan supervisor dianggap biasa-biasa
saja dan monoton itu-itu saja, bahkan nampak diacuhkan. Namun guru tidak
menampakkan ketidak-setujuannya di hadapan supervisor,
17. karena dilandasi rasa hormat sekaligus tidak ingin menimbulkan konflik. Penelitian yang
dilakukan Mantja (1989) juga menyimpulkan bahwa respon dan sikap guru terhadap
supervisi ditentukan oleh kemanfaatan, data pengamatan yang obyektif, kesempatan
menanggapi balikan, perhatian supervisor terhadap gagasan guru. Supervisi yang
teratur dan hubungan yang diciptakan dapal mengurangi ketegangan emosional guru.
Guru lebih menyukai pendekatan supervisi kolaboratif atau non direktif.
KENDALA-KENDALA PELAKSANAAN SUPERVISI PENGAJARAN
Dalam pelaksanaannya, supervisi pengajaran di sekolah banyak menghadapi kendala.
Mantja (1990) dalam temuan disertasinya meuyalakan bahwa kendala-kendala yang
kurang menunjang keefektifan supervisi, antara lain: sikap personil sekolah yang kurang
positif terhadap supervisi pengelola teknis edukatif; kurangnya keterampilan supervisi
kepala sekolah; pengendalian emosional supervisor dalam menerima respons guru;
kepala sekolah yang karena kurangnya tenaga guru haras memegang kelas atau bidang
studi tertentu, sehingga supervisi menjadi kurang efektif; dan adanya guru yang tingkat
pendidikannya lebih tinggi dari kepala sekolahnya. Temuan Mantja ini, nampaknya
mempunyai kadar transferabilitas yang cukup tinggi, karena kendala-kendala di jenjang
pendidikan dasar berkisar pada permasalahan-permasalahan temuan tersebut di atas.
Isvanto (1999) mengemukakan bahwa permasalahan pendidikan, antara lain adalah
manajemen sekolah yang tidak efektif, dan kemampuan manajemen kepala sekolah
pada umumnya rendah terutama di sekolah negeri dan pembinaan karier dan
kesejahteraan guru yang tidak konsisten.
Mengkaji perihal kendala-kendala dalam pelaksanaan supervisi, temuan Ekosusilo
(2003) menarik untuk dikemukakan di sink Temuan penelitian Ekosusilo tentang
pelaksanaan supervisi antara lain: (1) supervisor tidak mengkomunikasikan
rencana/program supervisinya kepada para guru sebagai subyek supervisi, (2) fokus
supervisi hanya terarah pada aspek administrasi, kurang menyentuh pada
pengembangan kemampuan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, (3)
supervisor tidak melaksanakan kunjungan kelas secara serius, (4) supervisor
mendominasi pembicaraan dan berjalan satu arah, (5) tidak ada penilaian umpan balik,
18. Kendala-kendala inilah yang mengakibatkan supervisi pengajaran yang
dilaksanakan oleh Pengawas Sekolah di sekolah dasar tidak dapat optimal,
sehingga tujuan pokok pelaksanaan supervisi untuk meningkatkan kualitas
kegiatan belajar mengajar tidak dapat tercapai. Temuan Ekosusilo (2003) ini
memberikan gambaran bahwa pembinaan profesional guru masih perlu
ditingkatkan lebih lanjut.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan uraian tentang peningkatan mutu pendidikan melalui supervisi
pengajaran di atas, maka dapatlah disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1)
masalah-masalah dalam bidang pendidikan adalah (a) masalah kuantitatif, (b)
masalah kualitatif, (e) masalah relevansi, (d) masalah efisiensi, (e) masalah
efektivitas, dan (f) masalah khusus; (2) supervisi pengajaran pada hakikatnya
adalah untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam
melaksanakan tugas pokoknya sehari-hari yaitu mengajar para peserta didik di
kelas; (3) supervisor atau pembina, yaitu Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah,
atau semua pejabat yang terlibat dalam layanan supervisi, adalah pihak yang
dianggap paling bertanggung jawab dalam kegiatan supervisi; (4) ada tiga
pendekatan dalam supervisi pengajaran, yaitu (a) pendekatan langsung, (b)
pendekatan tidak langsung, dan (c) pendekatan kolaboratif; (5) teknik-teknik
supervisi pendidikan yang paling bermanfaat bagi supervisi antara lain adalah: (a)
kunjungan kelas, (b) pembicaraan individual, (c) diskusi kelompok, (d)
demonstrasi mengajar, (e) kunjungan kelas antar guru, (1) pengembangan
kurikulum, (g) bulletin supervisi, (h) perpustakaan profcsioml, (i) lokakarya, (j)
survey sekolah-masyarakat; (6) para guru lebih menghargai dan menilai secara
positif perilaku supervisi yang "hangat", saling mempercayai, bersahabat, dan
menghargai guru; dan (7) dalam praktiknya supervisi pengajaran yang
dilaksanakan selama ini masih cenderung berorientasi pada administratif saja.
Saran-saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka dapatlah dikemukakan saran-saran sebagai
berikut: (1) untuk meningkatkan kemampuan supervisor, maka perlu secara rutin
ada program penyegaran bagi para supervisor, sehingga dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tujuau
19. supervisi dan sesuai dengan keinginan para
guru; (2) arah supervisi perlu
difokuskan/ditekankan kepada aspek akademik
tanpa mengabaikan faktor administratif sebagai
pelengkap pelaksanaan supervisi tcrhadap para
guru di sekolah; (3) dalam pelaksanaan supervisi
di sekolah, para supervisor perlu membekali
format dokumen yang dapat merekam dan
mencatat kegiatan guru dalam melaksanakan
tugas-
tugasnya di sekolah; (4) dalam melaksanakan
supervisi pengajaran disarankan untuk
menggunakan prosedur supervisi klinis, dan (5)
perlu ada pertemuan sesuai supervisi untuk
mendiskusikan hasil supervisi yang telah
dilakukan oleh Kepala Sekolah atau Pengawas
Sekolah, sebagai upaya tindak lanjut setelah
pelaksanaan supervisi dilaksanakan.
20. DAFTAR RUJUKAN
Bafadal, I. 2003. Seri Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Peningkatan
Profesionalisme Guru Sekolah Dasar, Dalam Kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Benty, D.D.N. 1992. Kemampuan Kepi'la Sekolah Dasar Membantu Guru dalam Mengembangkan
Pengajaran Menurut Persepsi Guru-Guru SD Negeri di Kecamatan Lowokwaru Kodya Malnng.
Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pasa Sarjana, Institut Keguruan dan Ilmu pendidikan
Malang.
Depdikbud. 1976. Kurikulum Sekolah Dasar 1975, Garis-Garis Besar Program Pengajaran Buku III
D Pedoman Administrasi dan Supervisi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdikbud. 1994/1995. Pedoman Kerja Pelaksanaan Supervisi. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu
SD, TK dan SLB, Direktorat Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menenga,'., Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdikbud. 1995. Pedoman Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Depdiknas. 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat Pendidikan
Menengah Umum, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan
Nasional.
Ekosusilo, M. 2003. Iiasil Penelitian Kualitatif, Supervisi Pengajaran Dalam Latar Budaya Jawa,
Studi Kasus Pembinaan Guru SD di Kralon Surakarta. Sukoharjo: Penerbit Uvitet Bantara Press.
Indrafachrudi, S.(Koordinator). 1989. Administrasi Pendidikan. Malang: Penerbit IKIP Malang.
Idrus, N., dkk. 2000. Quality Assurance, Handbook. 3-Edition. Jakarta: Engineering Education
Development Project, Du Malcomlm Jones (ed)., Director General of Higher Education.
Iswanto, B. 1999. Olonomi Daerah: Implikasi bagi Pengelolaan Pendidikan. Makalah disajikan
dalam seminar nasional Formula Manajemen Pendidikan dalam Kerangka Otonomi Daerah di
21. Mantja, W. 1998. Manajemen Pembinaan Profesional
Guru Berwawasan Pengembangan Sumber Daya
Manusia: Suatu Kajian Ko.tseptual-historik dan Empirik.
Pidalo Pengukuhan Guru Besar [KIP Malang. Making:
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Mastuhu. 2003. Menata Ulang Pemikiran Sistem
Pendidikan Nasional dalam Abad 21 (The New Mind
Set of National Education in the 21s' Century).
Yogyakarta: Safiria Insania Press bekerjasama dengan
Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia (MSI
UII).
Sahertian, P.A. & Mataheru, F. 1982. Prinsip & Tehnik
Supervisi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Supriadi, D. 2004. Satuan Biaya Pendidikan, Dasar dan
Menengah: Rujukan Bagi Penetapan Kebijakan
Pendidikan Pada Era Otonomi dan Manajemen
Berbasis Sekolah. Bandung: PT Lemadja Rosdakarya.