Modul ini membahas tentang sumber-sumber sejarah dan metode penelitian sejarah. Terdapat dua jenis sumber sejarah yaitu sumber tertulis seperti dokumen pemerintah, surat kabar, dan cerita, serta sumber tak tertulis seperti artefak dan sumber lisan. Metode penelitian sejarah meliputi wawancara untuk mengumpulkan sejarah lisan dari memori manusia. Modul ini memberikan panduan untuk memahami konsep dasar sumber sejar
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
Pdf modul 1 kb 2 min
1. No Kode: DAR2/Profesional/204/1/2019
PENDALAMAN MATERI SEJARAH INDONESIA
MODUL 1:
SEJARAH DAN PERADABAN AWAL MANUSIA
KEGIATAN BELAJAR 2:
PENELITIAN SEJARAH
Penulis:
Drs. IBNU SODIQ, M.Hum.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2019
2.
3. 39
MODUL 1 KB 2
PENELITIAN SEJARAH
A. Pendahuluan
Mempelajari sejarah menuntut seseorang untuk meniti tahapan awal dari memahami
konsep tentang sejarah itu sendiri. Sejarah dalam pengertian subjektif adalah suatu
konstruksi dari bangunan yang disusun oleh penulis. Uraiannya mencakup fakta-fakta
yang terangkaikan untuk menggambarkan suatu gejala sejarah, baik proses maupun
struktur. Unsur penyusunnya saling bertalian satu dengan yang lain sehingga
membentuk satu kesatuan. Sedangkan sejarah dalam arti objektif merujuk pada
kejadian atau peristiwa itu sendiri, ialah peristiwa sejarah dalam kenyataannya dan
hanya sekali terjadi yang tidak dapat diulang kembali. Sejarawan Sartono Kartodirdjo
menegaskan bahwa sejarah merupakan cerita tentang pengalaman kolektif suatu
komunitas atau bangsa pada masa lampau. Dalam konteks akademis, sejarah
merupakan suatu bidang ilmu atau bidang studi yang memerlukan imajinasi
kesajarahan yang kritis dalam pengkajiannya. Artinya sejarah tidak selalu mengenai
peristiwa yang telah berlalu, past event, tapi juga berhubungan dengan peristiwa
kekinian, current event. Untuk itulah mempelajari sejarah dalam takaran cukup, maka
pembelajar sejarah harus memahami setidaknya tiga hal ini; sumber sejarah, langkah
penelitian sejarah dan kegunaan sejarah.
Dalam modul ini, terdapat tiga materi pokok yang memberikan gambaran umum
tentang sumber dan metode penelitian sejarah. Materi tersebut adalah sumber-sumber
sejarah, langkah dalam penelitian Sejarah dan guna mempelajari Sejarah. Materi ini
adalah bekal awal bagi pembelajar sejarah untuk mengetahui bagaimana tahapan yang
harus dilakukan seorang peneliti sejarah dalam menghasilkan karya, dalam hal ini
tulisan sejarah, yang tidak hanya baik, menarik, dan informatif, tapi juga dapat
dipertanggungjawabkan. Melalui kegiatan pembelajaran ini, pembelajar sejarah
diharapkan mampu menganalisis konsep dasar sumber sejarah, mengetahui teknik
mendapatkan dan mengumpulkan sumber, memahami dan mampu melakukan
langkah-langkah penelitian sejarah dan menganalisis kegunaan penelitian sejarah dan
aplikasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.
4. 40
Agar pencapaian setelah mempelajari modul ini menjadi maksimal, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para pembelajar sejarah.
1. Pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan sumber sejarah hingga
bagaimana sumber sejarah tersebut didapatkan.
2. Ketahui dan pahami tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian sejarah.
3. Analisislah apa saja manfaat dan kegunaan penelitian sejarah dalam kehidupan
kita sebagai warga Negara dan warga masyarakat dikaitkan dengan konteks
kekinian.
4. Tambahkan sumber bacaan dan rujukan yang berkaitan dengan metode penelitian
sejarah yang terdapat dalam daftar pustaka serta sumber lain yang bisa diakses
melalui berbagai situs di internet yang relevan dengan materi yang dipelajari
5. Keberhasilan pembelajar sejarah dalam mata kegiatan ini sangat tergantung
kepada kesungguhan anda dalam mengerjakan latihan dan tugas yang telah
disediakan. Untuk itu sangat dianjurkan untuk selalu aktif mengerjakan semua
latihan baik secara mandiri maupun berdiskusi dengan teman sejawat.
6. Jika anda menemui kesulitan, sangat disarankan untuk menemui instruktur atau
widiaiswara, pembimbing maupun fasilitator yang mengajar mata diklat ini.
B. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Melalui belajar mandiri dan penugasan, peserta dapat menguasasi dan memahami
dasar-dasar dalam penelitian sejarah.
C. Pokok-Pokok Materi
Pokok materi pada modul 1 kegiatan belajar 2 ini adalah sebagai berikut.
Penelitian
Sejarah
Sumber-Sumber
Sejarah
Tahapan
Penelitian
Sejarah
Metode Sejarah
Guna
Memperlajari
Sejarah
5. 41
D. Uraian Materi
1. Sumber-sumber Sejarah
Seseorang yang mempelajari sejarah, harus memiliki cara pandang yang benar
tentang sejarah. Sejarah bukan serangkaian fakta yang kering dan mati, melainkan
memiliki makna yang dalam bagi kehidupan manusia. Sejarah adalah rekonstruksi
masa lalu, melalui sumber dan data yang diolah menjadi fakta-fakta yang
kemudian dijalin menjadi sebuah penjelasan yang kronologis tentang sesuatu,
peristiwa maupun tentang seseorang. Sumber sejarah seringkali disebut juga “data
sejarah”. Data sejarah itu sendiri berarti bahan sejarah yang memerlukan
pengolahan, penyeleksian, dan pengkatagorian. Adapun klasifikasi sumber
sejarah itu dapat dibedakan menurut bahannya, asal usul atau urutan
penyampaiannya, dan tujuan sumber itu dibuat. Jenis sumber sejarah berdasarkan
bahannya.
Sumber tertulis
Kumpulan data verbal yang berbentuk tulisan, dalam arti sempit biasa disebut
dengan dokumen. Adapun dokumen dalam arti yang luas meliputi monument,
artefak, foto-foto, dan sebagainya. Data yang tercantum dalam bahan-bahan
documenter itu pada dasarnya merupakan alat untuk mempelajari permasalahan
tertentu, terutama tentang permasalahan yang tidaka dapat diobservasi lagi atau
tidak dapat diingat lagi. Pengkategorian dokumen tertulis secara luas lagi
ditunjukkan louis Gottschalk (1983: 60-77) menjadi 8 jenis sebagai berikut: (1)
rekaman sejaman: instruksi, rekaman stenografis dan fonografis, surat-surat
keluarga, dan buku-buku catatan dan memori pribadi, (2) Laporan konfidensial:
berita resmi militer dan diplomatik, jurnal atau buku harian, dan surat-surat
pribadi, (3) laporan umum: surat-surat kabar, memoir dan otobiografi, sejarah
resmi atau diotorisasi, (4) Questionnare tertulis tentang informasi dan opini, (5)
Dokumen-dokumen pemerintah: laporan badan pemerintahan, undang-undang
dan peraturan-peraturan, (6) pernyataan Opini: tajuk rencana, esei, pidato, brosur,
surat kepada redaksi, dan sebagainya, (7)Fiksi, nyanyian, dan puisi, (8) cerita
rakyat atau folklore, nama-nama tempat, dan pepatah atau peribahsa. Hubungan
antara konsep dan data dari dokumen-dokumen, digambarkan oleh sartono
6. 42
kartodirjo bahwa data social secara konseptual bisal dilihat dari ciri-ciri setiap
bentuk bahan documenter dibawah ini.
a. Otobiografi. Data otobiografi sangat berguna bagi psikologi, karena di dalam
dokumen seperti itu termuat faktor-faktor subyektif, seperti segi-segi affektif,
motivasi, harapan-harapan, dan pengalaman, termasuk juga di dalamnya
interpretasi serta konseptualisasi terhadap faktor-faktor itu. Otobiografi dapat
pula memberikan data tentang factor-faktor obyektif, umpamanya nilai sosial,
proses sosial, situasi sosial, dan perubahan sosial. Contoh otobiografi
Muhammad Natsir karya Yusuf Abdullah Puar.
b. Surat pribadi, catatan atau buku harian dan memoirs. Surat pribadi
sebagai bahan dokumenter biasanya memuat hal-hal yang penting. Contoh
yang paling akrab dengan sejarah masyarakat Indonesia adalah surat-surat
R.A. Kartini kepada nyonya Abendanon, yang terkumpul dalam buku Habis
gelap Terbitlah Terang. Buku harian merupakan dokumen yang sangat pribadi
sifatnya. Dokumen semacam ini jarang sekali didapatkan, apalagi untuk masa
lampau boleh dikatakan tidak ada sama sekali. Satu contoh diantara catatan
harian yang langka ialah Jakarta diary dari Mochtar Lubis, yang banyak
memuat data tentang situasi masyarakat Indonesia pada masa demokrasi
terpimpin. Memoirs merupakan kiah perjalanan, sehingga bisa didapatkan
data tentang keadaan suatu negeri, kota, atau daerah. Misalnya kisah
perjalanan yang ditulis oleh Tome Pires dalam Suma Oriental.
Gambar 2.1 Cover depan buku Suma Oriental karya Tome Pires dan Buku
kumpulan surat pribadi R.A. Kartini
7. 43
(Sumber: Tome Pires, Suma Oriental, 2016)
c. Surat Kabar. Data yang dimuat dalam surat kabar kadang telah menunjukkan
fakta, disamping juga merupakan opini, interpretasi, dan pikiran-pikiran
spekulatif. Subjektivitas surat kabar cukup jelas, karena pada umumnya
merupakan penyaluran aspirasi dari golongan politik atau social tertentu.
Bagaimanapun surat kabat tetap berguna untuk melengkapi dokumen-
dokumen lain, bahkan merupakan dokumen inti untuk membantu penentuan
tanggal dari sumber lain.
d. Dokumen pemerintah. Di dalam dokumen pemerintah biasanya dimuat
keputusan-keputusan, berita-berita, laporan-laporan pemerintah tentang
peristiwa-peristiwa, laporan tahunan, data statistik, pernyataan pemerintah,
daftar personalia dalam birokrasi dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini
lebih bersifat sepihak (pemerintah), tidak mencerminkan pikiran, ide,
sentimen, aktivitas serta hubungan sosial pada rakyat.
Gambar 2.2 Contoh Surat Kabar
Doenia Melaijoe
(Sumber: Koleksi Perpustakaan
Nasional)
8. 44
Gambar 2.3 Contoh Dokumen Pemerintah
(Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional)
e. Cerita Roman. Karya sastra seperti roman dan novel pada dasarnya bukan
hanya merupakan karya ekspresif seseorang pengarang, tetapi didalamnya
juga kadang terungkap data yang menyangkut keadaan sosial dari periode
tertentu. Bahkan penggambaran keadaan sosial itu cenderung lebih mendekati
kenyataan dan tidak dilukiskan semata-mata menurut fantasia tau imajinasi
yang bebas. Misalnya serat musyawaratan para wali, tokoh-tokoh dalam cerita
ini menunjukkan struktur keagamaan, serat centini yaitu karangan yang
menggambarkan kehidupan sosial dari periode awal dan pertengahan
Mataram.
Sumber Tak Tertulis
Termasuk dalam kategori sumber tak tertulis itu adalah artifak dan sumber lisan.
Artifact dapat berupa foto-foto, bangunan, atau alat-alat. Sumber tidak tertulis
yang lain adalah sumber lisan. Sumber ini secara metodologis merupakan bahan
inti bagi sejarah lisan. Garaghan (1957:259-260) mengklasisfikasikan sumber
yang dimaksud menjadi dua kategori:
a. Penyebaran lisan tentang kejadian-kejadian yang baru, dalam arti lain tentang
peristiwa-peristiwa yang masih terekam dalam ingatan orang. Data lisan
9. 45
seperti ini dapat dicapai melalui dua jalan: pertama, melalui saksi mata yang
paling dekat dengan kejadian, dan kedua, melalui saksi perantara karena sulit
meruntut kembali saksi terdekat.
Gambar 2.4 Kegiatan wawancara dengan salah satu korban meluapnya sungai
Huaycoloro, Peru, 16 Maret 2017
b. Penyebaran lisan tentang peristiwa-peristiwa yang tipis kemungkinan
terjadinya. Sumber ini lebih dikenal dengan istilah tradisi lisan (oral
tradition), yakni informasi-informasi tentang kejadian sejarah disebarkan dari
mulut ke mulut; saksi terdekat maupun saksi perantara tidak dikenal, kecuali
saksi yang menghubungkan informasi itu kepada pendengar.
Gambar 2.5 Fr. Thomas Rosica dalam sebuah wawancara sebagai CEO the Salt
and Light Catholic Media Foundation, dalam program acara WITNESS di
kanal TV CBS
Sejarah Lisan
Sejarah lisan secara sederhana dapat dipahami sebagai peristiwa-peristiwa sejarah
terpilih yang terdapat di dalam ingatan hampir setiap individu manusia. Dengan
pemahaman seperti itu, menjadi jelas ada di mana sebenarnya sejarah lisan.
10. 46
Sejarah lisan ada di dalam memori manusia. Untuk itu, agar sejarah lisan dapat
digunakan sebagai sumber sejarah, perlu ada upaya untuk mengeluarkannya dari
memori individu manusia. Tanpa itu, bisa jadi sejarah lisan tidak akan pernah bisa
digunakan sebagai sumber sejarah dan akan menjadi hak milik abadi sang pemilik
kisah. Dalam kaitannya dengan upaya untuk mengeluarkan sejarah lisan dari
memori individu manusia maka akan sampailah pada pembicaraan tentang cara,
teknik, atau metode untuk mengeluarkannya. Cara, teknik, atau metode untuk
mengeluarkan sejarah lisan ini untuk mudahnya bisa disebut sebagai metode
sejarah lisan.
Prinsip-Prinsip Dasar dalam Penelitian Sejarah Lisan
Metode sejarah lisan adalah suatu metode pengumpulan data atau bahan guna
penulisan sejarah yang dilakukan sejarawan melalui wawancara terhadap para
pelaku sejarah yang ingin diteliti. Di Indonesia metode wawancara dalam
penulisan sejarah mulai dikembangkan dengan diawali adanya proyek sejarah
lisan yang ditangani oleh Badan Arsip Nasional. Berkembangnya metode
wawancara dalam penulisan sejarah di Indonesia dilatarbelakangi oleh sulitnya
menemukan jejak masa lampau berupa dokumen yang sezaman serta makin
berkembangnya perhatian studi sejarah yangmengarah ke subyek masyarakat
berupa orng kecil dalam peristiwa kecil yang biasanya tidak meninggalkan jejak
berupa dokumen.
Wawancara adalah kegiatan melakukan tanya jawab dengan narasumber
untuk mendapatkan keterangan tertentu. Wawacara merupakan teknik
pengumpulan data yang amat penting dalam penelitian survey selain teknik utama
berupa Observasi. Oleh karena itu, dalam penelitian survei, teknik wawancara
merupakan pembantu utama dari metode Observasi. Adapun teknik pengumpulan
data dengan wawancara terbagi menjadi tiga macam:
a. Poll Type Interview. Wawancara dilakukan dengan cara mengajukan
pertanyaan dengan jawaban yang telah ditentukan, narasumber tinggal
memilih jawaban yang ada.
b. Open Type Interview. Wawancara dilakuakn dengan cara pertanyaan
ditentukan terlebih dahulu, sedangkan narasumber dapat menjawab bebas.
11. 47
c. Nonstructured Interview. Wawancara dilakukan dengan cara pertanyaan
ataupun jawaban tidak ditentukan sebelumnya. Teknik wawancara merupakan
teknik yang bersifat pelengkap artinya wawancara digunakan untuk
melengkapi data atau informasi yang berasal dari sumber dokumen. amun
apabila dumber dokumen tidak ada barulah informasi hasil wawancara dapat
dianggap sebagai bahan pokok penelitian.
Garraghan menyebutkan sejumlah terminologi mengenai sumber lisan yang
kedua, oral tradition, sebagai berikut:
a. Fabel (fable), yaitu cerita yang aktornya terdiri dari binatang-binatang buas,
burung-burung, makhluk hidup yang bukan manusia atau personifikasi
abstrak lainnya yang mengambil perwatakan manusia. Contohnya karya Hayy
Ibn Yaqdan seperti dalam ilustrasi berikut,
Gambar 2.6 Contoh Cover Fabel
(Sumber: Koleksi Pribadi Penulis)
b. Dongeng (tale) suatu cerita yang berkaitan dengan waktu, tempat dan actor
yang tidak menentu. Contohnya Dongeng Si Kabayan.
12. 48
Gambar 2.7 Contoh Cover Dongeng
Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional
c. Mitos (myth) suatu cerita atau sejenisnya yang bersumber seperti halnya
sejarah, tetapi sarat dengan khayalan. Contohnya kisah para wali yang
seringkali mengarah kepada bentuk mitos logis oleh para pengagumnya.
d. Legenda (legend) suatu cerita yang dalam berbagai hal berisi kebenaran,
termasuk di dalamnya elemen-elemen historis seringkali mengandung isi
aktual. Contohnya situs kota Troya Lama diketemukan berdasarkan legenda
Helen of Troy atau Great Horse of Troy.
e. Saga, yaitu cerita yang berpusat pada tokoh pahlawan. Saga biasanya
merupakan cerita yang diambil dari fakta atau kebenaran dalam literatur
dengan mengungkapkan tokoh-tokoh pahlawan dan nilai-nilai
kepahlawanannya.
2. Tahapan dalam penelitian Sejarah
Sejarawan Louis Gottschalk mengemukakan bahwa fakta sejarah merupakan
keterangan yang disimpulkan dari bahan sejarah melalui kritik sejarah. Dalam
pada itu, berbagai dokumen peristiwa sejarah merupakan fakta sejarah, yang
disebut data. Data merupakan bahan yang perlu diolah, diseleksi dan
dikategorikan atas dasar kriteria seleksi tertentu baru kemudian menjadi fakta.
Gilbert J. Garraghan (1957:33), bahwa metode penelitian sejarah adalah
seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber
sejarah secara efektif, menilainya secara kritis, dan mengajukan sintesis dari hasil-
13. 49
hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis. Secara lebih ringkas, setiap langkah ini
berturut-turut biasa juga diistilahkan dengan heuristik, kritik atau verifikasi,
interpretasi, dan historiografi. Sebelum keempat langkah ini sebenarnya ada satu
kegiatan penting, yang oleh Kuntowijoyo (1995:98) ditambahkannya menjadi
lima tahap penelitian sejarah, yaitu pemilihan topik dan rencana penelitian.
a. Pemilihan Topik Penelitian. Topik penelitian adalah masalah atau objek yang
harus dipecahkan atau diatasi melalui penelitian ilmiah. Topik tidak sama
dengan judul, karena yang dimaksud dengan judul adalah abstraksi dari
maslaah atau topic yang dirumuskan dalam bentuk kalimat. Kuntowijoyo
(1996:90) topik sebaiknya dipilih berdasarkan kedekatan emosional dan
kedekatan intelektual. Dua syarat ini dapat dipahami, bahwa topik itu bisa
ditemukan atas (1) kegemaran tertentu atau pengenalan yang lebih dekat
tentang hal yang terjadi disekitarnya atau pengalaman peneliti, dan (2)
keterkaitan peneliti dengan disiplin ilmu atau aktivitasnya dalam masyarakat.
b. Teknik penyusunan Rencana Penelitian. Rencana penelitian bis ajuga
disebut usul atau proposal penelitian. Perencanaan penellitian pada pokoknya
merupakanserentetan petunjuk yang disusun secara logis dan sistematis. Suatu
perencanaan penelitian dalam bidang ilmiah apapapun, dan khususnya bidang
sejarah, membutuhkan pemikiran yang seksama sehingga seringkali memakan
waktu yang tidak sebentar. Isi proposal penelitian pada umumnya terdiri atas:
1) Latar Belakang. Dalam latar belakang biasanya diidentikkan dengan suatu
masalah yang akan diteliti. Dalam hal ini uraian mengenai latar belakang
suatu politik hayalah garis besarnya saja. Dalam latar belakang perlu
dikemukakan keaslian penelitian, yaitu menjelaskan bahwa masalah yang
perlu dihadapi belum pernah dipecahkan oleh peneliti terdahulu, atau
dinyatakan tegas beda penelitian ini dengan yang sudah pernah dilakukan.
2) Perumusan masalah. Bentuk perumusan masalah pada umumnya berupa
kalimat pertanyaan, tetapi bisa juga dalam kalimat pernyataan yang bersifat
menggugah perhatian.
3) Tujuan dan Kegunaan Penelitian. Tujuan penelitian adalah tindak lanjut
terhadap masalah yang diidentifikasikan, sehingga apa yang dituju
hendaklah sesuai dengan urutan masalah yang telah dirumuskan.
14. 50
4) Lingkup Penelitian. Hal ini dimaksudkan agar peneliti tidak terjerumus
dalam sekian banyak data yang diteliti. Oleh karena itu luasan dan batsan
penelitian dalam tempat dan waktu perlu dijelaskan.
5) Tinjauan Pustaka. Bagian ini berisi uraian sistematis tentang hasil-hasil
penelitian terdahulu dan yang ada hubungannya dengan penelitian yang
akan dilakukan.
6) Landasan Teori. Penyusunan landasan teori pada umumnya dapat
berbentuk uraian kualitatif, model matematis, atau persamaan-persamaan
yang langsung berkaitan dengan bidang ilmu yang diteliti.
7) Hipotesis. Isi hipotesis adalah kesimpulan sementara yang dinyatakan dari
landasan teori atau tinjauan pustaka.
8) Metode Penelitian. Dalam penyusunan rencana penelitian, peneliti akan
dihadapkan pada tahap pemilihan metode atau teknik pelaksanaan
penelitian. Sedikitnya ada lima macam metode penelitian yang bisa dipilih:
historis, deskriptif, korelasional, eksperimental, dan kuasi-eksperimental
(surakhmad, 1984). Metode historis bertumpu pada empat langkah
kegiatan: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.
3. Metode Sejarah
a. Teknik pengumpulan sumber. Teknik yang dimaksud bisa dinamakan
heuristik, yaitu suatu teknik, suatu seni, bukan suatu ilmu. Heuristic seringkali
merupakan suatu keterampilan dalam menemukan, menangani, dan
memperinci bibliografi, atau mengklarifikasi dan merawat catatan-catatan.
b. Teknik Verifikasi; Kritik Sumber. Seorang peneliti sejarah perlu meneliti
dengan cermat semua teks dari sumber-sumber itu serta merasa yakin dalam
memahami kata perkata serta ungkapan teks-teks itu dengan benar, baik yang
masih berupa manuskrip maupun yang sudah dicetak, sebelum peneliti
memanfaatkan segala informasi yang terdapat di dalam teks-teks tadi. Dalam
hal ini yang juga harus diuji adalah keabsahan tentang keaslian sumber
(otentitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern, dan keabsahan tentang
kesahihan sumber (kredibilitas)yang ditelusuri melalui kritik intern.
15. 51
1) Keaslian sumber (Otensitas). Peneliti melakukan pengujian atas alsli da
tidaknya sumber berarti ia menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang
ditemukan. Otentitas itu minimal dapat diuji berdasarkan lima pernyataan
pokok yaitu: kapan sumber itu dibuat?, dimana sumber dibuat?, siapa yang
membuat?, dari bahan apa sumber dibuat?, apakah sumber itu dalam
bentuk asli?
2) Kesahihan sumber. Penyebab kesahihan sumber sangatlah kompleks,
selain kekeliruan bisa juga karena perspeksi perasaan, karena ilusi dan
halusinasi, sintesis dari kenyataan yang dirasakan dalam reporoduksi dan
komunikasi, dan kekeliruan lebih sering terjadi dalam catatan sejarah.
c. Teknik Interpretasi. Interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut
juga dengan analisis sejarah. Didalam proses interpretasi sejarah, seorang
peneliti harus berusaha mencapai pengertian factor-faktor yang menyebabkan
terjadinya peristiwa. Didalam proses interpretasi sejarah, seorang peneliti
harus berusaha mencapai pengertian faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya peristiwa. Dalam meninterpretasikan sejarah, peneliti kadang
terpaksa membuat dugaan yang dibayangkan dari data yang ada dan berusaha
untuk menemukan penjelasannya sesuai dengan dugaan-dugaan itu. Metode
interpretasi sejarah pada umumnya sering diarahkan kepada pandangan para
ahli filsafat, sehingga sejarawan bisa mendapatkan kemungkinan jalan
pemecah dalam menghadapi masalah historis.
d. Teknik penulisan: Historiografi. Historiografi merupakan cara penulisan,
pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.
Peneliti sejarah hendaknya memiliki kemampuan mengungkapkan bahasa
yang dipakai untuk menulis secara baik, harus mengerti bagaimana memilih
kata dan gaya bahasa yang mengungkapkan maksudnya. Hal yang
membedakan penulisan sejarah dari penulisan ilmiah bidang ilmiah bidang lain
ialah penekanannya pada aspek kronologis. Karena itu alur pemaparan fakta
harus selalu diurutkan kronologisnya, sekalipun yang yang ditunjukkan di
dalam pokok setiap pembahsan adalah tema tertentu tetap saja harus yang
sesuai dengan batasan waktu tertentu pula.
16. 52
Alur tahapan penelitian sejarah
Di dalam tahapan akhir penelitian sejarah ada kegiatan lain yang tidak kalah
penting yaitu Analisis dan Sintesis Sumber Sejarah.
Analisis. Secara etimologis, kata ‘analisis’ yang dalam Bahasa Inggris ‘analysis’
berasal dari leksem bahasa Yunani analyein (gabungan morfem ana- dan lyein)
berarti ‘melonggarkan’ atau ‘memisahkan’ (memisahkan keseluruhan menjadi
bagian-bagian). Dalam Kamus Meriam-Webster (2009: CD-ROM version), kata
‘analisis’ memiliki beberapa dimensi makna. Dua di antaranya yang berkaitan
dengan filsafat dimaknai dengan “a method in philosophy of resolving complex
expressions into simpler or more basic ones” (metode dalam filsafat yang
menguraikan ungkapan yang rumit ke dalam bentuk yang lebih sederhana atau
yang lebih mudah) dan“clarification of an expression by an elucidation of its use
in discourse” (klarifikasi ungkapan dengan cara menjelaskan penggunaannya
dalam wacana). Selain itu, dalam konteks kebahasaan, ‘analisis’ dimaknai sebagai
penyederhanaan bentuk kata dengan memisahkan akar kata dari imbuhannya
sebagai salah satu metode bedah bahasa. Jika analisis (Meriam Webster, 2009)
dikategorikan sebagai metode berpikir dalam mengungkapkan pengetahuan dan
kebijaksanaan, maka tentu di dalamnya terdapat serangkaian fakta, konsep,
prinsip dan prosedur yang digunakan untuk menguraikan ataupun
menyederhanakan ungkapan atau hasil pemikiran. Hal ini dimaksudkan sebagai
upaya menjelaskan setiap entitas yang dikandung dalam ungkapan pemikiran dan
perasaan manusia.
17. 53
Menurut istilah, ‘analisis’ merupakan bentuk kegiatan logika yang
menyarikan kebenaran konkret suatu proposisi, dan memusatkan perhatian mula-
mula dan terutama pada forma telanjangnya (yang pada dasarnya matematis),
yaitu nilai kebenarannya (Palmquist, 2000). Dalam filsafat analitik (positivisme),
analisis dirumuskan oleh Russel (1997) dengan pernyataan, “Dalam percobaan
yang dilakukan secara serius, tidaklah selayaknya kita tempuh dengan
menggunakan bahasa biasa, sebab susunan bahasa biasa itu selain buruk, juga
bermakna ganda arti. Oleh karena itu saya bermaksud meyakinkan bahwa sikap
bersikeras atau kepala batu untuk tetap menggunakan bahasa biasa dalam
mengungkapkan pemikiran kita adalah penghalang besar bagi kemajuan filsafat.”
Analisis pada akhirnya dimaknai sebagai kegiatan berpikir yang melakukan
perincian terhadap istilah-istilah atau pernyataan-pernyataan ke dalam bagian-
bagiannya agar dapat menangkap makna yang dikandungnya atau memahami
komponen terlebih dahulu kemudian menguraikan komponen.
Sintesis. Sintesis merupakan bentuk lain dari kegiatan atau metode berpikir.
Secara sederhana, Russel menyatakan bahwa sintesa logik berarti menentukan
makna pernyataan atas dasar empirik. Meskipun demikian, kebenaran proposisi
Russel perlu dianalisis dengan membedah pengertian yang dikemukakan. Secara
etimologis, sintesis berasal dari bahasa Yunani syntithenai (syn- + tithenai) yang
berarti ‘meletakkan’ atau ‘menempatkan’ (Meriam-Webster Dictionary, 2009).
Lebih lanjut, dalam suber yang sama, entri sintesis diartikan sebagai komposisi
atau kombinasi bagian-bagian atau elemen-elemen yang membentuk satu
kesatuan. Selain itu, sintesis juga diartikan sebagai kombinasi konsep yang
berlainan menjadi satu secara koheren, dan penalaran induktif atau kombinasi
dialektika dari tesis dan antitesis untuk memperoleh kebenaran yang lebih tinggi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) sintesis diartikan sebagai
“paduan berbagai pengertian atau hal sehingga merupakan kesatuan yang selaras
atau penentuan hukum yang umum berdasarkan hukum yang khusus.” Pengertian
ini sejalan dengan pendapat Kattsof (1986) yang menyatakan bahwa logika
sintesis adalah kegiatan berpikir logis yang melakukan penggabungan semua
pengetahuan yang diperoleh untuk menyusun suatu pandangan atau konsep.
Sintesis dalam filsafat merupakan kombinasi bagain atau elemen untuk
18. 54
menghasilkan pandangan atau sistem yang lebih legkap atau sempurna. Koherensi
yang dihasilkan dianggap mampu menunjukkkan kebenaran secara lengkap
daripada hanya sebagai kumpulan dari bagian-bagaian. Istilah sintesis juga
merujuk pada peningkatan derajat kebenaran yang mengkombinasikan kebenaran
tesis dan antitesis dalam filsafat dialektika Hegel berkebangsaan Jerman abad ke-
19. Filsafat Jean-Paul Sartre menekankan jenis eksistensi sintesis. Dalam Being
and Nothingness, kesadaran (pour-soi) selalu mencoba menjadi ada (en-soi),
untuk mencapai sebuah sintesis sebagaimana adanya antara ke-ada-an dan
ketiadaan. Dengan demikian, jelaslah kiranya bahwa analisis dan sintesis
merupakan bentuk kegiatan berpikir atau berlogika yang menggunakan bahasa
dan referensinya sebagai alat bedah nalar bagi proposisi untuk menyatakan
kebenaran sebuah pernyataan.
Relasi Ganda dalam Analisis Sintesis
Istilah “analisis” dan “sintesis”, sebagai label pembedaan metode argumentasi
antara yang deduktif dan induktif setidak-tidaknya seusia dengan Euklides. Dalam
Elements-nya, Euklides menerangkan sejelas-jelasnya bahwa dua metode ini
sebaiknya tidak dipahami sebagai saling terpisah, tetapi saling melengkapi.
Metodenya memperlihatkan ketepatan teorema-teorema geometrisnya dengan
mula-mula menggunakan metode argumentasi analitik (deduktif), dan kemudian
mendukung simpulannya dengan penalaran sintetik (induktif). Proses praktis
penyusunan deduksi (berlawanan dengan bentuk tertulisnya) berawal dengan
perumusan suatu simpulan, lalu pembuktiannya dengan pencarian dua atau lebih
asumsi yang benar yang bisa berfungsi sebagai landasannya. Proses induksi
berawal dengan pengumpulan potongan-potongan bukti empiris, lalu ini
digunakan sebagai landasan untuk menarik kesimpulan.
Sebagai sebuah metode, penelitian sejarah juga memerlukan pendekatan
ilmu lain untuk membantu menganalisis berbagai fenomena terkait sumber yang
tersedia. Dalam kerangka itulah modul ini juga dilengkapi dengan pengetahuan
mengenai pendekatan sejarah yang menjelaskan dari segi mana kajian sejarah
hendak dilakukan, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang
diungkapkannya, dan lain sebagainya. Deskripsi dan rekonstruksi yang diperoleh
19. 55
akan banyak ditentukan oleh jenis pendekatan yang dipergunakan. Oleh sebab itu
ilmu sejarah tidak segan-segan melintasi serta menggunakan berbagai bidang
disiplin atau ilmu untuk menunjang studi dan penelitiannya, yang di dalam ilmu
sejarah sudah sejak awal telah dikenalnya dan disebut sebagai Ilmu-ilmu Bantu
Sejarah (sciences auxiliary to history).
Pendekatan dalam Sejarah
a. Pendekatan Manusia. Penelitian sejarah selalu berarti penelitian tentang
sejarah manusia. Fungsi dan tugas penelitian sejarah ialah untuk
merekonstruksi sejarah masa lampau manusia (the human past) sebagaimana
adanya (as it was). Harus disadari sepenuhnya bahwa betapapun cermatnya
suatu penelitian sejarah, dengan tugas rekonstruksi semacam itu seorang
sejarawan akan masih tetap menghadapi sejumlah problem yang tidak mudah.
Dengan memberikan aksentuasi "sejarah manusia" untuk mengingatkan
bahwa penelitian dan rekonstruksi sejarah hendaknya lebih berperspektif pada
konsep manusia seutuhnya. Manusia adalah makhluk rohani dan jasmani.
Rohani dengan manifestasinya dalam bentuk akal, rasa, dan kehendak, yang
menjadi sumber eksistensi kemanusiaannya, namun eksistensi hanya nyata
dalam realitas di dalam alam jasmani. Perkembangan rohani manusia menjadi
nampak dalam wadah agama, kebudayaan, peradaban, ilmu pengetahuan, seni
dan teknologi. Manusia juga beraspek individu sekaligus sosial, unik
(partikular) sekaligus umum (general). Keduanya sekaligus merupakan
keutuhan (integritas), kesatuan (entitas), dan keseluruhan (totalitas).
Rekonstruksi sejarah pun hendaknya utuh dan menyeluruh.
b. Pendekatan Ilmu-Ilmu Sosial. Melalui pendekatan ilmu-ilmu sosial
dimungkinkan ilmu sejarah memperoleh pemahaman yang lebih utuh
mengenai makna-makna peristiwa sejarah. Thomas C. Cochran, misalnya,
telah menerapkan konsep peranan sosial (social role) dalam melaksanakan
eksplorasi dan eksplanasi mengenai berbagai sikap, motivasi serta peranan
tokoh masyarakat Amerika pada Abad XIX. Konsep mobilitas sosial (social
mobility) telah membuktikan sangat berguna dalam studi berbagai segi
masyarakat masa lampau.
20. 56
c. Pendekatan Sosiologi. Pendekatan sosiologi dalam ilmu sejarah, menurut
Max Weber, dimaksudkan sebagai upaya pemahanan interpretatif dalam
kerangka memberikan penjelasan (eksplanasi) kausal terhadap perilaku-
perilaku sosial dalam sejarah. Sejauh ini perilaku-perilaku sosial tersebut lebih
dilekatkan pada makna subjektif dari seorang individu (pemimpin atau tokoh),
dan bukannya perilaku massa. Pendekatan sosiologi dalam ilmu sejarah
menghasilkan sejarah sosial. Bidang garapannya pun sangat luas dan beraneka
ragam. Kebanyakan sejarah sosial berkaitan erat dengan sejarah sosial-
ekonomi. Tulisan Marc Bloch mengenai French Rural History, Sartono
Kartodirdjo tentang Peasants' Revolt of Banten. Kelas sosial, terutama kaum
buruh, menjadi bidang garapan juga bagi sejarah sosial di Inggris. Demikian
pula proses transformasi sosial dengan berkembangnya pembagian kerja
sosial yang kian rumit dan diferensiasi sosial yang menjadi sangat bervariasi
dan terbentuknya aneka ragam institusi sosial juga tidak pernah luput dari
pengamatan sejarwan sosial. Tema-tema seperti : kemiskinan, perbanditan,
kekerasan dan, kriminalitas dapat menjadi bahan tulisan sejarah sosial. Di
pihak lain seperti kesalehan, kekesatriaan, pertumbuhan penduduk, migrasi,
urbanisasi, transportsasi, kesejahteraan, dan lain-lain telah banyak dikaji dan
semakin menarik minat para peneliti sejarah (Kuntowijoyo, 1993 : 42-43).
d. Pendekatan Antropologi. Pendekatan antropologi mengungkapkan nilai-
nilai, status dan gaya hidup, sistem kepercayaan dan pola hidup, yang
mendasari perilaku tokoh sejarah (Sartono Kartodirdjo, 1992 : 4). Antropologi
dan sejarah pada hakikatnya memiliki objek kajian yang sama, ialah manusia
dan pelbagai dimensi kehidupannya. Hanya bedanya sejarah lebih membatasi
diri kajiannya pada peristiwa-peristiwa masa lampau, sedang antropologi lebih
tertuju pada unsur-unsur kebudayaannya. Kedua disiplin ilmu itu dapat
dikatakan hampir tumpang tindih, sehingga seorang antropolog terkemuka,
Evans-Pritchard, menyatakan bahwa "Antropologi adalah Sejarah". Hal yang
sama dikemukakan pula oleh Arnold J. Toynbee (1889-1975) yang
menyatakan bahwa tugas seorang sejarawan tidak jauh berbeda dari seorang
antropolog, ialah melalui studi komparasi berusaha mempelajari siklus
kehidupan masyarakat, kemudian dari masing-masing kebudayaan dan
21. 57
peradaban mereka ditarik sifat-sifatnya yang universal (umum). Fakta yang
dikaji dari kedua disiplin ilmu, antropologi dan sejarah, adalah sama pula.
Terdapat tiga jenis fakta, ialah : artifact, socifact, dan mentifact. Fakta
menunjuk kepada kejadian atau peristiwa sejarah. Sebagai suatu konstruk,
fakta sejarah pada dasarnya sebagai hasil strukturisasi seseorang terhadap
suatu peristiwa sejarah. Maka artifact sebagai benda fisik adalah konkret dan
merupakan hasil buatan. Sebagai proses artifact menunjuk hasil proses
pembuatan yang telah terjadi di masa lampau. Analog dengan hal itu maka
socifact menunjuk kepada peristiwa sosial yang telah mengkristalisasi dalam
pranata, lembaga, organisasi dan lain sebagainya. Sedang mentifact menunjuk
kepada produk ide dan pikiran manusia. Ketiganya, artifact, socifact, dan
mentifact, adalah produk masa lampau atau sejarah, dan hanya dapat dipahami
oleh keduanya, antropologi dan sejarah, dengan melacak proses
perkembangannya melalui sejarah. Studi ini jelas menunjukkan titik temu dan
titik konvergensi pendekatan antropologi dan pendekatan sejarah.
Secara metodologis pendekatan antropologi memperluas jangkauan
kajian sejarah yang mencakup (Sartono Kartodirdjo, 1992 : 156):
1) kehidupan masyarakat secara komprehensif dengan mencakup pelbagai
dimensi kehidupan sebagai totalitas sejarah;
2) aspek-aspek kehidupan (ekonomi, sosial, politik) dengan mencakup nilai-
nilai yang menjadi landasan aspek-aspek kehidupan tersebut;
3) golongan-golongan sosial beserta subkulturnya yang merupakan satu
identitas kelompoknya;
4) sejarah kesenian dalam pelbagai aspek dan dimensinya, serta melacak
ikatan kebudayaan sosialnya;
5) sejarah unsur-unsur kebudayaan : sastra, senitari, senirupa, arsitektur, dan
lain sebagainya;
6) pelbagai gaya hidup, antara lain : jenis makanan, mode pakaian,
permainan, hiburan, etos kerja, dan lain sebagainya.
Pendek kata segala bidang kegiatan manusia dapat dicakup dalam
sejarah kebudayaan. Dalam sejarah kebudayaan dimensi politik tidak
22. 58
termasuk di dalamnya, meskipun menurut definisi yang luas kehidupan politik
pun termasuk dalam kebudayaan.
e. Pendekatan Ilmu Politik. Pengertian politik dapat bermacam-macam sesuai
dari sudut mana memandangnya. Namun pada umumnya definisi politik
menyangkut kegiatan yang berhubungan dengan negara dan pemerintahan.
Fokus perhatian ilmu politik, karenanya, lebih tertuju pada gejala-gejala
masyarakat seperti pengaruh dan kekuasaan, kepentingan dan partai politik,
keputusan dan kebijakan, konflik dan konsesnsus, rekrutmen dan perilaku
kepemimpinan, masa dan pemilih, budaya politik, sosialisasi politik, masa dan
pemilih, dan lain sebagainya. Apabila politik diartikan sebagai polity
(kebijakan), maka definisi politik lebih dikaitkan dengan pola distribusi
kekuasaan. Jelas pula bahwa pola pembagian kekuasaan akan dipengaruhi
oleh faktor-faktor seperti sosial, ekonomi, dan kultural. Posisi sosial, status
ekonomi, dan otoritas kepemimpinan sesorang dapat memberi peluang untuk
memperoleh kekuasaan. Otoritas kepemimpinan senantiasa menjadi faktor
kunci dalam proses politik. Max Weber membedakan tiga jenis otoritas : (1)
Otoritas karismatik, yakni berdasarkan pengaruh dan kewibawaan pribadi; (2)
Otoritas tradisional, yakni berdasarkan pewarisan; dan (3) Otoritas legal-
rasional, yakni berdasarkan jabatan serta kemampuannya. Semula politik
menjadi tulang punggung sejarah. Politics is the backbone of history.
Pernyataan ini menunjukkan peranan politik dalam penulisan sejarah pada
masa lampau. . Pada saat sekarang sejarah politik nampak masih menonjol,
namun tidak sedominan seperti dahulu. Maka ungkapannya pun bergeser
menjadi "History is past politics, politics is present history." Sejarah adalah
politik masa lalu, politik adalah sejarah masa kini.
Pendekatan politik dalam penulisan sejarah menghasilkan sejarah
politik. Sejarah politik dapat menggunakan berbagai pendekatan sesuai
dengan topik yang dipilih. Setidaknya terdapat 8 (delapan) macam
pendekatan, meskipun antara pendekatan yang satu dengan lainnya sering
saling tumpang-tidih (Kuntowijoyo, 1993 : 177-182), ialah sebagai berikut.
1) Sejarah intelektual. Aspirasi pokok sejarah intelektual ialah adanya
Zeitgeist (jiwa zaman) dan pandangan sejarah idealistik yang berpendapat
23. 59
bahwa pikiran-pikiran mempengaruhi perilaku. Contoh tulisan Herbert
Feith dan Lance Castle yang berjudul : Pemikiran Politik Indonesia, 1945-
1965. (Jakarta : LP3ES, 1988).
2) Sejarah konstitusional. Dari konstitusi suatu bangsa dapat diketahui
filsafat hidup, dasar pemikiran waktu membangun bangsa, dan struktur
pemerintahan yang dibangun. Dalam konstitusi juga terlihat kepentingan,
konsensus, dan konsesi yang diberikan kepada masing-masing
kepentingan. Contohnya ialah buku Herbert Feith. (1962). The Decline of
Constitutional Democracy in Indonesia (Ithaca : Cornell University
Press).
3) Sejarah institusional. Isinya mengenai sistem politik dengan perangkat
(lembaga, struktur, institusi), baik negara (kabinet, birokrasi, parlemen,
militer) dan non Negara (ormas, orsospol, LSM). Paling banyak ditulis
orang mengenai partai. Contoh : Ahmad Syafii Maarif. (1988). Islam dan
Politik Indonesia pada Demokrasi Terpimpin. (Yogyakarta : IAIN Sunan
Kalijaga Press).
4) Sejarah behavioral, ialah mengenai perilaku (behavior) negara dan partai-
partai politik dalam sosialisasi gagasan, rekrutmen pemimpin/anggota,
dan pelaksanaan tindakan politik termasuk dalam sejarah perilaku.
Contoh : tulisan Clifford Geertz. (1960). The Religion of Java. (Glencoe
: The Free Press).
5) Sejarah komparatif. Isinya mengenai kajian komparatif tentang
kehidupan politik di Indonesia. Contoh : tulisan R. William Liddle.
(1972). Culture and Politics in Indonesia.(Ithaca : N.Y. Cornell University
Press).
6) Sejarah sosial. Berisi sejarah kelompok-kelompok sosial (ulama, santri,
pengusaha, petani, mahasiswa, dan pemuda) dengan aspirasi politiknya
sesuiai dengan kepentingannya. Misalnya : Heru Cahyono. (1992).
Peranan Ulama dalam Golkar. (Jakarta : Sinar Harapan).
7) Studi Kasus, ialah mengenai studi kasus-kasus politik. Contoh:
Laboratorium Ilmu Politik FISIP UI. (1997). Evaluasi Pemilu Orde Baru.
(Bandung, Mizan).
24. 60
8) Biografis. Tentang biografi politik. Contoh : J.D. Legge. (1972). Sukarno:
A Political Biography. (London :The Pinguin Press)
f. Pendekatan Psikologi dan Psikoanalisis. Dengan menggunakan pendekatan
psikologi dan psikoanalis studi sejarah tidak saja sekedar mampu mengungkap
gejala-gejala di permukaan saja, namun lebih jauh mampu menembus
memasuki ke dalam kehidupan kejiwaan, sehingga dapat dengan lebih baik
untuk memahami perilaku manusia dan masyarakatnya di masa lampau.
Terobosan pertama yang paling terkenal dalam menerapkan psikologi dalam
(depth psychology) pada studi ilmu sejarah dilakukan oleh Erik H. Erikson.
Ternyata konsep-konsep mengenai krisis identitas di masa remaja dapat
digunakan untuk mengeksplanasi perilaku tokoh-tokoh sejarah terkemuka.
Mengenai mengapa Martin Luther tampil sebagai reformator, Mahatma
Gandhi menjadi seorang pemimpin gerakan anti kekerasan (non violence) di
India, dan Adolf Hitler tanmpil sebagai seorang yang anti Semitis, serta
Sukarno sebagai orang anti kolonialisme dan imperialisme, dapat dilacak
kembali melalui analisis kehidupan tokoh-tokoh tersebut di masa remaja
mereka. Dengan demikian pendekatan psycho history yang dirintis oleh Erik
H Erikson telah membuka suatu dimensi baru dalam studi sejarah. Pendekatan
psycho history juga dapat dikembangkan menjadi konsep psikologi sosial
(sociopsychological) untuk menjelaskan perilaku sekelompok anggota
masyarakat. Tentu saja permasalahannya menjadi semakin kompleks. Richard
Hostadter, misalnya, dalam karya tulisannya The Age of Reform (1955)
berupaya menjelaskan bangkitnya gerakan-gerakan sosial pada Abad XIX dan
XX di Amerika. Menurunnya status dan prestise masyarakat kelas menengah
di Amerika pada peralihan menuju Abad XX mendorong tampilnya
pemimpin-pemimpin gerakan progresif. Mereka bergerak dan melakukan
perlawanan terhadap orang-orang industrialis kaya baru dan boss-boss mereka
yang cenderung korup (Allan J.Lichtman, 1978 : 138).
g. Pendekatan Kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah upaya untuk
mendeskripsikan gejala-gejala alam dan sosial dengan menggunakan angka-
angka. Quantum, quantitas dalam bahasa Latin berarti jumlah. Oleh sebab
25. 61
menggunakan angka-angka, maka pendekatan kuantitatif mempersyaratkan
adanya pengukuran (measurement) terhadap tingkatan ciri-ciri tertentu dari
suatu gejala yang diamati. Pengamatan kuantitatif berupaya menemukan cirri-
ciri tersebut, untuk kemudian diukur berdasarkan kriteria-kriteria pengukuran
yang telah ditentukan. Hasil pengukuran itu berupa angka-angka yang
menggambarkan kuantitas atau derajat kualitas dari kenyataan dan eksistensi
gejala alam yang diukurnya. Data-data angka hasil pengukuran dari gejala-
gejala alam yang diamati itulah yang kemudian dianalisis, dicari derajat
kuantitas, atau kualitasnya, dipelajari hubungannya antara gejala yang satu
dengan lainnya, dikaji pengaruhnya terhadap suatu gejala, hubungan seba-
akibatnya, pendek kata dianalisis sesuai dengan tujuan penelti. Pendekatan
kuantitatif dalam penelitian dan penulisan sejarah menghasilkan apa yang
disebut sejarah kuantitatif (quantitative history). Sejarah kuantitatif pertama-
tama dikenal di Perancis sekitar tahun 1930-an, yang mulai berkembang pada
tahun 1949 dan 1950-an. Studi Crane Brinton (1930) mengenai keanggotaan
partai Yakobin dalam revolusi Prancis, analisis Donald Greer (1935) tentang
korban-korban masa Pemerintahan Teror pada dasarnya merupakan usaha-
usaha kuantifikasi penulisan sejarah sosial (Harry Ritter, 1986: 351-352).
Menjelang tahun 1960-an sejarah kuantitatif mulai merembes ke
Amerika Serikat dengan pertama-tama mengambil bentuk sejarah
ekonometrik (econometric history) yang dirintis oleh sejarawan Lee Benson
(1957, 1961) yang penulisannya diilhami dan didasari pada penerapan
orientasi statistic dari-dari teori behaviorisme dsalam ilmu-ilmu sosial-politik.
Beberapa penelitian mulai memperluas penggunaan analisis statistic, tidak
saja dalam sejarah-sejarah ekonomu, politik dan sosial, melainkan juga dalam
sejarash-sejarah cultural dan intelektual dengan menggunakan metode seperti
halnya content analysis. Sejak saat itu karya-karya sejarah mulai dihiasi
dengan gambar-gambar grafik, chart, table, persentase, bahkan kadang-
kadang memasukkan komputasi statistic Kai-Kuadrat dan regresi.
Metode sejarah hingga sekarang lebih cenderung menggunakan
pendekatan kualitatif. Harus diakui pendekatan kualitatif mengandung banyak
kelemahan. Kelemahan-kelemahan itu adalah bersumber pada tiadanya
26. 62
kriteria yang jelas dalam penyusunan instrumentasi yang digunakan untuk
mengukur kebenaran data dan fakta, serta tiadanya kaidah-kaidah umum,
apalagi khusus, dalam metode dan teknik menganalisis hubungan antar
berbagai peristiwa sejarah, hingga dengan demikian dalam menganlisis
hubungannya, lebih banyak ditentukan oleh intuisi dan imaginasi peneliti yang
kadar kebenarannya tidak dapat diuji secarsa empirik. Generalisasi sejarah tak
pernah mendasarkan diri pada infeerensi dari hubungan antara besarnya
sampel dengan jumlah populasi.
Penggunaan pendekatan kuantitatif dalam metode sejarah dapat
memperkecil kelemahan-kelemahan tersebut di satu pihak, dan dapat
memperbesar bobot ilmiahnya dalam analisis peristiwa-peristiwa sejsarah di
lain pihak. Penalaran berdasarkan tata-fikir dan prosedur statistik setidak-
tidaknya dapat mengendalikan (mengontrol) analisis dan interpretasi
berdasarkan pada pendapat-pendapat pribadi. Lebih jauh tata-fikir dan
prosedur statistik dalam metode sejarah dapat membantu metodologi sejarah
dalam mengefektifkan tugas-tugas ilmiahnya, ialah untuk memberikan
penjelasan (eksplanasi), meramalkan (prediksi), dan mengendalikan (kontrol)
terhadap gejala-gejala atau peristiwa-peristiwa sejarah. Dalam melakukan
generalisasi, dengan demikian, sejarawan harus menjadi lebih berhati-hati dan
dalam menganalisis hubungan kausal yang kompleks dan rumit dari berbagai
peristiwa kiranya tidak mungkin lagi dapat diselesaikan dengan baik tanpa
bantuan pendekatan kuantitatif. Pendek kata penggunaan pendekatan
kuantitatif dapat mempertajam wawasan metode sejarah.
4. Guna mempelajari Sejarah
Pada umumnya, orang tidak akan mempelajari sesuatu jika tidak ada maksud dan
kegunaannya, demikian juga dengan mempelajari Sejarah. Sejarah mempunyai
kegunaan secara intrinsik dan ekstrinsik. Secara intrinsik, sejarah itu berguna
sebagai pengetahuan, sedangkan secara ekstrinsik yaitu kebermanfaatan di luar
dirinya.
27. 63
Guna Intrinsik
Setidaknya ada empat guna sejarah secara intrinsik, yaitu (1) sejarah sebagai ilmu,
(2) sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau, (3) sejarah sebagai pernyataan
pendapat, (4) sejarah sebagai profesi.
a. Sejarah sebagai ilmu. Sejarah adalah ilmu yang terbuka. kenyataan bahwa
sejarah menggunakan bahasa sehari-hari, tidak menggunakan istilah istilah
teknis, memperkuat keterbukaan itu. keterbukaan itu membuat siapapun dapat
mengaku sebagai sejarawan secara sah, asal hasilnya dapat di
pertanggungjawabkan sebagai ilmu. sejarah sebagai ilmu dapat berkembang
dengan berbagai cara: (1) perkembangan dalam filsafat, (2) perkembangan
dalam teori sejarah, (3) perkembangan dalam ilmu ilmu lain, dan (4)
perkembangan dalam metode sejarah. perkembangan dalam sejarah selalu
berarti bahwa sejarah selalu responsif terhadap kebutuhan masyarakat akan
informasi.
b. Sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau. Bersama dengan mitos,
sejarah adalah cara untuk mengetahui masa lampau. bangsa yang belum
mengenal tulisan mengandalkan mitos, dan yang sudah mengenal tulisan
umum nya mengandalkan sejarah. ada setidaknya dua sikap terhadap sejarah
setelah orang mengetahui masa lampau nya, yaitu (1) melestarikan, atau (2)
menolak.
c. Sejarah sebagai pernyataan pendapat. Banyak penulis sejarah yang
menggunakan ilmu nya untuk menyatakan pendapat. bentuk pernyataan
pendapat ada dua, yaitu (1) konsensus, dan (2) konflik. Pertama, aliran yang
menekankan konsensus diantaranya terdapat dalam tesis garis depan dan tesis
tentang individualisme. tesis garis depan (frontier thesis) mengatakan bahwa
Amerika selalu menghadapi garis depan. sejak kedatangan nya di tempat baru,
yang terjadi ialah masyarakat yang selalu memperluas daerah nya.
demikianlah, kepergian orang orang Amerika ke seluruh dunia hanya lah
kelanjutan dari garis depan itu. yang terjadi dengan individualisme juga
demikian. sejak dulu kedatangan orang Amerika di daerah baru adalah untuk
memperoleh kemerdekaan individual. mula mula individualisme Amerika
berupa kemerdekaan beragama. kalau kemerdekaan individual kemudian
28. 64
berarti kebebasan berusaha, hal itu hanyalah bentuk lain dari individualisme.
juga kalau kemudian Amerika jadi pembela dunia merdeka. Kedua, aliran yang
menekankan konflik biasanya mengajukan tesis persengkongkolan
(conspiracy). demikianlah, misalnya, perang saudara di Amerika adalah hasil
persengkongkolan kaum industrialis dan kaum politisi. semboyan "free soil,
free Labor" adalah dalih kaum industrialis untuk mendapatkan tenaga. perang
itu terjadi karena pihak Utara melakukan provokasi. juga ada
persengkongkolan pada perang dunia II. Amerika memasuki PD II adalah
akibat dari " military industrial complex" yang merupakan hasil
persengkongkolan kaum industrialis dengan kaum militer. menjelang PD II
sebenarnya Amerika Hawai tidak dalam bahaya ("no clear and present
danger"), sehingga sebenarnya tak ada alasan untuk berperang.
d. Sejarah sebagai profesi. Tidak semua lulusan sejarah dapat terampung dalam
profesi kesejarahan. Ada lulusan yang jadi karyawan pengusaha sepatu,
pengalengan ikan, perusahaan farmasi, dan tidak sedikit yang jadi guru diluar
ilmunya. Semua tempat itu tentu saja memerlukan orang yang dapat menulis
sejarah, tetapi kita tidak dapat mengharapkan semua orang untuk mempunyai
idealisme.
Guna Ekstrinsik
Sejarah dapat digunakan sebagai liberal educatio untuk mempersiapkan peserta
didik supaya mereka siap secara filosofis. Secara umum sejarah mempunyai
fungsi pendidikan, yaitu sebagai pendidikan (a) moral, (b) penalaran, (c) politik,
(d) kebijakan, (e) perubahan, (f) masa depan, (g) keindahan, dan (h) ilmu bantu.
selain sebagai pendidikan, sejarah juga berfungsi sebagai (i) latar belakang, (j)
rujukan, dan (k) bukti.
a. Sejarah sebagai pendidikan moral. Sejarah yang diajarkan melalui pelajaran
kewarganegaraan di sekolah maupun dulu lewat penataran P-4 pada
masyarakat mempunyai maksud agar pancasila menjadi tolak ukur benar-salah,
baik-buruk, berhak-tidak, merdeka-terjajah, cinta-benci, dermawan-pelit, serta
berani-takut dalam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi,
sejarah tidak boleh bersikap hitam-putih seperti itu. Kalau pendidikan moral
29. 65
harus berbicara benar-salah, dan sastra hanya tergantung pada imajinasi
pengarang, maka sejarah harus berbicara dengan fakta.
b. Sejarah sebagai pendidikan penalaran. Seorang yang belajar sejarah tidak
akan berpikir monokausal, pikiran yang menyatakan bahwa sebab terjadinya
peistiwa itu hanya satu. Sejarah harus berpikir [lurikausal, yang menjadi
penyeab itu banyal. Dengan demikian akan melihat segala sesuatu mempunyai
banyak segi. Dengan kata lain, sejarawan harus berpikir secara multidimensi.
Sejarah memaksa orang memperhitungkan waktu. Berpikir secara sejarah
berarti berpikir berdasarkan perkembangan. Orang harus memperhitungkan
msa lalu untuk dapat membicarakan masa kini, dan masa kini untuk masa
depan. Sejarah dapat menjadi ilmu manajemen perkembangan.
c. Sejarah sebagai pendidikan politik. Tujuan dari opendidikan politik itu ialah
dukungan atas politik kekuasaan dengan mendorong perbuatan-perbuatan
revolusioner dan menyingkirkan kaum kontrarevolusi.
d. Sejarah sebagai pendidikan kebijakan. Sejarah semacam ini diperlukan oleh
semua lembaga penelitian. Untuk menentukan suatu kebijakan, dibutuhkan
pandangan tentang lingkungan alam, masyarakat, dan sejarah. Kita juga tidak
bisa membayangkan bagaimana perundangan dan peraturan pemerintahan
dibuat tanpa mengetahui latar belakang sejarah.
e. Sejarah sebagai pendidikan perubahan. Pendidikan perubahan diperlukan
oleh polisi, ormas-ormas, usaha-usaha, bahkan pribadi-pribadi. Dalam dunia
yang semakin smepit ini, tidak ada yang lebih cepat daripada perubahan. Kaum
politisi yang tidak dapat mengantisipasi gelagat perubahan akan ketinggalan.
Definisi sejarah ialah ilmu tentang perubahan akan banyak membantu.
Sepanjang sejarah tidak mempelajari waktu waktu yang terlalu jauh, sejarah
bisa relevan dengan perubahan.
f. Sejarah sebagai pendidikan masa depan. Di beberapa universitas maju,
seperti Amerika, history of the future sudah diajarkan. Sebagai negara yang
mengalami industrialisasi belakangan, indonesia mempunyai keuntungan,
karena dapat belajar dari negara industrial dan negara pascaindustrial. Dari
Jepang kita dapat belajar bagaimana mempunyai industri besar tanpa
mematikan industri kecil. Benar, bahwa kedua negara mengalami
30. 66
industrialisasi dalam keadaan yang berbeda,tetapi keduanya sama-sama bangsa
Timur dan sama-sama mempunyai tradisi. Bahkan dari negara seperti malaysia
kita dapat belajar. Dari malaysia kita bisa belajar bagaimana dalam waktu yang
relatif singkat mereka dapat mengangkat ekonomi bumiputera.
g. Sejarah sebagai pendidikan keindahan. Pengalaman estetik akan datang
melaui mata waktu kita ke candi, istana, tarian, kuburan, kota, dan monumen.
Waktu kita mendengarkan gamelan, gamelan juga akan terbayang para
bangsawan. Demikian pula keindahan dapat terangsang lewat bacaan.
h. Sejarah sebagai ilmu bantu. Sejarah sebagai ilmu antarbidang yang
paripurna, the ultimate interdisiplinarian, akan dapat memenuhi tugas itu
dengan baik. sejarah dapat mengantarkan orang secara baik, karena sejarah
memberikan bantuan untuk berbagai macam disiplin.
i. Sejarah sebagai latar belakang. Seorang kader sebuah LSM yang bergerak
di bidang koperasi, wanita, atau perburuhan tidak akan terampil menangani
permasalahannya tanpa menegtahui latar belakang sosial, gerakannya dan
LSM nya. Mereka tentu saja juga dituntut untuk tahu latar belakang lingkungan
kerjanya.
j. Sejarah sebagai rujukan. Barangkali, yang tidak memerlukan referensi hanya
orang-orang genius dan yang terburu-buru. Demikianlah soeharto, yang relatif
pendidikannya rendah, mampu memimpin selama lebih dari tiga dasawarsa.
Komandan pasukan di medan tempur pastilah tidak sempatmembaca buku
hanya untuk mengetahui bagaimana tentara sekutu mengalahkan jerman di
arnhem.
k. Sejarah sebagai bukti. Sejarah selalu dipakai untuk membenarkan perbuatan.
Misalnya pemerintah orde baru menggunakan bukti-bukti sejarah atas
keberhasilan pembangunan untuk tetap memelihara stabilitas nasional dan
mempertahankan pancasila. Sekarang ini ada kecenderungan untuk mencari
hari jadi. Hampir setiap kabupaten mempunyai hari jadi. Semakin tua hari jadi
itu semakin baik, seolah menjadi bukti keberadaan daerah itu.
31. 67
E. Daftar Pustaka
Aman. 2011. Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Abdurrahman, Dudung. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana
Ilmu.
Dienaputra, Reiza D. 2006. Konsep Dan Metode Sejarah Lisan. Bandung: Minor
Books.
Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta: Indonesia University Press.
Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kattsoff, O. L. 1986. Pengantar FIlsafat. Alih Bahasa Soejono Soemargono.
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya
Kuntowijoyo. 1994. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Noor, Deliar. 1956. Pengantar ke Pemikiran I. Medan: Dwipa.
Usman, Hasan. 1986. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Proyek Pembinaan
Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN.
Website:
http://eprints.unsri.ac.id/3680/1/1._Metodologi_Sejarah_Dan_Implementasin_Dala
m_PenelitiaN.pdf