Dokumen tersebut membahas model penegakan hukum Kejaksaan selama pandemi Covid-19, meliputi sanksi administratif dan pidana untuk pelanggaran protokol kesehatan. Pemberlakuan berbagai kebijakan seperti PSBB, PPKM, dan PPKM Level 4-2 bertujuan untuk menekan penyebaran virus, dengan ancaman sanksi berdasarkan peraturan daerah, KUHP, dan undang-undang terkait. Kejaksaan ikut serta
1. MODEL PENEGAKAN HUKUM
KEJAKSAAN PADA MASA PANDEMI
CORONA VIRUS DISEASE 2019
(COVID-19)
Dr. Red a Manth ovan i, S H, LLM
Kep ala Kejaksaan Tin g g i Banten
Disampaikan dalam Acara Kuliah Umum pada Prodi Magister Fakultas
Hukum UPN Veteran Jakarta
Jakarta, 21 Agustus 2021
3. FR
3
a. Pembatasan Sosial Bersakala Besar (PSBB)
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020. Pembatasan kegiatan tertentu pada PSBB ini, seperti:
pelarangan kegiatan sosial budaya, sekolah dan bekerja dari rumah, pembatasan transportasi, dan
pembatasan kegiatan keagamaan. PSBB diusulkan oleh gubernur/bupati/walikota kepada Menkes.
Persetujuan Menkes didasari atas usulan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-
19, apabila Menkes menyetujui usulan kepala daerah, maka kepala daerah di wilayah tertentu wajib
melaksanakan PSBB.
b. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali
PPKM Jawa-Bali diatur melalui Inmendagri No. 1/2021. Pembatasan berfokus pada beberapa sektor,
yaitu: perkantoran, kegiatan belajar-mengajar, restoran, tempat makan, mall atau pusat perbelanjaan dan
tempat ibadah.
4. FR
4
C. PPKM Mikro
Pembatasan yang diberlakukan diantaranya pekerja yang bekerja di kantor dibatasi 50 persen dan
Pusat perbelanjaan atau mal boleh beroperasi hingga pukul 21.00, kapasitas makan di restoran dibatasi
maksimal 50 persen, kapasitas rumah ibadah dibatasi maksimal 50 persen. Kebijakan PPKM Mikro ini
diperpanjang beberapa kali, salah satunya melalui Inmendagri No. 9/2021 tentang Perpanjangan PPKM
Berbasis Mikro dan Mengoptimalkan Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk
Pengendalian Penyebaran Covid-19.
d. Penebalan PPKM Mikro
Pemberlakuan Penebalan PPKM Mikro berdasarkan Inmendagri No. 14/2021. Gubernur dapat
menetapkan dan mengatur PPKM Mikro pada Kabupaten/Kota di wilayahnya, begitu juga bagi Bupati/Wali
kota dapat menetapkan dan mengatur PPKM Mikro di masing-masing wilayahnya Beberapa bentuk
pembatasan yang diatur diantaranya pelarangan kerumunan lebih dari tiga orang, pembatasan keluar masuk
wilayah RT, peniadaan kegiatan sosial masyarakat di lingkungan RT yang menimbulkan kerumunan
dan berpotensi menimbulkan penularan.
5. FR
5
Angka kasus positif dan meninggal dunia yang kian meninggi pada kurun akhir Juni 2021
terutama di kota-kota besar pulau Jawa dan Bali karena terimbas varian Delta India.
Pemberlakuan PPKM Darurat melalui Inmendagri No. 15/2021 yg beberapa kali diubah terakhir
dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 19/2021.
Menteri Dalam Negeri atas arahan dari Presiden Jokowi kembali mengeluarkan Inmendagri
No. 34 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4, Level 3,
dan Level 2 Covid-19 di wilayah Jawa dan Bali.
Pembatasan ruang gerak melalui PSBB, PPKM, PPKM Mikro hingga PPKM Level 4-2
bertujuan semata-mata untuk menekan seminimal mungkin penyebaran Covid-19.
6. FR
6
Untuk memastikan kepatuhan atas pemberlakuan pengetatan ini, setiap orang yang
melakukan pelanggaran diancam dengan sanksi administrasi sampai dengan penutupan
usaha;
Terdapat juga ancaman sanksi pidana yang merujuk pada KUHP, UU No. 4/1984 ttg Wabah
Penyakit Menular, UU No. 6/2018 ttg Kekarantinaan Kesehatan, serta Perda, Perka Daerah,
dan ketentuan per-uu lainnya;
Penegakan hukum PPKM Level 4-2 mengikutsertakan institusi penegak hukum seperti,
Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Pemasyarakatan, dan institusi terkait lainnya.
7. FR
7
Dukungan dalam Pelaksanaan PPKM Level 4-2 dan Bentuk Penegakan Hukumnya
A. Sanksi Administratif (Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2021 tentang
Penanggulangan Corona Virus Disease 2019)
1) Teguran tertulis;
2) Kerja sosial;
3) Pembekuan izin usaha;
4) Rekomendasi pencabutan sementara izin usaha;
5) Pencabutan izin praktek;
Sebagaimana diatur dalam Perda apabila setiap orang yang telah dikenakan sanksi administratif
kemudian kembali mengulangi pelanggaran, maka akan dikenakan sanksi pidana dan/atau denda.
8. FR
8
B. Sanksi Pidana
1) KUHP
Pasal 212
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang
menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan
pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling
lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 213
Paksaan dan perlawanan berdasarkan Pasal 211 dan 212 diancam:
1. Dengan pidana penjara paling lama lima tahun, jika kejahatan atau perbuatan lainnya ketika itu
mengakibatkan luka-luka;
2. Dengan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, jika mengakibatkan luka-luka berat;
3. Dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun jika mengakibatkan orang mati.
Pasal 214
1) Paksaan dan perlawanan berdasarkan 211 dan 212 jika dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
2) Yang bersalah dikenakan:
1.Pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, jika kejahatan atau perbuatan lainnya ketika itu
mengakibatkan luka-luka;
2.Pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika mengakibatkan luka berat;
3.Pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika mengakibatkan orang mati.
9. FR
9
Pasal 215
Disamakan dengan pejabat dalam Pasal 211-214:
1. Orang yang menurut ketentuan undang-undang terus menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan sesuatu
jabatan umum;
2. Pengurus dan para pegawai yang di sumpah serta pekerja-pekerja pada jabatan kereta api dan trem untuk lalu lintas umum, di
mana pengangkutan di jalankan dengan tenaga uap atau mesin lainnya.
Pasal 216
1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat
yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut
atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk
sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum.
3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan
semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah sepertiga.
Pasal 217
Barang siapa menimbulkan kegaduhan dalam sidang pengadilan atau ditempat dimana seorang pejabat sedang menjalankan
tugasnya yang sah di muka umum, dan tidak pergi sesudah di perintah oleh atau atas nama penguasa yang berwenang diancam
dengan pidana penjara paling lama 3 minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah.
Pasal 218
Barang siapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah di perintah tiga kali oleh atau atas
nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua
minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
10. FR
10
2) UU No. 4/1986 ttg Wabah Penyakit Menular
a. Pasal 14
1) Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau
denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
2) Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6
(enam) bulan dan/atau denda setinggitingginya Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan dan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah pelanggaran.
b. Pasal 15
1) Barang siapa dengan sengaja mengelola secara tidak benar bahan-bahan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini sehingga dapat menimbulkan wabah, diancam dengan pidana penjara selama-
lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
2) Barang siapa karena kealpaannya mengelola secara tidak benar bahan-bahan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini sehingga dapat menimbulkan wabah, diancam dengan pidana kurungan
selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
3) Apabila tindak pidana sebagainiana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh suatu badan hukum,
diancam dengan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha.
4) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan dan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah pelanggaran.
11. FR
11
2) UU No. 6/2018 ttg Kekarantinaan Kesehatan
a. Pasal 90
Nakhoda yang menurunkan atau menaikkan orang dan/atau Barang sebelum memperoleh persetujuan
Karantina Kesehatan berdasarkan hasit pengawasan Kekarantinaan Kesehatan dengan maksud
menyebarkan penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
b. Pasal 91
Kapten Penerbang yang menurunkan atau menaikkan orang dan/atau Barang sebelum memperoleh
Persetujuan Karantina Kesehatan berdasarkan hasit pengawasan Kekarantinaan Kesehatan dengan
maksud menyebarkan penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan yang menimbulkan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling
banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
c. Pasal 92
Pengemudi Kendaraan Darat yang menurunkan atau menaikkan orang dan/atau Barang sebelum
dilakukan pengawasan Kekarantinaan Kesehatan dengan maksud menyebarkan penyakit dan/atau faktor
risiko kesehatan yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
12. FR
12
3) UU No. 6/2018 ttg Kekarantinaan Kesehatan
a. Pasal 90
Nakhoda yang menurunkan atau menaikkan orang dan/atau Barang sebelum memperoleh persetujuan
Karantina Kesehatan berdasarkan hasit pengawasan Kekarantinaan Kesehatan dengan maksud
menyebarkan penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
b. Pasal 91
Kapten Penerbang yang menurunkan atau menaikkan orang dan/atau Barang sebelum memperoleh
Persetujuan Karantina Kesehatan berdasarkan hasit pengawasan Kekarantinaan Kesehatan dengan
maksud menyebarkan penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan yang menimbulkan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling
banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
c. Pasal 92
Pengemudi Kendaraan Darat yang menurunkan atau menaikkan orang dan/atau Barang sebelum
dilakukan pengawasan Kekarantinaan Kesehatan dengan maksud menyebarkan penyakit dan/atau faktor
risiko kesehatan yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
13. FR
13
d Pasal 93
Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan dan/atau menghalang-halangi
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
e Pasal 94
1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, dan pasal 92 dilakukan oleh korporasi
pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
2) Korporasi dikenai pertanggungjawaban secara pidana terhadap suatu perbuatan yang dilakukan untuk dan/atau atas
nama korporasi jika perbuatan tersebut termasuk dalam lingkup usahanya sebagaimana ditentukan dalam anggaran
dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi korporasi yang bersangkutan.
3) Pidana dijatuhkan kepada korporasi jika tindak pidana:
a. dilakukan atau diperintahkan oleh personel pengendali korporasi;
b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi;
c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan/atau
d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi.
4) Dalam hal tindak pidana dilakukan atau diperintahkan oleh personel pengendali korporasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a atau pengurus korporasi, pidana pokok yang dijatuhkan adalah pidana penjara maksimum dan pidana
denda maksimum yang masing-masing ditambah dengan pidana pemberatan 2/3 (dua pertiga).
5) Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda maksimum ditambah dengan pidana pemberatan
2/3 (dua pertiga).
14. FR
14
4) Perda Prov Banten No. 1/2021
a. Pasal 26
Barangsiapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a dan
Pasal 20 dikenakan denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak
Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) dan/atau dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3
(tiga) hari.
b. Pasal 27
Setiap pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggungjawab atau penyelenggara
tempat fasilitas umum yang tidak menyediakan sarana protocol kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a dan Pasal 15 dan Pasal 20 dapat dikenakan denda
paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah) dan/atau dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) hari.
c. Pasal 28
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 merupakan tindak pidana
pelanggaran.
15. FR
15
c. Pasal 29
Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 merupakan penerimaan Daerah.
d. Pasal 30
Barang Siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah diancam
dengan pidana sesuai peraturan perundang-undangan tentang Wabah Penyakit Menular.
e. Pasal 31
Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau
menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan
kedaruratan kesehatan, diancam pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
tentang Kekarantinaan Kesehatan.
16. FR
16
Pemberian sanksi administratif dapat berasal dari oleh Kepala Satuan Polisi Pamong Praja,
Perangkat Daerah sesuai dengan lingkup izin yang diterbitkan daerah, Kepala Dinas. Terkait
penanganan perkara tindak pidana pelanggaran sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Perda
Provinsi Banten Nomor 1/2021, maka proses persidangannya berdasarkan Acara Tipiring yang
dapat dilaksanakan ditempat dimana pelanggaran dilakukan, dengan mengikutsertakan tim yang
antara lain berasal dari:
a. PPNSD Provinsi dan/atau PPNSD Kabupaten/Kota;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. Kejaksaan Republik Indonesia; dan
d. Kehakiman Republik Indonesia.
17. FR
17
Tabel 1
Data Pengananan Perkara Tindak Pidana Umum Selama
Pemberlakukan PPKM Darurat Jawa-Bali
No Kejaksaan Tinggi
Jumlah Perkara Jenis Pengenaan
Pidana
Tipiring APS
1 Jawa Barat 2.998 0 Denda
2 Yogyakarta 1 0 Denda
3 DKI Jakarta 53 0 Denda
4 Jawa Timur 1.143 84 Denda
5 Jawa Tengah 0 0 -
6 Banten 49 0 Denda
7 Bali 98 0 Denda
Jumlah 4.342 84
Ket:
1. Sumber Data: per 3 Agustus 2021, JAM Bidang Tindak Pidana Umum;
2. Apabila terdapat perbedaan data, maka data rill satuan kerja yang menjadi rujukan.
18. FR
18
Berdasarkan surat Jaksa Agung Nomor: B-132/A/SKJA/06/2021 yang ditindaklanjuti dengan surat JAM
Pidum Nomor: B-1498/E/Es.2/07/2021 dan surat JAM Pidum Nomor: B-1500/E/Es.2/07/2021 terkait
Penanganan Tindak Pidana Ringan Pelanggaran PPKM Darurat, ditetapkan bahwa setiap pelanggaran
terhadap PPKM Darurat dilakukan melalui dua cara:
a. Tipiring untuk pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah (Perda); dan
b. APS untuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Wabah Penyakit Menular dan KUHP. Kajari juga
membentuk tim Jaksa untuk menangani perkara pelanggaran PPKM dibawah koordinasi Kepala Seksi
Pidana Umum (Kasi Pidum).
Sidang tipiring ditempat terhadap pelanggar Perda PPKM yang tertangkap tangan dengan langsung
dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan oleh Petugas Polisi Pamong Praja dan dihadapkan kepada Hakim dan
Jaksa yang hadir pada sidang ditempat. Pelaksanaan sidangnya bisa dilakukan di suatu tempat tertentu yang
telah ditetapkan, antara lain lapangan atau di kendaraan terbuka secara mobil dengan tetap menerapkan
protokol kesehatan secara ketat.
19. FR
19
Pelaksanaan penegakan PPKM Darurat/PPKM Level 4-2 bukan tanpa
kendala. Para Jaksa yang bertugas dilapangan rentan terpapar Covid-
19. Disamping rentan terpapar, petugas dilapangan juga rentan terhadap
adanya sikap sebagian masyarakat yang tidak menerima adanya
pemberlakuan PPKM Darurat/PPKM Level 4-2 sehingga memiliki potensi
membahayakan keamanan atau keselamatan petugas.
20. FR
20
Kejaksaan & Pandemi Covid-19
A. per tanggal 17 Agustus 2021 terdapat 207.784.507 kasus positif diseluruh negara dengan jumlah kasus
meninggal hingga 4.370.424. orang. Indonesia untuk kasus positif telah menyentuh angka 3.892.479 dengan
jumlah kasus meninggal dunia sebanyak 120.013 orang, dan terhitung 3.414.109 orang terkonfirmasi
sembuh dari Covid-19.
B. Kejaksaan sebagai pelaksana kekuasaan negara di bidang penuntutan, selama pandemi Covid-19 telah
menjalankan peran yang sangat signifikan dalam mengoptimalkan penegakan hukum dan ikut membantu
menyukseskan beragam kebijakan Pemerintah terkait pencegahan dan penanggulangan Covid-19.
C. Jaksa Agung memainkan peranan yang sangat besar dalam menentukan arah kebijakan Kejaksaan selama
pandemi. Kewenangan demikian tegas diatur dalam Pasal 35 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI:
a. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas
dan wewenang Kejaksaan;
b. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang.
21. FR
21
D. Selama pandemi, kebijakan ini lebih mengarah sebagai instruksi atau pedoman bagi tiap-
tiap Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri
terkait pola penanganan perkara maupun dalam rangka membantu pemulihan ekonomi
nasional;
E. Kebijakan yang dihasikan, seperti pelaksanaan sidang online, dukungan dalam
pelaksanaan PPKM Level 4-2 dan bentuk penegakan hukumnya, dan tuntutan pidana
untuk pelaku penimbunan masker/obat-obatan, mafia karantina, dan penjualan antigen
bekas.
22. FR
22
• Kejaksaan Republik Indonesia merupakan Lembaga
pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang
penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
• Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang bertanggung jawab
langsung kepada Presiden;
• Pelaksanaan kekuasaan negara tersebut diselenggarakan oleh
Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri.
28. FR
28
Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri pada pokoknya melaksanakan tugas
dan wewenang Kejaksaan, yang meliputi:
1. Pidana
Penuntutan;
Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan;
Pengawasan pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan
keputusan lepas bersyarat;
Penyidikan terhadap tindak pidana tertentu;
Pemeriksaan tambahan.
2. Perdata & Tata Usaha Negara
Dengan kuasa khusus dapat bertindak untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
3. Ketertiban & Ketentraman Umum
Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
Pengawasan peredaran barang cetakan;
Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.
29. FR
29
Pelaksanaan Sidang Online
a. Kejaksaan Agung melalui Surat Nomor B-049/A/SUJA/03/2020 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Tugas,
Fungsi, dan Kewenangan di tengah Upaya Mencegah Penyebaran Covid-19, menetapkan kebijakan
pelaksanaan sidang online;
b. Mahkamah Agung menerbitkan Surat No. 379/DJU/PS.00/3/2020 perihal Persidangan Perkara Secara
Teleconference.
c. Kejaksaan Agung,Mahkamah Agung, Kemenkum HAM menjalin kerjasama yang dituangkan dalam
Perjanjian Kerjasama Nomor: 402/DJU/HM.01.1/4/2020, Nomor: KEP-17/E/Ejp/04/ 2020, Nomor: PAS-
08.HH.05.05 Tahun 2020 tanggal 13 April 2020 Tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference.
d. Persidangan pidana online pernah digelar pada tanggal 2 Juli 2003 dalam perkara Bulog Gate II Tahun
2002 dgn tdw Rahardi Ramelan (mantan Kabulog), yaitu dalam pemeriksaan saksi Prof B.J Habibie yang
berada pada rumah sakit di Hamburg Jerman dan keterangannya disampaikan melalui video conference.
30. FR
30
Pelaksanaan Sidang Online
a. Kejaksaan Agung melalui Surat Nomor B-049/A/SUJA/03/2020 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Tugas,
Fungsi, dan Kewenangan di tengah Upaya Mencegah Penyebaran Covid-19, menetapkan kebijakan
pelaksanaan sidang online;
b. Mahkamah Agung menerbitkan Surat No. 379/DJU/PS.00/3/2020 perihal Persidangan Perkara Secara
Teleconference.
c. Kejaksaan Agung,Mahkamah Agung, Kemenkum HAM menjalin kerjasama yang dituangkan dalam
Perjanjian Kerjasama Nomor: 402/DJU/HM.01.1/4/2020, Nomor: KEP-17/E/Ejp/04/ 2020, Nomor: PAS-
08.HH.05.05 Tahun 2020 tanggal 13 April 2020 Tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference.
d. Persidangan pidana online pernah digelar pada tanggal 2 Juli 2003 dalam perkara Bulog Gate II Tahun
2002 dgn tdw Rahardi Ramelan (mantan Kabulog), yaitu dalam pemeriksaan saksi Prof B.J Habibie yang
berada pada rumah sakit di Hamburg Jerman dan keterangannya disampaikan melalui video conference.
31. FR
31
Meskipun demikian, pelaksanaan sidang online atau daring ini masih memiliki
kendala hierarki regulasi yang mendasari pelaksanaan sidang online dan masalah teknis
sarana prasarana pendukung, dimana kendala ini sering dijadikan dasar pembelaan oleh
terdakwa atau koreksi dari aktivis hak asasi manusia.
Kendala pertama, yaitu apakah UU No.8/1981 tentang KUHAP telah mengatur
tentang Hukum Acara persidangan secara daring? Kemudian apakah landasan hukum
Perjanjian Kerjasama ketiga instansi tersebut cukup?
32. FR
32
Kehadiran secara fisik terdakwa dan saksi di ruang sidang pengadilan diatur dalam
Pasal 185 ayat (1) dan Pasal 189 ayat (1) KUHAP. Pasal 185 ayat (1) KUHAP menyebutkan,
“Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan”.
Sedangkan Pasal 189 ayat 1 KUHAP menyebutkan, “Keterangan terdakwa ialah apa yang
terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri
atau alami sendiri”.
Pasal 185 ayat (1) dan Pasal 189 ayat (1) KUHAP, setiap keterangan saksi maupun
terdakwa harus dinyatakan di depan persidangan. Namun dalam kasus Bulog Gate 2002
dengan terdakwa mantan Kabulog misalnya, pemeriksaan saksi Prof BJ.Habibie tidak
dilakukan di depan sidang pengadilan. Melainkan secara fisik berada di Jerman dan
keterangannya disampaikan melalui teleconference.
33. FR
33
KUHAP memberikan pengecualian dalam Pasal 162 ayat (1) yang membolehkan
penyampaian keterangan saksi tanpa harus dilakukan di hadapan persidangan. Yakni, “Jika
saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan
yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau
tempat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan Negara,
maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan”.
Selain itu, dalam Pasal 9 ayat (1) UU No.13/2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
menyebutkan, “Saksi dan/atau Korban yang merasa dirinya berada dalam Ancaman yang
sangat besar, atas persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di
pengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa”. Dengan kata lain, hakim dapat
memberikan persetujuan terhadap pemberian keterangan saksi melalui sarana elektronik
dengan didampingi oleh pejabat yang berwenang.
34. FR
34
KUHAP memberikan pengecualian dalam Pasal 162 ayat (1) yang membolehkan
penyampaian keterangan saksi tanpa harus dilakukan di hadapan persidangan. Yakni, “Jika
saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan
yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau
tempat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan Negara,
maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan”.
Selain itu, dalam Pasal 9 ayat (1) UU No.13/2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
menyebutkan, “Saksi dan/atau Korban yang merasa dirinya berada dalam Ancaman yang
sangat besar, atas persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di
pengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa”. Dengan kata lain, hakim dapat
memberikan persetujuan terhadap pemberian keterangan saksi melalui sarana elektronik
dengan didampingi oleh pejabat yang berwenang.
35. FR
35
Terkait pemberian keterangan terdakwa secara daring, apakah sudah ada peraturan yang
mengaturnya? Bila merujuk Pasal 189 ayat (2) KUHAP, keterangan terdakwa yang dinyatakan di luar
persidangan tidak dapat dinilai sebagai alat bukti. Namun hanya dipergunakan untuk ‘membantu’
menemukan bukti di sidang pengadilan. Pasal 189 ayat (2) KUHAP menyebutkan, “Keterangan
terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang,
asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang
didakwakan kepadanya”.
Dapat ditafsirkan bahwa pemberian keterangan saksi maupun terdakwa di luar persidangan dapat
dilakukan atas izin hakim dengan persyaratan tertentu. Hal itu dikarenakan adanya pandemik Covid-19
yang sangat mengkhawatirkan para pihak yang terkait dalam proses persidangan perkara pidana.
Ketiga institusi penegak hukum telah memberikan kebijakan khusus selama adanya pandemik covid
dalam rangka melakukan persidangan secara daring.
36. FR
36
Terkait pemberian keterangan terdakwa secara daring, apakah sudah ada peraturan yang
mengaturnya? Bila merujuk Pasal 189 ayat (2) KUHAP, keterangan terdakwa yang dinyatakan di luar
persidangan tidak dapat dinilai sebagai alat bukti. Namun hanya dipergunakan untuk ‘membantu’
menemukan bukti di sidang pengadilan. Pasal 189 ayat (2) KUHAP menyebutkan, “Keterangan
terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang,
asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang
didakwakan kepadanya”.
Dapat ditafsirkan bahwa pemberian keterangan saksi maupun terdakwa di luar persidangan dapat
dilakukan atas izin hakim dengan persyaratan tertentu. Hal itu dikarenakan adanya pandemik Covid-19
yang sangat mengkhawatirkan para pihak yang terkait dalam proses persidangan perkara pidana.
Ketiga institusi penegak hukum telah memberikan kebijakan khusus selama adanya pandemik covid
dalam rangka melakukan persidangan secara daring.
37. FR
37
Sebelumnya Mahkamah Agung telah berupaya beradaptasi dengan perkembangan teknologi
informasi untuk memberikan layanan yang cepat, efektif dan efisien bagi para pencari keadilan
dengan menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.
Namun PERMA ini hanya mengatur persidangan elektronik pada lingkup Pengadilan Negeri,
Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah, Pengadilan Militer dan Pengadilan Tata Usaha Negara
yang meliputi proses penerimaan gugatan, permohonan, keberatan, bantahan, perlawanan,
intervensi, penerimaan, pembayaran, penyampaian panggilan/ pemberitahuan, jawaban, replik,
duplik, kesimpulan, penerimaan upaya hukum, pengelolaan, penyamapain, penyimpanan dokumen
perdata/perdata agama/tata usaha militer/ tata usaha negara atau dengan kata lain PERMA
No.1/2019 ini tidak mengatur hukum acara pidana.
38. FR
38
Terhitung per tanggal 13 Agustus2021 persidangan secara daring dilakukan di masa
pandemi Covid 19 berdasarkan data dari JAM Pidana Umum Kejaksaan Agung sebanyak
408.796 persidangan.
Melihat banyaknya proses persidangan yang dilakukan secara online tersebut membuat
pihak Ombudsman memonitoring pada Juni 2020 silam, dan menemukan adanya kendala
teknis dalam penyelenggaraan persidangan daring di 16 pengadian negeri. Yakni Pengadilan
Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Depok, Bogor, Cibinong, Bekasi, Tangerang,
Serang, Medan, Batam, Jambi, Surabaya, Denpasar, Banjarmasin, Kupang, dan PN
Manokwari.
Berbagai faktor menjadi penyebabnya, diantaranya seperti, keterbatasan ketersediaan
teknologi pendukung, penguasaan teknologi oleh hakim, koordinasi antar pihak yang kurang
baik. Kemudian penasihat hukum tidak berada berdampingan dengan terdakwa, serta tak
dapat memastikan saksi dan terdakwa dalam tekanan/dusta.
39. FR
39
Mengingat besarnya peranan sidang online dalam mengurangi potensi penularan
Covid-19 dan untuk menutupi kekurangan sarana dan prasarana, Kejaksaan melalui Surat
Jaksa Agung Nomor B-99/A/Cr.2/05/2021 mendapatkan tambahan sebesar Rp.
63.530.984.000. untuk sarana prasarana sidang online.
Untuk tahun anggaran 2022 dan sebagai hasil pembahasan bersama Kemenkeu dan
Bappenas, persidangan online termasuk kedalam kegiatan prioritas nasional sehingga
Kejaksaan mendapatkan anggaran sebesar Rp. 400.000.000.00.
Landasan hukum yang ada harus diperkuat, sehingga UU No.8/1981 tentang KUHAP
harus segera di revisi. Pengaturan proses persidangan secara daring tak cukup hanya
melalui perjanjian kerjasama, surat edaran institusi maupun Peraturan Mahkamah Agung
sekalipun, sebab hal tersebut menyangkut pemenuhan hak asasi saksi dan terdakwa.
40. FR
40
Tuntutan Pidana bagi Pelaku Kejahatan yang Mengganggu Upaya Pemerintah dalam
Mencegah dan Menanggulangi Covid-19.
Tabel 2
Beberapa Kasus Kejahatan serta Modus
Operandinya Selama Pandemi Covid-19
Penuntutan pidana bagi pelaku yang terbukti mendaur ulang/menjual antigen bekas pakai, dan
menyediakan/menggunakanpembuatan surat keterangan bebas Covid-19 palsu, serta termasuk juga dalam
hal ini pembuat dan/atau penyebar berita hoaks Covid-19 adalah bertujuan untuk memberikan efek jera bagi
pelaku sehingga tidak mengulangi lagi perbuatannya. Hal ini juga bertujuan untuk memberi peringatan
kepada yang lainnya agar tidak melakukan hal yang sama atau mencoba memanfaatkan situasi yang dapat
merugikan masyarakat umum dan pemerintah dalam menanggulangi pandemi Covid-19.
41. FR
41
Dampak Lain PPKM Level 4-2 terhadap Perubahan Perilaku Masyarakat
a. PPKM Level 4-2 sebenarnya secara tidak langsung mendorong penggunaan media sosial (Sosmed) yang
tak mengenal tempat dan waktu. Sepanjang orang memegang smartphone, maka itu pula setiap orang
dapat dengan mudah berselancar di dunia maya dan bersosial media.
b. Platform sosial media juga dapat digunakan sebagai toko virtual untuk mempromosikan berbagai produk
hasil sendiri. Bahkan pula menawarkan jasa layanan konsultasi, hingga jasa layanan esek-esek.
c. Diberlakukannya UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Aturan ini
mengatur tentang segala bentuk aktivitas terkait dengan elektronik. Didalamnya tercantum juga sanksi
pidana bagi pelaku tindak pidana yang berkaitan dengan kejahatan Informasi dan teknologi.
d. Seperti Buni Yani, Jonru Ginting, Dani Ahmad yang diproses aparat penegak hukum terkait tuduhan ujaran
kebencian yang dilakukan. Terlebih pada saat kampanye Pilpres dan Pilpres 2019, bertebaran berita hoaks
yang beredar. Mirisnya, disebar ulang oleh jari jemari yang rajin namun malas konfirmasi atas
kebenarannya. Misalnya penghinaan Erin Taulany terhadap salah satu Capres yang dilakukan di akun
Instagramnya, dan juga kasus video mesum yang melibatkan selebriti terkenal,
42. FR
42
Pasal 27, 28, 45 UU ITE dan Pedoman Implementasinya
Berdasarkan
Keputusan Bersama Kominfo, Polri, dan Kejaksaan
43. FR
43
APA SAJA HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
DALAM BERSOSIAL MEDIA TERUTAMA DI MASA PPKM
LEVEL 4-2 ???
44. FR
44
1. Diperlukan sikap untuk menyaring berita yang diterima dan dibagi yang mana setiap individu
dapat menyaring sendiri melalui identifikasi website yang menjadi sumber berita ataupun melihat
secara seksama turunan informasi yang di dapat.
2. Selektif dalam memberikan komentar ataupun respon terhadap suatu berita. Bahkan postingan
seseorang. Yakni dengan menghindari penggunaan kata atau bahasa yang mengarah pada sikap
yang terkesan membenci atau tidak suka.
3. Perlu diperhatikan secara baik terhadap berbagai postingan status yang di unggah ke facebook,
Instagram dan lainnya sebab sangat mudah untuk dicopi ataupun di photo.
4. Jika terjadi sesuatu hal akibat dari postingan di medsos milik sendiri serta adanya
ketersinggungan terhadap individu tertentu, maka jauh lebih baik menempuh langkah
mengajukan permohonan maaf, melalui mediasi atau perdamaian diantara para pihak.
Untuk postingan penistaan agama, ujaran kebencian atau fitnah dalam rangka menghasut, maka
permintaan maaf dinilai tidaklah cukup. Karena korbannya tak saja individu, melainkan agama,
golongan, suku, dan negara.
45. FR
45
Dampak negatif yang dihasilkan dari penggunaan sosmed
yang tidak bertanggungjawab, dapat berujung ke jalur pidana
maupun perdata atau musibah bagi penggunanya.
Gunakan Medsos seperlunya untuk hal-hal yang positif dan
crosscheck terlebih dahulu pesan berantai yang masuk ke
medsos kita dan jangan gegabah untuk langsung di forward
karena resikonya PENJARA.