SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
Download to read offline
Jurnal Tanah dan Lingkungan,Vol. 10 No. 1, April 2008: 1-6 ISSN 1410-7333
1
EFEKTIFITAS EMBUNG UNTUK IRIGASI TANAMAN HORTIKULTURA
DI CIKAKAK SUKABUMI
The Efectivity of Embung for Irigating Horticuture Plant
in Cikakak Sukabumi
Suria Darma Tarigan
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor Jalan Meranti Kampus IPB, Darmaga 16680
ABSTRACT
Dry land farming provides promising opportunity in increasing agricultural production in rural
area. But, lack of available water during dry season poses problem in developping dry land farming. An
effective water conservation technique should be developped to alleviate this probelm. Use of small farm
reservoir (embung) can be considered as one viable option for such conservation technique. The purpose
of this research was to study the effectivity of small farm reservoir to supply irrigation water for
horticulture commodity. Two different types of small farm reservoir (SFR) were constructed in micro-
catchments for the research, i.e. a) SFR built with concrete, b) SFR built without concrete. SFR built with
concrete had higher water available for irrigation, that is 34% higher compared to SFR whithout
concrete. In addition, empirical equation that was used in this research was quite reliable in predicting
colected water in the SFRs. Using 80% monthly rain probability, on average one small farm reservoir
with dimension 8 m x 2m x 2 m was able to supply irrigation water for 100 m2
horticulture plant for the
whole growing period.
Key words : Small farm reservoir, dry season, irrigation, dry land farming.
PENDAHULUAN
Lahan kering mempunyai peluang yang besar untuk
menjadi sumber peningkatan produksi pertanian, khususnya
pangan dan tanaman hortikultura. Salah satu faktor
penghambat pendayagunaan potensi lahan kering adalah
kurangnya ketersediaan sumber daya air pada musim
kemarau. Salah satu usaha yang bisa dilakukan untuk
mengatasi faktor penghambat tersebut adalah dengan
melakukan upaya konservasi air dengan jalan menyimpan
kelebihan limpasan air permukaan pada saat hujan dengan
menggunakan embung (small farm reservoir).
Embung digunakan untuk menampung limpasan aliran
permukaan pada saat hujan dan memanfaatkanya untuk
usahatani pada saat musim kering. Kapasitas embung
didalam menyimpan air sangat ditentukan oleh beberapa
faktor seperti lokasi dan disain pembuatan embung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti efektifitas
embung dalam menyediakan air irigasi tanaman
hortikultura pada musim kemarau di daerah Kecamatan
Cikakak Sukabumi.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di Desa Sukamaju,
Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi. Data yang
digunakan berupa data pengukuran di lapang maupun data
sekunder, antara lain data curah hujan 10 tahun terakhir dan
data iklim dari stasiun cuaca terdekat. Infiltrasi diukur
dengan menggunakan infiltrometer. Sedangkan curah hujan
selama penelitian berlangsung diukur dengan pengukur
curah hujan sederhana yang dipasang berdekatan dengan
lokasi embung. Penelitian mengenai efektifitas embung
dalam menyediakan air irigasi tanaman hortikultura pada
musim kemarau dilakukan dengan menanam bayam, buncis
dan sawi pada lokasi peneltian.
Metode Penelitian
Lokasi embung yang dibangun terletak pada outlet
sebuah mikro DAS (Gambar 1). Pada percobaan ini
dibangun dua jenis embung yaitu : (1) Embung semi
permanen dimana dinding dan alasnya berupa tanah yang
dipadatkan (Gambar 2) dan (2) Embung permanen dimana
dinding dan alasnya berlapiskan bata yang disemen
(Gambar 3). Setiap tipe embung dibangun dengan dua
ulangan. Jadi embung yang dibangun sebanyak 4 buah.
Embung 1 dan 3 adalah embung permanen dan embung 2
dan 4 adalah embung semi permanen.
Tarigan S.D. 2008. Efektifitas embung untuk irigasi tanaman hortikultura di Cikakak Sukabumi. J. Tanah Lingk., 10 (1):1-6
Efektifitas embung untuk irigasi (S.D. Tarigan)
2
Gambar 1. Sketsa Embung dengan Daerah Tangkapan Mikro DAS
Gambar 2. Penampang Melintang Embung Tipe Semi Permanen
Gambar 3. Penampang Melintang Embung Tipe Permanen
2 m
bambu
2 m
2 m
Semen
2 m
Daerah tangkapan
Embung
Jurnal Tanah dan Lingkungan,Vol. 10 No. 1, April 2008: 1-6 ISSN 1410-7333
3
Pada embung yang relatif masih baru, penurunan air
embung cukup besar sebelum dimanfaatkan untuk
pengairan. Tampaknya proses peresapan air ke bawah dan
penguapan terjadi cukup cepat, apalagi pada embung yang
dibangun di tanah yang mengandung pasir. Untuk
mengatasi masalah ini maka perlu diberi perlakuan pada
dasar embung berupa pemadatan tanah atau lapisan plastik
untuk mengurangi peresapan air ke bawah dan pemberian
penutup permukaan air embung untuk mengurangi
penguapan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini akan dibandingkan volume air
yang dapat ditampung embung berdasarkan perhitungan
rumus empiris dan berdasarkan pengukuran dilapang.
Volume air yang tertampung di embung dapat dihitung
dengan menggunakan rumus empiris sebagai berikut:
V= (C.P.Al) + (P.Ae) - (Eto.Ae) - (I.Ae)
dimana:
V = Volume air yang ditampung embung (m3
);
C = Koefisien aliran permukaan;
P = Curah hujan dengan peluang kejadian hujan 80%
(mm);
Al = Luas daerah tangkapan embung (m2
);
Ae = Luas permukaan embung (m2
);
Eto = Besarnya evapotranspirasi (mm);
I = Infiltrasi (mm)
Hasil perhitungan dengan rumus empiris tersebut
kemudian dibandingkan dengan hasil pengukuran
sesungguhnya di lapangan.
Curah Hujan ( P )
Data curah hujan 10 tahun terakhir digunakan untuk
menghitung peluang kejadian hujan bulanan 80%
terlampaui dengan analisa periode ulang. Analisis hanya
dilakukan di bulan-bulan kering saja yaitu bulan April
sampai September, karena pengamatan di lapang hanya
dilakukan di bulan-bulan tersebut saja. Dari hasil analisis
(Tabel 1) tampak bahwa hujan di Bulan April lebih tinggi
dari bulan-bulan kering lainnya yaitu 167.8 mm dan
kemudian menurun di bulan Mei dan Juni dan kemudian
meningkat lagi di Bulan Juli yaitu 132.8 mm lalu menururn
terus di Bulan Agustus dan September.
Tabel 1. Peluang Kejadian Hujan Bulanan 80% Terlampaui
No. Bulan Kejadian Hujan 80 % terlampaui (mm)
1 April 167.8
2 Mei 86.3
3 Juni 60.2
4 Juli 132.8
5 Agustus 79.0
6 September 55.6
Koefisien Aliran Permukaan ( C )
Koefisien aliran permukaan diperlukan untuk
mengetahui proporsi curah hujan yang berubah menjadi
aliran permukaan. Nilai C ditentukan berdasarkan
penggunaan lahan, dimana nilai C yang digunakan pada
embung 1 dan 2 adalah 0.3 dan embung 3 dan 4 adalah 0.2.
Nilai C yang rendah menunjukkan banyaknya air yang
tertahan pada daerah tangkapan, sedangkan nilai C yang
tinggi menunjukkan bahwa banyak hujan yang menjadi
aliran pemukaan.
Lahan yang vegetasinya rapat seperti halnya pada
daerah tangkapan embung 3 dan 4 menyebabkan besarnya
proporsi air hujan yang tertahan pada daerah tangkapan
mengakibatkan nilai C yang rendah. Sedangkan di embung
1 dan 2 kerapatan vegetasi lebih sedikit dan bagian atas dari
daerah tangkapan adalah jalan beraspal sehingga aliran
permukaan lebih tinggi dan nilai C juga lebih tinggi.
Volume air di embung sebagian besar berasal dari
aliran permukaan. Dengan demikian, dalam pembuatan
embung perlu diperhatikan luasnya daerah tangkapan
(catchment area) yang menghasilkan aliran permukaan.
Dari ke empat embung yang dibangun, embung 3 tidak
terisi air. Hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa
daerah tangkapan embung 3 merupakan hutan sekunder
dengan struktur tanah yang relatif baik dan infiltrasi yang
tinggi sehingga aliran permukaan yang dihasilkan sangat
sedikit sehingga tidak dapat memasok air ke embung.
Infiltrasi ( I )
Besaran infiltrasi diperlukan untuk menduga
kehilangan air dari embung akibat perkolasi. Nilai infiltrasi
didapat berdasarkan pengukuran di lapang dengan meng-
gunakan double ring infiltrometer. Pengukuran dilakukan
pada embung 1, 2 dan 4 masing-masing dengan 3 ulangan.
Kapasitas atau laju infiltrasi didapat dengan menggunakan
persamaan Horton, yaitu F = Fc+(Fo – Fc)e–kt
.
Data infiltrasi yang dipakai adalah rata-rata dari ketiga
ulangan, dimana pengukuran dilakukan setelah hari
sebelumnya terjadi hujan. Pada embung 2 laju infiltrasi
konstan lebih lama tercapai daripada embung 1 dan embung
4 karena pada lokasi embung 4 tekstur tanah lebih kasar
dari tekstur tanah embung 2. Sedangkan pada embung 1,
walaupun tekstur tanahnya sama dengan embung 2 namun
penggunaan lahannya lebih rapat, sehingga laju infiltrasi
konstan tercapai lebih cepat.
Faktor lain yang mempengaruhi infiltrasi adalah
struktur tanah, dimana struktur tanah di ketiga lokasi
embung adalah gumpal dengan tingkat perkembangan
sedang dan kuat. Sehingga air masuk ke dalam tanah agak
terhambat dan bila terjadi hujan, aliran permukaan akan
cukup besar terjadi.
Infiltrasi pada embung 2 mengalami konstan setelah
menit ke 75 dengan kapasitas infiltrasi 57.6 cm/hari.
Sedangkan embung 2 dan 4 dengan kapasitas infiltrasi rata-
rata 72 cm/hari yang mengalami konstan pada menit ke 35
termasuk dalam kriteria sedang juga.
Efektifitas embung untuk irigasi (S.D. Tarigan)
4
Evaporasi
Besaran evaporasi diperlukan untuk menghitung
kehilangan air dari pemukaan embung. Besaran evaporiasi
didekati dari persamaan Penman-Monteith, dimana
parameter-parameter yang mempengaruhinya adalah suhu,
kelembaban, kecepatan angin, lama penyinaran dan radiasi.
Hasil perhitungan besaran evaporasi dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Evaporasi Daerah Penelitian Menurut Persamaan Penman
Bulan Suhu Kelembaban Kecepatan angin Lama penyinaran Radiasi Evaporasi
((o
C) (%) (km/hari) (jam) (mm/hari) (mm/hari)
April 23.7 90 142 5.3 4.3 3.6
Mei 24.6 90 86 7.3 4.5 3.7
Juni 23.6 88 112 7.5 4.2 3.6
Juli 23.7 87 95 7.9 4.4 3.7
Agustus 23.8 84 95 6.4 4.3 3.9
Septem-ber 24.0 85 86 7.5 5.2 4.4
Rata-Rata 23.9 89 142 6.3 4.6 4.0
Kalibrasi Rumus Empiris
Kalibrasi di lapang dilakukan untuk melihat apakah
volume aliran permukaan yang didapat dari rumus neraca
keseimbangan air sama atau hampir sama dengan
kenyataannya di lapangan. Intensitas hujan pada bulan-
bulan kering seperti bulan Mei dan Juni pada daerah
penelitian cukup tinggi walaupun hujan jarang terjadi.
Misalnya saja pada tanggal 3 Mei 2001, dimana curah
hujan di lapangan adalah 10,5 cm.
Berdasarkan perhitungan dengan rumus empiris maka
curah hujan tersebut menghasilkan volume aliran
permukaan 8.9 m3
. Hal ini berarti embung 1 pada saat curah
hujan 10.5 cm dapat menampung volume aliran permukaan
sebanyak 8.9 m3
. Sedangkan hasil dari pengukuran volume
aliran permukaan yang tertampung di embung di lapangan
adalah 8.4 m3
(Tabel 3). Dari perhitungan tersebut ternyata
hasil yang diperoleh dari estimasi berdasarkan rumus
empiris mendekati pengukuran yang dilakukan di lapang.
Umumnya, embung permanen mempunyai volume air
tertampung lebih besar rata-rata 34 % dari embung semi
permanen (Tabel 3).
Pengaruh Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan pada daerah tangkapan embung 1
dan 2 lebih jarang berupa tanaman pisang dan kacang tanah
dibandingkan pada embung 3 dan 4 sehingga kemampuan
menahan airnya lebih sedikit dan aliran permukaan yang
tertampung lebih banyak. Pada embung 3 dan 4
penggunaan lahannya berupa pisang, cabe dan talas, dan
bagian atas daerah tangkapan berupa hutan sekunder
sehingga aliran permukaan jadi lebih kecil dari embung 1
dan 2.
Tabel 3. Perbandingan Volume Air di Embung Permanen dan
Semi Permanen Berdasarkan Pengukuran di Lapang
No. Tanggal
Volume Aliran Permukaan (m3
)
Embung 1 (Permanen)
Embung 2 (Semi
Permanen)
Pengukuran Dugaan Pengukuran Dugaan
1 3 Mei 01 8.4 8.9 2.5 2.9
2 5 Mei 01 10.1 10.6 6.5 6.9
3 7 Mei 01 6.9 7.2 0.8 -
4 9 Mei 01 2.5 2.8 0 -
5 11 Mei 01 1.8 - 0 -
6 01 Juni 01 3.2 3.6 0 -
7 13 Juni 01 17.4 17.6 17.6 18.1
8 15 Juni 01 16.0 16.4 16.0 16.8
Rata-Rata 8.2 - 5.4
Kegunaan Air Embung Untuk Irigasi
Tanaman hortikultura yang ditanam di sekitar embung
adalah bayam (Amarantus spe. Div), buncis (Brassica
rugosa FRAIN) dan sawi (Phaseolus vulgaris L). Semua
tanaman tersebut ditanam pada tanggal 10 Juni 2001
dengan masa tanam yang berbeda. Kebutuhan air tanaman
bayam sampai panen adalah 188.3 mm dengan masa tanam
dari bulan Juni sampai Agustus. Volume air di embung dari
Juni sampai Agustus berdasarkan kejadian hujan bulanan
80 % di embung 2 adalah 19.4 m3
sedangkan kebutuhan air
bayam setiap 50 m2
adalah 9.4 m3
(Tabel 4) sehingga air di
dalam embung mampu memenuhi kebutuhan air tanaman
bayam sampai masa panen.
Kebutuhan air tanaman buncis sampai panen adalah
288.5 mm dengan masa tanam dari bulan Juni sampai
minggu pertama September. Sedangkan air di embung 2
adalah 19.8 m3
. Dalam setiap luasan 50 m2
, kebutuhan air
tanaman buncis adalah 14.4 m3
sehingga air dalam embung
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan buncis sampai
panen. Demikian juga dengan sawi dimana kebutuhan
airnya per 50 m2
adalah 13.5 m3
sedangkan masa tanamnya
dari bulan Juni sampai Agustus dengan volume air di
embung 2 adalah 19.4 m3
sehingga air di embung juga
mampu memenuhi kebutuhan air tanaman sawi sampai
masa panen.
Jurnal Tanah dan Lingkungan,Vol. 10 No. 1, April 2008: 1-6 ISSN 1410-7333
5
Dari hasil analisis tersebut, maka dapat direncanakan
bahwa air di dalam embung memang sangat berguna pada
saat musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan air
tanaman hortikultura sehingga pendapatan petani dapat
meningkat.
Tabel 4. Kebutuhan Air Tanaman Hortikultura
Tanaman Hortikultura Masa Tanam Kebutuhan Air Setiap 50 m2
(m3
) Volume Air Embung 2 (m3
)
Bayam Juni - Agustus 9.4 19.4
Buncis Juni - September 14.4 19.8
Sawi Juni - Agustus 13.5 19.4
Volume Aliran Permukaan yang Tertampung di
Embung Berdasarkan Data Curah Hujan 10 Tahun
Terakhir
Dari hasil analisis return period yang digunakan untuk
mendapatkan peluang kejadian hujan 80% terlampaui
terlihat bahwa curah hujan pada bulan April lebih tinggi
dari bulan-bulan kering lainnya yaitu 167.8 mm dan
kemudian turun di bulan Mei dan Juni dan kemudian
meningkat lagi di Bulan Juli yaitu 132.8 mm lalu turun
terus di Bulan Agustus dan September (Gambar 4).
Gambar 4. Hubungan Antara Hujan Bulanan 80% Terlampaui dengan Volume Aliran Permukaan yang Tertampung di Embung 2 dan 4
Dari data tersebut terlihat bahwa walaupun di bulan-
bulan kering, di daerah tersebut tetap terdapat hujan di atas
50 mm yang termasuk cukup tinggi. Bila digunakan rumus
empiris maka volume aliran permukaan yang tertampung di
bulan April adalah 19.8 m3
dengan evapotranspirasi 0.4
cm/hari dan infiltrasi 57.6 cm/hari.
Dengan demikian jumlah aliran permukaan yang
tertampung ini cukup efektif bila ditampung di dalam
embung untuk digunakan bila terjadi kekeringan karena
hujan yang ada hanya sekali-kali. Sedangkan pada embung
4 dengan curah hujan yang sama yaitu 167.8 mm dengan
evapotranspirasi 0.4 cm/hari dan infiltrasi 72 cm/hari maka
volume aliran permukaan yang tertampung di embung
adalah 24.7 m3
. Sedangkan pada bulan September dimana
kedua embung hanya mampu menampung air 0.4 m3
karena
curah hujan pada bulan tersebut rendah yaitu 55.6 mm.
Luas daerah tangkapan embung 4 lebih luas dari pada
embung 2, demikian juga dengan infiltrasinya yang lebih
tinggi maka volume aliran permukaan yang tertampung
dalam embung 4 lebih banyak. Hal tersebut dapat dilihat
dari perbandingan dimana pada bulan September embung 2
volume aliran permukaannya adalah 19.8 m3
sedangkan
volume embung 4 adalah 24.7 m3
.
Evaluasi Sensitivitas Parameter - Parameter Masukan
Untuk melihat tingkat pengaruh parameter-parameter
rumus empiris perlu dilakukan evaluasi sensitivitas.
Berdasarkan analisis sensitivitas yang dilakukan (Tabel 5),
terlihat bahwa tingkat perubahan volume aliran permukaan
bervariasi sesuai jenis parameternya. Peningkatan nilai
parameter C dengan tingkat perubahan 5%, 10% dan 15%
mengakibatkan peningkatan cukup besar volume aliran
permukaan yang tertampung di embung, begitu juga
sebaliknya dengan penurunan nilai parameter C.
Peningkatan nilai parameter P dan Al dengan tingkat
perubahan 5%, 10% dan 15% juga mengakibatkan
peningkatan volume aliran permukaan yang tertampung di
embung, begitu juga sebaliknya dengan penurunan
parameter-parameter tersebut dengan tingkat perubahan
yang sama. Namun, perubahan yang terjadi tidak sebesar
seperti halnya yang terjadi pada parameter C. Dengan
demikian parameter C pada rumus empiris merupakan
parameter yang paling sensitif, diikuti dengan parameter I
dan Eto.
Hubungan hujan bulanan 80% dengan volume aliran permukaan
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
April Mei Juni Juli Agustus September
Bulan
Curahhujan(mm)danVolumealiran
permukaan(cm3)
Kejadian Hujan (mm)
Volume aliran
permukaan embung 2
(cm3)
Volume aliran
permukaan embung 4
(cm3)
Efektifitas embung untuk irigasi (S.D. Tarigan)
6
Tabel 5. Evaluasi Sensitivitas Terhadap Parameter-Parameter Masukan Volume Aliran Permukaan yang Tertampung di Embung 2
Parameter % Perubahan
Pertambahan Volume aliran permukaan (m3
) Persentase Pengurangan Volume aliran permukaan (m3
) Persentase
C 0% 0.3 17.4 0 0.3 17.4 0
5% 0.35 21.5 23.6 0.25 13.4 -22.9
10% 0.4 25.5 18.6 0.2 9.3 -30.6
15% 0.45 29.6 16.1 0.15 5.3 -43.0
P 0% 15.4 17.4 0 15.4 17.4 0
5% 15.45 17.5 0.6 15.35 17.4 0
10% 15.5 17.6 0.6 15.3 17.3 -0.6
15% 15.55 17.7 0.6 15.25 17.2 -0.6
Al 0% 525 17.4 0 525 17.4 0
5% 525.05 17.4 0 524.95 17.4 0
10% 525.1 17.4 0 524.9 17.4 0
15% 525.15 17.4 0 524.85 17.4 0
Ae 0% 16 17.4 0 16 17.4 0
5% 16.05 17.4 0 15.95 17.5 0.6
10% 16.1 17.4 0 15.9 17.5 0
15% 16.15 17.4 0 14.85 17.9 2.3
Eto 0% 0.004 17.4 0 0.004 17.4 0
5% 0.054 16.6 -4.6 -0.046 18.2 4.6
10% 0.104 15.8 -4.8 -0.096 19.0 4.4
15% 0.154 15.0 -5.1 -0.146 19.8 4.2
I 0% 0.576 17.4 0 0.576 17.4 0
5% 0.626 16.6 -4.6 0.526 18.2 18.2
10% 0.676 15.8 -4.8 0.476 19.0 19.0
15% 0.726 15.0 -5.1 0.426 19.8 19.8
KESIMPULAN
Kemampuan menampung aliran permukaan pada
embung permanen lebih besar 34 % dari embung semi
permanen. Namun demikian, embung semi permanen
dengan voluma 32 m2
(embung dengan dinding dan alas
yang terbuat dari tanah) sudah dapat mencukupi air irigasi
selama satu musim tanam untuk luasan sampai 0.01 ha
tanaman hortikultura pada musim kemarau di daerah
Cikakak Sukabumi. Rumus empiris yang digunakan cukup
akurat dalam menduga jumlah air yang dapat terkumpul
pada embung.
Penutupan lahan sangat menentukan besarnya
limpasan permukaan. Embung yang dibuat di bawah mikro
DAS yang mempunyai penutupan vegetasi yang jarang
menghasilkan aliran permukaan yang lebih besar dari mikro
DAS yang mempunyai penutupan hutan sekunder.
Faktor C (koefisien aliran permukaan) merupakan
parameter rumus empiris yang paling sensitif dalam
prediksi jumlah air yang bisa ditampung pada embung.
DAFTAR PUSTAKA
Irawan, B. Hafif, dan H. Suwardjo. 1999. Prospek
Pengembangan Kedung (Embung Mikro) dalam
Peningkatan Produksi Pangan dan Pendapatan petani:
Studi kaus di Desa Selopamioro, bantul, DI.
Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Sumber
Daya Lahan, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Vol.3.
Singih, S. dan G. A. Chandra. 1992. Manfaat Embung
Pertanian bagi Petani Lahan Kering dan Kemungkinan
Pengembangannya di Kabupaten Pati. Hlm. 217-225
dalam Teknologi Konservasi dan Embung. Prosiding
Perakitan Teknologi Program Keterkaitan Peneletian-
Penyuluhan, Ungaran, Jawa Tengah, 17-21 Februari
1992. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
– Kantor wilayah Departemen Pertanian Propinsi
Jawa Tengah.
Syamsiah, I. dan A. M. Fagi. 1993. Teknologi Embung.
Prosiding Seminar Pengelolaan Tata Air dan
Pemanfaatannnya dalam Satu Kesatuan Toposekuens,
Cilacacap, 7-8 Oktober 1993.
Syamsiah, I., Suprapto dan A. M. Faqi. 1992. Potensi
Pengembangan Embung di Lahan Sawah Tadah
Hujan Hlm. 233-254 dalam Teknologi Konservasi
dan Embung. Prosiding Perakitan Teknologi Program
Keterkaitan Peneletian-Penyuluhan, Ungaran, Jawa
Tengah, 17-21 Februari 1992. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian – Kantor wilayah
Departemen Pertanian Propinsi Jawa Tengah.

More Related Content

What's hot

Pemanfaatan air tanah
Pemanfaatan air tanahPemanfaatan air tanah
Pemanfaatan air tanah
Dianora Didi
 
Sistem drainase perkotaan yang berwawasan lingkungan
Sistem drainase perkotaan yang berwawasan lingkunganSistem drainase perkotaan yang berwawasan lingkungan
Sistem drainase perkotaan yang berwawasan lingkungan
sidik purnomo
 
Model aliran air tanah untuk memprediksi penyebaran
Model aliran air tanah untuk memprediksi penyebaran Model aliran air tanah untuk memprediksi penyebaran
Model aliran air tanah untuk memprediksi penyebaran
Azmi Zouma
 
Groundwater : Global Assesment and Scale (Integrated Water Resource Management)
Groundwater : Global Assesment and Scale (Integrated Water Resource Management)Groundwater : Global Assesment and Scale (Integrated Water Resource Management)
Groundwater : Global Assesment and Scale (Integrated Water Resource Management)
Kiki Reski
 

What's hot (18)

Journal lahan basah
Journal lahan basahJournal lahan basah
Journal lahan basah
 
Rks sumur resapan
Rks sumur resapanRks sumur resapan
Rks sumur resapan
 
Pemanfaatan air tanah
Pemanfaatan air tanahPemanfaatan air tanah
Pemanfaatan air tanah
 
Evaluasi lahan dan_klasifikasi_kemampuan
Evaluasi lahan dan_klasifikasi_kemampuanEvaluasi lahan dan_klasifikasi_kemampuan
Evaluasi lahan dan_klasifikasi_kemampuan
 
Sistem drainase perkotaan yang berwawasan lingkungan
Sistem drainase perkotaan yang berwawasan lingkunganSistem drainase perkotaan yang berwawasan lingkungan
Sistem drainase perkotaan yang berwawasan lingkungan
 
MK Irigasi dan Drainase Bab 5 pemberian air dan efisiensi plus tugas
MK Irigasi dan Drainase Bab 5 pemberian air dan efisiensi plus tugasMK Irigasi dan Drainase Bab 5 pemberian air dan efisiensi plus tugas
MK Irigasi dan Drainase Bab 5 pemberian air dan efisiensi plus tugas
 
Model aliran air tanah untuk memprediksi penyebaran
Model aliran air tanah untuk memprediksi penyebaran Model aliran air tanah untuk memprediksi penyebaran
Model aliran air tanah untuk memprediksi penyebaran
 
Penataan kawasan tambak udang dalam upaya revitalisasinya
Penataan kawasan tambak udang dalam upaya revitalisasinyaPenataan kawasan tambak udang dalam upaya revitalisasinya
Penataan kawasan tambak udang dalam upaya revitalisasinya
 
Groundwater : Global Assesment and Scale (Integrated Water Resource Management)
Groundwater : Global Assesment and Scale (Integrated Water Resource Management)Groundwater : Global Assesment and Scale (Integrated Water Resource Management)
Groundwater : Global Assesment and Scale (Integrated Water Resource Management)
 
Tps50 tgs2-leonardo-waduk
Tps50 tgs2-leonardo-wadukTps50 tgs2-leonardo-waduk
Tps50 tgs2-leonardo-waduk
 
Hubungan Drainase, Tanah, Produksi Pertanian
Hubungan Drainase, Tanah, Produksi PertanianHubungan Drainase, Tanah, Produksi Pertanian
Hubungan Drainase, Tanah, Produksi Pertanian
 
Konservasi tanah dan air
Konservasi tanah dan airKonservasi tanah dan air
Konservasi tanah dan air
 
Pp irigasi drainasi gnp 13 14
Pp  irigasi drainasi gnp 13 14Pp  irigasi drainasi gnp 13 14
Pp irigasi drainasi gnp 13 14
 
Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...
Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...
Bagian 1 Bahan Kuliah Irigasi dan Drainase Bab 1 4 Prodi Agroteknologi Fapert...
 
Drainase Untuk Meningkatkan Produksi Pertanian
Drainase Untuk Meningkatkan Produksi PertanianDrainase Untuk Meningkatkan Produksi Pertanian
Drainase Untuk Meningkatkan Produksi Pertanian
 
Jurnal sukris28
Jurnal sukris28Jurnal sukris28
Jurnal sukris28
 
sumber daya air air permukaan dan air tanah lanjutan 2 suning_universitas pgr...
sumber daya air air permukaan dan air tanah lanjutan 2 suning_universitas pgr...sumber daya air air permukaan dan air tanah lanjutan 2 suning_universitas pgr...
sumber daya air air permukaan dan air tanah lanjutan 2 suning_universitas pgr...
 
Laporan observasi bendung simongan
Laporan observasi bendung simonganLaporan observasi bendung simongan
Laporan observasi bendung simongan
 

Similar to EFEKTIFITAS EMBUNG UNTUK IRIGASI TANAMAN HORTIKULTURA DI CIKAKAK SUKABUMI

Analisa efisiensi dan optimalisasi pola tanam pada daerah irigasi
Analisa efisiensi dan optimalisasi pola tanam pada daerah irigasiAnalisa efisiensi dan optimalisasi pola tanam pada daerah irigasi
Analisa efisiensi dan optimalisasi pola tanam pada daerah irigasi
Muhadir Masrur
 
Pertemuan 2-Jaringan Irigasi DAN SEMUANYA HSVDHHDGEY.pptx
Pertemuan 2-Jaringan Irigasi DAN SEMUANYA HSVDHHDGEY.pptxPertemuan 2-Jaringan Irigasi DAN SEMUANYA HSVDHHDGEY.pptx
Pertemuan 2-Jaringan Irigasi DAN SEMUANYA HSVDHHDGEY.pptx
farhelgod
 
02_Kebutuhan Air Irigasi_Part1.ppt
02_Kebutuhan Air Irigasi_Part1.ppt02_Kebutuhan Air Irigasi_Part1.ppt
02_Kebutuhan Air Irigasi_Part1.ppt
AdeliaForYou
 
Perencanaan irigasi-dan-bangunan-air
Perencanaan irigasi-dan-bangunan-airPerencanaan irigasi-dan-bangunan-air
Perencanaan irigasi-dan-bangunan-air
Iren Doke
 
Desain alat destilasi air laut berbasis tenaga surya sebagai alternatif penye...
Desain alat destilasi air laut berbasis tenaga surya sebagai alternatif penye...Desain alat destilasi air laut berbasis tenaga surya sebagai alternatif penye...
Desain alat destilasi air laut berbasis tenaga surya sebagai alternatif penye...
Tri Luthfiani
 
Makalah konservasi
Makalah konservasiMakalah konservasi
Makalah konservasi
Operator Warnet Vast Raha
 

Similar to EFEKTIFITAS EMBUNG UNTUK IRIGASI TANAMAN HORTIKULTURA DI CIKAKAK SUKABUMI (20)

Analisa efisiensi dan optimalisasi pola tanam pada daerah irigasi
Analisa efisiensi dan optimalisasi pola tanam pada daerah irigasiAnalisa efisiensi dan optimalisasi pola tanam pada daerah irigasi
Analisa efisiensi dan optimalisasi pola tanam pada daerah irigasi
 
Penyaliran tambang
Penyaliran tambangPenyaliran tambang
Penyaliran tambang
 
Presentation wahyu.pptx
Presentation wahyu.pptxPresentation wahyu.pptx
Presentation wahyu.pptx
 
233 1084-1-pb
233 1084-1-pb233 1084-1-pb
233 1084-1-pb
 
Presentasi.pptx
Presentasi.pptxPresentasi.pptx
Presentasi.pptx
 
Proses, mekanisme, serta perhitungan pemanenan air hujan
Proses, mekanisme, serta perhitungan pemanenan air hujanProses, mekanisme, serta perhitungan pemanenan air hujan
Proses, mekanisme, serta perhitungan pemanenan air hujan
 
SUMUR RESAPAN
SUMUR RESAPANSUMUR RESAPAN
SUMUR RESAPAN
 
EKOHIDROLOGI.docx
EKOHIDROLOGI.docxEKOHIDROLOGI.docx
EKOHIDROLOGI.docx
 
Pertemuan 2-Jaringan Irigasi DAN SEMUANYA HSVDHHDGEY.pptx
Pertemuan 2-Jaringan Irigasi DAN SEMUANYA HSVDHHDGEY.pptxPertemuan 2-Jaringan Irigasi DAN SEMUANYA HSVDHHDGEY.pptx
Pertemuan 2-Jaringan Irigasi DAN SEMUANYA HSVDHHDGEY.pptx
 
02_Kebutuhan Air Irigasi_Part1.ppt
02_Kebutuhan Air Irigasi_Part1.ppt02_Kebutuhan Air Irigasi_Part1.ppt
02_Kebutuhan Air Irigasi_Part1.ppt
 
KONSERVASI DAN PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR
KONSERVASI DAN PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIRKONSERVASI DAN PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR
KONSERVASI DAN PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR
 
Perencanaan irigasi-dan-bangunan-air
Perencanaan irigasi-dan-bangunan-airPerencanaan irigasi-dan-bangunan-air
Perencanaan irigasi-dan-bangunan-air
 
Desain alat destilasi air laut berbasis tenaga surya sebagai alternatif penye...
Desain alat destilasi air laut berbasis tenaga surya sebagai alternatif penye...Desain alat destilasi air laut berbasis tenaga surya sebagai alternatif penye...
Desain alat destilasi air laut berbasis tenaga surya sebagai alternatif penye...
 
Modul TKP M3KB3 - Sistem Jaringan Drainase
Modul TKP M3KB3 - Sistem Jaringan DrainaseModul TKP M3KB3 - Sistem Jaringan Drainase
Modul TKP M3KB3 - Sistem Jaringan Drainase
 
KONSERVASI AIR 2022.ppt
KONSERVASI  AIR 2022.pptKONSERVASI  AIR 2022.ppt
KONSERVASI AIR 2022.ppt
 
Makalah konservasi
Makalah konservasiMakalah konservasi
Makalah konservasi
 
Makalah konservasi
Makalah konservasiMakalah konservasi
Makalah konservasi
 
Penyediaan Air Bersih.pptx
Penyediaan Air Bersih.pptxPenyediaan Air Bersih.pptx
Penyediaan Air Bersih.pptx
 
Konservasi tanah dan air
Konservasi tanah dan airKonservasi tanah dan air
Konservasi tanah dan air
 
Konservasi tanah dan air
Konservasi tanah dan airKonservasi tanah dan air
Konservasi tanah dan air
 

More from Repository Ipb

SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
Repository Ipb
 
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
Repository Ipb
 
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
Repository Ipb
 
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
Repository Ipb
 
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
Repository Ipb
 
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUMTHERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
Repository Ipb
 
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIKSTUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
Repository Ipb
 
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIATHERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
Repository Ipb
 
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
Repository Ipb
 
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
Repository Ipb
 
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
Repository Ipb
 
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
Repository Ipb
 
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
Repository Ipb
 
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
Repository Ipb
 
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
Repository Ipb
 
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
Repository Ipb
 

More from Repository Ipb (20)

Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
 
Peta ipb
Peta ipbPeta ipb
Peta ipb
 
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
 
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
 
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
 
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
 
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
 
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
 
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUMTHERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
 
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIKSTUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
 
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIATHERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
 
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
 
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
 
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
 
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIFBRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
 
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
 
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
 
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
 
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
 
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
 

Recently uploaded

BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
JuliBriana2
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
novibernadina
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
ssuser35630b
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
AlfandoWibowo2
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
IvvatulAini
 

Recently uploaded (20)

Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxTEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptxRegresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 

EFEKTIFITAS EMBUNG UNTUK IRIGASI TANAMAN HORTIKULTURA DI CIKAKAK SUKABUMI

  • 1. Jurnal Tanah dan Lingkungan,Vol. 10 No. 1, April 2008: 1-6 ISSN 1410-7333 1 EFEKTIFITAS EMBUNG UNTUK IRIGASI TANAMAN HORTIKULTURA DI CIKAKAK SUKABUMI The Efectivity of Embung for Irigating Horticuture Plant in Cikakak Sukabumi Suria Darma Tarigan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Jalan Meranti Kampus IPB, Darmaga 16680 ABSTRACT Dry land farming provides promising opportunity in increasing agricultural production in rural area. But, lack of available water during dry season poses problem in developping dry land farming. An effective water conservation technique should be developped to alleviate this probelm. Use of small farm reservoir (embung) can be considered as one viable option for such conservation technique. The purpose of this research was to study the effectivity of small farm reservoir to supply irrigation water for horticulture commodity. Two different types of small farm reservoir (SFR) were constructed in micro- catchments for the research, i.e. a) SFR built with concrete, b) SFR built without concrete. SFR built with concrete had higher water available for irrigation, that is 34% higher compared to SFR whithout concrete. In addition, empirical equation that was used in this research was quite reliable in predicting colected water in the SFRs. Using 80% monthly rain probability, on average one small farm reservoir with dimension 8 m x 2m x 2 m was able to supply irrigation water for 100 m2 horticulture plant for the whole growing period. Key words : Small farm reservoir, dry season, irrigation, dry land farming. PENDAHULUAN Lahan kering mempunyai peluang yang besar untuk menjadi sumber peningkatan produksi pertanian, khususnya pangan dan tanaman hortikultura. Salah satu faktor penghambat pendayagunaan potensi lahan kering adalah kurangnya ketersediaan sumber daya air pada musim kemarau. Salah satu usaha yang bisa dilakukan untuk mengatasi faktor penghambat tersebut adalah dengan melakukan upaya konservasi air dengan jalan menyimpan kelebihan limpasan air permukaan pada saat hujan dengan menggunakan embung (small farm reservoir). Embung digunakan untuk menampung limpasan aliran permukaan pada saat hujan dan memanfaatkanya untuk usahatani pada saat musim kering. Kapasitas embung didalam menyimpan air sangat ditentukan oleh beberapa faktor seperti lokasi dan disain pembuatan embung. Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti efektifitas embung dalam menyediakan air irigasi tanaman hortikultura pada musim kemarau di daerah Kecamatan Cikakak Sukabumi. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Desa Sukamaju, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi. Data yang digunakan berupa data pengukuran di lapang maupun data sekunder, antara lain data curah hujan 10 tahun terakhir dan data iklim dari stasiun cuaca terdekat. Infiltrasi diukur dengan menggunakan infiltrometer. Sedangkan curah hujan selama penelitian berlangsung diukur dengan pengukur curah hujan sederhana yang dipasang berdekatan dengan lokasi embung. Penelitian mengenai efektifitas embung dalam menyediakan air irigasi tanaman hortikultura pada musim kemarau dilakukan dengan menanam bayam, buncis dan sawi pada lokasi peneltian. Metode Penelitian Lokasi embung yang dibangun terletak pada outlet sebuah mikro DAS (Gambar 1). Pada percobaan ini dibangun dua jenis embung yaitu : (1) Embung semi permanen dimana dinding dan alasnya berupa tanah yang dipadatkan (Gambar 2) dan (2) Embung permanen dimana dinding dan alasnya berlapiskan bata yang disemen (Gambar 3). Setiap tipe embung dibangun dengan dua ulangan. Jadi embung yang dibangun sebanyak 4 buah. Embung 1 dan 3 adalah embung permanen dan embung 2 dan 4 adalah embung semi permanen. Tarigan S.D. 2008. Efektifitas embung untuk irigasi tanaman hortikultura di Cikakak Sukabumi. J. Tanah Lingk., 10 (1):1-6
  • 2. Efektifitas embung untuk irigasi (S.D. Tarigan) 2 Gambar 1. Sketsa Embung dengan Daerah Tangkapan Mikro DAS Gambar 2. Penampang Melintang Embung Tipe Semi Permanen Gambar 3. Penampang Melintang Embung Tipe Permanen 2 m bambu 2 m 2 m Semen 2 m Daerah tangkapan Embung
  • 3. Jurnal Tanah dan Lingkungan,Vol. 10 No. 1, April 2008: 1-6 ISSN 1410-7333 3 Pada embung yang relatif masih baru, penurunan air embung cukup besar sebelum dimanfaatkan untuk pengairan. Tampaknya proses peresapan air ke bawah dan penguapan terjadi cukup cepat, apalagi pada embung yang dibangun di tanah yang mengandung pasir. Untuk mengatasi masalah ini maka perlu diberi perlakuan pada dasar embung berupa pemadatan tanah atau lapisan plastik untuk mengurangi peresapan air ke bawah dan pemberian penutup permukaan air embung untuk mengurangi penguapan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibandingkan volume air yang dapat ditampung embung berdasarkan perhitungan rumus empiris dan berdasarkan pengukuran dilapang. Volume air yang tertampung di embung dapat dihitung dengan menggunakan rumus empiris sebagai berikut: V= (C.P.Al) + (P.Ae) - (Eto.Ae) - (I.Ae) dimana: V = Volume air yang ditampung embung (m3 ); C = Koefisien aliran permukaan; P = Curah hujan dengan peluang kejadian hujan 80% (mm); Al = Luas daerah tangkapan embung (m2 ); Ae = Luas permukaan embung (m2 ); Eto = Besarnya evapotranspirasi (mm); I = Infiltrasi (mm) Hasil perhitungan dengan rumus empiris tersebut kemudian dibandingkan dengan hasil pengukuran sesungguhnya di lapangan. Curah Hujan ( P ) Data curah hujan 10 tahun terakhir digunakan untuk menghitung peluang kejadian hujan bulanan 80% terlampaui dengan analisa periode ulang. Analisis hanya dilakukan di bulan-bulan kering saja yaitu bulan April sampai September, karena pengamatan di lapang hanya dilakukan di bulan-bulan tersebut saja. Dari hasil analisis (Tabel 1) tampak bahwa hujan di Bulan April lebih tinggi dari bulan-bulan kering lainnya yaitu 167.8 mm dan kemudian menurun di bulan Mei dan Juni dan kemudian meningkat lagi di Bulan Juli yaitu 132.8 mm lalu menururn terus di Bulan Agustus dan September. Tabel 1. Peluang Kejadian Hujan Bulanan 80% Terlampaui No. Bulan Kejadian Hujan 80 % terlampaui (mm) 1 April 167.8 2 Mei 86.3 3 Juni 60.2 4 Juli 132.8 5 Agustus 79.0 6 September 55.6 Koefisien Aliran Permukaan ( C ) Koefisien aliran permukaan diperlukan untuk mengetahui proporsi curah hujan yang berubah menjadi aliran permukaan. Nilai C ditentukan berdasarkan penggunaan lahan, dimana nilai C yang digunakan pada embung 1 dan 2 adalah 0.3 dan embung 3 dan 4 adalah 0.2. Nilai C yang rendah menunjukkan banyaknya air yang tertahan pada daerah tangkapan, sedangkan nilai C yang tinggi menunjukkan bahwa banyak hujan yang menjadi aliran pemukaan. Lahan yang vegetasinya rapat seperti halnya pada daerah tangkapan embung 3 dan 4 menyebabkan besarnya proporsi air hujan yang tertahan pada daerah tangkapan mengakibatkan nilai C yang rendah. Sedangkan di embung 1 dan 2 kerapatan vegetasi lebih sedikit dan bagian atas dari daerah tangkapan adalah jalan beraspal sehingga aliran permukaan lebih tinggi dan nilai C juga lebih tinggi. Volume air di embung sebagian besar berasal dari aliran permukaan. Dengan demikian, dalam pembuatan embung perlu diperhatikan luasnya daerah tangkapan (catchment area) yang menghasilkan aliran permukaan. Dari ke empat embung yang dibangun, embung 3 tidak terisi air. Hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa daerah tangkapan embung 3 merupakan hutan sekunder dengan struktur tanah yang relatif baik dan infiltrasi yang tinggi sehingga aliran permukaan yang dihasilkan sangat sedikit sehingga tidak dapat memasok air ke embung. Infiltrasi ( I ) Besaran infiltrasi diperlukan untuk menduga kehilangan air dari embung akibat perkolasi. Nilai infiltrasi didapat berdasarkan pengukuran di lapang dengan meng- gunakan double ring infiltrometer. Pengukuran dilakukan pada embung 1, 2 dan 4 masing-masing dengan 3 ulangan. Kapasitas atau laju infiltrasi didapat dengan menggunakan persamaan Horton, yaitu F = Fc+(Fo – Fc)e–kt . Data infiltrasi yang dipakai adalah rata-rata dari ketiga ulangan, dimana pengukuran dilakukan setelah hari sebelumnya terjadi hujan. Pada embung 2 laju infiltrasi konstan lebih lama tercapai daripada embung 1 dan embung 4 karena pada lokasi embung 4 tekstur tanah lebih kasar dari tekstur tanah embung 2. Sedangkan pada embung 1, walaupun tekstur tanahnya sama dengan embung 2 namun penggunaan lahannya lebih rapat, sehingga laju infiltrasi konstan tercapai lebih cepat. Faktor lain yang mempengaruhi infiltrasi adalah struktur tanah, dimana struktur tanah di ketiga lokasi embung adalah gumpal dengan tingkat perkembangan sedang dan kuat. Sehingga air masuk ke dalam tanah agak terhambat dan bila terjadi hujan, aliran permukaan akan cukup besar terjadi. Infiltrasi pada embung 2 mengalami konstan setelah menit ke 75 dengan kapasitas infiltrasi 57.6 cm/hari. Sedangkan embung 2 dan 4 dengan kapasitas infiltrasi rata- rata 72 cm/hari yang mengalami konstan pada menit ke 35 termasuk dalam kriteria sedang juga.
  • 4. Efektifitas embung untuk irigasi (S.D. Tarigan) 4 Evaporasi Besaran evaporasi diperlukan untuk menghitung kehilangan air dari pemukaan embung. Besaran evaporiasi didekati dari persamaan Penman-Monteith, dimana parameter-parameter yang mempengaruhinya adalah suhu, kelembaban, kecepatan angin, lama penyinaran dan radiasi. Hasil perhitungan besaran evaporasi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Evaporasi Daerah Penelitian Menurut Persamaan Penman Bulan Suhu Kelembaban Kecepatan angin Lama penyinaran Radiasi Evaporasi ((o C) (%) (km/hari) (jam) (mm/hari) (mm/hari) April 23.7 90 142 5.3 4.3 3.6 Mei 24.6 90 86 7.3 4.5 3.7 Juni 23.6 88 112 7.5 4.2 3.6 Juli 23.7 87 95 7.9 4.4 3.7 Agustus 23.8 84 95 6.4 4.3 3.9 Septem-ber 24.0 85 86 7.5 5.2 4.4 Rata-Rata 23.9 89 142 6.3 4.6 4.0 Kalibrasi Rumus Empiris Kalibrasi di lapang dilakukan untuk melihat apakah volume aliran permukaan yang didapat dari rumus neraca keseimbangan air sama atau hampir sama dengan kenyataannya di lapangan. Intensitas hujan pada bulan- bulan kering seperti bulan Mei dan Juni pada daerah penelitian cukup tinggi walaupun hujan jarang terjadi. Misalnya saja pada tanggal 3 Mei 2001, dimana curah hujan di lapangan adalah 10,5 cm. Berdasarkan perhitungan dengan rumus empiris maka curah hujan tersebut menghasilkan volume aliran permukaan 8.9 m3 . Hal ini berarti embung 1 pada saat curah hujan 10.5 cm dapat menampung volume aliran permukaan sebanyak 8.9 m3 . Sedangkan hasil dari pengukuran volume aliran permukaan yang tertampung di embung di lapangan adalah 8.4 m3 (Tabel 3). Dari perhitungan tersebut ternyata hasil yang diperoleh dari estimasi berdasarkan rumus empiris mendekati pengukuran yang dilakukan di lapang. Umumnya, embung permanen mempunyai volume air tertampung lebih besar rata-rata 34 % dari embung semi permanen (Tabel 3). Pengaruh Penggunaan Lahan Penggunaan lahan pada daerah tangkapan embung 1 dan 2 lebih jarang berupa tanaman pisang dan kacang tanah dibandingkan pada embung 3 dan 4 sehingga kemampuan menahan airnya lebih sedikit dan aliran permukaan yang tertampung lebih banyak. Pada embung 3 dan 4 penggunaan lahannya berupa pisang, cabe dan talas, dan bagian atas daerah tangkapan berupa hutan sekunder sehingga aliran permukaan jadi lebih kecil dari embung 1 dan 2. Tabel 3. Perbandingan Volume Air di Embung Permanen dan Semi Permanen Berdasarkan Pengukuran di Lapang No. Tanggal Volume Aliran Permukaan (m3 ) Embung 1 (Permanen) Embung 2 (Semi Permanen) Pengukuran Dugaan Pengukuran Dugaan 1 3 Mei 01 8.4 8.9 2.5 2.9 2 5 Mei 01 10.1 10.6 6.5 6.9 3 7 Mei 01 6.9 7.2 0.8 - 4 9 Mei 01 2.5 2.8 0 - 5 11 Mei 01 1.8 - 0 - 6 01 Juni 01 3.2 3.6 0 - 7 13 Juni 01 17.4 17.6 17.6 18.1 8 15 Juni 01 16.0 16.4 16.0 16.8 Rata-Rata 8.2 - 5.4 Kegunaan Air Embung Untuk Irigasi Tanaman hortikultura yang ditanam di sekitar embung adalah bayam (Amarantus spe. Div), buncis (Brassica rugosa FRAIN) dan sawi (Phaseolus vulgaris L). Semua tanaman tersebut ditanam pada tanggal 10 Juni 2001 dengan masa tanam yang berbeda. Kebutuhan air tanaman bayam sampai panen adalah 188.3 mm dengan masa tanam dari bulan Juni sampai Agustus. Volume air di embung dari Juni sampai Agustus berdasarkan kejadian hujan bulanan 80 % di embung 2 adalah 19.4 m3 sedangkan kebutuhan air bayam setiap 50 m2 adalah 9.4 m3 (Tabel 4) sehingga air di dalam embung mampu memenuhi kebutuhan air tanaman bayam sampai masa panen. Kebutuhan air tanaman buncis sampai panen adalah 288.5 mm dengan masa tanam dari bulan Juni sampai minggu pertama September. Sedangkan air di embung 2 adalah 19.8 m3 . Dalam setiap luasan 50 m2 , kebutuhan air tanaman buncis adalah 14.4 m3 sehingga air dalam embung mencukupi untuk memenuhi kebutuhan buncis sampai panen. Demikian juga dengan sawi dimana kebutuhan airnya per 50 m2 adalah 13.5 m3 sedangkan masa tanamnya dari bulan Juni sampai Agustus dengan volume air di embung 2 adalah 19.4 m3 sehingga air di embung juga mampu memenuhi kebutuhan air tanaman sawi sampai masa panen.
  • 5. Jurnal Tanah dan Lingkungan,Vol. 10 No. 1, April 2008: 1-6 ISSN 1410-7333 5 Dari hasil analisis tersebut, maka dapat direncanakan bahwa air di dalam embung memang sangat berguna pada saat musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan air tanaman hortikultura sehingga pendapatan petani dapat meningkat. Tabel 4. Kebutuhan Air Tanaman Hortikultura Tanaman Hortikultura Masa Tanam Kebutuhan Air Setiap 50 m2 (m3 ) Volume Air Embung 2 (m3 ) Bayam Juni - Agustus 9.4 19.4 Buncis Juni - September 14.4 19.8 Sawi Juni - Agustus 13.5 19.4 Volume Aliran Permukaan yang Tertampung di Embung Berdasarkan Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Dari hasil analisis return period yang digunakan untuk mendapatkan peluang kejadian hujan 80% terlampaui terlihat bahwa curah hujan pada bulan April lebih tinggi dari bulan-bulan kering lainnya yaitu 167.8 mm dan kemudian turun di bulan Mei dan Juni dan kemudian meningkat lagi di Bulan Juli yaitu 132.8 mm lalu turun terus di Bulan Agustus dan September (Gambar 4). Gambar 4. Hubungan Antara Hujan Bulanan 80% Terlampaui dengan Volume Aliran Permukaan yang Tertampung di Embung 2 dan 4 Dari data tersebut terlihat bahwa walaupun di bulan- bulan kering, di daerah tersebut tetap terdapat hujan di atas 50 mm yang termasuk cukup tinggi. Bila digunakan rumus empiris maka volume aliran permukaan yang tertampung di bulan April adalah 19.8 m3 dengan evapotranspirasi 0.4 cm/hari dan infiltrasi 57.6 cm/hari. Dengan demikian jumlah aliran permukaan yang tertampung ini cukup efektif bila ditampung di dalam embung untuk digunakan bila terjadi kekeringan karena hujan yang ada hanya sekali-kali. Sedangkan pada embung 4 dengan curah hujan yang sama yaitu 167.8 mm dengan evapotranspirasi 0.4 cm/hari dan infiltrasi 72 cm/hari maka volume aliran permukaan yang tertampung di embung adalah 24.7 m3 . Sedangkan pada bulan September dimana kedua embung hanya mampu menampung air 0.4 m3 karena curah hujan pada bulan tersebut rendah yaitu 55.6 mm. Luas daerah tangkapan embung 4 lebih luas dari pada embung 2, demikian juga dengan infiltrasinya yang lebih tinggi maka volume aliran permukaan yang tertampung dalam embung 4 lebih banyak. Hal tersebut dapat dilihat dari perbandingan dimana pada bulan September embung 2 volume aliran permukaannya adalah 19.8 m3 sedangkan volume embung 4 adalah 24.7 m3 . Evaluasi Sensitivitas Parameter - Parameter Masukan Untuk melihat tingkat pengaruh parameter-parameter rumus empiris perlu dilakukan evaluasi sensitivitas. Berdasarkan analisis sensitivitas yang dilakukan (Tabel 5), terlihat bahwa tingkat perubahan volume aliran permukaan bervariasi sesuai jenis parameternya. Peningkatan nilai parameter C dengan tingkat perubahan 5%, 10% dan 15% mengakibatkan peningkatan cukup besar volume aliran permukaan yang tertampung di embung, begitu juga sebaliknya dengan penurunan nilai parameter C. Peningkatan nilai parameter P dan Al dengan tingkat perubahan 5%, 10% dan 15% juga mengakibatkan peningkatan volume aliran permukaan yang tertampung di embung, begitu juga sebaliknya dengan penurunan parameter-parameter tersebut dengan tingkat perubahan yang sama. Namun, perubahan yang terjadi tidak sebesar seperti halnya yang terjadi pada parameter C. Dengan demikian parameter C pada rumus empiris merupakan parameter yang paling sensitif, diikuti dengan parameter I dan Eto. Hubungan hujan bulanan 80% dengan volume aliran permukaan 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 April Mei Juni Juli Agustus September Bulan Curahhujan(mm)danVolumealiran permukaan(cm3) Kejadian Hujan (mm) Volume aliran permukaan embung 2 (cm3) Volume aliran permukaan embung 4 (cm3)
  • 6. Efektifitas embung untuk irigasi (S.D. Tarigan) 6 Tabel 5. Evaluasi Sensitivitas Terhadap Parameter-Parameter Masukan Volume Aliran Permukaan yang Tertampung di Embung 2 Parameter % Perubahan Pertambahan Volume aliran permukaan (m3 ) Persentase Pengurangan Volume aliran permukaan (m3 ) Persentase C 0% 0.3 17.4 0 0.3 17.4 0 5% 0.35 21.5 23.6 0.25 13.4 -22.9 10% 0.4 25.5 18.6 0.2 9.3 -30.6 15% 0.45 29.6 16.1 0.15 5.3 -43.0 P 0% 15.4 17.4 0 15.4 17.4 0 5% 15.45 17.5 0.6 15.35 17.4 0 10% 15.5 17.6 0.6 15.3 17.3 -0.6 15% 15.55 17.7 0.6 15.25 17.2 -0.6 Al 0% 525 17.4 0 525 17.4 0 5% 525.05 17.4 0 524.95 17.4 0 10% 525.1 17.4 0 524.9 17.4 0 15% 525.15 17.4 0 524.85 17.4 0 Ae 0% 16 17.4 0 16 17.4 0 5% 16.05 17.4 0 15.95 17.5 0.6 10% 16.1 17.4 0 15.9 17.5 0 15% 16.15 17.4 0 14.85 17.9 2.3 Eto 0% 0.004 17.4 0 0.004 17.4 0 5% 0.054 16.6 -4.6 -0.046 18.2 4.6 10% 0.104 15.8 -4.8 -0.096 19.0 4.4 15% 0.154 15.0 -5.1 -0.146 19.8 4.2 I 0% 0.576 17.4 0 0.576 17.4 0 5% 0.626 16.6 -4.6 0.526 18.2 18.2 10% 0.676 15.8 -4.8 0.476 19.0 19.0 15% 0.726 15.0 -5.1 0.426 19.8 19.8 KESIMPULAN Kemampuan menampung aliran permukaan pada embung permanen lebih besar 34 % dari embung semi permanen. Namun demikian, embung semi permanen dengan voluma 32 m2 (embung dengan dinding dan alas yang terbuat dari tanah) sudah dapat mencukupi air irigasi selama satu musim tanam untuk luasan sampai 0.01 ha tanaman hortikultura pada musim kemarau di daerah Cikakak Sukabumi. Rumus empiris yang digunakan cukup akurat dalam menduga jumlah air yang dapat terkumpul pada embung. Penutupan lahan sangat menentukan besarnya limpasan permukaan. Embung yang dibuat di bawah mikro DAS yang mempunyai penutupan vegetasi yang jarang menghasilkan aliran permukaan yang lebih besar dari mikro DAS yang mempunyai penutupan hutan sekunder. Faktor C (koefisien aliran permukaan) merupakan parameter rumus empiris yang paling sensitif dalam prediksi jumlah air yang bisa ditampung pada embung. DAFTAR PUSTAKA Irawan, B. Hafif, dan H. Suwardjo. 1999. Prospek Pengembangan Kedung (Embung Mikro) dalam Peningkatan Produksi Pangan dan Pendapatan petani: Studi kaus di Desa Selopamioro, bantul, DI. Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Sumber Daya Lahan, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Vol.3. Singih, S. dan G. A. Chandra. 1992. Manfaat Embung Pertanian bagi Petani Lahan Kering dan Kemungkinan Pengembangannya di Kabupaten Pati. Hlm. 217-225 dalam Teknologi Konservasi dan Embung. Prosiding Perakitan Teknologi Program Keterkaitan Peneletian- Penyuluhan, Ungaran, Jawa Tengah, 17-21 Februari 1992. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian – Kantor wilayah Departemen Pertanian Propinsi Jawa Tengah. Syamsiah, I. dan A. M. Fagi. 1993. Teknologi Embung. Prosiding Seminar Pengelolaan Tata Air dan Pemanfaatannnya dalam Satu Kesatuan Toposekuens, Cilacacap, 7-8 Oktober 1993. Syamsiah, I., Suprapto dan A. M. Faqi. 1992. Potensi Pengembangan Embung di Lahan Sawah Tadah Hujan Hlm. 233-254 dalam Teknologi Konservasi dan Embung. Prosiding Perakitan Teknologi Program Keterkaitan Peneletian-Penyuluhan, Ungaran, Jawa Tengah, 17-21 Februari 1992. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian – Kantor wilayah Departemen Pertanian Propinsi Jawa Tengah.