Dokumen tersebut membahas kesiapan beberapa kabupaten/kota di Kalimantan dalam kompetisi antar daerah di bidang pelayanan publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum kabupaten/kota di Kalimantan belum siap bersaing, dengan skor di bawah 300 berdasarkan 12 indikator kinerja pelayanan. Hanya Kota Banjarmasin yang mampu meraih penghargaan untuk salah satu unit pelayannya, sedangkan
2. KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
155 + 20, 2007
Perpustakaan Nasional RI:
Data Katalog Dalam Terbitan (KDT)
ISBN 978-979-1176-08-8
1. Pelimpahan Kewenangan 2. UU Nomor 32 Tahun 2004
Tim Peneliti :
Meiliana, SE.,M.Si (Peneliti Utama)
Tri Widodo W. Utomo, SH., MA (Peneliti)
Drs. M. Tarno Seman, M.Si. (Peneliti)
Mayahayati K., SE (Peneliti)
Windra Mariani, SH (Peneliti)
Drs. Syahrial (Pembantu Peneliti)
Drs. Ushuludin, M.Si. (Pembantu Peneliti)
Drs. Andi Taufik, M.Si. (Pembantu Peneliti)
Siti Zakiyah, S.Si. (Koordinator Penelitian)
Editor :
Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA Siti Zakiyah, S.Si.
Said Fadhil, SIP
Diterbitkan Oleh :
Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III (PKP2A III)
LAN Samarinda
UNDANG-UNDANG HAK CIPTA NO. 19 TAHUN 2002
Pasal 72
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara masing-
masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,-(limamiliarrupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
dendapalingbanyakRp.500.000.000,-(limaratusjutarupiah).
3. KATA PENGANTAR
Di era otonomi luas dewasa ini, inovasi, terobosan dan daya kreasi
aparatur pemerintah merupakan kata kunci untuk berhasilnya pembangunan
di daerah. Untuk itu, inovasi, terobosan dan daya kreasi ini perlu terus diasah
dan dikembangkan agar menjadi tools yang manjur untuk membangun figur
kepemerintahan lokal yang efektif, efisien, professional, bersih, committed,
akuntabel,sertaberkinerjatinggi.
Fenomena dewasa ini mengilustrasikan bahwa meskipun telah terjadi
peningkatan yang cukup signifikan terhadap inovasi dan terobosan-terobosan
di banyak daerah, namun semangat untuk menggali hal-hal baru (invention)
dan menemukan metode-metode baru (innovation) dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah masih dirasakan perlu diperkuat lagi. Inovasi dan
terobosan-terobosan yang dilakukan oleh pemerintah daerah diyakini mampu
meningkatkandayasaingdaerahtersebut.
Sebagai salah satu upaya untuk menciptakan daya saing daerah,
penciptaan sistem kompetisi diyakini akan mampu merangsang daerah untuk
berlomba-lomba menciptakan inovasi dan terobosan yang apada tataran
selanjutnya akan menumbuhkan daya saing daerah. Kompetisi akan
menghasilkan efisiensi dan responsivitas birokrasi pada perubahan
lingkungan sehingga akan mampu meningkatkan daya inovasi di lingkungan
birokrasi. Daya inovasi dan kreativitas yang telah diciptakan oleh daerah akan
memberikan manfaat yang besar dalam rangka pelaksanaan pembangunan di
daerah.
Akhirkata,Timpenelitiinginmenyampaikanpenghargaandanucapan
terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu terlaksananya
program kajian ini, khususnya kepada para pejabat di daerah sampel, yakni di
Kota Pontianak, Kota Banjarmasin, Kabupaten Pasir dan Kabupaten Pulang
Pisau. Pada saat bersamaan, Tim juga menyadari bahwa kajian ini masih
mengandung banyak kelemahan dan kekurangan, baik secara metodologis
maupun substantif. Untuk itu, Tim sangat mengharapkan adanya kritik, saran,
sertakomentarcerdasdankonstruktifdariberbagaipihak.
Samarinda, Desember 2007
Tim Peneliti
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
iii
4. DAFTAR ISI
KataPengantar..........................................................................................................
DaftarIsi......................................................................................................................
Ringkasan Eksekutif ...............................................................................................
Bab I Pendahuluan .................................................................................
A. Latar Belakang ....................................................................................
B. Perumusan Masalah .........................................................................
C. Ruang Lingkup ....................................................................................
D. Tujuan dan Kegunaan ......................................................................
E. Hasil yang Diharapkan ...................................................................
F. Metodologi Penelitian .....................................................................
Bab II Konsep Kompetisi Pelayanan Publik Dan Peningkatan
Kinerja Kualitas Pelayanan ......................................................
A. Konsep Kompetisi Pelayanan Publik ........................................
1. Makna dan Pengetian Kompetisi ..........................................
2. Makna dan Pengertian Pelayanan Publik .........................
B. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dan
Hambatannya ......................................................................................
C. Meningkatkan Keunggulan Bersaing melalui
Pelayanan Prima (Competitive Advantage) ............................
Bab III Inovasi Dan Manajemen Perubahan Dalam Mewujudkan
Competitive Government Dan Menumbuhkan Semangat
Kompetisi ......................................................................................
A. Kreativitas dan Inovasi dalam Mewujudkan Competitive
advantage dan competitive government ................................
B. Manajemen Perubahan dalam Menciptakan Daya Saing
dan Mendorong Kompetisi ...........................................................
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
iv
iii
iv
vi
1
1
3
4
4
5
5
17
17
17
21
23
29
32
32
37
5. Bab IV Kesiapan Kabupaten/Kota di Wilayah kalimantan
Dalam Kompetisi antar Daerah di Bidang Pelayanan
Publik ..............................................................................................
A. Kesiapan Kabupaten/Kota di Kalimantan dalam
kompetisi Antar daerah di Bidang Pelayanan Publik ........
B. Kesiapan Kota Pontianak dalam Kompetisi Antar
Daerah di Bidang Pelayanan Publik ..........................................
1. Gambaran Umum Daerah ........................................................
2. Kesiapan Kabupaten Pasir dalam kompetisi Antar
Daerah di Bidang Pelayanan Publik ....................................
C. Kesiapan Kabupaten Pasir dalam Kompetisi Antar
Daerah di Bidang Pelayanan Publik ..........................................
1. Gambaran Umum Daerah ........................................................
2. Kesiapan Kabupaten Pasir dalam Kompetisi Antar
Daerah di Bidang Pelayanan Publik ....................................
D. Kesiapan Kabupaten Pulang Pisau dalam Kompetisi
Antar Daerah di Bidang Pelayanan Publik .............................
1. Gambaran Umum Daerah ........................................................
2. Kesiapan Kabupaten Pulang Pisau dalam Kompetisi
Antar Daerah di Bidang Pelayanan Publik .......................
Bab V Penutup ...........................................................................................
A. Kesimpulan ..........................................................................................
B. Rekomendasi .......................................................................................
LAMPIRAN
Lampiran 1 Instrumen Penelitian .............................................................
Lampiran 2 SK Tim Pelaksana Kajian Kesiapan Kabupaten/Kota
di Wilayah Kalimantan dalam Kompetisi Antar
daerah di Bidang Pelayanan Publik .................................
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
v
44
44
45
45
49
88
88
91
117
117
120
153
153
155
1
7
6. RINGKASAN EKSEKUTIF
Reformasi birokrasi pelayanan belum menunjukkan hasil seperti
yang diharapkan, hal ini dibuktikkan bahwa sampai saat ini pelayanan publik
cenderung belum sepenuhnya menganut responsibilitas, responsivitas dan
kadang-kadang malah tidak representatif. Pelayanan publik yang dikelola
oleh pemerintah secara hierarkis cenderung bercirikan "over bureaucratic,
bloated, wasteful dan under performing" sehingga banyak pelayanan
pemerintahan seperti pendidikan,kesehatan, transportasi, pekerjaan umum,
pertanahan, penanaman modal, fasilitas sosial, tenaga kerja dan lainnya yang
dikelola oleh pemerintah tidak memuaskan masyarakat, bahkan kalah
bersaing dengan pelayanan pihak swasta. Masih adanya keluhan dan
pengaduan masyarakat, baik disampaikan langsung kepada pemberi
pelayanan maupun melalui media massa semakin menguatkan opini publik
yang menyatakan bahwa pelayanan publik di Indonesia secara keseluruhan
belumlahberjalansebagaimanayangdiharapkan.
Kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka
peningkatan kualitas pelayanan publik sejak tahun 1993 baik dalam bentuk
PP, Inpress dan beberapa peraturan turunannya belum mampu merubah
wajah pelayanan publik di Indonesia. Efektivitas dari impelementasi
kebijakan tentang pelayanan publik bukanlah disebabkan oleh kelemahan
substansi dari kebijakan tersebut, akan tetapi merupakan bentuk
ketidaktaatan hukum terhadap pemberlakuan kebijakan yang bersangkutan.
Percepatanpeningkatankualitaspelayananpublikakansulitberhasil
jika hanya mengandalkan kesadaran unit pelayanan dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan yang diberlakukan tanpa adanya
dukungan dari pihak-pihak pengambil keputusan di atasnya. Sehingga
komitmen yang kuat, kreativitas, inovasi, dan terobosan dari
Bupati/Walikota dan seluruh jajarannya sangat diperlukan dalam
mengimplementasikankebijakandibidangpelayananpublikdidaerahnya.
Kondisi daerah menggambarkan adanya perbedaan kemajuan dalam
upaya peningkatan pelayanan publik. Beberapa daerah telah menunjukkan
komitmen dan inovasi yang tinggi dalam upaya peningkatan kualitas
pelayanan publik, akan tetapi masih banyak daerah lain yang belum
menunjukkankemajuansebagaimanadiharapkan.
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
vi
7. Mengingat kondisi tersebut, maka kajian ini mencoba
mengidentifikasiberbagaiprogrampeningkatankualitaspelayananpublikdi
beberapa kabupaten/kota di wilayah Kalimantan, mengidentifikasi tingkat
kesiapan pemerintah kabupaten/kota dalam kompetisi antar daerah di
bidang pelayanan, disamping itu juga ingin mengidentifikasi berbagai
kebutuhan kebijakan dalam rangka mengakselerasi peningkatan kualitas
pelayananpublikdimasayangakandatang.
Kebijakan daerah tentang pelayanan publik yang diharapkan dapat
menjamin hak-hak masyarakat dalam memperoleh pelayanan publik di
wilayah Kalimantan belum dimiliki satu daerah pun di Kalimantan. Meski
demikian kondisi unit pelayanan publik di beberapa daerah di Kalimantan
tidak sepenuhnya jauh tertinggal dibanding kondisi unit pelayanan publik di
luar Pulau Kalimantan, demikian juga dengan semangat kompetisi di bidang
pelayanan publik. Hal ini dibuktikkan beberapa daerah di kalimantan
khususnya Kalimantan Timur seperti Kota Balikpapan, Kota Bontang dan
Kota Tarakan telah mampu bersaing dengan daerah lainnya di Indonesia
dalam melakukan inovasi dalam perbaikan dan peningkatan pelayanan
publik yang dibuktikkan dengan pemberian penghargaan berupa piagam
pelopor inovasi. Ketiga kota tersebut bukan merupakan cerminan kondisi
Kalimantan secara keseluruhan mengingat Pulau Kalimantan didominasi
oleh wajah pedesaan, sedangkan ketiga daerah tersebut merupakan wajah
perkotaan, yang kondisi infrastrukturnya jauh lebih baik dibandingkan
daerah-daerahlaindiKalimantan.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa secara umum
kabupaten/kota di Kalimantan khususnya daerah yang menajdi lokus
penelitian belum siap dalam berkompetisi antar daerah di bidang pelayanan
publik. hal ini ditunjukkan dari hasil pengukuran penilaian kinerja pelayanan
berdasarkan 12 indikator berdasarkan Keputusan menteri Pendayagunaan
AparaturNegaraNomor26Tahun2006dimanaseluruhdaerahyangmenjadi
lokus penelitian rata-rata memiliki skor di bawah 300 sehingga masuk pada
level "kurang siap" bahkan ada yang kondisinya lebih parang lagi yaitu "tidak
siap". Dari 4 (empat) kabupaten/kota yaitu Kota Pontianak, Kota
Banjarmasin, Kabupaten Pulang Pisau serta Kabupaten Paser sebagai lokus
penelitian, Kota Banjarmasin merupakan satu-satunya daerah yang mampu
mengantarkan salah satu unit pelayanannya yaitu "PDAM Bandarmasih"
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
vii
8. meraih penghargaan piala citra pelayanan prima, sedangkan Kota Pontianak
baru mampu mengantarkan "KP2Tnya" (Kantor Pelayanan dan Perizinan
Terpadu) dan Puskesmas Kalianyang meraih piagam citra pelayanan prima.
Dibanding dua daerah tadi, Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Paser
menunjukkan kondisi yang jauh lebih tertinggal dalam upaya peningkatan
pelayanan publik. Kabupaten Pulang Pisau merupakan kabupaten yang baru
dimekarkan pada tahun 2002 dari kabupaten induknya, yaitu Kabupaten
Kapuas, pertumbuhan pembangunan di daerah pemekaran ini cukup lambat.
Infrastruktur yang tersedia di kabupaten ini masih sangat minim, pelayanan
dan perizinan masih dilakukan oleh dinas-dinas terkait yang lokasinya
terpisah serta sarana dan prasarana terbatas. Kabupaten Pasir meskipun
merupakan salah satu daerah otonom yang berdiri sejak tahun 1959, akan
tetapi inovasi, kreativitas dan komitmen dari pemerintah daerah dalam
peningkatanpelayananpublikbelumbegituterlihat.
Dengan ditetapkannya Keputusan MenPAN Nomor 26 Tahun 2006
tentang Pedoman Penilaian Kinerja Pelayanan dalam rangka Kompetisi antar
Kabupaten/Kota merupakan sinyal positif terhadap upaya untuk
merangsang daerah untuk menjadi yang terbaik dalam penyelenggaraan
pelayanan publik. Kebijakan yang disertai dengan penghargaan piagam
pelopor inovasi tersebut diharapkan akan menjadi stimulan ataupun
leverage bagi daerah-daerah lain untuk terus berinovasi dan menciptakan
terobosan-terobosan baru dalam penyelenggaraan pemerintahannya.
Penelitian ini merekomendasikan agar dorongan pemerintah untuk
merangsang daerah dalam peningkatan kinerja pelayanan serta berinovasi
dalam penyelenggaraan pemerintahannya perlu terus diperkuat, baik
melalui kebijakan yang disertai dengan sanksi yang tegas maupun melalui
stimulan berupa reward/penghargaan yang lebih "menggiurkan", masih
dibungkus dalam suatu sistem kompetisi. Disamping itu, budaya inovasi dan
kreativitas pemerintah daerah juga harus ditanamkan, bisa dimulai dari
pimpinan pemerintahan daerah, bisa juga dimulai dari satuan unit terkecil
dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dimulai dari hal-hal yang kecil
yangpadaakhirnyadiharapkanakanmenjadibudayaPemerintahDaerah.
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
viii
9. BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Pasal 11 ayat (4) UU No.32 Tahun 2004 menyatakan bahwa,
"Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang
berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara
bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah". Selanjutnya dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahannya, Pemerintah Daerah
menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dan memiliki kewenangan
membuatkebijakandaerahuntukmemberipelayanan,peningkatanperan
serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada
peningkatan kesejahteraan rakyat berdasarkan standar pelayanan yang
telah ditetapkan. Dengan demikian desentralisasi merupakan tangung
jawab masyarakat dan Pemerintah Daerah. Dalam konteks ini maka
urusan keberhasilan pelayanan publik adalah tingkat perubahan
penyelenggaraan pemerintahan yang berpihak pada pemenuhan
kebutuhan pelayanan dasar dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Akan tetapi, sampai saat ini pelayanan publik cenderung belum
sepenuhnya menganut responsibilitas, responsivitas dan kadang-kadang
malah tidak representatif. Pelayanan publik yang dikelola oleh
pemerintah secara hierarkis cenderung bercirikan "over bureaucratic,
bloated, wasteful dan under performing" sehingga banyak pelayanan
pemerintahan seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, pekerjaan
umum, pertanahan, penanaman modal, fasilitas sosial, tenaga kerja dan
lainnya yang dikelola oleh pemerintah tidak memuaskan masyarakat,
bahkan kalah bersaing dengan pelayanan pihak swasta. Dengan kata lain,
pelayanan publik dalam banyak hal belum berjalan sebagaimana
diharapkan. Hal ini antara lain terlihat dari masih adanya keluhan dan
pengaduan masyarakat, baik disampaikan langsung kepada pemberi
pelayanan maupun melalui media massa. Untuk mengatasi kondisi ini,
diperlukan komitmen yang tegas dan jelas dari pimpinan unit pelayanan
publik.
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
1
10. Dalam konteks demikian, maka perlu suatu sarana yang menjadi
tolak ukur pelaksanaan maupun evaluasi pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat, terutama menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat. Luasnya cakupan pelayanan dasar sebagaimana urusan
pemerintahan bersifat wajib yang menjadi kewenangan daerah
memungkinkan adanya cakupan pelayanan sehingga perlu adanya
pengaturan standar pelayanan, paling tidak dalam kategori minimal
dengan berpedoman pada standar yang ditetapkan pemerintah guna
mengukur tingkat kualitas pelayanan jasa, pelayanan barang dan/atau
pelayananusahayangdiberikanpemerintahdan/ataupemerintahdaerah
dalammeningkatkankesejahteraanmasyarakat.
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dan kepuasan
masyarakat sekaligus memperkokoh daya saing (competitiveness) unit
pelayanan, berbagai kebijakan telah digulirkan. Sebagai contoh, Instruksi
Presiden No 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi,
yang menginstruksikan antara lain kepada Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara untuk menyiapkan rumusan kebijakan
dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik. Selain itu, Inpres ini
juga menginstruksikan kepada seluruh Gubernur dan Bupati / Walikota
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, baik
dalam bentuk jasa ataupun perizinan melalui transparansi dan
standardisasi pelayanan yang meliputi persyaratan, target waktu
penyelesaian dan biaya yang harus dibayar oleh masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku serta senantiasa berupaya mencegah, mengurangi bahkan
menghapuskanpungutantidakresmi.
Percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik pada
pemerintah kabupaten/kota memerlukan komitmen yang kuat,
kreativitas, inovasi, dan terobosan dari Bupati/Walikota dan seluruh
jajarannya dalam mengimplementasikan kebijakan di bidang pelayanan
publik. Kenyataan di beberapa daerah dimana pimpinan beserta
jajarannya mempunyai komitmen yang kuat dalam upaya peningkatan
kualitas pelayanan publik, telah menunjukkan kemajuan yang cukup
menggembirakan. Sementara itu masih banyak daerah lain yang belum
menunjukkankemajuansebagaimanadiharapkan.
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
2
11. Sebagai tindak lanjut dari Inpres No. 5 Tahun 2004 tadi, maka
Menteri Negara PAN telah menerbitkan serangkaian peraturan beserta
instrumenpengukurankualitaspelayanan,antaralainadalah:
eKeputusan Menpan No. KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman
Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Unit
PelayananInstansiPemerintah.
eKeputusan Menpan No. KEP/26/M.PAN//2004 tentang Petunjuk
Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan
PelayananPublik.
ePeraturan Menpan No. PER/20/M.PAN/04/2006 tentang Pedoman
PenyusunanStandarPelayananPublik.
ePeraturan Menpan No. PER/25/M.PAN/05/2006 tentang Pedoman
PenilaianKinerjaUnitPelayananPublik.
ePeraturan Menpan No. PER/26/M.PAN/05/2006 tentang Pedoman
Penilaian Kinerja Pelayanan Publik Dalam Rangka Pelaksanaan
KompetisiAntarKabupaten/Kota.
Dari berbagai aturan tadi dapat ditemukan adanya perubahan
paradigma dalam pengukuran kinerja pelayanan. Mutu pelayanan tidak
lagi hanya dilihat dari aspek-aspek teknis seperti prosedur, persyaratan,
waktu, biaya, lembaga pelayanan, atau kepuasan masyarakat semata;
namun lebih dari itu mutu pelayanan juga ditempatkan pada kerangka
kebijakan yang lebih luas, yakni merangsang tumbuhnya semangat
kompetisi antar instansi pelayanan dan antar daerah. Itulah sebabnya,
indikator-indikator pengukuran kinerja pelayanan diperluas kedalam
dimensi-dimensi makro yang lebih strategis, misalnya kebijakan
deregulasi dan debirokratisasi pelayanan, kebijakan peningkatan
partisipasi masyarakat, kebijakan pemberian penghargaan dan
penerapan sanksi, kebijakan korporatisasi unit pelayanan, kebijakan
peningkatan profesionalisme pejabat pemberi layanan publik, kebijakan
pengembangan ekonomi daerah, kebijakan pengembangan dan
pemanfaatane-government,dansebagainya.
B. PerumusanMasalah
Dari berbagai fenomena yang dipaparkan pada latar belakang
diatas, maka dapat dirumuskan adanya permasalahan penelitian sebagai
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
3
12. berikut:
1. Masih relatif rendahnya kualitas pelayanan publik di era otonomi
daerah, baik yang bersumber dari kinerja internal unit pelayanan
(prosedur, SDM, sarana pelayanan, dsb) yang belum optimal, sehingga
menghasilkantingkatkepuasanmasyarakat(IKM)yangrendahpula.
2. Masih kurangnya kesungguhan pemerintah daerah dalam menetapkan
program yang secara sistematis ditujukan untuk meningkatkan
kualitaspelayanandalamrangkapeningkatankepuasanmasyarakat.
3. Masih relatif rendahnya kemampuan bersaing (competitiveness)
pemerintah daerah yang didukung oleh komitmen yang kuat,
kreativitas, inovasi, dan terobosan dari unsur pimpinan daerah. Belum
terinternalisasikannya semangat dan kemampuan untuk berkompetisi
ini,maka
C. RuangLingkup
Sesuai dengan Permenpan No. 26 Tahun 2006, maka ruang
lingkup penelitian ini diarahkan pada upaya pengukuran kinerja
kabupaten/kota, yang meliputi 12 variabel, yakni: kebijakan deregulasi
dan debirokratisasi pelayanan publik, peningkatan partisipasi
masyarakat, pemberian penghargaan dan sanksi, pembinaan teknis,
peningkatan profesionalisme pejabat/pegawai, korporatisasi unit
pelayanan,pengembanganmanajemenpelayanan,penghargaandibidang
peningkatan kualitas pelayanan publik, pengembangan dan pemanfaatan
e-government, penerapan standar ISO 9001-2000, pembangunan
kemasyarakatan dan kesejahteraan, dan kebijakan dalam mendorong
pembangunanekonomidaerah.
D. TujuandanKegunaan
Kajian ini diharapkan dapat mencapai tujuan-tujuan sebagai
berikut:
1. Untuk mengidentifikasi berbagai program peningkatan kualitas
pelayanan publik dan kepuasan masyarakat di beberapa
kabupaten/kotadiwilayahKalimantan.
2. Untuk mengidentifikasi tingkat kesiapan pemerintah kabupaten/kota
dalamkompetisiantardaerahdibidangpelayanan.
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
4
13. 3. Untuk mengidentifikasi berbagai kebutuhan kebijakan dalam rangka
mengakselerasi peningkatan kualitas pelayanan publik di masa yang
akandatang.
Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil kajian ini adalah
meningkatnya praktek pemberian layanan publik (public service
delivery) sebagai fungsi utama pemerintahan daerah di era otonomi
luasberdasarkanUUNo.32Tahun2004.
E. Target/Hasilyangdiharapkan
Hasil akhir yang ingin dicapai dari kajian ini adalah tersusunnya
sebuah laporan tentang gambaran umum kinerja daerah di bidang
pelayanan (internal maupun eksternal), profil dan kesiapan pemerintah
daerah dalam konteks kompetisi antar daerah, serta rekomendasi
kebijakan peningkatan kualitas pelayanan publik di masa mendatang di
wilayahKalimantan.
F. MetodologiPenelitian
1. RancanganPenelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif
kuantitatif yang sesuai dengan tujuannya dirancang untuk dapat
mengidentifikasi berbagai program peningkatan kualitas pelayanan
publik dan kepuasan masyarakat di beberapa kabupaten/kota di
wilayah Kalimantan, mengidentifikasi tingkat kesiapan pemerintah
kabupaten/kota dalam kompetisi antar daerah di bidang pelayanan,
serta mengidentifikasi berbagai kebutuhan kebijakan dalam rangka
mengakselerasi peningkatan kualitas pelayanan publik di masa yang
akandatang.
2. Sampel/RespondenPenelitian
Penelitian tentang pelimpahan sebagian kewenangan
bupati/walikotakepadacamat/lurahdikalimantanmengambilsampel
4 (empat) kabupaten/kota yang masing-masing mewakili provinsi di
wilayah Kalimantan. Adapun penentuan sampelnya dilakukan secara
random bertujuan (purposive random sampling) dengan daerah yang
ditelitiadalahsebagaiberikut:
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
5
14. NO PROVINSI KABUPATEN/KOTA
1. Kalimantan Timur ?Kabupaten Pasir
2. Kalimantan Selatan ?Kota Banjarmasin
3. Kalimantan Tengah ?Kabupaten Pulang Pisau
4. Kalimantan Barat ?Kota Pontianak
3. TeknikPengumpulanData
Teknik dan/atau instrumen pengumpulan data yang
digunakandalampenelitianiniada2(dua)cara,yaitu:
APenyebarandanpengisiankuesioner.
APenjaringan data sekunder untuk menunjang analisis, seperti
laporan kegiatan, hasil penelitian, dokumen perencanaan, dan
sebagainya.
4. TahapandanJangkaWaktuPenelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan selama 12 (dua belas) bulan
mulaiawalJanuari2007hinggaakhirDesember2007.Adapuntahapan
kegiatansecaraumumadalahsebagaiberikut :
SPersiapan penelitian: terdiri dari kegiatan penyusunan kerangka
acuan(termsofreference)daninstrumenpenelitian(questionnaire);
penetapan lokasi dan sampel penelitian; penyempurnaan desain
penelitian (reseacrh design); serta persiapan administratif lainnya
(pembentukan tim, rapat-rapat pembahasan, rencana survei
lapangan,persuratan,dll).
SPengumpulan Data, dilakukan studi referensi dan kunjungan
lapangangunamemotretfenomenayangterjadi;
SPengolahan data dan Analisis: data yang terkumpul diolah untuk
kemudian dianalisis. Jika diperlukan, data aktual yang terolah perlu
dilakukan klarifikasi ulang ke lokus penelitian untuk memperoleh
akurasiinformasi,sehinggaanalisisdapatdijaminlebihakurat.
SPenulisan Laporan: hasil analisis dalam bentuk draft laporan akhir
diseminarkan untuk memperoleh pandangan dan pengukuhan para
pakar, selanjutnya disusun laporan akhir dan dilakukan pencetakan
untuk dijadikan bahan pengambilan keputusan, pegangan
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
6
15. konsultasi manajemen kebijakan di daerah, serta pegangan bagi
daerahobyekpenelitian.
5. InstrumenPenelitiandanPengukuranTingkatKesiapan
Penelitian ini menggunakan instrumen Penilaian Kinerja
Pelayanan Publik berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 26 Tahun 2006, meliputi 12 komponen
penilaian yang terdiri dari 48 indikator. Adapun penilaian dari masing-
masingindikatoradalahsebagaiberikut:
Tabel 1.1
Komponen dan Indikator Penilaian Kinerja Pelayanan Publik
Beserta Kriteria Penilaiannya
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
7
No
16. KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
8
g. Penetapan
standar
Standar
pelayanan
Pelayanan
> 10 20
publik/SOP 6 -10 13
(Standard
publik/SOP
1 5 6-
17. KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
b. Penghargaan
yang diberikan
kepada
pegawai/unit
pelayanan publik
yang
menunjukkan
prestasi kerja
yang baik.
Orang/Unit
18. KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
10
penyempurnaan
mekanisme
penyelenggaraan
pelayanan
5
19. KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
11
e. Unit pelayanan
yang menerapkan > 20 15
pola pelayanan Unit 20 10
20. KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
12
e. Pegawai pemda
Orang
> 10 15
pada unit
6 - 10 10
layanan publik
1 5 5
pe
-
yang mengikuti
pendidikan tugas
belajar program
Strata 2 dan atau
Strata 3.
8
22. 12 Penerapan Standar
ISO 9001-2000
Dalam Pelayanan
Publik
a. Unit pelayanan
dalam pembinaan
konsultan ISO
Unit
> 10
6 - 10
1 - 5
60
15
10
5
b. Unit pelayanan
dalam proses
sertifikasi ISO
23. Tingkat kesiapan mengikuti kompetisi pelayanan publik
dikategorikan dalam lima tingkatan yaitu : Sangat Siap, Siap, Cukup Siap,
Kurang Siap dan Tidak Siap. Adapun lebar interval masing-masing tingkat
kesiapanberkompetisiadalahsebagaiberikut:
Lebar Interval =
Jumlah Total Penilaian
Jumlah Kelas Interval
Lebar Interval =
1000
5
Lebar Interv al = 200
0 - 200 = Tidak Siap
201 - 400 = Kurang Siap
401 - 600 = Cukup Siap
601 - 800 = Siap
801 - 1000= Sangat Siap
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
15
24. Tabel 1.2
Hasil Assesment Tingkat Kesiapan Daerah
Dalam Pelaksanaan Kompetisi Bidang Pelayanan Publik
Daerah Yang Disurvei : KAB./KOTA “...........................”
Hasil Survei Berdasarkan Komponen
1. Kebijakan Deregulasi dan Debirokratisasi
Pelayanan Publik :
2. Kebijakan Peningkatan Partisipasi Masyarakat
:
3. Kebijakan Pemberian Penghargaan dan
Penerapan Sanksi :
4. Pembinaan Teknis Terhadap Unit Pelayanan
Publik :
5. Kebijakan Korporatisasi Unit Pelayanan :
6. Pengembangan Manajemen Pelayanan :
7. Kebijakan Peningkatan Profesionalisme
Pejabat / Pegawai di Bidang Pelayanan Publik :
8. Penghargaan di Bidang Peningkatan Kualitas
Pelayanan Publik :
9. Kebijakan Pembangunan Kemasyarakatan dan
Kesejahteraan :
10. Kebijakan dalam mendorong pembangunan
ekonomi daerah :
11. Kebijakan Pengembangan dan Pemanfaatan E-
Government :
12. Penerapan Standar ISO 9001-2000 dalam
Pelayanan Publik :
JUMLAH TOTAL :
Rata-Rata Skor :
Tingkat Kesiapan :
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
16
25. BAB II
KONSEP KOMPETISI PELAYANAN PUBLIK DAN
PENINGKATAN KINERJA KUALITAS PELAYANAN
A. KonsepKompetisiPelayananPublik
1. MaknadanPengertianKompetisi
Merumuskan dan menerapkan kebijakan persaingan atau
kompetisibukansesuatuyangmudah.Indonesiamerupakansalahsatu
dari sejumlah kecil negara berkembang yang menerapkan kebijakan
persaingan. Penerapan kebijakan ini pada mulanya diterapkan pada
sektorekonomisebagaisalahsatuupayauntukmewujudkanreformasi
ekonomi yang digariskan dalam program pemulihan ekonomi, namun
akhir-akhir ini telah merambah pada berbagai bidang kehidupan
bangsa Indonesia termasuk pada bidang pelayanan publik. Tidak ada
bangsa yang maju tanpa persaingan,begitu jugadunia ini, maju dengan
persaingan. Persaingan akan membuat suatu daerah, negara terus
berupayauntukselalumengunggulidaerahataunegaralainnya.
Bangsa Indonesia yang majemuk ini terdiri dari berbagai suku
bangsa yang secara administratif terbagi dalam 400 lebih daerah
otonom, terdiri atas berbagai suku bangsa dengan identitas
kebudayaan masing-masing. Setiap kebudayaan mempunyai
intensitas, kuantitas dan kualitas kompetisi yang berbeda dan cara
pengendaliannya yang berbeda pula. Muncul pertanyaan, sejauh mana
kompetisi setiap kebudayaan membawa kemajuan dan pembaharuan.
Rupanya kebudayaan yang meletakkan harmonisasi dalam hubungan
sosial dan lingkungan, kompetisi muncul sebagai akibat dari adanya
asset sosial yang diperlombakan memilikinya sehingga yang tampil
dipermukaan adalah memburu pemenuhan kebutuhan dan
kepentingan, biasanya pemuasan diri atas bena-benda metrial dan
posisi sosial. Bukanlah kompetisi dalam arti persiangan pada
kemampuan ilmu dan teknologi yang didukung oleh sikap rasional,
kritisdananalitis.
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
17
26. Tak dipungkiri,bahwa kantor kita, tempatkerja kita, selain bisa
menjadi sumber solusi bagi kebutuhan, keinginan dan kelancaran
hidup kita juga bisa menjadi sumber masalah bagi hidup kita. Ada
puluhan bahkan ratusan masalah setiap hari muncul yang berbeda-
beda. Ada yang hanya cukup dapat kita rasakan sendiri dan tak
mungkin kita utarakan kepada yang lain. Ada yang bisa kita bicarakan
dengan sesama sekantor tetapi tidak dengan atasan atau dengan
bawahan. Ada yang bisa kita bawa pulang ke rumah tetapi ada yang
samasekalitakmungkindibawapulang.
Dari sekian masalah yang muncul itu salah satunya adalah
persaingan dengan rekan kerja. Persaingan inipun bisa bermakna luas
seluas lautan hidup ini mulai dari persaingan merebut pendukung,
persaingan perhatian, persaingan sasaran proyek, persaingan
kehebatan kerja, persaingan fasilitas dan seterusnya. Pada dasarnya
persaingan adalah fakta hidup yang selalu akan ada di dalam
kehidupanbermasyarakat.
Kompetisi berarti persaingan yang diciptakan untuk saling
mengasah keunggulan guna mencapai kemenangan (keunggulan
bersaing), dalam pelayanan publik kompetisi antar daerah diharapkan
akan menjadi faktor pendorong guna memotivasi dan meningkatkan
kinerja unit pelayanan tersebut. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan
filsafat pemberdayaan manusia masa sekarang dalam setting
organisasi. Wright (1994) mengatakan bahwa kompetisi global harus
dihadapi perusahaan dengan meningkatkan kontribusi sumber daya
manusia.
Hal ini sama dengan yang dikemukakan oleh Pfeffer (1996)
bahwa pada masa sekarang ini hanya ada satu landasan untuk
keunggulan bersaing yang lestari bagi perusahaan, yaitu bagaimana
mengelolafaktorsumberdayamanusiadiperusahaan.
Di Indonesia sendiri, kompetisi masih sulit diterima oleh
individu karena lingkungan manusianya yang berbeda dan sistem
personalnya yang tidak mendukung. Kemungkinan utama adalah
faktor senioritas lebih dominan daripada prestasi dan ketrampilan
sehingga keinginan untuk berkompetisi dalam mencapai prestasi sulit
untuk dikembangkan. Ditambahkan pula bahwa untuk meningkatkan
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
18
27. keinginan berkompetisi, faktor motivasi dan pembelajaran yang
diberikan organisasi menjadi sangat menentukan. Hal ini berarti pihak
manajemen harus memperhatikan aspek suasana kerja dan umpan
balik yang memungkinkan karyawan mampu meningkatkan
kemampuan dalam mencapai tujuan tugas yang memuaskan (Gibson,
dkk.1998).
Bernstein, Rjkoy, Srull, & Wickens (1988) mengatakan bahwa
kompetisi terjadi ketika individu berusaha mencapai tujuan untuk diri
merekasendiridengancaramengalahkanoranglain.
Menurut Sacks & Krupat (1988) kompetisi adalah usaha untuk
melawan atau melebihi orang lain. Sedangkan menurut Hendropuspito
(1989) persaingan atau kompetisi ialah suatu proses sosial, di mana
beberapa orang atau kelompok berusaha mencapai tujuan yang sama
dengancarayanglebihcepatdanmutuyanglebihtinggi.
Wrightsman (1993) mengatakan bahwa kompetisi adalah
aktivitas dalam mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain
atau kelompok. Individu atau kelompok memilih untuk berkompetisi
tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi. Salah satunya
adalah Competitive reward structure dimana tujuan yang dicapai
seseorang memiliki hubungan negatif, artinya ketika kesuksesan telah
dicapaiolehsatupihakmakapihaklainakanmengalamikekalahan.Hal
ini disebut Deutsch's (Wrightsman, 1993) sebagai Competitive
Interdependence.
Setiap individu pada umumnya dikuasai nafsu bersaing.
Menurut Teori Seleksi dari D.C. Ammon (Hendropuspito, 1989),
berdasarkan pada teori Darwin dan Spencer, sejak dahulu makhluk
hidup didorong oleh alamnya sendiri untuk melewati proses seleksi
menuju ke keadaan yang makin sempurna. Melalui perjuangan hidup
makhluk hidup yang lemah tersingkir dari kehidupan dan yang kuat
terus bertahan melewati proses seleksi baru. Prinsip the survival of the
fittest (yang bertahan adalah yang bermutu paling baik) kemudian
dikembangkansebagailandasandarisemuabentukpersaingan.
Dengan persaingan itulah masyarakat mengadakan seleksi
untuk mencapai kemajuan. Jadi persaingan mempunyai beberapa
fungsipositif,yaitu:
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
19
28. a) Persaingan merupakan pendorong yang positif bagi manusia dan
masyarakat untuk terus-menerus mencapai tahap-tahap kemajuan
yangmakintinggi.
b) Dengan persaingan orang didorong untuk memusatkan perhatian
dan pikiran, tenaga dan sarana untuk mencapai hasil yang lebih baik
daripada hasil yang dicapai kini, bahkan hasil terbaik di antara
orang-oranglain.
c) Semangat persaingan mendorong orang untuk membuat
penemuan-penemuan baru yang mengungguli penemuan orang
lain.
Kompetisi merupakan bagian dari konflik, dimana konflik
dapat terjadi karena perjuangan individu untuk memperoleh hal-hal
yang langka, seperti nilai, status, kekuasaan, otoritas dan lainnya,
dimana tujuan dari mereka yang berkonflik itu tidak hanya untuk
memperoleh keuntungan, tetapi juga menundukkan saingannya.
Dengan potensi yang ada pada dirinya, individu berusaha untuk
memaksakan kehendak atau berusaha untuk mendapatkanpengakuan
atas kemenangannya, dalam memperebutkan kesempatan (Anoraga,
2001;Widiyanti.,1993).
Sedangkan menurut Gitosudarmo & Sudita (2000) persaingan
dalam memperebutkan sumber daya tidak akan menimbulkan konflik
manakala sumberdaya tersedia secara berlimpah sehingga masing-
masingsubunitdapatmemanfaatkannyasesuaidengankebutuhannya.
Akan tetapi ketika sumberdaya yang ada tidak cukup untuk memenuhi
tuntutan dari masing-masing subunit atau kelompok, maka masing-
masing subunit atau kelompok berupaya untuk mendapatkan porsi
sumberdaya yang langka tersebut lebih besar dari orang lain dan
konflikmulaimuncul.
Menurut Taylor, Peplau, dan Sears (2000), determinan bagi
terbentuknyakompetisiadalahsebagaiberikut:
1) Struktur reward yang terbatas. Dalam arti ketika individu/lembaga
hendak mencapai reward tersebut harus ada pihak lain yang
mengalamikekalahan.
2) Nilai personal individu. Dimana ada individu/lembaga yang merasa
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
20
29. harus melakukan hal yang lebih baik dari pihak lain lain. Banyak
manajer menggunakan teknik-teknik untuk merangsang terjadinya
kompetisi dalam sebuah kelompok. Salah satu penghargaan yang
diberikan agar karyawan menunjukkan unjuk kerja yang efektif
adalah dengan pemberian insentif dan bonus (Gibson, Ivancevich, &
Donnelly.,1997).
2. MaknadanPengertianPelayananPublik
Selama masa hidupnya, dari waktu ke waktu manusia
membutuhkan pelayanan, dimulai sejak dilahirkan (didominasi
kebutuhan fisik), masa dewasa (didominasi kebutuhan administratif),
sampaimasatuanya,yangditandaipenurunankebutuhan.Haltersebut
senada dengan teori life cycle theory of leadership (LCTL) dari Paul
Herseydan Kenneth H.Blancart. Berdasarkan gambarkurva teoriLCTL
diketahui bahwa pada awal kehidupan manusia yang dimulai usia bayi,
kebutuhan pelayanan fisik sangat tinggi, yang kemudian secara
berangsur berkurang karena dapat ditangani sendiri, tetapi seiring
dengan itu, kebutuhan pelayanan administratif terus meningkat.
Misalnya untuk kebutuhan pelayanan pendaftaran sekolah, membuat
KTP, aktif dalam organisasi atau profesi dsb. Hal tersebut terus
berlangsung sampai usia kurang lebih 50 tahun, setelah itu kebutuhan
pelayanancenderungmenurunkarenausiatua(51tahunkeatas).
Dari uraian tersebut jelas bahwa ditinjau dari segi usia maka
pelayanan kepada publik (masyarakat) dimulai usia bayi yang
membutuhkan pencatatan dan pelayanan kesehatan yang prima,
beranjak usia balita, remaja dan dewasa, yang merupakan usia yang
sarat dengan kebutuhan pelayanan secara administratif apakah itu
untuk keperluan pelayanan kesehatan, pendidikan dan lain-lain yang
menyangkut kehidupan keseharian. Sampai usia yang mulai tidak
produktif 55 tahun ke atas kebutuhan pelayanan secara administratif
dari pemerintah mulai menurun. Semua itu menggambarkan beban
pemerintah yang cukup berat untuk menyelenggarakan pelayanan
publikdanmembutuhkanbiayayangtidakkecil.
Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik diartikan sebagai
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
21
30. segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara
pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diartikan bahwa
pelayanan publik merupakan merupakan suatu bentuk jasa pelayanan,
baik yang berupa barang (produk) publik maupun jasa publik yang
menjadi tanggung jawab pemerintah dalam penyediaannya, baik oleh
pemerintah pusat/pemerintah daerah maupun oleh BUMN/BUMD,
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat serta dalam rangka
pelaksanaanketentuanperaturanperundang-undangan.
Pelayanan publik merupakan bentuk pelayanan warganegara
yang menuntut instansi penyedia pelayanan lebih bertanggung jawab
terhadap pelanggannya tidak hanya sekedar melayani. Pelayanan
publik yang dilakukan birokrasi bukanlah melayani pelanggan tetapi
melayanaiwarganegara(PurbokusumodkkdalamLAN,2006).
Penyediaan pelayanan publik, berdasarkan penyelenggara
pelayanan dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, pelayanan publik
yang penyelenggaraannya dapat dilakukan secara bersama-sama
antara pemerintah dan swasta, akan tetapi kewajiban utama tetap ada
di pemerintah. Kedua, pelayanan publik yang hanya dapat dikelola oleh
pemerintah, pada umumnya jenis pelayanan ini bersifat pengaturan.
Dalam penyediaan layanan model pertama, beban pemerintah tidak
terlalu berat. model ini merupakan sebuah pendekatan modern yang
dilakukan di negara-negara maju. Dengan pendekatan ini maka
menurut David Osborne & Ted Geblaer organisasi pemerintah dapat
dirampingkanmerujukpadakonsep"miskinstruktur,kayafungsi".
Dari berbagai jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat,
secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua bagian besar yakni
pelayananyangbersifatmassalsepertipenyediaantransportasi,pusat-
pusat kesehatan, penyediaan lembaga-lembaga pendidikan dan
pemeliharaan keamanan dan pelayanan yang bersifat individual, (civil
service) seperti pelayanan dalam membuat identitas penduduk, surat
izinmengendarai,memeriksakesehatandsb.
Dilihat dari jenis pelayanannya, dalam Keputusan MenPAN No.
63 tahun 2003 tentang Pedoman umum penyelenggaraan Pelayanan
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
22
31. Publik, pelayanan publik diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok,
yaitu:
1. Kelompok pelayanan Administratif, yaitu pelayanan yang
menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan
oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat
kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang
dan sebagainya. Contoh : KTP, Akte Kelahiran, Akte Kematian, SIM,
STNK,BPKB,IMB,Paspordansebagainya.
2. Kelompok Pelayanan Barang yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk/jenis barang yang digunakanolehpublik, misalnya
jaringantelepon,tenagalistrik,airbersihdansebagainya.
3. Kelompok pelayanan Jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan,
pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan jasa transportasi, pos
dansebagainya.
Pada era reformasi yang kemudian diberlakukan otonomi
daerah dengan prinsip penyelenggaraan pemerintahan dari yang
bersifat sentralistik menjadi desentralistik, maka pelayanan publik
diharapkan lebih baik dan efisien serta bisa sampai pada grass root
karena besarnya kewenangan yang diberikan kepada pemerintah
kota/kabupaten untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah,
dan dianggap lebih memahami persoalan dan budaya masyarakat
setempat.
B. PeningkatanKualitasPelayananPublikdanHambatannya
Reformasi birokrasi pelayanan serta impelementasi good
governance yang telah digulirkan oleh pemerintah pada era reformasi ini
bermuara pada upaya pemerintah untuk meningkatan kesejahteraan
masyarakat. Salah satu indikator tercapainya tujuan reformasi pelayanan
publik adalah terciptanya peningkatan kinerja pelayanan publik yang
berorientasi pada kepuasan masyarakat sebagai pengguna utama
layanannya. Peningkatan kinerja pelayanan publik tidak hanya
digambarkan pada teknis pengelolaan unit pelayanan seperti mekanisme
pelayanan, kepastian waktu, harga, akan tetapi regulasi dari pemerintah
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
23
32. daerah dalam rangka perbaikan pelayanan di daerahnya yang mampu
mengikat seluruh unit pelayanan publik di wilayahnya untuk melakukan
pembenahan. Dengan adanya regulasi tersebut maka keyakinan
masyarakat terhadap upaya pemerintah daerah untuk memperbaiki
pelayananpublikakandapatdiyakini.
Peran pemerintah menuju menuju tercapainya reformasi dan
terciptanya good governance adalah membuat suatu regulasi nasional
yang secara efektif dan efisen mampu mewujudkan tercapainya kedua hal
tersebut. Penetapan berbagai kebijakan terkait dengan peningkatan
kinerja pelayanan publik merupakansuatu keniscayaan. Pelayanan publik
menjadiisukebijakanyangsemakinstrategiskarenaperbaikanpelayanan
publik di Indonesia cenderung "berjalan di tempat" sedangkan
implikasinya sangatlah luas dalam kehidupan ekonomi, politik, sosial
budaya dll. Dalam kehidupan politik, perbaikan pelayanan publik akan
berimplikasi kepada citra/image pemerintah di mata publik serta
kepercayaan publik kepada pemerintah. Sedangkan dalam kehidupan
sosial budaya, pelayanan publik yang buruk mengakibatkan terganggunya
psikologi masyarakat yang terindikasi dari berkurangnya rasa saling
menghargai di kalangan masyarakat, timbulnya rasa saling curiga dll.
Sementara dalam kehidupan ekonomi, perbaikan pelayanan publik
diharapkanakanbisamemperbaikiikliminvestasiyangsangatdiperlukan
bangsa ini agarbisa keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan serta
mampumenggiatkanrodaperekonomianbangsa.
Dalam kaitannya dengan unit pelayanan sendiri, penggunaan
berbagai manajemen pendekatan peningkatan kualitas pelayanan publik
yang berasal dari kesadaran sendiri diyakini akan mampu memperbaiki
kinerja dan kualitas pelayanannya sehingga pada akhirnya akan mampu
meyakinkan pihak pengambil kebijakan pada level diatasnya yang juga
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap keberhasilan
peningkatan pelayanan publik. Berbagai metode pendekatan yang telah
banyak diterapkan oleh beberapa unit pelayanan di Indonesia antara lain
seperti Total Quality Management (TQM) standar ISO, citizen's charter,
penggunaan manual praktis, penerapan OSS (One Stop Services), Learning
Organization,dll.
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
24
33. LAN (2006) menyebutkan bahwa terdapat 7 faktor yang dapat
diidentifikasikan dalam buku strategi peningkatan kualitas pelayanan
publik, yaitu: (a). Faktor Kepemimpinan, konsep kepemimpinan dalam
memberikan pemberian pelayanan publik menjadi suatu hal yang amat
penting bahkan dapat dikatakan sangat penting bahkan dapat dikatakan
snangat menentukan keberhasilan pelayanan terutama bagi negara yang
sebagian masyarakatnya menganut paham paternalistik seperti
Indonesia; (b). Fokus Kepada Pelanggan, Faktor ini menjadi sangat
berarti karena kepuasan pelanggan adalah merupakan penentu
keberhasilan pemberian pelayanan publik. Kepuasan pelanggan diyakini
merupakan salah satu alat ukur untuk melihat daya saing suatu negara;
(c). Pengelolaan Pengaduan, manajemen pengelolaan pengaduan
dikatakan sebagai faktor penentu keberhasilan dikarenakan
pengaduan/keluhan pelanggan yang ditujukan kepada unit pelayanan
merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam memperbaiki kualitas
pelayanan, unit pelayanan akan megetahui kelemahan-kelemahan dalam
memberikan pelayanan dipandang dari kacamat pelanggan; (d).
Pemberdayaan Pegawai, strategi peningkatan kualitas tidak terlepas
dari dukungan pegawai yang berkualitas, profesional serta menyenangi
pekerjaannya; (e). Pengelolaan Perubahan. Ada pendapat singkat tetapi
memiliki,maknayangsangatmendalam,yaitubahwatidakadayangabadi
di dunia kecuali perubahan. Sehingga perubahan akan selalu terjadi dari
waktu kewaktu yang apabila kita tidaksiapuntuk berubahmakakita akan
terlindas sendiri oleh perubahan tersebut; (f). ServQual, merupakan
merupakan salah satu cara untuk mengukur kinerja pelayanan yang
dikembangkan oleh parasuraman dkk; (g) Indeks Kepuasan Pelanggan,
adalah sebuah instrumen yang digunakan untuk mengukur seberapa
besartingkatkepuasanpelangganataspelayananyangdiberikan.
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
25
34. Keterampilan hubungan antar -
pribadi
Berani mengambil resiko
Memiliki gaya pribadi -
inspirasional
KARAKTERISTIK PEMIMPIN
Manajerial
Perencanaan dan Pengendalian
Klarifikasi
Pemantauan
Memotivasi Orang
Manajemen Konflik
Pengakuan dan Penghargaan
Dukungan
Melatih Orang
Konsultasi
Jeringan Verja
Pemberdayaan
PERILAKU
Variabel Situasional
Dukungan bawahan
Kalrifikasi Kemampuan
dan peran
Organisasi kerja
Kerjasama
Kecukupan sumber daya
Koordinasi eksternal
Menciptakan
Kekuatan Pribadi
Umpan balik
Kepuasan pelanggan
Loyalitas pelanggan
Profitabilitas
Pencapaian sasaran
Productivitas total
Pertumbuhan dan
kemajuan organisasi
Variabel Hasil Akhir
Umpan balik
Kebutuhan berprestasi
Kebutuhan Kekuasaan
Kepercayaan diri
Kematangan Emosional
Keterampilan konseptual
Keterampilan hubungan antar-
pribadi
Berani mengambil resiko
Memiliki gaya pribadi-
inspirasional
Variabel Interval
Kekuatan posisi
Keadaan bawahan
Tugas dan teknologi
Struktur organisasi
Keadaan lingkungan
organisasi
Ketergantungan eksternal
Kekuatan sosial politik
Kultur organisasi
Gambar 2.1
Metamodel Kepemimpinan Kualitas
Sumber : Strategi peningkatan Kualitas pelayanan Publik, LAN, (2006), p.157
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
26
35. -of-Word Mouth
Communication
Personal needs Past Experience
Expected Service
Percieved service
Service Delivery
External
Communication
To Customers
Service Quality Specification
Management
Perception of
CUSTOMERMANAGEMENT
GAP 1
GAP 2
GAP 3 GAP 4
GAP 5
Gambar 2.2
Conceptual Model Of Service Quality
Sumber: Delivering Quality Service, Zeithaml, et. al., (1990), p.46
Upaya pemerintah dalam rangka perbaikan kinerja dan kualitas
pelayanan publik sendiri sebenarnya telah dilakukan melalui penetapan
berbagai kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan telah
dikeluarkan pemerintah sejak tahun 1993, melalui Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara (Kep.MenPAN) Nomor 81 Tahun 1993
tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum yang kemudian diubah
dengan Keputusan MenPAN Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang bertujuan untuk mendorong
terwujudnya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam arti
memenuhi harapan dan kebutuhan, baik bagi pemberi maupun penerima
pelayanan dan beberapa kebijakan pemerintah lainnya yang telah
berupaya untuk memperbaiki kinerja pelayanan publik. Produk hukum
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
27
36. terakhir yang telah ditetapkan yang mengatur pelayanan publik adalah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk
Teknis Penyusunan Dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal yang
menjamin hak-hak masyarakat alam mendapatkan pelayanan dasar. Dan
peraturan perundang-undangan terbaru yang masih dalam pembahasan
olehDPRdanPemerintahadalahRUUPelayananPublik.
Hal yang sering menjadi pertanyaan adalah apakah ketentuan-
ketentuan yang telah diatur dalam berbagai kebijakan pemerintah
tersebut belum memuat prinsip-prinsip pelayanan publik sebagaimana
yang diharapkan oleh masyarakat. Dalam kebijakan-kebijakan
pemerintah tersebut sebenarnya telah diatur semua prinsip-prinsip good
governance dalam pelayanan publik. Akan tetapi ketidaktaatan hukum
dari pemerintah daerah dan unit pelayanan publik ataupun komitmen
yang kuat dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik
mengakibatkan pelayanan belum dapat berjalan sebagaimana yang
diharapkan.
PARLEMENPENGADUAN MASYARAKAT
Lembaga Pengelola Pengaduan
(Komisi Ombudsman, BPKN)
Lembaga Pressure Group
(LSM& Mass Media )
Instansi Pemerintah
(Dep/LPND/Pemda/
BUMN/D)
SELESAI TIDAK
SELESAI TIDAK
JUDICIAL
REVIEW
LEMBAGA PERADILAN
Gambar 2.3
Jejaring Pengelolaan Pengaduan Msyarakat Terhadap pelayanan Publik
Sumber : Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, LAN (2006 ), p.196
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
28
37. C. Meningkatkan Keunggulan Bersaing (Competitive Advantages)
melaluiPelayananPrima
Pelayanan prima mengandung 2 (dua) dimensi utama dalam
pembentukannya, yaitu dimensi prosedur dan dimensi pribadi. Sisi
prosedur pelayanan terdiri dari sistem & prosedur yang mapan untuk
menyiapkan produk/jasa sedangkan sisi pribadi pelayanan adalah
bagaimana personel pelayanan (dengan menggunakan sikap, perilaku &
keterampilan verbal) berinteraksi. Suatu pelayanan dikatakan telah
mencapai pelayanan prima jika prosedur yang diterapkan sudah sesuai
dengan peraturan yang ditetapkan bersama bahkan bisa lebih bagus,
sedangkan dari sisi pribadi dalam hal ini sikap/perilaku petugas, pemberi
layanan memberikannilailebih.
Arus gelombang globalisasi dunia dan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi mendorong munculnya masyarakat yang lebih
terdidik dan cerdas. Hal tersebut semakin mendorong tumbuhnya
permintaan dan keinginan individu dalam masyarakat untuk
mendapatkan produk, barang dan jasa, yang semakin murah dan mudah,
dengankualitasproduksertapelayananyanglebihbaikdariharikehari.
Bagi organisasi, kondisi tersebut dapat dianggap sebagai
munculnya suatu ancaman (threats) atau sebagai suatu kesempatan
(opportunities)untukdapatsemakinkreatifdaninovatif,dalammengelola
produk dan operasional organisasi. Untuk itu maka organisasi harus
mempunyai semangat untuk secara berkelanjutan menghasilkan produk
yang semakin baik kualitasnya, baik dari segi estetika produk maupun
fungsi produk itu sendiri. Organisasi juga harus mempunyai semangat
untuk mengelola operasional organisasinya agar dapat menyajikan
produk yang semakin murah dengan pelayanan (service) yang semakin
baikkepadaseluruhpelangganproduktersebut.
Dengan demikian maka di era teknologi dan komunikasi saat ini,
keunggulan bersaing organisasi tidak hanya ditentukan oleh kemampuan
organisasi menyajikan produk dengan kualitas baik dan harga murah
tetapi juga adalah pemberian pelayanan (services) kepada seluruh
pelanggan atau pengguna produk tersebut. Bahkan seringkali pelayanan
yang baik, pelayanan prima menjadi kunci yang sangat menentukan
keberhasilan organisasi agar semakin dapat diterima oleh masyarakat.
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
29
38. Dengan kata lain pelayanan prima telah menjadi salah satu faktor yang
sangat penting bagi peningkatan keunggulan bersaing organisasi. Kondisi
ini akan sangat kentara pada sektor swasta, namun apakah organisasi
pemerintah tidak wajib untuk menciptakan kondisi tersebut? Pertanyaan
ini tergantung pada komitmen pemerintah dalam menciptakan
kesejahteraanmasyarakatnya.
Kemampuan organisasi untuk dapat memberikan pelayanan
prima telah menjadi suatu asset tidak berwujud (intangible asset) yang
sangat penting bagi organisasi. Pelayanan yang sangat baik akan
menimbulkan loyalitas dari para pengguna produk dan bahkan akan
meningkatkan kemampuan organisasi dalam meluaskan pangsa pasarnya
yangpadaakhirnyaakanmeningkatkankemampuankeuangan.Disisilain
pelayanan prima ini tidak akan terwujud jika organisasi tidak secara
berkelanjutanmeningkatkankemampuansumberdayayangdimilikinya.
Keunggulan bersaing (competitive advantage) bukanlah
merupakan suatu hal yang harus dimiliki organisasi bisnis atau
perusahaan saja, tetapi juga harus dimiliki oleh organisasi pemerintahan.
Suatu negara yang pemerintahannya tidak dapat membangun atau
meningkatkan keunggulan bersaingnya maka kesejahteraan
masyarakatnya dapat diprediksi akan semakin menurun. Hal ini
disebabkan karena keunggulan bersaing suatu negara adalah salah satu
faktor yang membuat roda perekonomian suatu negara dapat berjalan
dengan baik. Pun demikian dengan pemerintah daerah, beberapa daerah
telah mampu membuktikkan kebenaran korelasi positif antara pelayanan
primadenganpenciptaan competitiveadvantagedaerah.
Dengan demikian apabila pelayanan prima merupakan faktor
penting dalam peningkatan keunggulan bersaing, maka pemerintahan
suatu negara harus meningkatkan kemampuannya dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat supaya dapat meningkatkan keunggulan
bersaing negaranya. Dengan meningkatkan pelayanan prima kepada
masyarakat maka akan meningkatkan tingkat pendidikan dan kesehatan
masyarakat yang dampaknya akan membuat kreatifitas dan inovasi
semakin tumbuh dalam masyarakat. Kemudian terjadi peningkatan
investasi yang membuat roda perekonomian akan bergerak semakin
dinamis,danakhirnyakesejahteraanmasyarakatakanmeningkat.
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
30
39. Di sisi lain pelayanan prima yang diberikan oleh pemerintah
kepada masyarakat diyakini dapat menekan secara drastis tingkat
kebocoranpenggunaankeuanganNegaradantingkatkorupsiyangterjadi.
Hal ini dikarenakan karena pelayanan prima tidak akan dapat
dilaksanakan jika masih terdapat inefisiensi dan korupsi di organisasi
pemerintah.
Layanan Prima maksudnya setiap masyarakat yang berurusan
tidak dipersulit, diberikan berbagai fasilitas dan kemudahan-kemudahan,
menegakkan aturan main sesuai ketentuan mempercepat proses
pelayanan, dengan mengembangkan sistem komputerisasi (online) dan
selaludenganrautmukayangbersihsambilmelemparkansenyumkepada
setiaporangyangdilayani(sepenuhhati).
Dampak lain dari penerapan pelayanan prima adalah mampu
meningkatkan PAD daerah, beragai kemudahan yang diberikan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik tidak akan membuat keengganan
masyarakat dalam melaksanakan kewajibannya untuk memiliki KTP, KK,
Akta Kelahiran, Akta perkawinan, Akta Perceraian Akta kematian,
pembayaran pajak, dll, sehingga target penerimaan daerah akan sesuai
denganyangdiharapkanbahkanbisamelebihinya.
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
31
40. BAB III
INOVASI DAN MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM
MEWUJUDKAN COMPETITIVE GOVERNMENT
DAN MENUMBUHKAN SEMANGAT KOMPETISI
A. Kreativitas dan Inovasi dalam Mewujudkan Competitive Advantage
danCompetitiveGovernment
Banyak anggapan yang popular bahwa pemerintah dalam
penyelenggaraan pemerintahannya telah menyebabkan pemborosan
sumber daya tanpa menganut prinsip efisien dan efektivitas serta
terjadinya korupsi pada berbagai sektor pemerintahan. Angggapan ini
berdasarkan alasan bahwa pemerintah merupakan organisasi yang
bersifat monopolistik, sangat berbeda dengan sektor swasta yang selalu
bersaing untuk mempertahankan bisnisnya, perusahaan yang tidak
mampu bersaing akan mengalami kebangkrutan. Kondisi demikian tidak
akan terjadi pada sistem pemerintahan. Anggapan ini untuk beberapa
daerah tidak berlaku, meskipun tidak dapat dipungkiri juga masih banyak
terjadidibeberapadaerahlaindiIndonesia.
Corruption Perception Index (CPI) Indonesia tahun 2006 yang
dikeluarkanolehTransparencyInternationalIndonesia(TII)denganscore
2,4, yang menempati peringkat ketujuh paling korup dari 163 negara di
dunia menunjukkan bahwa praktek korupsi masih cukup maak terjadi
pada penyelenggaraan pemerintahan terutama pada sektor publik.
Kecilnya score CPI mengindikasikan masih buruknya kualitas pelayanan
publik. CPI sendiri diukur berdasarkan persepsi dunia usaha terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik. Hasil indeks korupsi Indonesia 2006
menunjukkan bahwa komitmen Kepala Daerah, Bupati dan Walikota di 32
kota dalam pemberantasan korupsi meningkat, namun sebaliknya Indeks
Persepsi Korupsi tidak beranjak secara signifikan. tingginya komitmen
kepala daerah dalam memberantas korupsi sepertinya tidak berjalan di
lapangan. Beberapa kota indeks persepsi korupsi berbanding terbalik
dengan tingginya komitmen Kepala Daerah. Pada Pemerintahan Daerah,
DinasTenagaKerjadilaporkanolehkalanganpelakuusahatingkatinisiatif
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
32
41. suapnya 84%, disusul Dinas kimpraswil82%, Pengurusan Ijin Usaha 82%.
Sementara pada instansi vertikal, Polisi, Peradilan, Pajak, BPN, Imigrasi,
Bea dan Cukai, Militer, dll masih dipersepsikan sangat korup. Responden
melaporkan bahwa modus korupsi sekarang semakin canggih dan
semakin banyak pihak yang meminta. Memberatkan lagi jumlah yang
dimintajugamengalamikenaikan(TransparansiIndonesia,2007).
Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sebenarnya telah
dilakukan berbagai upaya dalam percepatan pemberantasannya, Inpres
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang
menginstruksikan diantaranya kepada seluruh gubernur dan
bupati/walikota untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat, baik dalam bentuk jasa ataupun perizinan melalui
transparansi dan standardisasi pelayanan yang meliputi persyaratan,
target waktu penyelesaian dan biaya yang harus dibayar oleh masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undanganyangberlakusertasenantiasaberupayamencegah,mengurangi
bahkan menghapuskan pungutan tidak resmi. Percepatan peningkatan
kualitas pelayanan publik pada pemerintah kabupaten/kota memerlukan
komitmen yang kuat, kreativitas, inovasi, dan terobosan dari
bupati/walikota dan seluruh jajarannya dalam mengimplementasikan
kebijakan di bidang pelayanan publik. Kenyataan di beberapa daerah
dimana pimpinan beserta jajarannya mempunyai komitmen yang kuat
dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik melaui berbagai
inovasi dan terobosan dalam manajemen penyelenggaraan
pemerintahannya. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa beberapa
daerahtelahmelakukanberbagaiinovasidanterobosansebagaisalahsatu
upaya peningkatan kualitas pelayanan publik, namun di sisi lain masih
banyak daerah lain yang masih berjalan di tempat, kurang memiliki
komitmen untuk melakukan inovasi dan terobosan dalam manajemen
pemerintahannya. Dalam hal ini inovasi, kreativitas dan terobosan
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pelayanan publik merupakan
kunci keberhasilan daerah dalam menumbuhkan competitive government
didaerahnya.
Drucker (1994) dalam Fadel Muhammad (2006) mengatakan
bahwa inovasi adalah the specific tool of entrepreneurs that is utilised to
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
33
42. exploit change as an opportunity for a different business or a different
service. Menurut Pennings (1987) dalam Fadel Muhammad (2006),
pengertian inovasi dimulai dari perubahan-perubahan kecil hingga
perubahan radikal yang sama sekali baru. Dengan demikian inovasi dapat
dimaknai sebagai suatu proses menciptakan sesuatu yang baru yang
memberikan nilai signifikan bagi individu, kelompok, organisasi, dan
masyarakat (Fadel Muhammad, 2006). Dean Joseph Nye dari Kennedy
School's of Government dalam Fadel Muhammad (2006) mengatakan
bahwa "pemerintah dengan jelas harus melakukan perubahan yang
berkesinambungan sebagai suatu proses fundamental. Inovasi dalam
pemerintahan tidak hanya mencakup perubahan menuju "best practice"
atau menyediakan informasi yang mudah diakses, tetapi yang lebih
penting inovasi itu sendiri harus melembaga dalam pola pikir aparatnya
danbenar-benardipahami.
Menurut Winardi (2006), inovasi merupakan suatu proses di
mana organisasi-organisasi memanfaatkan ketrampilan dan sumber-
sumber daya mereka untuk mengembangkan barang-barang dan jasa-
jasa baru, atau untuk mengembangkan produk baru dan system-sistem
pengoperasian baru, hingga dengan demikian mereka lebih baik dapat
bereaksiterhadapkebutuhanpelangganmereka.
Dalam dunia usaha yang sangat kompetitif di abad 21 ini, inovasi
adalah sebuah jurus yang sangat jitu untuk menjadi pemenang, malah
lebih dari pemenang, yaitu tetap dapat mempertahankan keunggulan
bersaing (competitive advantage). Mungkin istilah inovasi itulah yang
dimaksud dalam pepatah tadi, yaitu kemampuan menciptakan
kesempatan.
Inovasi adalah formula untuk mempertahankan keunggulan
bersaing. Inovasi adalah merubah yang sudah atau sedang ada menjadi
lebih baik. Contohnya, Jepang yang masih underdog di era pra-1980-an,
dengan inovasi-inovasi produk dan pelayanannya telah tampil sebagai
salah satu raksasa negara industri, sejajar dengan taipan dunia seperti
Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Prancis. Inovasi sangat erat
hubungannya dengan perubahan. Inovasi dan perubahan adalah modal
utama untuk tetap hidup, mampu bersaing, dan malah mempertahankan
keunggulanbersaing.
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
34
43. Menurut Nonaka dan Takeuchi dalam Wigyantoro (2007), proses
inovasi banyak bergantung pada pengetahuan, terutama karena
knowledge merepresentasikan suatu bidang jauh lebih dalam dari pada
data, informasi dan logika konvensional; oleh karenanya, kekuatan
knowledge terletak pada subjektivitasnya, yang mendasari value dan
asumsi yang menjadi pondasi bagi proses pembelajaran. Dapat dikatakan
bahwa knowledge management (KM) serta sumber daya manusia
merupakan elemen penting dalam menjalankan setiap bisnis. Namun
demikian, banyak organisasi tidak konsisten dalam pendekatannya
kepada KM, hal ini terjadi karena dipengaruhidan banyak didominasi oleh
kerangkateknologiinformasi(IT)atauhumanis(Gloet&Terziovskidalam
Wigyantoro (2007)). Nonaka dkk dalam Wigyantoro (2007) juga
mengatakan bahwa KM berkembang menjadi bidang kajian tersendiri
dalam studi organisasi dan berperan signifikan dalam membangun
competitive advantage. Sementara itu, Coleman dalam Wigyantoro (2007)
mendefinisikan KM sebagai sebuah payung bagi berbagai fungsi yang
salingberketergantungandanterkaitsatudenganlainnyayangterdiridari
knolwedge creation; knowledge valuation dan metrics; knowledge mapping
danindexing;knowledgetransport,storagedandistribusi;sertaknowledge
sharing.
Wigyantoro (2007) mengatakan bahwa dari berbagai pendekatan
KM menunjukkan adanya perluasan dari organisational learning dan
sistem informasi bisnis, dan dua pendekatan ini dipengaruhi oleh IT
paradigm dan humanist paradigm. IT paradigm fokus pada aspek tangible
dari KM, seperti pengumpulan, penyimpanan dan pengolahan informasi,
menggunakan metodologi yang secara implisit membentuk organisasi
sebagai sebuah sistem pemrosesan informasi; sementara humanis
paradigm lebih menekankan pada sifat pembelajaran dan peningkatan
pengetahuan sebagai sumber daya organisasi, menyorot peran individu
dankelompokdalamprosespenyebaranknowledge.
Nystrom dalam Wigyantoro (2007) mengatakan bahwa Inovasi
berkaitan dengan knowledge yang dapat digunakan untuk menciptakan
produk atau proses dan layanan baru guna meningkatkan competitive
advantage dan memenuhi kebutuhan pelanggan yang selalu berubah.
Carnegie dan Butlin dalam Wigyantoro (2007) mendefinisikan inovasi
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
35
44. sebagai "sesuatu yang baru atau ditingkatkan yang dihasilkan oleh
perusahaan guna menciptakan nilai tambah yang signifikan baik secara
langsung atau tidak langsung yang memberi manfaat kepada perusahaan
danataupelanggannya".
Dalam format ideal menurut Gloet & Terziovski dalam Wigyantoro
(2007), inovasi memiliki kapasitas meningkatkan kinerja, menyelesaikan
persoalan, menambah value, serta menciptakan competitive advantage
bagi organisasi. Inovasi secara umum dapat dijelaskan sebagai
implementasi penemuan (discoveries) dan hasil rekayasa (inventions)
serta proses yang menghasilkan luaran (outcome) baru, apakah berupa
produk, sistem atau proses (William, 1999). Lebih jauh Davenport dan
Prusak juga dalam Wigyantoro (2007) mengatakan bahwa inovasi
menempati posisi sangat penting dalam organisasi, KM dan modal
intelektual berperan besar sebagai sumber inovasi, oleh karena itu
strategi bisnis perlu memberi perhatian utama pada ketiga aspek ini (KM,
intellectual capital, inovasi). Lalu bagaimana keterkaitan antara inovasi
dengancompetitivegovernment?
Competitive government adalah pemerintah daerah yang
mendorong adanya kompetisi di antara penyedia layanan publik dalam
upaya mereka memberikan excelent services kepada para konstituennya.
pemerintahan daerah bermetamorfosis dari pemerintah yang cuek
menjadi customer driven government dan bertanggung jawab (acountable
government) terhadap seluruh stakeholder secara seimbang, pemerintah
yang peduli terhadap setiap element masyarakatnya, senantiasa
mendengar keinginan dan ekspektasi juga meresponnya, bagusnya
pemerintah daerah terbuka terhadap investasi tetapi tetap kesejahteraan
masyarakat menjadi tujuan utama dari semua itu bukan hanya
menguntungkan investor asing saja. Pemerintah daerah harus berusaha
membangun kemampuan inovasi, kapabilitas operasional dan jaringan
yang kuat, lokal, nasional, global. Sebagaimana tujuan utama yang
diharapkan dari penerapan otonomi daerah, maka sudah seharusnya
pemerintah daerah dalam menjalankan program-programnya memiliki
muarakepadakesejahteraanmasyarakat.
Competitive government telah diterapkan oleh Pemerintah
Amerika Serikat sejak tahun 1992. Amerika Serikat mengembangkan
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
36
45. budaya kompetisi dalam memberikan pelayanan, baik antar unit
pelayanan di lingkungan birokrasi maupun antara badan-badan penyedia
layanan non pemerintah lainnya. Ide kompetisi ini akan mengahasilkan
efisiensi dan responsivitas birokrasi pada perubahan lingkungan sehingga
dapatmeningkatkandayainovasidilingkunganbirokrasi.
Kreativitas, Inovasi dan terobosan dari unit pelayanan dalam
penyelenggaraan pelayanannya tidak akan berhasil tanpa adanya
dorongan dan dukungan pihak eksekutif dan legislatif dikarenakan
kreativitas dan inovasi tidak hanya membutuhkan pengetahuan dan
strategi saja, akan tetapi sumber daya lain baik yang bersifat materi
maupun immateri sangat mendukung terciptanya kedua hal tersebut.
Untuk mewujudkan competitive government sendiri seharusnya juga
dimulai dengan menciptakan budaya kreativitas dan inovasi dari
pemerintahdaerahsendiri,karenapembudayaanmerupakansuatuupaya
kunci dalam menjaga kontinuitas dalam membudayakan kreativitas dan
inovasi sendiri. Competitive government akan sulit diciptakan oleh sebuah
organaisasiyangtidakinovatifdankreatif.
Kreativitas dan inovasi pemerintah daerah dimaksudkan untuk
menciptakan competitive advantage suatu daerah dibandingkan dengan
daerah lain. Competitive advantage tidak mungkin akan terwujud hanya
dengan mengandalkan seorang kepala daerah yang visioner saja, tanpa
adanya dukungan jajaran di bawahnya serta elemen legislatif daerah serta
muspidalainnya.
B. Manajemen Perubahan dalam Menciptakan Daya Saing dan
KompetisiDaerah
Perubahan merupakan sesuatu hal yang pasti (terjadi, dan akan
terjadi), hal ini sudah diketahui oleh manusia sejak zaman dahulu. Dengan
kondisitersebut, makamasusia perlusenantiasa "berubah" sesuai dengan
tuntutan perubahan itu sendiri. Perubahan mengandung makna
beralihnya keadaan sebelumnya (the before condition) menjadi keadaan
setelahnya (the after condition). Perubahan dapat terjadi secara
evolusioner,namunjugadapatberlangsungsecararevolusioner.
Menurut Schermerhorn dkk dalam Winardi (2006), dalam proses
perubahan dikenal sebuah istilah penting, yakni seorang agen perubahan
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
37
46. (a change agent). Seorang agen perubahan yaitu seseorang atau kelompok
yang bertanggungjawab untuk mengubah pola perilaku yang ada pada
orang tertentu atau sistem sosial tertentu. Perubahan terjadi bisa
dikarenakan telah direncanakan (planned Change) maupun perubahan
yang tidak direncanakan (unplanned Change). Perubahan yang tidak
direncanakan terjadi secara spontan atau secara acak, dan ia terjadi tanpa
perhatian seorang agen perubahan. Perubahan demikian dapat bersifat
merusak (disruptif). Hal yang mungkin lebih penting bagi sesuatu
organisasi yaitu perubahan yang direncanakan. Perubahan yang
direncanakan merupakan sebuah reaksi langsung terhadap persepsi
seorang tentang adanya suatu celah kinerja (a performance gap) yang
merupakan suatu sidkrepansi antara keadaan yang diinginkan dan
keadaan nyata. Robbins dalam Winardi (2006), menyatakan bahwa makin
banyak organisasi dewasa ini menghadapi lingkungan dinamik, dan yang
mengalami perubahan, dan yang menyebabkan timbulnya keharusan
untuk berubah. Ada enam macam kekuatan yang bekerja sebagai
stimulant bagi perubahan yakni: sifat angakatan kerja yang berubah,
teknologi, kejutan-kejutan ekonomi, tren sosial yang berubah, politik
dunia "baru", sifat persaingan yang berubah, secara singkat dinyatakan
"change:makingthings different".
Perubahan memberikan kesempatan yang besar untuk belajar
demi menghasilkan inovasi-inovasi sehingga dapat memberikan kinerja
yang optimal demi mempertahankan keunggulan bersaing. Prahalad
memproklamasikannya dengan "if you want to grow, you learn; if you want
to learn, you change; if you don't change, you die" yang artinya "jika Anda
ingin bertumbuh, Anda belajar; jika Anda ingin belajar, Anda berubah; jika
Andatidakberubah,Andahancur".
Maksudnya adalah, berubah untuk yang lebih baik, bukan untuk
yang lebih buruk, sehingga kinerja bisa lebih meningkat demi bertahan
hidup, atau mampu bersaing, malah lebih lagi, dapat mempertahankan
keunggulan bersaing. Memberikan bekal konseptual dan teoritis kepada
mahasiswa tentang proses perubahan dan strategi untuk melakukan
perubahan, mengembangkan cara berpikir dan memanfaatkan teori dan
konsep tersebut dalam mengambil keputusan yang menyangkut
kelangsungan hidup organisasi. Serta memberikan pengetahuan
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
38
47. konseptualyangmemadaiuntukmelakukanmelakukanevaluasiterhadap
perkembanganteoridibidangperubahandanpengembanganorganisasi.
Menurut Essayist Everlyn dalam Renald Kasali (2004), Change is
the only evidence of life. Perubahan adalah satu-satunya bukti kehidupan.
Perubahan mestinya adalah hal yang biasa bagi manusia. Hanya saja, kita
seringkali tidak menyadari sesuatu telah berubah, bahkan
mendiamkannya, alias tidak meresponsnya sama sekali. Di tengah-tengah
kemacetan lalu lintas kita diberi kesempatan oleh yang Maha Kuasa untuk
berpikir, mencari jalan baru, tetapi kebanyakan kita mendiamkannya,
pasrah berada di tengah-tengah jalan tol. Kita telah membunuh spirit
kehidupan yang utama: curiosity dan creativity. Dengan semangat
curiosity dan creativity, pelaut-pelaut dari Spanyol, Portugis dan Belanda
mencari tahu jalan menuju pusat rempah-rempah di Asia, sejak Bizantium
jatuhketangankerajaanArabdanTurkisehinggahubunganEropadengan
Laut Tengah terputus. Tanpa creativity dan curiosity suatu bangsa akan
mati dan dikuasai bangsa lain. Semangat untuk menciptakan perubahan
tidak semata-mata perubahan yang terjadi hanya pada pemimpinnya saja,
akan tetapi juga pada sistem kepemimpinannya. Keduanya mengandung
akarkatayangsama,tetapihasilnyaakanberbedasamasekali.
Kepemimpinan menyangkut bagaimana seseorang menggunakan
energinya bersama-sama dengan orang-orang lain untuk menggerakkan
atau merubah sesuatu. Hanya kepemimpinan yang kuat lah yang bisa
menciptakan perubahan. Orang-orang lama selalu menyatakan bahwa
manusia pada dasarnya enggan untuk berubah (resist to change). Yang
benar sesungguhnya, manusia itu mau dan bisa berubah namun enggan
atau bahkan tidak mau "dirubah". Oleh karena itulah perubahan
memerlukan manajemen dan tidak dapat bergulir dengan sendirinya.
Menurut Bill Clinton dalam Renald Kasali (2004), cara terbaik untuk
menciptakan perubahan adalah dengan menjadikan perubahan itu
sebagaiteman,bukansebagaipenjahatataumusuh.
Sebagian besar kalangan beranggapan bahwa perubahan itu baru
boleh dilakukan kalau ada masalah. Bahkan kebanyakan strategi
perubahan (turn arround) diluncurkan saat memasuki tahap krisis.
Menurut ahli untuk menciptakan perubahan dibutuhkan perasaan-
perasaan tidak puas terhadap kondisi sekarang. Perubahan pada saat
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
39
48. sedang berada di titik rendah sangat rawan. Sebab pada saat itu, anda
sudah tidak memiliki energi dan sumber daya sama sekali untuk
mengangkatnyakembali.
Beranjak dari itu, para ahli manajemen mulai melihat strategi
perubahan terbaik seharusnya dilakukan pada saat individu/kelompok/
organisasi sedang mengalami masa "senang-senang". Misalnya saat
penjualan perusahaan sedang bagus dan semua orang bangga terhadap
lembaganya. Namun pada saat kondisi ini terjadi justru pada saat ini
manusia-manusiaitutidaktertarikuntukberubah.
Kunci keberhasilan perubahan terletak dari ada atau tidak adanya
pemimpin strategik, bahkan pemimpin operasional. Dengan kata lain
dibutuhkan seorang pemimpin yang bukan sekadar pemimpin biasa.
Bukan sekedar penjaga pintu gerbang yang berdiri statik di muka pintu
mengawasi orang keluar masuk. Pemimpin itu disebut Jim Collins sebagai
seorang dengan derajat kepemimpinan tingkat lima yang dengan berani
menghadang dan menghadapi tindakan-tindakan brutal dan populis dari
berbagai pihak. Dengan kata lain ia memimpin dengan "character" dan
"profesionalisme".
Jim Collins dalam Kasali mengajarkan agar individu/kelompok/
organisasi tidak berpuas diri terhadap keberhasilan yang telah dicapai
akan tetapi harus terus melakukan perubahan untuk mencapai yang lebih
baik lagi. Sebab pada saat ini perubahan merupakan suatu tuntutan
seiring dengan semakin cepatnya perkembangan teknologi informasi.
Perubahan memerlukan langkah-langkah strategis seperti penciptaan
sense of urgency dan climate for change. Perubahan tidak akan mungkin
dilakukan dengan hanya merubah sistem tanpa memperhatikan kesiapan
manusia-manusianya. Manusia sesungguhnya bukan enggan berubah,
melainkan perlu menyadari perubahan itu justru menjadi tuntutan bagi
dirinya. Manajemen perubahan, bukanlah proses yang mudah. Perubahan
dalam bentuk apapun selalu menyakitkan dan jarang diterima dengan
tangan terbuka. Perubahan keorganisasian belum tentu akan berjalan
semulus yang diharapkan. Banyak masalah yang bisa terjadi ketika
perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol
adalah"penolakanatasperubahanitusendiri".Istilahyangsangatpopuler
dalam manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change).
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
40
49. Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena justru karena
adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara
sembarangan.
Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan
dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan
segera, misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi,
dan sejenisnya; atau bisa jugatersirat (implisit),dan lambat laun, misalnya
loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan
kerjameningkat,tingkatabsensimeningkat,danlainsebagainya.
Penolakan terhadap perubahan dapat berasal dapat bersifat
individual maupun keorganisasian. Menurut Robbins dalam Winardi
(2006), terdapat lima macam alasan mengapa individu-individu
menentangperubahanyangditunjukkanolehgambarberikut:
Penolakan
Individu
Kebiasaan ( habit)
Kepastian
Faktor-Faktor Ekonomi
Pemrosesan Informasi
secara selektif
Perasaan Takut
terhadap hal -hal yang
tidak diketehui
Gambar 3.1
Sumber (Timbulnya) tentangan atau penolakan individu terhadap
perubahan, Manajemen Perubahan, Winardi (2006), p. 7
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
41
Penolakan organisasi pada umumnya disebabkan bahwa
organisasi tersebut bersifat konservatif yang secara aktif akan selalu
menentangperubahan.RobbinsdalamWinardi(2006)mengungkapkan6
50. Penolakan
Organisasi
Inertia Struktural
Fokus Perubahan
yang terbatas
Inertia kelompok
Ancaman terhadap
alokasi sumber -sumber
daya yang berlaku
Ancaman Terhadap
Hubungan-hubungan
kekuasaan yang sudah
mapan
Ancaman bagi ekspertis
Gambar 3.2
Sumber (Penyebab) Penolakan Organisasi terhadap Perubahan
Adanya tentangan penolakan terhadap perubahan yang akan
diciptakan merupakan suatu hal yang biasa, akan tetapi bagaimana cara
untuk mengatasi berbagai tentangan/penolakan tersebut menjadi kunci
yang utama terhadap keberhasilan prubahan tersebut. Robbins dalam
Winardi (2006), menyarankan enam taktik untuk diterapkan dalam
menghadapi perubahan, yaitu : 1). Pendidikan dan komunikasi, 2).
Partisipasi, 3) Fasilitas dan bantuan, 4). Negosiasi, 5). Manipulasi dan
kooptasiserta6).Paksaan.
Ungkapan Prahalad "if you want to grow, you learn; if you want to
learn, you change; if you don't change, you die", tidak hanya berlaku bagi
individu, akan tetapi juga bisa diterapkan pada organisasi pemerintah
atau pemerintah daerah. Pemerintah yang tidak mau relajar dari
keberhasilan daerah lain, maupun tidak mau berubah dari kondisi saat ini
bersiap-siaplah untuk tidak dikenal atau bahkan dilupakan oleh daerah-
daerahlain.
Keinginan daerah untuk melakukan perubahan sebenarnya
merupakan bentuk ketidakpuasan daerah tersebut terhadap kondisinya,
perubahan merupakan wujud keinginan daerah untuk menjadi lebih baik
dari kondisi sebelumnya, keinginan untuk mengejar ketertinggalan dari
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
42
(enam) macam penyebab timbulnya penolakan-penolakan organisasi,
sebagaimanadigambarkandalamgambarberikut:
51. daerah di sekelilingnya bahkan bila mungkin keinginan untuk menjadi
lebih dibandingkan daerah di sekitarnya bahkan di wilayah Indonesia.
Namun apakah semua daerah berpikir demikian, atau malahan mereka
menerima kondisi daerahnya apa adanya dengan hanya mengharapkan
belas kasihan dari pemerintah berupa dana perimbangan dalam
"menghidupi" derahnya. Jika masih ada daerah yang berpikir demikian,
maka lebih baik daerah tersebut dihapuskan atau digabungkan dengan
daerahlainnya.
Berbagai perubahan yang dilakukan oleh pemerintah di daerah
terlihatdariberbagaiinovasidanterobosanyangtelahdiciptakan,sebagai
contoh Provinsi Gorontalo, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Sragen,
Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok, dll. Keberhasilan daerah-
daerah tersebut dalam menciptakan inovasi dan terobosan, mengangkat
nama daerah tidak hanya pada kancah nasional tetapi juga sampai pada
kancah internasional. Prestasi yang telah dicapai oleh beberapa daerah
tersebut telah mengantarkan mereka menjadi semakin dikenal di seluruh
wilayah Indonesia, daerah lain yang ingin mengetahui dan melakukan
studi banding berbondong-bondong datang ke daerah tersebut. Inovasi-
inovasi yang telah dilakukan oleh beberapa daerah tersebut tidak
menutup kemungkinan akan diikuti oleh daerah-daerah lain yang juga
memiliki motivasi untuk berubah, jika hal ini terjadi maka tidak menutup
kemungkinan persaingan antar daerah secara langsung akan tercipta
dengansendirinya.
Namun apakah hal itu cukup untuk benar-benar mewujudkan
kompetisi antar daerah ? Sebagaimana yang dilakukan oleh Pemerintah
Amerika Serikat, Pemerintah Indonesia juga menciptakan iklim yang
kondusif dalam menumbuhkan competitive government. Upaya
pemerintah yang baru dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
merangsang tumbuhnya inovasi dan terobosan dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah dilakukan dengan menetapkan Peraturan Menteri
Pendayagunaan Apartur Negara Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penilaian Kinerja Pelayanan Publik Dalam Rangka Pelaksanaan Kompetisi
AntarKabupaten/Kota,dalamkenyataannyacakupanpenilaiandilakukan
pada seluruh indikator peyelenggaraan pemerintahan daerah tidak hanya
padaaspekpenyelenggaraanpelayananpubliksaja.
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
43
52. BAB IV
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DALAM KOMPETISI
DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
A. Kesiapan Kabupaten/Kota di Kalimantan dalam Kompetisi Antar
DaerahdiBidangPelayananPublik
Kalimantan merupakan salah satu pulau terluas di wilayah
Indonesia, kondisi alamnya yang berbukit, serta dilalui beberapa sungai
besar dan kecil dengan riam-riamnya, menyebabkan sulitnya
aksessibilitas dalam menjangkau beberapa wilayah. Luasnya wilayah
kabupaten pada 4 provinsi di wilayah Kalimantan menyebabkan
ketimpangan pembangunan wilayah yang cukup besar, pembangunan
pada umumnya diutamakan pada wilayah perkotaan sebagai pusat
perekonomian daerah serta sebagai pusat pemukiman penduduk.
Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah perbatasan yang cukup
besar dengan negara Malaysia, memiliki kesenjangan pembangunan yang
sangatbesar.
Ketimpangan pembangunan merupakan salah satu sebab
banyaknya tuntutan pemekaran wilayah kabupaten. Pemekaran
kabupaten/kota di Kalimantan sejak pemberlakuan otonomi daerah telah
banyak terjadi. Kondisi sampai dengan tahun 2007 jumlah propinsi
sebanyak 33 propinsi sedangkan jumlah kabupaten/kota sebanyak 465
kabupaten/kota. Kondisi telah meningkat sebanyak 22% lebih
dibandingkan dengan jumlah propinsi dan kabupaten/kota pada masa
orde baru. Provinsi Kalimantan Timur yang tadinya berjumlah 8
kabupaten/kota, setelah pemberlakuan otonomi daerah sampai dengan
tahun 2007 terjadi pemekaran sebanyak 6 kabupaten/kota, yang secara
prosentasi meningkat sebesar 75%. Kondisi di Propinsi Kalimantan
Tengah, Propinsi Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan juga tidak
berbeda.
Di Bidang Pelayanan Publik, Propinsi Kalimantan Timur bisa
dikatakan lebih serius dibandingkan dengan 3 propinsi lainnya. Berbagai
inovasi dan terobosan daerah dalam manajemen pemerintahan daerah
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
44
53. lebih menonjol ditunjukkan oleh beberapa daerah di propinsi ini
dibandingkan dengan daerah-daerah di propinsi lainnya, kondisi ini dapat
dibuktikkan dengan adanya 3 daerah di Propinsi Kalimantan Timur yang
menerima piagam Citra Bhakti Abdi Nagari sebagai penghargaan bagi
daerah yang melakukan inovasi dan terobosan dalam rangka peningkatan
pelayananpublikkepadamasyarakat.
Inovasi dan terobosan yang dapat dilakukan oleh semua
pemerintah daerah, tidak hanya oleh pemerintah daerah yang memiliki
APBD yang besar. Beberapa daerah dengan APBD yang sangat minim
secara nyata mampu membuktikkan anggapan yang menyatakan bahwa
keterbatasananggaranakanmenghambatdalammenciptakankreativitas,
terobosan, inovasi. Kabupaten Jembrana dengan APBD yang tidak
mencapai 250 Milyar telah mampu menciptakan inovasi dalam
meningkatkan pelayanan publik seta hak-hak dasar masyarakatnya serta
mampu menumbuhkan perekonomian daerah dengan memberikan dana
stimulan/pinjaman lunak kepada pengusaha kecil. Daerah dengan APBD
yang sangat besar juga belum tentu menjadi jaminan bahwa daerah
tersebut pasti ataupun mampu menciptakan inovasi dan terobosan dalam
manajemen pemerintahan daerah guna meningkatkan pelayanan publik
serta dalam rangka menciptakan competitive government. "Kemapanan"
daerah yang ditunjukkan dengan besarnya APBD, terkadang malahan
mengurangi kreativitas daerah dalam menciptakan inovasi dan terobosan
baru.
B. Kesiapan Kota Pontianak dalam Kompetisi Antar Daerah di Bidang
PelayananPublik
1. GambaranUmumDaerah
Kota Pontianak yang didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrahman
Alkadrie pada hari Rabu Tanggal 23 Oktober 1771 bertepatan dengan
tanggal 14 Radjab 1185, sampai dengan saat ini merupakan ibu Kota
2
Provinsi Kalimantan Barat, dengan luas wilayah 107,82 Km yang
secarakeseluruhanberbatasandenganKabupatenPontianak.
Kota Pontianak memiliki keunikan tersendiri dibandingkan
dengankota-kota lain di Indonesia, Pertama, karena Pontianak terletak
0
pada Garis Khatulistiwa dengan posisi 0 02'24'' Lintang Utara sampai
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
45
54. 0 0
0 05'37'' Lintang Selatan dan 109 16'25'' Bujur Timur sampai
109023'24''BujurTimur.Kedua,karenaKotaPontianakberadatepatdi
persimpangan Sungai Kapuas Besar, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai
Landak dengan lebar rata-rata setiap permukaan sungai + 400 meter
dan kedalaman air antara 12-16 meter. Wilayah Kota Pontianak secara
keseluruhanberbatasandenganwilayahKabupatenPontianak,yaitu:
SBagianUtara:denganKecamatanSiantan.
SBagian Selatan : dengan Kecamatan Sungai Raya, Kecamatan Sungai
KakapdanKecamatanSiantan.
SBagianBarat:denganKecamatanSungaiKakap.
SBagian Timur: dengan Kecamatan Sungai Raya dan Kecamatan
SungaiAmbawang.
Kota Pontianak mempunyai suhu rata-rata 26,10C - 27,40C
dengan kelembaban udara berkisar antara 86% - 92%. Kondisi curah
hujan di Kota Pontianak tergolong tinggi yaitu berkisar antara 3000-
4000 mm pertahun dengan jumlah hari hujan rata-rata perbulan 15
hari. Selain itu, lokasi Pontianak yang terletak di atas delta Sungai
Kapuas yang merupakan dataran rendah dengan fluktuasi ketinggian
antara 0,50 m - 0,75 m di atas permukaan laut menjadikan Pontianak
rentanterhadapgenanganmaupunbanjir.
Secara administratif Kota Pontianak terdiri dari 4 wilayah
Kecamatan,yaituPontianakSelatan,PontianakTimur,PontianakBarat,
Pontianak Barat, Pontianak Utara, dan Kecamatan Pontianak Kota yang
secara keseluruhan terdiri dari 24 kelurahan. Kecamatan dengan
wilayah terluas adalah Kecamatan Pontianak Utara (34,52 persen),
diikuti oleh Kecamatan Pontianak Selatan (27,24 persen) Kecamatan
Pontianak Barat (20,51 persen), Kecamatan Pontianak Kota (9,59
persen)danKecamatanPontianakTimur(8,14persen).
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
46
56. Dalam hal Sumber Daya Manusia Aparatur, Kota Pontianak
pada tahun 2005 memiliki 6.852 Pegawai. Berdasarkan tingkat
pendidikan, sebagian besar pegawai Kota Pontianak berpendidikan
SLTA (35,27 %), diikuti S-1 sebanyak 29,80%, D1-D3 sebanyak
29,66%, SD sebanyak 2,2%, SLTP sebanyak 1,96%, dan Pasca Sarjana
sebanyak 1,11 %. Dilihat dari komposisi pegawai tersebut bisa
dikatakan bahwa pendidikan aparatur pemerintah Kota Pontianak
masih relatif rendah. Kota Pontianak yang mempunyai Visi "Pontianak
Kota Khatulistiwa yang Berwawasan Lingkungan sebagai Pusat
Perdagangan dan Jasa bertaraf Internasional". Sedangkan misinya
yaitu "Mengembangkan Perekonomian Berdasarkan Potensi Daerah,
Meningkatkan Kualitas SDM, Meningkatkan Sarana dan Prasarana
Perkotaan, Meningkatkan Peran Serta Masyarakat Dalam Menciptakan
LingkunganYangKondusif".
Guna mewujudkan visi dan misi tersebut Pemerintah Kota
Pontianaktelahbertekaduntukmencapaitujuanyangtelahditetapkan
dalammisinya,yaitu:
a. Mengembangkan Perekonomian Berdasarkan Potensi Daerah,
sasaranyangingindicapaiadalah;
SPeningkatan usaha perdagangan dan jasa yang didukung oleh
pengembanganusahamikro,kecil,menengahdankoperasi.
SPengembanganketahananpanganyangberbasisagribisnis.
SPengembangan daya tarik kepariwisataan untuk mendukung
perekonomiandaerah.
SPemberdayaan masyarakat dan dunia usaha dalam
pembangunan.
b. Tujuan yang ditetapkan untuk mencapai misi kedua
yaitu:"meningkatkankualitassumberdayamanusia,melalui:
SPeningkatan kualitas pendidikan dan penguasaan Ilmu
PengetahuandanTeknologi(IPTEK).
SPeningkatanderajatkesehatanmasyarakat.
SPeningkatan profesionalisme tenaga kerja dalam rangka
memasukipasarglobal.
SPeningkatan produktifitas dan efisiensi penyelenggaraan
pemerintahan yang didukung oleh efektivitas dan
professionalismeaparatur.
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
48
57. SPeningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat sesuai
denganstandar.
c. Tujuan yang ditetapkan untuk mencapai misi kegiatan
"Meningkatkansaranadanprasaranadasarperkotaan"melalui:
SPeningkatan sarana dan prasarana untuk mendukung
kelancarantransportasi.
SPeningkatan sarana dan prasarana umum perkotaan dan
pemukiman.
SPeningkatankualitaslingkunganhidup.
d. Tujuan yang ditetapkan untuk mencapai misi keempat
yaitu"meningkatkan peran serta masyarakat dalam menciptakan
lingkunganyangkondusif"melalui:
SPenciptaan kondisi yang kondusif dalam kehidupan
kemasyarakatan.
SPemberdayaanmasyarakatdalampembangunansosial.
2. Kesiapan Kota Pontianak dalam Kompetisi Antar Daerah di
BidangPelayananPublik
Kesiapan Kota Pontianak dalam berkompetisi dengan
Kabupaten/Kota di Bidang pelayanan publik dapat dijelaskan
berdasarkan indikator-indikator dari dua belas komponen penilaian
sebagaiberikut:
Tabel 4.
Hasil Assesment Tingkat Kesiapan Kota Pontianak
Dalam Pelaksanaan Kompetisi Bidang Pelayanan Publik Berdasarkan
Kuesioner Penilaian Kinerja Pelayanan Publik
Hasil Survei Berdasarkan
Komponen
SKOR
1. Kebijakan Deregulasi dan
Debirokratisasi Pelayanan
Publik
:
57
2. Kebijakan Peningkatan
Partisipasi Masyarakat : 5
3. Kebijakan Pemberian
Penghargaan dan Penerapan
Sanksi
: 30
4. Pembinaan Teknis Terhadap
Unit Pelayanan Publik : 25
5. Kebijakan Korporatisasi Unit :
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
49
58. Hasil Survei Berdasarkan
Komponen
SKOR
1. Kebijakan Deregulasi dan
Debirokratisasi Pelayanan
Publik
: 57
2. Kebijakan Peningkatan
Partisipasi Masyarakat : 5
3. Kebijakan Pemberian
Penghargaan dan Penerapan
Sanksi
: 30
4. Pembinaan Teknis Terhadap
Unit Pelayanan Publik : 25
5. Kebijakan Korporatisasi Unit
Pelayanan
:
21
6. Pengembangan Manajemen
Pelayanan
:
43
7. Kebijakan Peningkatan
Profesionalisme Pejabat /
Pegawai di Bidang Pelayanan
Publik
:
9
8. Penghargaan di Bidang
Peningkatan Kualitas
Pelayanan Publik
: 25
9. Kebijakan Pembangunan
Kemasyarakatan dan
Kesejahteraan
: 15
10.Kebijakan dalam mendorong
pembangunan ekonomi daerah : 25
11.Kebijakan Pengembangan dan
Pemanfaatan E-Government : 15
12.Penerapan Standar ISO 9001-
2000 dalam Pelayanan Publik : 0
JUMLAH TOTAL 265
Tingkat Kesiapan Kurang Siap
Pemberian skor berdasarkan petunjuk Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2006
Secara umum pemerintah Kota Pontianak kurang siap dalam
pelaksanaan kompetisi antar daerah di bidang pelayanan publik. Hal
ini dapat dilihat dari penilaian terhadap 12 indikator pelayanan publik
berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.
25 Tahun 2006, dimana secara keseluruhan capaiannya masih cukup
rendah. Dari 12 indikator, yang perlu mendapat penanganan serius
dalam hal ini adalah indikator-indikator yang mendapatkan skor
rendah dalam keikutsertaan kompetisi antar daerah di bidang
pelayanan publik serta dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
50
59. publik antara lain pada indikator Kebijakan Peningkatan Partisipasi
Masyarakat, KebijakanPeningkatanProfesionalismePejabat/Pegawai
di Bidang Pelayanan Publik, Kebijakan Pembangunan Kemasyarakatan
dan Kesejahteraan, Kebijakan Pengembangan dan Pemanfaatan E-
Government, dan Penerapan Standar ISO 9001-2000 dalam Pelayanan
Publik. Adapun kondisi masing-masing indikator dijelaskan sebagai
berkut:
1. KebijakanDeregulasidanDebirokrasiPelayananPublik
Komponen Kebijakan deregulasi dan debirokkrasi pelayanan
publik terdiri dari 7 indikator yaitu jenis pelayanan yang
mekanismenya disederhanakan, dinas yang ditetapkan, penetapan
Unit Pelayanan Terpadu(UPT)satu atap/satu pintu, jenispelayanan
yang ada pada semua Unit Pelayanan Terpadu (UPT) satu atap/satu
pintu, unit pelayanan publik yang yang ditetapkan untuk mengelola
keuangan sendiri, penetapan maklumat/janji pelayanan oleh unit
pelayanan/satuan kerja dan penetapan standar pelayanan
publik/SOP(StandardOperatingProcedure).
¢Jenispelayananyangmekanismenyadisederhanakan
Upaya deregulasi pelayanan pada UPP di Kota Pontianak
masih kurang begitu diperhatikan oleh pemerintah kota. Hal ini
terlihat dari sedikitnya jenis pelayanan yang mekanismenya
disederhanakan. Dari sekitar 142 jenis pelayanan dan perizinan
yang ada di Kota Pontianak hanya 2 jenis pelayanan yang
mekanismenya disederhanakan.2 jenis pelayanan perizinan
tersebut adalah Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Izin
Gangguan (Hinder Ordonantie/HO) yang keduanya
diselenggarakan oleh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan
PenanamanModalDaerah(KP2T&PMD).Keduajenispelayanan
ini proses perizinan sepenuhnya dilakukan oleh KP2T & PMD
tanpa adanya proses yang ditangani oleh instansi teknis lainnya
sehingga lama pelayanan akan lebih pendek dibanding beberapa
perizinan lain yang prosesnya masing dilakukan oleh instansi
teknisyangberwenang.
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
51
60. ¢
Di Kota Pontianak pelayanan dan perizinan masih
tersebar di beberapa unit teknis. Sekitar 142 pelayanan dan
perizinan yang ada di Kota Pontianak ditangani oelh 19 instansi
yaitu Sekretariat Daerah (3,52%), Bappeda (0,7%), Dinas
Kesehatan (14,79%), Dinas Pendidikan Nasional (3,52%), Dinas
Pekerjaan Umum (2,82%), Dinas Perhubungan (11,97%), Dinas
Urusan Pangan (1,41%), Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Pemberdayaan Masyarakat (6,34%), Dinas Periwisata,
Kebudayaan dan Infokom (30,99%), Dinas Perindag, Koperasi
dan UKM (4,93%), Dinas Tata Kota (1,41%), Dinas Pendapatan
Daerah (0,7%), Dinas Kependudukan, KB, dan Catatan Sipil
(5,63%), Dinas Kebersihan dan Pertamanan (2,11%), Kantor
Arsip dan Perpustakaan Daerah (1,41%), Kantor Pengendalian
Dampak Lingkungan (1,41%), Kantor KP2T dan PMD (2,82%),
Satpol Pamong Praja (2,11%) dan Kantor Kecamatan (1,41%).
Penyebaran pelayanan dan perizinan di beberapa instansi teknis
menunjukkan masih rendahnya perhatian serta pemahaman
pemerintah Kota Pontianak dalam penerapan unit pelayanan
terpadu. Dengan dibentuknya KP2T & PMD tidak seharusnya
pelayanan perizinan masih banyak dilaksanakan oleh instansi
teknis.
¢Penetapan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) satu atap/satu
pintu
Kota Pontianak telah membentuk Unit Pelayanan
Terpadu dengan nomenklatur KP2T & PMD, pembentukan unit
ini berdasarkan Perda Kota Pontianak Nomor 7 Tahun 2002
tentang Pembentukan dan Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Pontianak. Bedasarkan perda
tersebut Kepala KP2T berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Walikota Pontianak. KP2T & PMD menangani 10
perizinan dari sekitar 100 perizinan (data survei tahun 2004)
yangadadiKotaPontianakatauhanyasebesar10%.Dari10jenis
perizinan yang ditangani oleh KP2T & PMD yaitu Surat Izin
Dinasyangditetapkan
KESIAPAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN DALAM KOMPETISI
ANTAR DAERAH DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
52