KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
Nurmaulianty s internet
1. Nama : Nurmaulianty S, S.Si, S.Pd
Asal sekolah : SMP Laniang Makassar
Email : nurmauliantys87@gmail.com
PENGEMBANGAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA SMP
PENGEMBANGAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA SMP
A. Pengertian Karakter
Karakter merupakan perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat (Depdiknas, 2010). Sementara itu, orang yang perilakunya
sesuai dengan norma-norma disebut insan berkarakter mulia.
(http://bangka.tribunnews.com/2015/04/09/mengembangkan-karakter-melalui-matematika)
Karakter dapat dipandang sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas dari setiap
individu untuk hidup, bergaul, dan bekerjasama di lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa,
dan negara (Samani & Hariyanto, 2011).
Karakter yang baik ditunjukkan dengan akhlak, budi pekerti, dan perilaku yang terpuji
dan menjadi teladan di tengah keluarga, masyarakat, maupun bangsa. Samani & Hariyanto
(2011) mengartikan karakter sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang,
terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan yang membedakan
dengan orang lain serta diwujudkan dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Simpulan ini menekankan bahwa karakter adalah suatu nilai-nilai yang mendasar yang
terdapat pada diri individu.
Berkowitz (2002) menjelaskan bahwa karakter dapat dipandang sebagai suatu ukuran
atau sarana mengukur kebaikan atau keeksentrikan seorang individu yang berkaitan moralitas.
Selain itu, juga dapat berkaitan non moralitas (seperti fungsi-fungsi kognitif). Berkowitz
mendefinisikan karakter sebagai “an individual’s set of physchological characteristics that
affect that person’s ability and inclination to function morally”. Artinya karakter adalah suatu
2. kumpulan karakteristik psikologis individu yang memberi dampak terhadap kemampuan
seseorang dan peningkatan fungsi-fungsi moralitas. Dengan demikian makna karakter dapat
diartikan sebagai tabiat, watak, atau aspek-aspek psikologi lain yang melekat pada seorang
individu. Karakter membimbing dan mengarahkan seseorang untuk menilai sesuatu yang
dilakukan baik atau buruk
Karakter meliputi kemampuan berpikir membedakan yang baik dan benar, mengalami
emosi-emosi moral (bersalah, empati, sadar diri), melibatkan diri dalam tindakan-tindakan
(berbagi, berderma, berbuat jujur), meyakini moralitas yang beradab dan bermartabat, dan
menunjukkan kejujuran, kebaikan hati, dan tanggung jawab.
Tim Pengembang, Depdiknas (2010) menuliskan bahwa karakter merupakan perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
(Tatag Yuli Eko Siswono,
https://www.academia.edu/4069295/Implementasi_Pendidikan_Karakter_dalam_Pembelajar
an_Matematika)
Orang yang perilakunya sesuai dengan norma-norma disebut insan berkarakter mulia.
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai
dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan
inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela
berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, dan nilai-nilai
lainnya. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan
individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut.
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata
pelajaran termasuk mata pelajaran matematika. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan
norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan dan dikaitkan dengan
konteks kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan pembelajaran. Demikian pun,
pembelajaran matematika diharapkan jadi media untuk membentuk karakter peserta didik.
Selama ini hampir sebagian besar orang berpandangan bahwa matematika merupakan
ilmu yang kering dan membosankan. Karena pandangan inilah, banyak orang yang tidak mau
bersinggungan dengan matematika. Sikap ini pula yang atau membetuk kecemasan orang
terhadap matematika. Kecemasan ini tentu perlu disesali mengingat matematika lahir dan akan
selalu ada di sekitar kita, berkembang sesuai dengan budaya masyarakat kita. Matematika
merupakan produk peradaban manusia dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, pembelajaran
matematika seharusnya tidak boleh dipisahkan dari budaya dimana matematika awalnya
3. ditemukan. Karena nilai biasanya selalu ditemukan pada budaya tertentu, oleh karenanya akan
ada banyak nilai yang dapat diperoleh dari pembelajaran matematika.
Salah satu dari tiga domain dalam taksonomi Bloom adalah domain afektif atau sikap.
Dalam tujuan pembelajaran matematika SMP seperti tuntutan Kurikulum 2006 adalah
pembinaan dalam domain sikap yaitu : “memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan, sikap rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah”. Pembinaan komponen ranah
sikap akan membentuk disposisi matematik (Utari Soemarmo, 2011) yang merupakan sebuah
keinginan, kesadaran, dedikasi dan kecenderungan yang kuat pada diri siswa untuk berpikir
dan berbuat secara matematik dengan cara yang positif dan didasari dengan iman, taqwa, dan
ahlak mulia.
Polking (1998) seperti yang dicitasi oleh Utari Soemarmo (2011) mengemukakan
bahwa disposisi matematik meliputi sikap atau sifat: 1) rasa percaya diri dalam menerapkan
matematika, memecahkan masalah, memberi alasan dan mengkomunikasikan gagasan, 2)
lentur dalam menyelidiki gagasan matematik dan berusaha mencari beragam cara
memecahkan masalah; 3) tekun mengerjakan tugas matematik; 4) minat, rasa ingin tahu, dan
daya temu dalam melakukan tugas matematik; 5) cenderung memonitor dan menilai penalaran
sendiri; 6) mengaplikasikan matematika dalam bidang studi lain dan kehidupan sehari-hari;
7) apresiasi terhadap peran matematika dalam kultur dan nilai, matematika sebagai alat, dan
sebagai bahasa.
Sikap atau sifat yang termasuk dalam komponen disposisi matematik merupakan
karakter-karakter yang dikembangkan dalam pendidikan karakter. Hal ini berarti, dalam
pembelajaran matematika di SMP telah ada komitmen untuk pengembangan karakter peserta
didik. Namun persoalannya adalah bagaimana materi matematika dan pelaksanaan
pembelajaran matematika dapat diarahkan untuk pembentukan karakter siswa.
Untuk dapat merancang pembelajaran matematika yang dapat menunjang atau
mengembangkan karakter, maka perlu identifikasi unsur-unsur atau komponen komponen
yang ada dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika terdapat komponen-
komponen antara lain: bahan atau materi pelajaran (matematika), metode, media, dan kegiatan
pembelajaran (Jailani, 2011). Oleh karena itu pengembanganpendidikan karakter bisa
dimasukkan ke dalam konten atau bahan ajar matematika dan model yang dipilih untuk proses
pembelajaran matematika.
(http://www.tipsbelajarmatematika.com/2016/11/pendidikan-karakter-dalam
pembelajaran.html)
4. B. Matematika dan Karakter Matematika
Matematika sebagai ilmu memiliki ciri, yaitu (1) memiliki objek abstrak, (2) bertumpu
pada kesepakatan, (3) berpola pikir deduktif, (4) memiliki simbol-simbol yang kosong arti,
(5) memperhatikan semesta pembicaraan, dan (6) konsisten dalam sistemnya (Soedjadi,
2000). Berdasarkan sifat matematika itu sendiri sebenarnya melekat nilai-nilai yang dapat
membangun karakter siswa. Karena objeknya yang abstrak, matematika melatih seseorang
untuk menggunakan daya pikirnya secara cerdas merepresentasikan hal-hal yang abstrak
tersebut.
Kesepakatan dalam matematika memberikan arah kesadaran tentang berbagai
kesepakatankesepakatan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kesepakatan tersebut
seseorang dilatih bertanggung jawab dan menerima konskuensi-konskuensi yang terjadi. Pola
pikir yang deduktif mendorong seseorang untuk mencari suatu keputusan-keputusan yang
dapat diterima secara umum. Sedang matematika memiliki simbol yang kosong arti memberi
arah pada pemikiran yang terbuka, kreatif, inovatif, dan produktif
Matematika kaitannya dengan sifat sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah
(matematika sekolah) juga memiliki nilai-nilai yang melekat. Nilai-nilai itu dengan kesadaran
penuh seorang guru akan muncul ketika siswa belajar matematika di sekolahnya. Karakteristik
matematika sekolah didasarkan pada penyajiannya yang disesuaikan dengan tingkat
perkembangan kognitif siswa. Berikutnya matematika sekolah menggunakan pola pikir
induktif maupun deduktif, serta memiliki keterbatasan semesta. Tingkat keabstrakan materi
tersebut berbeda untuk tiap tingkat satuan pendidikan. Nilai-nilai yang muncul terkait dengan
matematika sekolah adalah empati, adaptasi disesuaikan dengan kondisi siswa sebenarnya,
bertanggungjawab, gigih, dan tangguh.
C. Pembelajaran Matematika yang Membangun Karakter
Pembelajaran matematika selama ini masih didominasi oleh pengenalan rumus-rumus
serta konsep-konsep secara verbal, tanpa ada perhatian yang cukup terhadap pemahaman
siswa. Selain itu, proses belajar mengajar hampir selalu berlangsung dengan metode ceramah
yang mekanistik, dengan guru menjadi pusat dari seluruh kegiatan di kelas. Siswa
mendengarkan, meniru atau mencontoh dengan persis sama cara yang diberikan guru tanpa
inisiatif. Siswa tidak dibiarkan atau didorong mengoptimalkan potensi dirinya,
mengembangkan penalaran maupun kreativitasnya. Pembelajaran matematika juga seolah-
olah dianggap lepas untuk mengembangkan kepribadian siswa. Pembelajaran matematika
dianggap hanya menekankan faktor kognitif saja, padahal pengembangan kepribadian sebagai
bagian dari kecakapan hidup merupakan tugas semua mata pelajaran di sekolah. Pembelajaran
yang demikian menjauhkan siswa dari sifat kemanusiaannya. Siswa seolah-olah dipandang
sebagai robot atau benda/alat yang dipersiapkan untuk mengerjakan atau menghasilkan
5. sesuatu. Guru melakukan demikian karena beberapa alasan, seperti diungkapkan Haglund
(tanpa tahun), antara lain guru matematika tersebut tidak menyukai matematika dan sulit
mengadaptasi strategi-strategi baru, guru memandang matematika sebagai hierarkhis yang
harus diajarkan sesuai urutan kurikulum dan tidak perlu menambahkan tujuan lain, dan waktu
yang digunakan dapat lebih cepat. Menghadapi kondisi itu, pembelajaran matematika harus
mengubah citra dari pembelajaran yang mekanistis menjadi humanistik yang berkarakter.
Pembelajaran yang dulunya memasung kreativitas siswa menjadi yang membuka kran
kreativitas. Pembelajaran yang dulu berkutat pada aspek kognitif menjadi yang berkubang
pada semua aspek termasuk kepribadian dan sosial. Pembelajaran matematika harus
mengubah pandangan dari “as tool” menjadi “as human activity”.
Pembelajaran matematika yang konvensional bersifat mekanistik dapat saja
membangun karakter. Hal tersebut karena sifat alami dari matematika memberi pengaruh
terhadap seseorang yang mempelajari atau bergelut dengan matematika. Tetapi, karakter yang
muncul belum optimal dan kadang kala menjauhi sifat alamiah manusia, sehingga akan lebih
bernilai dan optimal jika membangun karakter melalui keterpaduan dari sifat matematika,
matematika sekolah, dan pembelajaran yang dipilih.
Berikut beberapa contoh indikator dan garis besar kegiatan pembelajaran yang
membangun karakter yang di kemukakan oleh Tatag Yuli Eko Siswono sebagai berikut:
Contoh 1:karakter jujur
Tujuan: Siswa dapat menemukan nilai 𝜋 melalui percobaan yang dilakukan dengan jujur dan
cermat.
Kegiatan belajar: Siswa diberikan berbagai benda berbentuk lingkaran (salah satu
permukaannya berbentuk lingkaran, seperti kaleng-kaleng). Guru
memberikan lembar isian yang memuat keliling lingkaran yang diukur dan
diameternya, serta perbandingan keliling dan diameternya. Siswa
melakukan percobaan mengukur keliling dan diameter bendabenda
tersebut dan menuliskan hasilnya. Siswa diamati kejujurannya karena
seringkali terjadi kesalahan dan kekurangcermatan sehingga hasilnya jauh
dari nilai 3,14, seperti mungkin 3,2 atau 3,4. Siswa cenderung tidak jujur
dengan mengubah nilai mendekati 3,14 tersebut agar mencapai ketelitian
yang sempurna. Contoh lain yang setara adalah percobaan menemukan
volume kerucut, luas permukaan bola, atau volume bola.
Contoh 2: karakter ketaatasasan (konsisten)
Tujuan: Siswa dapat menemukan hubungan sifat bangun datar secara konsisten
Kegiatan belajar: Siswa diberikan contoh-contoh jajargenjang dan diminta untuk
mendefinisikan jajargenjang tersebut. Salah satu definisi yang mungkin
dibuat siswa adalah “jajargenjang adalah segiempat yang memiliki dua
6. pasang sisi sejajar”. Kemudian siswa diberikan contoh-contoh trapesium
dan diminta untuk mendefinisikan pengertiannya. Salah satu definisi yang
mungkin adalah “trapesium adalah segiempat yang memiliki sepasang sisi
sejajar”. Siswa ditanya bagaimana akibat yang terjadi dari definisi itu?
Apakah jajargenjang merupakan trapesium? Siswa yang konsisten akan
menjawab “ya”, dan diminta membuat diagram hubungan dengan
segiempat lain seperti persegi, layang-layan, belah ketupat, dan persegi.
Setelah dibuat siswa ditanya kembali, apakah mungkin dibuat definisi
yang baru sehingga trapesium bukan merupakan jajargenjang.
Contoh 3: karakter peduli
Tujuan: Siswa dapat menemukan mean suatu data dengan dilakukan saling peduli terhadap
siswa lain.
Kegiatan belajar: Siswa dalam suatu kelompok besar (misalkan 10 anggota) diberikan
manikmanik yang banyaknya tertentu. Kemudian ditugaskan untuk
berbagi sehingga semua anggota itu mendapatkan hasil yang sama atau
mendekati sama. Siswa dalam suatu kelompok didesain untuk bertanya
dan mengetahui banyaknya manik-manik siswa lain dan dipaksakan peduli
untuk membagi manik-maniknya. Siswa ditanya tentang cara yang
dilakukan bagaimana agar lebih mudah dan cepat mendapatkan hasil yang
sama? Diskusi ini akan mengarahkan siswa untuk menemukan rumus
mencari mean suatu data.
Contoh 4: karakter berpikir kreatif
Tujuan: Siswa dapat menentukan persamaan garis yang sejajar dengan garis lain secara
kreatif.
Kegiatan belajar: Siswa diberikan suatu persamaan persamaan garis misalkan 2x + 3y = 6.
Guru menentukan suatu titik tertentu misalkan A(2,3), tentukan garis
sejajar yang melalui titik itu. Jika siswa sudah mengerti, siswa diminta
menentukan titik lain sesuai keinginannya. Kalau tugas tersebut bisa
dilakukan dilanjutkan siswa diminta membuat persamaan garis baru dan
teman lain sebangku menentukan titik tertentu dan menentukan persamaan
garis yang sejajar. Siswa disini mengembangkan kemampuan kelancaran
(fasih), fleksibel, dan menghasilkan ide-ide yang baru.
Contoh 5: karakter berpikir kritis
Tujuan: Siswa dapat menilai suatu ukuran pemusatan yang tepat untuk menginformasikan
kumpulan data dengan kritis.
7. Kegiatan belajar: Kemampuan berpikir kritis ditunjukkan dengan kemampuan:
(1) mengintepretasi informasi, (2) menilai bukti, (3) mengidentifikasi asumsi-
asumsi dan kesalahan-kesalahan dalam bernalar, (4) menyajikan informasi, dan
(5) menarik simpulan-simpulan.
Guru memberikan kumpulan berbagai data, misalkan tinggi badan, ukuran
sepatu, dan kegemaran siswa. Dimodelkan ada seorang pengawas akan mencari
data untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut: (1) Saya akan mencari
siswa yang akan dilatih untuk bermain bola basket. Berapa tinggi rata-rata
siswa di sekolah ini? (2) Berapa rata-rata ukuran sepatu siswa di sini? Ada
bantuan sepatu gratis dari perusahaan tambang minyak. (3) Siswa di sini rata-
rata menggemari sepak bola. Apakah tidak ada yang menyukai bola volley?
Siswa diminta untuk menilai apakah pernyataan/pertanyaan pengawas itu
sesuai dengan kebutuhan informasi yang diperlukan? Menurut kalian, apakah
yang ditanyakan pengawas itu sesuai dengan informasi yang dibutuhkan?
Ukuran pemusatan apakah yang sesuai? Jelaskan dan buatlah simpulan.
(Tatag Yuli Eko Siswono,
https://www.academia.edu/4069295/Implementasi_Pendidikan_Karakter_dal
am_Pembelajaran_Matematika)
DAFTAR PUSTAKA
8. Freudenthal, Hans. tanpa tahun. Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Matematika SMP.
http://www.tipsbelajarmatematika.com/2016/11/pendidikan-karakter-dalam-
pembelajaran.html
Lasmanawati, Ati. 2015, Mengembangkan Karakter melalui Matematika.
http://bangka.tribunnews.com/2015/04/09/mengembangkan-karakter-
melalui-matematika
Siswono, Tatag Yuli Eko. tanpa tahun. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran
Matematika.https://www.academia.edu/4069295/Implementasi_Pendidikan_Karakter_
dalam_Pembelajaran_Matematika, FMIPA UNESA Surabaya