Dokumen tersebut membahas konsep medis dan keperawatan terkait fraktur tibia. Secara ringkas, dibahas definisi dan anatomi fraktur tibia, etiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaannya yang meliputi tindakan umum, penatalaksanaan keperawatan, serta pencegahannya.
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod
Laporan pendahuluan tibia
1. BAB 1
KONSEP MEDIS
A. Definisi Fraktur Tibia
Fraktur atau patah tulang adalah terputusya kontinuitas jaringan
tulang dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa
(Brunner and Suddarth, 2001).
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah
kanan maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu
pada kaki.(E. Oswari, 2011).
Fraktur Tibia adalah patah atau gangguan kontinuitas pada tulang
tibia.
B. Anatomi Fisiologi Fraktur Tibia
Anatomi
Tibia (tulang kering)
Tulang ini termasuk tulang panjang, sehingga terdiri dari tiga bagian:
1. Epiphysis proximalis (ujung atas)
Bagian ini melebar secara transversal dan memiliki permukaan sendi
superior pada tiap condylus, yaitu condylus medial dan condylus
lateral. Ditengah-tengahnya terdapat suatu peninggian yang disebut
eminenta intercondyloidea.
2. 2. Diaphysis (corpus)
Pada penampang melintang merupakan segitiga dengan puncaknya
menghadap ke muka, sehingga corpus mempunyai tiga sisi yaitu margo
anterior (di sebelah muka), margo medialis (di sebelah medial) dan
crista interossea (di sebelah lateral) yang membatasi facies lateralis,
facies posterior dan facies medialis.Facies medialis langsung terdapat
dibawah kulit dan margo anterior di sebelah proximal.
3. Epiphysis distalis (ujung bawah)
Ke arah medial bagian ini kuat menonjol dan disebut maleolus medialis
(mata kaki). Epiphysis distalis mempunyai tiga dataran sendi yaitu
dataran sendi yang vertikal (facies articularis melleolaris), dataran sendi
yang horizontal (facies articularis inferior) dan disebelah lateral terdapat
cekungan sendi (incisura fibularis).
Fisiologi
Menurut Long, B.C, fungsi tulang secara umum yaitu :
1. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka
tubuh.
2. Melindungi organ-organ tubuh (contoh:tengkorak melindungi otak)
3. Untuk pergerakan (otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi
dan bergerak).
4. Merupakan gudang untuk menyimpan mineral (contoh kalsium dan
posfor)
5. Hematopoiesis (tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-sum
tulang).
C. Etiologi Fraktur Tibia
Menurut (Rasjad, 2009) penyebab paling utama fraktur tibia
yang disebabkan oleh pukulan yang membengkokkan sendi lutut dan
merobek ligamentum medialis sendi tersebut, benturan langsung pada
tulang tibia misalnya kecelakaan lalu lintas, serta kerapuhan struktur
3. tulang. Penyebab terjadinya fraktur yang diketahui adalah sebagai
berikut :
1. Trauma langsung (direct)
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada
jaringan tulang seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian, dan benturan benda keras oleh kekuatan langsung.
2. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih
disebabkan oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan
tulang atau otot , contohnya seperti pada olahragawan atau
pesenam yang menggunakan hanya satu tangannya untuk
menumpu beban badannya.
3. Trauma pathologis
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteomielitis,
osteosarkoma, osteomalacia, cushing syndrome, komplikasi
kortison / ACTH, osteogenesis imperfecta (gangguan congenital
yang mempengaruhi pembentukan osteoblast). Terjadi karena
struktur tulang yang lemah dan mudah patah.
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsobsi tulang
melebihi kecepatan pembentukan tulang, sehingga akibatnya
tulang menjadi keropos dan rapuh dan dapat mengalami patah
tulang.
b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum-sum tulang
yang disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme
berasal dari fokus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi
darah.
c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak atau menipisnya
bantalan sendi dan tulang rawan
4. D. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma.
Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper
mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak
tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya:
patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak
berkontraksi.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai.
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif.
Terapi konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan
terapi operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup
dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna.
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi
pada bagian yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya
kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat. Pasien yang harus imobilisasi
setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain:
adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka akibat penekanan, hilangnya
kekuatan otot.
5. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan
mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri.
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang
dipertahankan dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan
memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu sendiri merupakan
trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak mengalami
cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi. Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat
mengakibatkan nyeri yang hebat.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur tibia adalah :
1. Nyeri hebat pada daerah fraktur, dan bertambah jika ditekan/diraba
2. Tak mampu menggerakan kaki
3. Terjadi deformitas (kelainan bentuk) diakibatkan karena perubahan
posisi fragmen tulang. Dapat membentuk sudut karena adanya
tekanan penyatuan dan tidak seimbangnya dorongan otot.
4. Adanya krepitus (teraba adanya derik tulang) diakibatkan karena
gesekan antara fragmen satu dengan fragmen yang lainnya.
5. Terjadi pembengkakan dan perubahan warna pada kulit
diakibatkan karena terjadi ekstravasasi darah dan cairan jaringan di
sekitar area fraktur.
F. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada fraktur tibia adalah :
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai
dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
6. 2) Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan
komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf,
dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh
oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.
3) Fat Embolism Syndrom: Fat Embolism Syndrom (FES) adalah
komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat
oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
4) Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union: Delayed Union merupakan kegagalan fraktur
berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke
tulang.
2) Nonunion: Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi
dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah
6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang
berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.
7. 3) Malunion: Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai
dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rongent
Untuk menetukan lokasi atau luasnya fraktur.
2. CT Scan tulang, fomogram MRI
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hb (Hemoglobin) mungkin meningkat (Hemokonsentrasi)
atau juga dapat menurun (perdarahan)
b. Leukosit meningkat sebagai respon stress normal setelah
trauma
c. Kreatinin, trauma meningkatkan beban kreatinin untuk
klien ginjal
d. Arteriogram, dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
H. Penatalaksanaan Fraktur Tibia
1. Tindakan umum fraktur tibia yaitu:
a. Reposisi
Setiap pergeseran pada ujung patahan harus direposisi dengan hati-
hati melalui tindakan manipulasi yang biasanya dengan anestesi
umum.
b. Imobilisasi
Untuk memungkinkan kesembuhan fragmen yang diperlukan:
1). Fiksasi Interna
Ujung patahan tulang disatukan dan difiksasi pada operasi
misalnya : dengan sekrup, paku, plat logam.
8. 2). Fiksasi eksterna
Fraktur diimobilisasi menggunakan bidai luas dan traksi.
c. Fisioterapi dan mobilisasi
Untuk memperbaiki otot yang dapat mengecil secara cepat jika
tidak dipakai.
d. Penatalaksanaan medis dengan ORIF
ORIF atau Open Reduction Internal Fixation adalah reduksi
terbuka dari fiksasi internal di mana dilakukan insisi pada tempat
yang mengalami fraktur. Kemudian direposisi untuk mendapatkan
posisi yang normal dan setelah direduksi, fragmen-fragmen tulang
dipertahankan dengan alat orthopedik berupa pen, sekrup dan plat
(Price,1996:374).
2. Penatalaksanaan keperawatan
Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin:
a. Berikan toksin anti tetanus
b. Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dan negatif.
I. Pencegahan Fraktur
Cara mencegah fraktur atau patah tulang yang dapat di terapkan setiap hari:
a. Nutrisi
Tubuh pada dasarnya membutuhkan asupan kalsium yang cukup untuk
kesehatan tulang. Sumber kalsium yang baik bisa dapatkan dari susu,
yoghurt, keju, dan sayuran berdaun hijau gelap.
b. Aktivitas fisik
Jika sering latihan menahan beban, semakin kuat dan padat tulang..
Latihan yang membuat tulang kuat misalnya berlari, berjalan, melompat,
dan menari, atau latihan apa pun itu yang dapat menguatkan tulang.
9. BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pada pengkajian yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur ada berbagai
macam meliputi:
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat,
penanggung jawab dan hubungan dengan klien.
b. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang
kruris, pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke
dukun patah tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan
yang lainya. Penyebab utama fraktur adalah kecelakaan lalu lintas
darat.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah
tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu
seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga
tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di
kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta
penyakit diabetes menghambat penyembuhan tulang.
c Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris
adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
10. 2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktifitas/ Istirahat
Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder,
dari pembengkakan jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
1. Hipertensi ( kadang – kadang terlihat sebagai respon nyeri atau
ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
2. Takikardia (respon stresss, hipovolemi)
3. Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang
cedera,pengisian kapiler lambat, pusat pada bagian yang
terkena.
4. Pembangkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
1. Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot
2. Kebas/ kesemutan (parestesia)
3. Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit) Spasme otot, terlihat kelemahan/
hilang fungsi.
4. Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
d. Nyeri / kenyamanan
1. Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak
ada nyeri akibat kerusakan syaraf .
2. Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
e. Keamanan
1. Laserasi kulit, pendarahan, perubahan warna
2. Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau
tiba- tiba).
11. f. Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat
karena klien harus menjalani rawat inap.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan
kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidak
mampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan
pandangan terhadap dirinya yang salah.
h. Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga timbul nyeri akibat fraktur.
i. Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi
dan konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oel nyeri dan
keterbatasan gerak yang di alami klien
B. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
b. Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, drain dan adanya luka
operasi.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, dan adanya
alat imobilisasi (misal bidai, traksi, gips)
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pemasangan traksi
(bidai, kawat, sekrup).
`
12. C. Intervensi Keperawatan
Dx 1 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan kegelisahan akibat nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan
pola tidur dapat terpenuhi
Kriteria Hasil : Klien mengatakan tidurnya terpenuhi.
Intervensi :
1). Kaji faktor yang menyebabkan gangguan tidur (nyeri dan ansietas)
Rasional : untuk mengidentifikasi penyebabs dari gangguan
tidur.
2). Ajarkan Relaksasi Nafas dalam
Rasional : Untuk menenangkan pikiran dari kegelisahan dan
mengurangi ketegangan otot.
3). Berikan makanan kecil dan susu
Rasional : meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk
4). Kolaborasi dalam pemberian obat analagetik
Rasional ; untuk mengurangi rasa nyeri pada klien
Dx 2 : Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, drain dan adanya luka
operasi.
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan perawatan.
Kriteria : Klien mengatakan nyeri berkurang, mampu berpartisipasi dalam
beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat.
Intervensi:
1) Kaji tingkat intensitas & frekuensi nyeri
Rasional: Tingkat intensitas nyeri dan frekuensi menunjukkan skala
nyeri 8
2) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan
kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.
3) Berikan posisi senyaman mungkin
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri pada klien
13. 4) Lakukan pendekatan pada klien & keluarga
Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
5) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik
Rasional : Merupakan tindakan dependent perawat, di mana analgetik
berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri
Dx 3 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan adanya
alat imobilisasi (misal bidai, traksi, gips)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/menunjukkan mobilitas tingkat
mobilitas optimal.
Kriteria : Klien dapat mengatakan sudah mampu melakukan aktivitas
dengan sendiri.
Intervensi:
1). Berikan latihan aktifitas secara bertahap
Rasional: Tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktifitas
secara perlahan dengan menghemat tenaga tujuan yang tepat,
mobilisasi dini.
2). Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai
indikasi.
Rasional : Mempertahankan posis fungsional ekstremitas.
3). Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (Hp dan
kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien
Rasional : Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol
diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.
14. Dx 4 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pemasangan traksi (bidai,
kawat, sekrup).
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang,
Kriteria: Klien menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan
kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan
luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi
Intervensi :
a. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat
tenun kencang)
Rasional : Menurunkan risiko kerusakan kulit yang lebih luas.
b. Masase kulit terutama daerah menonjolan tulang dan area distal
bebat/gips.
Rasional : Meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap tekanan
yang relatif konstan pada imobilisasi
c. Jaga keadaan kulit agar tetap kering dan bersih.
Rasional : Kulit yang basah terus menerus memicu terjadi iritasi yang
mengarah terjadinya dikubitus.
.
15. Lampiran
PATHWAY
Trauma langsung trauma tidak langsung kondisi patologis
FRAKTUR
Diskontinuitas tulang Pergesaran fragmen tulang
Perub. Jaringan sekitar
Pergeseran frag tulang laserasi kulit
Deformitas
Gangguan fungsi
Nyeri
Gangguan mobilitas fisik
Kerusakan
integritas kulit
Gangguan Pola
tidur
16. DAFTAR PUSTAKA
E. Oswari, 2011, Bedah dan Perawatannya, cetakan VI, Jakarta.
Keliat Anna Budi, SKp, MSC,2010, Proses Keperawatan, penerbit EGC, Jakarta.
Mariylnn E. Doenges, at all 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi III,
penerbit EGC, Jakarta.
Priharjo Rasional, 2009, Perawatan Nyeri Untuk Paramedis, edisi revisi penerbit
EGC, Jakarta.
Rasjad Chaeruddin, Ph. D. Prof, 2009, Ilmu Bedah Orthopedi, cetakan IV,
penerbit Bintang Lamumpatue, Makassar