SlideShare a Scribd company logo
1 of 34
Download to read offline
ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN POST
FIXATION (ORIF)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan
AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.N
POST OPEN REDUCTION INTERNAL
FIXATION (ORIF) FRAKTUR FEMUR
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Perioperatif
AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2016
PADA TN.N
REDUCTION INTERNAL
FRAKTUR FEMUR
Perioperatif
AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini siapa yang tak kenal dengan kendaraan transportasi baik itu pribadi
atau umum. Bahkan saat ini tak jarang orang tua membolehkan anak-anaknya
menggunakan kendaraan pribadi seperti motor, mereka pun tak takut
menjalankannya dijalan raya. Seiring banyaknya kendaraan pribadi ataupun umum
banyak juga kejadian negatif karenanya. Terutama kecelakaan lalu lintas seperti
kecelakaan sesama pengendara motor, motor dengan mobil atau lainnya. Akibat dari
kecelakaan yang terjadi yaitu kematian, cacat, dan juga fraktur. Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya
disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan
luasnya trauma (Lukman dan Nurma, 2009).
Fraktur bisa terjadi di bagian tubuh kita dimanapun itu, salah satunya adalah
fraktur femur. Fraktur femur didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha,
kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai
adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah)
dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha
(Zairin, 2012).
Berdasarkan hasil riset oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (2007), di Indonesia terjadi kasus fraktur yang
disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma
benda tajam atau tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur
sebanyak 1.775 orang atau 3,8%, dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang
mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang atau 8,5%, dari 14.127 trauma benda
tajam/tumpul yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang atau 1,7% (Juniartha,
2007). Maka dari itu dengan meningkatnya jumlah kendaraan dan kecelakaan lalu
lintas kita sebaiknya lebih berhati – hati dalam berkendara untuk menghindari
berbagai efek buruk.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui konsep dasar dari fraktur femur
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari fraktur femur
BAB II
KONSEP DASAR FRAKTUR FEMUR
A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di istregritas tulang, penyebab
terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi faktor lain seperti proses degenerative
juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner & Suddarth, 2008).
Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha,
kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai
adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan
fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha
(Helmi, 2012).
Fraktur femur didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi
fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan fraktur
femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Zairin,
2012).
Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur diatas, dapat disimpulkan
bahwa fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadi kehilangan kontinuitas
tulang femur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak
langsung dengan adanya kerusakan jaringan lunak.
B. Etiologi
Etiologi fraktur menurut Muttaqin, A (2008), Fraktur dapat terjadi akibat
adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang dalam menahan tekanan. Tekanan
pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral
atau oblik, tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan
sepanjang aksis tulang yang menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur
dislokasi, kompresi vertical dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah,
misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak.
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Umumnya fraktur disebabkan oleh
trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung
terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur di bawah 45 tahun dan
sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor. Pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami
fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormone pada menopause.
C. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala fraktur femur umumnya antara lain (Helmi, 2012) :
1. Nyeri
Terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirncang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Kehilangan fungsi.
3. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah kekuatan otot
menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya.
4. Pemendekan ekstermitas karena kontraksi otot.
Terjadi pada fraktur panjang, karena kontraksi otot yang melekat di atas dan
dibawah tempat fraktur.
5. Krepitasi.
Akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
6. Pembengkakan.
7. Perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur.
D. Manifestasi kinis post open reduction internal fixation (ORIF)
Tanda dan gejala post open reduction internal fixation (ORIF) umumnya antara lain
(Appley, 2005) :
1. Nyeri, terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tukang
2. Deformitas dapat di sebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas
dapat di ketahui dengan membandngkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas
tidak dapat berfungsidengan baik karna fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah
tempat fraktur. Fragmen sering melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5
cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan
yang lainnya
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit akibat pendarahan yang
mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari
setelah cidera.
6. Peningkatan temperatur local
7. Pergerakan abnormal
8. Echymosis (pendarahan subkutan yang lebar)
E. Patofisiologi
Patofisiologi menurut Price (2006), Patah tulang biasanya terjadi karena
benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang
kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh
dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot
misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak
berkontraksi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-
sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah
ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat
patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah
total dapat berakibat anoksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya .
F. Pathway
Trauma langsung, benturan, kecelakaan
Trauma eksternal – kekuatan tulang
Kompresi tulang
Patah tulang tak sempurna patah tulang sempurna
Patah tulang tertutup dan patah tulang terbuka
Kerusakan struktur tulang
Patah tulang merusak jaringan
Sumber : Price (2006)
G. Klasifikasi
Menurut Helmi (2012) faktur femur dapat dibagi lima jenis berdasarkan letak
garis fraktur seperti dibawah ini :
1. Fraktur intertrokhanter femur
Merupakan patah tulang yang bersifat ekstra kapsuler dari femur, sering terjadi
pada lansia dengan kondisi osteoporosis. Fraktur ini memiliki risiko nekrotik
avaskuler yang rendah sehingga prognosanya baik. Penatalaksanaannya
sebaiknya dengan reduksi terbuka dan pemasangan fiksasi internal. Intervensi
konservatif hanya dilakukan pada penderita yang sangat tua dan tidak dapat
dilakukan dengan anestesi general.
2. Fraktur subtrokhanter femur
Garis fraktur berada 5 cm distal dari trokhanter minor, diklasifikasikan menurut
Fielding & Magliato sebagai berikut:
a. Tipe 1 adalah garis fraktur satu level dengan trokhanter minor
b. Tipe 2 adalah garis patah berada 1-2 inci di bawah dari batas atas trokhanter
minor
c. Tipe 3 adalah 2-3 inci dari batas atas trokhanter minor.
Penatalaksanaannya dengan cara reduksi terbuka dengan fiksasi internal dan
tertutup dengan pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu kemudian
dilanjutkan dengan hip gips selam tujuh minggu yang merupakan alternatif pada
pasien dengan usia muda.
3. Fraktur batang femur
Faktur batang femur biasanya disebabkan oleh trauma langsung, secara klinis
dibagi menjadi: 1) fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan jaringan
lunak, risiko infeksi dan perdarahan dengan penatalaksanaan berupa
debridement, terapi antibiotika serta fiksasi internal maupun ekternal; 2) Fraktur
tertutup dengan penatalaksanaan konservatif berupa pemasangan skin traksi
serta operatif dengan pemasangan plate-screw.
4. Fraktur suprakondiler femur
Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga
terjadi gaya aksial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.
Penatalaksanaan berupa pemasanga traksi berimbang dengan menggunakan
bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, cast-bracing dan spika pinggul serta
operatif pada kasus yang gagal konservatif dan fraktur terbuka dengan
pemasangan nail-phroc dare screw.
5. Fraktur kondiler femur
Mekanisme trauma fraktur ini biasanya merupakan kombinasi dari gaya
hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur ke atas.
Penatalaksanaannya berupa pemasangan traksi tulang selama 4 – 6 minggu dan
kemudian dilanjutkan dengan penggunaan gips minispika sampai union
sedangkan reduksi terbuka sebagai alternatif apabila konservatif gagal.
H. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Doenges (2000) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur
antara lain:
1. Pemeriksaan roentgen : untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT – scan/MRI : memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan darah lengkap : Ht mungkkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma.
4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse
multiple, atau cedera hati.
I. Konsep Pembedahan
Kata perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencangkup 3 fase pengalaman
pembedahan yaitu praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif.
1. Fase Praoperatif
Merupakan ijin tertulis yang ditandatangani oleh klien untuk melindungi dalam
proses operasi yang akan dilakukan. Prioritas pada prosedur pembedahan yang
utama adalah inform consent yaitu pernyataan persetujuan klien dan keluarga
tentang tindakan yang akan dilakukan yang berguna untuk mencegah
ketidaktahuan klien tentang prosedur yang akan dilaksanakan dan juga menjaga
rumah sakit serta petugas kesehatan dari klien dan keluarganya mengenai
tindakan tersebut. Pada periode pre operatif yang lebih diutamakan adalah
persiapan psikologis dan fisik sebelum operasi.
2. Fase Intraoperatif
Dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau ruang bedah dan berakhir saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Lingkup aktifitas keperawatan,
memasang infus, memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan
fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien.
3. Fase Posotperatif
Dimulai pada saat pasien masuk ke ruang pemulihan dan berakhir dengan
evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup aktifitas
keperawatan, mengkaji efek agen anestesi, membantu fungsi vital tubuh, serta
mencegah komplikasi. Peningkatan penyembuhan pasien dan penyuluhan,
perawatan tindak lanjut, rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil
dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan (Baradero, 2008).
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan konservatif, merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
1. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk
mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada
anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
2. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster
of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal.
Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam
proses penyembuhan.
3. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan
gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan
umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya
fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
4. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini
mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan
imobilisasi.
Penatalaksanaan pembedahan.
1. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire
(kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
2. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF : Open Reduction internal
Fixation).
3. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF : Open reduction Eksternal
Fixation). Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan
kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk
fraktur kominutif (hancur atau remuk).
Penatalaksanaan pembedahan Open Reduction internal Fixation (ORIF)
1. Pengertian
ORIF adalah sebuah prosedur bedah medis, yang tindakannya mengacu pada
operasi terbuka untuk mengatur tulang, seperti yang diperlukan untuk beberapa
patah tulang, fiksasi internal mengacu pada fiksasi plate dan screw untuk
mengaktifkan atau memfasilitasi penyembuhan (Smeltzer, 2004).
2. Metode
Menurut Apley (2005) terdapat lima metode fiksasi internal yang digunakan,
antara lain: sekrup kompresi antar fragmen, plat dan sekrup (paling sesuai untuk
lengan bawah), paku intermedula (untuk tulang panjang yang lebih besar), paku
pengikat sambungan dan sekrup (ideal untuk femur dan tibia), sekrup kompresi
dinamis dan plat, ideal untuk ujung proksimal dan distal femur.
3. Indikasi ORIF
Indikasi ORIF diantaranya adalah : fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya
avasculair nekrosis tinggi (fraktur collum femur), fraktur yang tidak bisa
direposisi tertutup (fraktur avulse dan fraktur dislokasi), fraktur yang dapat
direposisi tetapi sulit dipertahankan (fraktur monteggia, fraktur galeazzi, fraktur
antebrachi dan fraktur ankle), fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi
hasil yang lebih baik dengan operasi (fraktur femur) (Appley, 2005).
4. Persiapan perioperatif di ruangan
Keadaan preoperasi :
a. Klien menjalani program puasa 6 jam sebelum operasi dimulai.
b. Keadaan penderita, kooperatif, tensi 100/80 nadi 84 x/menit.
Jenis anestesi :
a. General anestesi : Face mask
b. Premedikasi yang diberikan : Muscle relaxan : atracurium
c. Induksi anestesi : Untuk induksi digunakan Propofol 80 mg intra vena secara
pelan
d. Anestesi inhalasi : O2, Halothane
e. Rumatan : RL digrojog
f. Posisi anastesi : Terlentang
5. Persiapan atau prosedur di ruang operasi
Persiapan alat dan Ruangan
a. Alat tidak steril : Lampu operasi, cuter unit, meja operasi, suction, hepafik,
gunting
b. Alat steril : Duk besar 3, Baju operasi 4, selang suction steril, selang cuter
Steril,side 2/0, palain 2/0, berbagai macam ukuran jarum
c. Set orif :
1) Koker panjang 2
2) Klem bengkok 6
3) Bengkok panjang 1
4) Pinset cirugis 2
5) Gunting jaringan 1
6) Kom 2
7) Pisturi 1
8) Hand mest
9) Platina 1 set
10) Kassa steril
11) Gunting benang 2
12) Penjepit kasa 1
13) Bor 1
14) Hak pacul 1
15) Hak sedang 1
16) Hak duk 3
d. Prosedur Operasi :
1) Pasien sudah teranastesi GA
2) Tim bedah melakukan cuci tangan (Scrub)
3) Tim bedah telah memakai baju operasi (Gloving)
4) Lakukan disinfeksi pada area yang akan dilakukan sayatan dengan arah
dari dalam keluar, alkohol 2x, betadine 2x
5) Pasang duk pada area yang telah di disinfeksi (Drapping)
6) Hidupkan cuter unit
7) Lakukan sayatan dengan hand mest dengan arah paramedian
8) Robek subkutis dengan menggunakan cuter hingga terlihat tulang yang
fraktur
9) Lakukan pengeboran pada tulang
10) Pasang platina
11) Lakukan pembersihan bagian yang kotor dengan cairan NaCl
12) Jahit subkutis dengan plain 2/0
13) Jahit bagian kulit dengan side 2/0
14) Tutup luka dengan kassa betadine, setelah itu diberi hepafik
K. Komplikasi
Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa
jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan
sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanent jika
tidak ditangani segera. Adapun beberapa komplikasi dari fraktur femur (Suratun,
dkk, 2008) yaitu:
1. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak
dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang
merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah
dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur
pelvis.
2. Emboli lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cidera remuk
dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-30 tahun.
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam darah karna
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karna katekolamin
yang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilitasi asam lemak dan
memudahkan terjadiya globula lemak dalam aliran darah.Globula lemak akan
bergabung dengan trombosit membentuk.
L. Asuhan Keperawatan
PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
a. Riwayat Perjalanan penyakit
1) Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan
2) Apa penyebabnya, kapan terjadinya kecelakaan atau trauma
3) Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
4) Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
5) Kehilangan fungsi
6) Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b. Riwayat pengobatan sebelumnya
1) Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis kortikosteroid
dalam jangka waktu lama
2) Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama pada
wanita
3) Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
4) Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
c. proses pertolongan pertama yang dilakukan
1) Pemasangan bidai sebelum memindahkan dan pertahankan gerakan
diatas/di bawah tulang yang fraktur sebelum dipindahkan
2) Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi edema
2. Pemeriksaan fisik
a. Mengidentifikasi tipe fraktur
b. Inspeksi daerah mana yang terkena
1) Deformitas yang nampak jelas
2) Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
3) Laserasi
4) Perubahan warna kulit
5) Kehilangan fungsi daerah yang cidera
c. Palpasi
1) Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
2) Krepitasi
3) Nadi, dingin
4) Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur
M. Diagnosa Yang Mungkin Muncul
a. Hambatan Mobilitas Fisik b.d gangguan muskuloketeletal
b. Kerusakan intergritas kulit b.d medikasi
c. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
d. Resiko syok hipovolemi
N. Rencana Keperawatan
Dx Keperawatan NOC NIC
1. Hambatan
Mobilitas Fisik
b.d gangguan
muskuloketeletal
1. Joint Movement : Active
2. Mobility level
3. Self care : ADLs
4. Transfer performance
Kriteria Hasil :
a. Klien meningkat dalam
aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
c. Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan
berpindah
d. Memperagakan
penggunaan alat
e. Bantu untuk mobilisasi
(walker)
Exercise therapy : ambulation
1. Konsultasi dengan terapi fisik
tentang rencana ambulansi sesuai
kebutuhan
2. Bantu klien untuk menggunakan
tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
3. Kaji kemampuan klien dalam
mobilisasi
4. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
5. Dampingi dan bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
ADLs ps.
6. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
2. Kerusakan
intergritas kulit
b.d medikasi
1. Tissue integrity : skin and
mocus
2. Membranes
3. Hemodyalis akses
Kriteria Hasil :
a. Integritas kulit yang baik
bisa dipertahankan
b. Tidak ada luka/lesi pada
kulit
c. Perfusi jaringan baik
d. Menunjukan pemahaman
dalam proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang
e. Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
Insision site care
1. Membersihkan, memantau dan
meningkatkan proses
penyembuhan pada luka yg
ditutup dengan jahitan klip atau
strapless
2. Monitor proses kesembuhan area
insisi
3. Monitor tanda dan gejala infeksi
pada area insisi
4. Bersihkan area sekitar jahitan
atau straples, menggunakan lidi
kapas steril
5. Gunakan preparat antiseptic,
sesuai program
6. Ganti balutan pada interval waktu
yang sesuai atau biarkan luka
tetap terbuka (tidak dibalut)
sesuai program
3. Nyeri akut b.d
agen cidera fisik
1. Pain level
2. Pain control
3. Comfort level
Kriteria Hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri
c. Mampu mengenali nyeri
d. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
komperhensif termasuk lokasi,
karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan faktor
pencetus
2. Observasi adanya petunjuk
nonverbal mengenal
ketidaknyamanan terutama pada
mereka yang tidak dapak
berkomunikasi secara efektif
3. Gunakan strategi komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan
penerimaan pasien terhadap nyeri
4. Pertimbangkan tipe dan sumber
nyeri ketika memilih strategi
penurunan nyeri
5. Ajarkan penggunaan teknik non
farmakologi
6. Berikan individu penurun nyeri
yang optimal dengan peresepan
analgesik
7. Kolaborasi dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
4. Resiko syok
hipovelemi
1. Syok prevention
2. Syok management
Kriteria hasil :
a. Nadi dalam batas yang
diharapkan
Syok prevention
1. Monitor status sirkulasi BP,
warna kulit, suhu kulit, denyut
jantung, HR, dan ritme nadi
perifer, dan kapiler refill
2. Monitor tanda inadekuat
b. Irama jantung pada batas
yang diharapkan
c. Frekuensi nafas dalam
batas yang diharapkan
d. Irama pernafasan dalam
batas yang diharapkan
e. Natrium serum dbn
f. Kalium serum dbn
g. Klorida serum dbn
h. Kalsium serum dbn
i. Magnesium serum dbn
j. PH darah serum dbn
Hidrasi
Indikator :
a. Mata cekung tidak
ditemukan
b. Demam tidak ditemukan
c. TD dbn
d. Hematokrit dbn
oksigtenasi jaringan
3. Monitor suhu dan pernafasan
4. Monitor input dan output
5. Pantau nilai labor :
HB, HT, AGD dan elektrolit
6. Monitor hemodinamik invasi
yang sesuai
7. Monitor tanda dan gejala asites
8. Monitor tanda awal syok
9. Tempatkan pasien pada posisi
supine, kaki elevasi untuk
peningkatan preload dengan tepat
10. Lihat dan pelihara kepatenan
jalan nafas
11. Berikan cairan iv dan oral yang
tepat
12. Berikan vasodilator yang tepat
13. Ajarkan keluarga dan pasien
tentang tanda dan gejala
datangnya syok
14. Ajarkan keluarga dan pasien
tentang langkah untuk mengatasi
gejala syok
Syok management
1. Monitor fungsi neurologis
2. Monitor fungsi renal
3. Monitor tekanan nadi
4. Monitor status cairan, input
output
5. Catat gas darah arteri dan oksigen
dijaringan
6. Monitor EKG
7. Monitor nilai laboratorium
8. Memonitor gejala gagal
pernafasan
BAB III
KASUS
A. Kasus
Tn N berusia 40 tahun di bawa ke RS X tanggal 05 Agustus 2016 pada jam 14.30
WIB oleh keluarganya karena jatuh dari sepeda motor. Pasien telah menjalani
operasi pemasangan plate pada fraktur femur sinistra jenis anestesi spiral pada
tanggal 06 Agustus 2016. Pada tanggal 09 Agustus 2016 pasien mengatakan nyeri,
skala nyeri 6, ekspresi wajah tampak meringis kesakitan. Dari hasil pemeriksaan
tanda – tanda vital didapatkan Tekanan Darah : 110/70 mmHg, Nadi : 88 x/menit, S
: 36 C, Repirasi : 86 x/menit. Luka operasi pasien sepanjang 20 cm, jumlah jahitan
20, luka tampak basah tidak ada nanah. Pasien mengatakan dalam beraktifitas tidak
bisa mandiri dan membutuhkan bantuan orang lain, personal hygiene kurang,
aktifitas pasien di bantu keluarga.
FORMAT PENGKAJIAN PERIOPERATIF KAMAR BEDAH
Nama Mahasiswa :
NIM :
Tgl & jam pengkajian :
A. PENGKAJIAN
1. DENTITAS PASIEN
a. Nama Pasien : Tn. N
b. Umur : 40 tahun
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : Sd
e. Alamat : Sedayu, Bantul
f. No CM : -
g. Diagnosa Medis : fraktur fremur sinistra
2. IDENTITAS ORANG TUA/ PENANGGUNG JAWAB
a. Nama : Ny. Tia
b. Umur : 39 tahun
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : Sekolah Dasar
e. Pekerjaan : -
f. Hubungan dengan pasien : istri
Asal pasien
□ Rawat Jalan
□ Rawat Inap
□ Rujuk
POST OPERASI
1. Pasien pindah ke :
Pindah ke □ ICU □ PICU □ NICU □ RR jam 14.00 Wib
2. Keluhan saat di RR : □ Mual □ Muntah pusing □ Nyeri luka operasi □ Kaki
terasa baal □ Menggigil lainnya…..
3. Keadaan Umum : □ Baik □ Sedang □ Sakit berat
4. TTV :
Suhu 36 o
C, Nadi 88 x/mnt, respirasi 20 x/mnt, Tekanan Darah 110/70 mmHg
5. Kesadaran : □ Compos Metis □ Apatis □ Somnolen □ Soporo □ Coma
6. Survey Sekunder, lakukan secara head to toe secara prioritas:
Kepala
1. Inspeksi : tidak terlihat lesi
2. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3. Perkusi : sonor
4. Auskultasi : suara nafas vasikuler
Leher
1. Inspeksi : tidak terlihat lesi
2. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Dada
1. Inspeksi : tidak terlihat pulpasi
2. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3. Perkusi : redup
4. Auskultasi : terdengar suara jantung lup dup
Abdomen
1. Inspeksi : tidak terlihat lesi
2. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3. Perkusi : bunyi bising usus timpani
4. Auskultasi : suara bising usus 13 x/menit
Genitalia
1. Terpasang dower cateter
Integumen
1. Terdapat luka jahitan di kaki sinistra sepanjang 20 cm, jumlah jahitan 20
2. Luka tampak basah tidak ada nanah
Ekstremitas
1. Ekstremitas atas kanan, rentang gerak bebas, kekuatan otot 5
2. Ekstremitas atas kanan terpasang infus RL 20 tetesan per menit, rentang gerak
bebas, kekuatan otot 5
3. Ekstremitas bawah kiri, rentang gerak bebas, kekuatan otot 5
4. Ekstremitas bawah kanan, rentang gerak terbatas, kekuatan otot 3, karena
terdapat luka post operasi fraktur fremur
Schore Alderet
gerakan 1. Dapat menggerakan ke 4
ekstremitasnya sendiri atau
dengan perintah
2. Dapat menggerakkan ke 2
ekstremitasnya sendiri atau
dengan perintah
V
3. Tidak dapat menggerakkan
ekstremitasnya sendiri atau
dengan perintah
pernafasan 1. Bernapas dalam dan kuat serta
batuk
V
2. Bernapas berat atau dispnu
3. Apnu atau napas dibantu
Tekanan darah 1. Sama dengan nilai awal + 20% V
2. Berbeda lebih dari 20-50% dari
nilai awal
3. Berbeda lebih dari 50% dari
nilai awal
Kesadaran 1. Sadar penuh V
2. Tidak sadar, ada reaksi
terhadap rangsangan
3. Tidak sadar, tidak ada reaksi
terhadap rangsangan
Warna kulit 1. Merah
2. Pucat , ikterus, dan lain-lain V
3. Sianosis
Skor alderet pasien : 8
Catatan: Dianggap sudah pulih dari anestesia dan dapat pindah dari ruang pemulihan
ke ruang perawatan apabila skor>8
Numeric Rating Scale
□ 0-1 □ 1-3 □ 4-6 □ 7-10
PENGELOMPOKAN DATA
Data Subjektif Data Obyektif
1. Pasien mengatakan :
P: luka post operasi fremur
Q : di tusuk tusuk
R : fremur sinistra
S : skala 6
T : hilang timbul
2. Pasien mengatakan dalam
beraktifitas tidak bisa mandiri dan
membutuhkan bantuan orang lain
1. Terdapat luka post operasi fraktur
fremur di ekstremitas bawah kanan
2. Kekuatan otot 3
3. Pasien terlihat meringis kesakitan
4. Skala nyeri sedang yaitu skala 6
5. Terdapat luka jahitan di kaki
sinistra sepanjang 20 cm, jumlah
jahitan 20
6. Luka tampak basah tidak ada
nanah
7. Aktifitas pasien terlihat dibantu
keluarga
8. Tanda – tanda vital :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36 C°
Repirasi : 86 x/menit
ANALISA DATA
Symptom Problem Etiologi
Do :
1. Terdapat luka post operasi
fraktur fremur di ekstremitas
bawah kanan
2. Pasien terlihat meringis
kesakitan
3. Skala nyeri sedang yaitu
skala 6
DS :
1. Pasien mengatakan :
P: luka post operasi fremur
Q : di tusuk tusuk
R : fremur sinistra
S : skala 6
T : hilang timbul
Nyeri akut cidera fisik
Do:
1. Terdapat luka jahitan di kaki
sinistra sepanjang 20 cm,
jumlah jahitan 20
2. Luka tampak basah tidak ada
nanah
DS : -
Kerusakan intergritas
kulit
medikasi
Do :
1. Ekstremitas bawah kanan,
rentang gerak terbatas,
kekuatan otot 3, karena
terdapat luka post operasi
fraktur fremur
DS :
1. Pasien mengatakan dalam
beraktifitas tidak bisa
mandiri dan membutuhkan
bantuan orang lain
Hambatan Mobilitas
Fisik
gangguan
muskuloketeletal
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Post Operasi :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan medikasi
3. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan muskuloketeletal
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis
keperawatan
Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi
Nyeri akut
berhubungan dengan
agen cidera fisik
Do :
1. Terdapat luka
post operasi
fraktur fremur di
ekstremitas
bawah kanan
2. Pasien terlihat
meringis
kesakitan
3. Skala nyeri
sedang yaitu
skala 6
DS :
1. Pasien
mengatakan :
P : luka post
operasi fremur
Q : di tusuk tusuk
R : fremur
sinistra
S : skala 6
T : hilang timbul
Pain level
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1X 60
menit, dapat mengetahui skala
nyeri dengan kriteria hasil :
1. Klien melaporkan nyeri
berkurang
2. Klien tidak tampak
mengerang dan menangis
3. Ekspresi wajah klien tidak
menunjukkan nyeri
Pain control
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1X 60
menit, nyeri dapat berkurang
dengan kriteria hasil :
1. Klien melaporkan kapan
nyeri terjadi
2. Klien melaporkan nyeri
terkontrol
Pain Management
Manajemen nyeri
1. Lakukan pengkajian
nyeri komprehensif
yang meliputi lokasi,
karakteristik,
onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan
faktor pencetus
2. Ajarkan penggunaan
tehnik non farmakologi
(seperti, biofeedback,
TENS, hypnosis,
relaksasi, bimbingan
antisipatif, dan
bersamaan dengan
tindakan penurun rasa
nyeri lainnya)
3. Kolaborasi pemberian
analgesic
4. Kolaborasi dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri
tidak berhasil
Senin, 09 Agustus 2016
14.00 WIB
Mengkaji nyeri secara
komprehensif
14.20 WIB
Kolaborasi pemberian
analgetic melalui
intravena
Senin, 09 Agustus 2016
14.15 WIB
S : pasien mengatakan
P: luka post operasi fremur
Q : di tusuk tusuk
R : fremur sinistra
S : skala 6
T : hilang timbul
O :
1. Terdapat luka post operasi
fraktur fremur di ekstremitas
bawah kanan
2. Pasien terlihat meringis
kesakitan
3. Skala nyeri sedang yaitu
skala 6
14.25 WIB
S : -
O : Ceftriaxon 1 gram masuk
melalui intravena
Senin, 09 Agustus 2016
15.00
S : pasien mengatakan
P: luka post operasi fremur
Q : di tusuk tusuk
R : fremur sinistra
S : skala 6
T : hilang timbul
O :
1. Terdapat luka post operasi
fraktur fremur di ekstremitas
bawah kanan
2. Pasien terlihat meringis
kesakitan
3. Skala nyeri sedang yaitu
skala 6
A : masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Ajarkan pasien tekhnik
relaksasi (nafas dalam)
2. Kolaborasi pemberian
analgetic
( )
Kerusakan intergritas
kulit berhubungan
dengan medikasi
Do:
1. Terdapat luka
jahitan di kaki
sinistra sepanjang
20 cm, jumlah
jahitan 20
2. Luka tampak
basah tidak ada
nanah
DS : -
Tissue integrity : skin and
mocus
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1X 60
menit, dapat
mempertahankan integritas
kulit dengan kriteria hasil :
1. Menunjukan pemahaman
dalam proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang
2. Integritas kulit yang baik
bisa dipertahankan
Insision site care
1. Membersihkan,
memantau dan
meningkatkan proses
penyembuhan pada
luka yg ditutup
dengan jahitan klip
atau strapless
2. Monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi
3. Ganti balutan pada
interval waktu yang
sesuai atau biarkan
Senin, 09 Agustus 2016
14.15 wib
Mengobservasi tanda dan
gejala infeksi pada area
insisi
Senin, 09 Agustus 2016
15.35 wib
S : pasien mengatakan lukanya
sedikit perih dan terasa panas
O : tidak terdapat kemerahan
pada sekitar kulit yang di
operasi
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
1. Ganti balutan pada interval
waktu yang sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka (tidak
dibalut) sesuai program
luka tetap terbuka
(tidak dibalut) sesuai
program ( )
Hambatan Mobilitas
Fisik berhubungan
dengan gangguan
muskuloketeletal
Do :
1. Ekstremitas
bawah kanan,
rentang gerak
terbatas, kekuatan
otot 3, karena
terdapat luka post
operasi fraktur
fremur
DS :
1. Pasien
mengatakan
dalam beraktifitas
tidak bisa mandiri
dan
membutuhkan
bantuan orang
lain
Mobility level
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1X 60
menit, dapat meningkatkan
mobilitas dengan kriteria
hasil :
1. Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
Exercise therapy :
ambulation
1. Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
2. Latih pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai
kemampuan
3. Konsultasi dengan
terapi fisik tentang
rencana ambulansi
sesuai kebutuhan
Senin, 05 September
2016
14.30 wib
Mengkaji kemampuan
pasien dalam mobilisasi
Senin, 05 September 2016
14.30 wib
S :
1. pasien mengatakan dapat
menggerakan ekstremitas
atas degan bebas
2. pasien sedikit susah
menggerakan ekstremitas
atas akibat nyeri post
operasi
O :
Pasien tampak kesulitan
menggerakkan ekstremitas
bawah
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
1. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara
mandiri sesuai kemampuan
( )
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam makalah kami diagnosa yang ada dikasus dan diteori yaitu hambatan
mobilitas fisik, kerusakan integritas kulit, dan nyeri akut. Hambatan mobilitas fisik
yaitu keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri
dan terarah. Batasan karakteristik dari hambatan mobilitas fisik dalam teori yaitu
gerakan lambat, instabilita postur, kesulitan membolak – balik posisi dan tremor akibat
bergerak sedangkan dalam kasus kami batasan karakteristik dari hambatan mobilitas
fisik yaitu gerakan lambat, kesulitan membolak – balik posisi jika tidak di bantu
keluarga. Jadi dari batasan karakteristik yang dibahas baik dalam teori maupun kasus
hambatan mobilitas fisik pasti terjadi pada pasien post ORIF karena tindakan
pembedahan tersebut bertujuan membenarkan struktur tulang yang patah ataupun retak,
maka dari itu karena adanya tujuan tersebut sebaiknya pasien yang menjalani tindakan
post ORIF harus berbaring dan menbatasi aktivitasnya agar proses perbaikan tulang
segera tercapai, dan pasien juga harus dibantu dalam aktivitasnya oleh keluarga maka
dari itu dengan adanya tindakan itu terjadilah diagnosa hambatan mobilitas fisik pada
pada pasien post ORIF (NANDA 2015 – 2017).
Diagnosa yang akan kami bahas kedua yaitu kerusakan integritas kulit, yang
berarti kerusakan pada epidermis dan/atau dermis. Batasan karakteristik dari diagnosa
ini menurut teori adalah benda asing menusuk permukaan kulit, kerusakan integritas
kulit. Sedangkan menurut kasuspun sama dengan teori karena sesuai dengan batasan
karakteristik pada pasien post ORIF yaitu dengan adanya prosedur pembedahan berarti
benda asing seperti gunting bedah, pisau bedah yang menembus kulit kemudian terjadi
penyatan pada kulit yang mengakibatkan dermis/epidermis terluka dan menyebabkan
ditegakkannya diagnosa kerusakan integritas kulit pada pasien post ORIF (NANDA
2015 – 2017).
Diagnosa yang terakhir yang muncul pada teori dan kasus adalah nyeri akut, nyeri
akut merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai
kerusakan (International Association for the Study of pain), awitan yang tiba – tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau
diprediksi. Batasan karakteristik menurut teori dari nyeri akut yaitu diaforesis, dilatasi
pupil, ekspresi wajah nyeri, fokus menyempit, keluhan tentang intensitas menggunakan
skala nyeri, laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas, putus asa, perubahan
selera makan. Sedangkan batasan karakteristik pada kasus yaitu keluhan tentang
intensitas menggunakan skala nyeri, laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas,
putus asa, perubahan selera makan, dapat disimpulkan diagnosa ketiga ini muncul pada
pasien post ORIF karena sebelum pebedahan dilakukan sudah terjadi beberapa batasan
karakteristik yang muncul yaitu ekspresi wajah nyeri, perubahan posisi untuk
menghindari nyeri pada frakturnya dan setelah proses pembedahan dilakukan batasan
karakteristik lainnya menyertai maka diagnosa nyeri akut dapat ditegakkan pada pasien
post ORIF (NANDA 2015 – 2017).
Dalam makalah ini juga diagnosa yang ada di kasus tapi tidak ada di teori ternyata
tidak ada, sedangkan diagnosa yang ada di teori dan tidak ada di kasus ada yaitu
diagnosa resiko syok hipovolemik. Syok hipovolemik didefinisikan sebagai penurunan
perfusi dan oksigenasi jaringan disertai kolaps sirkulasi yang disebabkan oleh hilangnya
volume intravaskular akut akibat berbagai keadaan bedah atau medis (Greenberg, 2005).
Pada pasien Fraktur femur dengan post ORIF bisa terjadi resiko syok hipovolemi
karena pada saat dilakukan pembedahan untuk memasangan plate pasti terjadi
pemotongan atau penyatan pada kulit yang mengakibatkan arteri atau vena terputus,
keadaan itu juga yang menyebabkan perdarahan pada pasien saat terjadinya operasi.
Jika perdarahan tersebut tidak segera diatasi maka akan terjadi perdarahan yang hebat
dan akan menyebabkan kehilangan volume cairan, cairan ini dapat berupa darah, plasma
dan elektrolit maka dari itu bisa menyebabkan syok hipovolemi atau resiko syok
hipovolemi pada pasien dengan keadaan pembedahan fraktur femur (Price, 2006).
Faktor – faktor yang menyebabkan syok hipovolemik yaitu perdarahan yang berat
dan menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler bisa berupa eksogen atau endogen.
Pada kehilangan cairan yang eksogen cairan betul-betul keluar dari jaringan tubuh
seperti pada perdarahan atau kasus luka bakar. Sedangkan pada kehilangan cairan
endogen maka cairan betul-betul telah keluar dari intravaskuler tetapi masih dalam
jaringan atau rongga tubuh namun belum keluar dari tubuh sendiri (Price, 2006).
Syok hipovolemik tidak terjadi pada kasus kami karena pasien saat pembedahan
ORIF pengalami perdarahan ± 200 cc dan itu bukan perdarahan yang sedang maupun
berat. Sedangkan perdarahan yang menyebabkan syok hipovolemik yaitu kehilangan
volume darah 30 – 40% sekitar 2000 cc pada orang dewasa. Maka dari itu kasus kami
tidak menegakkan diagnosa resiko syok hipovolemik (Price, 2006).
Intervensi pada diagnosa hambatan mobilitas fisik yang ada dalam teori dan kasus
yaitu kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan, konsultasi dengan terapi fisik
tentang rencana ambulansi sesuai kebutuhan. Intervensi yang ada di teori tapi tidak ada
di kasus yang pertama bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera kami tidak melakukan intervensi tersebut karena keluarga sudah
mengajarkannya pada pasien, yang kedua dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi ADLs kami tidak melaukannya karena keluarga juga yang selalu
membatu pasien dalam mobilisasi dan yang terakhir ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika di perlukan kami tidak melakukannya karena sama
seperti kedua intervensi tadi keluarga yang sudah membantu pasien merubah posisi.
Kemudian pada diagnosa yang kedua kerusakan integritas kulit, intervensi yang ada di
teori dan kasus yaitu membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan
pada luka yg ditutup dengan jahitan klip atau strapless, monitor tanda dan gejala infeksi
pada area insisi, ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap
terbuka (tidak dibalut) sesuai program. Intervensi yang ada di teori tapi tidak ada di
kasus yaitu yang pertama monitor proses kesembuhan area insisi kami tidak mengambil
intervensi tersebut karena sudah sekalian terpantau dalam intrvensi monitor tanda dan
gejala infeksi pada area insisi, yang kedua dan ketiga yaitu bersihkan area sekitar jahitan
atau straples, menggunakan lidi kapas steril dan gunakan preparat antiseptic, sesuai
program kami tidak menggunakan intervensi tersebut karena dalam proses medikasi
sudah ada alat dan program tersendiri. Intervensi yang ada diteori dan kasus dalam
diagnosa terakhir ini yaitu nyeri akut adalah lakukan pengkajian nyeri komprehensif
yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan faktor pencetus, ajarkan penggunaan tehnik non farmakologi
(seperti, biofeedback, TENS, hypnosis, relaksasi, bimbingan antisipatif, dan bersamaan
dengan tindakan penurun rasa nyeri lainnya), Kolaborasi pemberian analgesic,
kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil. Sedangkan
yang tidak kami ambil intervensi yang ada di teori pada kasus yaitu observasi adanya
petunjuk nonverbal mengenal ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapak
berkomunikasi secara efektif, kami tidak mengambil intervensi tersebut karena pasien
dapat berkomunikasi secara langsung jika tidak nyaman. Intervensi kedua gunakan
strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan
penerimaan pasien terhadap nyeri kam tidak menggunakannya karena pasien sudah
menerima keadaan nyerinya. Yang terakhir pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika
memilih strategi penurunan nyeri kami tidak menggunakannya karena sudah terkaji
pada saat pengkajian secara komprehensif (NANDA 2015 – 2017).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat kami simpulkan dari makalah kami fraktur femur didefinisikan sebagai
hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa
fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit,
jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Zairin, 2012). Pada pasien fraktur
femur dalam kasus kami menggunakan pembedahan open reduction internal fixation
(ORIF), karena pasien kami mengalami patah tulang dan memerlukan pengaturan
kembali posisi pada tulang maka di lakukanlah tindakan tersebut.
Asuhan keperawatan pada pasien fraktur femur post ORIF yaitu nyeri akut,
hambatan mobilitas fisik dan kerusakan integritas nyeri. Tujuan utama dalam
tindakan keperawatan membantu pasien dalam penyembuhan post pembedahan
dengan kondisi baik tidak ada tanda – tanda infeksi dan membantu pasien dalam
aktvitas kesehariannya sampai proses ORIF berhasil. Maka dari itu dalam
penyembuhan pasien fraktur femur post ORIF memerlukan kolaborasi tidak hanya
dari tenaga kesehatan tapi keluarga juga agar membatu pasien selagi tenaga
kesehatan tidak ada.
B. Saran
Semoga makalah kami tentang asuhan keperawatan pada pasien fraktur femur
post ORIF dapat bermanfaat serta menambah wawasan bagi penulis dan pembaca,
kami juga mohon maaf karena makalah kami masih kurang dari sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Appley, G. A. 2005. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley, Edisi VII. Jakarta: Widya
Medika.
Baradero, Mary. 2008. Keperawatan perioperatif .Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth. (2008). Keperawatan Medikal Bedah.(edisi 8). Jakarta : EGC
Grace, Pierce A., dan Borley, Neil R., 2006. Nyeri Abdomen Akut. Dalam: Safitri,
Amalia, ed. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga. Jakarta : Erlangga.
Juniartha. 2007. Angka Kejadian Fraktur. http://okezone.com diakses pada tanggal 14
September 2016
Lukman & Ningsih, Nurma. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Musculoskeletal. Jakarta: Salemba Medik
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC : Jakarta
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. EGC: Jakarta.
Noor Helmi, Zairin, 2012; Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal; jilid 1, Jakarta:
Salemba Medika
Price, dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Ed. 6, volume
1&2. EGC: Jakarta.
Smeltzer, Suzanne, C. Bare Brenda, G. 2004. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Brunner & Suddarth, Edisi VIII. Jakarta: EGC.
Suratun,.2008. Klien Gangguan System Muskuloskelata. Seri Asuhan Keperawatan ;
Editor Monika Este. EGC: Jakarta.

More Related Content

Similar to fraktur_femur.pdf

Lp Askep Fraktur Femur
Lp Askep Fraktur FemurLp Askep Fraktur Femur
Lp Askep Fraktur FemurYie Sufyan
 
Laporan pendahulan-fraktur-femur
Laporan pendahulan-fraktur-femurLaporan pendahulan-fraktur-femur
Laporan pendahulan-fraktur-femurEdju Joen
 
Askep fraktur
Askep frakturAskep fraktur
Askep frakturSyam
 
Laporan pendahuluan frakt
Laporan pendahuluan fraktLaporan pendahuluan frakt
Laporan pendahuluan fraktDoni Luter
 
Tugas andi (patah tulang)
Tugas andi (patah tulang)Tugas andi (patah tulang)
Tugas andi (patah tulang)Canon Andi
 
140899028 fraktur
140899028 fraktur140899028 fraktur
140899028 frakturjihan26
 
Bab ii tinjauan pustaka fraktur femur
Bab ii tinjauan pustaka fraktur femurBab ii tinjauan pustaka fraktur femur
Bab ii tinjauan pustaka fraktur femurafifub
 
Makalah muskulus praktek
Makalah muskulus praktekMakalah muskulus praktek
Makalah muskulus praktekguntur96
 
FRAKTUR POST ORIF - Salin.docx
FRAKTUR POST ORIF - Salin.docxFRAKTUR POST ORIF - Salin.docx
FRAKTUR POST ORIF - Salin.docxDwiNoviyani4
 
69920506 fraktur-femur
69920506 fraktur-femur69920506 fraktur-femur
69920506 fraktur-femurnetifarhati
 
K 3 KGD.ppthvhjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj
K 3 KGD.ppthvhjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjK 3 KGD.ppthvhjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj
K 3 KGD.ppthvhjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjFaringgaAlHafez2
 
Laporan pendahuluan fraktur femur
Laporan pendahuluan fraktur femurLaporan pendahuluan fraktur femur
Laporan pendahuluan fraktur femurSMA NEGERI 8 BEKASI
 
Bab xiv
Bab xivBab xiv
Bab xivdekcin
 
Referat Orthopedi.pptx
Referat Orthopedi.pptxReferat Orthopedi.pptx
Referat Orthopedi.pptxamirah203733
 

Similar to fraktur_femur.pdf (20)

Lp Askep Fraktur Femur
Lp Askep Fraktur FemurLp Askep Fraktur Femur
Lp Askep Fraktur Femur
 
Laporan pendahulan-fraktur-femur
Laporan pendahulan-fraktur-femurLaporan pendahulan-fraktur-femur
Laporan pendahulan-fraktur-femur
 
Askep fraktur
Askep frakturAskep fraktur
Askep fraktur
 
Fraktur
FrakturFraktur
Fraktur
 
Fraktur AKPER MUNA
Fraktur AKPER MUNA Fraktur AKPER MUNA
Fraktur AKPER MUNA
 
Laporan pendahuluan frakt
Laporan pendahuluan fraktLaporan pendahuluan frakt
Laporan pendahuluan frakt
 
Tugas andi (patah tulang)
Tugas andi (patah tulang)Tugas andi (patah tulang)
Tugas andi (patah tulang)
 
140899028 fraktur
140899028 fraktur140899028 fraktur
140899028 fraktur
 
Bab ii tinjauan pustaka fraktur femur
Bab ii tinjauan pustaka fraktur femurBab ii tinjauan pustaka fraktur femur
Bab ii tinjauan pustaka fraktur femur
 
Makalah muskulus praktek
Makalah muskulus praktekMakalah muskulus praktek
Makalah muskulus praktek
 
FRAKTUR POST ORIF - Salin.docx
FRAKTUR POST ORIF - Salin.docxFRAKTUR POST ORIF - Salin.docx
FRAKTUR POST ORIF - Salin.docx
 
69920506 fraktur-femur
69920506 fraktur-femur69920506 fraktur-femur
69920506 fraktur-femur
 
K 3 KGD.ppthvhjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj
K 3 KGD.ppthvhjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjK 3 KGD.ppthvhjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj
K 3 KGD.ppthvhjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj
 
Laporan pendahuluan fraktur femur
Laporan pendahuluan fraktur femurLaporan pendahuluan fraktur femur
Laporan pendahuluan fraktur femur
 
Bab xiv
Bab xivBab xiv
Bab xiv
 
orthofraktur).ppt
orthofraktur).pptorthofraktur).ppt
orthofraktur).ppt
 
Fraktur
FrakturFraktur
Fraktur
 
27798620 askep-muskuloskletaal
27798620 askep-muskuloskletaal27798620 askep-muskuloskletaal
27798620 askep-muskuloskletaal
 
Referat Orthopedi.pptx
Referat Orthopedi.pptxReferat Orthopedi.pptx
Referat Orthopedi.pptx
 
105810253 case
105810253 case105810253 case
105810253 case
 

Recently uploaded

ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANDianFitriyani15
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/maGusmaliniEf
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasmufida16
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufalmahdaly02
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxpuspapameswari
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatSyarifahNurulMaulida1
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptbekamalayniasinta
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabayaajongshopp
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptbambang62741
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptDwiBhaktiPertiwi1
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar KeperawatanHaslianiBaharuddin
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docxpuskesmasseigeringin
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTriNurmiyati
 

Recently uploaded (20)

ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
 

fraktur_femur.pdf

  • 1. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN POST FIXATION (ORIF) Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.N POST OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION (ORIF) FRAKTUR FEMUR Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Perioperatif AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO YOGYAKARTA 2016 PADA TN.N REDUCTION INTERNAL FRAKTUR FEMUR Perioperatif AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO
  • 2. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini siapa yang tak kenal dengan kendaraan transportasi baik itu pribadi atau umum. Bahkan saat ini tak jarang orang tua membolehkan anak-anaknya menggunakan kendaraan pribadi seperti motor, mereka pun tak takut menjalankannya dijalan raya. Seiring banyaknya kendaraan pribadi ataupun umum banyak juga kejadian negatif karenanya. Terutama kecelakaan lalu lintas seperti kecelakaan sesama pengendara motor, motor dengan mobil atau lainnya. Akibat dari kecelakaan yang terjadi yaitu kematian, cacat, dan juga fraktur. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma (Lukman dan Nurma, 2009). Fraktur bisa terjadi di bagian tubuh kita dimanapun itu, salah satunya adalah fraktur femur. Fraktur femur didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Zairin, 2012). Berdasarkan hasil riset oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007), di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam atau tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang atau 3,8%, dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang atau 8,5%, dari 14.127 trauma benda tajam/tumpul yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang atau 1,7% (Juniartha, 2007). Maka dari itu dengan meningkatnya jumlah kendaraan dan kecelakaan lalu lintas kita sebaiknya lebih berhati – hati dalam berkendara untuk menghindari berbagai efek buruk.
  • 3. B. Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini yaitu: 1. Untuk mengetahui konsep dasar dari fraktur femur 2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari fraktur femur
  • 4. BAB II KONSEP DASAR FRAKTUR FEMUR A. Pengertian Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007). Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di istregritas tulang, penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi faktor lain seperti proses degenerative juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner & Suddarth, 2008). Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Helmi, 2012). Fraktur femur didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Zairin, 2012). Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur diatas, dapat disimpulkan bahwa fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadi kehilangan kontinuitas tulang femur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung dengan adanya kerusakan jaringan lunak.
  • 5. B. Etiologi Etiologi fraktur menurut Muttaqin, A (2008), Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang dalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi, kompresi vertical dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah, misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak. Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormone pada menopause. C. Manifestasi klinis Tanda dan gejala fraktur femur umumnya antara lain (Helmi, 2012) : 1. Nyeri Terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirncang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 2. Kehilangan fungsi. 3. Deformitas Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya. 4. Pemendekan ekstermitas karena kontraksi otot. Terjadi pada fraktur panjang, karena kontraksi otot yang melekat di atas dan dibawah tempat fraktur. 5. Krepitasi. Akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
  • 6. 6. Pembengkakan. 7. Perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. D. Manifestasi kinis post open reduction internal fixation (ORIF) Tanda dan gejala post open reduction internal fixation (ORIF) umumnya antara lain (Appley, 2005) : 1. Nyeri, terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tukang 2. Deformitas dapat di sebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandngkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsidengan baik karna fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot 3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur. Fragmen sering melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm 4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan yang lainnya 5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit akibat pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cidera. 6. Peningkatan temperatur local 7. Pergerakan abnormal 8. Echymosis (pendarahan subkutan yang lebar) E. Patofisiologi Patofisiologi menurut Price (2006), Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot
  • 7. misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen. Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya .
  • 8. F. Pathway Trauma langsung, benturan, kecelakaan Trauma eksternal – kekuatan tulang Kompresi tulang Patah tulang tak sempurna patah tulang sempurna Patah tulang tertutup dan patah tulang terbuka Kerusakan struktur tulang Patah tulang merusak jaringan Sumber : Price (2006) G. Klasifikasi Menurut Helmi (2012) faktur femur dapat dibagi lima jenis berdasarkan letak garis fraktur seperti dibawah ini : 1. Fraktur intertrokhanter femur Merupakan patah tulang yang bersifat ekstra kapsuler dari femur, sering terjadi pada lansia dengan kondisi osteoporosis. Fraktur ini memiliki risiko nekrotik avaskuler yang rendah sehingga prognosanya baik. Penatalaksanaannya
  • 9. sebaiknya dengan reduksi terbuka dan pemasangan fiksasi internal. Intervensi konservatif hanya dilakukan pada penderita yang sangat tua dan tidak dapat dilakukan dengan anestesi general. 2. Fraktur subtrokhanter femur Garis fraktur berada 5 cm distal dari trokhanter minor, diklasifikasikan menurut Fielding & Magliato sebagai berikut: a. Tipe 1 adalah garis fraktur satu level dengan trokhanter minor b. Tipe 2 adalah garis patah berada 1-2 inci di bawah dari batas atas trokhanter minor c. Tipe 3 adalah 2-3 inci dari batas atas trokhanter minor. Penatalaksanaannya dengan cara reduksi terbuka dengan fiksasi internal dan tertutup dengan pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu kemudian dilanjutkan dengan hip gips selam tujuh minggu yang merupakan alternatif pada pasien dengan usia muda. 3. Fraktur batang femur Faktur batang femur biasanya disebabkan oleh trauma langsung, secara klinis dibagi menjadi: 1) fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak, risiko infeksi dan perdarahan dengan penatalaksanaan berupa debridement, terapi antibiotika serta fiksasi internal maupun ekternal; 2) Fraktur tertutup dengan penatalaksanaan konservatif berupa pemasangan skin traksi serta operatif dengan pemasangan plate-screw. 4. Fraktur suprakondiler femur Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya aksial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi. Penatalaksanaan berupa pemasanga traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, cast-bracing dan spika pinggul serta operatif pada kasus yang gagal konservatif dan fraktur terbuka dengan pemasangan nail-phroc dare screw. 5. Fraktur kondiler femur Mekanisme trauma fraktur ini biasanya merupakan kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur ke atas. Penatalaksanaannya berupa pemasangan traksi tulang selama 4 – 6 minggu dan
  • 10. kemudian dilanjutkan dengan penggunaan gips minispika sampai union sedangkan reduksi terbuka sebagai alternatif apabila konservatif gagal. H. Pemeriksaan diagnostik Menurut Doenges (2000) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur antara lain: 1. Pemeriksaan roentgen : untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur 2. Scan tulang, tomogram, CT – scan/MRI : memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak 3. Pemeriksaan darah lengkap : Ht mungkkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma. 4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal. 5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple, atau cedera hati. I. Konsep Pembedahan Kata perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencangkup 3 fase pengalaman pembedahan yaitu praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif. 1. Fase Praoperatif Merupakan ijin tertulis yang ditandatangani oleh klien untuk melindungi dalam proses operasi yang akan dilakukan. Prioritas pada prosedur pembedahan yang utama adalah inform consent yaitu pernyataan persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan yang berguna untuk mencegah ketidaktahuan klien tentang prosedur yang akan dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari klien dan keluarganya mengenai tindakan tersebut. Pada periode pre operatif yang lebih diutamakan adalah persiapan psikologis dan fisik sebelum operasi.
  • 11. 2. Fase Intraoperatif Dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau ruang bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Lingkup aktifitas keperawatan, memasang infus, memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. 3. Fase Posotperatif Dimulai pada saat pasien masuk ke ruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup aktifitas keperawatan, mengkaji efek agen anestesi, membantu fungsi vital tubuh, serta mencegah komplikasi. Peningkatan penyembuhan pasien dan penyuluhan, perawatan tindak lanjut, rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan (Baradero, 2008). J. Penatalaksanaan Penatalaksanaan konservatif, merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi. 1. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah. 2. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan. 3. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini. 4. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
  • 12. Penatalaksanaan pembedahan. 1. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari. 2. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF : Open Reduction internal Fixation). 3. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF : Open reduction Eksternal Fixation). Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur atau remuk). Penatalaksanaan pembedahan Open Reduction internal Fixation (ORIF) 1. Pengertian ORIF adalah sebuah prosedur bedah medis, yang tindakannya mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur tulang, seperti yang diperlukan untuk beberapa patah tulang, fiksasi internal mengacu pada fiksasi plate dan screw untuk mengaktifkan atau memfasilitasi penyembuhan (Smeltzer, 2004). 2. Metode Menurut Apley (2005) terdapat lima metode fiksasi internal yang digunakan, antara lain: sekrup kompresi antar fragmen, plat dan sekrup (paling sesuai untuk lengan bawah), paku intermedula (untuk tulang panjang yang lebih besar), paku pengikat sambungan dan sekrup (ideal untuk femur dan tibia), sekrup kompresi dinamis dan plat, ideal untuk ujung proksimal dan distal femur. 3. Indikasi ORIF Indikasi ORIF diantaranya adalah : fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi (fraktur collum femur), fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup (fraktur avulse dan fraktur dislokasi), fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan (fraktur monteggia, fraktur galeazzi, fraktur antebrachi dan fraktur ankle), fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi (fraktur femur) (Appley, 2005). 4. Persiapan perioperatif di ruangan Keadaan preoperasi : a. Klien menjalani program puasa 6 jam sebelum operasi dimulai. b. Keadaan penderita, kooperatif, tensi 100/80 nadi 84 x/menit.
  • 13. Jenis anestesi : a. General anestesi : Face mask b. Premedikasi yang diberikan : Muscle relaxan : atracurium c. Induksi anestesi : Untuk induksi digunakan Propofol 80 mg intra vena secara pelan d. Anestesi inhalasi : O2, Halothane e. Rumatan : RL digrojog f. Posisi anastesi : Terlentang 5. Persiapan atau prosedur di ruang operasi Persiapan alat dan Ruangan a. Alat tidak steril : Lampu operasi, cuter unit, meja operasi, suction, hepafik, gunting b. Alat steril : Duk besar 3, Baju operasi 4, selang suction steril, selang cuter Steril,side 2/0, palain 2/0, berbagai macam ukuran jarum c. Set orif : 1) Koker panjang 2 2) Klem bengkok 6 3) Bengkok panjang 1 4) Pinset cirugis 2 5) Gunting jaringan 1 6) Kom 2 7) Pisturi 1 8) Hand mest 9) Platina 1 set 10) Kassa steril 11) Gunting benang 2 12) Penjepit kasa 1 13) Bor 1 14) Hak pacul 1 15) Hak sedang 1 16) Hak duk 3
  • 14. d. Prosedur Operasi : 1) Pasien sudah teranastesi GA 2) Tim bedah melakukan cuci tangan (Scrub) 3) Tim bedah telah memakai baju operasi (Gloving) 4) Lakukan disinfeksi pada area yang akan dilakukan sayatan dengan arah dari dalam keluar, alkohol 2x, betadine 2x 5) Pasang duk pada area yang telah di disinfeksi (Drapping) 6) Hidupkan cuter unit 7) Lakukan sayatan dengan hand mest dengan arah paramedian 8) Robek subkutis dengan menggunakan cuter hingga terlihat tulang yang fraktur 9) Lakukan pengeboran pada tulang 10) Pasang platina 11) Lakukan pembersihan bagian yang kotor dengan cairan NaCl 12) Jahit subkutis dengan plain 2/0 13) Jahit bagian kulit dengan side 2/0 14) Tutup luka dengan kassa betadine, setelah itu diberi hepafik K. Komplikasi Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanent jika tidak ditangani segera. Adapun beberapa komplikasi dari fraktur femur (Suratun, dkk, 2008) yaitu: 1. Syok Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur pelvis.
  • 15. 2. Emboli lemak Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cidera remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-30 tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam darah karna tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karna katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak dalam aliran darah.Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk. L. Asuhan Keperawatan PENGKAJIAN 1. Riwayat keperawatan a. Riwayat Perjalanan penyakit 1) Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan 2) Apa penyebabnya, kapan terjadinya kecelakaan atau trauma 3) Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll 4) Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan 5) Kehilangan fungsi 6) Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis b. Riwayat pengobatan sebelumnya 1) Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis kortikosteroid dalam jangka waktu lama 2) Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama pada wanita 3) Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut 4) Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir c. proses pertolongan pertama yang dilakukan 1) Pemasangan bidai sebelum memindahkan dan pertahankan gerakan diatas/di bawah tulang yang fraktur sebelum dipindahkan 2) Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi edema 2. Pemeriksaan fisik a. Mengidentifikasi tipe fraktur
  • 16. b. Inspeksi daerah mana yang terkena 1) Deformitas yang nampak jelas 2) Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera 3) Laserasi 4) Perubahan warna kulit 5) Kehilangan fungsi daerah yang cidera c. Palpasi 1) Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran 2) Krepitasi 3) Nadi, dingin 4) Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur M. Diagnosa Yang Mungkin Muncul a. Hambatan Mobilitas Fisik b.d gangguan muskuloketeletal b. Kerusakan intergritas kulit b.d medikasi c. Nyeri akut b.d agen cidera fisik d. Resiko syok hipovolemi N. Rencana Keperawatan Dx Keperawatan NOC NIC 1. Hambatan Mobilitas Fisik b.d gangguan muskuloketeletal 1. Joint Movement : Active 2. Mobility level 3. Self care : ADLs 4. Transfer performance Kriteria Hasil : a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah d. Memperagakan penggunaan alat e. Bantu untuk mobilisasi (walker) Exercise therapy : ambulation 1. Konsultasi dengan terapi fisik tentang rencana ambulansi sesuai kebutuhan 2. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera 3. Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi 4. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan 5. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi ADLs ps. 6. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
  • 17. 2. Kerusakan intergritas kulit b.d medikasi 1. Tissue integrity : skin and mocus 2. Membranes 3. Hemodyalis akses Kriteria Hasil : a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan b. Tidak ada luka/lesi pada kulit c. Perfusi jaringan baik d. Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami Insision site care 1. Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka yg ditutup dengan jahitan klip atau strapless 2. Monitor proses kesembuhan area insisi 3. Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi 4. Bersihkan area sekitar jahitan atau straples, menggunakan lidi kapas steril 5. Gunakan preparat antiseptic, sesuai program 6. Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program 3. Nyeri akut b.d agen cidera fisik 1. Pain level 2. Pain control 3. Comfort level Kriteria Hasil : a. Mampu mengontrol nyeri b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri c. Mampu mengenali nyeri d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Pain Management 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenal ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapak berkomunikasi secara efektif 3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri 4. Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika memilih strategi penurunan nyeri 5. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi 6. Berikan individu penurun nyeri yang optimal dengan peresepan analgesik 7. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil 4. Resiko syok hipovelemi 1. Syok prevention 2. Syok management Kriteria hasil : a. Nadi dalam batas yang diharapkan Syok prevention 1. Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme nadi perifer, dan kapiler refill 2. Monitor tanda inadekuat
  • 18. b. Irama jantung pada batas yang diharapkan c. Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan d. Irama pernafasan dalam batas yang diharapkan e. Natrium serum dbn f. Kalium serum dbn g. Klorida serum dbn h. Kalsium serum dbn i. Magnesium serum dbn j. PH darah serum dbn Hidrasi Indikator : a. Mata cekung tidak ditemukan b. Demam tidak ditemukan c. TD dbn d. Hematokrit dbn oksigtenasi jaringan 3. Monitor suhu dan pernafasan 4. Monitor input dan output 5. Pantau nilai labor : HB, HT, AGD dan elektrolit 6. Monitor hemodinamik invasi yang sesuai 7. Monitor tanda dan gejala asites 8. Monitor tanda awal syok 9. Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi untuk peningkatan preload dengan tepat 10. Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas 11. Berikan cairan iv dan oral yang tepat 12. Berikan vasodilator yang tepat 13. Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala datangnya syok 14. Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah untuk mengatasi gejala syok Syok management 1. Monitor fungsi neurologis 2. Monitor fungsi renal 3. Monitor tekanan nadi 4. Monitor status cairan, input output 5. Catat gas darah arteri dan oksigen dijaringan 6. Monitor EKG 7. Monitor nilai laboratorium 8. Memonitor gejala gagal pernafasan
  • 19. BAB III KASUS A. Kasus Tn N berusia 40 tahun di bawa ke RS X tanggal 05 Agustus 2016 pada jam 14.30 WIB oleh keluarganya karena jatuh dari sepeda motor. Pasien telah menjalani operasi pemasangan plate pada fraktur femur sinistra jenis anestesi spiral pada tanggal 06 Agustus 2016. Pada tanggal 09 Agustus 2016 pasien mengatakan nyeri, skala nyeri 6, ekspresi wajah tampak meringis kesakitan. Dari hasil pemeriksaan tanda – tanda vital didapatkan Tekanan Darah : 110/70 mmHg, Nadi : 88 x/menit, S : 36 C, Repirasi : 86 x/menit. Luka operasi pasien sepanjang 20 cm, jumlah jahitan 20, luka tampak basah tidak ada nanah. Pasien mengatakan dalam beraktifitas tidak bisa mandiri dan membutuhkan bantuan orang lain, personal hygiene kurang, aktifitas pasien di bantu keluarga.
  • 20. FORMAT PENGKAJIAN PERIOPERATIF KAMAR BEDAH Nama Mahasiswa : NIM : Tgl & jam pengkajian : A. PENGKAJIAN 1. DENTITAS PASIEN a. Nama Pasien : Tn. N b. Umur : 40 tahun c. Agama : Islam d. Pendidikan : Sd e. Alamat : Sedayu, Bantul f. No CM : - g. Diagnosa Medis : fraktur fremur sinistra 2. IDENTITAS ORANG TUA/ PENANGGUNG JAWAB a. Nama : Ny. Tia b. Umur : 39 tahun c. Agama : Islam d. Pendidikan : Sekolah Dasar e. Pekerjaan : - f. Hubungan dengan pasien : istri Asal pasien □ Rawat Jalan □ Rawat Inap □ Rujuk POST OPERASI 1. Pasien pindah ke : Pindah ke □ ICU □ PICU □ NICU □ RR jam 14.00 Wib 2. Keluhan saat di RR : □ Mual □ Muntah pusing □ Nyeri luka operasi □ Kaki terasa baal □ Menggigil lainnya…..
  • 21. 3. Keadaan Umum : □ Baik □ Sedang □ Sakit berat 4. TTV : Suhu 36 o C, Nadi 88 x/mnt, respirasi 20 x/mnt, Tekanan Darah 110/70 mmHg 5. Kesadaran : □ Compos Metis □ Apatis □ Somnolen □ Soporo □ Coma 6. Survey Sekunder, lakukan secara head to toe secara prioritas: Kepala 1. Inspeksi : tidak terlihat lesi 2. Palpasi : tidak ada nyeri tekan 3. Perkusi : sonor 4. Auskultasi : suara nafas vasikuler Leher 1. Inspeksi : tidak terlihat lesi 2. Palpasi : tidak ada nyeri tekan Dada 1. Inspeksi : tidak terlihat pulpasi 2. Palpasi : tidak ada nyeri tekan 3. Perkusi : redup 4. Auskultasi : terdengar suara jantung lup dup Abdomen 1. Inspeksi : tidak terlihat lesi 2. Palpasi : tidak ada nyeri tekan 3. Perkusi : bunyi bising usus timpani 4. Auskultasi : suara bising usus 13 x/menit Genitalia 1. Terpasang dower cateter Integumen 1. Terdapat luka jahitan di kaki sinistra sepanjang 20 cm, jumlah jahitan 20
  • 22. 2. Luka tampak basah tidak ada nanah Ekstremitas 1. Ekstremitas atas kanan, rentang gerak bebas, kekuatan otot 5 2. Ekstremitas atas kanan terpasang infus RL 20 tetesan per menit, rentang gerak bebas, kekuatan otot 5 3. Ekstremitas bawah kiri, rentang gerak bebas, kekuatan otot 5 4. Ekstremitas bawah kanan, rentang gerak terbatas, kekuatan otot 3, karena terdapat luka post operasi fraktur fremur Schore Alderet gerakan 1. Dapat menggerakan ke 4 ekstremitasnya sendiri atau dengan perintah 2. Dapat menggerakkan ke 2 ekstremitasnya sendiri atau dengan perintah V 3. Tidak dapat menggerakkan ekstremitasnya sendiri atau dengan perintah pernafasan 1. Bernapas dalam dan kuat serta batuk V 2. Bernapas berat atau dispnu 3. Apnu atau napas dibantu Tekanan darah 1. Sama dengan nilai awal + 20% V 2. Berbeda lebih dari 20-50% dari nilai awal 3. Berbeda lebih dari 50% dari nilai awal Kesadaran 1. Sadar penuh V 2. Tidak sadar, ada reaksi terhadap rangsangan 3. Tidak sadar, tidak ada reaksi terhadap rangsangan Warna kulit 1. Merah 2. Pucat , ikterus, dan lain-lain V 3. Sianosis Skor alderet pasien : 8 Catatan: Dianggap sudah pulih dari anestesia dan dapat pindah dari ruang pemulihan ke ruang perawatan apabila skor>8
  • 23. Numeric Rating Scale □ 0-1 □ 1-3 □ 4-6 □ 7-10
  • 24. PENGELOMPOKAN DATA Data Subjektif Data Obyektif 1. Pasien mengatakan : P: luka post operasi fremur Q : di tusuk tusuk R : fremur sinistra S : skala 6 T : hilang timbul 2. Pasien mengatakan dalam beraktifitas tidak bisa mandiri dan membutuhkan bantuan orang lain 1. Terdapat luka post operasi fraktur fremur di ekstremitas bawah kanan 2. Kekuatan otot 3 3. Pasien terlihat meringis kesakitan 4. Skala nyeri sedang yaitu skala 6 5. Terdapat luka jahitan di kaki sinistra sepanjang 20 cm, jumlah jahitan 20 6. Luka tampak basah tidak ada nanah 7. Aktifitas pasien terlihat dibantu keluarga 8. Tanda – tanda vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg Nadi : 88 x/menit Suhu : 36 C° Repirasi : 86 x/menit
  • 25. ANALISA DATA Symptom Problem Etiologi Do : 1. Terdapat luka post operasi fraktur fremur di ekstremitas bawah kanan 2. Pasien terlihat meringis kesakitan 3. Skala nyeri sedang yaitu skala 6 DS : 1. Pasien mengatakan : P: luka post operasi fremur Q : di tusuk tusuk R : fremur sinistra S : skala 6 T : hilang timbul Nyeri akut cidera fisik Do: 1. Terdapat luka jahitan di kaki sinistra sepanjang 20 cm, jumlah jahitan 20 2. Luka tampak basah tidak ada nanah DS : - Kerusakan intergritas kulit medikasi Do : 1. Ekstremitas bawah kanan, rentang gerak terbatas, kekuatan otot 3, karena terdapat luka post operasi fraktur fremur DS : 1. Pasien mengatakan dalam beraktifitas tidak bisa mandiri dan membutuhkan bantuan orang lain Hambatan Mobilitas Fisik gangguan muskuloketeletal DIAGNOSA KEPERAWATAN Post Operasi : 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik 2. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan medikasi 3. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan muskuloketeletal
  • 26. RENCANA KEPERAWATAN Diagnosis keperawatan Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik Do : 1. Terdapat luka post operasi fraktur fremur di ekstremitas bawah kanan 2. Pasien terlihat meringis kesakitan 3. Skala nyeri sedang yaitu skala 6 DS : 1. Pasien mengatakan : P : luka post operasi fremur Q : di tusuk tusuk R : fremur sinistra S : skala 6 T : hilang timbul Pain level Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X 60 menit, dapat mengetahui skala nyeri dengan kriteria hasil : 1. Klien melaporkan nyeri berkurang 2. Klien tidak tampak mengerang dan menangis 3. Ekspresi wajah klien tidak menunjukkan nyeri Pain control Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X 60 menit, nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil : 1. Klien melaporkan kapan nyeri terjadi 2. Klien melaporkan nyeri terkontrol Pain Management Manajemen nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus 2. Ajarkan penggunaan tehnik non farmakologi (seperti, biofeedback, TENS, hypnosis, relaksasi, bimbingan antisipatif, dan bersamaan dengan tindakan penurun rasa nyeri lainnya) 3. Kolaborasi pemberian analgesic 4. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil Senin, 09 Agustus 2016 14.00 WIB Mengkaji nyeri secara komprehensif 14.20 WIB Kolaborasi pemberian analgetic melalui intravena Senin, 09 Agustus 2016 14.15 WIB S : pasien mengatakan P: luka post operasi fremur Q : di tusuk tusuk R : fremur sinistra S : skala 6 T : hilang timbul O : 1. Terdapat luka post operasi fraktur fremur di ekstremitas bawah kanan 2. Pasien terlihat meringis kesakitan 3. Skala nyeri sedang yaitu skala 6 14.25 WIB S : - O : Ceftriaxon 1 gram masuk melalui intravena Senin, 09 Agustus 2016 15.00 S : pasien mengatakan P: luka post operasi fremur Q : di tusuk tusuk R : fremur sinistra
  • 27. S : skala 6 T : hilang timbul O : 1. Terdapat luka post operasi fraktur fremur di ekstremitas bawah kanan 2. Pasien terlihat meringis kesakitan 3. Skala nyeri sedang yaitu skala 6 A : masalah belum teratasi P : Lanjutkan intervensi 1. Ajarkan pasien tekhnik relaksasi (nafas dalam) 2. Kolaborasi pemberian analgetic ( ) Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan medikasi Do: 1. Terdapat luka jahitan di kaki sinistra sepanjang 20 cm, jumlah jahitan 20 2. Luka tampak basah tidak ada nanah DS : - Tissue integrity : skin and mocus Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X 60 menit, dapat mempertahankan integritas kulit dengan kriteria hasil : 1. Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang 2. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan Insision site care 1. Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka yg ditutup dengan jahitan klip atau strapless 2. Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi 3. Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan Senin, 09 Agustus 2016 14.15 wib Mengobservasi tanda dan gejala infeksi pada area insisi Senin, 09 Agustus 2016 15.35 wib S : pasien mengatakan lukanya sedikit perih dan terasa panas O : tidak terdapat kemerahan pada sekitar kulit yang di operasi A : masalah teratasi sebagian P : lanjutkan intervensi 1. Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program
  • 28. luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program ( ) Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan muskuloketeletal Do : 1. Ekstremitas bawah kanan, rentang gerak terbatas, kekuatan otot 3, karena terdapat luka post operasi fraktur fremur DS : 1. Pasien mengatakan dalam beraktifitas tidak bisa mandiri dan membutuhkan bantuan orang lain Mobility level Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X 60 menit, dapat meningkatkan mobilitas dengan kriteria hasil : 1. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas Exercise therapy : ambulation 1. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi 2. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan 3. Konsultasi dengan terapi fisik tentang rencana ambulansi sesuai kebutuhan Senin, 05 September 2016 14.30 wib Mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi Senin, 05 September 2016 14.30 wib S : 1. pasien mengatakan dapat menggerakan ekstremitas atas degan bebas 2. pasien sedikit susah menggerakan ekstremitas atas akibat nyeri post operasi O : Pasien tampak kesulitan menggerakkan ekstremitas bawah A : masalah teratasi sebagian P : lanjutkan intervensi 1. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan ( )
  • 29. BAB IV PEMBAHASAN Dalam makalah kami diagnosa yang ada dikasus dan diteori yaitu hambatan mobilitas fisik, kerusakan integritas kulit, dan nyeri akut. Hambatan mobilitas fisik yaitu keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. Batasan karakteristik dari hambatan mobilitas fisik dalam teori yaitu gerakan lambat, instabilita postur, kesulitan membolak – balik posisi dan tremor akibat bergerak sedangkan dalam kasus kami batasan karakteristik dari hambatan mobilitas fisik yaitu gerakan lambat, kesulitan membolak – balik posisi jika tidak di bantu keluarga. Jadi dari batasan karakteristik yang dibahas baik dalam teori maupun kasus hambatan mobilitas fisik pasti terjadi pada pasien post ORIF karena tindakan pembedahan tersebut bertujuan membenarkan struktur tulang yang patah ataupun retak, maka dari itu karena adanya tujuan tersebut sebaiknya pasien yang menjalani tindakan post ORIF harus berbaring dan menbatasi aktivitasnya agar proses perbaikan tulang segera tercapai, dan pasien juga harus dibantu dalam aktivitasnya oleh keluarga maka dari itu dengan adanya tindakan itu terjadilah diagnosa hambatan mobilitas fisik pada pada pasien post ORIF (NANDA 2015 – 2017). Diagnosa yang akan kami bahas kedua yaitu kerusakan integritas kulit, yang berarti kerusakan pada epidermis dan/atau dermis. Batasan karakteristik dari diagnosa ini menurut teori adalah benda asing menusuk permukaan kulit, kerusakan integritas kulit. Sedangkan menurut kasuspun sama dengan teori karena sesuai dengan batasan karakteristik pada pasien post ORIF yaitu dengan adanya prosedur pembedahan berarti benda asing seperti gunting bedah, pisau bedah yang menembus kulit kemudian terjadi penyatan pada kulit yang mengakibatkan dermis/epidermis terluka dan menyebabkan ditegakkannya diagnosa kerusakan integritas kulit pada pasien post ORIF (NANDA 2015 – 2017). Diagnosa yang terakhir yang muncul pada teori dan kasus adalah nyeri akut, nyeri akut merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International Association for the Study of pain), awitan yang tiba – tiba atau
  • 30. lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau diprediksi. Batasan karakteristik menurut teori dari nyeri akut yaitu diaforesis, dilatasi pupil, ekspresi wajah nyeri, fokus menyempit, keluhan tentang intensitas menggunakan skala nyeri, laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas, putus asa, perubahan selera makan. Sedangkan batasan karakteristik pada kasus yaitu keluhan tentang intensitas menggunakan skala nyeri, laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas, putus asa, perubahan selera makan, dapat disimpulkan diagnosa ketiga ini muncul pada pasien post ORIF karena sebelum pebedahan dilakukan sudah terjadi beberapa batasan karakteristik yang muncul yaitu ekspresi wajah nyeri, perubahan posisi untuk menghindari nyeri pada frakturnya dan setelah proses pembedahan dilakukan batasan karakteristik lainnya menyertai maka diagnosa nyeri akut dapat ditegakkan pada pasien post ORIF (NANDA 2015 – 2017). Dalam makalah ini juga diagnosa yang ada di kasus tapi tidak ada di teori ternyata tidak ada, sedangkan diagnosa yang ada di teori dan tidak ada di kasus ada yaitu diagnosa resiko syok hipovolemik. Syok hipovolemik didefinisikan sebagai penurunan perfusi dan oksigenasi jaringan disertai kolaps sirkulasi yang disebabkan oleh hilangnya volume intravaskular akut akibat berbagai keadaan bedah atau medis (Greenberg, 2005). Pada pasien Fraktur femur dengan post ORIF bisa terjadi resiko syok hipovolemi karena pada saat dilakukan pembedahan untuk memasangan plate pasti terjadi pemotongan atau penyatan pada kulit yang mengakibatkan arteri atau vena terputus, keadaan itu juga yang menyebabkan perdarahan pada pasien saat terjadinya operasi. Jika perdarahan tersebut tidak segera diatasi maka akan terjadi perdarahan yang hebat dan akan menyebabkan kehilangan volume cairan, cairan ini dapat berupa darah, plasma dan elektrolit maka dari itu bisa menyebabkan syok hipovolemi atau resiko syok hipovolemi pada pasien dengan keadaan pembedahan fraktur femur (Price, 2006). Faktor – faktor yang menyebabkan syok hipovolemik yaitu perdarahan yang berat dan menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler bisa berupa eksogen atau endogen. Pada kehilangan cairan yang eksogen cairan betul-betul keluar dari jaringan tubuh seperti pada perdarahan atau kasus luka bakar. Sedangkan pada kehilangan cairan endogen maka cairan betul-betul telah keluar dari intravaskuler tetapi masih dalam jaringan atau rongga tubuh namun belum keluar dari tubuh sendiri (Price, 2006).
  • 31. Syok hipovolemik tidak terjadi pada kasus kami karena pasien saat pembedahan ORIF pengalami perdarahan ± 200 cc dan itu bukan perdarahan yang sedang maupun berat. Sedangkan perdarahan yang menyebabkan syok hipovolemik yaitu kehilangan volume darah 30 – 40% sekitar 2000 cc pada orang dewasa. Maka dari itu kasus kami tidak menegakkan diagnosa resiko syok hipovolemik (Price, 2006). Intervensi pada diagnosa hambatan mobilitas fisik yang ada dalam teori dan kasus yaitu kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan, konsultasi dengan terapi fisik tentang rencana ambulansi sesuai kebutuhan. Intervensi yang ada di teori tapi tidak ada di kasus yang pertama bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera kami tidak melakukan intervensi tersebut karena keluarga sudah mengajarkannya pada pasien, yang kedua dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi ADLs kami tidak melaukannya karena keluarga juga yang selalu membatu pasien dalam mobilisasi dan yang terakhir ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika di perlukan kami tidak melakukannya karena sama seperti kedua intervensi tadi keluarga yang sudah membantu pasien merubah posisi. Kemudian pada diagnosa yang kedua kerusakan integritas kulit, intervensi yang ada di teori dan kasus yaitu membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka yg ditutup dengan jahitan klip atau strapless, monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi, ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program. Intervensi yang ada di teori tapi tidak ada di kasus yaitu yang pertama monitor proses kesembuhan area insisi kami tidak mengambil intervensi tersebut karena sudah sekalian terpantau dalam intrvensi monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi, yang kedua dan ketiga yaitu bersihkan area sekitar jahitan atau straples, menggunakan lidi kapas steril dan gunakan preparat antiseptic, sesuai program kami tidak menggunakan intervensi tersebut karena dalam proses medikasi sudah ada alat dan program tersendiri. Intervensi yang ada diteori dan kasus dalam diagnosa terakhir ini yaitu nyeri akut adalah lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus, ajarkan penggunaan tehnik non farmakologi (seperti, biofeedback, TENS, hypnosis, relaksasi, bimbingan antisipatif, dan bersamaan dengan tindakan penurun rasa nyeri lainnya), Kolaborasi pemberian analgesic,
  • 32. kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil. Sedangkan yang tidak kami ambil intervensi yang ada di teori pada kasus yaitu observasi adanya petunjuk nonverbal mengenal ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapak berkomunikasi secara efektif, kami tidak mengambil intervensi tersebut karena pasien dapat berkomunikasi secara langsung jika tidak nyaman. Intervensi kedua gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri kam tidak menggunakannya karena pasien sudah menerima keadaan nyerinya. Yang terakhir pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika memilih strategi penurunan nyeri kami tidak menggunakannya karena sudah terkaji pada saat pengkajian secara komprehensif (NANDA 2015 – 2017).
  • 33. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dapat kami simpulkan dari makalah kami fraktur femur didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Zairin, 2012). Pada pasien fraktur femur dalam kasus kami menggunakan pembedahan open reduction internal fixation (ORIF), karena pasien kami mengalami patah tulang dan memerlukan pengaturan kembali posisi pada tulang maka di lakukanlah tindakan tersebut. Asuhan keperawatan pada pasien fraktur femur post ORIF yaitu nyeri akut, hambatan mobilitas fisik dan kerusakan integritas nyeri. Tujuan utama dalam tindakan keperawatan membantu pasien dalam penyembuhan post pembedahan dengan kondisi baik tidak ada tanda – tanda infeksi dan membantu pasien dalam aktvitas kesehariannya sampai proses ORIF berhasil. Maka dari itu dalam penyembuhan pasien fraktur femur post ORIF memerlukan kolaborasi tidak hanya dari tenaga kesehatan tapi keluarga juga agar membatu pasien selagi tenaga kesehatan tidak ada. B. Saran Semoga makalah kami tentang asuhan keperawatan pada pasien fraktur femur post ORIF dapat bermanfaat serta menambah wawasan bagi penulis dan pembaca, kami juga mohon maaf karena makalah kami masih kurang dari sempurna.
  • 34. DAFTAR PUSTAKA Appley, G. A. 2005. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley, Edisi VII. Jakarta: Widya Medika. Baradero, Mary. 2008. Keperawatan perioperatif .Jakarta : EGC. Brunner & Suddarth. (2008). Keperawatan Medikal Bedah.(edisi 8). Jakarta : EGC Grace, Pierce A., dan Borley, Neil R., 2006. Nyeri Abdomen Akut. Dalam: Safitri, Amalia, ed. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga. Jakarta : Erlangga. Juniartha. 2007. Angka Kejadian Fraktur. http://okezone.com diakses pada tanggal 14 September 2016 Lukman & Ningsih, Nurma. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Musculoskeletal. Jakarta: Salemba Medik Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC : Jakarta Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. EGC: Jakarta. Noor Helmi, Zairin, 2012; Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal; jilid 1, Jakarta: Salemba Medika Price, dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Ed. 6, volume 1&2. EGC: Jakarta. Smeltzer, Suzanne, C. Bare Brenda, G. 2004. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth, Edisi VIII. Jakarta: EGC. Suratun,.2008. Klien Gangguan System Muskuloskelata. Seri Asuhan Keperawatan ; Editor Monika Este. EGC: Jakarta.