Dokumen tersebut membahas tentang upaya peningkatan kesehatan masyarakat khususnya dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). ISPA merupakan penyakit yang paling sering diderita oleh masyarakat terutama anak-anak dan masih menjadi masalah kesehatan yang penting. Dokumen ini juga membahas berbagai upaya yang telah dilakukan untuk mengendalikan faktor risiko IS
2. Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya
tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena
masalah ini sangatlah kompleks, dimana penyakit yang terbanyak
diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu
dan anak, ibu hamil dan ibu meneteki serta anak bawah lima tahun
(1). Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama
adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi
akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran
pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak
diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara
maju dan sudah mampu. dan banyak dari mereka perlu masuk rumah
sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran
pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi
kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya
hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(2,3).
3. ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1
dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6
episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan diPuskesmas
adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh
ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah
karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan (4,5).
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi.
Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat
dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi
(3). Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar
antara 10 -20 % dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian
dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 % ; Kabupaten Indramayu
adalah 9,8 %). Bila kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini
berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3
juta .Penderita yang dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari
Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa
separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok umur 0-6 bulan
(6).
4. Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai
sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak
balita yang disebabkan oleh ISPA (6), namun kelihatannya angka
kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti yang
telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di
atas.
5. ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute Respiratory Infection (ARI).
Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga
telinga tengah dan pleura.
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena
sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk pilek pada
balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali pertahun, yang berarti seorang
balita rata- rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali
setahun.
Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak
kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan
lingkungan yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena
meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar
karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau
berlebihannya pemakaian antibiotik
6. Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi
penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu :
(1) ISPA non–Pneumonia : dikenal masyarakat dengan istilah
batuk pilek.
(2) Pneumonia : apabila batuk pilek disertai gejala lain
seperti kesukaran bernapas, peningkatan frekuensi napas
(napas cepat).
7. ISPA dapat ditularkan melalui bersin dan udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus,
sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim
dingin.
ISPA bermula pada saat mikriorganisme atau atau zat asing seperti
tetesan cairan yang dihirup, memasuki paru dan menimbulkan radang. Bila
penyebabnya virus atau bakteri, cairan digunakan oleh organisme penyerang
untuk media perkembangan. Bila penyebabnya zat asing, cairan memberi
tempat berkembang bagi organisme yang sudah ada dalam paru-paru atau
sistem pernapasan. Umumnya penyakit pneumonia menular secara langsung
dari seseorang penderita kepada orang lain melalui media udara. Pada waktu
batuk banyak virus dan kuman yang dikeluarkan dan dapat terhirup oleh orang
yang berdekatan dengan penderita.
8. Salah satu unsur penting dalam pencegahan kejadian ISPA
adalah pengendalian faktor risiko, yang meliputi antara lain:
*Pemberian ASI eksklusif,
*Kekurangan gizi pada balita,
*Pencegahan terjadinya berat badan lahir rendah,
*Pengurangan polusi udara dalam ruangan, dan paparan polusi
di luar ruangan
*Imunisasi
*Kepadatan Penduduk.
Penerapan beberapa intervensi dalam pengendalian
faktor risiko telah dilakukan di beberapa negara dan
didokumentasikan sebagai lesson learned
9. Upaya-upaya pengendalian faktor risiko di atas, telah dilaksanakan oleh
berbagai unit terkait baik di pusat maupun daerah sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya. Namun demikian, pada pelaksanaan kegiatan
pengendalian faktor risiko ke depan, Subdit ISPA akan memfokuskan
kegiatannya pada penanganan gangguan pernafasan akibat kabut asap.
INTERVENSI DAMPAK
Pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan - Penurunan 15-23% insidens pneumonia
- Penurunan 13% kematian anak
Kecukupan gizi, termasuk gizi mikro,
dalam 5 tahun pertama kehidupan
Penurunan 6% kematian anak, dengan
pemberian makanan pendamping ASI dalam
usia 6-23 bulan
Pengurangan polusi dalam rumah - Penurunan risiko (RR) dengan
penggunaan bahan bakar minyak.
- Pengurangan 75% insidens pneumonia
dengan peningkatan penggunaan bahan
bakar padat
Cuci tangan pakai sabun Penurunan 3% kematian anak, ketika
dikombinasikan dengan intervensi
peningkatan air minum dan sanitasi
10. 1. Cakupan Penemuan Pneumonia Balita
Salah satu indikator kunci dalam program P2-ISPA adalah
cakupan penemuan pneumonia balita. Sejak tahun 2000, angka cakupan
penemuan pneumonia Balita berkisar antara 20%-36%. Angka cakupan
tersebut masih jauh dari target nasional yaitu periode 2000-2004
sebesar 86%, sedangkan periode 2005-2009 adalah dalam kisaran 46%-
86%. Sementara itu, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.6
cakupan penemuan pneumonia balita cenderung tidak berubah periode
2011-2014. Peningkatan terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar 63,45%.
2. Kesiapsiagaan dan Respon Pandemi Influenza
11. Belum efektifnya upaya-upaya penemuan dan tatalaksana kasus
pneumonia balita
Belum optimalnya upaya penanganan ISPA di wilayah kabut
asap
Masih rendahnya jumlah daerah dengan kesiapsiagaan
pandemi influenza
Kurangnya ketersediaan data dan hasil riset terkait P2-ISPA
Masih lemahnya dukungan manajemen program