Teks ini membahas sejarah Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah pada abad ke-6 Masehi. Kerajaan ini diperintah oleh Ratu Shima yang dikenal dengan hukuman pemotongan tangan bagi pencuri. Teks ini juga menjelaskan arsitektur, catatan sejarah dari sumber lokal dan Cina, serta peninggalan candi dan prasasti Kerajaan Kalingga.
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
SEJARAH KERAJAAN KALINGGA
1. MAKALAH
“Sejarah Kerajaan Kalingga”
Oleh : Kelompok 2
Kelas : X IIS 1
Anggota :
1. Muhammad Fadhlurohman
2. Niko Hernando
3. Stephanie Felicia Tiffany
SMA NEGERI 1 TARAKAN
TAHUN AJARAN 2015/2016
2. Kerajaan Kalingga
Kalingga atau Ho-ling (sebutan dari sumber Tiongkok) adalah sebuah kerajaan bercorak
Hindu yang muncul di Jawa Tengah sekitar abad ke-6 masehi. Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas,
tetapi kemungkinan berada di suatu tempat diantara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara.
Sumber sejarah kerajaan ini
masih belum jelas dan kabur,
kebanyakan diperoleh dari
sumber catatan dari China,
tradisi kisah setempat, dan
didapat dari naskah Carita
Parahyangan yang disusun
berabad-abad pada abad ke-16
yang menyinggung secara
singkat mengenai Ratu Shima
dan kaitannya dengan
Kerajaan Galuh. Kalingga
telah ada pada abad ke-6
Masehi dan keberadaannya
diketahui dari sumber-
sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima, yang dikenal memiliki peraturan
barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya.
Pengaruh Kerajaan Kalingga sampai di daerah selatan Jawa Tengah, terbukti ditemukannya
prasasti Upit/Yupit yang diperkirakan pada abad 6-7 M. Disebutkan dalam prasasti tersebut pada
wilayah Upit merupakan daerah perdikan yang dianugerahkan oleh Ratu Shima. Daerah perdikan Upit
sekarang menjadi Ngupit. Kampung Ngupit adalah kampung yang berada di Desa Kahuman/Desa
Ngawen, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten. Prasasti Upit/Yupit sekarang disimpan di kantor
purbakala Jateng di Prambanan.
Arsitektur
Arsitektur Kerajaan Kalingga, yaitu:
Ibu kota kerajaan dikelilingi benteng yang terbuat dari tonggak kayu.
Istana kerajaan yang bertingkat
Atap dari pohon aren
Singgasana dari gading gajah.
Catatan Dari Sumber Lokal
Terdapat kisah yang berkembang di Jawa Tengah utara mengenai seorang Maharani
legendaris yang menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kebenaran dengan keras tanpa pandang bulu.
Kisah legenda ini bercerita mengenai Ratu Shima yang mendidik rakyatnya agar selalu berlaku jujur
dan menindak keras kejahatan pencurian. Ia menerapkan hukuman yang keras yaitu pemotongan
tangan bagi siapa saja yang mencuri. Pada suatu ketika seorang raja dari seberang lautan mendengar
mengenai kemashuran rakyat kerajaan Kalingga yang terkenal jujur dan taat hukum. Untuk
mengujinya ia meletakkan sekantung uang emas di persimpangan jalan dekat pasar.
3. Tak ada sorang pun rakyat Kalingga yang berani menyentuh apalagi mengambil barang yang
bukan miliknya. Hingga tiga tahun kemudian kantung itu disentuh oleh putra mahkota dengan
kakinya. Ratu Shima demi menjunjung hukum menjatuhkan hukuman mati kepada putranya. Dewan
menteri memohon agar Ratu mengampuni kesalahan putranya. Karena kaki sang pangeranlah yang
menyentuh barang yang bukan miliknya, maka sang pangeran dijatuhi hukuman dipotong kakinya.
Catatan Dari Cina
Cerita Cina pada zaman Dinasti Tang (618 M - 906 M) memberikan tentang keterangan Ho-ling
sebagai berikut.
Ho-ling atau disebut Kaling terletak di Lautan Selatan. Di sebelah utaranya terletak Ta Hen La
(Kamboja), di sebelah timurnya terletak Po-Li (Pulau Bali) dan di sebelah barat terletak Pulau
Sumatera.
Ibukota Ho-ling dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu.
Raja tinggal di suatu bangunan besar bertingkat, beratap daun palem, dan singgasananya terbuat
dari gading.
Penduduk Kerajaan Ho-ling sudah pandai membuat minuman keras dari bunga kelapa
Daerah Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading gajah.
Fakta
Di Puncak Rahtawu (Gunung Muria) dekat dengan Kecamatan Keling di sana terdapat empat
arca batu, yaitu arca Batara Guru, Narada, Togog, dan Wisnu. Sampai sekarang belum ada yang bisa
memastikan bagaimana mengangkut arca tersebut ke puncak itu mengingat medan yang begitu berat.
Pada tahun 1990, di seputar puncak tersebut, Prof Gunadi dan empat orang tenaga stafnya dari Balai
Arkeologi Nasional Yogyakarta (kini Balai Arkeologi Yogyakarta) menemukan Prasasti Rahtawun.
Selain empat arca, di kawasan itu ada pula enam tempat pemujaan yang letaknya tersebar dari arah
bawah hingga menjelang puncak. Masing-masing diberi nama (pewayangan) Bambang Sakri,
Abiyoso, Jonggring Saloko, Sekutrem, Pandu Dewonoto, dan Kamunoyoso.
Pengaruh Islam
Ada beberapa hal penting yang bertautan positif antara Kerajaan Kalingga yang
bercorakkan Hindu Siwais dengan dunia Peradaban Islam, yaitu dalam sejarah[4]
Islam pada tahun 30
Hijriyah atau 651 M Khalifah Utsman bin Affan pernah mengirimkan utusanya ke
Daratan Cinadengan misi mengenalkan Islam, waktu itu hanya berselang 20 tahun dari wafanya
Rasulullah SAW dan utusan tersebut sebelum sampai tujuan bersinggah dulu di Nusantara. Pada masa
pemerintahan Utsman bin Affan (644-657 M) juga pernah mengutus delegasinya bernama Muawiyah
bin Abu Sufyan pernah mengirimkan utusanya ke tanah Jawa yaitu ke Jepara (pada saat itu
namanya Kalingga).
Hasil kunjungan duta Islam ini adalah raja Jay Shima, putra Ratu Shima dari Kalingga, masuk
Islam, kemudian kalangan bangsawan Jawa yang memeluk Islam adalah Rakeyan Sancang seorang
Pangeran dari Tarumanegara, Rakeyan Sancang hidup pada kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (656-
661) . Rakeyan Sancang diceritakan, pernah turut serta membantu Imam Ali dalam pertempuran
menalukkan Cyprus, Tripoli dan Afrika Utara, serta ikut membangun kekuasaan Muslim
di Iran, Afghanistan dan Sind (644-650 M).
4. Kemudian yang tercatat dalam sejarah raja Sriwijaya yang masuk Islam adalah Sri
Indravarman setelah kerusuhan Kanton meletus dimana banyak imigran muslim Cina masuk ke
wilayah Sriwijaya yang terjadi pada Islam masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (Dinasti Umayyah).
Peninggalan
Candi
Candi Angin
Candi Angin ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Candi Bubrah
Candi Bubrah ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Prasasti
Prasasti Tukmas
Prasasti Tukmas ditemukan di ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di Dusun
Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan
huruf Pallawa yang berbahasa Sanskerta. Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih dan
jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India.
Pada prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga
teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu.[5]
Prasasti Sojomerto
Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang,
Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuna dan berasal dari sekitar abad
ke-7 masehi. Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh
utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati,
sedangkan istrinya bernama Sampula. Prof. Drs. Boechari berpendapat bahwa tokoh yang bernama
Dapunta Selendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di
Kerajaan Mataram Hindu.
Kedua temuan prasasti ini menunjukkan bahwa kawasan pantai utara Jawa Tengah dahulu
berkembang kerajaan yang bercorak Hindu Siwais. Catatan ini menunjukkan kemungkinan adanya
hubungan dengan Wangsa Sailendra atau kerajaan Medang yang berkembang kemudian di Jawa
Tengah Selatan.
Prasasti Upit (disimpan di Kantor Dinas Purbakala Jateng di Prambanan Klaten)
Kampung Ngupit merupakan daerah perdikan, yang dianugerahkan oleh Ratu Shima. Ngupit
terletak di Desa Kahuman/Desa Ngawen, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten. Prasasti tersebut
semula dijadikan alas/bancik padasan tempat untuk wudlu' di Masjid Sogaten, Desa Ngawen. Dan
sejak tahun 1992 sudah disimpan di Kantor Purbakala Jawa tengah di Prambanan.