Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Eksitensi pancasila wahyu satria a
1. EKSITENSI PANCASILA
DI TENGAH ERA KEBEBASAN PUBLIK
Oleh : Wahyu Satria Atmaja
5113414078
Teknik Sipil
Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini
yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan
globalisasi dalam hubungan antarbangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila
ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan
antarnegeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India
mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun
jalan laut untuk berdagang.
Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan
Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain meliputi Jepang,
Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika Timur, Laut Tengah,
Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga
menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab
ke warga dunia.
Nilai-nilai Pancasila kini telah tergerus oleh globalisasi yang selalu membawa
karakter individualistik dan liberal. Kita sebagai bangsa tidak lagi mampu menjadikan
Pancasila sebagai benteng untuk menahan arus globalisasi yang membawa dampak
kehidupan yang sejatinya bertentangan dengan Pancasila. Persoalan-persoalan bangsa yang
tak pernah kunjung selesai adalah bentuk lunturnya Pancasila dari jiwa bangsa Indonesia.
Karena semua persoalan itu sejatinya adalah persoalan yang hanya membutuhkan satu solusi
saja, yaitu sebuah karakater sebagai identitas bangsa Indonesia. Sebuah karakater yang
mampu menghantarkan bangsa ini ke depan gerbang kesejahteraan, dan karakater itu
bernama pancasilais.
Kini, sebagai bangsa kita terlalu sibuk memikirkan bagaimana nilai ekspor kita meningkat,
cadangan devisa bertambah, eksploitasi sumber daya alam, dan bagaimana mekanisme
2. memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Tapi kita tidak pernah lagi berpikir untuk
bagaimana membumikan Pancasila di hati anak bangsa, sehingga mereka bisa tumbuh
Tanpa terkecuali, pancasila sebagai basis ideologi dalam berperilaku bangsa Indonesia
(norms for political behavior) juga berada dalam pusaran wacana ini. Munculnya gagasan
untuk menjadikan pancasila sebagai ideologi yang terbuka, mampu mengintegrasi segala
perubahan sosial merupakan indikasi bahwa pancasila mulai mencoba keluar dari belitan
territorialnya (lokalitas). Pancasila sejak awal memang dirancang menjadi identitas politik
sebagai manifestasi dari simbolisme politik negara nasional berafiliasi dengan Undang-
Undang Dasar 1945 sebagai landasan yuridis. Oleh sebab itu, pancasila meskipun memuat
nilai-nilai yang universal namun lebih sesuai untuk menjadi ideologi politik bangsa Indonesia
sebab bertopang tumbuh dari kultur bangsa kita sendiri. Cita-cita Soekarno untuk menjadikan
pancasila sebagai ideologi dunia pada masa orde lama lebih bermuatan politis dibandingkan
dengan realitas sosial yang sesungguhnya mengingat pada waktu itu dunia dihadapkan pada
kompetisi perluasan pengaruh dua ideologi besar dunia yaitu sosialisme dan liberalisme.
Namun hal ini adalah wajar, misalnya pada saat ini kita dapat melihat bagaimana upaya
negara-negara barat mencoba menghegemoni negara-negara dunia ketiga dengan liberalisasi
ekonomi dan demokrasi (liberal).
Harus diakui, pancasila tidak lagi menjadi ideologi arus utama (mainstream) dalam
wacana publik. Pancasila semakin kehilangan pamor dibandingkan dengan ideologi-ideologi
besar lainnya di dunia semacam liberalisme ataupun sosialisme yang mulai menggelora di
Amerika latin. Indikasi melemahnya komitmen untuk mempertahankan pancasila sebagai
dasar negara dapat dilihat dari survei yang dilakukan oleh aktivis gerakan nasionalis tahun
2006 dimana hanya 4,5 persen mahasiswa yang masih memandang pancasila tetap layak
sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Padahal responden ini dipilih dari
mahasiswa Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga,
Universitas Brawijaya, dan Institut Teknologi Bandung yang selama ini dikenal sebagai
barometer pendidikan politik di Indonesia. Ironisnya, mahasiswa sebagai kaum muda
intelektual yang selama ini diharapkan mampu menjaga kesinambungan nilai-nilai dasar
republik ini justru lebih mengafirmasi budaya-budaya popular sebagai pilihan dalam
berperilaku meskipun telah banyak mengerti bahwa semua itu adalah ‘titipan’ dari para
korporat internasional. Pola hidup konsumtif, sex bebas, sudah jamak ditemui pada
masyarakat Indonesia. Budaya kapital yang membawa pengrusakan moral menjadi
3. primadona menggantikan esensi nilai-nilai ketimuran. Generasi muda akhirnya bertopang
tumbuh dengan budaya global dan kehilangan otentisitas budaya sendiri (one dimensional
man).
Menghadapi arus globalisasi yang semakin pesat, keurgensian pancasila sebagai dasar
negara semakin dibutuhkan. Kebebasan di era globalisasi dan reformasi sudah tidak
terkendali, ideologi Pancasila sebagai pemersatu untuk membangkitkan kembali rasa
nasionalisme. Pancasila sebagai pedoman dalam menghadapi globalisasi dan sebagai dasar
negara Indonesia yang sudah ditentukan oleh para pendiri negara Indonesia yang menjadi
sebuah acuan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menghadapi
berbagai tantangan dalam menjalankan ideologi pancasila. Pancasila harus tetap
dipertahankan bahwa pancasila merupakan ideologi yang sejati untuk Indonesia. Oleh karena
itu tantangan di era globalisasi yang bisa mengancam eksistensi kepribadian bangsa. Yang
terpenting adalah bagaimana bangsa dan rakyat Indonesia mampu menyaring agar hanya
nilai- nilai kebudayaan yang baik saja dan sesuai dengan kepribadian bangsa saja yang
terserap. Jika nilai-nilai budaya yang tidak sesuai apalagi merusak tata nilai budaya nasional
harus ditolak dengan tegas. Kunci dari persoalan tersebut terletak pada pancasila sebagai
pandangan hidup dan dasar negara. Bila rakyat dan bangsa Indonesia konsisten menjaga
nilai- nilai luhur bangsa maka nilai-nilai atau budaya dari luar yang tidak baik akan tertolak
dengan sendirinya.