1. Kolibuto Kampung Kecil
Masyarakat asli Desa Merdeka berasal dari sebuah kampung kecil di sebelah Barat Daya Desa
Merdeka yang berjarak kurang lebih 5 km. Kampung yang bernama Kolibuto ini berada di atas
dataran kecil sebuah bukit berbatuan. Dataran kecil ini dikeliingi dengan lereng dan sungai di
sebelah baratnya.
Kondisi kampung Kolibuto medorong masyarakatnya lebih ekstra bekerja supaya hidup
berlangsung terus. Tak banyak yang dihasilkan dari mata pencaharian mereka sebagai petani
dan hanyalah untuk makan dan bertahan hidup. Akses jalan yang tidak mendukung dan jarak
yang jauh dari pesisir pantai membuat masyarakat Kolibuto sangat tertinggal.
Di kampung Kolibuto terdapat namang (ada sebuah batu besar dengan permukaan yang datar)
dan Nuba. Di tempat itulah masyarakat adat melakukan ritual adat mereka juga sebagai
tempat berlangsungnya Oha-sele (Tarian tradisional). Mereka mempercayai bahwa di tempat
itu hadir para leluhur yang perlu dimintakan restu atas usaha dan kerja.
Masyarakat Adat
Masyarakat Kolibuto memiliki 7 suku yaitu: Wahon, Wuran, Wuhan, Wuwur, Manuk, Lewar,
dan Pehan. Masyarakat Kolibuto sangat menjunjung tinggi adat dan budaya mereka. Segala
pekerjaan di buka dengan ritual adat. Misalnya, ketika hendak pergi berperang, membuka
kebun baru dan pekerjaan lainnya. Pekerjaan-pekerjaan itu mesti disepakati bersama yang
dilanjutkan dengan ritual adat. Ritual adat tidak mendahului kesepakatan dan persetujuan.
Jelas bahwa ritual tanpa kesepakatan menjadi tidak bermakna karena tanpa restu ribu-ratu
(masyarakat) dan leluhur.
Peran Suku Wahon dalam dalam struktur sosial budaya Kolibuto adalah sebagai pemberi ijin.
Kesepakatan yang diambil bersama yang paling didengarkan adalah suku Wahon. Ketika Suku
Wahon mengatakan tidak untuk suatu kegiatan dan seremonial adat maka ketujuh suku
lainnya mengikuti. Hal ini dapat dimegerti karena Suku Wahon dikenal sebagai penjaga
kampung yang memberi rasa aman dan pemberi petunjuk untuk kegiatan-kegiatan bersama
Kolibuto. Begitupun halnya ketika seremonial adat, Suku Wahonlah yang pertama membuka
jalan, di depan sebagai petunjuk arah ke mana harus meletakan material serimonial.
Sedangkan pelaku seremonial adalah Suku Wuhan, Lewar, Manuk dan Pehan. Sedangkan
Wuran dan wuwur sebagai penunjang karena dianggab sebagai kewinai (saudari).