konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
TERAPI KOMPLEMENTER.docx
1. TERAPI KOMPLEMENTER DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS
(FOKUS, PERAN PERAWAT DAN TEHNIK)
DI SUSUN OLEH :
MOH. RIZKI WONOMBONG
NIM : 17010011
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA MANDIRI POSO
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
2. KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Keperawatan
komunitas tentang “Terapi Komplementer dalam Keperawatan Komunitas
(Fokus, Peran dan Tehnik)”. Tugas ini dibuat dan disusun dengan tujuan
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas. Selain itu Tugas ini
diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan kami khususnya dan
pembaca pada umumnya tentang peran perawat serta teknik dalam terapi
komplementer pada Keperawatan Komunitas.
Saya menyadari bahwa tugas ini masih kurang dari sempurna. Oleh karena
itu, saya mengharapkan kritik serta saran dari pembaca, sebagai perbaikan bagi
saya dalam penyusunan tugas selanjutnya.
Akhir kata saya sebagai penyusun berharap, agar tugas ini nantinya dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Poso, Juli 2022
Penulis
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan........................................................................................ 3
D. Manfaat Penulisan...................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
A. Fokus Terapi Komplementer ..................................................................... 4
B. Peran Perawat............................................................................................. 7
1. Peran Perawat dalam Keperawatan yang Etis ..................................... 7
2. Peran Perawat dalam Pendidikan, Riset dan Praktik Komplementer . 9
C. Tehnik Terapi Komplementer.................................................................. 13
1.Meditasi .............................................................................................. 14
2.Akupresur ........................................................................................... 15
3.Terapi Masase..................................................................................... 17
4.Yoga.................................................................................................... 18
5.Bekam................................................................................................. 19
6.Terapi Benson..................................................................................... 20
7.Hipnoterapi ......................................................................................... 21
8.Food Combining................................................................................. 22
D. Penggunaan Terapi Komplementer dalam Keperawatan di Indonesia .... 24
1. Jamu.................................................................................................... 24
2. Pijat ..................................................................................................... 25
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 26
A. Kesimpulan.............................................................................................. 26
B. Saran......................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan keperawatan komplementer mendapat perhatian
diberbagai negara belakangan ini. Keperawatan komplementer menjadi terapi
pelengkap dan alternatif sebagai bagian yang penting dalam pelayanan
kesehatan berbagai negara sejak tahun 1990-an termasuk Eropa dn Amerika.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai perkembangan dan tulisan yang ada pada
masa tersebut. Kondisi ini juga terjadi di Indonesia sebagai salah satu negara
di Asia yang memiliki budaya tradisional dalam pengobatan. Salah satu yang
terkenal adalah jamu. Jamu tersebut digunakan dalam pengobatan sebagai
salah satu cara mengatasi berbagai masalah kesehatan masyarakat. Saat ini
jamu dikombinasi dengan pengobatan konvesional (dikenal dengan
pengobatan barat atau modern). Seseorang yang menggunakan kombinasi ini
saling melengkapi dikenal dengan istilah terapi atau pengobatan
komplementer.
Perkembangan keperawatan komplementer awalnya dimulai dari
perbedaan pandangan antara klien dengan perawat atau tenaga kesehatan lain
di pelayanan kesehatan terhadap sistem pelayanan kesehatan yang diberikan.
Perbedaan ini dapat dijembatani dengan konsep tradisional tentang cara
pandang yang utuh dari Rogers dalam memandang seseorang (Hitchcock,
Schubert, Thomas, 1999). Hal ini membuat seorang perawat dalam
memberikan pelayaanan selain menggunakan pendekatan biomedis, untuk
promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan dan penyembuhan juga
memperhatikan kesatuan tubuh, pikiran dan jiwa yang sesuai dengan
keyakinan dan nilai indidvidu tersebut sebagai aplikasi dari prinsip holistik
dalam cara pandang yang utuh tersebut. Manajer pelayanan kesehatan
meyakini pemberian terapi komplementer meningkatkan kapasitas pelyanan
kesehatan secara holistik dengan mengisi kesenjangan terapetik dalam praktik
kesehatan (Singer & Adams, 2014). Sistem pelyanan yang diberikan secara
5. 2
utuh ini salah satu bentuknya memberi kesempatan klien menggunakan cara
tradisional dalam praktik keperawatan. Keyakinan dan pemberian pelayanan
yang diberikan oleh perawat ini selanjutnya sering disebut dengan keperawatan
komplementer.
Perawat yang mengguanakan tindakan komplementer dalam pelayanan
dikenal dengan memberikan terapi komplementer atau alternatif. Adapun
beberapa istilah selain penggunaan kata komplementer menurut Kramlich
(2014) adalah alternatif, tradisional dan internatif. National Center
Complementary And Integratif Health (NCCIH, 2016) menjelaskan istilah
terapi alternatif merupakan cara utama dalam pengobatan yang menggantikan
obat konvesional misalnya klien hanya memilih pengobatan herbal dalam
mengatasi penyakitnya. Istilah tradisional merupakan sistem penyembuhan
secara kultural yang telah digunakan selama ribuan tahun yang melibatkan
pendekatan konvesional dan komplementer mlalui promosi kesehatan
(Kramilich, 2014; NCCIH, 2016).
Dari uraian dan data tersebut maka penting bagi kita untuk mengetahui
tentang keperawatn komplmenter. Maka dengan itu kelompok tertarik untuk
membahas tentang “Fokus, peran dan tehnik perawat dalam terapi
komplementer”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam masalah ini yaitu:
1. Apa saja yang menjadi fokus terapi komplementer dalam keperawatan?
2. Bagaimana peran perawat dalam keperawatan yang etis?
3. Bagaimana peran perawat dalam pendidikan, riset dan praktik terapi
komplementer?
4. Apa saja teknik terapi komplementer yang digunakan dalam keperawatan
komunitas?
5. Apa saja terapi komplmenter yang umum digunakan di Indonesia?
6. 3
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui dan memahami berbagai fokus terapi komplementer
dalam keperawatan.
2. Untuk mengetahui dan memahami peran perawat dalam keperawatan
yang etis.
3. Untuk mengetahui dan memahami peran perawat dalam pendidikan, riset
dan praktik terapi komplementer.
4. Untuk mengetahui dan memahami teknik terapi komplementer yang
digunakan dalam keperawatan komunitas.
5. Untuk mengetahui dan memahami terapi komplementer yang umum
digunakan di Indonesia
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan yaitu:
1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami berbagai
fokus terapi komplementer dalam keperawatan.
2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami peran
perawat dalam keperawatan yang etis.
3. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami peran
perawat dalam pendidikan, riset dan praktik terapi komplementer.
4. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami teknik terapi
komplementer yang digunakan dalam keperawatan komunitas.
5. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami terapi
komplmenter yang umum digunakan di Indonesia
7. 4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fokus Terapi Komplementer
Perawat penting mengenal terapi komplementer, karena masyarakat
termasuk di Indonesia masih banyak yang menggunakan terapi tradisional.
Menurut pengalaman penulis selama praktik keperawatan di masyarakat lebih
banyak melakukan tindakan awal dengan cara tradisional sebelum pergi ke
pelayanan kesehatan, sehingga perlu pengetahuan yang cukup untuk membantu
masyarakat dalam memberi informasi berbagai jenis pilih tindakan. Klien
dapat memilih tindakan yang tepat sesuai dengan masalah yang dialaminya.
Perawat yang menguasai terapi komplementer juga dapat memberikan
tindakan sesuai kebutuhan klien. Hal ini sesuai dengan tujuan penyelenggaraan
terapi komplementer dan alternative yaitu memberi perlindungan kepada klien,
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan serta memberi
kepastian hukum kepada masyarakat dan tenaga pengobatannya (Permenkes
RI No. 1109, 2007). Kondisi saat ini sudah banyak perawat yang mengenal dan
kompeten melakukan terapi komplementer di Indonesia.
Perawat yang melakukan tindakan terapi komplementer perlu
diintergrasikan ke dalam Asuhan keperawatan klien sebagai pelengkap
tindakan keperawatan kepada klien. Hal ini didasari oleh Undang-undang
Keperawatan No. 38 tahun 2014 pasal 30 yang menjelaskan tentang tugas dan
wewenang perawat dalam penatalaksanaan tindakan komplementer dan
alternatif. Perawat juga harus mengaplikasikan prinsip keperawatan selama
melaksanakan terapi komplementer.
Prinsip keperawatan yang perlu diaplikasikan dalam melaksanakan
terapi komplementer dan alternatif adalah holistik, komprehensif, dan
kontinum. Prinsip holistik pada terapi komplementer sesuai dengan pendekatan
perawat yang mengacu pada kebutuhan biologis, psikologis, sosial, kultural
dan spiritual (Berman, et al 2015; Potter, Perry, Stockert & Hall, 2013). Artinya
perawat dalam melaksanakan terapi komplementer perlu berorientasi pada
8. 5
pemenuhan kebutuhan bio-psiko-sosial kultular dan spiritual klien. Perawat
dapat menggunakan prinsip ini karena mengakui adanya kemampuan alami
dalam pemulihan tubuh dengan menggabungkan berbagai intervensi sebagai
komplementer termasuk memberikan terapi musik, life review, relaksasi,
healing touch, dan guided imaginery (imajinasi tertuntun) karena terapi
tersebut menyesuaikan kondisi dan kemampuan klien, non invasif yang
ekonomis, dan non farmakologi (Potter, Perry, Stockert & Hall). Pandangan
yang memenuhi semua aspek ini dapat diterapkan dalam berbagai level
pencegahan.
Level pencegahan terdiri dari primer, sekunder dan tersier (Edelman &
Mandle, 2010). Terapi komplementer dapat dilaksanakan di semua level
pencegahan tersebut misalnya seseorang yang ingin lebih sehat dengan
komsumsi suplemen nutrisi, pencegahan sekunder misalnya menggunakan
herbal untuk menyembuhkan penyakitnya dan contoh tersier menggunakan
masase untuk membantu anggota gerak yang lumpuh untuk meningkatkan
fungsi dan mempertahankan tubuhnya. Terapi komplementer mengajarkan
individu untuk mengubah perilaku seseorang untuk memperbaiki respon fisik
terhadap stress dan peningkatan tanda masalah fisik seperti kekakuan otot,
ketidaknyamanan pada perut, nyeri atau gangguan tidur (Potter, Perry, Stockert
& Hall, 2013). Penerapan terapi komplementer dalam semua level ini sesuai
dengan prinsip komprehensif dalam keperawatan (Potter, Perry, Stockert &
Hall). Terapi komplementer untuk semua level pencegahan tersebut juga
memperhatikan sistem klien.
Klien sebagai individu yang memiliki sistem yang saling terkait di
dalam tubuh dan lingkungannya. Gangguan yang ada pada diri seseorang akan
mempengaruhi sistem klien sebagai individu, keluarga ataupun anggota
masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2014). Misalnya klien dengan gangguan
psikososial akan berdampak pada diri dan keluarganya. Menurut Stozier &
Carpenter (2008), terapi komplementer melakukan pendekatan psikoterapi
yang dianggap sebagai bagian dari sistem yang melengkapi untuk proses
penyembuhan selain pengobatan konvensional. Terapi komplementer juga
9. 6
dapat digunakan dalam membantu kllien untuk memenuhi kebutuhan
psikososial tersebut. Sebagai contoh terapi relaksasi yang dipadukan dengan
hipnotis dapat membantu kondisi rileks pada klien, keluarga ataupun kelompok
dengan masalah psikososial tersebut. Artinya terapi komplementer dapat
digunakan diberbagai level pencegahan dengan memperhatikan sistem yang
ada pada klien.
Intervensi keperawatan melalui pencegahan di berbagai level ini dapat
dilakukan dalam keadaan sehat dan sakit, diberikan disemua tingkat pelayanan
kesehatan. Prinsip kontinum dilakukan pada klien dalam keadaan sehat dan
sakit hingga sehat kembali yang dirawat di rumah ataupun di rumah sakit
hingga kembali ke rumah (Potter, Perry, Stockert & Hall, 2013). Terapi
komplementer ini dapat diterapkan pada klien dalam keadaan sahat dan sakit
yang ada dirawat di rumah ataupun di pelayanan kesehatan secara mandiri
ataupun kolaborasi, artinya memenuhi prinsip kontinum. Pelayanan kesehatan
yang diberikan hendaknya dilakukan secara intergrasi untuk mendapatkan hasil
terbaik untuk klien.
Pelayanan kesehatan terintegrasi menekankan petingnya hubungan
antara terapis atau praktisi dengan klien, fokus pada individu secara
menyeluruh, menginformasikan berdasarkan bukti, dan menggunakan
pendekatan terepeutik yang tepat, pelayanan kesehatan professional dan lintas
disiplin sehingga mencapai kesehatan yang optimal (Kreitzer et al, 2009 dalam
Potter, Perry, Stockert & Hall, 2013). Pemberian terapi yang berkelanjutan baik
di rumah ataupun di pelayanan kesehatan secara konvensional maupun
komplementer diharapkan dapat memberikan intervensi terbaik untuk
kebutuhan klien (Stanhope & Lancaster, 2014). Artinya terapi komplementer
dapat diberikan diberbagai level layanan sesuai dengan kebutuhan dan
ketersediaannya, hal ini menunjukkan bahwa terapi komplementer apabila di
berikan pada seseorang telah sesuai dengan prinsip dan konsep keperawatan.
10. 7
B. Peran Perawat
1. Peran Perawat dalam Keperawatan yang Etis
Perawat berperan penting dalam memaksimalkan penggunaan terapi
komplementer yang mendukung perawatan secara holistic. Perawat
memiliki peran secara utuh dalam memberikan terapi komplementer
(Lindquist, Synder, dan Tracy, 2014). Salah satu dari 17 upaya kesehatan
yang komprehensif di Indonesia menurut Undang-Undang no. 36 tahun
2009 adalah pelayanan kesehatan tradisional. Pelayanan kesehatan ini
mendapat perhatian dari pemerintah karena prestasi penggunaannya oleh
masyarakat cukup tinggi. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 proporsi
rumah tangga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan ini sebesar 30,4
%. Bentuk perhatian pemerintah khususnya Kementerian kesehatan RI
melalui pembentukan Direktorat Bina Pelayanan kesehatan tradisional,
alternative dan komplementer melalui permenkes 1144 tahu 2010.
Pembinaan yang dilakukan oleh direktorat ini tentunya terhadap semua
pelayanan dan tenaga kesehatan yang ada di masyarakat yang
menggunakan terapi ini.
Pelayanan kesehatan tradisional yang digunakan oleh masyarakat
77,8% berupa ketrampilan tanpa alat, sedangkan ramuan sebesar 49%
(Riskesdas, 2013). Hasil observasi penulis sejak tahun 2005 sampai saat ini,
masyarakat umumnya menggunakan obat tradisional tersebut digabungkan
dengan pengobatan modern yang didapat dari pelayanan kesehatan ataupun
membeli di toko obat. Hal ini dibuktikan dari survey tahun 2014 bahwa
61,05% masyarakat mengobati sendiri (BPS, 2016). Menggabungkan obat
tadisional dan mengobati sendiri tentunya perlu mendapat perhatian khusus
dari tenaga kesehatan termasuk perawat untuk menghindari hal yang tidak
diinginkan.
Perawat berperan penting dalam mengoptimalkan pengguunaan
terapi tradisional dan komplementer yang mendkung perawatan secara
holistic. Perawat memiliki peran secara utuh dalam melakukan terapi
11. 8
komplementer (Lindquist, Snyder, dan Tracy, 2014). Peran yang di lakukan
perawat diharapkan dapat membantu masyarakat memilih pengobatan
tradisional dan komplementer yang masuk akal dan menghindar dampak
yang tidak diinginkan.
Menurut College of nurse of Ontario (CN), 2014), beberapa terapi
komplementer yang tidak memiliki dasar ilmiahnya dan tidak jelas
prosesnya, sering menimbulkan pertanyaan. Beberapa terapi dapat
menyebabkan dilema etik untuk perawat, terutama jika terjadi konflik
antara nilaiyang dimiliki perawat dengan klien. Perawat harus menghargai
nilai etik dari pilihan klien. Perawat merupakan partner (Mitra) dalam
proses pengambilan keputusan dan bertanggung jawab dalam mengkaji
kelayakan semua tindakan sebelum dilakukan selama terapi komplementer.
Intervensi yang dilakukan harus didasari oleh akuntabilitas professional.
Akuntabilitas didemontrasikan melalui proses pengambilan
keputusan, tercermin dalam kompetensi, dan integritas. Perawat juga harus
memahami tanggung jawab dalam memutuskan terapi yang sesuai dengan
status kesehatan klien dan secara kompeten melakukan terapi. Perawat
melaksanakan praktik sesuai standar praktik yang diakui dan public dapat
melihat perawat dalam memberikan perawatan yang aman dan sesuai etik.
Peran perawat dalam terapi komplementer dai salah satu jurnal
mengatakan bahwa peran perawat yaitu memberikan asuhan keperawatan
komprehensif yang tidak hanya mengkaji fisik aatau biologic, namun juga
psikologik, social, dan spiritual, sehingga kecemasan yang mempengaruhi
psikososial klien dapat diantisipasi (Shari, Suryani dan Emaliyawati, 2014).
Terapi untuk mengatasi kecemasan dalam ranah keperawatan klinis selain
farmakologi adalah nin farmakologi menggunakan terapi komplementer.
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, memberikan terapi
komplementer sebagai salah satu intervensi yang dapat diberikan selain
memberi obat konvesional sebagai peran kolaboratif. Penggunaan terapi
komplementer diranah kritis dapat diberikan namun efeknya membutuhkan
waktu, tetap dapat dipertimbangkan pemberiannya karena intervensi ini
12. 9
menggunakan pendekatan holistic dalam melengkapi kebutuhan klien,
daam hal fisik, psikologis, social, kultural dan spiritual.
Perawat di Indonesia dalam memberikan intervensi keperawatan
komplementer dilindungi oleh undang-undang (UU). Tugas tersebut
terdapat dalam UU No. 38 tahun 2014 pasal 30 yang menjelaskan tentang
tugas dan wewenang perawat dalam memberi asuhan keperawatan di
bidang upaya kesehatan masyarakat adalah melakukan penatalaksanaan
keperawatan komplementer dan alternative. Perawat yang melakukan
terapi tersebut tentunya mengintegrasikannya kedalam asuhan
keperawatan. Tindakan tersebut tidak dapat diterima apabila terpisah dari
asuhan keperawatan karena seorang perawat daam melakukan terapi
sebagai bagian dari tindakan keperawatan yang tidak boleh terpisah dari
proses dalam assuhan keperawatan.
Intervensi keperawatan berupa terapi komplementer perlu
memperhatikan kode etik keperawatan. Persatuan perawat Nasional
Indonesia telah menetapkan diantaranya bahwa perawat dalam memberikan
pelayanan senantiasa memelihara nilai budaya, adat istiadat dan
lingkungannya (PPNI, 2000). Umumnya masyarakat yang menggunakan
komplementer banyak dipengaruhi oleh nilai budaya, adat isitiadat dan
ingkungan tempat tinggalnya, sehingga hal ini sesuai dengan kode etik
keperawatan. Intervensi ini juga harus memberikan aspek manfaat dan
menghindari dampak buruk (maleficience) pada klien.
Perawat harus menerapkan informed consent sebelum melakukan
terapi komplementer dan juga mengacu pada prinsip beneficience
(kemanfaatan) yang di dasari hasil kajian dan evaluasi respons terhadap
terapi yang dilakukan sebelumnya (Norton, 2007).
2. Peran Perawat dalam Pendidikan, Riset da Praktik Komplementer
Perkembangan penggunaan terapi komplementer oleh masyarakat
saat ini menimbulkan perhatian khusus, perawat dituntut memliki peranan
terutama dalam praktik keperawatan, pendidikan dan penelitian. Perawat
memiliki asumsi bahwa peran tersebut agar klien dapat memilih dan
13. 10
menggunakan teraopi tersebut sesuai dengan aturanya. Kondisi ini
menuntut adanya panduan penggunaan berbagai terapi yang berdasarkan
bukti untuk digunakan, maka peran pendidikan dan riset keperawatan
menjadi penti ng dalam memenuhi tuntutan ini.
Beberapa terapi komplementer telah diintegrasikan kedalam praktik
keperawatan dari masa ke masa, perluasan ruang lingkup dan terapi ini
merupakan sebuah kebutuhan bahwa perawat melakukan pengembangan
panduan untuk digunakan dalam pelayanan. Kunci untuk mendapatkan
ketrampilan terapi komplementer seorang perawat membutuhkan
pendidikan lanjutan atau khusus (synder&Lindquist 2010). Pendidikan
tersebut dapat dilakukan secara mandiri di institusi yang terakreditasi.
Adapun pelatihan terapi komplementer yang diketahui penulis telah diakui
oleh badan PPSDM (Pusat Pembangunan Sumber Daya Manusia)
kesehatan RI yang telah dikembangkan adalah akupuntur dan akupresur
untuk tenaga kesehatan.
Meningkatnya ketertarikan dalam terapi komplementer, banyak
institusi termasuk sekolah kedokteran dan keperawatan menggabungkan
antara terapi komplementer dan terapi alternative dalam konten kurikulum
pendidikan (synder & Lindquist 2010). Kondisi ini di Indonesia dapat
dilihat dari institusi pendidikan kesehatan dan keperawatan yang
memasukkan terapi komplementer dalam kurikulum pendidikannya.
Pengakuan lembaga pendidikan daoat diperolah melalui lembaga
pendidikan formal yang diakui pemerintah. Misalnya institusi pendidikan
paska sarjana herbal dan akupuntur telah dibuka di beberapa Universitas
di Indonesia. Perawat yang telah menyelesaikan studi lanjutannya dapat
memberikan terapi komplementer, sebelum melakukan praktik
keperawatan yang bersangkutan terlebih dahulu menguasai keterampilan
dasar yang sudah diakui oleh organisasi profesi perawat (PPNI).
Perawat yang telah mendapatkan pengakuan dari organisasi profesi
atau lembaga tersertifikasi dapat melakukan intervensi terapi
komplementer untuk praktik ataupun penelitian. Penelitian yang dilakukan
14. 11
perawat tetap harus menggunakan pertimbangan etik dan standar yang
sesuai dengan batasan yang berlaku. Perawat yang terlibat aktif dalam
penelitian terapi komplementer, salah satu diantara ketua atau anggota tim
interdisplin harus memiliki kemampuan atau sertifikat tersebut (synder
&Lindquist 2010). Adanya anggota peneliti yang menjadi syarat dalam
mendapatkan izin dari komite untuk melaksanakan penelitian tersebut
Fenomena saat ini di institusi pendidikan, banyak mahasiswa
keperawatan yang mengajukan usulan penelitian terapi komplementer.
Contohnya penelitian tentang pengaruh terapi akupresur, kualitas tidur dan
kecemasan lansia dengan hipertensi, terapi komplementer, mengatasi
hipertensi dan penelitian lainnya (Efryanthi, suarana & suari, 2015);
fitriani, Nursasi & Widyatuti, 2015; Hikayati, flora, & purwanto, 2014).
Banyaknya skripsi dan tesis yang dilakukan oleh mahasiswa dalam
menjawab kebutuhan masyarakat terhadap terapi komplementer. Hal ini
menjadi tantangan untuk praktisi dan akademi untuk melakukan keinginan
masyarakat terhadap efektivitas terapi komplementer (Ping, 2015)
Kebutuhan masyarakat menjadi tantangan perawat dalam
memberikan pelayanan kesehatan professional yang didasari bukti yang
cukup untuk mendukung penggunaan terapi dalam intervensi keperawatan
(synder & Lindquist, 2010) penggunaan terapi komplementer akan terus
menerus meningkat. Aspek yag menarik dari terapi komplementer yakni
dapat digunakan dalam praktik pencegahan, pengobatan dan pemulihan
kesehatan.
Perawat dalam memberikan terapi komplementer dalam asuhan
keperawatan dilakukan sesuai langkah proses keperawatan. Hal ini sesuai
undang-undang yang berlaku di Indonesia tentag tugas dan wewenang
perawat dalam penatalaksanaan tindakan komplementer, dan alternative.
Proses keperawatan penting digunakan bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, mengatasi masalah aktual atau potensial dalam status kesehatan
(Berman et al, 2013). Proses keperawatan berfokus pada lim alangkah
utama, pengakjian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
15. 12
(Potter, Perry, stockert & Hall, 2013). Proses ini membantu perawat untuk
memahami klien, dengan memperlakukannya secara holistik. Saat
melakukan tindakan terapi komplementer yang perlu diindentifikais tidak
hanya kesehatan emosional dan mental serta fisik klien, tetapi juga latar
belakang klien seperti, nilai-nilai, keyakinan, etnis, agama, dan budaya;
serta mengidentifikasi berbagai factor ini penting untuk ksehatan klien.
Perawat menggunakan proses keperawatan dengan
mempertimbangkan klien menjadi mampu mengenali kesehatannya sendiri
dan meghormati pengalaman subjektifnya yang relavan dalam mmlihara
kesehatan atau pendamping dalam pemulihan. Dalam metode kesehatan
holistic klien dilibatkan dalam dalam proses pemulihan dan juga
pemeliharaan kesehatan (Edelman dan Mandle, 2010). Artinya seorang
perawat melakukan intervensi komplementer harus menggunakan
pendekatan proses keperawatan, jika tidak demikian maka praktik yang
dilakukan indentik dengan pengobat tradisional (batra).
Sejalan dengan perkembagan internasional keperawatan
berdasarkan Nursing Internasional Clasification (NIC), terapi
komplementer merupakan tindakan yang membutuhkan keahlian khusus
dikelompokkan dalam level edukusi perawatan lanjut (Bulechek, Butcher,
Dochterman, & Cherryl, 2013), sehingga perawat yang memberikan terapi
komplementer membutuhkan pendidikan khusus atau lanjutan.
Kebutuhan praktik keperawatan lanjut dalam memberikan terapi
komplementer yang terintegrasi antara intervensi konvensional dengan
tradisional dapat memunculkan dilemma terhadap penghargaan imbalan
jasaa (Gaydos, 2001). Kondisi dapat menimbulkan keengganan perawat
dalam melakukan intervensi terapi komplementer dalam praktik seharihari,
yang disebabkan kurang pengakuan terhadap kemampuan dalam membentu
kesembuhan klien. Namun sejauh ini perkembagan terapi komplementer
semakin terlihat di Indonesia karena adanya keburuhan dan tuntutan dari
masyarakat. Hal ini disambut oleh perawat dan tenaga kesehatan lainnya
dengan munculnya berbagai kajian, seminar, pelatihan, organisasi,
16. 13
pembukaan sekolah atau pendidikan lanjut yang dapat diikuti oleh individu
yang tertarik untuk pembangunan diri. Dukungan pemerintah dan
oraganisasi profesi semakin kuat untuk mengembangkan berbagai jenis
terapi komplementer yang sesuai dengan nilai budaya dan didukung oleh
hasil-hasil penelitian sangat diharapkan.
C. Tehnik Terapi Komplementer
Perkembangan terapi komplementer di Indonesia ramai di bahas
melalui seminar, workshop ataupun platihan sebagai salah satu cara menjawab
kebutuhan pengembangan sesuai amanah undang-undang yang meniadikan
terapi komplementer sebagai salah satu intervensi yang dapat digunakan dalam
keperawatan. Adapun Florence Nightingale sebagai perintis keperawatan juga
mengakui kekuatan penyembuhan melalui terapi komplementer diantaranya
melalui terapi musik (Snyder & Lindquist, 2010). Hal ini menunjukkan
berbagai teknik terapi perlu diketahu oleh perawat.
Terapi komplementer setiap jenisnya memiliki teknik tertentu. Berikut
ini dijelaskan beberapa teknik Lima tipe berikut sesuai klasifikasi NCCAM
tahun 2012 yaitu: pikiran dan tubuh (mind body therapies); manipulasi dan
sistem tubuh; dan terapi energi (Lindquist, Snyder, & Tracy, 2014). Klasifkasi
terapi pikiran dan tubuh (mind body therapies), contohnya seni, imagery,
journaling (menulis jurnal/ sebuah dari yang berbentuk formal), biofeedback,
humor, dan tai-chi. Alternatif sistem pemeliharaan kesehatan contohnya
pengobatan tradisional cina, ayuvedia (pengobatan india), dan curanderismo
(pengobatan asli Amerika). Terapi biologis yaitu natural dan praktik biologikal
dan hasil-hasilnya misalnya herbal, terapi diet, pengobatan orthomolekular
(suplemen nutrisi dan makanan). Terapi energi misalnya reiki, healing touch
dan magnet. Di bawah ini akan dibahas beberapa teknik sesuai klasifikasi
tersebut. Perawat yang akan melakukan tindakan dari semua teknik hendaknya
menggunakan tahapan komunikasi yang telah dipelajari mencakup Tahap
pertama pra interaksi, tahap kedua orientasi, tahap ketiga kerja dan tahap
keempat terminasi. Selain itu, tahap tindakan septik dan aseptik selalu
17. 14
dilakukan untuk keamanan klien dan dirinya. Adapun setiap tindakan
dilakukan melalui persiapan diri, alat, klien dan lingkungan. Persiapan yang
sesuai akan mendapatkan hasil yang optimal, demikian pula setiap tindakan
hendaknya dievaluasi sampai diyakini bahwa tidak ada keluhan dari efek
terapi. Berikut ini beberapa teknik terapi yang banyak digunakan, antara lain:
1. Meditasi
Meditasi adalah suatu teknik yang memungkinkan seseorang mampu
menggunakan kesadaran dan pengalamannya sehingga membuat seseorang
lebih sadar akan dirinya (Snyder & Lindquist). Meditasi dapat menjadikan
seseorang santai, menurun konsumsi oksigen, mengurangi frekuensi
pernapasan dan denyut jantung. Hal ini menjadikan tubuh merasa rileks,
pikiran lebih tenang, meningkatkan kesejahteraan fisik dan emosional
dengan kondisi lingkungan tenang, posisi yang nyaman dan kadangkala
menggunakan sebuah alat pengukuran mental seperti mantra (Fontaine,
2005; Mantle & Tiran, 2009).
Meditasi merupakan sarana seseorang untuk fokus terhadap suatu
objek. Terapi ini menggunakan sikap tubuh yang spesifik. Memfokuskan
perhatian atau sikap terbuka terhadap gangguan. Indikasi meditasi
dilakukan pada saat stress, Cemas, denyut jantung dan tekanan darah
meningkat. Kontra indikasi melakukan meditasi adalah klien yang kurang
mampu menyimpan emosi dan kurang mampu menganalisis sebab akibat
yang kompleks. Cara melakukan meditasi ada berbagai macam teknik,
proses sederhana yang dapat dilakukan misalnya melatih napas klien.
Tahap pertama diawali dengan persiapan: ruangan yakni tempat yang
tenang dan waktu yang diaggap paling sesuai oleh klien; gunakan pakaian
yang longgar dan nyaman; serta dapat menggunakan musik (misalnva
musik klasik). Tahap kedua menyiapkan posisi yang nyaman, misalnya
dengan mengambil posisi duduk atau berbaring asalkan tulang belakang
tetap terjaga dalam posisi lurus. Tahap ketiga memulai meditasi dengan
mata ditutup atau dibuka, fokus pada keluar masuknya napas terutama
gunakan pernapasan perut, rasakan sensasinya, tahap ini dilakukan dengan
18. 15
hati ikhlas sehingga tercapai tujuan untuk mengatasi masalah. Langkah ini
dapat dilakukan bertahap sesuai proses yang dilalui dan kemampuan yang
didasari dari evaluasi setiap kali tindakan. Meditasi yang sukses biasanya
membutuhkan latihan setidaknya satu kali perhari selama 10-20 menit
(Snyder & Lindquis, 2010). Tahap keempat yakni melakukan evaluasi
sesuai dengan masalah yang dirasakan misalnya kemampuan merubah diri,
fisik lebih segar dan bugar, perasaan lebih menerima keadaan.
2. Akupresur
Jenis terapi ini termasuk dalam salah satu pengobatan tradisional
cina yang dikenal dengan traditional chinese medicine disingkat dengan
TCM (Mantle & Tiran,2009). Tindakannya melibatkan stimulasi dari titik-
titik spesifik pada tubuh. Akupresur menggunakan jari atau alat
(kayu,magnet) yang ditekan pada titik-titik spesifik pada tubuh. Akupresur
menggunakan jari atau alat (kayu,magnet) yang ditekan pada titik di
permukaan kulit tersebut sedangkan pada akupunktur menggunakan jarum
yang kemudian dimanipulasi dengan tangan atau stimulasi elektrik. Titik
saraf tubuh merupakan titik berat dari pengobatan akupunktur dan
akupresur. Pada titik tertentu seperti kedua telapak tangan merupakan titik
bagi jantung,paru,mata,kelenjar tiroid, hati,pancreas dan sinus
(fengge,2012). Fungsi dari terapi akupunktur dan akupresur adalah untuk
meregenerasi sel-sel tubuh yang mengalami penurunan kualitas serta
membentuk system pertahanan kualitas serta membentuk system
pertahanan dalam tubuh sehingga dapat bermanfaat pada proses
pencegahan,penyembuhan,pemulihan dari penyakit serta meningkatkan
daya tahan tubuh (fengge).
Akupresur dan akupunktur memiliki komponen dasar yang dikenal
dengan Ci Sie (energy vital), system meridian dan titik akupresur. Ci
diartikan sebagai sari makanan, sedangkan Sie diartikan sebagai darah
sehingga jika merujuk pada arti tersebut, Ci Sie sering diartikan sebagai
energi vital (Snyder & lindquis,2010). Komponen selanjutnya adalah
system meridian yang menjadi saluran energy vital yang beredar keseluruh
19. 16
bagian tubuh. System meridian berfungsi untuk menghubungkan bagian
tubuh satu dengan yang lainnya, hubungan yang terbentuk adalah hubungan
dua arah antar organ tersebut. Selain itu system meridien juga berfungsi
sebagai penghubung titik akupresur dengan organ dan menghubungkan
jaringan tubuh dengan panca indera. Saluran yang terhubung tersebut dapat
berfungsi sebagai penyampaian infomasi ketika terjadi gangguan fungsi
organ. Pada system meridien yang terhubung pada seluruh tubuh, terdapat
titik-titik akupresur disepanjang saluran tersebut. Titik akupresur dibagi
menjadi tiga yaitu titik akupresur umum yang dijumpai di sepanjang
saluran meridien, titik akupresur istimewa yaitu, titik yang tidak menenti
disepanjang ataupun diluar jalur meridien yang terakhir adalah titik nyeri
yaitu titik yang berada pada daerah keluhan (fengge,2012).
Akupresur dan akupunktur merupakan terapi yang memiliki efek
samping minimal, namun terapi ini tidak dapat dilakukan pada bagian tubuh
yang mengalami bengkak, patah atau retak tulang serta kulit terbakar
(sukanta,2008). Pemijatan pada titik akupresur dilakukan setelah
menemukan titik meridien yang tepat yang ditandai timbulnya rasa nyeri.
Durasi dan kuantitas tekanan ditentukan berdasarkan jenis pijatan. Pijatan
yang ditujukan untuk penguatkan (yang) dilakukan sebanyak 30 kali
tekanan pada masing-masing titik dan dilakukan pemutaran pijatan searah
jarum jam. Sedangkan pemijatan yang berfungsi untuk melemahkan (Yin)
dapat dilakukan sebanyak 30-50 kali tekanan dan cara pemijatan dilakukan
berlawanan arah jarum jam (sukanta,2008; Fengge, 2012). Artinya
pemberian pijatan tergantung kebutuhan, misalnya kondisi tubuh demam;
maka pijatan yang diberikan adalah pelemahan (yin) karena kondisi demam
adalah situasi yang (kuat) bertujuan untuk diturunkan.
Proses terapi akupunktur atau akupresur membutuhkan
pemeriksaan, sehingga penting tersedia ruangan yang nyaman dan
memenuhi privacy klien. Pemeriksaan dilakukan melalui pengamatan pada
bagian tubuh klien, misalnya mengalami pembengkakan, luka ataupun
perubahan warna kulit. Setelah pengamatan kasat mata dilakukan terapis
20. 17
juga harus memperhatikan adanya bau, cek kondisi lidah, palpasi abdomen,
titik tubuh yang akan dilakukan tindakan, dan palpasi nadi di area radial
pergelangan tangan (Snyder & Lindquis, 2010). Konfirmasi perlu
dilakukan untuk memastikan hasil pengamatan,maka dari itu terapis perlu
dilakukan wawancara mengenai sebab penyakit, riwayat penyakit, keluhan,
riwayat pengobatan, pola makan, kebiasaan buang air besar dan kecil serta
kebiasaan tidur. Setelah pemeriksaan dilakukan menentukan titik-titik yang
akan dipijat atau ditusuk sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien,
selama tindakan observasi respon klien untuk mengantisipasi tindakan yang
diperlukan misalnya tanda-tanda shock (keluar keringat dingin, pucat,
lemas, mual, dan pusing), kejang otot (kram,kaku,otot), dan bengkak
apabila ada tanda-tanda tersebut maka hentikan pijitan, tenangkan dan
istirahatkan. Evaluasi hasil tindakan yang telah diberikan.
Terapi akupresur dapat dilakukan secara mandiri dengan memijat
bagian tubuh sendiri. Hal ini berguna untuk mengatasi keluahan gangguan
kesehatan akibat aktivitas kerja, seperti sakit kepala, sakit leher atau
tengkuk, mata lelah, nyeri bahu, nyeri peregangan tangan, nyeri pinggang,
nyeri lutut dan keluhan psikis yang ditimbulkan dari stress kerja. Bagian
tubuh yang dapat digunakan untuk memijat titik akupresur adalah jari-jari
tangan. Jika menggunakan alat makan alat tersebut harus dipilih yang
memiliki ujung tumpul. Sebelum memulai pijatan pada titik tertentu
sebaiknya dilakukan relaksasi dengan cara memijat secara lembut area
seperti tengkuk, bahu, lengan, tangan, pinggang paha, dan kaki
menggunakan jari-jari telapak tangan, selanjutnya pijatan pada titik tertentu
dapat dilakukan .
3. Terapi Masase
Teknik ini dengan cara menekan, mengusap, dan memanipulasi otot
dan jaringan lunak lainnya pada tubuh. Pengertian massase telah
mengalami proses penyempurnaan berdasarkan ilmu-ilmu mengenai tubuh
manusia serta gerakan-gerakan tangan yang bersifat mekanis terhadap
tubuh manusia yang dilakukan dengan berbagai teknik (Synder &
21. 18
Lindquist, 2010). Massase dapat berfungsi sebagai salah satu terapi untuk
meredakan berbagai keluhan fisik seperti rasa kembung,
menghilangkannyeri dan meredakan stres serta kelelahan fisik. Massase
membantu mengurangi ketegangan otot dengan menstimulasi sirkulasi
darah dalam tubuh, relaksasi, mengurangi nyeri, sedangkan pada bayi
melancarkan sirkulasi sehingga efektif meningkatkan berat badan (Synder
& Lindquist; Mantle & Tiran, 2009). Tindakan massase untuk dewasa dan
anak-anak caranya berbeda-beda.
Teknik massase ada berbagai macam cara gerakan. Misalnya
menggunakan cara mengusap, friction (gerakan melingkar kecil-kecil
menggunakan jari dengan penekanan), meremas, mencincang, memukul,
dan menggetar (vibrasi) merupakan gerakan dasar (Mantle & Tiran, 2009,
Kementerian Kesehatan RI, 2014). Setiap cara gerakan memiliki ritme dan
teknik sesuai dengan tujuan dan area tubuh tertentu. Hal yang perlu
diperhatikan adalah hindari tindakan pada daerah yang ada pembengkakan,
infeksi kulit, mengalami penyakit pembuluh darah (seperti arterisklerosis,
hemophilia, thrombosis), hamil muda, sambungan pada patah tulang yang
baru sembuh dan penyakit lain yang sekitarnya berdampak apabila
mendapatkan pijatan (Snyder & Lindquist, 2010). Bahan yang digunakan
sebagai pelumas dapat digunakan apabila diperlukan, penting pengkajian
awal untuk menghindari masalah baru.
4. Yoga
Yoga merupakan suatu sarana untuk mencapai suatu tingkat aktivitas
untuk pikiran dan jiwa agar berfungsi bersama secara harmonis (Shindu,
2013). Yoga merupakan salah satu terapi yang memiliki dasar pengetahuan
mengenai seni pernapasan, anatomi tubuh manusia, pengetahuan tentang
cara mengatur napas disertai gerakan anggota badan, cara melatih
konsentrasi dan kedamaian pikiran.
Teknik ini mengkombinasikan postur fisik, teknik napas dalam dan
meditasi atau relaksasi. Yoga bermacam-macam tergantung aliran yang ada
(Synder & Lindquist, 2010, Kinasih, 2010). Yoga mengkombinasikan
22. 19
postur, pernapasan dan meditasi ataupun relaksasi, maka untuk mampu
melakukan dengan benar dengan menggunakan buku-buku panduan yang
ada, mengikuti kelas yoga, ataupun video. Latihan yoga harus
memperhatikan kemampuan dan keterbatasan individu seperti factor usia,
jenis kelamin, kondisi kesehatan, kondisi fisik dan emosional. Jenis yoga
yang direkomendasikan adalah mild yoga. Mild yoga adalah jenis yoga
yang dikhususkan untuk wanita yang sedang berada pada tahap kehamilan.,
menstruasi,lansia, dan manepouse yang bertujuan untuk mencapai
keseimbangan kondisi mental dan fisil yang sehat (Synder & Linquist,
2010).
5. Bekam
Bekam dikenal dari masa kuno, cina dan timur tengah sebagai salah
satu teknik pengobatan tertua didunia. Pengertian bekam adalah melakukan
suction pada bagian tertentu (local) dengan menggunakan cups pada area
yang telah dipilih pada tubuh. Setelah beberapa menit, cup akan
dipindahkan dan dilakukan penyayatan kecil dengan menggunakan scalpel.
Suction kedua menggunakan cup pada bagian tersebut akan mengeluarkan
darah dari dalam tubuh dengan kuantitas kecil yang berfungsi untuk
mengeluarkan racun dari tubuh (El Syaded, Mahmoud, &
Nabo, 2013)
Tujuan utama dari terapi ini adalah untuk mempercepat aliran darah
dan membantu mengeluarkan darah yang sudah tidak memiliki manfaat
bagi tubuh. Bekam juga berguna untuk mengeluarkan racun dari sirkulasi
kulit dan kompartemen interstisial (Kim et al, 2012). Pada klien terapi
bekam terdapat hubungan dari kulit dengan organ internal lainnya seperti
system peredaran limpa dan system imun.
Terdapat dua tipe utama dari bekam yaitu kering (dry cupping) yaitu
dengan melakukan suction pada kulit secara langsung dilakukan
penyedotan oleh vakum pada cup. Area pemasangan vakum diletakkan cup
di atas area kongesti atau titik akupuntur (Mantle & Tiran, 2009). Bekam
23. 20
basah (wet cupping) pada area tersebut di insisi pada bagian superfisial
kulit, lebih aman apabila menggunakan lancet, sehingga darah dapat keluar
pada bagian kulit yang dilakukan penyedotan oleh vakum. Kedua tipe
tersebut sangat dianjurkan meningkatkan intake air terlebih dahulu sebelum
tindakan. Bekam kering selalu digunakan sebelum bekam basah.
Pengamatan penulis yang harus diperhatikan dalam tindakan saat
melakukan tarikan vakum secukupnya saja karean beresiko terjadinya
bulae akibat tarikan yang terlalu kuat. Hal lain yang harus di perhatikan
adalah tindakan septik dan antiseptic selama interval bekam basah.
6. Terapi Benson
Terapi ini dikenal dengan respons relaksasi, yaitu kondisi fisiologis
dan psikologis yang melawan stress (Dusek & Benson, 2009). Benson dan
Proctor mendefinisikan teknik relaksasi benson adalah upaya
pengembangan metode relaksasi pernapasan dengan melibatkan keyakinan
klien mengenai kondisi kesehatannya sehingga dapat membantu
menciptakan lingkungan internal dan membantu klien mencapai kondisi
kesehatan dan kesejahteraan yang lebih tinggi
(Purwanto, 2006). Respons relaksasi adalah salah satu teknik meditasi
sederhana untuk mengatasi tekanan dan meraih ketenangan hidup. Teknik
relaksasi benson merupakan teknik latihan napas yang bertujuan untuk
mengurangi stress.
Teknik relaksasi Benson menggabungkan antara meditasi dengan
relaksasi napas dalam. Tujuan kombinasi tersebut adalah untuk
meningkatkan vertilisasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah
atelektasi paru, meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stress fisik
maupun emosional serta membantu keluhan sulit tidur. Hal yang perlu di
perhatikan selama intervensi kondisi lingkungan yang terang agar tercapai
efek optimal, kemampuan fisik, memungkinkan tindakan. Evaluasi
tindakan paska latihan adalah tercapainya tujuan, klien mampu mengikuti
tindakan sesuai arahan pemandu.
24. 21
7. Hipnoterapi
Teknik terapi ini digunakan untuk membantu orang lain dalam
menciptakan kemungkinan hidupnya lebih berarti melalui cara
mengekspresikan diri dalam berbagai hal (Stanley, 2014). Hypnosis secara
tradisional dianggap sebagai kesadaran yang berubah, mirip dengan
keadaan yang dialami saat mendengarkan music, menonton tv, melamun
atau berkonsentrasi pada tugas (Mantle & Tiran, 2009). Kamus besar
bahasa Indonesia hypnosis adalah keadaan seperti tidur karena sugesti,
pada saraf permulaan orang tersebut berada dibawah pengaruh orang yang
mensugestinya, tetapi pada saraf berikutnya menjadi tidak sadar sama
sekali. Keadaan hipnosisi dikaitkan dengan adanya peningkatan sugesti,
memfasilitasi interaksi antara terapis dan subjek yang memungkinkan
praktisi membuat sugesti untuk memfasilitasi seseorang agar mengubah
cara berfikir, perasaan atau raksi terhadap peristiwa atau situasi tertentu
(Mantle & Tiran, 2009). Contohnya klien lansia yang diberi sugesti tidur
sehat dapat membantu meningkatkan kualitas tidurnya (Haryanto, 2016).
McCann (2008) menjelaskan hypnosis sebagai suatu bentuk
komunikasi dengan klien untuk terlibat dalam menyerap proses terapi dan
perubahan. Kondisi hypnosis adalah sala satu dari “penyerapan terfokus”,
agar klien lebih mudah dalam mempertibangkan dan memodifikasi
pandangan subjektif dirinya. Syarat dalam melakukan hipnosisi di
antaranya membuat mata lelah dan memejamkan mata, munculnya
relaksasi, terbentuknya kepercayaan dan hubung emosional yang baik
dengan terapis di ikuti dengan sugesti yang diformat baik melalui katakata
ataupun ekologis (gerakan), dilakukan berulang dan melibatkan
emosionalnya serta membawa hati klien kepada sugesti (Elias, 2009).
Proses pemberian pesan merubah diri dalam keadaan relaksasi, namun pada
klien psikosis akut tindakan ini merupakan kontraindikasi (Mantle &
Tiran). Perawat dapat membantu klien melakukan terapi ini misalnya klien
yang ingin menghentikan kebiasaan buruk seperti adiktif pada nikotin,
makanan, obat-obatan, alcohol dan kebiasaan lainnya (Elias).
25. 22
Hipnosis dapat dilakukan dengan bantuan maupun secara mandiri.
Setelah teridentifikasi permasalahan dasar dan keinginan untuk mengatasi
masalah melalui pengkajian yang mendalam. Menurut elias (2009), secara
ringkas teknik hypnosis dilakukan melalui syarat : melelahkan mata dan
memejamkan mata, relaksasi, kepercayaan dan hubungan emosional yang
baik, sugestu linguistic dan ekologis yang diformat dengan baik,
pengulangan dan membawa hati kepada sugesti. Komplikasi hypnosis
umumnya bersifat sementara misalnya terjadi lelah, gelisah, bingung,
pusing dan mual. Kontra indikasi hypnosis adalah gangguan psikiatri,
trauma psikologis yang mendalam, dan epilepsy. Hal yang harus di
perhatikan secara tindakan adalah kondisi lingkungan yang tenang,
memperhatikan klien. Evaluasi tindakan klien terhadap proses pra induksi,
kategori klien tergantung mudah atau tidak dilakukan sugesti, ketepatan
dan ketepatan waktu memasukkan induksi akan mempengaruhi hasil
tindakan dalam mencapai tujuan.
8. Food Combining
Food Combining adalah pola makan yang diselaraskan dengan
mekanisme alamiah tubuh manusia. Artinya cara ini menggunakan pola
makan yang benar sesuai dengan siklus pencernaan sehingga mengatur
waktu makan dan kombinasi makanan yang serasi (Gunawan, 1999).
Tujuan dilaksanakannya food combining adalah untuk mempermudah
pekerjaan system pencernaan sehingga pemakaian energy tubuh lebih
efisien dan tubuh menjadi sehat serta membentuk berat badan dan tinggi
badan yang ideal.
Prinsip food combining sebenarnya tidak berbeda dengan pola
makan gizi seimbang, hanya saja menyesuaikan dengan siklus pencernaan
tubuh manusia. Siklus tersebut terbagi dalam tiga periode yaitu siklus
pencernaanm siklus penyerapan dan siklus pembuangan (gunawan).
Penjelasan gunawan lebih lanjut bahwa siklus pencernaan berlangsung
pada pukul 12.00 – 20.00 waktu ini merupakan saat yang tepat untuk
mengkonsumsi makanan padat karena periode ini tubuh mencerna makanan
26. 23
secara aktif. Siklus penyerapan dimulai pada pukul 20.00 – 04.00 WIB.
Sebagian besar zat makanan yang telah dicerna dibagikan ke seluruh tubuh.
Pada saat ini sebaiknya jangan banyak melakukan aktifitas dan tidak makan
lagi, karena sel-sel tubuh yang rusak diganti pada periode ini. Siklus
pembuangan merupakan siklus terakhir yang terjadi pada pukul 04.00 –
12.00 WIB. Energy sangat banyak dikeluarkan pada periode ini. Sebaiknya
menghindari makan makanan padat pada periode ini dan cukup dengan
meminum segelas jus. Ketiga periode tersebut bukan hanya memperhatikan
jam waktu makan, tetapi juga keseimbangan asam dan basa (nilai pH
makanan) yang dimakan. Berdasarkan periode makan yang ada dan prinsip
keseimbangan asam basa, maka dalam melakukan food combining harus
dipersiapkan pengelompokan makanan yaitu makanan pembentuk asam,
makanan ini berbentuk protein hewani seperti daging, lemak, minyak,
produk susu, biji-bijian, kacang tanah dan makanan mengandung ragi serta
alcohol. Berikut adalah makanan pembentuk basa bisa dikonsumsi melalui
buah-buahan, sayuran, kentang yang direbus dengan kulitnya, susu mentah,
kedelai, taoge, kacangkacangan (kecuali kacang tanah).
Penyusunan menu dengan metode food combining adalah menyusun
menu dengan serasi, mengatur makanan yang cocok (lebang, 2014).
Sebaiknya makanan pembentuk asam basa dimakan sekaligus sehingga
akan tercapai makanan yang sifatnya netral. Semua kelompok makanan
yang ada pada tahapan persiapan dapat dimakan secara bersamaan, kecuali
kelompok pati dan protein tidak boleh dimakan secara bersamaan
melakukan kombinasi unsur protein dan lemak, unsur lemak berguna
melambatkan laju pencernaan sehingga protein cukup waktu untuk
berinteraksi dengan asam lambung. Protein mengandung lemak sehingga
jika dikombinasi dengan lemak maka makanan akan lebih lama berada
dalam lambung asam dapat melarutkan lemak dan enzim pengurai lemak
membutuhkan pH asam. Menambahkan asam pada makanan berkadar
lemak tinggi menyebabkan pH sangat asam dan menghambat protein
pencernaan. Contoh manfaat dari penggunaan metode ini membantu
27. 24
menurunkan massa lemak, insulin, kolestrol total (Golay, et all, 2000;
Weickert, 2012).
D. Penggunaan Terapi Komplementer dalam Keperawatan di Indonesia
Perkembangan terapi komplementer di Indonesia mengalami kemajuan
pesat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya institusi pendidikan tinggi yang ikut
mengembangkan berbagai jenis terapi. Misalnya telah dibukanya paska sarjana
akupuntur dan herbal. Perkembangan lain adapula yang menjadikan salah satu
kompetensi profesi tertentu sehingga dimasukkan ke dalam kurikulum
pendidikan misalnya di kedokteran, keperawatan, kefarmasian dan fisioterapi.
Perkembanga keilmuan ini sejalan dengan pemanfaatan berbagai jenis terapi
yang ada di masyarakat. Perkembangan ilmu yang ada juga didukung mulai
munculnya organisasi yang mewadahi peminat keilmuan komplementervyang
bertujuan memberikan intervensi yang holistik.
Penggunaan terapi komplementer di Indonesia berbeda-beda
tergantung dari minat, kebutuhan, ketersediaan, dan keinginan klien ataupun
keluarganya. Pengetahuan masyarakat di Indonesia tentang tindakan
tradisional bervariasi sehingga dalam menggunakan terapi komplementer
berbeda-beda. Disamping itu pemanfaatannya tergantung dari jenis penyakit
yang diderita, paling umum dan sudah membudaya adalah pemanfaatan
produk alami yang dikenal dengan jamu. Istilah ini berasal dari bahasa Jawa
dipakai di seluruh Indonesia (WHO,2010). Jenis terapi komplementer
tradisional lainnya adalah pijat, yang berkembang saat ini dipraktekkan dalam
pelayanan SPA adalah pijat Jawa dan Bali sedangkan shiatsu, tuina, lomilomi,
Swedish, akupresur, refleksi termasuk yang berasal dari negara lain
(Kementerian Kesehatan RI, 2014). Hal ini menunjukkan jamu dan pijat
termasuk pengobatan atau pelayanan tradisional khas Indonesia.
1. Jamu
Tahun 1988 merupakan awal dimulainya program pengembangan
potensi obat tradisonal sebagai alternatif pelayanan kesehatan (Chaudhury
28. 25
&Rafei, 2001). Obat tradisional Indonesia dikenal dengan istilah jamu
(WHO, 2010). Perkembangan jamu saat ini dikelola secara tradisional dan
modern, beberapa pabrik jamu di Indonesia bahkan sudah sampai
dimancanegara. Jamu tradisional yang dikelola secara manual dapat
ditemukan di masyarakat Indonesia dengan membuat sendiri dan masih
banyak ditemukan yang dijual keliling kampung misalnya jamu gendong
(Wulandari dan Azrianingsih, 2014). Perkembangan jamu dikelola secara
modern sudah semakin maju dengan adanya pabrik yang diproduksi secara
masal da nada yang telah menggunakan resep dokter.
2. Pijat
Tindakan pijat memiliki prinsip yang hampir sama dengan masase,
penekanan pada bagian ini adalah, banyaknya jenis pijat yang ada di
Indonesia tergantung wilayah tempat tinggal masyarakat. Istilah yang
banyak beredar dimasyarakat pijat bermacam-macam, misalnya pijat dan
urut. Pijat memiliki tujuan untuk rileks, melemaskan otot dan
memperlancar peredaran darah.
29. 26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi komplementer merupakan pelengkap dalam intervensi keperawatan.
Setiap individu akan berusaha untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai
keinginan dan kemampuan dirinya. Perawat sebagai professional kesehatan
yang kompeten akan berusaha mengembangkan kemampuan terhadapi
keilmuan yang menunjang dalam praktik keperawatan, melakukan atau
menggunakan sebagai hasil penelitian yang membahas terapi komplementer.
Jenis terapi komplementer begitu banyak, penggunaannya dipilih sesuai dan
tidak bertentangan dengan pengobatan konfensional yang telah digunakan
klien. Perawat perlu mengetahui tehnik yang ada, untuk dapat mempersiapkan
klien yang akan mendapatkan tindakan komplementer dan membantu
memberikan intervensi yang sesuai kebutuhannya. Prinsip perlindungan dan
keamanan serta kenyamanan tindakan untuk perawat dan klien harus
diperhatikan, misalnya tindakan antiseptik, komunikasikan terapi, tempat yang
tenang dan nyaman sesuai kebutuhan serta mengikuti langkah yang tepat sesuai
tahapan intervensi dan dilakukan untuk melengkapi tindakan keperawatan
dalam asuhan keperawatan.
B. Saran
Perawat dalam memenuhi kebutuhan tersebut membutuhkan pengetahuan
dan ketrampilan untuk dapat memberikan intervensi pada klien. Tindakan yang
dilakukan perawat harus menjadi bagian dari asuhan keperawatan serta
memperhatikan prinsip holistik, komprehensif, dan kontinum. Apabila perawat
mampu memahami dan melaksanakan konsep tersebut, diharapkan pelayanan
kesehatan terbaik untuk klien dapat diberikan karena masyarakat Indonesia saat
ini banyak yang sangat mempercayai kombinasi terapi tradisional dan
konvensional dalam pemenuhan kesehatannya.