Toxic masculinity lahir dari konstruksi sosial masyarakat patriarki yang menuntut laki-laki bersikap sesuai standar tertentu seperti tidak boleh menangis. Hal ini berhubungan dengan budaya patriarki dimana laki-laki mendapatkan kekuasaan dan dominasi atas perempuan. Toxic masculinity dapat melanggengkan sistem patriarki dan menyebabkan diskriminasi serta kekerasan terhadap perempuan.
2. – Toxic Masculinity lahir dari konstruksi sosial dari masyarakat patriarkis yang
mengarah pada sikap dan perilaku. Masyarakat kita membentuk konstruksi
maskulinitas. Laki-laki dituntut untuk tegas, tidak cengeng, dan berjiwa
pemimpin. Dalam society kita, masyarakat kita cenderung mengelompokkan
gender seperti laki-laki dituntut untuk kuat dan perempuan dikatakan sebagai
makhluk yang lemah.
– Jika ada seseorang lelaki yang kelihatan tidak sesuai dengan konstruksi
maskulinitas yang sudah dibangun. Maka, lelaki tersebut akan mendapatkan
sanksi sosial misalnya, pengucilan dari lingkungan masyarakat, dan bullying.
3. Seperti apa ciri ciri dari
toxic masculinity?
Toxic masculinity ini sedikit banyaknya
menuntut lelaki bersikap sesuai “Standar ”
yang sudah ditetapkan masyarakat. Lelaki
dituntut tidak boleh menangis dan jika
menangis, maka lelaki tersebut sering
dianggap “Cengeng”. Padahal, menangis
adalah luapan emosi yang tidak
memandang gender dan bersifat
manusiawi. Jadi, tidak ada salahnya lelaki
ataupun perempuan itu menangis.
4. Apa hubungannya toxic
masculinity dengan budaya
patriarki?
Toxic masculinity juga berhubungan dengan patriarki. Secara
umum, patriarki merupakan sistem sosial yang menempatkan laki-
laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam
peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan
penguasaan properti. Sebaliknya, patriarki menempatkan
perempuan sebagai subordinat dan memposisikan laki-laki
sebagai pemegang kontrol utama yang mendominasi dan
mengatur perempuan.
Lalu, praktik sistem patriarki kerap membawa perempuan ke
dalam posisi yang tidak adil. Ketidakadilan tersebut juga
dapat masuk ke dalam beragam aspek kehidupan, seperti
aspek domestik, ekonomi, politik, dan budaya. Bentuk nyata
ketidakadilan gender tersebut dapat juga terlihat dari
kesenjangan antara peran laki-laki dan perempuan dalam
masyarakat
5. Apa hubungannya toxic
masculinity dengan budaya
patriarki?
Nah, Toxic masculinity bisa melanggengkan sistem patriarki yaitu
kuasa berada pada tangan laki-laki yang dapat merugikan kaum
perempuan. Sehingga perempuan merasa terintimidasi dan tidak
bisa bergerak secara leluasa karena istilah “perempuan lebih
rendah dari laki-laki” . Hal ini juga dapat mengakibatkan laki-laki
melakukan diskriminasi terhadap perempuan karena merasa lebih
superior. Sehingga para korban takut untuk bersuara disebabkan
korban merasa terpojok. Yang dimana akhirnya timbul
kekerasan pada perempuan
seperti data berikut
6. Berdasarkan data di samping Jumlah kekerasan tertinggi di
ranah KDRT atau ranah personal diduduki oleh kekerasan
terhadap istri yang mencapai 3.221 kasus di indonesia pada
tahun 2020
7. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat, sebanyak
25.050 perempuan menjadi korban kekerasan di Indonesia sepanjang 2022. Jumlah
tersebut meningkat 15,2% dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2021 sebanyak 21.753
kasus. Dilihat dari tempat kejadian, rata rata tertinggi kekerasan terhadap perempuan
terjadi di lingkup rumah tangga.
8. Dampak dari Toxic masculinity ini juga memberikan privilege( hak
istimewa) terhadap laki-laki misalnya,mereka mendapatkan gaji yang
lebih besar dibandingkan perempuan. Padahal jam kerjanya sama. Lalu,
mereka bisa menempatkan banyak posisi pemimpin dalam berbagai
sektor. Hal inilah menjadi salah satu faktor patriarki terus ada hingga
sekarang.
9. Apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi atau mencecegah Toxic Masculinity?
Sebenarnya toxic masculinity ini bisa dicegah saat usia anak masih kecil supaya tidak berkelangsungan
dan berdampak buruk.
Berikut adalah cara mencegah toxic masculinity yang bisa kita lakukan.
1. Selalu Ajarkan Anak untuk Mengekspresikan Diri dengan Baik Cara mencegah toxic masculinity yang
pertama adalah dengan selalu mengekspresikan diri kepada orang lain. Ajarkan kalau anak laki-laki juga
boleh menangis karena hal itu wajar terjadi dan menangis bukan hanya untuk perempuan saja.
2. Hindari Perkataan yang Merendahkan Perempuan
Hindarilah perkataan yang merendahkan perempuan seperti,”jangan berjalan seperti perempuan” atau
“jangan berbicara seperti perempuan.”
Jika perkataan seperti itu bisa dihindari, maka anak laki-laki bisa terhindar dari maskulinitas beracun.
3. Saling menghargai dan mengandalkan tanpa harus ada pandangan perbedaan gender
10. "Hidup bukanlah persaingan antara
pria dan wanita, melainkan adalah
kolaborasi." - David Alejandro
Fearnhead