Mega yasma adha 2015510005 tugas makalah tata guna tanah
dibuat untuk melaksanakan tugas kuliah dalam mata kuliah tata guna tanah, teknik geodesi institut teknologi padang
Mega yasma adha 2015510005 tugas makalah tata guna tanah
1. MAKALAH
TATA GUNA TANAH
Disusun Oleh :
Mega Yasma Adha
2015510005
Dosen Pembimbing :
Dwi Arini, M.T
PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI PADANG
2018
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan bimbingan-Nya Makalah mengenai Tata Guna Tanah ini dapat terselesaikan
dalam rangka menunjang proses pembelajaran. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Tata Guna Tanah. Diharapkan makalah ini dapat
memberikan informasi dan pengetahuan bagi kita semua. Kami menyadari makah
ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami di
masa yang akan datang.
Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing
serta semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini, semoga semua
yang telah berjasa dalam penyusunan makalah ini mendapat balasan yang sebaik-
baiknya dari Allah SWT.
Padang, 31 Desember 2018
Mega Yasma Adha
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN ..................................................................................3
2.1 Konsep Tanah Untuk Pembangunan Nasional................................3
2.2 Pembangunan Wilayah....................................................................4
2.3 Pengadaan Tanah ............................................................................5
2.4 Landasan Hukum Pengadaan Tanah ...............................................5
2.5 Landasan Hukum Penggunaan dan Penguasaan Tanah ..................8
2.6 Hak Atas Tanah Dalam Pengadaan Tanah......................................9
BAB III : PENUTUP ..........................................................................................10
3.1 Kesimpulan ...................................................................................10
3.2 Saran ............................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
4. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kegiatan pembangunan terdapat 2 (dua) kegiatan penting yang harus
dilakukan yaitu kegiatan pengadaan tanah dan kegiatan proyek pembangunan itu
sendiri. Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara
memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak (Pasal 1
angka 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum). Perlu ditegaskan bahwa kegiatan
pengadaan tanah dalam hal ini sifatnya khusus, artinya khusus ditujukan kepada
kepentingan umum. Dalam Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 2 Tahun
2012 sudah dijelaskan bahwa Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa,
negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Pembangunan Nasional yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat
Pembukaan UUD 45, dari tahun ke tahun terus meningkat. Bersamaan dengan itu
jumlah penduduk terus bertambah, dan sejalan dengan semakin meningkatnya
pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat dan beragam pula
kebutuhan penduduk itu. Termasuk dalam kegiatan pembangunan Nasional itu
adalah pembangunan untuk kepentingan umum. Penduduk yang semakin
bertambah dengan tingkat kemakmuran yang semakin baik, tentunya
membutuhkan berbagai fasilitas umum seperti : jaringan/transportasi, fasilitas
pendidikan, peribadatan, sarana olah raga, fasilitas komunikasi, fasilitas
keselamatan umum dan sebagainya.
Pembangunan fasilitas-fasilitas umum seperti tersebut di atas, memerlukan
tanah sebagai wadahnya. Dalam hal persediaan tanah masih luas, pembangunan
fasilitas umum tersebut tidak menemui masalah, tetapi persoalannya tanah
merupakan sumberdaya alam yang sifatnya terbatas, dan tidak pernah bertambah
luasnya. Tanah yang tersedia sudah banyak yang dilekati dengan hak (tanah hak),
dan tanah negara sudah sangat terbatas persediaannya.
5. Pada masa sekarang ini adalah sangat sulit melakukan pembangunan untuk
kepentingan umum di atas tanah negara, dan sebagai jalan keluar yang ditempuh
adalah dengan mengambil tanah-tanah hak. Kegiatan “mengambil” tanah (oleh
pemerintah dalam rangka pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum)
inilah yang kemudian disebut dengan pengadaan tanah.
Melihat uraian diatas, maka saya menulis makalah yang membahas tentang
persoalan-persoalan diatas terkait dengan konsep tanah untuk pembangunan,
pembangunan wilayah, pengadaan tanah, landasan hukum pengadaan tanah,
landasan hukum penggunaan dan penguasaan tanah, serta hak atas tanah dalam
pengadaan tanah.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami buat dalam makalah ini adalah, sebagai
berikut :
1. Bagaimana konsep tanah untuk pembangunan ?
2. Apa yang dimaksud dengan pembangunan wilayah ?
3. Apa yang dimaksud dengan pengadaan tanah ?
4. Apa saja landasan hukum pengadaan tanah ?
5. Apa saja landasan hukum penggunaan dan penguasaan tanah ?
6. Apa saja hak atas tanah dalam pengadaan tanah ?
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis dengan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konsep tanah untuk pembangunan ?
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pembangunan wilayah ?
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengadaan tanah ?
4. Untuk mengetahui apa saja landasan hukum pengadaan tanah ?
5. Untuk mengetahui apa saja landasan hukum penggunaan dan penguasaan
tanah ?
6. Untuk mengetahui apa saja hak atas tanah dalam pengadaan tanah ?
6. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Tanah Untuk Pembangunan Nasional
Dalam setiap kegiatan pembangunan pasti memerlukan tanah sebagai
wadahnya. Pembangunan tersebut tidak akan menemui masalah apabila
persediaan tanah masih luas. Namun, yang menjadi permasalahan adalah Tanah
yang merupakan sumber daya alam bersifat terbatas, dan tidak bisa bertambah
luas secara sendirinya dan tanah negara sudah sangat terbatas persediaannya.
Peningkatan penggunaan tanah untuk keperluan berbagai macam
pembangunan semakin meningkat, sedangkan menurut Sudaryo Soimin dalam
bukunya yang berjudul Status Hak dan Pembebasan Tanah mengatakan bahwa,
“Tanah negara yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan tersebut sudah sangat
terbatas sekali atau tidak ada lagi”. Oleh sebab itu, kegiatan pengadaan tanah
untuk kepentingan pembangunan memang harus mengambil tanah rakyat untuk
dijadikan tanah negara melalui penggantian kerugian. Sayangnya seringkali
pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan belum sepenuhnya berpihak
kepada rakyat pemilik tanah.
Dalam banyak kasus sudah sering muncul masyarakat yang terkena dampak
dari pengadaan tanah menjadi korban. Hal tersebut dikarenakan kurang
terpenuhinya prinsip keadilan, kemanfaatan dan kepastian dalam pengadaan tanah
untuk pembangunan, khususnya dalam proses perolehan tanah.
Konsep dari tanah sebagai pembangunan nasional diartikan pembangunan
Nasional yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat Pembukaan UUD
45, kegiatan Pembangunan Nasional itu salah satunya adalah pembangunan untuk
kepentingan umum. Pembangunan untuk kepentingan umum diperlukan seiring
dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Sehingga dibutuhkan
penambahan berbagai fasilitas umum seperti : jaringan/transportasi, fasilitas
pendidikan, peribadatan, sarana olah raga, fasilitas komunikasi, fasilitas
keselamatan umum dan sebagainya.
Pembangunan fasilitas-fasilitas umum seperti tersebut, memerlukan tanah
sebagai wadahnya. Dalam hal persediaan tanah masih luas, pembangunan fasilitas
7. umum tersebut tidak menemui masalah. Tetapi persoalannya tanah merupakan
sumberdaya alam yang sifatnya terbatas, dan tidak pernah bertambah luasnya.
2.2 Pembangunan Wilayah
Pembangunan wilayah adalah upaya mencapai pembangunan berimbang
(balance development). Isu pembangunan wilayah atau daerah berimbang yaitu
tidak mengharuskan adanya kesamaan tingkat pembangunan antar daerah (equally
developed), juga tidak menuntut pencapaian tingkat industrialisasi wilayah atau
daerah yang seragam, juga bentuk-bentuk keseragaman pola dan struktur ekonomi
daerah, atau juga tingkat pemenuhan kebutuhan dasar (self sufficiency) setiap
wilayah atau daerah.
Pembangunan yang berimbang adalah terpenuhinya potensi - potensi
pembangunan sesuai dengan kapasitas pembangunan setiap wilayah atau daerah
yang beragam (Murry, 2000). Dalam proses pembangunan ekonomi nasional,
tidak terlepas dari pembangunan ekonomi daerah atau regional. Pembangunan
ekonomi daerah adalah proses yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam
mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk pola kemitraan pemerintah
daerah dan sektor swasta dalam menciptakan lapangan kerja baru dan perangsang
pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut. Pertumbuhan ekonomi daerah
dipengaruhi oleh keunggulan komparatif suatu daerah, spesialisasi wilayah, serta
potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah tersebut (Arsyad, 1999).
Istilah pola keruangan erat kaitannya dengan istilah-istilah seperti pemusatan,
penyebaran, pencampuran dan keterkaitan, serta posisi atau lokasi dan lain-lain.
Istilah pola pemanfaatan ruang berkaitan dengan aspek-aspek distribusi spasial
sumberdaya dan aktivitas pemanfatannya menurut lokasi, setiap jenis aktivitas
menyebar dengan luas yang berbeda-beda dan tingkat penyebaran yang berbeda-
beda pula. Dalam cara pandang yang lain, sumberdaya dan aktivitas manusia yang
memanfaatkannya terkonsentrasi dengan tingkat yang berbeda- beda. Secara
formal, ekspresi pola pemanfaatan ruang umumnya digambarkan dalam berbagai
bentuk peta (Ernan Rustiadi, Sunsun Saefulhakim, Dyah R. 2009).
Pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan sektoral,
spasial, serta keterpaduan antar pelaku (institutions) pembangunan di dalam dan
antar wilayah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang
8. sinergis antar sektor pembangunan, sehingga setiap kegiatan pembangunan dalam
kelembagaan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah.
Wilayah yang berkembang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan anatara sektor
ekonomi wilayah, dalam arti terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar
sektor yang sangat dinamis (Ernan Rustiadi,Sunsun Saefulhakim dan Dyah R.
2009)
2.3 Pengadaan Tanah
Berikut adalah beberapa pengertian mengenai pengadaan tanah :
1. Pengertian Pengadaan Tanah Menurut Keppres No. 55 Tahun 1993 :
Pasal 1 : “Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk
mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada orang
yang berhak atas tanah tersebut”.
2. Pengertian Pengadaan Tanah Menurut Perpres No. 36 Tahun 2005 :
Pasal 1 angka (3) : “Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk
mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada orang yang
melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda
yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah”.
3. Pengertian Pengadaan Tanah Menurut Perpres No. 71 Tahun 2012 :
Pasal 1 angka (2) : Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan
tanah dengan cara memberi Ganti Kerugian yang layak dan adil kepada
Pihak yang Berkaitan”.
Pengadaan Tanah adalah perbuatan pemerintah untuk memperoleh tanah
untuk berbagai kepentingan pembangunan, khususnya bagi kepentingan umum.
Pada prinsipnya pengadaan tanah dilakukan dengan cara musyawarah antara pihak
yang memerlukan tanah dan pemenang hak atas tanah yang tanahnya diperlukan
untuk kegiataan pembangunan.
2.4 Landasan Hukum Pengadaan Tanah
Berikut adalah landasan hukum terkait pengadaan tanah :
1. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria dalam Pasal 12 ayat (2) memberikan pengertian lebih lanjut
tentang arti hak menguasai oleh negara, yaitu memberikan kuasa kepada
negara sebagai berikut:
9. 1) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan,
dan pemeliharaan, bumi, air dan ruang angkasa.
2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara manusia
dan perbuata-perbuatan hukum mengenai bumi, air, dan ruang
angkasa.
2. Undang-undang No. 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas
Tanah dan Benda-benda yang Ada diatasnya. Undang-undang ini
merupakan induk dari semua peraturan yang mengatur tentang pencabutan
atau pengambilan hak atas tanah yang berlaku hingga sekarang.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973, merupakan peraturan
pelaksanaan dari ketentuan Pasal 8 Undang-undang N0. 20 Tahun 1961
tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi
sehubungan dengan Pencabutan Hak-hak Atas Tanda dan Benda-benda
yang ada di Atasnya.
4. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973, mengatur tentang Pedoman
Pelaksanaan Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda yang Ada
di Atasnya adalah sebagai aturan pelaksanaan dari UU 20 Tahun 1961.
Didalam konsiderans Instruksi Presiden ini disebutkan 2 hal, yaitu:
1) Pertama, pencabutan hak-hat atas tanah dan benda-benda diatasnya
supaya hanya dilaksanakan benar-benar untuk kepentingan umum dan
dilakukan dengan hati-hati serta dengan cara-cara yang adil dan
bijaksana.
2) Kedua, dalam melaksanakan pencabutan hak-hak atas tanah dan
benda-benda yang diatasnya supaya menggunakan pedoman-pedoman
sebagaimana tercantum dalam lampiran instruksi presiden ini.
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahu 1975, mengatur tentang
Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah. Namun
Permendagri ini telah dicabut oleh Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993
yang mengatur tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum.
10. 6. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, pemerintah menerbitkan
Kepres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Kepres ini bermaksud untuk
menampung aspirasi masyarakat karena adanya dampak negatif dari
Permendagri 1975, selain itu karen keberadaan Permendagri dianggap
bertentangan dengan Pasal 2 UUPA dan Pasal 33 UUD 1945.
7. Pengadaan Tanah menurut Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005,
Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 ini merupakan pengganti Kepres
No. 55 Tahun 1993. Faktor atau alasan diberlakukannya Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2005, dapat dibaca dalam konsiderannya pada
dasar pertimbangannya yaitu:
1) Pertama, bahwa dengan meningkatnya pembangunan untuk
kepentingan umum yang memerlukan tanah, maka pengadaannya perlu
dilakukan secara cepat dan transparan dnegan memerhatikan prinsip
penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah;
2) Kedua, bahwa pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum seperti yang telah diatur dalam Keputusan Presiden
NO. 55 Tahun 1993 sudah tidak sesuai sebagai landasan hukum dalam
rangka melaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum.
8. Pengadaan Tanah menurut Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006,
sebagai suatu peraturan yang relatif baru, maka perlu sekali dilakukan
penelitian, sejauh mana perpres tersebut dilaksanakan dalam praktek .
Proses pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan dan kepentingan
umum. Sebagai ketentuan pelaksana Perpres pengadaan tanah ini, maka
pada tanggal 21 Mei 2007 diterbitkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional (Ka. BPN) No. 3 Tahun 2007, tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagai telah
diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 65 Tahun 2006
tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 36
Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum
11. 9. Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Dalam
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 yang mengatu tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Dengan
diundangkannya Undang-undang tersebut maka pengaturan pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum mempunyai landasan
hukum yang kuat karena diatur dalam sebuah Undang-undang.
2.5 Landasan Hukum Penggunaan dan Penguasaan Tanah
Berikut landasan hukum terkait penggunaan dan penguasaan tanah :
1. Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) dan
(3), Pasal 9 ayat (2) serta Pasal 10 ayat (1) dan (2), pemerintah dalam
rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai
persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya: (a) untuk keperluan
Negara; (b) untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci
lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa; (c) untuk
keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan, dan lain-
lain kesejahteraan; (d) untuk keperluan memperkembangkan produksi
pertanian, peternakan, dan perikanan serta sejalan dengan itu; (e) untuk
keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.
2. Sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 14 UUPA, dalam penjelasan Umum
angka II poin 8 dinyatakan sebagai berikut:
Akhirnya untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa dan
negara di atas dalam bidang agraria, perlu adanya suatu rencana
(planning) mengenai peruntukkan, penggunaan dan persediaan
bumi, air dan ruang angkasa untuk pelbagai kepentingan hidup
rakyat dan negara: Rencana Umum (national planning) yang
meliputi seluruh wilayah Indonesia, yang kemudian diperinci
menjadi rencana-rencana khusus (regional planning) dari tiap-tiap
daerah (pasal 14). Dengan adanya planning itu maka penggunaan
tanah dapat dilakukan secara terpimpin dan teratur sehingga dapat
membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara dan rakyat.
12. 2.6 Hak Atas Tanah Dalam Pengadaan Tanah
Terkait hak atas tanah dalam pengadaan tanah dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Dominium
adalah hak-hak kepemilikan tanah (individu, kolektif, maupun
adat) yang diakui secara penuh (sacred) dan tidak dapat diganggu-gugat
oleh siapapun (unviolated).
2. Empirium
adalah Hak Pemerintah haknya untuk mengambil alih hak atas
tanah demi keselamatan dan/atau kepentingan umum Pemerintah melalui
mekanisme kompensasi yang layak.
13. BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut
:
1. Pembangunan untuk kepentingan umum diperlukan seiring dengan
semakin bertambahnya jumlah penduduk. Sehingga dibutuhkan
penambahan berbagai fasilitas umum seperti : jaringan/transportasi,
fasilitas pendidikan, peribadatan, sarana olah raga, fasilitas komunikasi,
fasilitas keselamatan umum dan sebagainya.
2. Pembangunan wilayah adalah upaya mencapai pembangunan berimbang
(balance development). Isu pembangunan wilayah atau daerah berimbang
yaitu tidak mengharuskan adanya kesamaan tingkat pembangunan antar
daerah (equally developed), juga tidak menuntut pencapaian tingkat
industrialisasi wilayah atau daerah yang seragam, juga bentuk-bentuk
keseragaman pola dan struktur ekonomi daerah, atau juga tingkat
pemenuhan kebutuhan dasar (self sufficiency) setiap wilayah atau daerah.
3. Prinsip pengadaan tanah dilakukan dengan cara musyawarah antara pihak
yang memerlukan tanah dan pemenang hak atas tanah yang tanahnya
diperlukan untuk kegiataan pembangunan.
4. Pengaturan hukum tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum di
Indonesia telah mengalami proses perkembangan sejak unifikasi Undang-
Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Pengadaan tanah untuk
kepentingan umum dilakukan dengan cara pembebasan hak atas tanah
yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun
1975.
3.2 Saran
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dengan mengambil tanah milik
masyarakat umum sangat berkaitan erat dengan masalah Hak Asasi Manusia,
maka seharusnya pengaturannya segera dimuat di dalam Undang-Undang. Lalu
terkait pengadaan tanah dalam pembangunan wilayah sebaiknya lebih
15. DAFTAR PUSTAKA
Ali Achmad Chomzah. 2004. Hukum Agraria ( Pertanahan ) Indonesia
Jilid 1. Prestasi Pustaka Raya : Jakarta.
Bahan Ajar Tata Guna Tanah
Boedi Harsono. 2008. Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan
UUPA, Isi dan Pelaksanaannya) Jilid 2. Djambatan : Jakarta.
Erman Rajagukguk. 1995. Hukum Agraria, Pola Penguasaan Tanah
Daerah Kebutuhan Hidup. Chandra Pratama : Jakarta.
Erna Sri Wibawanti dan R.Murjiyanto. 2013. Hak Atas Tanah dan
Peralihannya. Liberty : Yogyakarta.
E.Utrecht, Moh.Saleh Djindang. 1989. Pengantar Dalam Hukum
Indonesia, Pustaka Sinar Harapan. Cetakan Kesebelas : Jakarta.
Yamin lubis dan Abd. Rahim Lubis. 2008. Hukum Pendaftaran Tanah.
Mandar Maju : Bandung.