5. MATERI
HAM DI INDONESIA DALAM TERANG REFORMASI GEREJA
HAK ASASI DAN KEKUASAAN NEGARA
BANGKITNYA MASYARAKAT PERADABAN
6. HAM DI INDONESIA DALAM TERANG REFORMASI
GEREJA
HAM SEBAGAI BAHASA
ORANG TERTINDAS YANG
TIDAK MAU TUNDUK
HAM HARUS MENDAPAT
DUKUNGAN DARI BANYAK
PIHAK SUPAYA EFEKTIF
DEMOKRASI SENDIRI TIDAK
BISA MELINDUNGI MINORITAS
DARI MAYORITAS YANG
INTOLERAN
HAM DI TINGKAT NASIONAL
SEHARUSNYA DIWUJUDKAN
DULU DI LINGKUNGAN LOKAL
KONSEP HAK HARUS
DIIMBANGI DENGAN KONSEP
KEWAJIBAN
ETIKA TENTANG HAM BISA MENYATUKAN UNSUR-UNSUR
MASYARAKAT YANG SANGAT BERANEKA RAGAM
TOLERANSI LEWAT DIALOG,
WACANA, DAN PERDEBATAN,
MENJADI DASAR HAM
7. HAM tidak mungkin datang
dari atas, dari orang
berkuasa atau dari bawah,
dari orang yang sudah
pasrah dengan
ketidakadilan. Gerakan
aktivis, LSM, cendekiawan,
dan mahasiswa yang
berjuang tanpa lelah sudah
membuktikan bahwa isu
HAM mempunyai dukungan
yang sangat kuat di
Indonesia.
8. HAM memerlukan dukungan dari semua
pihak termasuk kekuasaan, walaupun
kadang-kadang harus dipaksakan. HAM di
Indonesia tidak mungkin akan dijaga
kecuali ada dukungan dari ABRI. Secara
struktural dan nyata, ABRI seharusnya
dekendalikan oleh masyarakat sipil. Tanpa
itu, yang seharusnya menjaga HAM bisa
menjadi pelanggar HAM yang paling
besar.
9. Jika kita melatih HAM dalam
dalam hidup sehari-hari, kita
akan mampu membangun
negara di mana HAM
dihormati. Lewat latihan
sehari-hari, HAM akan
ditanam sebagai kebiasaan
hati setiap warga negara.
10. Kita memerlukan konstitusi
yang kuat dan jelas yang
melindungi hak-hak setiap
warga negara. Lebih dari
itu, harus ada pemerintah,
institusi hukum, dan
kepolisian yang cukup kuat
supaya mampu melindungi
setiap minoritas lemah dari
mayoritas yang kuat. Selain
itu, pelanggar HAM juga
harus dihukum secara
terbuka dan adil.
11. Toleransi lewat dan di tengah diskusi menjadi ciri
khas demokrasi.
Di Indonesia, tradisi musyawarah sudah lama dan
kuat, tetapi toleransi terhadap yang tidak bisa
setuju dengan mayoritas masih agak lemah.
Di Indonesia, kemampuan kritis sudah lumayan,
tetapi yang dikritis sering menjadi musuh mutlak.
Kita perlu belajar kembali bagaimana
menghormati hak setiap pihak di tengah
perdebatan tajam.
12. HAM tidak berdasarkan egoisme
individual atau kontrak sosial
sekular, tetapi mengandung konsep
kewajiban kita bersama dalam
konteks kesetiaan terhadap
perjanjian bersama di hadapan
Tuhan. Setiap warga negara
Indonesia dituntut mencari tahu,
demi tujuan apa kita mendapatkan
hak-hak? Kewajiban apa yang
menjadi dasar haknya?
13. Walaupun pendapat tentang makna
dan kewajiban hidup setiap orang
berbeda, tetapi mereka pasti
sependapat bahwa hak-hak masing-
masing untuk mendapatkan hidup
aman sebaiknya dilindungi. HAM tipis
bukan dasar etika tebal mereka,
melainkan merupakan semacam
“minim” yang bisa menyatukan mereka
supaya berjuang bersama melawan
penindasan. Seperti dalam Yesaya
11:6-9.
14. HAK ASASI DAN KEKUASAAN NEGARA
TUNTUTAN YANG
SEMAKIN MENDESAK
TUMBANGNYA PARA
DIKTATOR
Kesadaran akan hak asasi manusia
pada intinya memperlihatkan
pengakuan bahwa manusia
mempunyai martabat yang melekat
dan hak-hak yang sama yang tak
tercerabut. Kesadaran ini bersifat
normal. Kesadaran ini mengarah
pada perlindungan manusia dari
kesewenang-wenangan pihak lain
yang lebih kuat, baik itu sesama,
maupun penguasa negara.
15. Jika kita amati protes-protes dan tuntutan yang
berkaitan dengan hak-hak asasi manusia,
nampaknya pemerintah tidak bisa menghindarkan
diri untuk tidak terlibat.
Namun, pada umumnya, pemerintah enggan
menanggapi dan berhadapan dengan maraknya
kesadaran akan hak-hak asasi. Pemerintah yang
enggan memenuhi tuntutan hak-hak asasi sering
pula mengalihkan atau membelokkan perhatian
warga negara dari tuntutan itu pada persoalan-
persoalan lain, dengan memunculkan isu baru
yang dinyatakan mendesak untuk ditangani.
16. Secara historis, kesadaran akan hak asasi muncul
secara perlahan-lahan seiring dengan
perkembangan sistem-sistem sosial politik . De
facto kedudukan penguasa memang mempunyai
keterbatasan yang nyata, seperti kekuasaan raja
di masa lalu.
• Kekuasaan mereka hanya menjangkau hal-hal
yang prinsipil berdasarkan etos religius atau
konveksi sosial.
• Penguasa tidak mengontrol terlalu ketat
kehidupan pribadi.
Kekuasaan yang semakin besar pada tangan
penguasa modern, yang mengancam kehidupan
warga masyarakat, itulah yang memunculkan
kesadaran akan pentingnya hak asasi. Negara
modern memang dilematis. Karena
kekuasaannya mutlak, mengatasi kekuasaan
warga masyarakat, negara sekaligus bisa
diharapkan sebagai penengah yang efektif dalam
pertikaian antarwarga. Namun di lain pihak,
justru karena kekuasaannya itu pula, negara bisa
terjerumus dalam ekses pelanggaran hak asasi.
17. BANGKITNYA MASYARAKAT PERADABAN
Perkembangan kesadaran akan hak-hak asasi manusia
memang perlu sampai merombak kelaliman-kelaliman
yang sudah berakar. Aristoteles, pada abad ke-4 SM,
misalnya, menganggap perbudakan yang dilakukan oleh
orang-orang Yunani terhadap bangsa-bangsa taklukan
yang belum beradab sebagai hal yang wajar, atau bahkan
sebagai sesuatu yang baik.
Perkembangan kesadaran akan hak-hak asasi dewasa ini,
meskipun berkesan melawan pemerintah, namun
tujuannya bukanlah melenyapkan otoritas negara sebab
hal seperti itu akan menuju pada anarki. Kesadaran akan
hak-hak asasi manusia hanya mengingatkan agar
pemerintah tidak sewenang-wenang dalam menjalankan
otoritasnya.