Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Upaya inovasi langkah strategis dalam pencegahan dan penanganan stunting melalui pendekatan lintas program dan lintas sektor.
2. Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya stunting antara lain status gizi ibu, kualitas dan praktik pemberian makanan, lingkungan rumah tangga, serta infeksi.
3. Diperlukan kerja sama multi sektoral untuk menurunkan prevalensi stunting di Indonesia.
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
DETERMINAN STUNTING
1. DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT
UPAYA INOVASI LANGKAH – LANGKAH STRATEGIS
Dalam Pencegahan Dan Penanganan Stunting
Melalui Pendekatan Lintas Program & Lintas Sektor
3. Kampanye Nasional
Berfokus pada
pemahaman, perubahan
perilaku, komitmen politik
dan akuntabilitas
Konvergensi,
Koordinasi, dan
Konsolidasi Program
Nasional, Daerah, dan
Masyarakat
Pemantauan dan
Evaluasi
Komitmen dan
Visi Pimpinan
Tertinggi Negara
Gizi Dan Ketahanan
Pangan
PILAR 1 PILAR 2 PILAR 3 PILAR 4 PILAR 5
INTERVENSI GIZI
SPESIFIK
INTERVENSI GIZI
SENSITIF
5 PILAR PENANGANAN STUNTING
Setwapres/
TNP2K
Kemen Kominfo
dan Kemenkes
Setwapres/
TNP2K
Kementan dan
Kemenkes
Bappenas dan
Kemendagri
TUJUAN PENURUNAN PREVALENSI STUNTING 2018 -2024 & 2030
5. DAMPAK STUNTING BAGI KELUARGA DAN NEGARA DI INDONESIA
Sumber: Riskesdas 2007, 2010, 2013, dan 2018, *Sirkesnas 2016
STUNTING PADA
ANAK BALITA
STUNTING PADA
ANAK BADUTA
2013 2016* 2018
0
10
20
30
40
50
60
70
32.9
26.1
29.9
Prevalensi
(%)
2007 2010 2013 2016* 2018
0
10
20
30
40
50
60
70
36.8 35.6 37.2
33.6
30.8
Prevalensi
(%)
Perkembangan Otak Anak
Stunting
Perkembangan Otak Anak
Sehat
Gagal tumbuh (berat lahir rendah,
kecil, pendek, kurus)
Hambatan perkembangan kognitif dan
motorik
Gangguan metabolik pada saat dewasa
risiko penyakit tidak menular (diabetes,
obesitas, stroke, penyakit jantung)
Sumber:
• Kakietek, Jakub, Julia Dayton Eberwein, Dylan Walters, and Meera
Shekar. 2017. Unleashing Gains in Economic Productivity with
Investments in Nutrition. Washington, DC: World Bank Group
• www.GlobalNutritionSeries.org
Potensi keuntungan
ekonomi dari investasi
penurunan stunting di Indonesia:
48 kali lipat
Hoddinott, et al, 2013
International Food Policy Research
Institute
Potensi kerugian ekonomi
setiap tahunnya: 2-3% dari GDP
The Worldbank, 2016
Jika PDB Indonesia
Rp 13.000 Triliun
Potensi Kerugian
Rp 260-390
Triliun/tahun
Rp
PREVALENSI DAMPAK KESEHATAN DAMPAK EKONOMI
6. Dampak Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Akibat Gangguan Gizi Pada 1000 HPK
+ 20 % IUGR* krn
PBBH rendah
+ 1/4 IUGR krn
faktor gizi Ibu
Gangguan
Perkembangan
Otak
Gangguan
Pertumbuhan
(IUGR)
Gangguan
Perkembangan
Organ Tubuh
Kemampuan
Kognitif &
Pendidikan
Stunting/
Pendek
Hipertensi
- Diabetes
- Obesitas
- PJK
- Stroke
· Ibu Pendek
· BB Ibu
Prahamil rendah
Gangguan Gizi
pada Masa Janin &
Usia Dini
(1000 HPK)
Dampak
Jangka Pendek
Dampak
Jangka Panjang
Sumber: Modifikasi E Achadi dari Rajagopalan, S, Nutrition and challenges in the next decade, Food and Bulletin vol 24 no.3, 2003; & Kramer 1987
IUGR: Intra-
uterine
restriction;
PBBH:
Pertambahan
Berat Badan
dlm kehamilan
7. Bagaimana dengan Fungsi Kognitif/“Kecerdasan”?
• Asesmen yang dilakukan pada tahun 2012 oleh OECD PISA
(the Organisation for Economic Co-operation and
Development - Programme for International Student
Assessment), suatu organisasi global bergengsi, terhadap
kompetensi 510.000 pelajar usia 15 tahun dari 65 negara,
termasuk Indonesia, dalam bidang membaca, matematika,
dan science :
Indonesia berada di
urutan ke 64 dari 65
negara tersebut
Posisi Singapura, Vietnam, Thailand, dan
Malaysia berturut-turut adalah pada urutan
ke 2, 17, 50, dan 52.
8. 10
Hampir separo
(48.6%) Anak
mempunyai
Kemampuan kogntif
kurang
Kemampuan kognitif
baik
HASIL PENELITIAN DR. Feri Ahmadi
Data IFLS tahun 2000 dan 2007: 13 prov, 492 anak
Kemampuan Kognitif Anak pd Umur 7-8 Tahun
Hipotesa bahwa “Panjang badan bayi umur 0-6
bulan dan perubahannya sampai dengan umur
7-8 tahun berpengaruh terhadap kemampuan
kognitif anak umur 7-8 tahun”, terbukti
KESIMPULAN PENELITIAN:
Bayi umur 0-6 bulan yang pendek dan tetap
pendek sampai dengan umur 7-8 tahun berisiko
mempunyai kemampuan kognitif kurang
sebesar 2,8 kali.
9. PANDANGAN SAAT INI
STUNTING VERSUS WASTING (GIZI BURUK)
• Masalah Gizi (stunting) pada periode 1000 HPK merupakan periode
yang pengaruhnya sangat krusial terhadap kemampuan kognitif,
risiko PTM pada usia dewasa dan pertumbuhan fisik bergeser
dari paradigma “gizi buruk” saja
• Peran masalah gizi pada 1000 HPK didukung oleh teori dan bukti
melalui penelitian dg metoda yang valid
• Di Indonesia, data mengindikasikan keterkaitan antara status gizi
pada periode 1000 HPK dengan indikator kemampuan kognitif,
PTM dan pertumbuhan fisik
• Diperlukan upaya terintegrasi antar pemangku kepentingan untuk
menghasilkan SDM berkualitas.
10. 2
105 cm 125 cm 100 cm
7 thn 7 thn 4 thn
Stunting:
• Dilihat berdasarkan Panjang Badan per Umur
(PB/U) atau Tinggi Badan per Umur (TB/U).
• Nilai Z-score <-2,0
Usia 4 tahun
4 bulan
Usia 2 tahun
2 bulan
STUNTING TERLAMBAT DIKENALI
(BARU DAPAT DILIHAT SETELAH 2
TAHUN)
14. – Setiap organ tubuh mempunyai fase kritis pertumbuhan yang berbeda,
yang disebut “critical windows”, yaitu masa didalam perkembangan janin
terjadi diferensiasi dan proliferasi sel paling cepat.
– Pengaruh LINGKUNGAN GIZI terhadap perkembangan janin sangat
dipengaruhi oleh WAKTU ATAU KAPAN KEKURANGAN GIZI tersebut terjadi.
– sehingga pada masa ini JANIN sangat sensitif terhadap ketersediaan gizi
yang sub-optimal, dan akibatnya akan berdampak jangka Panjang.
– Pada saat janin tidak mendapatkan asupan gizi yang dibutuhkannya maka
terjadi mekanisme trade-off antara satu bagian tubuh dengan bagian
tubuh yang lainnya.
FASE KRITIS PERTUMBUHAN (CRITICAL WINDOWS)…1
15. FASE KRITIS PERTUMBUHAN (CRITICAL WINDOWS)…2
– SUPLAI MAKANAN JANIN, sangat tergantung pada SUPLAI MAKANAN DARI IBU,
baik makanan yang dikonsumsi, maupun yang berasal dari simpanan didalam
tubuh ibu
– Bila konsumsi ibu tidak mencukupi kebutuhan janin, maka ibu akan memobilisasi
zat gizi dari simpanan didalam tubuhnya, dan sistem didalam tubuh ibu akan
melakukan adaptasi untuk memprioritaskan pemenuhan kebutuhan janinnya.
– Bila ibu tetap tidak bisa memenuhi kebutuhan gizi janin, maka JANIN akan
MELAKUKAN ADAPTASI untuk mengatasi situasi tersebut
– Fenomena ini disebut sebagai 'Fetal Origin Hypothesis,' atau Developmental
Origin of Health and Disease (DOHaD), yang dapat DIARTIKAN bahwa, penyakit-
penyakit kronis ini berakar dari respons tubuh terhadap kekurangan gizi pada
masa awal kehidupan
16. BUKTI EMPIRIS…1
– PENELITIAN PROF BARKER DI INGGRIS PADA TAHUN 1989, yang menemukan bahwa
prevalensi penyakit jantung lebih tinggi pada populasi yang miskin, dibandingkan pada
populasi yang lebih kaya, tidak seperti yang selama ini diperkirakan.
– PROF. BARKER, untuk mengkaji lebih lanjut, yang kemudian menemukan bahwa risiko
penyakit jantung koroner lebih tinggi pada kelompok yang lahir dengan berat badan kurang
dari 2500 gram (BBLR) dibandingkan dengan yang lahir dengan berat badan diatas 2500 gram.
– Penelitian lainnya, bayi yang lahir dengan BBLR mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadinya,
tidak hanya penyakit jantung koroner, tetapi juga HIPERTENSI, STROKE DAN DIABETES TIPE 2
– Ra¨ikko¨nen melakukan penelitian terhadap hampir tiga ribu (3000) anak tentang
KEMAMPUAN KOGNITIF: HASILNYA menemukan bahwa keterlambatan pertumbuhan pada
masa kanak-kanak berhubungan dengan rendahnya kemampuan verbal, visuo-spatial dan
berhitung saat usia 20 tahun
17. BUKTI EMPIRIS..2
POLA PENYAKIT TIDAK MENULAR BERDASARKAN STATUS SOSIAL EKONOMI
DATA RISET KESEHATAN DASAR 2013
Terbawah Menengah
Bawah
Menengah Menengah Atas Teratas
0
0.5
1
1.5
2
2.5
2.1
1.6
1.4 1.3 1.2
% Jantung Koroner Menurut Status Ekonomi
Terbawah Menengah Bawah Menengah Menengah Atas Teratas
0
2
4
6
8
10
12
14 13.1 12.6 12 11.8 11.2
% Stroke Menurut Status Ekonomi
Sumber Data Riskesdas 2013
• Penyakit tidak menular terjadi
pada semua golongan, baik
kaya dan miskin,
• Prevalensi PTM lebih tinggi
pada penduduk miskin
• Penanggulangan PTM berarti
membantu manjaga
produktifitas penduduk miskin
pengurangan kemiskinan
19. Kajian Terhadap Determinan
Stunting di Indonesia
Beal, Tumilowicz, Sutrisna, Doddy
Izwardy, Neufeld (2018)
Cara mensitasi artikel ini:
Beal T, Tumilowicz A, Sutrisna A, Izwardy D, Neufeld L. A
review of child stunting determinants in Indonesia. Matern
Child Nutr. 2018;e12617. http://doi.org/10.1111/mcn.12617
20. Kerangka Konsep Determinan Stunting Berdasarkan WHO,2014
Stunting dan Pertumbuhan Terhambat
Faktor Rumah Tangga dan Keluarga
Pemberian Makanan Pendamping ASI yang Tidak
Mencukupi
Pemberian ASI Infeksi
Faktor Ibu
Status gizi buruk selama
masa Pra kehamilan,
kehamilan dan menyusui
Perawakan ibu pendek
Infeksi
Kehamilan di usia remaja
Kesehatan mental
Pembatasan pertumbuhan
Intrauterine (IUGR) dan
kelahiran prematur
Jarak antara kelahiran
pendek
Hipertensi
Lingkungan Rumah
Kurangnya stimulasi dan aktifitas
pada anak
Praktek pengasuhan anak yang
buruk
Penyediaan air yang kurang
memadai
Kerawanan pangan
Pembagian makanan dalam keluarga
yang kurang merata
Rendahnya Pendidikan pengasuh
Kekayaan rumah tangga
Perawakan ayah pendek
Ayah dan ibu pendek
Rumah padat penghuni
Buruknya Kualitas
Pangan
Kandungan zat gizi
mikro rendah
Makanan tidak
beragam dan asupan
makanan hewani
rendah
Kandungan zat anti
nutrisi dalam makanan
Makanan pendamping
berkalori rendah
Praktik yang tidak sesuai
Frekuensi pemberian
rendah
Pemberian makanan yang
kurang selama dan
setelah sakit
Konsistensi makanan
rendah
Kuantitas pangan yang
kurang memadai
Pemberian pangan yang
tidak responsive terhadap
kebutuhan
Keamanan Makanan
dan Air
• Kontaminasi air dan
makanan
• Buruknya praktik
Higiene
• Penyimpanan dan
persiapan makanan
yang kurang bersih
Praktik yang tidak
Sesuai
• Inisiasi menyusui
yang tertunda
• Pemberian ASI tidak
Eksklusif
• Penyapihan dini
Infeksi Klinis dan Sub-Klinis
• Infeksi Enterik: diare,
enteropati, lingkungan,
penyakit yang disebabkan
oleh cacing
• Infeksi saluran pernafasan
• Malaria
• Berkurangnya nafsu makan
selama infeksi
• peradangan
Demam
Pemberian vaksin secara
parsial atau tidak sama
sekali
Penyebab Langsung
Faktor Sosial dan Masyarakat
Ekonomi Politik
• Harga pengan dan kebijakan dagang
• Kebijakan pemasaran
• Stabilitas politik
Kemiskinan, pendapatan dan tingkat
kesejahteraan
• Pelayanan jawa keuangan
Pekerjaan dan mata pencaharian
Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan
• Akses menuju pusat pelayanan kesehatan
• Penyedia pelayanan kesehatan yang berkualitas
• Ketersediaan suplai fasilitas pelayanan kesehatan
• Infrastruktur
• Sistem dan kebijakan pelayanan kesehatan
Pendidikan
• Akses terhadap Pendidikan yang
berkualitas
• Tenaga pendidik yang berkualitas
• Status kesehatan pendidik yang
berkualitas
• Infrastruktur (sekolah dan
institusi pelatihan)
MAsyarakat dan
Budaya
• Kepercayaan dan norma
• Jaringan dukungan sosial
• Pengasuh (orang tua dan
non-orang tuaa)
• Status/derajat social
perempuan
Pertanian dan Sistem
Pangan
• Produksi dan
pengolahan pangan
• Ketersediaan makanan
sumber zat gizi mikro
• Keamanan dan kualitas
makanan
Air, Sanitasi dan
Lingkungan
• Infrastruktur dan
pelayanan sanitasi dan
air
• Perubahan Iklim
• Kepadatan pendududk
• Urbanisasi
Faktor Kontekstual
Faktor-faktor yang ditulis dengan HURUF TEBAL merupakan faktor yang sudah
dikaji dalam literatur yang ada. Faktor-faktor yang ditulis dengan HURUF
NORMAL adalah faktor yang belum dikaji di literatur yang ada. Sedangkan
Faktor-faktor yang ditulis dengan HURUF MIRING merupakan faktor yang tidak
secara eksplisit dijelaskan dalam kerangka konsep, tetapi teridentifikasi di
dalam literatur
21. FAKTOR RUMAH TANGGA DAN
KELUARGA
• Beberapa studi di Indonesia
menemukan hubungan yang moderat
hingga kuat antara IBU YANG PENDEK
dengan kejadian stunting pada anak
• Sebanyak 3 studi potong lintang
menunjukkan hubungan yang cukup
erat antara IBU YANG BERUSIA LEBIH
MUDA dan stunting pada anak
• IUGR DAN KELAHIRAN PREMATURE
sangat berhubungan dengan stunting
pada anak di Indonesia
Prevalence of maternal short stature (<145 cm)
HASIL
22. FAKTOR LINGKUNGAN
• Rumah tangga yang mempunyai fasilitas JAMBAN
yang lebih bersih memiliki kemungkinan lebih kecil
mengalami stunting baik di pedesaan maupun
perkotaan
• PEMBELIAN AIR MINUM YANG MURAH—
diasumsikan TIDAK LAYAK—berhubungan dengan
peningkatan stunting
• Kondisi tingkat KERAWANAN PANGAN RUMAH
TANGGA berkaitan dengan kejadian stunting
• Secara umum kemungkinan anak mengalami stunting
lebih tinggi apabila PENDIDIKAN ORANG TUA
RENDAH
• Kemampuan DAYA BELI YANG KURANG dan beberapa
indikator kesejahteraan rumah tangga lainnya sangat
berhubungan dengan stunting
• AYAH PEROKOK sedikit berkaitan dengan stunting
pada satu penelitian
Percentage Household of children under 5 with unimproved drinking water
Household with
HASIL
23. FAKTOR MPASI DAN INFEKSI
• Dua analisis baru-baru ini menunjukkan bahwa
anak yang DISAPIH SEBELUM USIA 6 BULAN
mempunyai kemungkinan kejadian stunting yang
lebih tinggi
• Rumah tangga di KUINTIL TERTINGGI UNTUK
PENGELUARAN MAKANAN SUMBER HEWAN,
berhubungan dengan penurunan kemungkinan
kejadian stunting pada anak-anak miskin di
perkotaan
• RUMAH TANGGA TANPA MENYEDIAKAN
MAKANAN SESUAI UMUR — TERMASUK
MAKANAN YANG TIDAK BERAGAM DAN
FREKUENSI YANG TIDAK SESUAI—berhubungan
dengan peningkatan kejadian stunting pada anak
usia 6-23 bulan
• Satu studi menemukan hubungan yang cukup
kuat antara KEJADIAN DIARE DALAM TUJUH
HARI TERAKHIR dengan kejadian stunting pada
anak-anak usia 6-59 bulan terutama di pedesaan
highest quintile food expenditure
HASIL
24. FAKTOR MASYARAKAT DAN
SOSIAL
• Studi di Indonesia sudah membahas
semua determinan kesehatan dan
pelayanan kesehatan kecuali
ketersediaan
• Dua studi menunjukkan hubungan
antara PENYEDIA PELAYANAN
KESEHATAN YANG TIDAK MEMADAI
dengan kejadian stunting
• Dalam sub elemen : air, sanitasi dan
lingkungan, satu-satunya komponen
yang ditemukan berhubungan dengan
stunting adalah URBANISASI
Significant OR of Stunting by District
HASIL
25. 1. Determinan utama terjadinya stunting pada anak di Indonesia :
a. ASI tidak Eksklusif pada 6 bulan pertama,
b. status ekonomi keluarga yang rendah,
c. kelahiran prematur
d. panjang badan baru lahir yang pendek,
e. ibu yang pendek
f. tingkat pendidikan orangtua rendah
g. anak yang tinggal di daerah miskin perkotaan dan di daerah pedesaan
2. ANAK LAKI-LAKI CENDERUNG LEBIH BERISIKO mengalami stunting dari pada anak perempuan
3. Anak-anak dari keluarga DENGAN JAMBAN YANG BURUK DAN AIR MINUM TIDAK LAYAK
meningkatkan risiko terjadinya stunting.
4. Faktor masyarakat dan sosial seperti AKSES YANG RENDAH TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN dan
tempat tinggal di pedesaan yang berlangsung lama berkaitan dengan kejadian stunting pada anak
KESIMPULAN
27. MEMBUAT
DASHBOARD
INFORMASI
STATUS GIZI
INFORMASI SURVEILANS GIZI BERBASIS TEKNOLOGI UNTUK:
REAL TIME
(Laporan Kasus wasting, stunting, obesity)
RUTIN
(Laporan Status Gizi Balita dan Kinerja Program Gizi serta Determinan yang
mempengaruhinya )
SURVEY CEPAT
(Pemantauan Status Gizi, Pemantauan Konsumsi Gizi Ibu Hamil dan Balita)
28. PENGUATAN KUALITAS SURVEILANS GIZI
33
KOORDINASI LP DAN LS
Mengamati secara terus menerus, tepat waktu
dan teratur
TERHADAP:
Keadaan gizi dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya
UNTUK:
Tindakan Segera, Dasar Perumusan Kebijakan,
Perencanaan Program, Monitoring Dan
Evaluasi Program Gizi Masyarakat
KEGIATAN PENGAMATAN SECARA TERATUR
DAN TERUS MENERUS TERHADAP STATUS
GIZI MASYARAKAT SEBAGAI DASAR UNTUK
MEMBUAT KEPUTUSAN DALAM UPAYA
MENINGKATKAN STATUS GIZI MASYARAKAT”.
(FAO,WHO, UNICEF pada Kongres Pangan
Sedunia, Roma 1974, dan Publikasi
Metodologi Surveilans Gizi, 1976, )
29. 1. Apa Masalah Gizi?
2. Siapa yg mangalami Masalah Gizi?
3. Dimana Lokasinya?
4. Kapan masalah terjadi?
5. Bagaimana kondisinya?
SIKLUS SURVEILANS GIZI – ASSESSMENT/PENILAIAN
Sumber : Diagram siklus 3 A menggambarkan masalah terkait gizi WHO, 2013 34
KEGIATAN
1.Pemantauan pertumbuhan balita - Posyandu
2.Skrining aktif/pelacakan dan konfirmasi kasus gizi buruk-
3.Pemberdayaan keluarga
4.Input data terutama melalui e-PPGBM
Jenis pembiayaan melalui BOK :
1.Transport petugas, kader, enumerator
2.Pencetakan penggandaan formulir capor, media KIE
3.Biaya internet
4.Operasional Posyandu – PMT dlm rangka pendidikan gizi,
transport
30. SIKLUS SURVEILANS GIZI – ASSESSMENT/PENGKAJIAN
Sumber : Diagram siklus 3 A menggambarkan masalah terkait gizi WHO, 2013
GRAFIK PERTUMBUHAN ANAK BERDASARKAN
BERAT BADAN MENURUT UMUR (BBU)
GRAFIK PERTUMBUHAN ANAK BERDASARKAN
TINGGI BADAN MENURUT UMUR (TBU)
Tidak ada penambahan Tinggi Badan
sejak Desember sampai April
Menuju STUNTING
31. Apakah Penyebab langsung dari masalah gizi ??
asupan makanan yang tidak cukup, atau penyakit infeksi.
Penyebab akar masalah kurang gizi adalah: Ketidakcukupan makanan,
Kesehatan lingkungan, akses pelayanan kesehatan (geografik), Kemiskinan,
Politik dan ekonomi
SIKLUS SURVEILANS GIZI - ANALISIS
Sumber : Diagram siklus 3 A menggambarkan masalah terkait gizi WHO, 2013 36
KEGIATAN : analisis, umpan balik, penyajian
1.Rapat/pertemuan analisis dataPPGBM sesuai
tingkatan (puskesmas, kab kota, provinsi)
ANALISIS
TREND &
PENYEBAB
MASALAH
Jenis pembiayaan :
1.Biaya rapat (transport, konsumsi)
2.Pencetakan penggandaan formulir capor, media KIE
3.Biaya internet
32. Apakah Penyebab langsung dari masalah gizi ??
asupan makanan yang tidak cukup, atau penyakit infeksi.
Penyebab akar masalah kurang gizi adalah: Ketidakcukupan makanan,
Kesehatan lingkungan, akses pelayanan kesehatan (geografik), Kemiskinan,
Politik dan ekonomi
SIKLUS SURVEILANS GIZI - ANALISIS
Sumber : Diagram siklus 3 A menggambarkan masalah terkait gizi WHO, 2013
37
VALIDASI DAN FAKTOR DETERMINAN DIRUMAH BALITA
STUNTING
HASIL KUNJUNGAN VALIDASI TENAGA KESEHATAN KE RUMAH
BALITA STUNTING UNTUK DAPAT FAKTOR DETERMINAN SBG
BAHAN ANALISA PENYEBAB MASALAH
33. • Peran setiap tingkatan
• Intervensi Spesifik Sensitif
SIKLUS SURVEILANS GIZI - AKSI
Sumber : Diagram siklus 3 A menggambarkan masalah terkait gizi WHO, 2013 38
AKSI/TINDAKAN
: perhatikan 5M
man, money,
material,
metode and
macchine
KEGIATAN TINGKAT PUSKESMAS :
1.UKM Esensial : KIA, Gizi, kesling, P2P, promkes
2.Kegiatan per siklus hidup
3.Pendidikan Gizi : sos, advks, orientasi
4.Suplementasi Gizi
Jenis pembiayaan :
1.Biaya rapat (transport, konsumsi) LP/LS :
sosialisasi, advokasi, orientasi
2.Lokakarya Mini
3.Pencetakan penggandaan formulir capor, media
KIE, ATK
4.PMT lokal
5.Operasional Posyandu
6.Transport ke masyarakat
7.Tenaga kontrak gizi, kesling, promkes
34. SIKLUS SURVEILANS GIZI - AKSI
Sumber : Diagram siklus 3 A menggambarkan masalah terkait gizi WHO, 2013 39
AKSI/
TINDAKAN :
perhatikan 5M
man, money,
material,
metode and
macchine
35. Individu yang perlu Penanganan Khusus
*data dapat berubah
245.591
Baduta
Stunting
(TB/U)
334.405
Balita
Wasting
(BB/TB)
131.765
Balita
Underweight
(BB/U)
Surveilans Gizi Melalui ePPGBM: informasi kasus
sebagai dasar intevensi konvergensi dan terintegrasi
RUJUK KE PUSKESMAS UNTUK
KONFIRMASI/VALIDASI KASUS
PAG (PROSES ASUHAN GIZI) DI
PUSKESMAS
Intervensi Spesifik :
• Tatalaksana Kasus
• Konseling: PMBA, Gizi terkait
penyakit
• Pemberian PMT (Pabrikan/berbasis
pangan lokal)
• Rujuk ke RSUD
Total JUMLAH BALITA ter-entry sebanyak
9.809.293 Balita (by name by address)
dari 23.604.923(sasaran Proyeksi BPS)
atau baru 41,6% dari sasaran Proyeksi.
(data per tanggal 9 Juni 2019*)
Jumlah Kasus Yang BELUM
Ditangani/Dikonfirmasi
36. REKAP JUMLAH BALITA BERDASARKAN STATUS GIZI DI KALIMANTAN SELATAN
(1 Agustus 2018 – 27 Juni 2019)
Gizi Kurang Stunting
46.455
Kurus
Kabupaten
BBU TBU BBTB
37. DAFTAR BALITA STUNTING DI KALIMANTAN SELATAN
Status Gizi hasil Pengukuran
1 Januari 2019 – 27 Juni 2019
Ada 46.417Balita Stunting
by name by address
39. LANGKAH – LANGKAH PENCEGAHAN STUNTING (1):
FOKUS 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN
40. Bayi
Anak SD
1000 hari pertama
kehidupan
Ibu bersalin,
nifas, bayi
baru lahir
SIKLUS KEHIDUPAN
Ibu Hamil
Lansia
Balita
Yankes Neonatal (KN)
IMD, ASI Eksklusif, Imunisasi
Persalinan di Faskes
PMT Balita Kurus
Tumb Kembang
Vit A Balita
Imunisasi
Penjaringan Anak Usia Sekolah, UKS,, Puskesmas PKPR , Posyandu
Remaja, TTD Remaja Puteri, Buku Rapor KesehatanKu
PMT, TTD
K4, Kelas Ibu, P4K
Skrining Kes usia> 60
Keluarga ikut KB
CPR, TFR, Unmet Need
Pos UKK, Kebugaran Jasmani
Pasangan
Usia Subur
Anak SMP/A &
Remaja
41. STUNTING BISA DICEGAH MELALUI 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN
(MEMASTIKAN KESEHATAN YANG BAIK DAN GIZI YANG CUKUP)
2/15/2018
1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) yang Optimal
Gizi tepat + Pencegahan Penyakit = Tumbuh Kembang Optimal = Mencegah Stunting
42. AKAR
MASALAH
Kemiskinan
Kurangnya
pemberdayaan
perempuan
Politik, sosial dan
budaya
Rendahnya akses
terhadap
MAKANAN
dari segi jumlah
dan kualitas gizi
POLA ASUH
yang kurang baik
terutama pada
perilaku dan praktek
pemberian makan
bayi dan anak
Rendahnya akses
terhadap
PELAYANAN
KESEHATAN
termasuk akses
sanitasi dan air
bersih
PERBAIKAN POLA MAKAN-POLA ASUH- PELAYANAN KESEHATAN
(PERBAIKAN AKSES SANITASI DAN AIR BERSIH) DAN PERUBAHAN PERILAKU
Degradasi
Lingkungan
44. “ISI Piring Makan” bumil (survey)
Umi Fahmida - SEAMEO RECFON
karbo karbo + sayur
karbo + sayur + protein nabati
karbo + protein nabati
minus
protein
hewani
45. PERSENTASE KECUKUPAN ENERGI IBU HAMIL
MENURUT PROVINSI, 2016
50
Nasional : 53,9% 13,1% 26,3% 6,7%
LEBIH DARI SETENGAH
IBU HAMIL DI INDONESIA
MENGALAMI DEFISIT
ENERGI
66.2
48.3
43.5
35.8
52.6
62.3
53.9
74.4
50
44.1
43.9
50.6
41.8
51.2
51.7
53.9
40
44.9
59.8
71.5
61.7
51.9
47.9
46.9
60
57.4
61.3
68.4
58.6
58.8
82.9
61
69.9
61.4
53.9
11
14.9
16
15.1
11.1
14.3
14.2
10.2
12.8
16.2
13
13.1
16.8
11.9
14
13
12.3
13.7
11.9
8.7
10.4
12.5
10
12.7
13.2
13.4
10.5
11.1
12.9
12.9
7.1
10.7
11.7
11.6
13.1
19.7
28.6
32.4
34.2
26
21.8
27.7
13.4
28.8
32.2
33
28.6
33.5
29.3
27.5
28
37.3
30.7
22.8
14.7
21.3
26.8
30.7
32.8
21.5
24.4
21.2
17.3
25.2
21.8
7.8
22.6
15.3
18.5
26.3
3.1
8.2
8.1
14.9
10.2
1.6
4.2
2
8.4
7.5
10.1
7.6
7.9
7.5
6.9
5.2
10.4
10.6
5.5
5
6.5
8.8
11.4
7.5
5.3
4.8
7
3.3
3.3
6.5
2.2
5.7
3.1
8.5
6.7
ACEH
SUMUT
SUMBAR
RI
AU
JAMBI
SUMSEL
BENGKULU
LAMPUNG
KEP
BABEL
KEP
RI
AU
DKI
JAKARTA
JABAR
JATENG
DI
Y
JATIM
BANTEN
BALI
NTB
NTT
KALBAR
KALTENG
KALSEL
KALTIM
KALTARA
SULUT
SULTENG
SULSEL
SULTRA
GORONTALO
SULBAR
MALUKU
MALUT
PAPUA
BARAT
PAPUA
I
NDONESIA
Defisit Defisit Ringan Cukup Lebih
46. PERSENTASE KECUKUPAN PROTEIN IBU HAMIL
MENURUT PROVINSI, 2016
51
Nasional : 51,9% 18,8% 29,3%
LEBIH DARI SETENGAH
IBU HAMIL DI INDONESIA
MENGALAMI DEFISIT
PROTEIN
60.4
45.2
47
35.1
50.6
64.9
47.2
69.4
39
41
45.2
54.7
44.2
50.6
46.3
54.4
33.8
39.8
61.4
61.9
53.1
50.6
49.3
46.7
57.3
51
54.2
49.3
45.3
50
87.4
56.4
62
70.1
51.9
20
21.4
22.1
22.7
17
19.4
19.7
16.4
19.7
22.4
20.1
17.9
21.3
20.1
18.6
20.2
19.4
19.8
16
13.6
17.1
20.1
16.1
18.3
16.7
22.1
17.6
20.2
21.2
21.5
5.6
19.4
16
11.5
18.8
19.6
33.3
31
42.2
32.5
15.7
33.1
14.1
41.3
36.6
34.7
27.4
34.5
29.3
35.1
25.4
46.8
40.4
22.5
24.4
29.8
29.3
34.6
35
26
26.9
28.2
30.5
33.5
28.5
7.1
24.2
22.1
18.4
29.3
A
CEH
S
UMUT
S
UMBA
R
RI
A
U
J
A
MBI
S
UMS
EL
BENG
K
ULU
L
A
MP
UNG
K
EP
BA
BEL
K
EP
RI
A
U
D
K
I
J
A
KA
RTA
J
A
BA
R
J
ATENG
D
I
Y
J
ATI
M
BA
NTEN
BA
L
I
NTB
NTT
K
A
L
BA
R
K
A
LTENG
K
A
L
S
EL
K
A
LTI
M
K
A
LTARA
S
UL
UT
S
ULTENG
S
UL
S
EL
S
ULTRA
G
O
RO
NTALO
S
UL
BA
R
MA
L
UK
U
MA
L
UT
PA
P
UA
BA
RAT
PA
P
UA
I
ND
ONESI
A
Defisit Defisit Ringan Cukup
48. UPAYA yang DILAKUKAN DILUAR 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN
2/15/2018
Pemeriksaan Anemia Remaja dan
Pemberian TTD pada Remaja Puteri
AKI
AKB
Stunting
Turun
STIMULASI Anak Stunting di
Keluarga dan PAUD
Pendidikan Gizi di Sekolah
49. STUNTING ADALAH SIKLUS YANG AKAN BERLANGSUNG TERUS-MENERUS JIKA TIDAK SEGERA DIATASI SAAT INI
ANAK STUNTING
REMAJA PUTRI KURANG GIZI
BUMIL KEK/ KURANG GIZI
BAYI BBLR
SIKLUS
STUNTING
50. Di Indonesia, 1 dari 9 anak perempuan menikah di
bawah usia 18 tahun (Susenas 2016)
= 375 menikah setiap harinya!
Anak perempuan di wilayah
pedesaan berpeluang 3x lebih
besar untuk menikah di usia
anak
Anak perempuan dari rumah
tangga berpendapatan rendah
berpeluang 5x lebih besar
untuk menikah di usia anak
Anak perempuan berpeluang 3x
lebih rendah untuk menikah di
usia anak jika kepala Rumah
tangga mereka telah
menyelesaikan universitas
FAKTA YANG
MEMPERHATIKAN….
MENGERIKAN
……………………
53. LANGKAH – LANGKAH PENCEGAHAN STUNTING (2):
PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN INFORMASI
SERTA PERAN LINTAS SEKTOR
54. Peran Lintas Sektor dalam Penurunan Stunting
Sebagai Pelaksana
Sekretariat Gerakan
Nasional Percepatan
Perbaikan Gizi (SUN)
PEMERINTA
H
Sebagai Focal
Point
PERGURUAN
TINGGI DAN
AKADEMIA
DUNIA USAHA,
SWASTA &
FILANTROPI
ORGANISASI
MASYARAKA
T SIPIL
MITRA
PEMBANGU
NAN DAN
UN SYTEM
MEDIA
17 Kementerian/Lembaga
• Integrasi & sinkronisasi
• Pelaksanaan intervensi
• Penggerakkan multistakeholder
• Pemantauan
10 Perguruan Tinggi dan 11 Org Profesi
• Pengembangan program
• Pelatihan
• Pendampingan masyarakat
28 Perusahaan
• Perbaikan gizi karyawan
• Edukasi masyarakat (pola makan sehat)
& CSR
28 Organsiasi Masyarakat
• Edukasi masyarakat
• Pelatihan
• Pemantauan
14 Mitra/Donor
• Dukungan teknis
• Studi & piloting praktik baik
Media
• Penyebarluasan Informasi dan praktik
baik pada masyarakat
55. 68
Delapan Aksi Integrasi Intervensi Penurunan Stunting di Kabupaten/Kota
PIC:
BAPPEDA
PIC:
BAPPEDA
PIC: Sekda
PIC: BPMD
PIC:
BAPPEDA
PIC:
Dinkes
PIC: Sekda &
BAPPEDA
PIC: BPMD
Dokumen lengkap dapat diunduh pada tautan:
http://bit.ly/pedomanintegrasi
Aksi integrasi adalah instrumen dalam
bentuk kegiatan yang digunakan
untuk meningkatkan pelaksanaan
integrasi intervensi gizi dalam
penurunan stunting
PENGUKURAN DATA STUNTING DAPAT DIDUKUNG MELALUI SURVEILANS GIZI
56. Aksi 1 : Analisa Situasi
1. Analisis sebaran stunting (data by name by address dari ePPGBM)
2. Analisis ketersedian program/kegiatan, cakupan layanan
3. Analisis permasalahan dalam menargetkan layanan pada 1000HPK
4. Analisis kendala rumah tangga 1000HPK mengakes layanan
5. Analisis kondisi koordinasi antar institusi
1. Prioritas alokasi sumber daya dan lokasi prioritas intervensi pencegahan
stunting tahun berikutnya
2. Rekomendasi kebutuhan program/kegiatan baik melalui realokasi dan atau
penambahan alokasi program.
3. Rekomendasi tindakan perbaikan penyampaian layanan yang perlu
diprioritaskan untuk memastikan rumah tangga 1.000 HPK mengakses layanan.
4. Rekomendasi kebutuhan kegiatan untuk penguatan koordinasi, baik koordinasi
antar OPD dalam hal sinkronisasi program/kegiatan maupun koordinasi antara
kabupaten/kota dan desa dgn dukungan Kecamatan
Ruang lingkup kegiatan
output
Data-data yang digunakan dalam analisis situasi ini,
sekurang-kurangnya meliputi:
1. Data jumlah kasus dan prevalensi stunting.
2. Data program/kegiatan beserta lokasinya untuk setiap
intervensi gizi prioritas.
3. Data sumber daya penyelenggaraan layanan, sekurang-
kurangnya data jumlah dan distribusi dari:
a. sarana/prasarana pokok,
b. tenaga (SDM) inti pelaksanaan layanan, dan
c. logistik/peralatan pelaksanaan layanan.
4. Data cakupan layanan untuk setiap intervensi gizi prioritas,
yang dirinci untuk tingkat Puskesmas/Kecamatan/Desa.
5. Logistik/peralatan pelaksanaan layanan.
57. Aksi 2 : Rencana Kegiatan
Pelaksanaan Hasil rekomendasi dari Aksi 1
Rencana program/kegiatan untuk peningkatan cakupan dan
integrasi intervensi gizi pada tahun berjalan dan/atau satu tahun
mendatang.
Ruang lingkup kegiatan
output
TAHAPAN PENYUSUNAN RENCANA KEGIATAN INI SEKURANG-KURANGNYA MELIPUTI :
1. Penyusunan rancangan rencana kegiatan
a. Reviu dokumen perencanaan dan penganggaran terkait
b.Reviu hasil Musrenbang Desa dan Musrenbang Kecamatan
c. Pemetaan berbagai opsi sumber pendanaan
d.Pembahasan dan konsolidasi rancangan rencana kegiatan
2. Diskusi rancangan rencana kegiatan dengan DPRD
3. Ekspose Rancangan Rencana Kegiatan pada Rembuk Stunting Kabupaten/Kota
4. Finalisasi Rancangan Rencana Kegiatan
5. Integrasi Rencana Kegiatan ke dalam Dokumen Rencana dan Anggaran Tahunan Daerah
58. Aksi 3 : Rembuk Stunting
Rencana program/kegiatan dan anggaran untuk peningkatan
cakupan dan integrasi intervensi gizi pada tahun berjalan dan/atau
satu tahun mendatang
1. Komitmen penurunan stunting yang ditandatangani oleh
bupati, perwakilan DPRD, kepala desa, pimpinan OPD dan
perwakilan sektor nonpemerintah dan masyarakat.
2. Rencana kegiatan intervensi gizi terintegrasi penurunan
stunting yang telah disepakati oleh lintas sektor untuk dimuat
dalam RKPD/Renja OPD tahun berikutnya
Ruang lingkup kegiatan
output
Peserta Rembuk Stunting tingkat kabupaten/kota
adalah
1. Bupati/Wakil Bupati (Walikota/Wakil Walikota),
2. Sekretaris Daerah (Sekda), DPRD,
3. Bappeda,
4. OPD penanggung jawab layanan (terkait intervensi
gizi prioritas),
5. Badan Kantor Perwakilan Kementerian Teknis,
6. unsur PKK,
7. para Camat dan Kepala Desa,
8. pendamping dan fasilitator program terkait
(kabupaten/kota, kecamatan, desa),
9. akademisi,organisasi masyarakat sipil, akademisi,
serta unsur-unsur masyarakat lainnya.
59. Aksi 4 : Perbup / Perwali tentang
Peran/Kewewenangan Desa
Landasan hukum terkait
peran desa dalam menurunan stunting
(Peraturan Bupati/Walikota tentang peran desa)
1. Menetapkan kewenangan desa dalam mendukung integrasi
intervensi penurunan stunting
2. Meningkatkan alokasi penggunaan APBDes terutama
penggunaan Dana Desa untuk kegiatan yang dapat
mendukung penurunan stunting
3. Menyediakan kader pembangunan manusia (KPM) untuk
memfasilitasi pelaksanaan intervensi penurunan stunting
terintegrasi di tingkat desa
4. Meningkatkan kuantitas dan kualitas penyediaan layanan
penurunan stunting
5. Meningkatkan peran serta masyarakat untuk memanfaatkan
layanan penurunan stunting
Ruang lingkup kegiatan
output
Peraturan Bupati/Walikota terkait peran desa dalam
penurunan stunting terintegrasi dapat meliputi hal-hal
berikut:
1. Kewenangan desa dalam menentukan prioritas alokasi
pendanaan dalam APBDes
2. Peran kecamatan dalam mendukung pemerintah desa
3. Koordinasi pemerintah desa dengan OPD terkait dan
fasilitator atau pendamping program
4. Peran kelembagaan masyarakat (Posyandu, PAUD,
PKK, lainnya)
5. Dukungan untuk mobilisasi dan penyediaan insentif
bagi kader pembangunan manusia
6. Dukungan untuk kampanye publik dan komunikasi
perubahan perilaku di tingkat desa
60. K A W A L T A H A P A N P E L A K S A N A A N
I N T E R V E N S I P E N U R U N A N S T U N T I N G T E R I N T E G R A S I
• Musrenbang desa
• Musrenbang kecamatan
• Rancangan Awal RKPD
Januari
• Pagu Anggaran Indikatif
• Rancangan Renja OPD
• Forum OPD/Lintas PD
Februari
• Rancangan RKPD
• Musrenbang Kabupaten/Kota
Rancangan Perbup/Perwali RKPD
Rancangan akhir RKPD kab/kota
Perbup/Perwali RKPD
Maret
April
Mei
Juni
Penyusunan KUA-PPAS
Juli
Pembahasan KUA-PPAS dengan DPRD
Penyusunan RKA OPD
Penyusunan APBD
Pembahasan APBD dengan DPRD
Penetapan APBD
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Jan-Feb
tahun n+1
Aksi #1: Bappeda (PIC) dan OPD
Aksi #2: Bappeda (PIC) dan OPD
Aksi #3: Sekda dan/atau Bappeda
Aksi #4: BPMD
Aksi #5: BPMD
Aksi #6: Bappeda (PIC) dan OPD
Aksi #7 Dinas Kesehatan
Aksi #8: Sekda dan Bappeda (PIC) dan
OPD
Bulan
Jadwal Reguler Perencanaan
dan Penganggaran Daerah
Jadwal Pelaksanaan
8 Aksi Integrasi
Penanggung Jawab
Tahap Perencanaan dan Penganggaran Tahap Pelaksanaan Tahap Pemantauan dan Evaluasi
Aksi #1
Analisis
Situasi Aksi #2
Rencana
Kegiatan
Aksi #3
Rembuk
Stunting
Aksi #4 Perbup/
Perwali tentang
Peran Desa
Aksi #5
Pembinaan
Kader
Pembangunan
Manusia (KPM)
Aksi
#6
Sistem
Manajemen
Data
Aksi
#7
Pengukuran
dan
Publikasi
Data
Stunting
Aksi #8
Reviu Kinerja Tahunan
PERENCANAAN TAHUN BERIKUTNYA
PERLU INPUT DARI KESEHATAN Aksi #7 Dinas Kesehatan
62. REGULASI GERAKAN PEKAN SAYANG IBU ANAK
Gerakan
PSIA
DIKBUD
Ketahanan
Pangan
BP4K
RS
TIM G-Gas
Kader
Posyandu
TP.PKK
Camat/
Kades
PP&KB
PEMBELAJARAN PRAKTIK BAIK KABUPATEN GORONTALO
PROVINSI GORONTALO
63. 76
JENIS KEGIATAN
Pemberian Tablet Fe Bagi Remaja Putri
dan WUS
Wisuda bagi Balita yang telah
mendapat Imunisasi Dasar
Lengkap.
Pemeriksaan Bumil & Anak
Sweeping / Kunjungan
Rumah
Pelayanan Skrening dan Konseling oleh dr. Sp.Keb dr.
Sp. Anak, dr. Sp.PD
PEKAN SAYANG IBU ANAK (PSIA)
TAHUN 2015 DI INISIASI:
PEKAN SAYANG IBU DAN ANAK (PSIA)
DILAKUKAN SETIAP BULAN PADA MINGGU KE-3
DENGAN KEGIATAN:
1. SENIN – SELASA: Posyandu ( ada pemeriksaan
ibu hamil, pelayanan imunisasi dan wisuda
balita yang sudah Imunisasi Dasar Lengkap
(IDL)
2. RABU – KAMIS : Skrining dokter anak dan
dokter kandungan di Puskesmas
3. JUMAT – SABTU : Kunjungan rumah
pemeriksaan kepada ibu hamil dan anak
balita apabila tidak hadir di Posyandu oleh
Tenaga kesehatan Puskesmas
TAHUN 2016 DI INISASI:
PENDAMPINGAN MAHASISWA POLTEKES DAN
PERGURUAN TINGGI KESEHATAN PADA IBU HAMIL
RISIKO (DARI AWAL HAMIL MELAHIRKAN) DAN ARISAN
DONOR DARAH (SI DORA)
64. ANALISIS PREVALENSI STUNTING (TB/U)
BALITA (0-59 BULAN) PROVINSI GORONTALO
(PEMANTAUAN STATUS GIZI 2015-2017)
KAB. POHUWATO : Penurunan prevalensi stunting
tidak signifikan secara statistik dengan kedua uji
statistik.
KAB. GORONTALO: Ratio odds prevalensi
stunting 2017 SIGNIFIKAN secara statistik
lebih rendah dari 2015
Kab/kota yang mengalami penurunan
prevalensi selama 3 tahun berturut-turut
adalah Kab. Gorontalo, Kab. Boalemo, dan
Kab. Pohuwato
KAB. BOALEMO : Prevalensi stunting 2016 dan
2017 signifikan secara statistik lebih rendah dari
2015, tetapi analisis cluster tidak bisa dilakukan
DILAKUKAN 2 UJI STATISTIK : CHI2
DAN ODD RATIO
HASIL ANALISIS STATISTIK
67. Kemkes:
Intervensi Spesifik
dan PMT
BKKBN:
Kampung KB Kemensos:
Program Keluarga
Harapan
Kemenag:
Program Catin
PUPR:
Bedah Rumah,
PAMSINAS, STBM
Kementan:
Kawasan Rumah
Pangan Lestari
KKP:
Kampanye Makan
Ikan
Kemendes:
Bantuan Kegiatan
Posyandu
KUKM:
Usaha UKM
Ormas:
Kampanye, Edukasi
Perusahaan:
CSR bantuan PMT
BOK
Dana Desa
Dana CSR
Dana PKH
Dana KRPL
Dana Bedah Rmh,
Sanitasi Dana Bibit Ikan
KUNCI:
• Integrasi Lokus (Desa)
• Integrasi Sasaran
(Keluarga Bumil dan
Balita)
Asupan
Makanan
Ketahanan Pangan Keluarga
Pola Asuh Balita
Survailans
Gizi
Lumbung Pangan Desa
PROSES INTERVENSI PENURUNAN STUNTING
TERINTEGRASI DI DESA
POTENSI
SUMBERDAYA
DI KABUPATEN