1. PENGARUH STRUKTUR TERHADAP KELARUTAN ZAT WARNA
Kelarutan suatu senyawa dalam suatu pelarut dapat dinyatakan sebagai jumlah
gram zat terlarut dalam sejumlah tertentu larutan pada suhu tertentu. Salah satu faktor
penting yang mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah sifat kepolaran masing – masing
zat. Kepolaran dipengaruhi oleh momen dipol senyawa tersebut. Bila momen dipol suatu
senyawa tidak nol maka molekul tersebut bersifat polar, dan bila jumlahnya nol maka
senyawa bersifat nonpolar. Harga momen dipol dipengaruhi oleh kelektronegatifan unsur-
unsur pembentuk suatu senyawa. Bila perbedaan kelektronegatifan besar maka senyawa
memiliki momen dipol besar dan bersifat polar. Kelarutan suatu senyawa dalam pelarut
pada dasarnya berlandaskan pada prinsip ‘like dissolved like’. Kemiripan kepolaran zat
terlarut dengan pelarut yang digunakan menentukan hasil pelarutan. Senyawa polar akan
mudah larut dalam pelarut polar dan sebaliknya.
Didalam suatu sistem larutan akan terdapat gaya antaraksi antara pelarut dengan
pelarut, pelarut dengan zat terlarut dan zat terlarut dengan zat terlarut. Gaya antaraksi antar
medium pelarut dengan zat terlarut sangat besar perannya dalam suatu proses pelarutan.
Gara antaraksi ini dapat berupa gaya tarik menarik maupun tolak menolak.
Bila gaya tarik menarik pelarut dan zat terlarut makin besar maka zat terlarut makin
mudah larut dan apabila gaya tarik menarik pelarut dan zat terlarut makin kecil maka zat
terlarut makin sukar larut. Dilain pihak bila gaya tarik menarik zat terlarut dan zat terlarut
makin besar maka akan mendorong proses agregrasi zat terlarut sehingga zat tersebut akan
semakin sukar larut.
Gaya antaraksi yang bekerja dalam antar pelarut dan zat terlarut dapat berupa
ikatan ionik, ikatan hidrogen dan ikatan dari gaya Van der Waals (VDW) tergantung
struktur molekul zat terlarut dan pelarutnya.
Termasuk dalam gaya VDW adalah gaya dipol dan dispersi London, ikatan dari
gaya VDW ini sering juga disebut ikatan fisika, namun untuk antaraksi antar partikel
hidrofob ikatan dari gaya VDW sering disebut sebagai ikatan hidrofobik.
Ikatan ionik merupakan gaya antaraksi jangka panjang karena besarnya ikatan
sebanding dengan 1/r2 (r adalah jarak antar partikel), sedangkan ikatan dari gaya VDW dan
2. ikatan Hidrogen merupakan merupakan gaya antaraksi jangka pendek karena besarnya
kekuatan ikatan sebanding dengan 1/r6. Jadi gaya ikatan Hidrogen dan VDW baru bekerja
jika jarak antar partikel sangat dekat.
contoh ikatan hidrogen
Jenis ikatan hidrogen dalam urutan kekuatan relatif (dari kiri: hidroksi-eter, hidroksi-amina dan imino-amina)
Dipole (µF)
Van der waals (ikatan fisika)
Disperse london (Σel)
Dalam proses pelarutan zat warna dengan medium air kepolaran zat terlarut akan
menentukan kemudahan pelarutan zat tersebut karena air merupakan medium yang polar.
Bila struktur molekul suatu zat warna makin polar maka gaya tarik menarik antara
zat warna dan air akan semakin besar dan gaya tolak menolak antar anion zat warna atau
antar kation zat warna akan makin besar.
Oleh karena itulah maka bila dalam struktur zat warna dimasukkan gugus sulfonat
(-SO3H) atau gugus polar lainnya maka kelarutan zat warna akan semakin besar.
4. Didalam air gugus sulfonat tersebut akan mengion sehingga terbentuk anion zat
warna yang selanjutnya memudahkan terbentuknya ikatan antara anion zat warna dengan
partikel air berupa ikatan hidrogen ataupun gaya dipol, sehingga memudakan proses
pelarutan zat warna.
Selain itu bila gugus sulfonat dalam struktur molekul zat warna makin banyak
maka gaya tolak menolak antar anion zat warna akan makin besar sehingga mencegah
terjadinya agregrasi zat warna. Hal tersebut akan menyebabkan zat warna dapat larut mono
molekuler.
Dipilih gugus sulfonat sebagai gugus pelarut zat warna mengingat kemampuan
gugus tersebut mengion bisa dari pH alkalis sampai cukup asam (pH 4 – 5) dan lebih tahan
terhadap air sadah. Sedangkan gugus polar lainnya seperti gugus karboksil (-COOH) hanya
bisa mengion pada pH alkalis sampai agak asam (pH 6) sehingga pada pH lebih rendah
dari 6 sudah sukar untuk mengion atau sudah tidak berfungsi lagi sebagai gugus pelarut.
Selain itu gugus karboksil kurang tahan air sadah.
5. Hal sebaliknya akan terjadi bila kedalam struktur molekul zat warna dimasukkan
gugus hidrofob (non polar) seperti gugus alkil maka kelarutannya dalam air akan semakin
kecil karena akan mengurangi gaya tarik-menarik zat warna dengan air dan bahkan
memperbesar gaya tarik menarik (antaraksi hidrofobik) antara zat warna dengan zat warna
sehingga memudahkan terjadinya agregrasi zat warna.
Bila terjadi agregrasi zat warna maka gaya dispersi london atau VDW antar partikel
zat warna akan makin besar dan mengurangi gaya tarik menarik agregrat zat warna dengan
air, sehingga kelarutannya akan makin kecil.
Peningkatan sifat kelarutan zat warna pada zat warna yang dilakukan dengan cara
memasukkan lebih banyak gugus sulfonat pada struktur molekulnya, disatu pihak akan
meningkatkan kerataan hasil celupnya, tetapi dilain pihak akan menurunkan tahan luntur
warna terhadap pencucian dan afinitasnya.
Untuk jenis zat warna yang pada strukturnya tidak terdapat gugus pelarut (namun
diisi dengan gugus alkil) akan memiliki sifat tidak larut, seperti pada zat warna bejana, zat
warna sulfur, dan zat warna disperse. Karena pada strukturnya tidak terdapat gugus pelarut
maka dalam larutan tidak ada gugus yang menion dengan air. Agar dapat mengion / larut
pada larutan celup harus ditambahkan zat pendispersi atau zat warnanya dibuat larut
terlebih dahulu dengan cara direduksi atau dibejanakan (pada zat warna bejana). Contoh:
6. Sulphur Red 5
Karena zat warna tersebut tidak memiliki gugus pelarut, maka sifat hasil
pencelupannya menjadi memiliki tahan luntur terhadap pencucian yang baik.
7. PENGARUH STRUKTUR
TERHADAP KELARUTAN ZAT WARNA
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kimia Zat Warna
Disusun oleh :
Dyan Pramesti S. 10.K40002
Nurul Anisa 10.K40007
Hera Apriliani 10.K40010
Yane Mariana 10.K40011
Dosen :
Dede Karyana S.Teks., M.Si
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL
2012