1. H U K U M L A U T I N T E R N A S I O N A L
H U K U M U D A R A D A N L U A R
A N G K A S A
D E V I C A R U L LY, S H . , M H . , L L . M
FA K U LTA S H U K U M
U N I V E R S I TA S E S A U N G G U L
2 0 1 7 KULIAH XIV
2. URGENSI
• Pentingnya pengaturan Hukum Laut Internasional :
• -70 % permukaan bumi merupakan laut
• -laut merupakan ‘jalan raya’ yang menghubungkan
satu negara dengan negara lain
• -kekayaan hewani dan kekayaan mineral yang
terkandung di dasar laut
• -Terjadinya Tindak Pidana diatas wilayah laut
3. PENGATURAN HUKUM LAUT
INTERNASIONAL
1. Konvensi-konvensi Tahun 1958, terdiri dari :
-Convention on the Territorial Sea and Contiguous Zone
(Konvensi mengenai Laut Wilayah dan Zona Tambahan)
-Convention on the High Seas (Konvensi mengenai Laut Lepas)
-Convention on Fishing and Conservation on the Living
Resources of The High Seas (Konvensi mengenai Perikanan dan
Perlindungan Kekayaan Hayati Laut Lepas)
-Konvensi on the Continental shelf (Konvensi mengenai
Landasan Kontinen)
2. Konvensi Tahun 1982, mengenai Konvensi Hukum Laut
4. WILAYAH LAUT TERITORIAL
UNCLOS 1982
• Ditandatangani di Montego Bay, Jamaica
pada 30 April 1982
• Telah diratifikasi oleh 149 negara
• Berisi mengenai penetapan batas-batas
terluar dan garis batas antar negara dari
berbagai zona maritim seperti : Perairan
Dalam, Laut teritorial, Selat, Zona
Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif,
Landas Kontinen, Laut Bebas/Lepas, dan
Kawasan.
5. STATUS HUKUM ZONA
MARITIM
1. Berada di bawah kedaulatan penuh negara, meliputu: laut
pedalaman, laut teritorial dan selat yang digunakan untuk pelayaran
internasional
2. Negara mempunyai yuridiksi khusus dan terbatas pada zona
tambahan
3. Negara mempunyai yurisdiksi eksklusif utk memanfaatkan SDA nya
pada ZEE dan Landas Kontinen
4. Berada di bawah pengaturan internasional khusus yaitu daerah
dasar laut samudra dalam
5. Tidak berada di bawah kedaulatan manapun, yaitu laut lepas
6. PERAIRAN PEDALAMAN
• Perairan yang terletak pada sisi darat dari garis pangkal yang
dipakai untuk menetapkan laut teritorial suatu negara.
• Termasuk kedalamannya sungai, teluk, pelabuhan serta bagian
lain sepanjang berada pada sisi darat dari garis pangkal.
7. LAUT TERITORIAL
Laut Teritorial ialah suatu jalur laut yang terletak
antara laut lepas/ bebas dengan pantai dan atau
perairan pedalaman negara pantai.
UNCLOS 1982 menyatakan bahwa “setiap negara
diberi kebebasan untuk menetapkan lebar laut
teritorialnya hingga suatu batas yang tidak melebihi
12 mil laut, diukur dari garis pangkal terluar pulau.
Kedaulatan teritorial atas wilayah laut dibatasi oleh
kepentingan pelayaran internasional yang
diwujudkan dalam Konsep hak lintas damai (the right
of innocent passage).
Hak lintas damai adalah hak setiap kapal asing
untuk berlayar di laut teritorial suatu negara dengan
melintasi laut teritorial tersebut tanpa masuk ke
perairan pedalaman/ berlabuh di
pelabuhan/galangan yang berada di luar perairan
pedalaman atau berlayar menuju dan keluar dari
8. SELAT UNTUK PELAYARAN
INTERNASIONAL
• Peratiran yang menghubungkan satu bagian laut lepas atau
ZEE dengan bagian lain dari laut lepas atau ZEE. Berlaku lintas
transit (transit passage)
• Apabila ada bagian dari selat yang letaknya lebih dekat ke
daratan utama dan ada alur laut yang memisahkan daratan
tersebut dengan suatu pulau dan dapat memberikan
kenyamanan yang sama untuk pelayaran. Berlaku hak lintas
damai.
9. ZONA TAMBAHAN
• Batas terluar zona tambahan tidak boleh melebihi 24 mil laut,
yang diukur dari garis pangkal yang dipakai untuk menetapkan
laut teritorialnya.
• Negara pantai dapat melaksanakan pengawasan yang
diperlukan untuk mencegah pelanggaran peraturan perundang-
undangan di bidang bea cukai, fiskal, imigrasi dan saniter.
10. ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
• Pasal 57 UNCLOS 1982 menyatakan “lebar ZEE tidak boleh melebihi
200 mil (370,4 km) laut dari garis pangkal darimana lebar laut
wilayah diukur.
• Negara pantai memiliki hak berdaulat utk eksplorasi dan
eksploitasi, konservasi dan pengelolaan SDA baik hayati maupun
non hayati di ZEE.
• Negara lain memiliki kebebasan untuk berlayar dan terbang di
atasnya, serta untuk memasang kabel dan pipa di dasar lautnya.
• Pemanfaatan SDA dan kegiatan lainnya di ZEE harus seizin
pemerintah yang bersangkutan.
11. LANDAS KONTINEN
• Daerah dasar laut dan tanah dibawahnya (seabed and subsoil) dari
daerah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya.
• Daerah dasar laut yang terletak antara dasar air rendah dan titik di
mana dasar laut menurun secara tajam, yang biasanya terjadi pada
kedalaman 200meter.
• Penguasaan penuh dan hak eksklusif atas SDA di LK ada pada negara.
• Dalam eksplorasi dan eksploitasi SDA di landas kontinen harus
diindahkan kepentingan-kepentingan pertahanan dan keamanan
nasional, perhubungan, telekomunikasi dan transmisi listrik bawah
laut, perikanan, riset dll.
12. LAUT LEPAS
Freedom of the high seas meliputi:
1. Kebebasa untuk berlayar
2. Melakukan penerbangan
3. Memasang kabel dan pipa di bawah laut
4. Membangun pulau buatan dan isntalasinya
5. Menangkap ikan
6. Melakukan kegiatan ilmiah
13. NEGARA KEPULAUAN
• Pasal 1 UNCLOS 1982 menetapkan: kedaulatan suatu negara
kepulauan meliputi juga perairan yang ditutup oleh atau
terletak di sebelah dalam dari garis pangkal lurus kepulauan
yang disebut juga perairan kepulauan.
• Dibatasi dengan kewajiban hak lintas damai dan hak lintas alur
laut kepulauan.
14. NEGARA TIDAK BERPANTAI
• Negara yang tidak berpantai dan negara-negara yang secara
geografis tidak beruntung (land locked and geographically
disadvantaged States)
• Memiliki hak dalam kegiatan eksploitasi dan eksplorasi di ZEE di
kawasan dan sub kawasan yang sama.
17. SENGKETA HUKUM LAUT
• Prinsipnya, jika pihak lain setuju untuk membiarkan sengketa itu tidak
terselesaikan, maka konvensi tidak memiliki daya ikat untuk diselesaikannya
sengketa itu melalui mekanisme hukum internasional
• Jika salah satu pihak berkeinginan untuk menyelesaikan sengketa itu, maka
pihak lain berkewajibannya mengikuti mekanisme yang sudah diatur oleh
konvensi
• Prosedur penyelesaiaan sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 33 Paragraf 1
Piagam PBB: mekanisme bilateral maupun regional
• Apabila tidak dapat diselesaikan, maka penyelesaian melalui salah satu badan
peradilan yang telah ditetapkan konvensi, yaitu :
-Tribunal Internasional untuk hukum laut
-Mahkamah Internasional
-Tribunal Arbitrasi
-Tribunal Arbitrasi Khusus
19. DASAR HUKUM
• Instrumen internasional yang mengakui
wilayah Negara di ruang udara saat ini adalah
Convention on International Civil Aviation 1944
atau yang lebih dikenal dengan Chicago
Convention.
• Berdasarkan Pasal 1 Chicago Convention
disebutkan bahwa “The Contracting States
recognize that every State has complete and
exclusive sovereignty over the airspace above
its territory.”
• Selanjutnya dalam Pasal 2 disebutkan bahwa
“For the purpose of this Convention the territory
20. KONVENSI CHICAGO 1944
Konvensi ini menghasilkan pengakuan terhadap 5 kebebasan udara yaitu:
1. Dua kebebasan dasar yaitu hak lintas damai (innocent passage) dan hak
mendarat teknik untuk keperluan pengambilan bahan bakar dan
reparasi/perbaikan (technical stop)
2. Tiga kebebasan komersial atau yang berkaitan dengan lalu lintas komersial
yaitu:
a. hak untuk menurunkan di semua negara pihak para penumpang dan barang
dagangan yang dimuat diwilayah negara pihak yang pesawat udaranya
mempunyai kebangsaan dari negara tersebut
b. hak untuk menaikkan para penumpang dan barang dagangan menuju wilayah
yang pesawat udaranya mempunyai kebangsaan negara tersebut
c. hak untuk menaikkan para penumpang dan barang dagangan di semua
wilayah negara pihak dan menurunkannya di wilayah negara-negara pihak
lainnya
21. FREEDOM OF THE AIR
Five Freedoms of the Air:
1. Fly across foreign country without
landing;
2. Land for non-traffic purposes;
3. Disembark in a foreign country traffic
originating in the State of origin of the
aircraft;
4. Pick up in a foreign country traffic
destined for the State of origin of the
aircraft;
5. Carry traffic between two foreign
countries.
22. DAMPAK KEDAULATAN
NEGARA DI RUANG UDARA
• Setiap pesawat udara yang memasuki wilayah udara
negara lain harus memperoleh izin
• Bila izin tidak diperoleh maka dianggap sebagai
pelanggaran wilayah udara nasional
• Terhadap pelanggar dapat dikenakan sanksi, termasuk
menurunkan secara paksa pesawat hingga menembak
jatuh
• Izin ini juga dapat dikomersialkan oleh Negara
terhadap pesawat udara dari Negara lain yang
mengangkut penumpang dan barang (traffic purposes)
• Izin dapat diberikan di depan dan dituangkan dalam
perjanjian internasional yang disebut sebagai Bilateral
23. RUANG ANGKASA
• Di ruang angkasa (ruang yang berada diatas
ruang udara) Negara tidak boleh memiliki
kedaulatan ataupuan mengklaim kedaulatan
• Ini tertuang dalam Treaty on Principles
Governing the Activities of States in the
Exploration and Use of Outer Space, including
the Moon and Other Celestial Bodies
24. STATUS YURIDIK ANGKASA
LUAR
Tidak dapat dimiliki (Non-Appropriation)
Prinsip ini secara jelas tercantum dalam Deklarasi
mengenai Ruang Angkasa Luar tahun 1963, yang
kemudina ditegaskan oleh Pasal II Perjanjian Ruang
Angkasa Luar tanggal 2 Januari 1967 yaitu: “Ruang
angkasa luar termasuk Bulan dan benda-benda
angkasa lainnya tidak dapat dijadikan milik nasional
baik melalui pernyataan kedaulatan, penggunaan atau
pun pendudukan maupun melalui cara lain apapun.”
25. Kebebasan Penggunaan
Prinsip tidak boleh memiliki menyebabkan ruang angkasa luar
digunakan secara bebas oleh semua negara tanpa ada perbedaan dan
atas kesamaan yang adil, seperti disebutkan dalam Pasal 1 Paragraf
2 Perjanjian ruang Angkasa Luar 1967. Namun, kebebasan
penggunaan ruang angkasa luar ini dibatasi oleh beberapa ketentuan
yaitu:
1. kegiatan spasial yang dilakukan harus sesuai dengan hukum
internasional termasuk piagam PBB.
2. Sehingga sebagai akibatnya penggunaan ruang angkasa luar
harus bersifat damai yang bertujuan untuk memelihara
perdamaian dan keamanan nasional.
3. Batasan yang ketiga yaitu sebagaimana disebutkan dalam
Perjanjian Angkasa Luar dalam Pasal 1 alinea 1 berbunyi:
• “Eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa luar termasuk Bulan
dan benda-benda alamiah semesta lainnya harus dilakukan untuk
kebaikan dan kepentingan semua negara apapun tingkat
perkembangan ekonomi dan ilmiahnya; kegiatan-kegiatan tersebut
adalah atribut dari seluruh umat manusia”
26. • Dalam Pasal II disebutkan bahwa “Outer space,
including the moon and other celestial bodies, is
not subject to national appropriation by claim of
sovereignty, by means of use or occupation, or by
any other means.”
• Di ruang angkasa yang berlaku adalah kebebasan
• Kebebasan untuk keuntungan dan kepentingan
semua negara
27. • Kebebasan ini mencakup:
–Kebebasan melakukan eksplorasi
–Kebebasan untuk memanfaatkan
–Kebebasan melakukan penyelidikan ilmiah