Makalah ini membahas tentang Masailul Khamsah (Masalah Lima) yang merupakan rumusan awal Muhammadiyah mengenai pandangan Islam. Masalah lima tersebut meliputi agama, dunia, ibadah, sabilillah dan qiyas. Agama didefinisikan sebagai ajaran Islam yang diturunkan Allah dalam Al-Quran dan Sunnah. Urusan dunia merujuk pada masalah-masalah teknis yang diserahkan kepada kebijaksanaan manusia. Makalah
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
Masalah Lima Islam Muhammadiyah
1. MAKALAH AL ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN V
‘’MASALAH LIMA ( AGAMA DAN KONSEP URUSAN DUNIA)’’
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 8 :
1. ARAB MUSTARI’BA
2. NUR HIKMAH
3. PEBRYANA INDAH SARI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PRODI AKUNTASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020/2021
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, nikmat, dan karunia-Nya kepada kita. Sehingga pemakalah dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “MASALAH LIMA (AGAMA & DUNIA)”
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah AL ISLAM
KEMUHAMMADIYAHAN.
Shalawat beriring salam untuk Rasul pemimpin umat yakni Nabi Muhammad
SAW, yang telah membawa umatnya dari alam Jahiliyah ke alam yang Islamiyah
dan dari alam kegelapan ke alam yang terang dan berilmu pengetahuan seperti
saat ini.
Dalam pembuatan makalah ini, banyak proses pemakalah lakukan untuk
mencari bahan bacaan. Namun berkat kerja sama anggota kelompok dan
kepada semua pihak yang membantu dari segi moril maupun materi, sehingga
makalah ini dapat diselesaikan penulis sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Makassar, 1 Januari 2021
Kelompok 8
i
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan Pembahsan...............................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
2.1 Apa yang dimaksud dengan masalah lima.................................................................3
2.2 Agama dan konsep Urusan Dunia dalam masalah lima.............................................4
BAB III..............................................................................................................................6
PENUTUP.........................................................................................................................6
3.1 Kesimpulan......................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................7
ii
4. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Muhammadiyah, sebagai gerakan keagamaan yang berwatak sosio-kultural, dalam
dinamika kesejarahannya selalu berusaha merespon berbagai perkembangan
kehidupan dengan senantiasa merujuk pada ajaran Islam (al-ruj'u ila al-Qur’an wa
as-Sunnah, menjadikan al-Quran dan as-Sunnah sebagi sumber rujukan). Di satu
sisi sejarah selalu melahirkan berbagai persoalan, dan pada sisi yang lain Islam
menyediakan referensi normatif atas berbagai persoalan tersebut. Orientasi pada
dimensi illahiah inilah yang membedakan Muhammadiyah dari gerakan sosio-
kultural lainnya, baik dalam merumuskan masalah, menjelaskannya maupun
dalam menyusun kerangka operasional penyelesaiannya. Orientasi inilah yang
mengharuskan Muhammadiyah memproduksi pemikiran, meninjau ulang dan
merekonstruksi pemikiran keislamannnya.
Pemikiran keislaman meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan tuntunan
kehidupan keagamaan secara praktis, wacana moralitas publik dan discourse
(wacana) keislaman dalam merespon dan mengantisipasi perkembangan
kehidupan manusia. Masalah yang selalu hadir dari kandungan sejarah tersebut
mengharuskan adanya penyelesaian. Muhammadiyah berusaha menyelesaikannya
melalui proses penafsiran dinamik antara normativitas ad-din (agama), berupa al-
ruj'u ila al-Qur’an wa as-Sunnah (keharusan merujuk kepada al-Qurân dan as-
Sunnah), historisitas (kenyataan sejarah tentang adanya) penafsiran atas ad-din,
realitas kekinian dan prediksi masa depan. Mengingat proses penafsiran dinamik
ini sangat dipengaruhi oleh asumsi (pandangan dasar) tentang agama dan
kehidupan, di samping pendekatan dan teknik pemahaman terhadap ketiga aspek
tersebut, maka Muhammadiyah perlu merumuskannya secara spesifik. Dengan
demikian diharapkan ruhul ijtihad (semangat untuk menggali ajaran agama dari
sumber-sumbernya) dan tajdid (upaya pemurnian dan pembaharuan pemikiran
keislaman) terus tumbuh dan berkembang.
Dari wacana yang terus bergulir, orang pun selalu mempertanyakan: “Bagaimana
Muhammadiyah memahami Islam sebagai sebuah kebenaran mutlak untuk
mendapatkan jawaban yang yang mendekati kebenaran Islam yang sejati? Apa
rumusan kongkret pandangan Muhammadiyah tentang Islam? Dan, yang tidak
kalah pentingnya, bagaimana melaksanakannya di dalam tindakan nyata? Dalam
1
5. hal ini Muhammadiyah telah memiliki tiga rumusan penting, yang diasumsikan
bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Pertama rumusan tentang Masailul
Khamsah (Masalah Lima), kedua rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah (yang dikenal di kalangan warga Muhammadiyah dengan
singkatan MKCH), dan ketiga rumusan tentang Pedoman Kehidupan Islami
Warga Muhammadiyah. Dan yang akan dibahas pada pembahasan ini adalah
mengenai Masailil Khamsah (Masalah Lima).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan masalah lima
1.2.2 Agama dan Konsep Dunia dalam Masalah LIma
1.3 Tujuan Pembahsan
1.3.1 Untuk mengetahui arti dari Masalah lima
1.3.2 Untuk mengetahui Agama dan Konsep Dunia dalam Masalah Lima
2
6. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Apa yang dimaksud dengan masalah lima
Rumusan awal mengenai Islam dalam pandangan Muhammadiyah
tertuang dalam Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah mengenai “Masailul
Khamsah” (Masalah Lima) tanpa ada rujukan nashnya (baik berupa nash al-Quran
maupun as-Sunnah). Sejak tahun 1935 upaya perumusan Manhaj Tarjih
Muhammadiyah telah dimulai, dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh
Hoofdbestuur (Pimpinan Pusat) Muhammadiyah. Langkah pertama kali yang
ditempuh adalah dengan mengkaji “Masailul Khamsah“ ( Masalah Lima ) yang
merupakan sikap dasar Muhammadiyah dalam persoalan agama secara umum.
Karena adanya penjajahan Jepang dan perang kemerdekaan , perumusan Masalah
Lima tersebut baru bisa diselengarakan pada akhir tahun 1954 atau awal 1955
dalam Muktamar Khusus Majlis Tarjih di Yogyakarta.
Dari rumusan “Masailul Khamsah” terkandung rumusan fundamental
(pandangan dasar) tentang Islam dalam pandangan Muhammadiyah, yang tertuang
dalam penjelasan mengenai: agama, dunia, ibadah, sabilillah dan qiyas.
Lima masalah ini terilhami dari realitas bahwa umat dalam kondisi belum
mampu menjadikan Islam sebagai agama yang konstekstual dan berkemajuan,
sebagaimana ungkapan Islam itu ya’lu wala yu’la ‘alaih. Kata Muhammad
Abduh: al-islamu mahjubun bi al-muslimin. Muhammadiyah ingin menjadikan
pesan al-Qur’an dan Hadis membumi, sehingga Islam bersinar cerah. Terilhami
juga dari Qs Al-Hajj: 78, “Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu
dalam agama ini suatu kesempitan.” Hadis, “Permudahkanlah dan jangan
mempersulit. Gembirakanlah dan janganlah membuat orang lari” dan “Kamu
lebih tahu urusan duniamu.” (Asjmuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih
Muhammadiyah, 2012)
Masalah lima ini diharapkan melampaui sekadar urusan fikih dan
khilafiyah. Dicontohkan, bahwa bab thaharah selalu menjadi bahasan utama.
Kenyataannya, umat Islam tidak menerapkan pola kebersihan. Dalam fikih, air
suci itu harus berukuran dua kulah (minimal 60 x 60 x 60 cm). Nash tidak
menjelaskan tentang air yang aman dan bebas dari kuman. Bahasan ini terdapat
dalam ilmu kesehatan. Ilmu kesehatan termasuk bahasan agama atau dunia? Jika
masuk urusan dunia, apakah disebut ibadah? Apa itu ibadah? Apakah dalam
ibadah dibolehkan melakukan qiyas atau ijtihad, seperti menginterpretasikan air
3
7. suci dan bersih menurut penelitian ilmiah. Apakah penelitian dengan penuh
kesungguhan berupa ijtihad itu termasuk usaha baik yang mendapat pahala,
berupa laku fi sabilillah
2.2 Agama dan konsep Urusan Dunia dalam masalah lima
Agama
Agama ialah agama Islam Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW
ialah apa yang diturunkan Allah di dalam Quran dan yang tersebut dalam sunnah
yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk
kebaikan manusia di Dunia dan Akherat.
Agama ialah apa yang disyariatkan Allah dengan perantara Nabi-Nabi-Nya,
berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk
kebaikan manusia di Dunia dan Akherat.
Dunia
Yang dimaksud “urusan dunia” dalam sabda Rasulullah SAW.: “Kamu
lebih mengerti urusan duniamu” ialah segala perkara yang tidak menjadi tugas
diutusnya para Nabi (yaitu perkara-perkara/pekerjaan-pekerjaan/urusan-urusan
yang diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan manusia).
Bagian urusan dunia inilah yang merupakan gerbang tajdid bagi
Muhammadiyah. Dalam persoalan urusan dunia umat Islam tak boleh kaku,
namun harus mengikuti perkembangan zaman. Mungkin akan ada yang
menyanggah, apakah memisahkan antara urusan agama dan urusan dunia adalah
bentuk dari sekulerisme? Bukankah dalam Alquran sendiri ditegaskan bahwa tak
satupun yang luput dari penjelasan Alquran? Bukankah Islam itu syaamil
(menyeluruh) dan mutakamil (sempurna)? Bukankah Islam itu kaffah mengatur
dari bagaimana bernegara sampai cara cebok?.
Penulis memahami bahwa kesempurnaan Islam terletak pada akidah,
ibadah madhah dan nilai moral-moralnya. Islam itu syamil dan mutakamil dalam
hal-hal yang sifatnya prinsip-prinsip universal. Adapun dalam hal-hal yang
bersifat teknis operasional, maka inilah yang disebut dengan urusan dunia, dimana
pelaksanaannya diserahkan kepada kebijaksanaan manusia. Inilah yang membuat
Islam bisa shahih likulli zaman wa makan, sesuai dengan berbagai masa dan
tempat. Bukan karena memaksakan fosil budaya masa lalu agar dihidupkan
kembali di masa kini, namun karena mampu beradaptasi dengan kebudayaan dan
zaman dalam hal yang sifatnya teknis operasional. Misalnya dalam soal
kepemimpinan, Islam telah mengatur prinsip-prinsip yang sempurna, seperti
keadilan, musyawarah, kejujuran dll. Adapun bentuk pemerintahan apakah itu
kekaisaran, kerajaan, republik, dll. Itu diserahkan kepada kebijaksanaan dan
4
8. kemaslahatan manusia dan mengikuti kemajuan zaman. Contoh lain dalam soal
berpakaian, Islam telah mengatur prinsip-prinsip berupa menutup aurat, pantas,
tidak berlebihan dan tidak ketat. Adapun mau bahannya dari kain jeans atau
bukan, mau model kaos atau koko, mau pakai rok atau kulot, itu diserahkan
kepada kemaslahatan manusia.
Hal ini telah dicontohkan oleh Kyai Dahlan dahulu yang dituduh sesat
karena membuat sekolah dengan papan tulis dan bangku, membuat panti asuhan
dan klinik. Pihak yang menuduh sesat berpendapat bahwa kyai Dahlan telah
melakukan tasyabbuh dengan orang kafir, yang juga mendirikan sekolah, panti
asuhan dan klinik. Kyai Dahlan faham bahwa sekolah ala barat, panti asuhan dan
rumah sakit adalah urusan dunia, karenanya tak menjadi dosa walau tak pernah
dicontohkan Rasulullah SAW. Justru dengan inspirasi dari barat tersebut kyai
Dahlan mengamalkan prinsip-prinsip Islam yakni kewajiban menuntut ilmu dan
menolong sesama.
Ironisnya akhir-akhir ini, banyak yang tak bisa membedakan antara
prinsip-prinsip dalam agama dengan hal yang sifatnya teknis operasional.
Sehingga muncul kembali keinginan untuk mendirikan model kekaisaran ala
khalifah terdahulu, walau sekarang bukan zamannya lagi. Banyak juga yang
bersemangat meniru nabi Muhammad SAW secara harfiah tanpa mengetahui
konteksnya, misalnya makan dengan tiga jari. Ada juga yang mengharamkan isbal
secara mutlak, mengharamkan musik secara mutlak, mewajibkan cadar dan hal
lainnya. Bagi Muhammadiyah, jelas hal tersebut merupakan anti-tesis dari spirit
tajdid Muhammadiyah.
5
9. BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perjalan Majlis Tarjih selama 77 tahun, memang penuh dengan tantangan
dan cobaan. Tugas yang diembannya untuk membimbing masyarakat Islam
Indonesia, pada umumnya dan warga Persyarikatan Muhammadiyah pada
khususnya dalam masalah keagamaan dan pengembangan pemikiran Islam,
nampak begitu berat dan menuntut adanya kesabaran dan perjuangan, serta
pencarian yang tiada kenal putus asa. Sehingga perbaikan,penyempurnaan serta
pengembangan Majlis tarjih ini sangat mutlak diperlukan,guna memberikan
konstribusi-konstribusi yang bermanfaat bagi umat Islam Indonesia.
Demikian tulisan singkat tentang Majlis Tarjih dan Pengembangan
Pemikiran Islam. Yang sedikit ini, mudah-mudahan bisa membuka cakrawala,
khususnya bagi kader-kader Muhammadiyah, dan bisa menjadi bekal awal untuk
pengembangan pemikiran dalam persyarikatan ini. Wallahu A’lam.
6