SlideShare a Scribd company logo
1 of 33
Download to read offline
TUGAS EKONOMI LINGKUNGAN
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI
DESA LATERI, KECAMATAN BAGUALA, KOTA AMBON
NAMA : FARID PRATAMA PUTRA
NRP : 3314100030
DOSEN : Dr. Ir. M RAZIF MM
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2016
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 i
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... i
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................. 2
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................ 2
1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ........................................................................................................................ 2
BAB 2 PENDAHULUAN.................................................................................................... 3
2.1 Ekosistem Mangrove ................................................................................................... 3
2.2 Fungsi Ekologi dan Ekonomi Ekosistem Mangrove ................................................... 7
2.3 Valuasi Ekonomi Ekosistem Mangrove ...................................................................... 8
BAB 3 GAMBARAN WILAYAH.................................................................................... 10
3.1 Keadaan Umum Wilayah........................................................................................... 10
3.2 Kondisi Hutan Mangrove........................................................................................... 11
BAB 4 PENGOLAHAN DATA........................................................................................ 16
4.1 Metode Penelitian ...................................................................................................... 16
4.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................... 17
4.3 Kuantifikasi Manfaan ke Dalam Nilai Uang ............................................................. 21
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 23
5.1 Manfaat Langsung ..................................................................................................... 23
5.2 Manfaat Tidak Langsung ........................................................................................... 27
5.3 Manfaat Pilihan.......................................................................................................... 28
5.4 Manfaat Total............................................................................................................. 28
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 29
6.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 29
6.2 Saran .......................................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 30
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 i
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 1
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memasuki abad ke 21, pembangunan pesisir dan kelautan Indonesia dihadapkan pada
beberapa realitas dan kecenderungan ke depan. Beberapa realitas dan kecenderungan ke
depan tersebut adalah daya dukung sumber daya di darat dari waktu ke waktu semakin
berkurang, sementara jumlah penduduk serta pendapatan masyarakat semakin meningkat.
Oleh karena itu, permintaan barang dan jasa di masa mendatang akan terus meningkat yang
semakin tidak dapat dipenuhi lagi dari hasil-hasil sumber daya alam.
Pendayagunaan sumber daya daratan. Sebagai konsekuensinya, tuntutan untuk
memanfaatkan sumber daya laut di masa mendatang akan meningkat. Beberapa kenyataan
yang terjadi dalam lingkungan sistem pesisir adalah: peningkatan jumlah penduduk, kegiatan
industri, pencemaran, sedimentasi, ketersediaan air bersih, pengelolaan secara berlebihan
dan faktor penting lainnya. Semua faktor-faktor ini merupakan komponen yang saling terkait
dalam sistem pesisir. Untuk mencapai optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pesisir
diperlukan adanya neraca sumber daya pesisir dan lautan yang memerlukan penilaian
ekonomi (valuasi ekonomi) terhadap cadangan pemanfaatan sumberdaya alam.
Eksistensi sumber daya disuatu wilayah sangatlah tergantung pada bentuk
pemanfaatan dan pengelolaan yang dilakukan masyarakat di wilayah itu. Pilihan-pilihan
terhadap sumberdaya menjadi bagian penting yang mempengaruhi arah pemanfaatan,
artinya bahwa pemanfaatan terhadap suatu jenis sumber daya akan cenderung bergeser dari
wilayah atau kawasan yang mulai menipis sumber dayanya ke kawasan yang masih aktif
memiliki potensi yang tinggi. Tingginya aktivitas pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau
kecil di Maluku memberikan perhatian berbagai pihak, terutama berkelanjutan sumber daya
yang dikelolah disertai peningkatan ekonomi masyarakatnya.
Hutan mangrove selain sebagai ekosistem, juga sebagai sumber daya perairan dan
pulau-pulau kecil. Sumber daya pesisir hutan mangrove menyediakan berbagai produk dan
layanan jasa lingkungan yang menunjang berbagai kebutuhan hidup dan berbagai macam
aktivitas ekonomi. Potensi hutan mangrove dapat memberikan harapan kecukupan
kebutuhan ekonomi hidup masyarakat, terutama yang bermukim sekitar kawasan mangrove.
Hal ini sangat bergantung pada perlindungan dan pelestarian intergrasi fungsional dari
sistem alami hutan mangrove, dan tidak pada konversi hutan mangrove untuk tujuan
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 2
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
penggunaan tunggal sehingga fungsi-fungsinya menjadi hilang. Sesuai uraian di atas, maka
kelestarian fungsi-fungsi hutan mangrove yang menempati kawasan pesisir menjadi sangat
penting dalam kegiatan pembangunan dan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan.
Dengan demikian diperlukan valuasi melalui metodologi valuasi ekonomi terhadap
potensi ekosistem mangrove. Karenanya penelitian ini sangat penting dilakukan sehingga
hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan dan bahan informasi dalam memanfaatkan
dan mengelolah ekosistem mangrove ke depan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah
berapa besar harga/nilai kuantitatif ekosistem hutan mangrove di Desa Lateri agar diketahui
berapa harga/nilai kuantitatif yang akan hilang dan akibat yang akan dialami oleh manusia
jika ekosistem hutan mangrove tidak dikelola dengan bijaksana.
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penilaian ekonomi terhadap ekosistem hutan
mangrove, serta kontribusinya terhadap masyarakat di wilayah lokasi penelitian mangrove
di Desa Lateri, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, Maluku.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi para
pengambil kebijakan dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya hutan mangrove.
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 3
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Mangrove
Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue yang berarti tumbuhan dan
grove yang berarti belukar atas hutan kecil. Kata mangrove digunakan untuk meyebut jenis
pohon-pohon atau semak-semak yang tumbuh di antara batas air tinggi saat air pasang dan
batas air terendah di atas rata-rata permukaan air (Macnae, 1968 dikutip oleh arief, 2003).
Sedangkan menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum untuk
menggambarkan suatu verietes komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa
spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan tumbuh
dalam perairan asin.
1. Ciri-ciri Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove atau hutan mangrove adalah ekosistem hutan yang ditumbuhi
oleh berbagai jenis tanaman mangrove. Daerah dalam hutan mangrove akan tergenang saat
pantai sedang pasang, dan akan bebas dari genangan saat laut surut. Ciri-ciri ekosistem
mangrove yang paling khas antara lain:
1. Jenis tumbuhan yang hidup relatif sangat terbatas.
2. Akar pepohonan terbilang unik karena berbentuk layaknya jangkar yang
melengkung.
3. Terdapat biji atau propagul dengan sifat vivipar atau mampu melakukan proses
perkecambahan pada kulit pohon.
4. Tanah hutan mangrove tergenang secara berkala.
5. Ekosistem mangrove juga mendapat aliran air tawar dari daratan.
6. Terlindung dari gelombang besar serta arus pasang surut laut.
7. Air di wilayah hutan mangrove berasa payau.
Sebagai kesatuan ekosistem, mangrove dihuni oleh banyak organisme. Adapun
organisme yang dapat hidup dalam hutan mangrove adalah organisme yang adaptif terhadap
kadar mineral garam yang tinggi dari air laut. Mereka saling berinteraksi satu sama lain
untuk mencapai keseimbangan ekosistem yang terus berlanjut.
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 4
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
2. Kondisi Ekosistem Mangrove
Flora mangrove terdiri atas pohon, epipit, liana, alga, bakteri dan fungi. Menurut
Hutching dan Saenger (1987) telah diketahui lebih dari 20 famili floramangrove dunia yang
terdiri dari 30 genus dan lebih kurang 80 spesies. Sedangkan jenis-jenis tumbuhan yang
ditemukan di hutan mangrove Indonesia adalah sekitar 89 jenis, yang terdiri atas 35 jenis
pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit. Tomlinson
(1986) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok, yakni:
1. Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan
kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara
dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk
adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai
mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya Universitas Sumatera Utara
adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera,
Laguncularia dan Nypa.
2. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan
murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas,
contoh : Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum,
Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera.
3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan
lain-lain.
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna
daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara air pasang dan surut.
Menurut Indriyanto (2006), ekosistem merupakan suatu unit ekologi yang di dalamnya
terdapat struktur dan fungsi. Strukutur yang dimaksudkan dalam defenisi ini yakni yang
berhubungan dengan keanekaragam spesies yang tinggi. Sedangkan fungsi yang dimaksud
yaitu yang berhubungan dengan siklus materi dan arus energi kompenen-kompenen
ekosistem.
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan
yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya
dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpanruh pasang surut
air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam
perairan asin/payau (Santoso, 2000).
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 5
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
3. Zonasi Mangrove
Menurut Arief (2003) pembagian zonasi juga dapat dilakukan berdasarkan jenis
vegetasi yang mendominasi, dari arah laut kedataran berturut-turut sebagai berikut:
1. Zona Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove. Pada zona ini,
tanah berlumpur lembek dan berkadar garam tinggi. Jenis Avicennia ini banyak ditemui
berasosiasi dengan Sonneratia Spp karena tumbuh dibibir laut, jenis ini memiliki perakaran
yang sangat kuat yang dapat bertahan dari hempasan ombak laut. Zona ini juga merupakan
zona perintis atau pioner, karena terjadinya penimbunan sedimen tanah akibat cengkeraman
perakaran tumbuhan jenis-jenis ini.
2. Zona Rhizophora, terletak dibelakang zona Avicennia dan Sonneratia. Pada zona ini,
tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran tanaman tetap
terendam selama air laut pasang.
3. Zona Bruguiera, terletak dibelakang zona Rhizophora. Pada zona ini tanah berlumpur
agak keras. Perakaran tanaman lebih peka serta hanya terendam pasang naik dua kali
sebulan.
4. Zona Nypah, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan, namun zona ini sebenarnya
tidak harus ada, kecuali jika terdapat air tawar yang mengalir (sungai) ke laut.
4. Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove
a. Salinitas
Salinitas merupakan berat garam dalam gram per kilogram air laut. Salinitas
ditentukan dengan mengukur klor yang takarannya adalah klorinitas. Salinitas dapat juga
diukur melalui konduktivitas air laut. Alat-alat elektronik canggih menggunakan prinsip
konduktivitas ini untuk menentukan salinitas. Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove
untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt. Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi
mangrove.
Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda.
Beberapa diantaranya selektif mampu menghindari penyerapan garam dari media
tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan garam dari
kelenjar khusus pada daunnya.
b. Fisiografi Pantai
Fisiografi Pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi sepesies dan lebar hutan
mangrove. Pada pantai yang landai, komposisi ekosistem mangrove lebih beragam jika
dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 6
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi spesies
menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai yang terjal komposisi, distribusi dan lebar hutan
mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal menyulitkan pohon mangrove untuk tumbuh.
c. Gelombang Arus
Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Pada
lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup besar biasanya hutan mangrove
mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan luasan hutan. Gelombang dan arus juga
berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies misalnya buah atau semai Rhizophora
terbawa gelombang dan arus sampai menemukan substrat yang sesuai untuk menancap dan
akhirnya tumbuh.
Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai dan
pembentukan padatan-padatan pasir dimuara sungai. Terjadinya sedimentasi dan padatan-
padatan ini merupakan substrat yang baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove.
d. Iklim
Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan perubahan faktor fisik (substrat dan air).
Pengaruh iklim terhadap pertumbuhan mangrove melalui cahaya, curah hujan, suhu, dan
angin. Penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Cahaya
Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan struktur fisik
mangrove. Intensitas, kualitas, dan lama pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan
mangrove (mangrove adalah tumbuhan long day plants yang membutuhkan intensitas
cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk hidup di daerah tropis). Laju pertumbuhan
tahunan mangrove yang berada di bawah naungan sinar matahari lebih kecil dan
sedangkan laju kematian adalah sebaliknya. Cahaya berpengaruh terhadap
pembungaan dan germinasi di mana tumbuhan yang berada di luar kelompok
(gerombol) akan menghasilkan lebih banyak bunga karena mendapat sinar matahari
lebih banyak daripada tumbuhan yang berada di dalam gerombol.
2. Curah hujan
Jumlah, lama, dan distribusi curah hujan mempengaruhi perkembangan tumbuhan
mangrove. Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas
air dan tanah. Curah hujan optimum pada suatu lokasi yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500-3000 mm/tahun.
3. Suhu
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 7
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi). Produksi
daun baru A. marina terjadi pada suhu 18-200 C dan jika suhu lebih tinggi maka
produksi menjadi berkurang. Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria, Lumnitzera
tumbuh optimal pada suhu 26-280 C. Bruguiera tumbuh optimal pada suhu 270 C, dan
Xylocarpus tumbuh optimal pada suhu 21-260 C.
4. Angin
Angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus. Angin merupakan agen polinasi
dan diseminasi biji sehingga membantu terjadinya proses reproduksi tumbuhan
mangrove (Biology Resources on Shantybio, 2004).
2.2 Fungsi Ekologi dan Ekonomi Ekosistem Mangrove
1. Fungsi Ekologis Hutan Mangrove
Fungsi dan manfaat mangrove telah banyak diketahui, baik sebagai tempat pemijahan
ikan di perairan, pelindung daratan dari abrasi oleh ombak, pelindung daratan dari tiupan
angin, penyaring intrusi air laut ke daratan dan kandungan logam berat yang berbahaya bagi
kehidupan, tempat singgah migrasi burung, dan sebagai habitat satwa liar serta manfaat
langsung lainnya bagi manusia.
Hutan mangrove mampu mengikat sedimen yang terlarut dari sungai dan memperkecil
erosi atau abrasi pantai. Erosi di pantai Marunda, Jakarta yang tidak bermangrove selama
dua bulan mencapai 2 m, sementara yang berbakau hanya 1 m (Sediadi, 1991).
Mangrove juga mampu dalam menekan laju intrusi air laut ke arah daratan. Hasil
penelitian Sukresno dan Anwar (1999) terhadap air sumur pada berbagai jarak dari pantai
menggambarkan bahwa kondisi air pada jarak 1 km untuk wilayah Pemalang dan Jepara
dengan kondisi mangrove-nya yang relatif baik, masih tergolong baik, sementara pada
wilayah Semarang dan Pekalongan, Jawa Tengah sudah terintrusi pada jarak 1 km.
Mangrove juga memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa liar.
Keanekaragaman fauna di hutan mangrove cukup tinggi, secara garis besar dapat dibagi dua
kelompok, yaitu fauna akuatik seperti ikan, udang, kerang, dan lainnya serta kelompok
terestrial seperti insekta, reptilia, amphibia, mamalia, dan burung (Nirarita et al., 1996).
Mangrove memproduksi nutrien yang dapat menyuburkan perairan laut, mangrove
membantu dalam perputaran karbon, nitrogen dan sulfur, serta perairan mengrove kaya akan
nutrien baik nutrien organik maupun anorganik. Dengan rata-rata produksi primer yang
tinggi mangrove dapat menjaga keberlangsungan populasi ikan, kerang dan lainnya.
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 8
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
Mangrove menyediakan tempat perkembangbiakan dan pembesaran bagi beberapa spesies
hewan khususnya udang, sehingga biasa disebut “tidak ada mangrove tidak ada udang”.
Mangrove membantu dalam pengembangan dalam bidang sosial dan ekonomi
masyarakat sekitar pantai dengan mensuplai benih untuk industri perikanan. Selain itu telah
diketemukan bahwa tumbuhan mangrove mampu mengontrol aktivitas nyamuk, karena
ekstrak yang dikeluarkan oleh tumbuhan mangrove mampu membunuh larva dari nyamuk
Aedes aegypti
2. Fungsi Ekonomi Hutang Mangrove
Secara garis besar mangrove mempunyai beberapa keterkaitan dalam pemenuhan
kebutuhan manusia sebagai penyedia bahan pangan, papan dan kesehatan serta lingkungan.
Secara ekonomi hutan mangove yaitu :
1. Penghasil kayu, misalnya kayu bakar, arang serta kayu untuk bahan bangunan dan perabot
rumah tangga.
2. Penghasil bahan baku industri, misalnya pulp, kertas, testil, makanan, obat-obatan,
alcohol, penyamak kulit, kosmetik dan zat pewarna.
3. Penghasil bibit ikan, udang, kerang, telur burung dan madu.
4. Sebagai objek pariwisata, karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan
laut memiliki keunikan dalam beberapa hal. Kegiatan wisata ini di samping memberikan
pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu
menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja
dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, dan menyewakan.
2.3 Valuasi Ekonomi Ekosistem Mangrove
Valuasi ekonomi adalah suatu upaya untuk memberikan nilai kuantitif terhadap barang
dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan terlepas dari apakah nilai
pasar tersedia atau tidak. Valuasi ekonomi merupakan suatu satu cara yang digunakan untuk
memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam
dan lingkungan terlepas baik dari nilai pasar (market value) atau non pasar (non market
value). Tujuan dari studi valuasi adalah untuk menentukan besarnya Total Economic Value
(TEV) pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan.
1. Nilai Ekonomi Sumber Daya
Menurut paradigma neoklasik, nilai ekonomi dapat dilihat dari sisi kepuasan
konsumen dan keuntungan perusahaan, dengan konsep dasar yang digunakan, yaitu surplus
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 9
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
konsumen dan surplus produsen. Sedangkan berdasarkan pandangan ekologikal ekonomi,
tujuan penilaian tidak semata terkait dengan maksimisasi kesejahteraan individu melainkan
juga terkait dengan tujuan ekologi dan keadilan distribusi. Tujuan valuasi ekonomi pada
dasarnya adalah membantu pengambilan keputusan untuk menduga efisiensi ekonomi dari
berbagai pemanfaatan yang mungkin dilakukan terhadap ekosistem yang ada di kawasan
pesisir dan laut.
Pengertian nilai atau value, khususnya menyangkut barang dan jasa yang dihasilkan
oleh sumber daya alam dan lingkungan, memang bisa berbeda jika dipandang dari berbagai
disiplin ilmu. Secara umum, nilai ekonomi dapat didefenisikan sebagai pengukuran jumlah
maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan
jasa lainnya.
2. Tipologi Nilai Ekonomi Sumber Daya
Kerangka nilai ekonomi yg digunakan dalam mengevaluasi ekonomi sumberdaya
alam adalah Konsep Nilai Ekonomi Total (TEV). Total economic value (TEV) merupakan
penjumlahan dari nilai ekonomi berbasis pemanfaatan (use value) dan nilai ekonomi berbasis
non-pemanfaatan (non use value).
Nilai TEV merupakan jumlah dari Nilai Guna (Direct Use Value), yaitu nilai yang
diperoleh dari pemakaian langsung atau yang berkaitan dengan sumberdaya alam dan
lingkungan yang dikaji atau diteliti. Nilai ini terdiri dari nilai yang berkaitan dengan kegiatan
komersial, subsistensi, leisure dan aktivitas lain yang bertautan dengan sumberdaya alam
yang ditelaah. Sedangkan Nilai Guna Tak Langsung (In Direct Use Value), berkaitan dengan
perlindungan atau dukungan terhadap kegiatan ekonomis dan harta benda yang diberikan
oleh suatu sumberdaya alam dan Nilai Pilihan (Option Use Value) nilai guna dari
sumberdaya alam dan lingkungan di masa mendatang.
Untuk Nilai Guna Tak Langsung (In Direct Use Value) yaitu nilai-nilai yang tidak ada
kaitan langsung dengan kemungkinan pemakaian sumberdaya alam dan lingkungan itu,
biasanya berupa Existence Value dan Bequest Value yang merupakan total dari Nilai
Keberadaan (Existence Value) yaitu nilai yang diberikan (secara semata-mata) karena
keberadaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan, ditambah Nilai Pewarisan (Bequest
Value) yaitu nilai yang diberikan kepada anak cucu agar dapat diwariskan suatu sumberdaya
alam dan lingkungan tersebut.
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 10
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
BAB 3
GAMBARAN WILAYAH
3.1. Keadaan Umum Wilayah
A. Kondisi Geografis
Data mengenai keadaan umum wilayah Desa Lateri, Kecamatan Baguala, Kota
Ambon, Maluku merupakan data sekunder yang bersumber dari data monografi desa. Desa
Lateri secara administratif berada di Kecamatan Baguala, Kota Ambon. Desa Lateri yang
merupakan lokasi penelitian adalah salah satu desa pesisir yang berbatasan langsung dengan
Teluk Ambon. Desa ini memiliki luas 20,01 km2
dan mempunyai batas administratif desa
sebagai berikut:
Sebelah Utara : Teluk Ambon
Sebelah Selatan : Desa Lata dan Desa Kelapa Dua
Sebelah Barat : Desa Batugong dan Teluk Baguala
Sebelah Timur : Teluk Ambon
Gambar 3.1 Peta Desa Lateri
B. Kependudukan
Penduduk Desa Lateri berjumlah 6.187 jiwa dengan luas wilayah 2,01 km2
, dimana
penduduk yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 3.084 jiwa dan penduduk yang berjenis
kelamin perempuan berjumlah 3.103 jiwa. Masyarakat yang tinggal di Desa Lateri berasal
dari Suku Mangole, Suku Manipa, Suku Sawai, dan Suku Wayoli.
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 11
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
Gambar 3.2 Budaya di Desa Lateri
C. Mata Pencaharian
Pekerjaan pada sektor perkebunan dan perikanan masih mendominasi masyarakat di
Desa Lateri. Hal ini dikarenakan luas wilayah yang ada di Desa Lateri sebagian besar
merupakan area perkebunan, selain itu letak desa yang berbatasan langsung dengan Teluk
Ambon memberikan peluang bagi masyarakat untuk berprofesi sebagai nelayan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata
Sumber : Data Monografi desa
3.2 Kondisi Hutan Mangrove
A. Pengelolaan Hutan Mangrove
Hutan mangrove yang menjadi objek penelitian adalah hutan mangrove yang terdapat
di Desa Lateri yang luasnya mencapai 307 Ha. Selama ini hutan mangrove yang ada hanya
dibiarkan saja tanpa adanya pengelolaan. Kondisi hutan mangrove di Desa Lateri relative
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 12
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
cukup baik, hal ini dikarenakan masyarakat Desa Lateri sangat menjaga keberadaan hutan
mangrove.
Hal ini ditunjukkan dengan dimasukkannya pelestarian mangrove ke dalam peraturan
desa. Masyarakat Desa Lateri sudah paham mengenai fungsi dan dampak yang akan mereka
alami jika hutan mangrove di desa mereka mengalami kerusakan. Ancaman kerusakan hutan
mangrove datang dari pihak luar, yakni adanya beberapa orang yang bukan merupakan
warga setempat yang melakukan pencurian kayu mangrove untuk dijual sebagai kayu bakar.
Gambar 3.3 Hutan Mangrove di Desa Lateri
B. Analisis Volume Tegakan
Penaksiran volume pohon-pohon berdiri sangat sering tidak memperhatikan atau
memperhitungkan kerusakan di dalam atau di bagian dalam yang tidak nampak dan yang
tidak dapat diduga dengan aman dan ditaksir secara tepat dan pengamatan eksternal. Bahkan
untuk cacat eksternal penaksir kualitas barangkali tidak disalahkan oleh sebab kesulitan
dalam penilaian cacat-cacat pada bagian atas pohon.
Ada perubahan yang cepat dan nyata dalam kondisi pemanfaatan hutan tropika
campuran (perubahan dalam pasar domestik internasional yakni kualitas yang lebih rendah
diterima bila permintaan tinggi, modifikasi dalam fasilitas pengolahan kayu lokal,
mekanisasi dan perubahan dalam ukuran dan pelaksanaan unit-unit pembalakan, dan
sebagainya). Jadi, spesifikasi volume kayu yang cacat digunakan untuk menaksir volume
bersih tak dapat diterapkan dalam satu atau dua tahun sesudahnya, dan perbedaan antara
volume bersih dan bahan yang dapat digunakan dapat lebih bertambah.
Volume adalah ukuran tiga dimensi dari suatu benda atau obyek, dinyatakan dalam
kubik, yang diperoleh dari hasil perkalian satuan dasar panjang, lebar/tebal serta tinggi.
Dengan asumsi bahwa “penampang lintang batang pohon berbentuk lingkaran”, maka :
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 13
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
- Volume pohon : hasil perkalian luas bidang dasar dengan panjang/tinggi, kemudian
dikoreksi oleh suatu konstanta yang ditetapkan (konstanta tsb. disebut faktor bentuk pohon)
- Volume pohon berdiri (menurut dimensi tinggi) :
- Volume total : volume yang dihitung atas dasar tinggi total (sampai puncak) pohon dan
ditambah volume cabang dan ranting
- Volume batang : volume yang dihitung atas dasar tinggi total (sampai puncak) pohon tanpa
volume cabang dan ranting
- Volume kayu tebal : = volume yang dihitung atas dasar tinggi kayu tebal (biasanya sampai
diameter 7 cm atau 10 cm untuk jenis-jenis conifer) tanpa volume cabang dan ranting dan
merupakan volume kayu pertukangan untuk jenis daun jarum (conifer)
· Volume bebas cabang : volume yang dihitung atas dasar tinggi bebas cabang tanpa
volume cabang dan ranting. Merupakan volume kayu pertukangan untuk jenis daun lebar
(hardwood)
Definisi Tegakan adalah kumpulan dari sejumlah pohon atau suatu unit-unit
pengelolaan hutan yang cukup homogen, sehingga dapat dibedakan dengan jelas dari
tegakan yang ada di sekitarnya. Perbedaan itu disebabkan karena umur, komposisi, struktur
atau tempat tumbuh. Dalam hal ini kita kenal adanya tegakan pinus, tegakan jati, tegakan
kelas umur satu, dua, dan lain sebagainya. Di dalam suatu wilayah hutan alam, dengan jenis
penyusunnya yang beragam dan umur tidak sama tapi masih memberikan kesan umum
(general appearance) yang berbeda dengan wilayah atau areal atau kelompok vegetasi lain,
yang berbeda di dekatnya, juga merupakan suatu tegakan hutan. Dalam hal ini, tegakan lebih
cendrung diartikan sebagai suatu satuan pepohonan hutan.
Dengan demikian, pengukuran volume tegakan berarti pengukuran volume dari
pohon-pohon penyusun tegakan, yang sekaligus bermakna pengukuran diameter dan tinggi
pohon-pohon penyusun tegakan.Analisis volume tegakan digunakan untuk mencari tahu
berapa besar dari volume yang dapat dihasilkan kayu mangrove dalam tiap hektarnya. Data
ini dapat digunakan untuk mencari nilai manfaat langsung hutan mangrove dilihat
berdasarkan potensi kayu yang dapat dihasilkan.
C. Indeks Nilai Penting Pohon Mangrove
Berdasarkan hasil identifikasi dan pengamatan lapangan terhadap mangrove yang
tumbuh di Desa Lateri ditemukan 6 jenis vegetasi mangrove antara lain Lolaro (Rhizophora
spp), Kayu ting (Ceriops tagal), makurung (Brugiera gymnorrhiza), kirakira hitam
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 14
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
(Xylocarpus spp), posi-posi (Sonneratia caseolaris) dan api-api (Avecennia spp). Adapun
hasil analisis vegetasi dapat dilihat pada Tabel 2.
D. Potensi Kayu
Hutan mangrove di Desa Lateri memiliki luasan mencapai 307 hektar. Berdasarkan
hasil inventarisasi, potensi kayu komersial yang terdapat pada hutan mangrove di Desa
Lateri adalah 15.200,96 m3, sehingga nilai manfaat bersih kayu mangrove diperoleh sebesar
Rp6.840.431.843. Nilai ini didapat dari perkalian antara potensi kayu dengan harga tiap
meter kubik kayu mangrove sebesar Rp800.000 dan dikurangi dengan biaya pemanfaatan
sebesar Rp350.000 per meter kubik.
Dengan asumsi siklus tebang 25 tahun maka dengan metode produktifitas didapat nilai
nilai potensi kayu hutan mangrove Desa Lateri adalah sebesar Rp. 273.617.273 per tahun.
Pada Tabel 3 terlihat bahwa hutan mangrove yang ada di Desa Lateri didominasi oleh jenis
Lolaro (Rhizophora spp), yang ditunjukkan dengan nilai INP yaitu sebesar 109.5 dan secara
berturut- turut Bruguiera gymnorrhiza (58,088), Ceriops tagal (57,492), Xylocarpus spp
(41,491), Sonneratia caseolaris (20,570) dan Avecennia spp (12,860).
Tabel 2. Indeks Nilai Penting Jenis Pohon Mangrove Desa Lateri
Sumber : Data Primer Setelah Diolah
Meski memiliki banyak fungsi, kondisi saat ini, ekosistem hutan mangrove di Desa
Lateri telah mengalami kerusakan yang cukup signifikan. Beberapa hal yang mempengaruhi
kerusakan dari ekosistem ini antara lain:
1. Pertumbuhan penduduk yang membeludak membuat pesisir pantai digunduli dan
digunakan sebagai tempat untuk bermukim.
2. Alih fungsi ekosistem mangrove menjadi kawasan tambak tradisional yang dilakukan
secara masif oleh masyarakat sekitar pantai.
3. Penebangan hutan mangrove sebagai kegiatan untuk mendapatkan kayu bakar.
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 15
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
Gambar 3.4 Kerusakan Hutan Mangrove Desa Lateri
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 16
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
BAB 4
PENGOLAHAN DATA
4.1 Metode Penelitian
A. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Lateri, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, Maluku
B. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode
Purposive Sampling. Sampel petani yang akan di wawancarai adalah sebanyak 30
responden.
C. Konsep Pengukuran Variabel
Variabel yang akan diukur dalam penelitian ini adalah:
1. Nilai manfaat langsung, yaitu nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan secara
langsung hutan mangrove: potensi kayu (kayu bangunan dan kayu bakar), pengrajin
daun nipah, penangkapan ikan, udang dan kepiting (Rp/tahun).
2. Nilai manfaat tidak langsung, yaitu nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan secara
tidak langsung hutan mangrove: pemecah ombak (break water) (Rp/tahun).
3. Nilai manfaat pilihan, yaitu nilai ekonomi yang diperoleh dari potensi pemanfaatan
langsung maupun tidak langsung dari sebuah sumberdaya/ekosistem di masa datang:
nilai Biodiversity (Rp/tahun).
4. Biaya, yaitu biaya yang dikeluarkan oleh pemanfaat hutan mangrove untuk
mendapatkan komoditi dari hutan mangrove (Rp/tahun).
D. Pengumpulan Data
1. Masyarakat
Masyarakat yang dijadikan responden adalah beberapa pemanfaat hutan mangrove,
antara lain : nelayan, pencari kayu bakar, pengrajin daun nipah, dan juga pada
masyarakat yang berhubungan dengan mangrove secara tidak langsung. Untuk
mengetahui keadaan umum lokasi penelitian dan kondisi hutan mangrove yang ada,
juga dilakukan wawancara dengan aparat desa, petugas kehutanan setempat, dan juga
warga desa.
2. Vegetasi
Dalam mendiskripsikan suatu vegetasi haruslah dimulai dari suatu titik pandang
bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 17
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
bersama dalam suatu terutama yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai
komponenya. Maupun oleh kombinasi dan struktur sifat-sifatnya yang
mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum atau fungsional. Dalam ilmu
vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis dan juga sintesis
sehingga akan membantu dan mendiskripsikan suatu vegetasi sesuai dengan kemajuan
dalam bidang-bidang pengetahuan.
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi
secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur
vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk
keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk
menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan
analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi
suatu komunitas tumbuhan.
Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan
kedalam 3 kategori yaitu (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan
batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun
waktu pengamatan berbeda; (2) menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal;
dan (3) melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan
tertentu atau beberapa faktor lingkunganPengambilan contoh untuk analisis vegetasi
dilakukan dengan menggunakan transek garis (line transec). Tahapan dalam
mengambil data transek yaitu menarik meteran ke arah laut dengan posisi awal yang
telah diberi tanda (patok atau pengecatan pohon dan menentukan blok (petak
contoh/petak ukur) di sebelah kiri dan kanan garis transek berbentuk bujursangkar
dengan ukuran 10 x 10 m untuk pengamatan fase pohon.
4.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis volume tegakan dilakukan untuk mengetahui besar dari volume kayu
mangrove yang ada. Untuk mendapatkan volume kayu, maka harus diketahui terlebih dahulu
nilai dari tinggi dan juga keliling lingkaran setinggi dada (1,3 m) pohon yang menjadi
sampel. Data yang diperoleh dimasukkan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Perhitungan Volume Kayu Mangrove
No Jenis Mangrove Diameter (cm) Tinggi (m) Volume Kayu (m3
)
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 18
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
Santoso (2005) volume kayu mangrove ini didapat dengan menggunakan persamaan:
V = (Lbd x t )
Dimana:
V = Volume
Lbd = luas bidang dasar {[(diameter/100) x 0.5]2
} x 3.14
T = tinggi (m)
Π = 3,14
Analisis volume tegakan yang didapat ini akan menggambarkan kondisi dari hutan
mangrove pada tiap hektar. Selain itu juga dapat dijadikan perhitungan awal dari nilai
ekonomi potensi kayu mangrove. Nilai tegakan dapat diketahui dengan menghitung kubikasi
kayu yang dihasilkan, dikalikan dengan harga jual tiap m3 dikalikan dengan luasan
kemudian dikurangi dengan biaya operasional.
1. Indeks Nilai Penting
Kondisi ekologis hutan mangrove dapat diketahui dengan menggunakan beberapa
jenis perhitungan, yaitu kerapatan jenis, frekuensi jenis, luas area penutupan, dan Indeks
Nilai Penting (INP) dari tiap jenis. Untuk mencari nilai INP digunakan tiga perhitungan,
yaitu nilai kerapatan tiap jenis, nilai frekuensi tiap jenis, dan nilai dari penutupan tiap jenis.
Kerapatan jenis (Di) adalah jumlah tegakan jenis i dalam suatu area. Persamaan untuk
mencari kerapatan jenis adalah:
Di = ni / A
Dimana:
Di = Kerapatan jenis ke – i
ni = Jumlah total tegakan dari jenis ke - i
A = Luas total area pengambilan contoh
Setelah nilai dari kerapatan jenis ini didapat, langkah selanjutnya adalah mencari nilai
dari kerapatan relatif jenis (RDi). Kerapatan relative jenis adalah perbandingan antara
jumlah tegakan jenis i (ni) dan jumlah total tegakan seluruh jenis (∑n), dengan persamaan:
RDi = (ni / ∑n) x 100
Penutupan jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu area. Persamaan dari
penutupan jenis adalah:
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 19
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
Ci = ∑BA / A
Dimana:
BA = π DBH2/A; (π = 3,14)
DBH = diameter batang pohon jenis ke – i
DBH = CBH/π; CBH adalah lingkar pohon setinggi dada
A = luas total area pengambilan contoh
Setelah nilai dari penutupan jenis ini didapat, langkah selanjutnya adalah mencari nilai
dari penutupan relatif jenis (RCi). Nilai penutupan relatif jenis adalah perbandingan antara
luas area penutupan jenis i (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh jenis (∑C),
dengan persamaan:
RCi = ( Ci / ∑C ) x 100
Nilai yang terakhir yaitu nilai frekuensi tiap jenis. Frekuensi jenis sendiri merupakan
peluang ditemukannya jenis i dalam petak contoh / plot yang diamati:
Fi = Pi / ∑P
Dimana, Fi adalah frekuensi jenis i, Pi adalah jumlah petak contoh / plot dimana
ditemukan jenis i. Sedangkan P adalah jumlah total petak contoh/ plot. Setelah nilainya
didapat, selanjutnya adalah menghitung nilai frekuensi relatif jenis yang merupakan
perbandingan antara frekuensi jenis I (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (∑F):
RFi = (Fi / ∑F) x 100)
Indeks nilai penting adalah jumlah nilai kerapatan jenis (RDi), frekuensi relatif jenis
(RFi), dan penutupan relatif jenis (RCi).
INP = RDi + RFi + RCi
Nilai penting ini untuk memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan
suatu jenis mangrove dalam ekosistem tersebut. Indeks nilai penting memiliki kisaran antara
0-307.
2. Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove
Penilaian ekonomi sumberdaya mangrove dilakukan dengan menggunakan dua tahap
pendekatan:
1. Identifikasi manfaat dan fungsi-fungsi sumber daya hutan mangrove.
2. Kuantifikasi seluruh manfaat dan fungsi ke dalam nilai uang.
Kemudian, identifikasi manfaat dan fungsi yang terkait dengan hutan mangrove
dihitung melalui nilai ekonomi sumber daya hutan mangrove. Nilai ekonomi suatu sumber
daya hutan mangrove dibagi menjadi nilai penggunaan dan nilai non penggunaan. Nilai
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 20
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
penggunaan dibagi menjadi dua, yaitu nilai langsung dan nilai tidak langsung. Nilai non
penggunaan dibagi menjadi tiga, yang meliputi nilai manfaat pilihan, nilai manfat
keberadaan, dan manfaat pewarisan.
A. Nilai manfaat langsung (direct use value)
Nilai manfaat langsung adalah nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan secara langsung
dari suatu sumberdaya. Manfaat langsung bisa diartikan manfaat yang dapat dikonsumsi.
Nilai manfaat langsung hutan mangrove dihitung dengan persamaan:
DUV = ∑ DUVi
Dimana:
DUV = Direct use value
DUV 1 = manfaat kayu
DUV 2 = manfaat penangkapan ikan
DUV 3 = manfaat pengambilan daun nipah
DUV 4 = manfaat penangkapan kepiting
B. Nilai manfaat tidak langsung (indirect use value)
Manfaat tidak langsung adalah nilai manfaat dari suatu sumberdaya (mangrove) yang
dimanfaatkan secara tidak langsung oleh masyarakat. Manfaat tidak langsung hutan
mangrove dapat berupa manfaat fisik yaitu sebagai penahan abrasi air laut. Penilaian hutan
mangrove secara fisik dapat diestimasi dengan fungsi hutan mangrove sebagai penahan
abrasi.
C. Manfaat pilihan (option value)
Manfaat pilihan untuk hutan mangrove biasanya menggunakan metode benefit
transfer, yaitu dengan cara menilai perkiraan benefit dari tempat lain (dimana sumber daya
tersedia) lalu benefit tersebut ditransfer untuk memperoleh perkiraan yang kasar mengenai
manfaat dari lingkungan. Metode tersebut didekati dengan cara menghitung besarnya nilai
keanekaragaman hayati yang ada pada ekosistem mangrove tersebut.
Menurut Rui tenbeek (1991) dalam Fahrudin (1996), hutan mangrove Indonesia
mempunyai nilai biodiversity sebesar US$1,500 per km2. Nilai ini dapat dipakai di seluruh
hutan mangrove yang ada di Indonesia apabila ekosistem hutan mangrovenya secara
ekologis penting dan tetap dipelihara secara alami. Nilai manfaat pilihan ini diperoleh
dengan persamaan:
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 21
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
OV = US$15 per ha x luas hutan mangrove
Dimana: OV = option value
4.3 Kuantifikasi Manfaat ke dalam Nilai Uang
Setelah seluruh manfaat dapat diidentifikasi, selanjutnya adalah mengkuantifikasi
seluruh manfaat ke dalam nilai uang dengan beberapa nilai yaitu:
A. Nilai pasar
Nilai Pasar yaitu harga barang atau surat berharga yang diindikasikan oleh penawaran
pasar, yaitu harga yang tambahan barangnya dapat dijual atau dibeli; pada suatu saat, nilai
pasar suatu surat berharga ditentukan oleh nilai penjualan terakhir; untuk surat-surat
berharga yang tidak aktif, saat tidak ada penawaran, yang digunakan ialah harga penawaran
terakhir; untuk surat berharga yang tidak terdaftar di bursa (baca : bursa efek), nilai pasar
ditentukan oleh penjualan terakhir atau ditentukan oleh lembaga penilai; nilai pasar secara
terus-menerus berfluktuasi ketika ada berita-berita hangat dan akan sering berubah
sepanjang hari. Nilai pasar ini digunakan untuk menghitung nilai ekonomi dari komoditas–
komoditas yang langsung dapat dimanfaatkan dari sumberdaya mangrove.
B. Harga tidak langsung
Pendekatan ini digunakan untuk menilai manfaat tidak langsung dari hutan mangrove.
C. Contingent value method
Pendekatan CVM digunakan untuk menghitung nilai dari suatu sumberdaya yang tidak
dijual di pasaran, contohnya nilai keberadaan. Untuk menghitung nilai CVM ini dapat
ditanyakan langsung ke individu/masyarakat sejauhmana masyarakat mau membayar untuk
perubahan kualitas lingkungan
CVM adalah metode teknik survey untuk menanyakan penduduk tentang nilai atau
harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar, seperti barang
lingkungan, jika pasarnya betul-betul tersedia atau jika ada cara-cara pembayaran lain
seperti pajak diterapkan. Tujuan CVM: menghitung nilai (harga) atau penawaran yang
mendekati keadaanyang sebenarnya jika pasar dari barang-barang tersebut benar-benar ada.
pasar hipotetik (kuesioner dan responden) harus sebisa mungkin mendekati kondisi pasar
yang sebenarnya.
Responden harus mengenal dengan baik ’barang’ yang ditanyakan dalam kuesioner
dan alat hipotetik yang digunakan untuk pembayaran, seperti pajak dan biaya masuk
(retribusi) secara langsung, yang juga dikenal sebagai alat pembayaran
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 22
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
CVM merupakan metode yang dianggap dapat digunakan untuk menghitung jasa-jasa
lingkungan/fungsi ekosistem yang dianggap tidak memiliki nilai guna. Misalnya, nilai jasa
kebersihan lingkungan, nilai kerugian atas kemacetan transportasi, nilai kerugian
masyarakat atas bahaya banjir akibat kerusakan lingkungan sulit diukur dari sudut pandang
pasar CVM adalah metode valuasi berdasarkan survei yang digunakan untuk memberikan
penilaian moneter pada barang atau komoditas lingkungan. Ide yang mendasari metode ini
adalah bahwa sesungguhnya orang-orang memiliki preferensi, yang tersembunyi, untuk
semua komoditas lingkungan. Di sini diasumsikan bahwa orang-orang memiliki kemampuan
untuk mentransformasikan preferensi-preferensi ini ke dalam satuan moneter.
CVM telah mendapatkan perhatian luas dalam ekonomi dan kebijakan lingkungan.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,yakni :
1. CVM merupakan satu-satunya cara praktis dalam memperkirakan berbagai benefit
lingkungan, misalnya jika pembuat kebijakan ingin memperkirakan nilai eksistensi habitat
alam yang unik atau daerah hutan konservasi pada masyarakat, maka CVM merupakan
prosedur estimasi benefit yang tersedia.
2. Perkiraan benefit lingkungan yang diperoleh dari survei contingent valuation, yang
dilakukan dan didesain dengan baik, sama baiknya dibandingkan dengan hasil perkiraan
diperoleh dengan metode lainnya.
3. Kemampuan mendesain dan melakukan survei skala besar dan analisis rinci dalam
menginterpretasikan informasi yang diperoleh telah meningkat dengan adanya kemajuan-
kemajuan dalam teori sampling, teori ekonomi estimasi benefit, manajemen data yang
terkomputerisasi dan Poll opini publik
D. Nilai manfaat ekonomi total
Nilai manfaat total dari hutan mangrove merupakan penjumlahan seluruh nilai
ekonomi dari manfaat hutan mangrove yang telah diidentifikasi dan dikuantifikasikan. Nilai
manfaat total tersebut menggunakan persamaan:
TEV = DV + IV + OV + EV
Dimana:
TEV = Total economic value
DV = Nilai manfaat langsung
IV = Nilai manfaat tidak langsung
OV = Nilai manfaat pilihan
EV = Nilai manfaat keberadaan
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 23
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Manfaat Langsung
Manfaat langsung adalah manfaat yang langsung dapat dinikmati karena adanya
investasi, yang dapat berupa kenaikan fisik hasil produksi, perbaikan kualitas produksi, dan
penurunan biayaBerdasarkan hasil identifikasi, manfaat hutan mangrove yang dapat
langsung dikonsumsi mencakup manfaat hasil hutan kayu, manfaat penangkapan hasil
perikanan, serta manfaat pengambilan daun nipah.
Tabel 4. Nilai Manfaat Kayu Komersil pada Ekosistem Hutan Mangrove Desa Lateri
Sumber: Data primer setelah diolah
Perlu digarisbawahi bahwa nilai kayu disini merupakan nilai kesempatan dari
keseluruhan aliran manfaat yang diberikan oleh hutan mangrove. Hal ini berarti bahwa
apabila dilakukan eksploitasi terhadap kayu yang ada, maka manfaat lain dari hutan
mangrove akan berkurang atau bahkan hilang.
A. Potensi Kayu Bakar
Pengambilan kayu bakar dilakukan oleh masyarakat adalah kayu-kayu kering yang
terdapat pada hutan mangrove dan dijual dengan harga Rp.1.250 per ikat. Dalam setahun
kayu bakar yang dihasilkan mangrove dapat mencapai 180 ikat. Nilai manfaat kayu bakar
didapat dengan cara mengalikan harga jual kayu per ikat dengan banyaknya kayu bakar yang
dihasilkan, sehingga didapat nilai sebesar Rp225.000 per tahun.
- Harga Kayu Bakar = Rp. 1.250 / ikat
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 24
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
- Penghasilan Kayu Bakar 1 tahun = 180 ikat
- Potensi Kayu Bakar = Rp. 1.250 x 180/tahun = Rp. 225.000/tahun
B. Penangkapan Ikan, Udang dan Kepiting
1. Ikan
Penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan alat berupa pancing dan jaring
(zero). Nilai manfaat penangkapan ikan mencapai Rp.146.400.000 per tahun. Nilai ini
didapat dari hasil penjualan ikan sebesar Rp 20.000 per kg yang kemudian dikalikan dengan
hasil rata-rata ikan yaitu sebesar 7.320 kg setiap tahun. Biaya yang digunakan mencapai
Rp.28.140.000 per tahun. Dengan demikian nilai manfaat bersih yang dihasilkan sebesar Rp
118.260.000 per tahun.
- Harga Penjualan Ikan = Rp. 20.000 / kg
- Hasil Tangkapan Ikan = 7.320 kg / tahun
- Biaya Penangkapan (Modal) = Rp. 28.140.000 / tahun
- Nilai Manfaat Penangkapan Ikan/tahun = Rp.20.000/kg x 7320 kg = Rp.
146.400.000
- Manfaat Bersih Penangkapan Ikan =Rp.146.400.000/tahun – Rp. 28.140.000/
tahun = Rp. 118.260.000/tahun
2. Kepiting
Selain ikan, manfaat yang kedua adalah penangkapan kepiting. Manfaat penangkapan
kepiting diperoleh sebesar Rp40.500.000 per tahun. Nilai ini didapat dengan cara
mengalikan hasil penangkapan kepiting per tahun yaitu sebanyak 900 kg dengan harga jual
rata-rata yaitu sebesar Rp50.000. Biaya yang dikeluarkan mencapai Rp1.800.000 per tahun.
Sehingga manfaat bersih yang diperoleh dari penangkapan kepiting ini sebesar
Rp.38.700.000 per tahun.
- Harga Penjualan Kepiting = Rp. 45.000 / kg
- Hasil Tangkapan Kepiting = 900 kg / tahun
- Biaya Penangkapan (Modal) = Rp. 1.800.000 / tahun
- Nilai Manfaat Penangkapan Ikan/tahun = Rp. 45.000/kg x 900 kg = Rp. 40.500.000
- Manfaat Bersih Penangkapan Ikan =Rp.40.500.000/tahun – Rp. 1.800.000/ tahun
= Rp. 38.700.000/tahun
3. Udang
Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas
kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 25
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang
laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar
sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam
keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang
palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa disebut udang Penaeid
oleh para ahli.
Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu
tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan
konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun. Walaupun masih banyak
kendala, namun hingga saat ini negara produsen udang yang menjadi pesaing baru ekspor
udang Indonesia terus bermunculan.
Manfaat selanjutnya melalui penangkapan udang windu. Manfaat penangkapan udang
windu diperoleh sebesar Rp.16.200.000 per tahun. Nilai ini didapat dengan cara mengalikan
hasil penangkapan udang windu per tahun yaitu sebanyak 324 kg dengan harga jual rata-rata
yaitu sebesar Rp. 50.000/kg . Biaya pemanfaatan yang dikeluarkan mencapai Rp2.592.000
per tahun. Sehingga manfaat bersih yang diperoleh dari penangkapan udang windu ini
sebesar Rp13.608.000 per tahun.
- Harga Penjualan Udang = Rp.50.000 / kg
- Hasil Tangkapan Ikan = 324 kg / tahun
- Biaya Penangkapan (Modal) = Rp. 2.592.000 / tahun
- Nilai Manfaat Penangkapan Ikan/tahun = Rp.50.000/kg x 324 kg = Rp. 16.200.000
- Manfaat Bersih Penangkapan Ikan =Rp.16.200.000/tahun – Rp. 2.592.000/ tahun
= Rp. 13.608.000 / tahun
C. Pengambilan Daun Nipah
Jenis pemanfaatan yang terakhir adalah pengambilan daun nipah untuk dijadikan atap
rumah (woka). Nama ilmiah dari tumbuhan ini adalah Nypa fruticans Wurmb. Nipah
memiliki fungsi berbagai macam, seperti sebagai dekorasi, kesehatan, serta dikonsumsi.
Dedaunan Nipah dapat dianyam menjadi tikar, topi, dan tas atau keranjang. Daun Nipah juga
sering digunakan sebagai atap bangunan. Daun Nipah tersebut dapat tahan selama 3 hingga
5 tahun.
Tumbuhan nipah mempunyai batang terendam di bawah lumpur yang menjalar di
bawah tanah dengan tebal batang kira-kira 60 cm. Dedaunan yang ditumbuhkan dapat
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 26
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
meraih ketinggian berkisar 7 meter sedangkan tangkai bunganya dapat mencapai panjang 1
meter dengan kulit yang keras berwarna hijau yang seiring waktu berubah warna menjadi
coklat tua, walaupun luarnya keras, bagian dalamnya lunak seperti halnya gabus.
Akar serabut tumbuhan ini dapat mencapai panjang 13 cm. Anak daun memiliki
bentuk pita yang memanjang hingga 100 cm dengan lebar daun 4-7 cm. Jika masih muda,
daun Nipah berwarna kuning yang berangsur menjadi hijau saat sesuai perkembangan
tumbuhan tersebut.
Di ketiak daun terdapat karang bunga majemuk, untuk bunga jantan tersusun dalam
malai serupa untai, merah, jingga, atau kuning di bagian bawahnya, sedangkan untuk bunga
betina tersusun dalam bentuk bola dan bengkok ke arah samping.
Setiap untaian bunga jantan memiliki sekitar 4 bulit bunga dengan panjang kisaran 5
cm, bunga ini dilindungi oleh seludang bunga dengan bagian serbuk sari menjulur keluar.
Panjang dari tangkai badan bunga dapat mencapat 100 hingga 170 cm. Untuk buahnya,
tumbuhan Nipah bertipe buah batu dengan mesokarp yang bersabut, berbulat telur terbalik
dan tipis dengan kira-kira 3 rusuk berwarna coklat kemerahan dengan ukuran 11 x 13 cm.
Tumbuhan Nipah tumbuh di bagian belakang hutan bakau. Tumbuhan ini paling
banyak ditemukan di bagian tepi sungai atau laut yang memasok lumpur ke pesisir.
Walaupun dapat bertahan dengan air laut, tumbuhan Nipah tumbuh lebih baik di daerah rawa
yang memiliki tanah berliat serta kaya bahan organik.
Hal tersebut dikarenakan tumbuhan Nipah lebih ideal untuk tumbuh di daerah dengan
perairan tawar serta berlumpur terutama curah hujan tahunan sekitar 1500 mm. Tumbuhan
Nipah memiliki ketahanan tubuh yang sangat tinggi, tumbuhan ini dapat bertahan hidup di
atas lahan yang kering sementara air surut, tumbuhan ini juga umumnya bebas dari serangan
hama serta penyakit.
Gambar 4.1 Pohon Nipah di Desa Lateri
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 27
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
Jumlah daun nipah yang dihasilkan mencapai 9600 lembar/tahun. Jumlah Nilai
manfaat ini didapat dari hasil penjualan atap dari daun nipah seharga Rp1.500 per lembar.
Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan atap dari daun nipah sebesar Rp4.800.000 per
tahun. Maka nilai manfaat bersih yang diperoleh sebesar Rp. 9.600.000 per tahun.
- Harga Penjualan Udang = Rp.1.500 / lembar
- Hasil Tangkapan Ikan = 9.600 lembar / tahun
- Biaya Penangkapan (Modal) = Rp. 4.800.000 / tahun
- Nilai Manfaat Penangkapan Ikan/tahun = Rp.1.500/lembar x 9.600 lembar = Rp.
14.400.000
- Manfaat bersih Daun Nipah = Rp. 14.400.000/tahun – Rp. 4.800.000.tahun =
Rp.9.600.000/tahun
Nilai Bersih Total Manfaat Langsung = Rp. 225.000/tahun + Rp. 118.260.000/tahun
+ Rp. 43.200.000/tahun + Rp.13.608.000/tahun + Rp.9.600.000/tahun =
Rp.179.393.000/tahun
5.2 Manfaat Tidak Langsung
Manfaat tidak langsung dari hutan mangrove sebagai penahan abrasi disetimasi
melalui replacement cost dengan pembangunan bangunan pemecah gelombang (break
water). Menurut data Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Maluku (2009), untuk membuat
bangunan pemecah gelombang dengan ukuran 37,5 m x 2 m x 2,5 m (p x l x t) dengan daya
tahan 5 tahun diperlukan biaya sebesar Rp265.727.775 atau sekitar Rp.7.086.074 per meter.
Panjang garis pantai yang dilindungi hutan mangrove yaitu 7.530 meter.
Nilai dari biaya pembuatan breakwater tersebut kemudian dikalikan dengan panjang
garis pantai yang terlindungi hutan mangrove, yaitu sepanjang 7.530 meter. Hal ini
dikarenakan bangunan pemecah ombak tersebut sudah dapat menggantikan fungsi dari hutan
mangrove sebagai pemecah gelombang pada sepanjang garis pantai Desa Lateri, sehingga
manfaat tidak langsung mangrove sebagai penahan abrasi adalah sebesar Rp53.358.137.418
Nilai tersebut kemudian dibagi 5 guna mendapatkan nilai per tahunnya. Dengan demikian
manfaatnya adalah sebesar Rp10.671.627.483 per tahun.
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 28
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
5.3 Manfaat Pilihan
Manfaat pilihan pada ekosistem hutan mangrove yang ada di Desa Lateri dapat
didekati dengan menggunakan metode benefit transfer, yaitu dengan cara menilai perkiraan
benefit dari tempat lain (dimana sumberdaya tersedia) kemudian benefit tersebut di transfer
untuk memperoleh perkiraan yang kasar mengenai manfaat dari lingkungan. Metode tersebut
didekati dengan cara menghitung dari manfaat keanekaragaman hayati (biodiversity) yang
ada pada kawasan mangrove ini.
Menurut Ruitenbeek (1991) dalam Fahrudin (1996) hutan mangrove Indonesia
mempunyai nilai biodiversity sebesar US$1,500 per km2 atau US$15 per ha per tahunnya.
Nilai ini dapat dipakai diseluruh hutan mangrove yang ada di seluruh wilayah Indonesia
apabila ekosistem hutan mangrovenya secara ekologis penting dan tetap terpelihara secara
alami. Nilai total dari manfaat biodiversity ini didapat dengan cara mengalikan nilai
manfaatnya yaitu US$15 per ha per tahun dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yaitu
Rp. 13.000, sehingga dibuat perkalian antara nilai manfaat dengan kurs dan didapat nilai
sebesar Rp195.520 . Hasil tersebut dikalikan dengan luas total dari ekosistem hutan
mangrove yang ada saat ini yaitu seluas 307 Ha. Dengan demikian nilai total dari manfaat
biodiversity pada hutan mengrove di Desa Lateri sebesar Rp58.500.000 per tahun.
Manfaat Pilihan = Rp. 13.00 x US$15/ha/tahun x 307 ha = Rp. 58.500.000
5.4. Nilai Manfaat Total
Nilai manfaat total dari hutan mangrove merupakan penjumlahan dari manfaat-
manfaat hutan mangrove yang telah diidentifikasi dan dikuantifikasi selain manfaat potensi
kayu. Proporsi manfaat total dari hutan mangrove. Desa Lateri tampak pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai Manfaat Total dari Hutan Mangrove Desa Lateri
No Jenis Manfaat Nilai Manfaat (Rp/tahun) %
1 Manfaat langsung Rp. 179.393.000 1,67
2 Manfaat tidak langsung Rp. 10.671.627.483 97,7
3 Manfaat pilihan Rp. 58.500.000 0,63
Total Rp. 10.909.520.483 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 29
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Identifikasi manfaat langsung ekosistem mangrove di Desa Lateri meliputi kayu
bangunan, kayu bakar, penangkapan ikan, udang, dan kepiting, serta pengambilan daun
nipah. Manfaat tidak langsung meliputi penahan abrasi, dan manfaat pilihan meliputi
biodiversity.
2. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai ekonomi total hutan mangrove di Desa Lateri
sebesar Rp. 10.914.020.483 per tahun, yang dihitung dari manfaat langsung (Rp.
183.893.000 per tahun), manfaat tidak langsung (Rp. 10.671.627.483 per tahun) dan
manfaat pilihan (Rp. 58.500.000 per tahun)
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu, perlu adanya peran dan perhatian dari
permerintah atau instansi terkait dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat desa
lateri disekitar ekosistem hutan mangrove dalam upaya pelestarian ekosistem mangrove
sehingga manfaat ataupun nilai dari ekosistem mangrove tersebut dapat terjaga.
.
FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 30
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN
MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN
BAGUALA KOTA AMBON
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto L. 2005. Sinopsis Pengenalan Konsep dan Metodologi Valuasi Ekonomi
Sumberdaya Pesisir dan Laut. Bogor. Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan.
Institut Peranian Bogor.
Anonim. 1997. Rencana Pengembangan Sumberdaya Mangrove Jilid dua Pulau Muna
Barat-Laut Sulawesi Tenggara, Indonesia. Dirjen RLPS Dephut RI. Jakarta.
Anonim. 2007. Studi Valuasi sumber daya alam dan lingkungan di Kawasan Lindung
(Konservasi), Satuan Kerja Deputi Menteri Bidang pembinaan Sarana Teknis dan
Peningkatan Kapasitas Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.
Anonim. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Lautan. Bogor. Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor.
Bengen GD. 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bogor. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor.
Budiyatno. 2002. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Pulau
Kecil Berpenghuni (Studi Kasus di Pulau Lancang Besar, Kelurahan Pulau Pari,
Kecamatan Pulau Seribu Selatan, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Jakarta).
Bogor. Program Pasca Sarjana.
Fahrudin A. 1996. Analisis Ekonomi Pengelolaan Lahan Pesisir Kabupaten Subang, Jawa
Barat. [Tesis]. Bogor. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Fauzi A. 1999. Teknik Valuasi Ekonomi Mangrove. [Bahan Pelatihan]. ”Management for
Mangrove Forest Rehabilitation”. Bogor.
Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Cetakan Pertama. Penerbit PT Bumi Aksara. Jakarta
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan. PT. Gramedia.
Jakarta

More Related Content

What's hot

Organisme laut dalam
Organisme laut dalamOrganisme laut dalam
Organisme laut dalam
fariz90
 
Power point terumbu karang
Power point terumbu karangPower point terumbu karang
Power point terumbu karang
rantikaput
 
Ekologi perairan 2007 2008 - 5 faktor pembatas
Ekologi perairan 2007 2008 - 5 faktor pembatasEkologi perairan 2007 2008 - 5 faktor pembatas
Ekologi perairan 2007 2008 - 5 faktor pembatas
UNHAS
 

What's hot (20)

Rencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-k
Rencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-kRencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-k
Rencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-k
 
Konservasi laut
Konservasi lautKonservasi laut
Konservasi laut
 
Bab 2. respon organisme
Bab 2. respon organisme Bab 2. respon organisme
Bab 2. respon organisme
 
Makalah Terumbu Karang
Makalah Terumbu KarangMakalah Terumbu Karang
Makalah Terumbu Karang
 
Mangrove power point
Mangrove power pointMangrove power point
Mangrove power point
 
Sumber daya alam(laut)
Sumber daya alam(laut) Sumber daya alam(laut)
Sumber daya alam(laut)
 
Laporan Praktikum Oseanografi Universitas Brawijaya
Laporan Praktikum Oseanografi Universitas BrawijayaLaporan Praktikum Oseanografi Universitas Brawijaya
Laporan Praktikum Oseanografi Universitas Brawijaya
 
Makalah mangrove by Tri
Makalah mangrove by Tri Makalah mangrove by Tri
Makalah mangrove by Tri
 
Dasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan Laut
Dasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan LautDasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan Laut
Dasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan Laut
 
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannya
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannyaVersi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannya
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannya
 
Sistem perikanan budidaya
Sistem perikanan budidayaSistem perikanan budidaya
Sistem perikanan budidaya
 
PERIKANAN BERKELANJJUTAN
PERIKANAN BERKELANJJUTANPERIKANAN BERKELANJJUTAN
PERIKANAN BERKELANJJUTAN
 
Adaptasi Fisiologis Hewan Air
Adaptasi  Fisiologis Hewan AirAdaptasi  Fisiologis Hewan Air
Adaptasi Fisiologis Hewan Air
 
Organisme laut dalam
Organisme laut dalamOrganisme laut dalam
Organisme laut dalam
 
Ekosistem hutan mangrove
Ekosistem hutan mangroveEkosistem hutan mangrove
Ekosistem hutan mangrove
 
Prinsip Penanganan Limbah Pengolahan Hasil Perikanan
Prinsip Penanganan Limbah Pengolahan Hasil PerikananPrinsip Penanganan Limbah Pengolahan Hasil Perikanan
Prinsip Penanganan Limbah Pengolahan Hasil Perikanan
 
Materi presentasi mangrove oleh El Kail
Materi presentasi mangrove oleh El KailMateri presentasi mangrove oleh El Kail
Materi presentasi mangrove oleh El Kail
 
Power point terumbu karang
Power point terumbu karangPower point terumbu karang
Power point terumbu karang
 
Ekologi perairan 2007 2008 - 5 faktor pembatas
Ekologi perairan 2007 2008 - 5 faktor pembatasEkologi perairan 2007 2008 - 5 faktor pembatas
Ekologi perairan 2007 2008 - 5 faktor pembatas
 
Hubungan keterkaitan ekosistem_mangrove
Hubungan keterkaitan ekosistem_mangroveHubungan keterkaitan ekosistem_mangrove
Hubungan keterkaitan ekosistem_mangrove
 

Similar to Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove

Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...
Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...
Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...
Operator Warnet Vast Raha
 

Similar to Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove (20)

8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)
 
8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)
 
Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...
Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...
Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...
 
Metode penelitian pesisir
Metode penelitian  pesisirMetode penelitian  pesisir
Metode penelitian pesisir
 
8113 16022-1-sm
8113 16022-1-sm8113 16022-1-sm
8113 16022-1-sm
 
Mangrove care
Mangrove careMangrove care
Mangrove care
 
Mangrove care
Mangrove careMangrove care
Mangrove care
 
Ekosistem hutan mangrove dan pembelajarannya
Ekosistem hutan mangrove dan pembelajarannyaEkosistem hutan mangrove dan pembelajarannya
Ekosistem hutan mangrove dan pembelajarannya
 
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docxMAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
 
ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...
ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...
ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...
 
PPT-Yumima-Sinyo_-P-TALI-2021 (2).pptx
PPT-Yumima-Sinyo_-P-TALI-2021 (2).pptxPPT-Yumima-Sinyo_-P-TALI-2021 (2).pptx
PPT-Yumima-Sinyo_-P-TALI-2021 (2).pptx
 
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
 
(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat
(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat
(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat
 
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
 
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATANANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
 
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
 
Presentasi KLPK 1 salinan oseo.pptx
Presentasi KLPK 1 salinan oseo.pptxPresentasi KLPK 1 salinan oseo.pptx
Presentasi KLPK 1 salinan oseo.pptx
 
Monitoring t ingkat mari njeglek
Monitoring t ingkat mari njeglekMonitoring t ingkat mari njeglek
Monitoring t ingkat mari njeglek
 
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannyaDr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
 
KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN ...
KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN ...KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN ...
KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN ...
 

More from Research Center of Institut Teknologi Sepuluh Nopember

More from Research Center of Institut Teknologi Sepuluh Nopember (13)

How to Design An Activated Carbon Reactor
How to Design An Activated Carbon ReactorHow to Design An Activated Carbon Reactor
How to Design An Activated Carbon Reactor
 
Fitoteknologi
FitoteknologiFitoteknologi
Fitoteknologi
 
Teknologi Sanitasi Tepat Guna Kelurahan Tambak Wedi
Teknologi Sanitasi Tepat Guna Kelurahan Tambak WediTeknologi Sanitasi Tepat Guna Kelurahan Tambak Wedi
Teknologi Sanitasi Tepat Guna Kelurahan Tambak Wedi
 
Ion Exchange
Ion ExchangeIon Exchange
Ion Exchange
 
Asam Basa Atmosfer
Asam Basa AtmosferAsam Basa Atmosfer
Asam Basa Atmosfer
 
Biomonitoring Kualitas Lingkungan (Ruang Garasi)
Biomonitoring Kualitas Lingkungan (Ruang Garasi)Biomonitoring Kualitas Lingkungan (Ruang Garasi)
Biomonitoring Kualitas Lingkungan (Ruang Garasi)
 
Urgensitas Pembinaan Islam
Urgensitas Pembinaan IslamUrgensitas Pembinaan Islam
Urgensitas Pembinaan Islam
 
Apd Muka dan Mata
Apd Muka dan MataApd Muka dan Mata
Apd Muka dan Mata
 
Remediasi badan air dan pesisir
Remediasi badan air dan pesisirRemediasi badan air dan pesisir
Remediasi badan air dan pesisir
 
Pengendalian Pencemaran Udara dari Sumber Bergerak Kota Yogyakarta
Pengendalian Pencemaran Udara dari Sumber Bergerak Kota YogyakartaPengendalian Pencemaran Udara dari Sumber Bergerak Kota Yogyakarta
Pengendalian Pencemaran Udara dari Sumber Bergerak Kota Yogyakarta
 
Bakteri Staphylococcus aureus
Bakteri Staphylococcus aureusBakteri Staphylococcus aureus
Bakteri Staphylococcus aureus
 
Masyarakat Madani
Masyarakat MadaniMasyarakat Madani
Masyarakat Madani
 
Analisa Bozem Moro Krembangan Surabaya
Analisa Bozem Moro Krembangan SurabayaAnalisa Bozem Moro Krembangan Surabaya
Analisa Bozem Moro Krembangan Surabaya
 

Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove

  • 1. TUGAS EKONOMI LINGKUNGAN VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI, KECAMATAN BAGUALA, KOTA AMBON NAMA : FARID PRATAMA PUTRA NRP : 3314100030 DOSEN : Dr. Ir. M RAZIF MM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2016
  • 2. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 i VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON DAFTAR ISI DAFTAR ISI ......................................................................................................................... i BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang............................................................................................................. 2 1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................ 2 1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 2 1.4 Manfaat ........................................................................................................................ 2 BAB 2 PENDAHULUAN.................................................................................................... 3 2.1 Ekosistem Mangrove ................................................................................................... 3 2.2 Fungsi Ekologi dan Ekonomi Ekosistem Mangrove ................................................... 7 2.3 Valuasi Ekonomi Ekosistem Mangrove ...................................................................... 8 BAB 3 GAMBARAN WILAYAH.................................................................................... 10 3.1 Keadaan Umum Wilayah........................................................................................... 10 3.2 Kondisi Hutan Mangrove........................................................................................... 11 BAB 4 PENGOLAHAN DATA........................................................................................ 16 4.1 Metode Penelitian ...................................................................................................... 16 4.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................... 17 4.3 Kuantifikasi Manfaan ke Dalam Nilai Uang ............................................................. 21 BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 23 5.1 Manfaat Langsung ..................................................................................................... 23 5.2 Manfaat Tidak Langsung ........................................................................................... 27 5.3 Manfaat Pilihan.......................................................................................................... 28 5.4 Manfaat Total............................................................................................................. 28 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 29 6.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 29 6.2 Saran .......................................................................................................................... 29 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 30
  • 3. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 i VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON
  • 4. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 1 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki abad ke 21, pembangunan pesisir dan kelautan Indonesia dihadapkan pada beberapa realitas dan kecenderungan ke depan. Beberapa realitas dan kecenderungan ke depan tersebut adalah daya dukung sumber daya di darat dari waktu ke waktu semakin berkurang, sementara jumlah penduduk serta pendapatan masyarakat semakin meningkat. Oleh karena itu, permintaan barang dan jasa di masa mendatang akan terus meningkat yang semakin tidak dapat dipenuhi lagi dari hasil-hasil sumber daya alam. Pendayagunaan sumber daya daratan. Sebagai konsekuensinya, tuntutan untuk memanfaatkan sumber daya laut di masa mendatang akan meningkat. Beberapa kenyataan yang terjadi dalam lingkungan sistem pesisir adalah: peningkatan jumlah penduduk, kegiatan industri, pencemaran, sedimentasi, ketersediaan air bersih, pengelolaan secara berlebihan dan faktor penting lainnya. Semua faktor-faktor ini merupakan komponen yang saling terkait dalam sistem pesisir. Untuk mencapai optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pesisir diperlukan adanya neraca sumber daya pesisir dan lautan yang memerlukan penilaian ekonomi (valuasi ekonomi) terhadap cadangan pemanfaatan sumberdaya alam. Eksistensi sumber daya disuatu wilayah sangatlah tergantung pada bentuk pemanfaatan dan pengelolaan yang dilakukan masyarakat di wilayah itu. Pilihan-pilihan terhadap sumberdaya menjadi bagian penting yang mempengaruhi arah pemanfaatan, artinya bahwa pemanfaatan terhadap suatu jenis sumber daya akan cenderung bergeser dari wilayah atau kawasan yang mulai menipis sumber dayanya ke kawasan yang masih aktif memiliki potensi yang tinggi. Tingginya aktivitas pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil di Maluku memberikan perhatian berbagai pihak, terutama berkelanjutan sumber daya yang dikelolah disertai peningkatan ekonomi masyarakatnya. Hutan mangrove selain sebagai ekosistem, juga sebagai sumber daya perairan dan pulau-pulau kecil. Sumber daya pesisir hutan mangrove menyediakan berbagai produk dan layanan jasa lingkungan yang menunjang berbagai kebutuhan hidup dan berbagai macam aktivitas ekonomi. Potensi hutan mangrove dapat memberikan harapan kecukupan kebutuhan ekonomi hidup masyarakat, terutama yang bermukim sekitar kawasan mangrove. Hal ini sangat bergantung pada perlindungan dan pelestarian intergrasi fungsional dari sistem alami hutan mangrove, dan tidak pada konversi hutan mangrove untuk tujuan
  • 5. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 2 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON penggunaan tunggal sehingga fungsi-fungsinya menjadi hilang. Sesuai uraian di atas, maka kelestarian fungsi-fungsi hutan mangrove yang menempati kawasan pesisir menjadi sangat penting dalam kegiatan pembangunan dan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan. Dengan demikian diperlukan valuasi melalui metodologi valuasi ekonomi terhadap potensi ekosistem mangrove. Karenanya penelitian ini sangat penting dilakukan sehingga hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan dan bahan informasi dalam memanfaatkan dan mengelolah ekosistem mangrove ke depan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah berapa besar harga/nilai kuantitatif ekosistem hutan mangrove di Desa Lateri agar diketahui berapa harga/nilai kuantitatif yang akan hilang dan akibat yang akan dialami oleh manusia jika ekosistem hutan mangrove tidak dikelola dengan bijaksana. 1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penilaian ekonomi terhadap ekosistem hutan mangrove, serta kontribusinya terhadap masyarakat di wilayah lokasi penelitian mangrove di Desa Lateri, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, Maluku. 1.4 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya hutan mangrove.
  • 6. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 3 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Mangrove Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue yang berarti tumbuhan dan grove yang berarti belukar atas hutan kecil. Kata mangrove digunakan untuk meyebut jenis pohon-pohon atau semak-semak yang tumbuh di antara batas air tinggi saat air pasang dan batas air terendah di atas rata-rata permukaan air (Macnae, 1968 dikutip oleh arief, 2003). Sedangkan menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum untuk menggambarkan suatu verietes komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan tumbuh dalam perairan asin. 1. Ciri-ciri Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove atau hutan mangrove adalah ekosistem hutan yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman mangrove. Daerah dalam hutan mangrove akan tergenang saat pantai sedang pasang, dan akan bebas dari genangan saat laut surut. Ciri-ciri ekosistem mangrove yang paling khas antara lain: 1. Jenis tumbuhan yang hidup relatif sangat terbatas. 2. Akar pepohonan terbilang unik karena berbentuk layaknya jangkar yang melengkung. 3. Terdapat biji atau propagul dengan sifat vivipar atau mampu melakukan proses perkecambahan pada kulit pohon. 4. Tanah hutan mangrove tergenang secara berkala. 5. Ekosistem mangrove juga mendapat aliran air tawar dari daratan. 6. Terlindung dari gelombang besar serta arus pasang surut laut. 7. Air di wilayah hutan mangrove berasa payau. Sebagai kesatuan ekosistem, mangrove dihuni oleh banyak organisme. Adapun organisme yang dapat hidup dalam hutan mangrove adalah organisme yang adaptif terhadap kadar mineral garam yang tinggi dari air laut. Mereka saling berinteraksi satu sama lain untuk mencapai keseimbangan ekosistem yang terus berlanjut.
  • 7. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 4 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON 2. Kondisi Ekosistem Mangrove Flora mangrove terdiri atas pohon, epipit, liana, alga, bakteri dan fungi. Menurut Hutching dan Saenger (1987) telah diketahui lebih dari 20 famili floramangrove dunia yang terdiri dari 30 genus dan lebih kurang 80 spesies. Sedangkan jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan mangrove Indonesia adalah sekitar 89 jenis, yang terdiri atas 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit. Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok, yakni: 1. Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya Universitas Sumatera Utara adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa. 2. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas, contoh : Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera. 3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara air pasang dan surut. Menurut Indriyanto (2006), ekosistem merupakan suatu unit ekologi yang di dalamnya terdapat struktur dan fungsi. Strukutur yang dimaksudkan dalam defenisi ini yakni yang berhubungan dengan keanekaragam spesies yang tinggi. Sedangkan fungsi yang dimaksud yaitu yang berhubungan dengan siklus materi dan arus energi kompenen-kompenen ekosistem. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpanruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000).
  • 8. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 5 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON 3. Zonasi Mangrove Menurut Arief (2003) pembagian zonasi juga dapat dilakukan berdasarkan jenis vegetasi yang mendominasi, dari arah laut kedataran berturut-turut sebagai berikut: 1. Zona Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove. Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dan berkadar garam tinggi. Jenis Avicennia ini banyak ditemui berasosiasi dengan Sonneratia Spp karena tumbuh dibibir laut, jenis ini memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan dari hempasan ombak laut. Zona ini juga merupakan zona perintis atau pioner, karena terjadinya penimbunan sedimen tanah akibat cengkeraman perakaran tumbuhan jenis-jenis ini. 2. Zona Rhizophora, terletak dibelakang zona Avicennia dan Sonneratia. Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran tanaman tetap terendam selama air laut pasang. 3. Zona Bruguiera, terletak dibelakang zona Rhizophora. Pada zona ini tanah berlumpur agak keras. Perakaran tanaman lebih peka serta hanya terendam pasang naik dua kali sebulan. 4. Zona Nypah, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan, namun zona ini sebenarnya tidak harus ada, kecuali jika terdapat air tawar yang mengalir (sungai) ke laut. 4. Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove a. Salinitas Salinitas merupakan berat garam dalam gram per kilogram air laut. Salinitas ditentukan dengan mengukur klor yang takarannya adalah klorinitas. Salinitas dapat juga diukur melalui konduktivitas air laut. Alat-alat elektronik canggih menggunakan prinsip konduktivitas ini untuk menentukan salinitas. Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt. Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa diantaranya selektif mampu menghindari penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya. b. Fisiografi Pantai Fisiografi Pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi sepesies dan lebar hutan mangrove. Pada pantai yang landai, komposisi ekosistem mangrove lebih beragam jika dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai
  • 9. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 6 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi spesies menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai yang terjal komposisi, distribusi dan lebar hutan mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal menyulitkan pohon mangrove untuk tumbuh. c. Gelombang Arus Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Pada lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup besar biasanya hutan mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan luasan hutan. Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies misalnya buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai menemukan substrat yang sesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh. Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai dan pembentukan padatan-padatan pasir dimuara sungai. Terjadinya sedimentasi dan padatan- padatan ini merupakan substrat yang baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove. d. Iklim Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan perubahan faktor fisik (substrat dan air). Pengaruh iklim terhadap pertumbuhan mangrove melalui cahaya, curah hujan, suhu, dan angin. Penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : 1. Cahaya Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan struktur fisik mangrove. Intensitas, kualitas, dan lama pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan mangrove (mangrove adalah tumbuhan long day plants yang membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk hidup di daerah tropis). Laju pertumbuhan tahunan mangrove yang berada di bawah naungan sinar matahari lebih kecil dan sedangkan laju kematian adalah sebaliknya. Cahaya berpengaruh terhadap pembungaan dan germinasi di mana tumbuhan yang berada di luar kelompok (gerombol) akan menghasilkan lebih banyak bunga karena mendapat sinar matahari lebih banyak daripada tumbuhan yang berada di dalam gerombol. 2. Curah hujan Jumlah, lama, dan distribusi curah hujan mempengaruhi perkembangan tumbuhan mangrove. Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas air dan tanah. Curah hujan optimum pada suatu lokasi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500-3000 mm/tahun. 3. Suhu
  • 10. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 7 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi). Produksi daun baru A. marina terjadi pada suhu 18-200 C dan jika suhu lebih tinggi maka produksi menjadi berkurang. Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu 26-280 C. Bruguiera tumbuh optimal pada suhu 270 C, dan Xylocarpus tumbuh optimal pada suhu 21-260 C. 4. Angin Angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus. Angin merupakan agen polinasi dan diseminasi biji sehingga membantu terjadinya proses reproduksi tumbuhan mangrove (Biology Resources on Shantybio, 2004). 2.2 Fungsi Ekologi dan Ekonomi Ekosistem Mangrove 1. Fungsi Ekologis Hutan Mangrove Fungsi dan manfaat mangrove telah banyak diketahui, baik sebagai tempat pemijahan ikan di perairan, pelindung daratan dari abrasi oleh ombak, pelindung daratan dari tiupan angin, penyaring intrusi air laut ke daratan dan kandungan logam berat yang berbahaya bagi kehidupan, tempat singgah migrasi burung, dan sebagai habitat satwa liar serta manfaat langsung lainnya bagi manusia. Hutan mangrove mampu mengikat sedimen yang terlarut dari sungai dan memperkecil erosi atau abrasi pantai. Erosi di pantai Marunda, Jakarta yang tidak bermangrove selama dua bulan mencapai 2 m, sementara yang berbakau hanya 1 m (Sediadi, 1991). Mangrove juga mampu dalam menekan laju intrusi air laut ke arah daratan. Hasil penelitian Sukresno dan Anwar (1999) terhadap air sumur pada berbagai jarak dari pantai menggambarkan bahwa kondisi air pada jarak 1 km untuk wilayah Pemalang dan Jepara dengan kondisi mangrove-nya yang relatif baik, masih tergolong baik, sementara pada wilayah Semarang dan Pekalongan, Jawa Tengah sudah terintrusi pada jarak 1 km. Mangrove juga memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa liar. Keanekaragaman fauna di hutan mangrove cukup tinggi, secara garis besar dapat dibagi dua kelompok, yaitu fauna akuatik seperti ikan, udang, kerang, dan lainnya serta kelompok terestrial seperti insekta, reptilia, amphibia, mamalia, dan burung (Nirarita et al., 1996). Mangrove memproduksi nutrien yang dapat menyuburkan perairan laut, mangrove membantu dalam perputaran karbon, nitrogen dan sulfur, serta perairan mengrove kaya akan nutrien baik nutrien organik maupun anorganik. Dengan rata-rata produksi primer yang tinggi mangrove dapat menjaga keberlangsungan populasi ikan, kerang dan lainnya.
  • 11. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 8 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON Mangrove menyediakan tempat perkembangbiakan dan pembesaran bagi beberapa spesies hewan khususnya udang, sehingga biasa disebut “tidak ada mangrove tidak ada udang”. Mangrove membantu dalam pengembangan dalam bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar pantai dengan mensuplai benih untuk industri perikanan. Selain itu telah diketemukan bahwa tumbuhan mangrove mampu mengontrol aktivitas nyamuk, karena ekstrak yang dikeluarkan oleh tumbuhan mangrove mampu membunuh larva dari nyamuk Aedes aegypti 2. Fungsi Ekonomi Hutang Mangrove Secara garis besar mangrove mempunyai beberapa keterkaitan dalam pemenuhan kebutuhan manusia sebagai penyedia bahan pangan, papan dan kesehatan serta lingkungan. Secara ekonomi hutan mangove yaitu : 1. Penghasil kayu, misalnya kayu bakar, arang serta kayu untuk bahan bangunan dan perabot rumah tangga. 2. Penghasil bahan baku industri, misalnya pulp, kertas, testil, makanan, obat-obatan, alcohol, penyamak kulit, kosmetik dan zat pewarna. 3. Penghasil bibit ikan, udang, kerang, telur burung dan madu. 4. Sebagai objek pariwisata, karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut memiliki keunikan dalam beberapa hal. Kegiatan wisata ini di samping memberikan pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, dan menyewakan. 2.3 Valuasi Ekonomi Ekosistem Mangrove Valuasi ekonomi adalah suatu upaya untuk memberikan nilai kuantitif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan terlepas dari apakah nilai pasar tersedia atau tidak. Valuasi ekonomi merupakan suatu satu cara yang digunakan untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam dan lingkungan terlepas baik dari nilai pasar (market value) atau non pasar (non market value). Tujuan dari studi valuasi adalah untuk menentukan besarnya Total Economic Value (TEV) pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan. 1. Nilai Ekonomi Sumber Daya Menurut paradigma neoklasik, nilai ekonomi dapat dilihat dari sisi kepuasan konsumen dan keuntungan perusahaan, dengan konsep dasar yang digunakan, yaitu surplus
  • 12. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 9 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON konsumen dan surplus produsen. Sedangkan berdasarkan pandangan ekologikal ekonomi, tujuan penilaian tidak semata terkait dengan maksimisasi kesejahteraan individu melainkan juga terkait dengan tujuan ekologi dan keadilan distribusi. Tujuan valuasi ekonomi pada dasarnya adalah membantu pengambilan keputusan untuk menduga efisiensi ekonomi dari berbagai pemanfaatan yang mungkin dilakukan terhadap ekosistem yang ada di kawasan pesisir dan laut. Pengertian nilai atau value, khususnya menyangkut barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan, memang bisa berbeda jika dipandang dari berbagai disiplin ilmu. Secara umum, nilai ekonomi dapat didefenisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. 2. Tipologi Nilai Ekonomi Sumber Daya Kerangka nilai ekonomi yg digunakan dalam mengevaluasi ekonomi sumberdaya alam adalah Konsep Nilai Ekonomi Total (TEV). Total economic value (TEV) merupakan penjumlahan dari nilai ekonomi berbasis pemanfaatan (use value) dan nilai ekonomi berbasis non-pemanfaatan (non use value). Nilai TEV merupakan jumlah dari Nilai Guna (Direct Use Value), yaitu nilai yang diperoleh dari pemakaian langsung atau yang berkaitan dengan sumberdaya alam dan lingkungan yang dikaji atau diteliti. Nilai ini terdiri dari nilai yang berkaitan dengan kegiatan komersial, subsistensi, leisure dan aktivitas lain yang bertautan dengan sumberdaya alam yang ditelaah. Sedangkan Nilai Guna Tak Langsung (In Direct Use Value), berkaitan dengan perlindungan atau dukungan terhadap kegiatan ekonomis dan harta benda yang diberikan oleh suatu sumberdaya alam dan Nilai Pilihan (Option Use Value) nilai guna dari sumberdaya alam dan lingkungan di masa mendatang. Untuk Nilai Guna Tak Langsung (In Direct Use Value) yaitu nilai-nilai yang tidak ada kaitan langsung dengan kemungkinan pemakaian sumberdaya alam dan lingkungan itu, biasanya berupa Existence Value dan Bequest Value yang merupakan total dari Nilai Keberadaan (Existence Value) yaitu nilai yang diberikan (secara semata-mata) karena keberadaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan, ditambah Nilai Pewarisan (Bequest Value) yaitu nilai yang diberikan kepada anak cucu agar dapat diwariskan suatu sumberdaya alam dan lingkungan tersebut.
  • 13. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 10 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON BAB 3 GAMBARAN WILAYAH 3.1. Keadaan Umum Wilayah A. Kondisi Geografis Data mengenai keadaan umum wilayah Desa Lateri, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, Maluku merupakan data sekunder yang bersumber dari data monografi desa. Desa Lateri secara administratif berada di Kecamatan Baguala, Kota Ambon. Desa Lateri yang merupakan lokasi penelitian adalah salah satu desa pesisir yang berbatasan langsung dengan Teluk Ambon. Desa ini memiliki luas 20,01 km2 dan mempunyai batas administratif desa sebagai berikut: Sebelah Utara : Teluk Ambon Sebelah Selatan : Desa Lata dan Desa Kelapa Dua Sebelah Barat : Desa Batugong dan Teluk Baguala Sebelah Timur : Teluk Ambon Gambar 3.1 Peta Desa Lateri B. Kependudukan Penduduk Desa Lateri berjumlah 6.187 jiwa dengan luas wilayah 2,01 km2 , dimana penduduk yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 3.084 jiwa dan penduduk yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 3.103 jiwa. Masyarakat yang tinggal di Desa Lateri berasal dari Suku Mangole, Suku Manipa, Suku Sawai, dan Suku Wayoli.
  • 14. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 11 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON Gambar 3.2 Budaya di Desa Lateri C. Mata Pencaharian Pekerjaan pada sektor perkebunan dan perikanan masih mendominasi masyarakat di Desa Lateri. Hal ini dikarenakan luas wilayah yang ada di Desa Lateri sebagian besar merupakan area perkebunan, selain itu letak desa yang berbatasan langsung dengan Teluk Ambon memberikan peluang bagi masyarakat untuk berprofesi sebagai nelayan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Sumber : Data Monografi desa 3.2 Kondisi Hutan Mangrove A. Pengelolaan Hutan Mangrove Hutan mangrove yang menjadi objek penelitian adalah hutan mangrove yang terdapat di Desa Lateri yang luasnya mencapai 307 Ha. Selama ini hutan mangrove yang ada hanya dibiarkan saja tanpa adanya pengelolaan. Kondisi hutan mangrove di Desa Lateri relative
  • 15. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 12 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON cukup baik, hal ini dikarenakan masyarakat Desa Lateri sangat menjaga keberadaan hutan mangrove. Hal ini ditunjukkan dengan dimasukkannya pelestarian mangrove ke dalam peraturan desa. Masyarakat Desa Lateri sudah paham mengenai fungsi dan dampak yang akan mereka alami jika hutan mangrove di desa mereka mengalami kerusakan. Ancaman kerusakan hutan mangrove datang dari pihak luar, yakni adanya beberapa orang yang bukan merupakan warga setempat yang melakukan pencurian kayu mangrove untuk dijual sebagai kayu bakar. Gambar 3.3 Hutan Mangrove di Desa Lateri B. Analisis Volume Tegakan Penaksiran volume pohon-pohon berdiri sangat sering tidak memperhatikan atau memperhitungkan kerusakan di dalam atau di bagian dalam yang tidak nampak dan yang tidak dapat diduga dengan aman dan ditaksir secara tepat dan pengamatan eksternal. Bahkan untuk cacat eksternal penaksir kualitas barangkali tidak disalahkan oleh sebab kesulitan dalam penilaian cacat-cacat pada bagian atas pohon. Ada perubahan yang cepat dan nyata dalam kondisi pemanfaatan hutan tropika campuran (perubahan dalam pasar domestik internasional yakni kualitas yang lebih rendah diterima bila permintaan tinggi, modifikasi dalam fasilitas pengolahan kayu lokal, mekanisasi dan perubahan dalam ukuran dan pelaksanaan unit-unit pembalakan, dan sebagainya). Jadi, spesifikasi volume kayu yang cacat digunakan untuk menaksir volume bersih tak dapat diterapkan dalam satu atau dua tahun sesudahnya, dan perbedaan antara volume bersih dan bahan yang dapat digunakan dapat lebih bertambah. Volume adalah ukuran tiga dimensi dari suatu benda atau obyek, dinyatakan dalam kubik, yang diperoleh dari hasil perkalian satuan dasar panjang, lebar/tebal serta tinggi. Dengan asumsi bahwa “penampang lintang batang pohon berbentuk lingkaran”, maka :
  • 16. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 13 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON - Volume pohon : hasil perkalian luas bidang dasar dengan panjang/tinggi, kemudian dikoreksi oleh suatu konstanta yang ditetapkan (konstanta tsb. disebut faktor bentuk pohon) - Volume pohon berdiri (menurut dimensi tinggi) : - Volume total : volume yang dihitung atas dasar tinggi total (sampai puncak) pohon dan ditambah volume cabang dan ranting - Volume batang : volume yang dihitung atas dasar tinggi total (sampai puncak) pohon tanpa volume cabang dan ranting - Volume kayu tebal : = volume yang dihitung atas dasar tinggi kayu tebal (biasanya sampai diameter 7 cm atau 10 cm untuk jenis-jenis conifer) tanpa volume cabang dan ranting dan merupakan volume kayu pertukangan untuk jenis daun jarum (conifer) · Volume bebas cabang : volume yang dihitung atas dasar tinggi bebas cabang tanpa volume cabang dan ranting. Merupakan volume kayu pertukangan untuk jenis daun lebar (hardwood) Definisi Tegakan adalah kumpulan dari sejumlah pohon atau suatu unit-unit pengelolaan hutan yang cukup homogen, sehingga dapat dibedakan dengan jelas dari tegakan yang ada di sekitarnya. Perbedaan itu disebabkan karena umur, komposisi, struktur atau tempat tumbuh. Dalam hal ini kita kenal adanya tegakan pinus, tegakan jati, tegakan kelas umur satu, dua, dan lain sebagainya. Di dalam suatu wilayah hutan alam, dengan jenis penyusunnya yang beragam dan umur tidak sama tapi masih memberikan kesan umum (general appearance) yang berbeda dengan wilayah atau areal atau kelompok vegetasi lain, yang berbeda di dekatnya, juga merupakan suatu tegakan hutan. Dalam hal ini, tegakan lebih cendrung diartikan sebagai suatu satuan pepohonan hutan. Dengan demikian, pengukuran volume tegakan berarti pengukuran volume dari pohon-pohon penyusun tegakan, yang sekaligus bermakna pengukuran diameter dan tinggi pohon-pohon penyusun tegakan.Analisis volume tegakan digunakan untuk mencari tahu berapa besar dari volume yang dapat dihasilkan kayu mangrove dalam tiap hektarnya. Data ini dapat digunakan untuk mencari nilai manfaat langsung hutan mangrove dilihat berdasarkan potensi kayu yang dapat dihasilkan. C. Indeks Nilai Penting Pohon Mangrove Berdasarkan hasil identifikasi dan pengamatan lapangan terhadap mangrove yang tumbuh di Desa Lateri ditemukan 6 jenis vegetasi mangrove antara lain Lolaro (Rhizophora spp), Kayu ting (Ceriops tagal), makurung (Brugiera gymnorrhiza), kirakira hitam
  • 17. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 14 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON (Xylocarpus spp), posi-posi (Sonneratia caseolaris) dan api-api (Avecennia spp). Adapun hasil analisis vegetasi dapat dilihat pada Tabel 2. D. Potensi Kayu Hutan mangrove di Desa Lateri memiliki luasan mencapai 307 hektar. Berdasarkan hasil inventarisasi, potensi kayu komersial yang terdapat pada hutan mangrove di Desa Lateri adalah 15.200,96 m3, sehingga nilai manfaat bersih kayu mangrove diperoleh sebesar Rp6.840.431.843. Nilai ini didapat dari perkalian antara potensi kayu dengan harga tiap meter kubik kayu mangrove sebesar Rp800.000 dan dikurangi dengan biaya pemanfaatan sebesar Rp350.000 per meter kubik. Dengan asumsi siklus tebang 25 tahun maka dengan metode produktifitas didapat nilai nilai potensi kayu hutan mangrove Desa Lateri adalah sebesar Rp. 273.617.273 per tahun. Pada Tabel 3 terlihat bahwa hutan mangrove yang ada di Desa Lateri didominasi oleh jenis Lolaro (Rhizophora spp), yang ditunjukkan dengan nilai INP yaitu sebesar 109.5 dan secara berturut- turut Bruguiera gymnorrhiza (58,088), Ceriops tagal (57,492), Xylocarpus spp (41,491), Sonneratia caseolaris (20,570) dan Avecennia spp (12,860). Tabel 2. Indeks Nilai Penting Jenis Pohon Mangrove Desa Lateri Sumber : Data Primer Setelah Diolah Meski memiliki banyak fungsi, kondisi saat ini, ekosistem hutan mangrove di Desa Lateri telah mengalami kerusakan yang cukup signifikan. Beberapa hal yang mempengaruhi kerusakan dari ekosistem ini antara lain: 1. Pertumbuhan penduduk yang membeludak membuat pesisir pantai digunduli dan digunakan sebagai tempat untuk bermukim. 2. Alih fungsi ekosistem mangrove menjadi kawasan tambak tradisional yang dilakukan secara masif oleh masyarakat sekitar pantai. 3. Penebangan hutan mangrove sebagai kegiatan untuk mendapatkan kayu bakar.
  • 18. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 15 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON Gambar 3.4 Kerusakan Hutan Mangrove Desa Lateri
  • 19. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 16 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON BAB 4 PENGOLAHAN DATA 4.1 Metode Penelitian A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Lateri, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, Maluku B. Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Sampel petani yang akan di wawancarai adalah sebanyak 30 responden. C. Konsep Pengukuran Variabel Variabel yang akan diukur dalam penelitian ini adalah: 1. Nilai manfaat langsung, yaitu nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan secara langsung hutan mangrove: potensi kayu (kayu bangunan dan kayu bakar), pengrajin daun nipah, penangkapan ikan, udang dan kepiting (Rp/tahun). 2. Nilai manfaat tidak langsung, yaitu nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan secara tidak langsung hutan mangrove: pemecah ombak (break water) (Rp/tahun). 3. Nilai manfaat pilihan, yaitu nilai ekonomi yang diperoleh dari potensi pemanfaatan langsung maupun tidak langsung dari sebuah sumberdaya/ekosistem di masa datang: nilai Biodiversity (Rp/tahun). 4. Biaya, yaitu biaya yang dikeluarkan oleh pemanfaat hutan mangrove untuk mendapatkan komoditi dari hutan mangrove (Rp/tahun). D. Pengumpulan Data 1. Masyarakat Masyarakat yang dijadikan responden adalah beberapa pemanfaat hutan mangrove, antara lain : nelayan, pencari kayu bakar, pengrajin daun nipah, dan juga pada masyarakat yang berhubungan dengan mangrove secara tidak langsung. Untuk mengetahui keadaan umum lokasi penelitian dan kondisi hutan mangrove yang ada, juga dilakukan wawancara dengan aparat desa, petugas kehutanan setempat, dan juga warga desa. 2. Vegetasi Dalam mendiskripsikan suatu vegetasi haruslah dimulai dari suatu titik pandang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup
  • 20. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 17 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON bersama dalam suatu terutama yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai komponenya. Maupun oleh kombinasi dan struktur sifat-sifatnya yang mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum atau fungsional. Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis dan juga sintesis sehingga akan membantu dan mendiskripsikan suatu vegetasi sesuai dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan. Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda; (2) menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal; dan (3) melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkunganPengambilan contoh untuk analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan transek garis (line transec). Tahapan dalam mengambil data transek yaitu menarik meteran ke arah laut dengan posisi awal yang telah diberi tanda (patok atau pengecatan pohon dan menentukan blok (petak contoh/petak ukur) di sebelah kiri dan kanan garis transek berbentuk bujursangkar dengan ukuran 10 x 10 m untuk pengamatan fase pohon. 4.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis volume tegakan dilakukan untuk mengetahui besar dari volume kayu mangrove yang ada. Untuk mendapatkan volume kayu, maka harus diketahui terlebih dahulu nilai dari tinggi dan juga keliling lingkaran setinggi dada (1,3 m) pohon yang menjadi sampel. Data yang diperoleh dimasukkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Perhitungan Volume Kayu Mangrove No Jenis Mangrove Diameter (cm) Tinggi (m) Volume Kayu (m3 )
  • 21. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 18 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON Santoso (2005) volume kayu mangrove ini didapat dengan menggunakan persamaan: V = (Lbd x t ) Dimana: V = Volume Lbd = luas bidang dasar {[(diameter/100) x 0.5]2 } x 3.14 T = tinggi (m) Π = 3,14 Analisis volume tegakan yang didapat ini akan menggambarkan kondisi dari hutan mangrove pada tiap hektar. Selain itu juga dapat dijadikan perhitungan awal dari nilai ekonomi potensi kayu mangrove. Nilai tegakan dapat diketahui dengan menghitung kubikasi kayu yang dihasilkan, dikalikan dengan harga jual tiap m3 dikalikan dengan luasan kemudian dikurangi dengan biaya operasional. 1. Indeks Nilai Penting Kondisi ekologis hutan mangrove dapat diketahui dengan menggunakan beberapa jenis perhitungan, yaitu kerapatan jenis, frekuensi jenis, luas area penutupan, dan Indeks Nilai Penting (INP) dari tiap jenis. Untuk mencari nilai INP digunakan tiga perhitungan, yaitu nilai kerapatan tiap jenis, nilai frekuensi tiap jenis, dan nilai dari penutupan tiap jenis. Kerapatan jenis (Di) adalah jumlah tegakan jenis i dalam suatu area. Persamaan untuk mencari kerapatan jenis adalah: Di = ni / A Dimana: Di = Kerapatan jenis ke – i ni = Jumlah total tegakan dari jenis ke - i A = Luas total area pengambilan contoh Setelah nilai dari kerapatan jenis ini didapat, langkah selanjutnya adalah mencari nilai dari kerapatan relatif jenis (RDi). Kerapatan relative jenis adalah perbandingan antara jumlah tegakan jenis i (ni) dan jumlah total tegakan seluruh jenis (∑n), dengan persamaan: RDi = (ni / ∑n) x 100 Penutupan jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu area. Persamaan dari penutupan jenis adalah:
  • 22. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 19 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON Ci = ∑BA / A Dimana: BA = π DBH2/A; (π = 3,14) DBH = diameter batang pohon jenis ke – i DBH = CBH/π; CBH adalah lingkar pohon setinggi dada A = luas total area pengambilan contoh Setelah nilai dari penutupan jenis ini didapat, langkah selanjutnya adalah mencari nilai dari penutupan relatif jenis (RCi). Nilai penutupan relatif jenis adalah perbandingan antara luas area penutupan jenis i (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh jenis (∑C), dengan persamaan: RCi = ( Ci / ∑C ) x 100 Nilai yang terakhir yaitu nilai frekuensi tiap jenis. Frekuensi jenis sendiri merupakan peluang ditemukannya jenis i dalam petak contoh / plot yang diamati: Fi = Pi / ∑P Dimana, Fi adalah frekuensi jenis i, Pi adalah jumlah petak contoh / plot dimana ditemukan jenis i. Sedangkan P adalah jumlah total petak contoh/ plot. Setelah nilainya didapat, selanjutnya adalah menghitung nilai frekuensi relatif jenis yang merupakan perbandingan antara frekuensi jenis I (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (∑F): RFi = (Fi / ∑F) x 100) Indeks nilai penting adalah jumlah nilai kerapatan jenis (RDi), frekuensi relatif jenis (RFi), dan penutupan relatif jenis (RCi). INP = RDi + RFi + RCi Nilai penting ini untuk memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis mangrove dalam ekosistem tersebut. Indeks nilai penting memiliki kisaran antara 0-307. 2. Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove Penilaian ekonomi sumberdaya mangrove dilakukan dengan menggunakan dua tahap pendekatan: 1. Identifikasi manfaat dan fungsi-fungsi sumber daya hutan mangrove. 2. Kuantifikasi seluruh manfaat dan fungsi ke dalam nilai uang. Kemudian, identifikasi manfaat dan fungsi yang terkait dengan hutan mangrove dihitung melalui nilai ekonomi sumber daya hutan mangrove. Nilai ekonomi suatu sumber daya hutan mangrove dibagi menjadi nilai penggunaan dan nilai non penggunaan. Nilai
  • 23. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 20 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON penggunaan dibagi menjadi dua, yaitu nilai langsung dan nilai tidak langsung. Nilai non penggunaan dibagi menjadi tiga, yang meliputi nilai manfaat pilihan, nilai manfat keberadaan, dan manfaat pewarisan. A. Nilai manfaat langsung (direct use value) Nilai manfaat langsung adalah nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan secara langsung dari suatu sumberdaya. Manfaat langsung bisa diartikan manfaat yang dapat dikonsumsi. Nilai manfaat langsung hutan mangrove dihitung dengan persamaan: DUV = ∑ DUVi Dimana: DUV = Direct use value DUV 1 = manfaat kayu DUV 2 = manfaat penangkapan ikan DUV 3 = manfaat pengambilan daun nipah DUV 4 = manfaat penangkapan kepiting B. Nilai manfaat tidak langsung (indirect use value) Manfaat tidak langsung adalah nilai manfaat dari suatu sumberdaya (mangrove) yang dimanfaatkan secara tidak langsung oleh masyarakat. Manfaat tidak langsung hutan mangrove dapat berupa manfaat fisik yaitu sebagai penahan abrasi air laut. Penilaian hutan mangrove secara fisik dapat diestimasi dengan fungsi hutan mangrove sebagai penahan abrasi. C. Manfaat pilihan (option value) Manfaat pilihan untuk hutan mangrove biasanya menggunakan metode benefit transfer, yaitu dengan cara menilai perkiraan benefit dari tempat lain (dimana sumber daya tersedia) lalu benefit tersebut ditransfer untuk memperoleh perkiraan yang kasar mengenai manfaat dari lingkungan. Metode tersebut didekati dengan cara menghitung besarnya nilai keanekaragaman hayati yang ada pada ekosistem mangrove tersebut. Menurut Rui tenbeek (1991) dalam Fahrudin (1996), hutan mangrove Indonesia mempunyai nilai biodiversity sebesar US$1,500 per km2. Nilai ini dapat dipakai di seluruh hutan mangrove yang ada di Indonesia apabila ekosistem hutan mangrovenya secara ekologis penting dan tetap dipelihara secara alami. Nilai manfaat pilihan ini diperoleh dengan persamaan:
  • 24. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 21 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON OV = US$15 per ha x luas hutan mangrove Dimana: OV = option value 4.3 Kuantifikasi Manfaat ke dalam Nilai Uang Setelah seluruh manfaat dapat diidentifikasi, selanjutnya adalah mengkuantifikasi seluruh manfaat ke dalam nilai uang dengan beberapa nilai yaitu: A. Nilai pasar Nilai Pasar yaitu harga barang atau surat berharga yang diindikasikan oleh penawaran pasar, yaitu harga yang tambahan barangnya dapat dijual atau dibeli; pada suatu saat, nilai pasar suatu surat berharga ditentukan oleh nilai penjualan terakhir; untuk surat-surat berharga yang tidak aktif, saat tidak ada penawaran, yang digunakan ialah harga penawaran terakhir; untuk surat berharga yang tidak terdaftar di bursa (baca : bursa efek), nilai pasar ditentukan oleh penjualan terakhir atau ditentukan oleh lembaga penilai; nilai pasar secara terus-menerus berfluktuasi ketika ada berita-berita hangat dan akan sering berubah sepanjang hari. Nilai pasar ini digunakan untuk menghitung nilai ekonomi dari komoditas– komoditas yang langsung dapat dimanfaatkan dari sumberdaya mangrove. B. Harga tidak langsung Pendekatan ini digunakan untuk menilai manfaat tidak langsung dari hutan mangrove. C. Contingent value method Pendekatan CVM digunakan untuk menghitung nilai dari suatu sumberdaya yang tidak dijual di pasaran, contohnya nilai keberadaan. Untuk menghitung nilai CVM ini dapat ditanyakan langsung ke individu/masyarakat sejauhmana masyarakat mau membayar untuk perubahan kualitas lingkungan CVM adalah metode teknik survey untuk menanyakan penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar, seperti barang lingkungan, jika pasarnya betul-betul tersedia atau jika ada cara-cara pembayaran lain seperti pajak diterapkan. Tujuan CVM: menghitung nilai (harga) atau penawaran yang mendekati keadaanyang sebenarnya jika pasar dari barang-barang tersebut benar-benar ada. pasar hipotetik (kuesioner dan responden) harus sebisa mungkin mendekati kondisi pasar yang sebenarnya. Responden harus mengenal dengan baik ’barang’ yang ditanyakan dalam kuesioner dan alat hipotetik yang digunakan untuk pembayaran, seperti pajak dan biaya masuk (retribusi) secara langsung, yang juga dikenal sebagai alat pembayaran
  • 25. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 22 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON CVM merupakan metode yang dianggap dapat digunakan untuk menghitung jasa-jasa lingkungan/fungsi ekosistem yang dianggap tidak memiliki nilai guna. Misalnya, nilai jasa kebersihan lingkungan, nilai kerugian atas kemacetan transportasi, nilai kerugian masyarakat atas bahaya banjir akibat kerusakan lingkungan sulit diukur dari sudut pandang pasar CVM adalah metode valuasi berdasarkan survei yang digunakan untuk memberikan penilaian moneter pada barang atau komoditas lingkungan. Ide yang mendasari metode ini adalah bahwa sesungguhnya orang-orang memiliki preferensi, yang tersembunyi, untuk semua komoditas lingkungan. Di sini diasumsikan bahwa orang-orang memiliki kemampuan untuk mentransformasikan preferensi-preferensi ini ke dalam satuan moneter. CVM telah mendapatkan perhatian luas dalam ekonomi dan kebijakan lingkungan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,yakni : 1. CVM merupakan satu-satunya cara praktis dalam memperkirakan berbagai benefit lingkungan, misalnya jika pembuat kebijakan ingin memperkirakan nilai eksistensi habitat alam yang unik atau daerah hutan konservasi pada masyarakat, maka CVM merupakan prosedur estimasi benefit yang tersedia. 2. Perkiraan benefit lingkungan yang diperoleh dari survei contingent valuation, yang dilakukan dan didesain dengan baik, sama baiknya dibandingkan dengan hasil perkiraan diperoleh dengan metode lainnya. 3. Kemampuan mendesain dan melakukan survei skala besar dan analisis rinci dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh telah meningkat dengan adanya kemajuan- kemajuan dalam teori sampling, teori ekonomi estimasi benefit, manajemen data yang terkomputerisasi dan Poll opini publik D. Nilai manfaat ekonomi total Nilai manfaat total dari hutan mangrove merupakan penjumlahan seluruh nilai ekonomi dari manfaat hutan mangrove yang telah diidentifikasi dan dikuantifikasikan. Nilai manfaat total tersebut menggunakan persamaan: TEV = DV + IV + OV + EV Dimana: TEV = Total economic value DV = Nilai manfaat langsung IV = Nilai manfaat tidak langsung OV = Nilai manfaat pilihan EV = Nilai manfaat keberadaan
  • 26. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 23 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Manfaat Langsung Manfaat langsung adalah manfaat yang langsung dapat dinikmati karena adanya investasi, yang dapat berupa kenaikan fisik hasil produksi, perbaikan kualitas produksi, dan penurunan biayaBerdasarkan hasil identifikasi, manfaat hutan mangrove yang dapat langsung dikonsumsi mencakup manfaat hasil hutan kayu, manfaat penangkapan hasil perikanan, serta manfaat pengambilan daun nipah. Tabel 4. Nilai Manfaat Kayu Komersil pada Ekosistem Hutan Mangrove Desa Lateri Sumber: Data primer setelah diolah Perlu digarisbawahi bahwa nilai kayu disini merupakan nilai kesempatan dari keseluruhan aliran manfaat yang diberikan oleh hutan mangrove. Hal ini berarti bahwa apabila dilakukan eksploitasi terhadap kayu yang ada, maka manfaat lain dari hutan mangrove akan berkurang atau bahkan hilang. A. Potensi Kayu Bakar Pengambilan kayu bakar dilakukan oleh masyarakat adalah kayu-kayu kering yang terdapat pada hutan mangrove dan dijual dengan harga Rp.1.250 per ikat. Dalam setahun kayu bakar yang dihasilkan mangrove dapat mencapai 180 ikat. Nilai manfaat kayu bakar didapat dengan cara mengalikan harga jual kayu per ikat dengan banyaknya kayu bakar yang dihasilkan, sehingga didapat nilai sebesar Rp225.000 per tahun. - Harga Kayu Bakar = Rp. 1.250 / ikat
  • 27. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 24 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON - Penghasilan Kayu Bakar 1 tahun = 180 ikat - Potensi Kayu Bakar = Rp. 1.250 x 180/tahun = Rp. 225.000/tahun B. Penangkapan Ikan, Udang dan Kepiting 1. Ikan Penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan alat berupa pancing dan jaring (zero). Nilai manfaat penangkapan ikan mencapai Rp.146.400.000 per tahun. Nilai ini didapat dari hasil penjualan ikan sebesar Rp 20.000 per kg yang kemudian dikalikan dengan hasil rata-rata ikan yaitu sebesar 7.320 kg setiap tahun. Biaya yang digunakan mencapai Rp.28.140.000 per tahun. Dengan demikian nilai manfaat bersih yang dihasilkan sebesar Rp 118.260.000 per tahun. - Harga Penjualan Ikan = Rp. 20.000 / kg - Hasil Tangkapan Ikan = 7.320 kg / tahun - Biaya Penangkapan (Modal) = Rp. 28.140.000 / tahun - Nilai Manfaat Penangkapan Ikan/tahun = Rp.20.000/kg x 7320 kg = Rp. 146.400.000 - Manfaat Bersih Penangkapan Ikan =Rp.146.400.000/tahun – Rp. 28.140.000/ tahun = Rp. 118.260.000/tahun 2. Kepiting Selain ikan, manfaat yang kedua adalah penangkapan kepiting. Manfaat penangkapan kepiting diperoleh sebesar Rp40.500.000 per tahun. Nilai ini didapat dengan cara mengalikan hasil penangkapan kepiting per tahun yaitu sebanyak 900 kg dengan harga jual rata-rata yaitu sebesar Rp50.000. Biaya yang dikeluarkan mencapai Rp1.800.000 per tahun. Sehingga manfaat bersih yang diperoleh dari penangkapan kepiting ini sebesar Rp.38.700.000 per tahun. - Harga Penjualan Kepiting = Rp. 45.000 / kg - Hasil Tangkapan Kepiting = 900 kg / tahun - Biaya Penangkapan (Modal) = Rp. 1.800.000 / tahun - Nilai Manfaat Penangkapan Ikan/tahun = Rp. 45.000/kg x 900 kg = Rp. 40.500.000 - Manfaat Bersih Penangkapan Ikan =Rp.40.500.000/tahun – Rp. 1.800.000/ tahun = Rp. 38.700.000/tahun 3. Udang Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut
  • 28. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 25 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa disebut udang Penaeid oleh para ahli. Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun. Walaupun masih banyak kendala, namun hingga saat ini negara produsen udang yang menjadi pesaing baru ekspor udang Indonesia terus bermunculan. Manfaat selanjutnya melalui penangkapan udang windu. Manfaat penangkapan udang windu diperoleh sebesar Rp.16.200.000 per tahun. Nilai ini didapat dengan cara mengalikan hasil penangkapan udang windu per tahun yaitu sebanyak 324 kg dengan harga jual rata-rata yaitu sebesar Rp. 50.000/kg . Biaya pemanfaatan yang dikeluarkan mencapai Rp2.592.000 per tahun. Sehingga manfaat bersih yang diperoleh dari penangkapan udang windu ini sebesar Rp13.608.000 per tahun. - Harga Penjualan Udang = Rp.50.000 / kg - Hasil Tangkapan Ikan = 324 kg / tahun - Biaya Penangkapan (Modal) = Rp. 2.592.000 / tahun - Nilai Manfaat Penangkapan Ikan/tahun = Rp.50.000/kg x 324 kg = Rp. 16.200.000 - Manfaat Bersih Penangkapan Ikan =Rp.16.200.000/tahun – Rp. 2.592.000/ tahun = Rp. 13.608.000 / tahun C. Pengambilan Daun Nipah Jenis pemanfaatan yang terakhir adalah pengambilan daun nipah untuk dijadikan atap rumah (woka). Nama ilmiah dari tumbuhan ini adalah Nypa fruticans Wurmb. Nipah memiliki fungsi berbagai macam, seperti sebagai dekorasi, kesehatan, serta dikonsumsi. Dedaunan Nipah dapat dianyam menjadi tikar, topi, dan tas atau keranjang. Daun Nipah juga sering digunakan sebagai atap bangunan. Daun Nipah tersebut dapat tahan selama 3 hingga 5 tahun. Tumbuhan nipah mempunyai batang terendam di bawah lumpur yang menjalar di bawah tanah dengan tebal batang kira-kira 60 cm. Dedaunan yang ditumbuhkan dapat
  • 29. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 26 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON meraih ketinggian berkisar 7 meter sedangkan tangkai bunganya dapat mencapai panjang 1 meter dengan kulit yang keras berwarna hijau yang seiring waktu berubah warna menjadi coklat tua, walaupun luarnya keras, bagian dalamnya lunak seperti halnya gabus. Akar serabut tumbuhan ini dapat mencapai panjang 13 cm. Anak daun memiliki bentuk pita yang memanjang hingga 100 cm dengan lebar daun 4-7 cm. Jika masih muda, daun Nipah berwarna kuning yang berangsur menjadi hijau saat sesuai perkembangan tumbuhan tersebut. Di ketiak daun terdapat karang bunga majemuk, untuk bunga jantan tersusun dalam malai serupa untai, merah, jingga, atau kuning di bagian bawahnya, sedangkan untuk bunga betina tersusun dalam bentuk bola dan bengkok ke arah samping. Setiap untaian bunga jantan memiliki sekitar 4 bulit bunga dengan panjang kisaran 5 cm, bunga ini dilindungi oleh seludang bunga dengan bagian serbuk sari menjulur keluar. Panjang dari tangkai badan bunga dapat mencapat 100 hingga 170 cm. Untuk buahnya, tumbuhan Nipah bertipe buah batu dengan mesokarp yang bersabut, berbulat telur terbalik dan tipis dengan kira-kira 3 rusuk berwarna coklat kemerahan dengan ukuran 11 x 13 cm. Tumbuhan Nipah tumbuh di bagian belakang hutan bakau. Tumbuhan ini paling banyak ditemukan di bagian tepi sungai atau laut yang memasok lumpur ke pesisir. Walaupun dapat bertahan dengan air laut, tumbuhan Nipah tumbuh lebih baik di daerah rawa yang memiliki tanah berliat serta kaya bahan organik. Hal tersebut dikarenakan tumbuhan Nipah lebih ideal untuk tumbuh di daerah dengan perairan tawar serta berlumpur terutama curah hujan tahunan sekitar 1500 mm. Tumbuhan Nipah memiliki ketahanan tubuh yang sangat tinggi, tumbuhan ini dapat bertahan hidup di atas lahan yang kering sementara air surut, tumbuhan ini juga umumnya bebas dari serangan hama serta penyakit. Gambar 4.1 Pohon Nipah di Desa Lateri
  • 30. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 27 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON Jumlah daun nipah yang dihasilkan mencapai 9600 lembar/tahun. Jumlah Nilai manfaat ini didapat dari hasil penjualan atap dari daun nipah seharga Rp1.500 per lembar. Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan atap dari daun nipah sebesar Rp4.800.000 per tahun. Maka nilai manfaat bersih yang diperoleh sebesar Rp. 9.600.000 per tahun. - Harga Penjualan Udang = Rp.1.500 / lembar - Hasil Tangkapan Ikan = 9.600 lembar / tahun - Biaya Penangkapan (Modal) = Rp. 4.800.000 / tahun - Nilai Manfaat Penangkapan Ikan/tahun = Rp.1.500/lembar x 9.600 lembar = Rp. 14.400.000 - Manfaat bersih Daun Nipah = Rp. 14.400.000/tahun – Rp. 4.800.000.tahun = Rp.9.600.000/tahun Nilai Bersih Total Manfaat Langsung = Rp. 225.000/tahun + Rp. 118.260.000/tahun + Rp. 43.200.000/tahun + Rp.13.608.000/tahun + Rp.9.600.000/tahun = Rp.179.393.000/tahun 5.2 Manfaat Tidak Langsung Manfaat tidak langsung dari hutan mangrove sebagai penahan abrasi disetimasi melalui replacement cost dengan pembangunan bangunan pemecah gelombang (break water). Menurut data Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Maluku (2009), untuk membuat bangunan pemecah gelombang dengan ukuran 37,5 m x 2 m x 2,5 m (p x l x t) dengan daya tahan 5 tahun diperlukan biaya sebesar Rp265.727.775 atau sekitar Rp.7.086.074 per meter. Panjang garis pantai yang dilindungi hutan mangrove yaitu 7.530 meter. Nilai dari biaya pembuatan breakwater tersebut kemudian dikalikan dengan panjang garis pantai yang terlindungi hutan mangrove, yaitu sepanjang 7.530 meter. Hal ini dikarenakan bangunan pemecah ombak tersebut sudah dapat menggantikan fungsi dari hutan mangrove sebagai pemecah gelombang pada sepanjang garis pantai Desa Lateri, sehingga manfaat tidak langsung mangrove sebagai penahan abrasi adalah sebesar Rp53.358.137.418 Nilai tersebut kemudian dibagi 5 guna mendapatkan nilai per tahunnya. Dengan demikian manfaatnya adalah sebesar Rp10.671.627.483 per tahun.
  • 31. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 28 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON 5.3 Manfaat Pilihan Manfaat pilihan pada ekosistem hutan mangrove yang ada di Desa Lateri dapat didekati dengan menggunakan metode benefit transfer, yaitu dengan cara menilai perkiraan benefit dari tempat lain (dimana sumberdaya tersedia) kemudian benefit tersebut di transfer untuk memperoleh perkiraan yang kasar mengenai manfaat dari lingkungan. Metode tersebut didekati dengan cara menghitung dari manfaat keanekaragaman hayati (biodiversity) yang ada pada kawasan mangrove ini. Menurut Ruitenbeek (1991) dalam Fahrudin (1996) hutan mangrove Indonesia mempunyai nilai biodiversity sebesar US$1,500 per km2 atau US$15 per ha per tahunnya. Nilai ini dapat dipakai diseluruh hutan mangrove yang ada di seluruh wilayah Indonesia apabila ekosistem hutan mangrovenya secara ekologis penting dan tetap terpelihara secara alami. Nilai total dari manfaat biodiversity ini didapat dengan cara mengalikan nilai manfaatnya yaitu US$15 per ha per tahun dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yaitu Rp. 13.000, sehingga dibuat perkalian antara nilai manfaat dengan kurs dan didapat nilai sebesar Rp195.520 . Hasil tersebut dikalikan dengan luas total dari ekosistem hutan mangrove yang ada saat ini yaitu seluas 307 Ha. Dengan demikian nilai total dari manfaat biodiversity pada hutan mengrove di Desa Lateri sebesar Rp58.500.000 per tahun. Manfaat Pilihan = Rp. 13.00 x US$15/ha/tahun x 307 ha = Rp. 58.500.000 5.4. Nilai Manfaat Total Nilai manfaat total dari hutan mangrove merupakan penjumlahan dari manfaat- manfaat hutan mangrove yang telah diidentifikasi dan dikuantifikasi selain manfaat potensi kayu. Proporsi manfaat total dari hutan mangrove. Desa Lateri tampak pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Manfaat Total dari Hutan Mangrove Desa Lateri No Jenis Manfaat Nilai Manfaat (Rp/tahun) % 1 Manfaat langsung Rp. 179.393.000 1,67 2 Manfaat tidak langsung Rp. 10.671.627.483 97,7 3 Manfaat pilihan Rp. 58.500.000 0,63 Total Rp. 10.909.520.483 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah
  • 32. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 29 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Identifikasi manfaat langsung ekosistem mangrove di Desa Lateri meliputi kayu bangunan, kayu bakar, penangkapan ikan, udang, dan kepiting, serta pengambilan daun nipah. Manfaat tidak langsung meliputi penahan abrasi, dan manfaat pilihan meliputi biodiversity. 2. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai ekonomi total hutan mangrove di Desa Lateri sebesar Rp. 10.914.020.483 per tahun, yang dihitung dari manfaat langsung (Rp. 183.893.000 per tahun), manfaat tidak langsung (Rp. 10.671.627.483 per tahun) dan manfaat pilihan (Rp. 58.500.000 per tahun) 6.2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan yaitu, perlu adanya peran dan perhatian dari permerintah atau instansi terkait dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat desa lateri disekitar ekosistem hutan mangrove dalam upaya pelestarian ekosistem mangrove sehingga manfaat ataupun nilai dari ekosistem mangrove tersebut dapat terjaga. .
  • 33. FARID PRATAMA PUTRA - 3314100030 30 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA LATERI KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON DAFTAR PUSTAKA Adrianto L. 2005. Sinopsis Pengenalan Konsep dan Metodologi Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Laut. Bogor. Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan. Institut Peranian Bogor. Anonim. 1997. Rencana Pengembangan Sumberdaya Mangrove Jilid dua Pulau Muna Barat-Laut Sulawesi Tenggara, Indonesia. Dirjen RLPS Dephut RI. Jakarta. Anonim. 2007. Studi Valuasi sumber daya alam dan lingkungan di Kawasan Lindung (Konservasi), Satuan Kerja Deputi Menteri Bidang pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Anonim. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Lautan. Bogor. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bengen GD. 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bogor. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Budiyatno. 2002. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Pulau Kecil Berpenghuni (Studi Kasus di Pulau Lancang Besar, Kelurahan Pulau Pari, Kecamatan Pulau Seribu Selatan, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Jakarta). Bogor. Program Pasca Sarjana. Fahrudin A. 1996. Analisis Ekonomi Pengelolaan Lahan Pesisir Kabupaten Subang, Jawa Barat. [Tesis]. Bogor. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Fauzi A. 1999. Teknik Valuasi Ekonomi Mangrove. [Bahan Pelatihan]. ”Management for Mangrove Forest Rehabilitation”. Bogor. Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Cetakan Pertama. Penerbit PT Bumi Aksara. Jakarta Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan. PT. Gramedia. Jakarta