Dokumen tersebut membahas penerapan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara pidana di Indonesia pasca pandemi. Beberapa lembaga seperti kepolisian, kejaksaan, dan peradilan umum telah menerbitkan pedoman untuk menyelesaikan perkara-perkara ringan melalui mediasi antara korban, pelaku, dan masyarakat dengan fokus pada pemulihan hubungan. Metode ini telah digunakan untuk menyelesaikan lebih dari
3. Keadilan Restoratif
penyelesaian Tindak Pidana dengan melibatkan
pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban,
tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat atau
pemangku kepentingan untuk bersama-sama
mencari penyelesaian yang adil melalui
perdamaian dengan menekankan pemulihan
Kembali pada keadaan semula dan bukan
Pembalasan
4. KEPOLISIAN
Perkap No. 8 Tahun 2021 tentang
Penanganan Tindak Pidana
Berdasarkan Keadilan Restoratif
5. Persyaratan Materiil
a. Tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari
masyarakat;
b. Tidak berdampak konflik social;
c. Tidak berpotensi memecah belah bangsa;
d. Tidak bersifat radikalisme dan separatism;
e. Bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan
putusan pengadilan dan
f. Bukan tindak pidana TERORISME, tindak pidana KEAMANAN
NEGARA, tindak pidana KORUPSI dan tindak pidana terhadap
NYAWA ORANG.
6. Persyaratan Formil
a. Perdamaian dari kedua belah pihak kecuali untuk Tindak
Pidana NARKOBA;
- Dibuktikan dengan surat kesepakatan perdamaian
ditandatangani oleh para pihak;
b. Pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku
kecuali untuk Tindak Pidana NARKOBA;
- Mengembalikan barang;
- Mengganti kerugian;
- Mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat Tindak
Pidana
- Mengganti kerusakan yang ditimbulkan akibat Tindak
Pidana;
7. KEJAKSAAN
Perja No. 15 Tahun 2020 tentang
Penghentian Penuntutan Berdasarkan
Keadilan Restoratif
8. Penghentian penuntutan
berdasarkan keadilan restoratif
dilaksanakan dengan berasaskan
a. Keadilan
b. Kepentingan umum
c. Proporsionalitas
d. Pidana sebagai jalan terakhir
e. Cepat, sederhana dan biaya ringan
9. Penutupan perkara demi kepentingan hukum
dilakukan dalam hal
a. Terdakwa meninggal dunia
b. Kadaluarsa penuntutan pidana
c. telah ada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap
terhadap seseorang atas perkara yang sama (nebis in idem);
d. pengaduan untuk tindak pidana aduan dicabut atau ditarik Kembali
e. telah ada penyelesaian perkara di luar pengadilan (afdoening buiten
process).
- untuk tindak pidana tertentu, maksimum pidana denda dibayar dengan
sukarela sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- telah ada pemulihan kembali keadaan semula dengan menggunakan
pendekatan Keadilan Restoratif.
10. Penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan
Restoratif dengan memperhatikan:
a. Kepentingan Korban dan kepentingan hukum lain yang
dilindungi
b. Penghindaran stigma negatif
c. Penghindaran pembalasan
d. Respon dan keharmonisan masyarakat
e. Kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum
11. Pertimbangan Penghentian Penuntutan
berdasarkan keadilan restoratif
a. Subjek, objek, kategori dan ancaman tindak pidana
b. Latar belakang terjadinya/dilakukannya tindak pidana
c. Tingkat ketercelaan
d. Kerugian atau akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana
e. Cost and benefit penanganan perkara
f. Pemulihan kembali pada keadaan semula
g. Adanya perdamaian antara Korban dan Tersangka
12. Syarat Penghentian Penuntutan berdasarkan
keadilan restoratif
a. tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
Latar belakang terjadinya/dilakukannya tindak pidana
b. tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau
diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima)
tahun; dan
c. tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai
kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak
lebih dari Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
13. Syarat Penghentian Penuntutan berdasarkan
keadilan restoratif
a. telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula
yang dilakukan oleh Tersangka dengan cara:
1. mengembalikan barang yang diperoleh dari
tindak pidana kepada Korban;
2. mengganti kerugian Korban;
3. mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat
tindak pidana; dan/atau
4. memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari
akibat tindak pidana;
b. telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban
dan Tersangka; dan
c. masyarakat merespon positif.
14. PENGECUALIAN Penghentian Penuntutan
berdasarkan keadilan restoratif
a. Tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat presiden
dan wakil presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat
dan wakilnya, ketertiban umum dan kesusilaan
b. Tindak pidana yang diancam dengan ancaman pidana
minimal;
c. Tindak pidana narkotika
d. Tindak pidana lingkungan hidup
e. Tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi
15. Surat Keputusan Direktur Jenderal
Badan Peradilan Umum
Nomor: 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020
Tanggal: 22 Desember 2020
Tentang Pedoman Penerapan
Restorative Justice Di lingkungan
Peradilan Umum
16. A. Keadilan Restoratif (Restorative Justice) pada Perkara Tindak Pidana
Ringan
B. Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Pada Perkara Anak
C. Keadilan Restoratif (Restorative Justice) pada Perkara Perempuan
yang Berhadapan dengan Hukum
D. Keadilan Restoratif (Restorative Justice) pada Perkara Narkotika
17. Prinsip keadilan restorative (restorative justice) adalah
salah satu prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara
yang dapat dijadikan instrument pemulihan dan sudah
dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dalam bentuk pemberlakuan
kebijakan (Peraturan Mahkamah Agung dan Surat Edaran
Mahkamah Agung), namun pelaksanaannya dalam sistem
peradilan pidana Indonesia masih belum optimal
18. Hukum yang adil di dalam keadilan restoratif (restorative justice) tentunya
- tidak berat sebelah,
- tidak memihak,
- tidak sewenang-wenang, dan
- hanya berpihak pada kebenaran sesuai aturan perundang-undangan yang
berlaku serta
- mempertimbangkan kesetaraan hak kompensasi dan keseimbangan dalam
setiap aspek kehidupan.
19. Perkara pidana yang dapat diselesaikan dengan keadilan restoratif
(restorative justice) adalah perkara tindak pidana ringan dengan
ancaman pidana sebagaimana diatur dalam pasal 364, 373, 379,
384, 407 dan pasal 482 KUHP dengan nilai kerugian tidak lebih dari
Rp2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Penyelesaian perkara tindak pidana ringan melalui keadilan
restoratif (restorative justice) dapat dilakukan dengan ketentuan
telah dimulai dilaksanakan perdamaian antara pelaku, korban,
keluarga pelaku/korban, dan tokoh masyarakat terkait yang
berperkara dengan atau tanpa ganti kerugian.
20. Tujuan Restorative Justice
a. Meletakkan keputusan kepada pihak-pihak yang paling terlibat
dalam perkara pidana
b. Memfokuskan hukum lebih pada pemulihan, dan idealnya serta
lebih berkembangnya hukum
c. Mengurangi kemungkinan permusuhan atau masalah lain di masa
depan
d. Korban dilibatkan secara langsung dalam proses agar tercapai
hasil yang memuaskan;
21. e. Pelaku menyadari akibat dari perbuatannya terhadap orang lain dan
bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya
f. Perbaikan terhadap kerugian lebih cepat, dengan memerhatikan
kehendak korban dan pelaku
g. Korban dan pelaku mengakhiri secara langsung permasalahan yang
terjadi dan pengembalian kepada masyarakat dapat dilakukan lebih
efektif
h. Tujuan utama keadilan restoratif adalah pemulihan sedangkan
tujuan kedua adalah ganti rugi. Hal ini berarti bahwa proses
penanggulangan tindak pidana melalui pendekatan restoratif adalah
suatu proses penyelesaian tindak pidana
23. Para terpidana di Belanda tak dibiarkan menghabiskan waktu di penjara sambil menghabiskan
biaya negara, mereka malah diberi kesempatan untuk memberi kontribusi bagi masyarakat.
Langkah-langkah ini ternyata secara memuaskan sanggup menurunkan jumlah narapidana di
negeri kecil tersebut.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kekurangan Penjahat, 24 Penjara di Belanda
Tutup Sejak 2013", Klik untuk baca:
https://internasional.kompas.com/read/2017/06/01/09330651/kekurangan.penjahat.24.penjara.di.be
landa.tutup.sejak.2013?page=all.
Jadi, Belanda melalui Reclassering Netherland telah menerapkan Probation (Pidana Bersyarat)
dalam menangani pelanggar hukum melalui alternatif pemidanaan seperti kerja sosial, denda, ganti
rugi, dan sebagainya. Probation ini berdampak pada menurunnya angka pemenjaraan. Jadi jangan
heran kalau penjara di sana banyak yang kosong.
Nah, Indonesia juga sedang berjuang untuk mengoptimalkan penerapan restorative justice
(keadilan restoratif) dalam penanganan tindak pidana. Fokusnya bukan lagi retributif/pembalasan,
melainkan restoratif/pemulihan hubungan antara pelaku, korban, keluarga korban, dan masyarakat
umum.
24. Polri Selesaikan 15.811 Perkara lewat Restorative Justice,
Cegah Lapas Overkapasitas
6 July 2022 - 18:58 WIB
Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Anjak Bidang Pidana Umum
Bareskrim Polri, Kombes Pitra A. Ratulangi menyampaikan bahwa
krpolidisn telah menyelesaikan 15.811 perkara melalui mekanisme
keadilan restoratif (restorative justice). Jumlah itu dihimpun sejak 2021
hingga 2022.
https://polri.go.id/berita-polri/239
25. Kejaksaan selesaikan 823 perkara dengan mekanisme
restorative justice
Rabu, 23 Maret 2022 18:10 WIB
Kejaksaan Agung RI telah menyelesaikan 823 perkara di seluruh Indonesia dengan mekanisme
keadilan restorativ atau restorative justice (RJ).
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana Kejaksaan Agung
menjelaskan penyelesaian perkara itu berdasarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 tahun 2020
tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
https://www.antaranews.com/berita/2777741/kejaksaan-selesaikan-823-perkara-dengan-
mekanisme-restorative-justice
26. Jumlah perkara yang dapat diselesaikan dengan keadilan restoratif sebesar
64.483 dan yang diselesaikan dengan keadilan restoratif sebesar 746, sehingga
realisasinya sebesar 1,16% dengan capaian sebesar 28,92%. Capaian
persentase putusan yang menggunakan pendekatan keadilan restoratif di
Mahkamah Agung lebih rendah dari tahun lalu disebabkan pengukuran tahun
2021 hanya diambil dari perkara pidana anak, sedangkan pengukuran tahun
2022 turut mengukur pidana ringan dengan ancaman pidana sebagaimana diatur
dalam pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan Pasal 482 KUHP dengan nilai kerugian
tidak lebih dari Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), perkara pidana
anak, perkara perempuan berhadapan dengan hukum dan perkara Narkotika
(dapat diterapkan terhadap pecandu, penyalahgunaan, ketergantungan dan
pemakaian Narkotika satu hari)
MAHKAMAH AGUNG tahun 2022