Dokumen tersebut merangkum sejarah perkembangan pertambangan di Indonesia sejak ratusan tahun lalu hingga tahun 1966. Ia menjelaskan bahwa aktivitas pertambangan awal berfokus pada emas dan timah, kemudian berkembang dengan ditemukannya tambang batubara dan logam lainnya pada abad ke-19. Pemerintah Hindia Belanda mulai mengatur pertambangan melalui undang-undang tahun 1899. Setelah kemerdekaan, p
3. Perkembangan Sampai 1942
• Kegiatan pertambangan di Indonesia telah berlangsung sejak
ratusan tahun yang lalu.
• Bahan galian yang ditambang umumnya emas dan timah.
Namun kegiatan pertambangan tersebut umumnya bersifat
terbatas.
• Indikasi adanya kegiatan pertambangan yaitu pada tahun
1710 VOC membeli timah dari Sultan Palembang.
• VOC juga tercatat terlibat dalam perdagangan timah yang
berasal dari Kepulauan Riau, Bangka, dan Belitung.
• Sejalan dengan perkembangan industri di Eropa pada abad 18
– 19, kebutuhan akan bahan tambang juga mengalami
peningkatan.
4. Perkembangan Sampai 1942
• Pemerintah Hindia Belanda melakukan kegiatan eksplorasi
pada akhir abad 19.
• Tahun 1816 dimulai penambangan timah di P. Bangka.
• Tahun 1852 sebuah konsesi pertambangan timah diberikan di
P. Belitung.
• Tahun 1887 dimulai pertambangan timah di P. Singkep.
• Tahun 1849 dibuka tambang batubara di Pengaron
(Kalimantan Selatan).
• Tahun 1868 ditemukan cadangan batubara Ombilin dan mulai
ditambang tahun 1892 karena dibutuhkan waktu untuk
pembangunan rel kereta api melintasi pegunungan Bukit
Barisan ke pelabuhan di dekat kota Padang.
5. Perkembangan Sampai 1942
• Perkembangan pesat berlangsung mulai awal abad ke- 20
dengan dikembangkannya tambang-tambang baru seperti;
Bukit Asam di Tanjung Enim (Sumatera Selatan) tahun 1919
dan tambang emas di Cikotok (Jawa Barat) ditemukan tahun
1926 dan beroperasi tahun 1936.
• Dari segi peraturan pertambangan, Indische Mijnwet
ditetapkan tahun 1899 memisahkan hak penambangan
dengan hak atas tanah.
• Dinyatakan bahwa kekayaan bahan galian adalah milik negara.
Hak untuk melakukan penyelidikan umum diberikan kepada
Bangsa belanda atau bangsa lainnya dan perusahaan yang
didirikan di Belanda atau wilayah Hindia Belanda.
6. Perkembangan Sampai 1942
• Luas wilayah penyelidikan umum maksimum 10.000 Ha untuk
waktu 3 tahun dan dapat diperpanjang dua kali satu tahun.
• Indische Mijnwet 1899 mengalami penambahan dan
penyempurnaan pada tahun 1910 dan 1918.
• Tahun 1906 dikeluarkan Mijnordonantie. Peraturan tersebut
menyatakan bahwa pemerintah pusat berwenang mengatur
perijinan untuk pertambangan bahan galian logam, batubara,
batu permata, dan beberapa bahan galian penting lainnya.
Sementara untuk bahan galian yang dianggap kurang penting
diatur oleh penguasa daerah.
7. Perkembangan Sampai 1942
• Pengusahaan pertambangan dilakukan oleh:
– Pemerintah Hindia Belanda untuk bahan galian yang dinilai sangat vital;
tambang batubara Ombilin dan Bukit Asam, tambang timah di Bangka,
– Patungan antara pemerintah dengan swasta; tambang timah di Belitung dan
Singkep,
– Pemilikan oleh pemerintah namun sepenuhnya dikontrakkan kepada swasta;
tambang belerang di Kawah Putih Jawa Barat.
– Diusahakan oleh swasta.
• Menurut Ter Brake (1944) s/d tahun 1938 jumlah konsesi terdiri dari:
– 268 konsesi yang tercakup dalam Indische Mijnwet,
– 148 konsesi untuk bahan galian yang tidak tercantum dalam Indische Mijnwet
(bukan logam yang dianggap kurang penting),
– 14 ijin eksplorasi
– 34 ijin eksplorasi dan eksploitasi
– 2 ijin penambangan patungan pemerintah dengan swasta,
– 2 ijin penambangan swasta yang bekerja sebagai kontraktor dari pemerintah,
– 3 ijin penambangan untuk badan usaha milik pemerintah.
9. Perkembangan 1942 - 1949
• Pada masa pendudukan Jepang (1942 – 1945) beberapa
tambang dilanjutkan oleh pemerintah pendudukan Jepang
walaupun produksinya merosot.
• Pemerintah pendudukan Jepang berusaha mencari cebakan
baru dan membuka tambang baru.
• Upaya pemerintah pendudukan Jepang:
– Penambangan batubara di Bayah, Cisaat, dan Ngandang (Jabar)
– Penambangan nikel dan pabrik nikel di Pomalaa (Sultra)
– Pembuatan kokas di Pulau Laut
– Penemuan bijih nikel di Pulau Gebe (Maluku)
– Penemuan bijih besi di Gunung Tanalang (Kalsel), dll
10. Perkembangan 1942 - 1949
• Setelah perang dunia II selesai, Belanda ingin kembali ke Indonesia
dengan membentuk pemerintah sipil Hindia Belanda.
• Di beberapa tambang, Belanda kembali dan melakukan rehabilitasi,
seperti tambang timah di Bangka dan Belitung serta tambang
bauksit di Kijang Pulau Bintan.
• Beberapa tambang di Jawa terus diupayakan secara kecil-kecilan,
seperti tambang batubara di Bayah, Cisaat, dan Ngandang serta
tambang emas di Cikotok.
11. Perkembangan 1950 - 1966
• Setelah penyerahan kekuasaan kepada pemerintah Indonesia,
urusan pertambangan yang sudah sangat terbengkalai mulai
dibenahi.
• Perusahaan tambang yang tadinya dimiliki oleh pemerintah
Hindia Belanda dikuasai oleh Pemerintah Republik Indonesia;
tambang batubara di Ombilin dan Bukit Asam dan tambang
timah di Bangka.
• Hubungan yang memburuk antara Indonesia dan Belanda
mendorong nasionalisasi semua perusahaan tambang milik
Belanda di Indonesia tahun 1957 termasuk tambang swasta
Belanda.
12. Perkembangan 1950 - 1966
• Tambang yang dinasionalisasi adalah tambang bauksit di
Kijang, tambang timah di Singkep dan Belitung, serta tambang
batubara di Loa Kulu (Kaltim).
• Semua tambang tersebut berada di bawah koordinasi Biro
Urusan Perusahaan Tambang Negara (BUPTAN). Namun Tahun
1961 BUPTAN dibubarkan dan dibentuk Badan Pimpinan
Umum (BPU) terdiri dari BPU Pertambangan Timah Negara,
BPU Pertambangan Batubara Negara dan BPU Pertambangan
Umum Negara.
13. Perkembangan 1950 - 1966
• Tahun 1960 keluar Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1960
yang kemudian berubah menjadi Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang (PERPU). Pertama kalinya
Indonesia memiliki sebuah undang- undang tentang
pertambangan nasional.
• Undang-undang tersebut tidak dapat mendorong
berkembangnya industri pertambangan Indonesia yang terus
menurun sejak Perang Dunia ke II.
14. Perkembangan Sejak 1966
• Orde Baru memungkinkan masuknya modal asing ke
Indonesia. Industri pertambangan berkembang dengan pesat,
dengan diawali dan disahkannya:
– UU No.11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan
dan peraturan pelaksanaannya yaitu PP no.32/1969.
– UU No.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing.
– Organisasi BPU yang dibentuk tahun 1961 dibubarkan. Tahun 1968
dibentuk perusahaan negara di bidang pertambangan, yaitu PN
Tambang Timah, PN Tambang Batubara, dan PN Aneka Tambang.
• Bentuk perusahaan negara dianggap kurang dapat
mendukung perkembangan usaha pertambangan, oleh
karenanya perusahaan tersebut diganti menjadi perseroan
atau perusahaan umum.
15. Perkembangan Sejak 1966
• Tahun 1974 terbentuk PT Aneka Tambang (Persero), tahun
1976 terbentuk PT Tambang Timah (Persero, tahun 1980
terbentuk PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero).
• PN Tambang Batubara diganti menjadi Perum Tambang
Batubara pada tahun 1984, dan pada tahun 1990 dilebur ke
PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero)
• Kebijakan ekonomi dan keuangan yang ditempuh sejak akhir
tahun 1960-an mendorong pertumbuhan aktivitas
perusahaan pertambangan milik negara.
• PT Tambang Timah menambah armada kapal keruk,
mengembangkan cadangan timah darat dan lepas pantai.
16. Perkembangan Sejak 1966
• PT Aneka Tambang membangun pabrik feronikel di Pomalaa,
membuka tambang nikel di P. Gebe, tambang pasir besi di
Cilacap.
• PT Tambang Batubara Bukit Asam mengembangkan tambang
batubara modern di Tanjung Enim (Sumsel) dan
mengembangkan kembali tambang Ombilin.
• PMA di bidang pertambangan diawali dengan penerbitan
undangan internasional oleh Departemen Pertambangan
kepada perusahaan pertambangan internasional.
• Tahun 1966 disebarkan undangan untuk pengembangan
timah disusul tahun 1967 untuk pengembangan nikel.
• Undangan eksplorasi mineral umum disebarkan tahun 1968,
sedang untuk batubara tahun 1978.
17. Perkembangan Sejak 1966
• Kontrak Karya pertama di bidang pertambangan ditanda
tangani April 1967 dengan Freeport Sulphur Company USA
untuk pengembangan tambang tembaga di Ertsberg, Irja.
• Juli 1968 ditandatangani Kontrak Karya untuk penambangan
nikel di daerah Sorowako, Sulawesi dengan INCO, Kanada.
• PMA di bidang pertambangan berkembang dalam bentuk
Kontrak Karya yang hingga tahun 1998 telah mencapai
generasi ke-7.
• Skema yang sedikit berbeda terjadi pada PMA di bidang
batubara. Diawali dengan kontrak antara PN Tambang
Batubara dengan Shell Mijnbouw NV untuk pengembangan
batubara di Sumsel dengan pola kontrak bagi hasil.
18. Perkembangan Sejak 1966
• Selanjutnya disepakati pola yang diterapkan adalah
perpaduan antara kontrak bagi hasil dengan kontrak karya
penambangan.
• Tahun 1978 Shell Mijnbouw NV mengundurkan diri walaupun
sudah mengeluarkan dana untuk kegiatan eksplorasi sekitar
USD 60 juta dan menemukan cadangan batubara yang besar
di daerah Bangko.
• Tahun 1978 PN Tambang Batubara mengundang investor
mancanegara untuk melakukan penambangan di beberapa
blok cadangan di Kaltim dan Kalsel.
• Tahun 1981 ditandatangani perjanjian kerjasama dengan tiga
kontraktor dan menandai kontrak kerjasama batubara
generasi pertama.
19. Perkembangan Sejak 1966
• 3 Januari 1995 peranan PT Tambang Batubara Bukit Asam
(Persero) sebagai principal dialihkan kepada pemerintah
(Departemen Pertambangan dan Energi) dan selanjutnya
disebut sebagai Kontrak Karya Batubara.
• Selain skema di atas, skema Kuasa Pertambangan dan
pertambangan bahan galian golongan C yang diatur oleh
Gubernur juga mengalami peningkatan.