SlideShare a Scribd company logo
1 of 31
Oleh: Drey
Pembimbing : dr. Indra W. Himawan, Sp.A(K)
1
 Keseimbangan cairan dan elektrolit dipengaruhi oleh interaksi antara hormon
arginin – vasopressin (AVP), atrial natriuretic peptides (ANP), sistem renin
angiotensin aldosterone (RAAS), katekolamin dan mekanisme haus.
 Konsistensi osmolalitas plasma diatur oleh:
 Hormon vasopressin (ADH)  efek vasokonstriksi, mempertahankan cairan tubuh tetap
seimbang dengan mencegah sekresi (anti-diuretik) yang berlebihan
 Mekanisme haus
2
3
4
 Diabetes insipidus (DI) secara klinis ditandai oleh poliuria dengan urin yang
hipoosmolar dengan kandungan natrium yang rendah
 Prevalensi 1 : 25.000  < 10% merupakan bentuk herediter
 Laki-laki : Perempuan  60 : 40
Etiologi DI
DI Sentral/
Neurogenik
DI Nefrogenik
Polidipsia
Primer/
Psikogenik
5
DIABETES INSIPIDUS
SENTRAL
 Terjadi pada semua umur
 Frekuensi 48-78%
 Penyebab  destruksi atau
degenerasi neuron yang berasal
dari nukleus supraoptik dan
paraventrikuler
 DI familial diturunkan secara
autosomal resesif, X-linked, dan
autosomal dominan.
 Penyebab lain  mutasi gen
neurophysin  degenerasi sistem
neurohipofisis  defisiensi AVP
Etiologi Diabetes Insipidus Sentral
 Kongenital
 Kelainan struktur SSP, septo-optic
dysplasia, defek midline
 Herediter: Familial DI, Wolfram
Syndrome
 Didapat
 Trauma hipofisis
 Trauma Kapitis
 Tumor suprasellar (kraniofaringioma,
germinoma, makroadenoma)
 Pembedahan
 Kelainan vascular  aneurisma serebri,
perdarahan intracranial
 Penyakit infiltrative/ inflamasi
 Penyakit Granulomatosis
 Neoplasma
 Infeksi
 Autoimun hipofisis
 Idiopatik 6
 Gejala defisiensi AVP  muncul beberapa bulan – tahun kemudian
 Terjadi perlahan (95%) ringan – berat,
 Gejala klinis : poliuria, hiperosmolalitas plasma, dan polidipsi
 Poliuria  volume urin > 2 liter/m2/24 jam atau 150 ml/kg/24 jam saat lahir, 100-110
ml/kg/24 jam sampai usia 2 tahun, dan 40-50 ml/kg/24 jam pada anak yang lebih besar
 Urin yang encer  osmolalitas urin < 300 mosm/kgH2O dan BJ urin < 1,010
 Polidipsi primer : peningkatan asupan cairan + jumlah cairan tubuh 
penurunan plasma dan natrium  menghambat sekresi AVP  diuresis
meningkat
 Pada neonatus : dehidrasi kronis + hipernatremia  rasa haus, lemas, insomnia
 Komplikasi jangka panjang  ggn pertumbuhan, malnutrisi berat, retardasi
psikomotor, demam dan hematoma subdural.
 Gejala lain:
 Sakit kepala (tidak dapat membedakan penyebab)
 Gangguan penglihatan  tumor intracranial
7
Etiologi Poliuria
• Diabetes Mellitus
• Diabetes Insipidus
• Polidipsia Primer (compulsive water drinking)
• Hiperkalsemia
• Hipokalemia
• Uropati (Post Renal Obstruction)
• Fase diuresis pada gagal ginjal akut (tubular nekrosis akut)
• Obat- obatan : diuretik, kafein, alcohol, lithium
• Sickle Cell (trait/penderita)
• Pielonefritis kronik
• Ansietas
• Dingin
8
 Langkah awal : membuktikan adanya poliuria dengan
osmolalitas urin yang rendah
 Langkah kedua : diferensiasi DI sentral dari DI nefrogenik dan
polidipsi primer  uji haus, uji pitresin, uji larutan salin
hipertonik, atau pemeriksaan AVP plasma
 Diagnosis DI sentral :
 Hiperosmolalitas plasma (>300 mosm/L)
 Hiperosmolalitas urin (<300 mosm/L atau rasio osmolalitas
urin/plasma <1)
 Poliuria (volume urin > 4-5 ml/kg/jam selama 2 jam berturut-
turut)
9
 Anamnesis
 Riwayat trauma kepala/operasi SSP dan gejala neurologis,
 penyakit sistemik
 pemakaian obat
 gejala dan tanda defisiensi hipofisis anterior  hipogonad, hipotiroid, insufisiensi
adrenal
 Pemeriksaan fisik
 Tanda vital  status hidrasi
 kelainan kongenital
 funduskopi + lapang pandang
 pemeriksaan neurologis
 tanda defisiensi hipofisis anterior
 Pemeriksaan penunjang
 urinalisis urin, osmolalitas urin, BJ urin, elektrolit urin,
 Elektrolit plasma
 fungsi ginjal
 Pencitraan  USG Ginjal
 Pemeriksaan lain sesuai indikasi (hormon hipofisis anterior, molekular, plasma AVP), 
evaluasi daerah hipotalamus dan hipofisis posterior dg CT scan dan/atau MRI 10
11
Uji Haus
•Penampungan urin 24 jam 
mengukur kuantitas urin dan
osmolalitas urin
•BJ urin pertama pagi hari 
kapasitas pemekatan urin
maksimal secara kasar
•Uji haus  kemampuan pemekatan
urin ginjal
• DI bila peningkatan > 10 mosm/L
diatas nilai normal + BJ urin <
1,010 setelah uji haus
Uji Pitressin
•Dilakukan setelah uji haus  DI (+)
•Untuk membedakan ketiga jenis DI
•Berikan DDAVP (intranasal) 5 mcg
utk neonatus, 10 mcg utk bayi, dan
20 mcg utk anak
•DI sentral  peningkatan
osmolalitas > 450 mosm/kgH2O
atau > 200% dibanding basal
•DI nefrogenik  osmolalitas urin
< 200 mosm/kg
•Polidipsi psikogenik  osmolalitas
serum rendah + urin hipoosmalar
•Defisiensi/insensitivitas
vasopresin  osmolalitas serum
tinggi + kadar gula darah normal
+ konsentrasi ureum normal
12
 Rawat inap
 Asupan cairan per oral adekuat  mengganti jumlah cairan yang hilang
 Dehidrasi  rehidrasi sesuai tingkat dehidrasi.
 Bila kadar Na > 150 mEq/L maka rehidrasi lambat (48 jam).
 Bila Na > 170 mEq/L pindah ke PICU.
 Penurunan kadar serum Na tidak boleh > 12 mEq/L per hari  mencegah kerusakan
permanen SSP
 Hipernatremi sedang (150-169 mEq/L)
 Oral  beberapa cairan rehidrasi oral mengandung natrium sekitar 45-90 mEq/L
 Intravena  gunakan cairan D5:NaCl 0,45% atau D5:NaCl 0,9% (tambahkan kebutuhan
rumatan kalium apabila diuresis sudah normal)
 Kebutuhan cairan (X mL) = cairan rumatan + (volume kehilangan cairan/2)
 Kecepatan pemberian cairan (mL/jam) + X mL/24 jam
 Catatan : hipernatremia kronis (> 5 hari) koreksi lebih lambat, balans cairan, periksa
kadar kasium dan gula darah, kurangi cairan infus sebanyak 20% bila Na turun > 1
mEq/L per jam, dan lakukan pencitraan SSP (bila ensefalopati konsul neurologi)
14
 Hipernatremi berat (> 170 mEq/L)
 Pindahkan pasien ke PICU
 Gunakan cairan D5%: NaCl 0,9% dengan kecepatan pemberian diperhitungkan untuk
72-96 jam
 Kebutuhan cairan (X mL) + cairan rumatan + (volume kehilangan cairan/3)
 Kecepatan pemberian cairan (mL/jam) = X mL/24 jam
 DDAVP (Desamino-arginine vasopressin)  terapi pilihan DI sentral.
 Pemberian intranasal (pilihan utama) 2,5 mcg – 20 mcg setiap 12-24 jam
 Obat-obatan lain : chlorpropamide (menurunkan poliuria 50-75%), clofibrate, dan
diuretik thiazide (mengurangi diuresis sebanyak 50% atau lebih apabila disertai
restriksi garam  2-3 mg/kg/hari)
15
Fenomena klasik trifasik
1. Fase inisial : terjadi DI 2-8 hari karena neuron yang rusak
2. Fase pseudo-remisi : gejala DI mereda 1-21 hari karena neuron mengeluarkan
sisa-sisa AVR
3. Fase permanen : semua neuron rusak  DI permanen, bila sebagian  DI
transien, dan bila sedikit yang rusak maka dapat sembuh total
Harapan hidup jangka panjang DI bergantung pada faktor penyebab  sangat baik
bila dapat didiagnosis dini dan terapi desmopressin yang tepat
16
DIABETES INSIPIDUS
NEFROGENIK
 Diabetes insipidus nefrogenik (NDI) secara klinis ditandai oleh
ketidakmampuan memekatkan urin walaupun kadar Arginin-Vasopressin
(AVP) normal
 Etiologi NDI diklasifikasi sebagai NDI kongenital dan NDI didapat
 NDI kongenital jarang sekali ditemukan, gejala klinis timbul sejak hari-hari
pertama kehidupan
 X-Unfeed  NDI tersering. Gejala klinis berat pada anak lelaki. Setiap anak perempuan
akan menurunkan kepada anak laki-lakinya.
 Autosomal Resesif  kelainan gen aquaporin
 Autosomal Dominan  1% kasus
 NDI didapat (Acquired)
 Jarang ditemukan pada anak
 Penyebab pemakaian obat-obatan tertentu (lithium, demeclocycline, amphotericin B,
diphenmylhidantoin), PGK, Hipokalemia, hiperkalsemia, anemia sickle cell (carrier),
deprivasi protein atau diet rendah garam berlebihan kronis
17
 Gejala klinis : poliuria dan polidipsi, disertai dehidrasi hipertonik
 Dehidrasi hipertonik  mempengaruhi perkembangan SSP
 Hidronefrosis dan hidroureter  produksi cairan yang berlebihan akibat
pelebaran saluran kemih.
 Pencitraan  mendeteksi kelainan struktural saluran kemih
18
 Tujuan : reduksi poliuria untuk mencegah dehidrasi dan
hipernatremia  mencegah komplikasi dini maupun lanjut
 Obat-obatan :
 Prostaglandin inhibitor
 mengurangi hantaran solut ke tubulus distal ginjal sehingga mengurangi
volume urin dan meningkatkan osmolalitas urin
 Indometasin 1,5 – 2,5 mg/kg/hari dalam 3 dosis
 Thiazide  diuretik pertama  hidroklortiazid 2 – 3
mg/kg/hari (2x/hari)
 Amiloride  kalium sparing diuretik  0,2 – 0,3 mg/kg/hari
(tunggal atau 2x/hari)
19
20
CEREBRAL SALT
WASTING
SYNDROME
21
 Cerebral salt wasting syndrome (CSW) 
hipoosmolalitas plasma dengan
hiperosmolalitas urin (rasio osmolalitas urin
: plasma > 1), hiponatremia, dan natrium
urin > 20 mEq/L
 Diagnosis banding utama SIADH
 Insiden CSW > SIADH pada anak dengan
gangguan susunan saraf pusat.
 CSW dapat terjadi tanpa adanya penyakit
serebral
 Poliuria pada CSW dapat menyebabkan
dehidrasi, berbeda dengan SIADH
(hipervolemia)
ETIOLOGI
■ Perdarahan
subarachnoid
■ Trauma kepala
■ Neoplasma intrakranial
■ Neoplasma metastatik
■ Infeksi atau meningitis
carsinomatous
■ Ensefalitis
■ Operasi SSP
22
1. Faktor Natriuretik
 Adanya peptida yang menyebabkan terjadinya
natriuresis  atrial natriuretic factor (ANF) dan
brain natriuretic factor (BNF)  menghambat
reabsorpsi natrium di medula duktus koligentes,
namun kadar kalium normal karena pusat
reabsorpsi kalium lebih proksimal
2. Sistem saraf otonom
 Sistem saraf simpatis mengatur metabolisme
cairan dan natrium di nefron serta berperan pada
sekresi renin
 Jika penurunan  hambatan reabsorbsi dari
natrium di ginjal,
23
 Tujuan : mengatasi dehidrasi dan menormalkan kadar natrium serum
 Tatalaksana penyakit primer
 Rehidrasi  mempertahankan balans cairan positif (NaCl 0,9% atau koloid)
 Atasi hiponatremia :
 Garam per oral atau cairan hipertonik (NaCl 3%)
 Natrium target 130 mEq/L  koreksi tidak melebihi 1 mmol/L per jam
 Fludrocortisone 0,1 -1 mg/hari  merangsang reabsorspsi natrium dan air di tubulus distal
 meningkatkan volume eksternal
 Pemantauan ketat  tanda vital, status dehidrasi, balans diuresis, kadar natrium
Lama terapi : tergantung perjalanan klinis hiponatremia dan patologi yang mendasari
24
SYNDROME OF
INAPPROPRIATE
ANTI-DIURETIC
HORMONE (SIADH)
25
 Syndrome of inappropriate anti-diurertic
hormone secretion (SIADH) penyebab
tersering hiponatremia plasma
 Pada SIADH terjadi peningkatan sekresi AVP
tanpa adanya pemicu fisiologis sekresi AVP 
retensi cairan bebas tubuh, namun hanya 1/3
berada dalam cairan ekstraseluler (tidak
ditemukan gejala klinis edema perifer) 
reabsorpsi natrium di tubulus proksimal
berkurang  eksresi natrium di urin
meningkat
 Sekresi ADH berlebihan  peningkatan
permeabilitas air  retensi air
 Ekspansi volume dan vasodilatasi 
peningkatan laju filtrasi glomerular 26
Tipe A
• Tipe
terbanyak
• Disosiasi
osmolaritas
serum dengan
sekresi AVP
Tipe B
• 1/3 kasus
• basal AVP
normal
namun
ambang
stimulasi
sekresi AVP
terjadi pada
osmolalitas
plasma yang
rendah
Tipe C
• 20% kasus
• Reset osmotat
Tipe D
• Ketidakmamp
uan
mengencerka
n urine walau
tidak ada AVP
• Terjadi
karena
mutasi gen
aquaretik
27
 Hiponatemia (<120 mEq/L) 
risiko tinggi gangguan SSP 
edem serebri
 Pencitraan
 Foto Thorax
 CT Scan/MRI Kepala  mencari
etiologi/ mendeteksi komplikasi
28
 Ditentukan oleh : gejala klinis yang ada, kadar serum natrium, progresifitas
terjadinya hiponatremia, dan etiologinya
Terapi SIADH dan koreksi cepat hiponatremia tergantung :
 Derajat hiponatremia
 Apakah pasien simptomatik
 Apakah sindrom akut (< 48 jam) atau kronik (durasi tidak diketahui dan
asimptomatik)
 Osmolalitas urin dan klirens kreatinin
29
1. Tatalaksana penyakit primer atau etiologi
2. Restriksi cairan  hingga 75% dari kebutuhan rumatan harian
3. Atasi hiponatremia
a. Pemberian diet garam normal
b. Simptomatis bila kadar Na < 120 mEq/L  berikan NaCl 3% dikombinasikan dengan
furosemid hinga Na 125-130 mEq/L. Berikan IV 1-2 mL/kg/jam (0,5-1 mmol/kg/jam)
selama 2 – 3 jam
4. Medikamentosa
a. Diuretik loop (furosemid)  apabila ekspansi cairan bebas sangat besar
b. Demeclocycline
Apabila SIADH menetap > 1 bulan, tidak responsif terhadap restriksi cairan, asupan natrium, dan
pemakaian diuretic. Dosis 3 – 6 mg/kg/dosis (2-4 x/hari), lalu diturunkan setelah terjadi penurunan
osmolalitas urin
c. Antagonis AVR (Vaptan)
Meningkatkan ekskresi cairan bebas dan meningkatkan natrium serum  digunakan pada
hiponatremia isovolemik dan hipervolemik. Dosis : 20 mg inisial IV, rumatan 20 – 40 mg/hari
selama 4 hari
30
Penanda Biokimia SIADH CSWs
Vol. cairan ekstraseluler Normal s/d tinggi Rendah
Sodium urin > 40 mEq/ L > 40 mEq/ L
Asam urat Rendah Rendah
Ekskresi fraksional urat awal Tinggi Tinggi
Ekskresi fraksional urat pasca
koreksi
Normal Tinggi
Osmolalitas urin Tinggi Tinggi
Osmolalitas serum Rendah Rendah
Kadar urea nitrogen/ kreatinin darah Rendah s/d normal Tinggi
Kalium serum Normal Normal s/d tinggi
Tekanan vena sentral Normal s/d tinggi Rendah
Pulmonary capillary wedge pressure Normal s/d tinggi Rendah
Kadar BNP (Brain Natriuretic
peptide)
Normal Tinggi
Terapi Retriksi cairan Cairan &/
31
32

More Related Content

Similar to DIABETES INSIPIDUS

------------Acute Kidney Injury---------------
------------Acute Kidney Injury---------------------------Acute Kidney Injury---------------
------------Acute Kidney Injury---------------nurulamelya2
 
Askep ketoasidosis-diabetikum-ppt
Askep ketoasidosis-diabetikum-pptAskep ketoasidosis-diabetikum-ppt
Askep ketoasidosis-diabetikum-pptrikiab
 
Chronic kidney disease
Chronic kidney diseaseChronic kidney disease
Chronic kidney diseaseAni Nuraeni
 
Makalah arf atau gga
Makalah arf atau ggaMakalah arf atau gga
Makalah arf atau ggaUmy Meimei
 
147128076 case-ckd-docx
147128076 case-ckd-docx147128076 case-ckd-docx
147128076 case-ckd-docxhomeworkping3
 
Hiperparatiroid, cushing’s disease dan krisis adrenal
Hiperparatiroid, cushing’s disease dan krisis adrenalHiperparatiroid, cushing’s disease dan krisis adrenal
Hiperparatiroid, cushing’s disease dan krisis adrenalfikri asyura
 
Penatalaksanaan Syok Anafilaktik & Gangguan Elektrolit.pptx
Penatalaksanaan Syok Anafilaktik & Gangguan Elektrolit.pptxPenatalaksanaan Syok Anafilaktik & Gangguan Elektrolit.pptx
Penatalaksanaan Syok Anafilaktik & Gangguan Elektrolit.pptxRinaPurnamaSari6
 

Similar to DIABETES INSIPIDUS (20)

Diabetes insipidus
Diabetes insipidusDiabetes insipidus
Diabetes insipidus
 
Referat-ginjal
 Referat-ginjal Referat-ginjal
Referat-ginjal
 
------------Acute Kidney Injury---------------
------------Acute Kidney Injury---------------------------Acute Kidney Injury---------------
------------Acute Kidney Injury---------------
 
Diare akut
Diare akutDiare akut
Diare akut
 
Askep ketoasidosis-diabetikum-ppt
Askep ketoasidosis-diabetikum-pptAskep ketoasidosis-diabetikum-ppt
Askep ketoasidosis-diabetikum-ppt
 
Sindrom Hepatorenal
Sindrom HepatorenalSindrom Hepatorenal
Sindrom Hepatorenal
 
Chronic kidney disease
Chronic kidney diseaseChronic kidney disease
Chronic kidney disease
 
Dr richer
Dr richerDr richer
Dr richer
 
Makalah arf atau gga
Makalah arf atau ggaMakalah arf atau gga
Makalah arf atau gga
 
Ardat AKPER PEMKAB MUNA
Ardat AKPER PEMKAB MUNAArdat AKPER PEMKAB MUNA
Ardat AKPER PEMKAB MUNA
 
Ggk
GgkGgk
Ggk
 
Dis extracellular fuid ats
Dis extracellular fuid atsDis extracellular fuid ats
Dis extracellular fuid ats
 
Hrs 88 arim
Hrs 88 arimHrs 88 arim
Hrs 88 arim
 
AKI 27 nov .pptx
AKI 27 nov .pptxAKI 27 nov .pptx
AKI 27 nov .pptx
 
Pr cbd via new
Pr cbd via newPr cbd via new
Pr cbd via new
 
147128076 case-ckd-docx
147128076 case-ckd-docx147128076 case-ckd-docx
147128076 case-ckd-docx
 
PPT DM+HT+CKD.pptx
PPT DM+HT+CKD.pptxPPT DM+HT+CKD.pptx
PPT DM+HT+CKD.pptx
 
Hiperparatiroid, cushing’s disease dan krisis adrenal
Hiperparatiroid, cushing’s disease dan krisis adrenalHiperparatiroid, cushing’s disease dan krisis adrenal
Hiperparatiroid, cushing’s disease dan krisis adrenal
 
PILONEFRITIS
PILONEFRITISPILONEFRITIS
PILONEFRITIS
 
Penatalaksanaan Syok Anafilaktik & Gangguan Elektrolit.pptx
Penatalaksanaan Syok Anafilaktik & Gangguan Elektrolit.pptxPenatalaksanaan Syok Anafilaktik & Gangguan Elektrolit.pptx
Penatalaksanaan Syok Anafilaktik & Gangguan Elektrolit.pptx
 

Recently uploaded

materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusiastvitania08
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3smwk57khb29
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikSavitriIndrasari1
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.pptDesiskaPricilia1
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxISKANDARSYAPARI
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptika291990
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptbekamalayniasinta
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxrittafarmaraflesia
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfFatimaZalamatulInzan
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...AdekKhazelia
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANYayahKodariyah
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALMayangWulan3
 

Recently uploaded (18)

materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusia
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
 

DIABETES INSIPIDUS

  • 1. Oleh: Drey Pembimbing : dr. Indra W. Himawan, Sp.A(K) 1
  • 2.  Keseimbangan cairan dan elektrolit dipengaruhi oleh interaksi antara hormon arginin – vasopressin (AVP), atrial natriuretic peptides (ANP), sistem renin angiotensin aldosterone (RAAS), katekolamin dan mekanisme haus.  Konsistensi osmolalitas plasma diatur oleh:  Hormon vasopressin (ADH)  efek vasokonstriksi, mempertahankan cairan tubuh tetap seimbang dengan mencegah sekresi (anti-diuretik) yang berlebihan  Mekanisme haus 2
  • 3. 3
  • 4. 4
  • 5.  Diabetes insipidus (DI) secara klinis ditandai oleh poliuria dengan urin yang hipoosmolar dengan kandungan natrium yang rendah  Prevalensi 1 : 25.000  < 10% merupakan bentuk herediter  Laki-laki : Perempuan  60 : 40 Etiologi DI DI Sentral/ Neurogenik DI Nefrogenik Polidipsia Primer/ Psikogenik 5
  • 6. DIABETES INSIPIDUS SENTRAL  Terjadi pada semua umur  Frekuensi 48-78%  Penyebab  destruksi atau degenerasi neuron yang berasal dari nukleus supraoptik dan paraventrikuler  DI familial diturunkan secara autosomal resesif, X-linked, dan autosomal dominan.  Penyebab lain  mutasi gen neurophysin  degenerasi sistem neurohipofisis  defisiensi AVP Etiologi Diabetes Insipidus Sentral  Kongenital  Kelainan struktur SSP, septo-optic dysplasia, defek midline  Herediter: Familial DI, Wolfram Syndrome  Didapat  Trauma hipofisis  Trauma Kapitis  Tumor suprasellar (kraniofaringioma, germinoma, makroadenoma)  Pembedahan  Kelainan vascular  aneurisma serebri, perdarahan intracranial  Penyakit infiltrative/ inflamasi  Penyakit Granulomatosis  Neoplasma  Infeksi  Autoimun hipofisis  Idiopatik 6
  • 7.  Gejala defisiensi AVP  muncul beberapa bulan – tahun kemudian  Terjadi perlahan (95%) ringan – berat,  Gejala klinis : poliuria, hiperosmolalitas plasma, dan polidipsi  Poliuria  volume urin > 2 liter/m2/24 jam atau 150 ml/kg/24 jam saat lahir, 100-110 ml/kg/24 jam sampai usia 2 tahun, dan 40-50 ml/kg/24 jam pada anak yang lebih besar  Urin yang encer  osmolalitas urin < 300 mosm/kgH2O dan BJ urin < 1,010  Polidipsi primer : peningkatan asupan cairan + jumlah cairan tubuh  penurunan plasma dan natrium  menghambat sekresi AVP  diuresis meningkat  Pada neonatus : dehidrasi kronis + hipernatremia  rasa haus, lemas, insomnia  Komplikasi jangka panjang  ggn pertumbuhan, malnutrisi berat, retardasi psikomotor, demam dan hematoma subdural.  Gejala lain:  Sakit kepala (tidak dapat membedakan penyebab)  Gangguan penglihatan  tumor intracranial 7
  • 8. Etiologi Poliuria • Diabetes Mellitus • Diabetes Insipidus • Polidipsia Primer (compulsive water drinking) • Hiperkalsemia • Hipokalemia • Uropati (Post Renal Obstruction) • Fase diuresis pada gagal ginjal akut (tubular nekrosis akut) • Obat- obatan : diuretik, kafein, alcohol, lithium • Sickle Cell (trait/penderita) • Pielonefritis kronik • Ansietas • Dingin 8
  • 9.  Langkah awal : membuktikan adanya poliuria dengan osmolalitas urin yang rendah  Langkah kedua : diferensiasi DI sentral dari DI nefrogenik dan polidipsi primer  uji haus, uji pitresin, uji larutan salin hipertonik, atau pemeriksaan AVP plasma  Diagnosis DI sentral :  Hiperosmolalitas plasma (>300 mosm/L)  Hiperosmolalitas urin (<300 mosm/L atau rasio osmolalitas urin/plasma <1)  Poliuria (volume urin > 4-5 ml/kg/jam selama 2 jam berturut- turut) 9
  • 10.  Anamnesis  Riwayat trauma kepala/operasi SSP dan gejala neurologis,  penyakit sistemik  pemakaian obat  gejala dan tanda defisiensi hipofisis anterior  hipogonad, hipotiroid, insufisiensi adrenal  Pemeriksaan fisik  Tanda vital  status hidrasi  kelainan kongenital  funduskopi + lapang pandang  pemeriksaan neurologis  tanda defisiensi hipofisis anterior  Pemeriksaan penunjang  urinalisis urin, osmolalitas urin, BJ urin, elektrolit urin,  Elektrolit plasma  fungsi ginjal  Pencitraan  USG Ginjal  Pemeriksaan lain sesuai indikasi (hormon hipofisis anterior, molekular, plasma AVP),  evaluasi daerah hipotalamus dan hipofisis posterior dg CT scan dan/atau MRI 10
  • 11. 11
  • 12. Uji Haus •Penampungan urin 24 jam  mengukur kuantitas urin dan osmolalitas urin •BJ urin pertama pagi hari  kapasitas pemekatan urin maksimal secara kasar •Uji haus  kemampuan pemekatan urin ginjal • DI bila peningkatan > 10 mosm/L diatas nilai normal + BJ urin < 1,010 setelah uji haus Uji Pitressin •Dilakukan setelah uji haus  DI (+) •Untuk membedakan ketiga jenis DI •Berikan DDAVP (intranasal) 5 mcg utk neonatus, 10 mcg utk bayi, dan 20 mcg utk anak •DI sentral  peningkatan osmolalitas > 450 mosm/kgH2O atau > 200% dibanding basal •DI nefrogenik  osmolalitas urin < 200 mosm/kg •Polidipsi psikogenik  osmolalitas serum rendah + urin hipoosmalar •Defisiensi/insensitivitas vasopresin  osmolalitas serum tinggi + kadar gula darah normal + konsentrasi ureum normal 12
  • 13.  Rawat inap  Asupan cairan per oral adekuat  mengganti jumlah cairan yang hilang  Dehidrasi  rehidrasi sesuai tingkat dehidrasi.  Bila kadar Na > 150 mEq/L maka rehidrasi lambat (48 jam).  Bila Na > 170 mEq/L pindah ke PICU.  Penurunan kadar serum Na tidak boleh > 12 mEq/L per hari  mencegah kerusakan permanen SSP  Hipernatremi sedang (150-169 mEq/L)  Oral  beberapa cairan rehidrasi oral mengandung natrium sekitar 45-90 mEq/L  Intravena  gunakan cairan D5:NaCl 0,45% atau D5:NaCl 0,9% (tambahkan kebutuhan rumatan kalium apabila diuresis sudah normal)  Kebutuhan cairan (X mL) = cairan rumatan + (volume kehilangan cairan/2)  Kecepatan pemberian cairan (mL/jam) + X mL/24 jam  Catatan : hipernatremia kronis (> 5 hari) koreksi lebih lambat, balans cairan, periksa kadar kasium dan gula darah, kurangi cairan infus sebanyak 20% bila Na turun > 1 mEq/L per jam, dan lakukan pencitraan SSP (bila ensefalopati konsul neurologi) 14
  • 14.  Hipernatremi berat (> 170 mEq/L)  Pindahkan pasien ke PICU  Gunakan cairan D5%: NaCl 0,9% dengan kecepatan pemberian diperhitungkan untuk 72-96 jam  Kebutuhan cairan (X mL) + cairan rumatan + (volume kehilangan cairan/3)  Kecepatan pemberian cairan (mL/jam) = X mL/24 jam  DDAVP (Desamino-arginine vasopressin)  terapi pilihan DI sentral.  Pemberian intranasal (pilihan utama) 2,5 mcg – 20 mcg setiap 12-24 jam  Obat-obatan lain : chlorpropamide (menurunkan poliuria 50-75%), clofibrate, dan diuretik thiazide (mengurangi diuresis sebanyak 50% atau lebih apabila disertai restriksi garam  2-3 mg/kg/hari) 15
  • 15. Fenomena klasik trifasik 1. Fase inisial : terjadi DI 2-8 hari karena neuron yang rusak 2. Fase pseudo-remisi : gejala DI mereda 1-21 hari karena neuron mengeluarkan sisa-sisa AVR 3. Fase permanen : semua neuron rusak  DI permanen, bila sebagian  DI transien, dan bila sedikit yang rusak maka dapat sembuh total Harapan hidup jangka panjang DI bergantung pada faktor penyebab  sangat baik bila dapat didiagnosis dini dan terapi desmopressin yang tepat 16
  • 16. DIABETES INSIPIDUS NEFROGENIK  Diabetes insipidus nefrogenik (NDI) secara klinis ditandai oleh ketidakmampuan memekatkan urin walaupun kadar Arginin-Vasopressin (AVP) normal  Etiologi NDI diklasifikasi sebagai NDI kongenital dan NDI didapat  NDI kongenital jarang sekali ditemukan, gejala klinis timbul sejak hari-hari pertama kehidupan  X-Unfeed  NDI tersering. Gejala klinis berat pada anak lelaki. Setiap anak perempuan akan menurunkan kepada anak laki-lakinya.  Autosomal Resesif  kelainan gen aquaporin  Autosomal Dominan  1% kasus  NDI didapat (Acquired)  Jarang ditemukan pada anak  Penyebab pemakaian obat-obatan tertentu (lithium, demeclocycline, amphotericin B, diphenmylhidantoin), PGK, Hipokalemia, hiperkalsemia, anemia sickle cell (carrier), deprivasi protein atau diet rendah garam berlebihan kronis 17
  • 17.  Gejala klinis : poliuria dan polidipsi, disertai dehidrasi hipertonik  Dehidrasi hipertonik  mempengaruhi perkembangan SSP  Hidronefrosis dan hidroureter  produksi cairan yang berlebihan akibat pelebaran saluran kemih.  Pencitraan  mendeteksi kelainan struktural saluran kemih 18
  • 18.  Tujuan : reduksi poliuria untuk mencegah dehidrasi dan hipernatremia  mencegah komplikasi dini maupun lanjut  Obat-obatan :  Prostaglandin inhibitor  mengurangi hantaran solut ke tubulus distal ginjal sehingga mengurangi volume urin dan meningkatkan osmolalitas urin  Indometasin 1,5 – 2,5 mg/kg/hari dalam 3 dosis  Thiazide  diuretik pertama  hidroklortiazid 2 – 3 mg/kg/hari (2x/hari)  Amiloride  kalium sparing diuretik  0,2 – 0,3 mg/kg/hari (tunggal atau 2x/hari) 19
  • 19. 20
  • 21.  Cerebral salt wasting syndrome (CSW)  hipoosmolalitas plasma dengan hiperosmolalitas urin (rasio osmolalitas urin : plasma > 1), hiponatremia, dan natrium urin > 20 mEq/L  Diagnosis banding utama SIADH  Insiden CSW > SIADH pada anak dengan gangguan susunan saraf pusat.  CSW dapat terjadi tanpa adanya penyakit serebral  Poliuria pada CSW dapat menyebabkan dehidrasi, berbeda dengan SIADH (hipervolemia) ETIOLOGI ■ Perdarahan subarachnoid ■ Trauma kepala ■ Neoplasma intrakranial ■ Neoplasma metastatik ■ Infeksi atau meningitis carsinomatous ■ Ensefalitis ■ Operasi SSP 22
  • 22. 1. Faktor Natriuretik  Adanya peptida yang menyebabkan terjadinya natriuresis  atrial natriuretic factor (ANF) dan brain natriuretic factor (BNF)  menghambat reabsorpsi natrium di medula duktus koligentes, namun kadar kalium normal karena pusat reabsorpsi kalium lebih proksimal 2. Sistem saraf otonom  Sistem saraf simpatis mengatur metabolisme cairan dan natrium di nefron serta berperan pada sekresi renin  Jika penurunan  hambatan reabsorbsi dari natrium di ginjal, 23
  • 23.  Tujuan : mengatasi dehidrasi dan menormalkan kadar natrium serum  Tatalaksana penyakit primer  Rehidrasi  mempertahankan balans cairan positif (NaCl 0,9% atau koloid)  Atasi hiponatremia :  Garam per oral atau cairan hipertonik (NaCl 3%)  Natrium target 130 mEq/L  koreksi tidak melebihi 1 mmol/L per jam  Fludrocortisone 0,1 -1 mg/hari  merangsang reabsorspsi natrium dan air di tubulus distal  meningkatkan volume eksternal  Pemantauan ketat  tanda vital, status dehidrasi, balans diuresis, kadar natrium Lama terapi : tergantung perjalanan klinis hiponatremia dan patologi yang mendasari 24
  • 25.  Syndrome of inappropriate anti-diurertic hormone secretion (SIADH) penyebab tersering hiponatremia plasma  Pada SIADH terjadi peningkatan sekresi AVP tanpa adanya pemicu fisiologis sekresi AVP  retensi cairan bebas tubuh, namun hanya 1/3 berada dalam cairan ekstraseluler (tidak ditemukan gejala klinis edema perifer)  reabsorpsi natrium di tubulus proksimal berkurang  eksresi natrium di urin meningkat  Sekresi ADH berlebihan  peningkatan permeabilitas air  retensi air  Ekspansi volume dan vasodilatasi  peningkatan laju filtrasi glomerular 26
  • 26. Tipe A • Tipe terbanyak • Disosiasi osmolaritas serum dengan sekresi AVP Tipe B • 1/3 kasus • basal AVP normal namun ambang stimulasi sekresi AVP terjadi pada osmolalitas plasma yang rendah Tipe C • 20% kasus • Reset osmotat Tipe D • Ketidakmamp uan mengencerka n urine walau tidak ada AVP • Terjadi karena mutasi gen aquaretik 27
  • 27.  Hiponatemia (<120 mEq/L)  risiko tinggi gangguan SSP  edem serebri  Pencitraan  Foto Thorax  CT Scan/MRI Kepala  mencari etiologi/ mendeteksi komplikasi 28
  • 28.  Ditentukan oleh : gejala klinis yang ada, kadar serum natrium, progresifitas terjadinya hiponatremia, dan etiologinya Terapi SIADH dan koreksi cepat hiponatremia tergantung :  Derajat hiponatremia  Apakah pasien simptomatik  Apakah sindrom akut (< 48 jam) atau kronik (durasi tidak diketahui dan asimptomatik)  Osmolalitas urin dan klirens kreatinin 29
  • 29. 1. Tatalaksana penyakit primer atau etiologi 2. Restriksi cairan  hingga 75% dari kebutuhan rumatan harian 3. Atasi hiponatremia a. Pemberian diet garam normal b. Simptomatis bila kadar Na < 120 mEq/L  berikan NaCl 3% dikombinasikan dengan furosemid hinga Na 125-130 mEq/L. Berikan IV 1-2 mL/kg/jam (0,5-1 mmol/kg/jam) selama 2 – 3 jam 4. Medikamentosa a. Diuretik loop (furosemid)  apabila ekspansi cairan bebas sangat besar b. Demeclocycline Apabila SIADH menetap > 1 bulan, tidak responsif terhadap restriksi cairan, asupan natrium, dan pemakaian diuretic. Dosis 3 – 6 mg/kg/dosis (2-4 x/hari), lalu diturunkan setelah terjadi penurunan osmolalitas urin c. Antagonis AVR (Vaptan) Meningkatkan ekskresi cairan bebas dan meningkatkan natrium serum  digunakan pada hiponatremia isovolemik dan hipervolemik. Dosis : 20 mg inisial IV, rumatan 20 – 40 mg/hari selama 4 hari 30
  • 30. Penanda Biokimia SIADH CSWs Vol. cairan ekstraseluler Normal s/d tinggi Rendah Sodium urin > 40 mEq/ L > 40 mEq/ L Asam urat Rendah Rendah Ekskresi fraksional urat awal Tinggi Tinggi Ekskresi fraksional urat pasca koreksi Normal Tinggi Osmolalitas urin Tinggi Tinggi Osmolalitas serum Rendah Rendah Kadar urea nitrogen/ kreatinin darah Rendah s/d normal Tinggi Kalium serum Normal Normal s/d tinggi Tekanan vena sentral Normal s/d tinggi Rendah Pulmonary capillary wedge pressure Normal s/d tinggi Rendah Kadar BNP (Brain Natriuretic peptide) Normal Tinggi Terapi Retriksi cairan Cairan &/ 31
  • 31. 32