Dokumen tersebut membahas tentang kebijakan fiskal pemerintah dalam mengelola anggaran dan belanja negara untuk mempengaruhi perekonomian dengan tujuan menstabilkan harga, mencegah pengangguran, dan mendorong investasi sosial. Dibahas pula konsep anggaran pendapatan dan belanja negara, instrumen kebijakan fiskal, dan perubahan sistem anggaran menjadi format anggaran terpadu pasca krisis ekonomi 1997.
2. KEBIJAKAN FISKAL
• Konsep, format, komponen APBN
• Instrumen Kebijakan Fiskal
• Penyeimbang otomatis/Built in Stability
• Kebijakan fiscal dan Model Permintaan dan
Penawaran Aggregat
• Implementasi Kebijakan Fiskal
• Mengevaluasi Kebijakan Fiskal
• Utang Negara
• Kesinambungan Fiskal /Fiscal Sustainability
3. KEBIJAKAN FISKAL
Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah dalam bidang
anggaran dan belanja negara yang bertujuan untuk
mempengaruhi jalannya perekonomian
Kebijakan fiskal bukan semata‐mata kebijakan dibidang
perpajakan, akan tetapi menyangkut bagaimana mengelola
pemasukan dan pengeluaran negara untuk mempengaruhi
perekonomian.
Jenis Kebijakan fiskal : kebijakan fiskal deskresioner
(menyangkut kebijakan anggaran belanja –surplus atau defisit)
dan kebijakan fiskal Penstabil Otomatik berupa pajak, asuransi
pengangguran dan kebijakan harga minimum)
Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah dalam bidang
anggaran dan belanja negara yang bertujuan untuk
mempengaruhi jalannya perekonomian
Kebijakan fiskal bukan semata‐mata kebijakan dibidang
perpajakan, akan tetapi menyangkut bagaimana mengelola
pemasukan dan pengeluaran negara untuk mempengaruhi
perekonomian.
Jenis Kebijakan fiskal : kebijakan fiskal deskresioner
(menyangkut kebijakan anggaran belanja –surplus atau defisit)
dan kebijakan fiskal Penstabil Otomatik berupa pajak, asuransi
pengangguran dan kebijakan harga minimum)
4. 1. Semakin diperlukannya peran pemerintah dalam
perekonomian
2. Kegagalan kebijakan Moneter menangani ketidakstabilan
ekonomi terutama yang berhubungan dengan
ketenagakerjaan (pengangguran terbuka semakin
meningkat)
3. Pembagian dan distribusi pendapatan sebagian besar
terkonsentrasi pada kelompok tertentu tertentu yang
mendominasi perekonomian
1. Semakin diperlukannya peran pemerintah dalam
perekonomian
2. Kegagalan kebijakan Moneter menangani ketidakstabilan
ekonomi terutama yang berhubungan dengan
ketenagakerjaan (pengangguran terbuka semakin
meningkat)
3. Pembagian dan distribusi pendapatan sebagian besar
terkonsentrasi pada kelompok tertentu tertentu yang
mendominasi perekonomian
LATAR BELAKANG KEBIJAKAN FISKAL
5. FUNGSI DAN TUJUAN KEB. FISKAL
•Fungsi kebijakan fiskal :
– Fungsi alokasi
– Fungsi distribusi
– Fungsi stabilisasi
•Tujuan kebijakan Fiskal
– Mencegah pengangguran
– Stabilitas harga
– Untuk mendorong investasi sosial secara optimal
– Meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah
ketidakstabilan internasional
– Untuk meningkatkan dan meredistribusikan Pendapatan
Nasional
6. MACAM KEBIJAKAN FISKAL
•Pembiayaan Fungsional
•Pengelolaan anggaran
•Stabilisasi anggaran otomatis
•Anggaran belanja seimbang (kebijakan anggaran
belanja defisit untuk mengatasi depresi dan
pengangguran. Bila terjadi inflasi maka kebijakan
anggaran surplus dilakukan)
7. 1. Kebijakan Fiskal (dipelopori kaum Keynesian)
2. Kebijakan Moneter (Monetarist misalnya Milton
Friedman)
3. Kebijakan Upah dan Pendapatan
4. Kebijakan Industri dan Perdagangan
1. Kebijakan Fiskal (dipelopori kaum Keynesian)
2. Kebijakan Moneter (Monetarist misalnya Milton
Friedman)
3. Kebijakan Upah dan Pendapatan
4. Kebijakan Industri dan Perdagangan
Macam Kebijakan Stabilisasi
Macam Kebijakan Stabilisasi
8. HAMBATAN DALAM KEBIJAKAN STABILISASI
1. Kebijakan pemerintah yang “setengah hati” dan salah menggunakan
rujukan “resep” ekonomi, sehingga yang seharusnya tetap disubsidi
dihapusnya subsidinya. Yang seharusnya harga diturunkan, malah dinaikan
2. Adanya sebagian masyarakat pelaku ekonomi yang “berkhianat” dan selalu
ingin mencari untung sendiri dengan cara memanfaatkan kondisi, misalkan
memanfaatkan spread nilai tukar, menimbun kebutuhan dasar (seperti
beras, minyak tanah, gas)
3. Pemerintah terlalu cepat mengabil kebijakan ekonomi tanpa
mempersiapkan infrastrukturnya, misalkan kebijakan pemerintah
Indonesia untuk mengganti minyak tanah dengan gas, kebijakan
penggunaan biodiesel dan lain sebagainya.
4. Sebagian masyarakat yang tidak percaya dengan kebijakan pemerintah dan
mudahnya terprovokasi dengan hasutan dari fihak‐fihak yang akan
dirugikan dengan kebijakan baru pemerintah.
1. Kebijakan pemerintah yang “setengah hati” dan salah menggunakan
rujukan “resep” ekonomi, sehingga yang seharusnya tetap disubsidi
dihapusnya subsidinya. Yang seharusnya harga diturunkan, malah dinaikan
2. Adanya sebagian masyarakat pelaku ekonomi yang “berkhianat” dan selalu
ingin mencari untung sendiri dengan cara memanfaatkan kondisi, misalkan
memanfaatkan spread nilai tukar, menimbun kebutuhan dasar (seperti
beras, minyak tanah, gas)
3. Pemerintah terlalu cepat mengabil kebijakan ekonomi tanpa
mempersiapkan infrastrukturnya, misalkan kebijakan pemerintah
Indonesia untuk mengganti minyak tanah dengan gas, kebijakan
penggunaan biodiesel dan lain sebagainya.
4. Sebagian masyarakat yang tidak percaya dengan kebijakan pemerintah dan
mudahnya terprovokasi dengan hasutan dari fihak‐fihak yang akan
dirugikan dengan kebijakan baru pemerintah.
9. Kebijakan campuran
•Kebijakan Fiskal dan Moneter dapat dijalankan secara
bersama‐sama bila misalkan pemerintah ingin
mengurangi beban pengeluarannya akan tetapi
perekonomian tetap bisa ekspansi dengan cara :
1.Menaikan pajak pendapatan lalu diiringi dengan:
2.Menaikan suku bunga perbankan dengan cara
menaikan suku bunga sertifikat bank central
3.Mengurangi pengeluaran pemerintah untuk pos‐pos
yang bersifat non rutin (misalnya biaya perjalan
pejabat negara)
10. Lanjutan …
• Bila misalkan pemerintah berniat untuk
menghambat konsumsi masyarakat terhadap
barang impor dan menggalakan ekspor dilakukan
dengan cara :
1. Mempertinggi pajak impor terutama untuk jenis
barang mewah
2. Menurunkan kuota impor atas barang tertentu
3. Pengawasan valas
4. Memberi rangsangan ekspor (menyediakan
fasilitas kredit ekspor dengan bunga sangat
rendah)
5. Melakukan kebijakan devaluasi
11. Kebijakan Upah dan Pendapatan
• Tingkat upah dan pendapatan sepanjang umur
perekonomian selalu saja menjadi masalah,
meskipun masalahnya tidak teralu berbahaya bagi
perekonomian seperti misalnya masalah moneter
dan fiskal. Akan tetapi stabilisasi perekonomian
jelas akan terpengaruh bila kebijakan upah dan
pendapatan tidak dibenahi dengan baik.
12. KONSEP APBN
• Pertama, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Indonesia yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN ditetapkan
dengan undang‐undang. Tahun anggaran APBN meliputi masa
satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal
31 Desember. Dasar hukum yang dipakai sekarang adalah
Undang‐Undang Republik Indonesia. Nomor 17 Tahun 2003
Tentang Keuangan Negara.
• Kedua, Konsep yang sangat penting tentang APBN adalah bahwa
APBN mempunyai multi fungsi, yaitu otorisasi, perencanaan,
pengawasan, alokasi, distribusi, dinamisasi, dan stabilisasi.
Artinya sejak penggagasan, perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan maupun pelaporan dan evaluasi APBN harus
bertumpu pada fungsi‐fungsi itu.
• Pertama, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Indonesia yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN ditetapkan
dengan undang‐undang. Tahun anggaran APBN meliputi masa
satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal
31 Desember. Dasar hukum yang dipakai sekarang adalah
Undang‐Undang Republik Indonesia. Nomor 17 Tahun 2003
Tentang Keuangan Negara.
• Kedua, Konsep yang sangat penting tentang APBN adalah bahwa
APBN mempunyai multi fungsi, yaitu otorisasi, perencanaan,
pengawasan, alokasi, distribusi, dinamisasi, dan stabilisasi.
Artinya sejak penggagasan, perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan maupun pelaporan dan evaluasi APBN harus
bertumpu pada fungsi‐fungsi itu.
13. KONSEP APBN
• Ketiga, Semua penerimaan yang menjadi hak dan
pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam
suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN.
• Keempat, Presiden menyampaikan rancangan undang‐
undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah
diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat‐
lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
• Ketiga, Semua penerimaan yang menjadi hak dan
pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam
suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN.
• Keempat, Presiden menyampaikan rancangan undang‐
undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah
diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat‐
lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
14. PASCA KRISIS EKONOMI 1997
Memasuki rezim reformasi yang menggantikan rezim orde baru, banyak hal‐hal
baru dan/atau perubahan mendasar dalam ketentuan keuangan negara meliputi
: a) pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, b) asas‐asas umum
pengelolaan keuangan negara, d) kedudukan Presiden sebagai pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan negara, c) pendelegasian kekuasaan Presiden
kepada Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga, d) susunan APBN
dan APBD, e) ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN dan APBD,
f) pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral,
pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing, g) pengaturan hubungan
keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara, perusahaan daerah
dan perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat, serta h)
penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN dan APBD.
Memasuki rezim reformasi yang menggantikan rezim orde baru, banyak hal‐hal
baru dan/atau perubahan mendasar dalam ketentuan keuangan negara meliputi
: a) pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, b) asas‐asas umum
pengelolaan keuangan negara, d) kedudukan Presiden sebagai pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan negara, c) pendelegasian kekuasaan Presiden
kepada Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga, d) susunan APBN
dan APBD, e) ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN dan APBD,
f) pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral,
pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing, g) pengaturan hubungan
keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara, perusahaan daerah
dan perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat, serta h)
penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN dan APBD.
15. Format Anggaran Terpadu.
• Format baru, yakni anggaran belanja terpadu (unified
budget).
• Selama lebih dari 32 tahun, Pemerintah melaksanakan
sistem anggaran yang dikenal dengan “dual
budgeting,” dimana anggaran belanja negara
dipisahkan antara anggaran belanja rutin dan anggaran
pembangunan.
• Dimaksudkan untuk menekankan arti pentingnya
pembangunan, namun dalam pelaksanaannya telah
menunjukkan banyak kelemahan seperti
menimbulkan peluang terjadinya duplikasi,
penumpukan, dan penyimpangan anggaran.
• Format baru, yakni anggaran belanja terpadu (unified
budget).
• Selama lebih dari 32 tahun, Pemerintah melaksanakan
sistem anggaran yang dikenal dengan “dual
budgeting,” dimana anggaran belanja negara
dipisahkan antara anggaran belanja rutin dan anggaran
pembangunan.
• Dimaksudkan untuk menekankan arti pentingnya
pembangunan, namun dalam pelaksanaannya telah
menunjukkan banyak kelemahan seperti
menimbulkan peluang terjadinya duplikasi,
penumpukan, dan penyimpangan anggaran.
16. Struktur I‐account
Struktur I‐account yang berlaku saat ini
terdiri atas
(i)pendapatan negara dan hibah,
(ii)belanja negara,
dan (iii) pembiayaan.
Struktur I‐account yang berlaku saat ini
terdiri atas
(i)pendapatan negara dan hibah,
(ii)belanja negara,
dan (iii) pembiayaan.
17. Prinsip‐prinsip Penganggaran Yang Baik
Untuk bisa menjamin terpenuhinya fungsi‐fungsi
anggaran dan reformasi di bidang anggaran berjalan
sesuai dengan harapan banyak pihak (pemangku
kepentingan) maka APBN/D perlu disusun
berdasarkan prinsip‐prinsip penganggaran yang baik
yaitu :
transparansi dan akuntabilitas,
disiplin,
keadilan,
efisiensi dan efektivitas,
serta berbasis pendekatan kinerja.
Untuk bisa menjamin terpenuhinya fungsi‐fungsi
anggaran dan reformasi di bidang anggaran berjalan
sesuai dengan harapan banyak pihak (pemangku
kepentingan) maka APBN/D perlu disusun
berdasarkan prinsip‐prinsip penganggaran yang baik
yaitu :
transparansi dan akuntabilitas,
disiplin,
keadilan,
efisiensi dan efektivitas,
serta berbasis pendekatan kinerja.
18. Asas‐asas Umum Pengelolaan Keuangan
Negara
Good governance : pengelolaan keuangan negara perlu
diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung
jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam
Undang‐Undang Dasar.
Asas‐asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan
negara : seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan,
dan asas spesialitas,
Asas‐asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan
kaidah‐kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara,
antara lain: akuntabilitas berorientasi pada hasil; profesionalitas;
proporsionalitas; keterbukaan dalam pengelolaan keuangan
negara; pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas
dan mandiri.
Good governance : pengelolaan keuangan negara perlu
diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung
jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam
Undang‐Undang Dasar.
Asas‐asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan
negara : seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan,
dan asas spesialitas,
Asas‐asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan
kaidah‐kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara,
antara lain: akuntabilitas berorientasi pada hasil; profesionalitas;
proporsionalitas; keterbukaan dalam pengelolaan keuangan
negara; pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas
dan mandiri.
19. Kebijakan Fiskal Diskresi
Adalah tindakan strategis di bidang fiskal yang mandatoris sudah melekat dan
yang bersifat aktif menjadi wewenang serta tanggung jawab dari pejabat
pembuat kebijakan sebagaimana yang sudah diatur oleh undang‐undang.
(Karena melaksanakan undang‐undang, berarti sudah mendapat ijin dari DPR).
Ketika tindakan strategis yang akan diambil belum diatur / tidak menjadi
kewenangannya, maka presiden bisa membuat peraturan pemerintah
pengganti undang‐undang untuk itu. Perubahan kebijakan fiscal yang diajukan
oleh presiden (diusulkan oleh ekonom penasehat presiden) dimana tindakan‐
tindakan yang harus diambil misalnya dalam perubahan tingkat pajak, dan
dalam program pemberian subsidi, memerlukan persetujuan dari DPR dan jika
akhirnya DPR bisa menyetuji, maka perubahan ini merupakan diskresi dari
pejabat atau institusi terkait
Adalah tindakan strategis di bidang fiskal yang mandatoris sudah melekat dan
yang bersifat aktif menjadi wewenang serta tanggung jawab dari pejabat
pembuat kebijakan sebagaimana yang sudah diatur oleh undang‐undang.
(Karena melaksanakan undang‐undang, berarti sudah mendapat ijin dari DPR).
Ketika tindakan strategis yang akan diambil belum diatur / tidak menjadi
kewenangannya, maka presiden bisa membuat peraturan pemerintah
pengganti undang‐undang untuk itu. Perubahan kebijakan fiscal yang diajukan
oleh presiden (diusulkan oleh ekonom penasehat presiden) dimana tindakan‐
tindakan yang harus diambil misalnya dalam perubahan tingkat pajak, dan
dalam program pemberian subsidi, memerlukan persetujuan dari DPR dan jika
akhirnya DPR bisa menyetuji, maka perubahan ini merupakan diskresi dari
pejabat atau institusi terkait
20. Kebijakan Fiskal Non‐Diskresi
Kebijakan fiskal non diskresi atau Non Discretionary
Fiskal Policy / Non Mandatory adalah tindakan‐
tindakan atau mekanisme‐mekanisme di bidang fiscal
yang bersifat non‐mandatory, bersifat built in flexible
atau pasif. Tindakan‐tidakan atau mekanisme‐
mekanisme yang muncul tidak lebih dulu harus
dimintakan persetujuan kepada DPR. Misalnya dalam
penerapan sistem perpajakan ; progressive tax,
proportional tax, atau regressive tax.
Kebijakan fiskal non diskresi atau Non Discretionary
Fiskal Policy / Non Mandatory adalah tindakan‐
tindakan atau mekanisme‐mekanisme di bidang fiscal
yang bersifat non‐mandatory, bersifat built in flexible
atau pasif. Tindakan‐tidakan atau mekanisme‐
mekanisme yang muncul tidak lebih dulu harus
dimintakan persetujuan kepada DPR. Misalnya dalam
penerapan sistem perpajakan ; progressive tax,
proportional tax, atau regressive tax.
21. PENYEIMBANG OTOMATIS/BUILT IN STABILITY
• Penyeimbang otomatis adalah sebuah mekanisme yang
dapat menaikkan atau menurunkan penerimaan pajak
(T) maupun belanja pemerintah (G) secara otomatis
tanpa secara khusus menetapkan kebijakan untuk
menaikkan atau menurunkan T dan G. Jadi
penyeimbang otomatis adalah mekanisme yang dapat
menaikkan deficit anggaran belanja pemerintah
(menurunkan surplus anggaran pemerintah) selama
kurun waktu resesi dan menaikkan surplus anggaran
pemerintah (atau menurunkan deficit anggaran
pemerintah) selama periode ekspansi tanpa
memerlukan tindakan yang nyata / spesifik dari
pembuat kebijakan.
23. Dalam ekonomi makro dikenal dua
system pajak yaitu :
a)System pajak sederhana (lumpsum tax)
dimana Tx = To
b)System pajak yang memiliki progesivitas
dimana Tx = To + t Y
Progresivitas pajak :
Pajak Progresif (t makin besar) : PPh., PKB.
Pajak Proporsinal (t tidak berubah) : Pajak
Penjualan.
Pajak Regresif (t makin kecil) : Pajak Badan
Usaha.
26. MENGEVALUASI KEBIJAKAN FISKAL
Untuk mengevaluasi status sebuah deskresi
kebijakan fiscal perlu melakukan penyesuaian
terhadap surplus atau deficit untuk
mengeliminasi perubahan secara otomatis
penerimaan pajak serta membandingkan
besarnya suplus atau deficit anggaran yang
sudah disesuaikan terhadap potensi tingkat
PDB.
27. Standardized budget mengukur berapa besar deficit
atau surplus APBN yang akan terjadi pada tingkat
pengenaan pajak (tax rates) dan tingkat belanja
pemerintah yang berlaku saat ini jika tingkat PDB
berada pada kondisi full‐employment, atau PDB
pada tingkat potensinya. Intinya sebenarnya adalah
ingin membandingkan antara (G), belanja pemeritah
yang terjadi (actual) dengan (Tx), penerimaan pajak
yang akan terjadi jika perekonomian mencapai
tingkat full‐employmen.
MENGEVALUASI KEBIJAKAN FISKAL
28. UTANG NEGARA
• 1) Utang merupakan bagian dari Kebijakan Fiskal (APBN)
yang menjadi bagian dari Kebijakan Pengelolaan Ekonomi
secara keseluruhan.
• 2) Utang adalah konsekuensi dari pilihan mengenai postur
APBN (yang mengalami defisit), dimana Pendapatan Negara
lebih kecil daripada Belanja Negara. Pembiayaan APBN
melalui utang merupakan bagian dari pengelolaan keuangan
negara yang lazim dilakukan oleh suatu negara.
• 3) Utang merupakan instrumen utama pembiayaan APBN
untuk menutup defisit APBN, dan untuk membayar kembali
utang yang jatuh tempo (debt refinancing). Refinancing
dilakukan dengan terms conditions (biaya dan risiko) utang
baru yang lebih baik. (“gali lubang –tutup lubang”).
29.
30. Pengelolaan Utang.
Utang bukanlah sesuatu yang buruk, ketika utang bisa
dikelola dengan baik dan produktif, bahkan oleh
penganut neo klasik diakui utang (luar negeri atau
eksternal) memiliki aspek positip karena bisa menutup
celah antara tabungan dengan kebutuhan investasi
(saving‐investment gap), menutup celah kekurangan
devisa untuk bisa membiayai pembangunan (exchange
rate gap), dan menutup celah antara pendapatan negara
dengan belanja negara (Income‐revenue gap). Oleh
karena itu utang harus dikelola dengan lebih baik bahkan
menetapkan strategi pengelolaan utang yang mampu
menjamin keberlangungan fiscal.
31. Penyebab Kenaikan Nilai Nominal Utang
o adanya defisit APBN setiap tahun;
o kebutuhan pelunasan utang jatuh tempo (refinancing);
o perubahan nilai tukar rupiah yang menyebabkan
perubahan nilai nominal utang luar negeri dalam rupiah;
o pengeluaran pembiayaan untuk pendanaan risiko fiskal
dan partisipasi pemerintah dalam menunjang program
pembangunan infrastruktur; dan
o berkurangnya sumber pembiayaan APBN dari non
utang, misalnya privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
dan hasil pengelolaan aset
32. Tujuan Pengelolaan Utang
Jangka panjang pengelolaan utang adalah
•1) Mengamankan kebutuhan pembiayaan APBN
melalui utang dengan biaya minimal pada tingkat risiko
terkendali, sehingga kesinambungan fiskal dapat
terpelihara.
•2) Mendukung upaya untuk menciptakan pasar Surat
Berharga Negara (SBN) yang dalam, aktif dan likuid.
Jangka pendek adalah memastikan tersedianya dana
untuk menutup defisit dan pembayaran kewajiban
pokok utang secara tepat waktu dan efisien.
34. KEBIJAKAN APBN BERIMBANG DAN DINAMIS
DI MASA ORBA
• Merupakan sistem kebijakan fiskal yg diperkenalkan
oleh kabinet Ampera pada awal Orba
• Kebijakan ini memasukkan pinjaman luar negeri
sebagai bagian dari penerimaan negara
• Kebijakan ini ditujukan untuk mengatasi hiper‐inflasi
• Pada tahun 1966 terjadi defisit anggaran yang dibiayai
dengan pencetakan uang
• APBN berimbang dan dinamis mempunyai tugas untuk
penertiban defisit anggaran serta dimungkinkan
adanya defisit anggaran yang dibiayai melalui hutang
luar negeri bukan dengan pencetakan uang
35. SISTEM KERJA
• Struktur APBN terdiri dari anggaran
penerimaan dan anggaran belanja
• Sisi Penerimaan å Penerimaan dalam negeri
dan penerimaan luar negeri (hutang LN)
• Sisi Pengeluaran å Belanja rutin dan belanja
Pembangunan
36. • Penerimaan dalam negeri digunakan untuk
membiayai belanja rutin
• Penerimaan luar negeri digunakan untuk
belanja pembangunan
• Belanja Rutin hanya disediakan sepanjang ada
dana dari penerimaan dalam negeri
• Belanja pembangunan dilakukan jika ada
penerimaan/ pinjaman luar negeri
å Tercipta internal balance APBN
37. • Internal balance APBN berimbang dan dinamis
akan menciptakan internal saving
• Internal saving merupakan selisih positif
antara penerimaan dalam negeri dengan
belanja rutin.
38. • APBN berimbang dan dinamis dalam
penyusunannya mengintegrasikan
pendekatan ekonomis (welfare economics)
dan pendekatan politis (public choice theory)
• 3 kriteria dasar welfare economics yg harus
dipenuhi:
39. 1. Alokasi resources secara efisisien
2. Distribusi pendapatan secara adil
3. Stabilisasi harga dan kegiatan‐kegitan
ekonomi
Ketiga kriteria tsb menjadi pedoman dalam
penyusunan termasuk dalam pembahasan di
DPR.
40. • APBN berimbang dan dinamis tidak hanya
sebagai kebijakan tetapi juga sebagai suatu
institusi
1. Institusi ekonomi berencana å Repelita
2. Institusi Demokrasi å merehabilitasi hak
budget DPR
3. Institusi kontrol sosial å diajukan dalam
dibicarakan dalam sidang terbuka DPR
41. 4. Intitusi dimana para donor dan lembaga
keuangan internasional menilai kinerja
pemerintah dalam bidang fiskal, moneter
dan pembangunan
5. Institusi yang menjadi parameter bagi
kepercayaan pasar dan investor