3. .
.
LAHIR, MENIKAH DAN KEMATIAN
MERUPAKAN TIGA SIKLUS UTAMA MANUSIA DALAM HIDUP DI DUNIA.
Pada saat seseorang dilahirkan tumbuh tugas baru di dalam keluarga,
dalam arti ia akan mengemban hak dan kewajiban, kemudia setelah ia tumbuh dewasa ia
akan melangsungkan pernikahan (walaupun ada juga yang tidak),
ia ketemu dengan kawan hidupnya untuk membangun keluarga yang bahagia,
kekal dan abadi, atau sakinah, mawaddah dan warahmah.
Sesuai dengan tujuan perkawinan.
Dalam hubungan perkawinan tersebut akan dikarunia putra/putri (keturunan).
Ketika seseorang dalam hubungan perkawinan itu, meninggal dunia maka
pertanyaannya apakah yang terjadi dengan harta peninggalannya.
Kematian seseorang tidak hanya meninggalkan ahli waris saja atau harta peninggalan saja,
melainkan juga ada hubungan hukum yang telah diikat oleh seseorang yang meninggal dunia
itu, sebelum ia menggal. Yang berpengaruh tidak hanya pada keluarga yang ia tinggalkan,
tetapi juga terhadap orang-orang lain dari masyarakat
baik langsung maupun tidak langsung.
4. .
.
Sehubungan dengan itu, maka dalam kehidupan masyarakat sangat
dibutuhkan suatu pengaturan hukum yang menampung segala akibat
dari semua siklus kehidupan manusia.
Khususnya yang berkenaan dengan peristiwa kematian seseorang.
Dalam hubungannya dengan berbagai macam hak dan kewajiban.
MAKA PENGATURAN HUKUM TERSEBUT ADALAH
HUKUM WARIS.
Apa itu warisan? Apa itu hukum Waris?, Siapa subjek dalam Hukum Waris?
Bagaimana hak dan Kewajiban subjek dalam hukum waris? Bagaimana sistem
atau cara pembagian Warisan?
Kesemuanya itu akan dipotret khusus melalui kajian Hukum Adat. Karena
berbicara mengenai hukum waris di Indonesia, dibedakan atas 3 Kategori :
I. Hukum waris BW (Hukum Waris Perdata)
II. Hukum waris Adat, dan
III. Hukum waris Islam.
5. .
.
Warisan atau Harta Warisan atau Harta Peninggalan
merupakan benda atau barang yang ditinggalkan oleh
seseorang kepada orang lain tertentu yang mempunyai hak untuk
menerima peninggalan dari orang yang telah meninggal itu.
Warisan yang ditinggalkan dapat berupa harta bergerak :
(perhiasan, kendaraan, tabungan, surat berharga),
harta tidak bergerak (tanah, rumah),
disamping itu juga dapat berupa Piutang maupun Utang.
Dalam sistem hukum adat mempunyai karaktersitik tersendiri
baik menyangkut cata pengalihan dan atau pembagian
serta besaran jumlah warisan yang berhak dimiliki oleh para ahli waris.
Yang sangat dipengaruhi oleh tiga sistem yang dianut oleh masyarakat
hukum adat di suatu daerah.
6. .
.
Ter Haar berpendapat bahwa :
Hukum adat waris adalah aturan-aturan hukum yang mengatur tentang cara
bagaimana dari masa ke masa proses penerusan dan peralihan harta kekayaan
yang berwujud atau tidak berwujud dari generasi ke generasi.
Hilman Hadikusmah
Hukum Adat Waris
Adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bagaimana harta
peninggalan atau harta warisan diteruskan atau dibagi-bagi dari pewaris kepada
para ahli waris dari generasi ke generasi berikutnya.
Dengan demikian hukum adat waris/waris adat mempunyai, tiga unsur :
1. Adanya harta peninggalan atau harta warisan;
2. Adanya Pewaris yang meninggalkan harta peninggalan; dan
3. Adanya ahli waris atau waris yang meneruskan pengurusannya atau yang akan
menerima bagiannya.
PENGERTIAN HUKUM ADAT WARIS
7. .
.
Berbicara mengenai waris/warisan dalam konteks Hukum Adat Indonesia,
mempunyai keunikan tersendiri, oleh karena tidak dapat digeneralisir
kedalam satu konsep yang sama.
Hazairin mengemukakan bahwa, Hukum Waris adat mempunyai corak
tersendiri dari alam pikiran masyarakat yang tradisional dengan bentuk
kekerabatan yang sistem keturunannya patrilinial, matilinial atau parental.
Bahkan, walaupun pada bentuk kekerabatan yang sama belum tentu
berlaku sistem kewarisan yang sama.
9. SOEPOMO
Hukum Waris itu memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses
meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan
barang-barang tak berwujud, benda dari suatu angkatan manusia
kepada turunannya.
Hukum Waris adalah hukum harta kekayaan dalam lingkungan
keluarga, karena wafatnya seseorang maka ada perpindahan harta
yang ditinggalkan dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang
yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka maupun
antara mereka dengan pihak ketiga.
.
10. R. SANTOSO PUDJOSUBROTO,
Yang dimaksud dengan Hukum Waris adalah :
Hukum yang mengatur apakah dan bagaimanakah hak-hak
dan kewajiban-kewajiban tentang harga benda seseorang
pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang
lain yang masih hidup.
.
13. SIFAT HUKUM ADAT WARIS
Sifat pembagian waris dalam masyarakat di Indonesia erat kaitannya
dengan bentuk masyarakat dan sifat/sistem kekeluargaan.
Sistem kekeluargaan masyarakat di Indonesia, berpangkal pada
sistem menarik garis keturunan yang pada dasarnya dikenal tiga
sistem keturunan, yakni :
1). Sistem Patrineal / sifat kebapaan;
2). Sistem Matrineal / sifat keibuan; dan
3). Sistem Bilateral /campuran.
14. .
.
Walaupun, corak atau tata cara pembagian warisan pada masyarakat hukum adat di
Indonesia, berbeda-beda, namun secara umum, apabila dilihat dari orang mendapat
warisan dalam kebiasaan adat istiadat Indonesia, dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga),
macam sistem, yaitu :
1. Sistem Kolektif, yakni para waris mendapat harta peninggalan yang diterima mereka
secara kolektif (bersama) dari pewaris yang tidak terbagi-bagi secara perseorangan.
Menurut cara ini para ahli waris tidak boleh memiliki harta peninggalan secara pribadi,
melainkan hanya diperbolehkan untuk memakai, mengusahakan atau mengelolah dan
menikmati hasilnya. Pada umumnya, sistem kewarisan kolektif ini lebih mengenai
harta peninggalan leluhur yang dikenal dengan “harta pusaka”, seperti bidang tanah
pertanian, atau barang-barang pusaka. Misalanya “sawah pusaka”, “rumah
gadang”,“rumah dati” atau “rumah tua”.
SISTEM WARIS ADAT
15. .
.
2. Sistem Mayorat, yakni harta pusaka yang tidak dibagi-bagi dan hanya
dikuasai oleh anak tertua, yang berarti hak pakai, hak mengolah, dan
memungut hasilnya dikuasai sepenuhnya oleh anak-anak tertua
dengan hak dan kewajiban mengurus dan memelihara adik-adiknya,
sampai mereka dapat berdiri sendiri.
3. Sistem individual, yakni harta warisan yang dibagi-bagi dan dapat
dinikmati secara perseorangan dengan “hak milik”, yang berarti setiap
ahli waris berhak memakai, mengolah dan menikmati hasil atau juga
mentransaksikannya.
16. .
.
ORANGYANG MEMPUNYAI HARTA BENDA, DAN ATAU ORANGYANG
MENINGGALKAN HARTA BENDA
AHLI WARIS HARUS SUDAH ADA DAN MASIH AKAN ADA PADA SAAT
PEWARIS MENINGGAL DUNIA.
CALON AHLI WARIS HARUS MEMPUNYAI HAK ATAS HARTA PENINGGALAN
PEWARIS. HAK INI TIMBUL KARENA 2 HAL :
I. ADANYA HUBUNGAN DARAH (AHLI WARIS AB INTESTATE);
II. ADANYA PEMBERIAN MELALUI SURAT WASIAT ATAU TESTAMEN
(AHLI WARIS TESTAMENTER)
BARANG ATAU BENDA ATAU HARTA PENINGGALANYANG
DITINGGALKAN OLEH PEWARIS KEPADA AHLI WARIS ATAU WARIS,
DISERTAI DENGAN PERALIHAN HAK DAN KEWAJIBAN,YAKNI :
a) ADANYA HAK-HAK YANG BERSUMBER PADA HARTA KEKAYAAN YANG
DENGAN TEGAS DINYATAKAN TIDAK DAPAT DIWARISKAN;
b) ADANYA HAK-HAK YANG TIDAK BERSUMBER PADA HUKUM HARTA
KEKAYAAN TETAPI JUSTRU DINYATAKAN DAPAT DIWARISKAN.
17. PRINSIP PEWARISAN DALAM HUKUM ADAT INI LEBIH DIKAITKAN DENGAN
DAN/ATAU LEBIH DIHUBUNGKAN PERTALIAH DARAH.
DENGAN KATA LAIN, YANG BERHAK MEWARIS ADALAH MEREKA YANG
MEMPUNYAI HUBUNGAN DARAH (AHLI WARIS) DENGAN PEWARIS.
AA.
.
“DE NAASTE IN HET BLOOD, ERFT NET GOED”
(YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN DARAH TERDEKATLAHYANG MEWARISI BARANG-BARANG”)
2 MACAM HUBUNGAN DARAH
HUBUNGAN DARAH YANG SAH,YAKNI HUBUNGAN DARAH YANG TERJADI SEBAGAI AKIBAT
ADANYA PERKAWINANYANG SAH.
HUBUNGAN DARAH YANG TIDAK SAH,YAKNI HUBUNGAN DARAH YANG TIMBUL AKIBAT
TERJADINYA DILUAR PERKAWINAN YANG SAH
18. .
.
Pewaris adalah orang yang memiliki harta kekayaan yang akan
diteruskannya atau akan dibagi-bagikan kepada para waris setelah ia wafat.
Jadi Pewaris adalah “empunya” harta peninggalan.
Dilihat dari sistem kewarisan, maka ada pewaris kolektif, pewaris mayorat
dan pewaris individual.
o Disebut pewaris kolektif, apabila ia meninggalkan harta miliknya bersama untuk
para waris.
o Pewaris mayorat, apabila pewaris akan meninggalkan harta milik bersama untuk
diteruskan kepada anak tertua.
o Pewaris individual, apabila pewaris akan meninggalkan harta miliknya yang
akan dibagi-bagi kepada para ahli waris atau warisnya.
Waris adalah orang yang mendapat harta warisan, sedangkan ahli waris orang
yang berhak mendapat harta warisan.
Jadi semua orang yang kewarisan adalah waris, tetapi tidak semua
waris adalah ahli waris.
PEWARIS DAN WARIS
19. .
.
Misalnya
Dalam kekerabatan Parilinial semua anak laki-laki adalah ahli waris,
sedangkan anak-anak wanita bukan ahli waris, tetapi mungkin mendapat
warisan sebagai waris.
atau
Dalam sistem mayorat anak tertua yang berhak sebagai
ahli waris utama sedangkan saudara yang lain sebagai ahli waris
pengganti atau waris saja.
Atau
Dalam sistei waris individual, semua anak kandung sah adalah ahli waris
yang berhak atas bagian warisan tertentu, sedangkan anak angkat,
hanya sebagai waris.
20. .
PEWARISAN
Disamping istilah-istilah Waris, Ahli Waris, Warisan
atau Harta Warisan, juga terdapat istilah Pewarisan.
Pewarisan disini adalah proses penerusan harta
peninggalan atau warisan dari pewaris kepada
ahli waris dan warisnya.
Dilihat dari sistem pewarisan, maka dapat dibedakan
antara sistem penerusan kolektif dan mayorat pada
masyarakat yang kekerabatannya bersifat patrialinial dan
matrinial terhadap harta pusaka dan penerusan yang
idividual pada masyarakat yang kekeluargaannya bersifat
parental terhadap harta yang bukan harta pusaka, tetapi
merupakan harta pencarian (harta bersama) orang tua saja.
Singkatnya penerusan harta yang dapat dibagi-bagi dan
harta yang tidak dapat dibagi-bagi.
.
21. .
.
Dalam perkembangannya, dikarenakan keterbatasan harta pusaka,
sedangkan para ahli waris dan waris bertambah banyak, maka sistem pewarisan
yang kolektif dan mayorat berangsur-angsur mengikuti jejak mayarakat yang
parental dengan sistem pewarisan yang individual.
Dalam penerusan harta warisan yang bersifat individual, dimana harta waris itu
dibagi-bagi kepada para ahli waris, pewarisannya dapat terjadi sebelum
dan / atau pewaris meninggal dunia.
Misalnya dalam kehidupan masyarat Jawa, pewarisan harta warisan ini dikala
pewaris masih hidup dikenal dengan sebutan “litiran”.
Sistem litiran ini berlaku dengan cara penunjukan dalam bentuk hibah-wasit tertulis
atau tidak tertulis berupa pesan “weling”,”wekas” dari orang tua pewaris kepada
para warisnya ketika hidupnya.
Penunjukan ini dilakukan dengan menunjukan harta warisan tertentu (garisan)
atau menunjukan jenis barangnya (perangan) bagi waris tertentu.
22. .
.
Di Aceh, apabila dilakukan wasiat maka harta yang dapat
dipesankan bagi waris tidak boleh melebihi dari 1/3 jumlah
seluruh warisan, apabila melebih 1/3 bagian maka dikala
diadakan pembagian warisan setelah pewaris wafat dapat
ditarik kembali yang lebih itu.
Secara umum setelah pewaris wafat maka harta warisnya
harus dibagi-bagikan kepada ahli waris atas dasar hak waris
dan kasih sayang.
Tetapi, anak-anak yang berhak mewarisi belum mampu
untuk menguasai dan memiliki bagian warisannya,
dikarenakan mesih kecil atau tidak mampu akal pikirnya
atau ahli waris bersangkutan belum “dapat hadir” pada saat
pembagian warisan maka orang tua yang masih hidup tetap
menguasai harta warisan itu untuk kepentingan para ahli
waris dan anak-anaknya.
23. .
.
Jika sebagian anak ada yang belum dewasa dan sebagian sudah
dewasa dan mandiri dan atau dikarenakan diantara waris ada yang
minta agar warisan dibagikan, maka warisan dapat dibagikan kepada
yang bersangkutan dengan memperhitungkan kebutuhannya.
Sedangkan bagi ahli waris yang belum hadir atau masih kecil maka
warisnya menjadi “waris gantungan”, menunggu sampai ahli waris
tersebut dapat hadir atau menjadi dewasa, sedangkan warisan
bagiannya itu masih tetap dikuasai oleh ibunya atau saudaranya yang
diserahkan mengurus warisan itu.
24. .
.
Sistem pembagian harta peninggalan atau warisan harus dilakukan
dengan musyawarah keluarga para waris, yang dipimpin oleh ibu atau salah
seorang ahli waris yang mampu menjadi penengah dan dapat berlaku adil,
atau jikalau tidak ada dapat meminta para paman saudara dari
ayah atau ibu.
Dikarenakan keadaan harta warisan dan keluarga para ahli waris dan waris
tidak sama maka tidak ada kesamaan jumlah banyak dan
jenis warisan yang diberikan.
Ada keluarga yang membagikan warisannya atau dasar kesamaan hak
antara hak antara ahli waris pria dan wanita, ada yang ahli waris pria dua
kali sebanyak bagian warisan wanita, ada yang didasarkan pada jenis
warisannya, dan ada pula yang diberi bagian warisan atas
dasar kasih sayang (welas kasih).
25. .
.
Jika terjadi perselisihan dalam pembagian warisan
diantara para ahli waris, maka selalu diusahakan
penyelesaian dengan rukun dan damai, dalam hubungan
kekeluargaan untuk menjaga agar perjalanan arwah dari
pewaris (orang tua) di alam baka tenang dan tidak
terganggu oleh silang sengketa para ahli waris yang
ditinggalkannya.