2. Pokok Bahasan
DALIL – DALIL AL-QUR’AN WAJIBNYA
KHILAFAH
Ayat-Ayat Yang Pelaksanaannya
Ditugaskan Secara Khusus Hanya
Kepada Seorang Khalifah (Imam)
QS Al Baqarah: 30
QS An Nisa’ : 58
QS An Nisa’ : 59
QS Al Maidah: 48 dan 49
4. QS AL BAQARAH :
30
تعاىل هللا قال
( :
ِل
َ
كُّب َ
ر َال
َ
ق
ْ
ذِإ َ
و
ِّ
نِإ ِ
ة
َ
كِئ
َٰٓ َ
ل َم
ْ
ل
ة
َ
يفِل
َ
خ ِ
ض ْ
ر
َ ْ
ٱْل ِ
ّ
ف ٌل ِ
اع َ
ج
[ )
الب
قرة
:
30
.]
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi."
(QS Al Baqarah : 30).
5. QS AL BAQARAH :
30
ي
القرطب اإلمام قال
( :
ي
ّ
ف أصل اآلية وهذه
لتجتمع ،ويطاع له يسمع وخليفة إمام نصب
الخليفة أحكام به وتنفذ ،الكلمة به
[ ).
القرط
، ي
ب
ج ،آن
القر ْلحكام الجامع
1
ص
81
.]
Imam Al Qurthubi berkata,“Ayat ini adalah dasar
dalam pengangkatan seorang Imam atau Khalifah
yang didengar dan ditaati, agar terjadi kesatuan
pendapat umat dan agar dapat diterapkan hukum-
hukum Khalifah."
(Imam Al Qurthubi, Al Jami’ li Ahkam Al Qur`an, Juz I, hlm. 81).
6. QS AL BAQARAH :
30 Analisis Wajhul Istidlal (cara memahami dalil)
Cara memahami ayat di atas, yaitu QS Al
Baqarah : 30, khususnya pemaknaan kata
“khalifah”, menggunakan pemaknaan secara
dalaalah muthaabaqah.
Dalaalah Muthaabaqah adalah pemaknaan
suatu kata yang mencakup semua yang
dikandung oleh kata itu.
(‘Atha bin Khalil, Taisir Al Wushul Ila Al Ushul,
hlm.154; M. Husain Abdullah, Al Wadhih fi Ushul Al
Fiqh, hlm. 353)
7. QS AL BAQARAH :
30
Contoh pemaknaan secara dalaalah
muthaabaqah, pemaknaan kata “shadaqah”
yang terdapat dalam QS Al Baqarah : 264, yang
mencakup semua kata “shaqadah” baik
shadaqah sunnah maupun shadaqah wajib
(zakat).
Firman Allah SWT :
َ
د َ
ص وا
ُ
ل ِ
طْب
ُ
ت
َ
َل وا
ُ
ن َآم َ
ين ِ
ذ
َّ
ال ا َ
هُّي
َ
أ يا
ى
َ
ذ
َ ْ
اْل َ
و ِ
ن َم
ْ
الِب م
ُ
كِات
َ
ق
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu membatalkan (pahala) shadaqah-
shadaqahmu, dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima). (QS Al
Baqarah : 264).
8. QS AL BAQARAH :
30
Pemaknaan secara dalaalah muthaabaqah,
berbeda dengan pemaknaan dalaalah at
tadhammun, yaitu pemaknaan suatu kata yang
hanya mencakup sebagian makna yang
dikandung oleh kata itu.
(‘Atha bin Khalil, Taisir Al Wushul Ila Al Ushul, hlm.154;
M. Husain Abdullah, Al Wadhih fi Ushul Al Fiqh, hlm. 353)
Contoh dalaalah at tadhammun, pemaknaan
kata “shadaqah” dalam QS At Taubah : 60,
yang hanya berarti “shadaqah yang wajib”
(zakat) saja.
9. QS AL BAQARAH :
30
Firman Allah SWR
َ
س َم
ْ
ٱل َ
و ِء
ٓ
اَ
ر
َ
ق
ُ
ف
ْ
لِل
ُ
ت
َ
ق
َ
د َّ
ٱلص ا َم
َّ
نِإ
َ
هْي
َ
ل
َ
ع َّ
يِل ِ
م َع
ْ
ٱل َ
و ِ
ّ
ي ِ
ك
ِ
ة
َ
ف
َّ
ل
َ
ؤ ُم
ْ
ٱل َ
و ا
َ
و َّ
ي ِ
مِ
ر
َ
غ
ْ
ٱل َ
و ِ
اب
َ
قِ
ٱلر ِ
ّ
ف َ
و ْ
م ُ
ه ُوب
ُ
ل
ُ
ق
ٱل ِ
نْٱب َ
و ِ
َّ
ٱَّلل ِ
يلِب َ
س ِ
ّ
ف
ۖ ِ
يلِب َّ
س
َ
ح ٌ
يمِل َع ُ َّ
ٱَّلل َ
و ۗ ِ
َّ
ٱَّلل َ
ن ِم ة
َ
يضِ
ر
َ
ف
ٌ
يم ِ
ك
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-
pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka
yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS At Taubah :
60)
10. QS AL BAQARAH :
30
Demikian pula, cara memahami kata “khalifah”
dalam QS Al Baqarah : 30 tadi.
Pemaknaan yang digunakan oleh Imam
Qurthubi, adalah pemaknaan secara dalaalah
muthaabaqah,
Yaitu, kata “khalifah” dalam ayat tersebut
mencakup semua makna “khalifah”, yaitu :
Pertama, khalifatullah fil ardhi (yaitu
khalifah sebagai pengganti Allah di muka
bumi).
Kedua, khalifatu rasulillah (yaitu khalifah
dalam arti pengganti Rasulullah sebagai
pemimpin negara Khilafah).
11. QS AL BAQARAH :
30
Maka dari itu, makna “khalifah” dalam QS Al
Baqarah : 30 tadi, secara syar’i memang absah
jika diartikan “khalifah” sebagai pemimpin
Negara Khilafah,
Jadi kata “khalifah” dalam QS Al Baqarah : 30
tidak tepat jika dibatasi hanya pada pengertian
“khalifatullah fil ardhi” semata.
Demikianlah, maka ayat QS Al Baqarah : 30
tersebut, memang layak untuk dijadikan salah
satu dalil yang mewajibkan pengangkatan
khalifah (nashbul khalifah) dalam Negara
Khilafah, sebagaimana penafsiran Imam
Qurthubi. Wallahu a’lam
12. QS AL BAQARAH :
30
Maka dari itu, makna “khalifah” dalam QS Al
Baqarah : 30 tadi, secara syar’i memang absah
jika diartikan “khalifah” sebagai pemimpin
Negara Khilafah,
Jadi kata “khalifah” dalam QS Al Baqarah : 30
tidak tepat jika dibatasi hanya pada pengertian
“khalifatullah fil ardhi” semata.
Demikianlah, maka ayat QS Al Baqarah : 30
tersebut, memang layak untuk dijadikan salah
satu dalil yang mewajibkan pengangkatan
khalifah (nashbul khalifah) dalam Negara
Khilafah, sebagaimana penafsiran Imam
Qurthubi. Wallahu a’lam
16. QS
AN NISA’ : 58
Wajhul istidlal (cara memahami dalil) sbb :
Allah SWT telah mengarahkan khithab untuk
menunaikan berbagai amanat ini kepada ahlinya, dan
amanah ini maknanya umum meliputi semua amanah.
Agama Islam itu adalah amanah, syariah adalah
amanah, menjalankan hukum Syariah Islam juga
amanah. (Manna’ Khalil Al Qaththan, Wujub Tahkim Al
Syariah, hlm. 126)
Menjalankan hukum Syariah Islam ini menuntut
pengangkatan seorang khalifah bagi kaum muslimin,
karena menjalankan hukum Syariah Islam ini tidak
mungkin terlaksana kecuali dengan pengangkatan
seorang khalifah bagi kaum muslimin.
Maka perintah menunaikan amanah ini menunjukkan
wajibnya mengangkat seorang Khalifah bagi kaum
muslimin.
17. QS
AN NISA’ : 58
Analisis Wajhul Istidlal :
Cara memahami ayat di atas, yaitu QS An
Nisa` : 58, disebut dalalatul iltizam,
Yaitu menarik suatu makna yang berupa
makna dzihni (pemahaman dalam pikiran),
yang merupakan konsekuensi logis dari
makna lafzhi (pemahaman lafal secara
harfiyah).
Makna lafzhi-nya, wajib menunaikan
amanah secara umum (termasuk amanah
menjalankan Syariah Islam). Makna dzihni-
nya, wajib mengangkat khalifah untuk
menjalankan Syariah Islam itu.
18. QS
AN NISA’ : 58 Syaikh Muhammad Husain Abdullah dalam
kitab Ushul Fiqihnya berkata :
ي
ّ
اللفظ ّ
للمعب المالزم ي
ّ
الذهب ّ
المعب هو امّ
اإللر داللة
Dalalatul iltizam adalah suatu makna yang ada
dalam pikiran (makna dzihni) yang merupakan
konsekuensi logis dari makna lafzhi (makna
yang diambil dari ayat atau hadis secara
harfiyah).
(Muhammad Husain, Abdullah, Al Wadhih fi Ushul Al Fiqh, hlm.
354)
20. QS
AN NISA’ : 58
Contoh Dalalatul iltizam :
Kewajiban mendirikan akademi militer dan pabrik alutsista
(alat utama sistem persenjataan), yang dipahami dari
Firman Allah SWT :
ِ
ر ن ِ
م َ
و ٍة َّ
و
ُ
ق ن ِم م
ُ
ت ْع
َ
ط
َ
ت ْ
ٱس ا َّم م ُ
ه
َ
ل
۟
وا
ُّ
د ِ
ع
َ
أ َ
و
َ
عۦ ِهِب
َ
ونُب ِ
هْ
ر
ُ
ت ِ
لْي
َ
خ
ْ
ٱل ِ
اطَب
ِ
َّ
ٱَّلل َّ
و
ُ
د
ُ
ه
َ
ون ُم
َ
ل ْع
َ
ت
َ
َل ْ
م ِهِون
ُ
د ن ِ
م َ
ينِ
ر
َ
اخَء َ
و ْ
م
ُ
كَّ
و
ُ
د
َ
ع َ
و
ُ
ق ِ
نف
ُ
ت ا َم َ
و ۚ ْ
م ُ
ه ُم
َ
ل ْعَي ُ َّ
ٱَّلل ُ
م
ن ِ
م
۟
وا
ُ
نت
َ
أ َ
و ْ
م
ُ
كْي
َ
لِإ
َّ
ف َ
وُي ِ
َّ
ٱَّلل ِ
يلِب َ
س ِ
ّ
ف ٍء ْ َر
ش
َ
ون ُم
َ
ل
ْ
ظ
ُ
ت
َ
َل ْ
م
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa
saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang
ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu)
kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan
orang orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja
yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan
dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan
dianiaya (dirugikan).” (QS Al Anfaal : 60)
21. QS
AN NISA’ : 58 Firman Allah SWT dalam QS Al Anfaal ayat 60
tersebut itu, disebut lafal ayat,
Makna lafzhi ayat ini, wajib hukumnya kaum
muslimin melakukan I’dad (mempersiapkan diri
untuk berperang).
Makna dzihni ayat ini, wajib hukumnya ada
akademi militer dan pabrik alutsista, untuk
I’dad tersebut.
(Abdul Qadim Zallum, Al Amwal fi Daulah Al Khilafah, hlm.
128).
22. QS
AN NISA’ : 58 Selain memahami ayat secara Dalalatul iltizam,
ayat ini (QS Al Nisa` : 58), ayat ini juga
dipahami dengan kaidah ushuliyah untuk
bentuk kata umum (shighat al ‘aam), untuk
kata “al amaanaat”.
Kata ات
َ
ان َم
َ ْ
اْل merupakan bentuk kata isim jamak
yang dima’rifatkan dengan alim laf jinsiyyah
atau alif lam istighriqiyyah, yang merupakan
salah bentuk kata umum (min shiyagh al
‘umum).
23. QS
AN NISA’ : 58 Kata Syekh ‘Atha` bin Khalil :
اقيةراإلستغأو الجنسية بأل المعرف الجمع العموم صيغ من
تعاىل قوله ي
ّ
ف الرجال لفظ مثل
:
ترك مما نصيب للرجال
نصيب وللنساء واْلقربون الوالدن
(
النساء
:
7
)
“Termasuk bentuk kata umum, adalah isim jamak
yang dima’rifatkan dengan alif lam jinsiyyah atau alif
lam istighraqiyyah, seperti kata “ar rijaal” dalam
firman Allah SWT dalam QS An Nisaa` : 7”.
(Syekh ‘Atha` bin Khalil, Taisiir Al Wushuul Ilaa Al Ushuul,
hlm. 203).
27. QS AN-NISA’
[4]: 59
Wajhul istidlal (cara memahami dalil) sbb :
Allah SWT telah mewajibkan kaum muslimin untuk
mentaati ulil amri di antara mereka, yaitu para
Imam.
Perintah untuk mentaati ulil amri itu adalah dalil
untuk mengangkat ulil amri, sebab tak mungkin
Allah memerintahkan taat kepada pihak yang tidak
ada, dan tidak mungkin pula Allah mewajibkan
mentaati orang yang keberadaannya hanya
disunnahkan (mandub).
Maka perintah mentaati itu menghendaki adanya
perintah untuk meng-ada-kan ulil amri.
Maka perintah ini menunjukkan wajibnya
mengangkat seorang Imam bagi kaum muslimin.
(Abdullah Ad Dumaiji, Al Imamah Al ‘Uzhma ‘Inda Ahlis Sunnah
wal Jamaah, h. 47; Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al
Islamiyyah, Juz II, hlm. 14).
28. QS AN-NISA’
[4]: 59
Analisis Wajhul Istidlal :
Cara memahami ayat di atas, yaitu QS An
Nisa` : 59, disebut dalalatul iltizam,
Yaitu menarik suatu makna yang berupa
makna dzihni (pemahaman dalam pikiran),
yang merupakan konsekuensi logis dari
makna lafzhi (pemahaman lafal secara
harfiyah).
Makna lafzhi-nya, wajib mentaati Ulil Amri.
Makna dzihni-nya, wajib mengangkat Ulil
Amri.
(Muhammad Husain, Abdullah, Al Wadhih fi Ushul Al Fiqh, hlm.
354)
33. QS AL MA`IDAH
[5] : 48 DAN AL
MA`IDAH [5] 49
Wajhul istidlal (cara memahami dalil) sbb :
Ini adalah perintah Allah SWT kepada Rasul-Nya
untuk menegakkan hukum di antara kaum
muslimin dengan apa yang diturunkan Allah,
yaitu dengan Syariat-Nya.
Khithab dari Allah kepada Rasul-Nya adalah juga
khithab kepada umatnya, selama tidak terdapat
dalil yang mengkhususkan khithab hanya untuk
Rasul-Nya.
Di sini tidak terdapat dalil pengkhususan khithab
kepada Rasul, maka ini adalah khithab kepada
kaum muslimin semuanya untuk menegakkan
hukum yang diturunkan Allah, hingga Hari
Kiamat.
34. QS AL MA`IDAH
[5] : 48 DAN AL
MA`IDAH [5] 49
Dan menegakkan hukum [yang diturunkan Allah]
tidaklah mungkin berlangsung kecuali dengan
mengangkat seorang Imam (Khalifah) yang
memegang urusan itu, karena ini adalah salah
tugas Imam Khalifah) itu.
Maka dua ayat yang memerintahkan menegakkan
hukum yang diturunkan oleh Allah, adalah dalil
yang mewajibkan mengangkat seorang Imam
(Khalifah) yang akan melakukan tugas tersebut.
(Abdullah Ad Dumaiji, Al Imamah Al ‘Uzhma ‘Inda Ahlis Sunnah wal
Jamaah, h. 48; Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al
Islamiyyah, Juz II, hlm. 13)
35. QS AL MA`IDAH
[5] : 48 DAN AL
MA`IDAH [5] 49
Analisis Wajhul istidlal (cara memahami dalil) :
Cara memahami dua ayat di atas, menggunakan
dalalatul iltizam, yaitu:
Lafal ayat dua ayat tersebut, menghasilkan makna
lafzhi, yaitu kewajiban menegakkan hukum yang
diturunkan Allah.
Selanjutnya, makna lafzhi ini menuntut adanya
makna dzihni, yaitu makna dalam pikiran kita
yang menjadi konsekuensi logisnya, yaitu wajib
ada seseorang yang diangkat untuk memimpin
penegakan hukum yang diturunkan Allah itu,
yaitu seorang Imam (Khalifah).
36. QS AL MA`IDAH
[5] : 48 DAN AL
MA`IDAH [5] 49
Selain itu, cara memahami dua ayat di atas, juga
menggunakan kaidah ushuliyah mengenai
keumuman dalil, yang berbunyi :
ما ْلمته خطاب وسلم عليه هللا صىل الرسول وخطاب
به يخصصه دليل يرد لم
“Khithab dari Allah kepada Rasul-Nya [perintah atau
larangan dari Allah] adalah juga khithab kepada
umatnya, selama tidak terdapat dalil yang
mengkhususkan khithab tersebut hanya untuk Rasul-
Nya.”
(Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, Juz III
(Ushul Fiqh), hlm. 246).
38. AYAT-AYAT
LAINNYA
قال
الشيخ
عبد
هللا
، ي
الدميج
اإلمامة
العظىم
عند
أهل
السنة
والجماعة
ص
49
:
ومن
اْلدلة
آنية
رالق
ا
ً
أيض
(
عىل
وجوب
نصب
إمام
)
جميع
آيات
الحدود
والقصاص
ونحوها
من
اْلحكام
ي
الب
يلزم
القيام
بها
وجود
اإلمام
.
Telah berkata Syaikh Abdullah Ad Dumaiji dalam
kitabnya Al Imamah Al ‘Uzhma ‘Inda Ahlis Sunnah
wal Jama’ah hlm. 49 :
“Di antara dalil-dalil Al Qur`an juga mengenai
wajibnya mengangkat seorang Imam (Khalifah) adalah
semua ayat tentang huduud, qishash, dan hukum-
hukum semisalnya yang pelaksanaannya mewajibkan
adanya seorang Imam (Khalifah).”
39. AYAT-AYAT
LAINNYA
Contohnya :
1) Ayat tentang kewajiban qishash (QS Al
Baqarah : 178)
2) Ayat tentang kewajiban potong tangan bagi
pencuri (QS Al Maidah : 38)
3) Ayat tentang kewajiban hukuman cambuk
bagi pezina ghairu muhshon (belum
menikah) (QS An Nuur : 2)
4) Ayat hukuman untuk penuduh zina (QS An
Nuur : 4). Dan lain-lain.
Ayat-ayat tersebut tidak boleh dilaksanakan
oleh individu, karena memang ditugaskan
khusus kepada seorang Imam (Khalifah).
40. AYAT-AYAT
LAINNYA
Dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al
Kuwaitiyyah disebutkan :
نائبهأو اإلمام إال الحد يقيم ال أنه عىل الفقهاء اتفق وقد
“Para fuqoha telah sepakat bahwa tidak boleh ada
yang melaksanakan sanksi huduud, kecuali Imam
(Khalifah) atau wakilnya.”
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Juz V, hlm.
280).
Maka ayat-ayat yang terkait dengan hudud, dan
semisalnya, berarti telah mewajibkan
pengangkatan seorang Imam (Khalifah) agar
dapat terlaksana. Wallahu a’lam.