Dokumen tersebut membahas tentang fungsi Al-Quran dan hadis. Al-Quran berfungsi sebagai petunjuk, pembeda antara yang benar dan salah, obat, dan nasehat. Sedangkan hadis berfungsi sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Al-Quran, menguatkan hukum Al-Quran, menjelaskan hukum yang bersifat umum, dan menetapkan hukum baru. Dokumen ini juga menjelaskan pentingnya memahami agama Islam
Slide ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Agama Islam II di Universitas Islam "45" Bekasi.
Boleh dicopy-paste dan disebarluaskan. ^^
Slide ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Agama Islam II di Universitas Islam "45" Bekasi.
Boleh dicopy-paste dan disebarluaskan. ^^
PPT ini merupakan tugas yang diberikan oleh Dosen: Khoirul Anwar, M.Ag
Disusun oleh kelompok 2 kelas IF B1
Dengan tema Al- Qur'an dan wahyu
Terimakasih....
PPT ini merupakan tugas yang diberikan oleh Dosen: Khoirul Anwar, M.Ag
Disusun oleh kelompok 2 kelas IF B1
Dengan tema Al- Qur'an dan wahyu
Terimakasih....
Movimente a sua empresa - M&M Comunicação e MarketingSyane Moreira
Formada por profissionais com mais de 10 anos de experiência no mercado, a M&M traz soluções de Comunicação e Marketing que cabem no orçamento de pequenas empresas e startups.
Payday Loans For Saving Account- Enjoy quick fiscal aid with online processMok Anderson
Those who require money and have little time to arrange funds can opt for payday loans for saving account and access easy funds without facing trouble of complicated applying procedures that eats up time and delays the approval. These short term financial assistance helps in overcoming any unplanned financial shortage and ideal to apply in emergency.
Source from: http://www.paydayloansforsavingsaccounts.org/faqs.html
Berikut adalah sebagian besar dari prinsip-prinsip dasar Ahlussunnah wal Jama`ah yang pada hakikatnya adalah prinsip-prinsip Dinul Islam yang murni seperti yang disampaikan Rosululloh tanpa tercampur unsur-unsur dari luar wahyu Ilahi.
1. KELOMPOK I:
1. FEBI MARLIZA
2. KARTIKA SARI
3. RAIHAN AKBAR MUHAMMAD
4. MUHAMMAD AZMI AJI
2. FUNGSI AL-QUR’AN DAN HADIST
A. AL-QUR’AN
Dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa ia adalah ugeran yang membedakan dan
bahkan memisahkan antara yang hak dan yang batil atau antara yang benar dengan
yang salah. Allah berfirman, “Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-
Qur’an yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil) … (QS Al-
Baqaroh [2] : 185).
c. Al-Syifa (Obat)
Al-Qur’an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai obat bagi penyakit yang ada di
dalam dada (mungkin yang dimaksud disini adalah penyakit psikologis). Allah
berfiman, “Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh dari penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada…”(QS
Yunus [10] : 57).
d. Al Mau’idzoh (nasehat)
Dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai nasehat bagi orang-orang
bertaqwa. Allah berfirman, “Al-Qur’an ini adalah penerangan bagi seluruh
manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang bertaqwa” (QS Ali-Imron [3]:
138)
Demikianlah fungsi Al-Qur’an yang diambil dari nama-namanya yang difirman Allah
dalam Al-Qur’an. Sedang fungsi Al-Qur’an dari pengalaman dan penghayatan
terhadap isinya bergantung pada kualitas ketaqwaan invidu yang bersangkutan.
Dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa ia adalah ugeran yang membedakan dan
bahkan memisahkan antara yang hak dan yang batil atau antara yang benar dengan
yang salah. Allah berfirman, “Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-
Qur’an yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil) … (QS Al-
Baqaroh [2] : 185).
c. Al-Syifa (Obat)
3. Al-Qur’an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai obat bagi penyakit yang ada di
dalam dada (mungkin yang dimaksud disini adalah penyakit psikologis). Allah
berfiman, “Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh dari penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada…”(QS
Yunus [10] : 57).
d. Al Mau’idzoh (nasehat)
Dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai nasehat bagi orang-orang
bertaqwa. Allah berfirman, “Al-Qur’an ini adalah penerangan bagi seluruh
manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang bertaqwa” (QS Ali-Imron [3]:
138)
Demikianlah fungsi Al-Qur’an yang diambil dari nama-namanya yang difirman Allah
dalam Al-Qur’an. Sedang fungsi Al-Qur’an dari pengalaman dan penghayatan
terhadap isinya bergantung pada kualitas ketaqwaan invidu yang bersangkutan.
A. FUNGSI HADIST
Hadist nabi Muhammad saw dapat dibedakan menjadi 3 bentuk yaitu sebagai
berikut:
1. Hadist qauliyah yaitu hadist atas dasar segenap perkataan (ucapan) nabi
Muhammad saw
2. Hadist fi’liyah yaitu hadist atas dasar perilaku (perbuatan) yang dilakukannabi
Muhammad saw
3. Hadist Taqririyah adalah hadist atas dasar persetujuan nabi Muhammad saw
terhadap apa yang dilakukan oleh para sahabatnya artinya nabi Muhammad saw
memberikan penafsiran atau perbuatan yang dilakukan sahabatnya dalam suatu
hukum Allah swt atau nabi diam sebagai tanda persetujuan (boleh) atas perbuatan-perbuatan
sahabat nabi Muhammad saw.
Adapun kedudukan atau fungsi hadist nabi Muhammad saw dalam hukum Islam
adalah sebagi berikut:
∎ Sebagai sumber hukum Islam yang kedua. Ada beberapa hukum yang tidak
disebutkan di dalam Al-Qur’an. Rasulullah saw, kemudian menjelaskan hukumnya
baik dengan perkataan, perbuatan maupun dengan penetapan. Dalil hukumnya
4. menjadi sunnah karena apa yang dilakukan Rasulullah itu tidak lain penjabaran dari
prinsip-prinsip yang sudah ada dalam Al-Qur’an. Firman Allah swt sebagai berikut:
“….Apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah dia dan apa yang di
larangnya bagimu maka tinggalkanlah…” (QS. Al Hasyr: 7). “ Sesungguhnya telah
ada pula diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik” (QS. Al Ahzab: 21). “Katakanlah:
taatilah Allah dan RasulNya, jika kamu berpaling maka sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang kafir” (QS Ali Imran :32). “ Barangsiapa yang mentaati rasul
itu sesungguhnya ia telah mentaati Allah dan barangsiapa yang berpaling (dari
ketaatan itu), maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemeliharaan bagi
mereka” (QS An Nisa:80)
∎ Sebagai penguat dan pengukuh hukum yang tealh disebutkan Allah didalam
kitabnya, sehingga keduanya yaitu Al-Qur’an dan hadist menjadi sumber hukum
yang saling melengkapi dan menyempurnakan
∎ Sebagai penjelas atau perincian terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih
bersifat umum. Umpamanya, perintah shalat didapati dalam Al-Qur’an, tetapi tidak di
jelaskan tentang cara melaksanakannya, banyak rakaatnya, serta rukun dan syarat-syaratnya,
Rasulullah saw melalui hadist menjelaskan semua itu sehingga umatnya
tidak menajalani kesulitan untuk melaksanakan perintah tersebut. Demikian pula
halnya dengan perintah puasa dan haji yang telah terdapat di dalam Al-Qur’an
tetapi tidak dijelaskan tentang pelaksanaannya secara terperinci, Rasulullah
kemudian menjelaskan dengan perbuatannya melalui praktek (tata krama) atau
secara normatif dalam menjalanakan perintah Allah swt tersebut, Firman Allah swt:
“.. Dan kami turunkan Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa
yang telah diturunkankepada merekan…” (QS An-Nahl: 44)
∎ Menetapkan hukum-hukum tidak terdapat dalam Al-Qur’an, hadist juga dapat
berfungsi untuk menetapkan hukum apa bila di dalam Al-Qur’an tidak dijumpai
seperti halnya keharaman seorang laki-laki untuk menikah dengan bibi istrinya
dalam waktu yang bersamaan. Perhatikan terjemahan hadist berikut ini
“ Dilarang seseorang mengumpulkan (mengawini secara bersama) seorang
perempuan saudaranya perempuan dari ayahnya serta seorang perempuan dengan
saudara perempuan dari ibunya” (HR. Bukhori-Muslim)
5. Hadist merupakan sumber hukum ke dua setelah Al-Qur’an hal ini bukan berarti
bahwa nabi Muhammad saw, sebagai penetap hukum atau memiliki kapasitas
sebagai pembuat hukum melainkan Allah swt. sendiri yang memberikan keputusan
melalui perantara yakni rasulNya.
6. CARA-CARA MEMPERFUNGSIKAN AL-QUR’AN
DAN HADIST
Bingung, pusing, heran, itulah yang dirasakan kalau memikirkan banyaknya kelompok dalam
Islam. Bagaimana bisa berbeda dan berpecah belah, padahal katanya sama-sama berpegang
teguh pada Al-Quran dan Al-Hadits. Koq bisa beda dalam memberikan jawaban dan
menyikapi permasalahan, padahal dalilnya sama dari ayat Al-Quran dan Al-Hadits juga.
Apakah tidak ada suatu metode atau cara yang tepat dan benar dalam memahami dan
mengamalkan ajaran Islam?
Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman:
۔ الْيَوْمََ أكَْمَلْ تَ لَ كمَْ دِينَ كمَْ وَأَتْمَمْ تَ عَلَيْ كمَْ نِعْمَتِي وَرَضِي تَ لَ ك مَ الإسَْلاممََ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu
nikmat-Ku dan telah Kuridhai Islam sebagai agama bagimu”. (QS. Al-Maidah: 3).
Kesempurnaan dan kejelasan ajaran Islam pun telah ditegaskan oleh Nabi shallallahu ’alaihi
wasallam di dalam hadits berikut ini:
قَدَْ تَرَكْت ك مَْ عَلَى الْبَيْضَاءَِ لَيْل هَا كَنَهَارِهَا لََ يَزِيْ غَ عَنْهَا بَعْدِيَْ إِلَا هَالِ كَ
“Sungguh telah aku tinggalkan bagi kalian (syariat) yang putih cemerlang (jelas), malamnya
seperti siangnya. Tidak akan menyeleweng daripadanya sepeninggalku melainkan dia akan
binasa”. (HR. Ibnu Majah I/16 no.43, dan Ahmad IV/126 no.17182, dari jalan Al-
‘Irbadh bin Sariyah rodhiyallahu anhu).
Juga diriwayatkan dari Muththalib bin Hanthab radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu
’alaihi wasallam bersabda:
مَا ترََكْ تَ شَيْئًا مِاما أمََرَك م اللَ بِهَِ إِلَا قَدْ أمََرْت ك مَْ بِهَِ, وَمَا ترََكْ تَ شَيْئًا مِاما نهََاك مَْ عَنْهَ إِلَا قَدْ نَهََيْت ك مَْ عَنْهَ
“Tidak kutinggalkan sesuatu pun dari yang Allah perintahkan kecuali telah aku perintahkan
kepada kalian, dan tidaklah aku tinggalkan sedikit pun perkara yang Allah larang melainkan
sungguh telah aku larang kalian dari padanya”. (HR. Imam Asy-Syafi’i di dalam
Musnadnya I/233 no.1153).
Jelas sudah bagi yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya bahwa Islam telah
sempurna dan lengkap serta tidak membutuhkan perubahan dan penambahan atau
pengurangan. Selain itu, Allah sendiri yang menjamin kemurniannya, seperti dalam firman-
Nya:
إِناا نََحْ ن نَزلْنَا اَلذِ كْرَ وََإِناا لََه لََحَافِ ظونََ
7. “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Adz-Dzikr (Al-Quran) dan sesungguhnya Kamilah
yang menjaganya”. (QS. Al-Hijr: 9).
Sebagaimana Allah telah menjamin keaslian Al-Quran, seperti itu pulalah Allah menjamin
kemurnian Islam. Karena itu tidak akan ada pertentangan apapun di antara segala perkara
yang terdapat di dalamnya. Sebagaimana firman-Nya: أفََلام يََتدََبا رونَ اَلْق رْآنَ وََلَوْ كََانَ مَِنْ عَِنْدِ غََيْرِ اَاللَِّ
لَوَجَد وا فَِيهِ اَخْتِلامفًا كََثِيرًا “Apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Sekiranya Al-Quran itu
bukan dari sisi Allah, tentu mereka akan mendapatkan pertentangan yang banyak di
dalamnya”. (QS. An-Nisa’: 82).
Demikianlah keseluruhan ajaran Islam. Pada asalnya tidak sedikit pun mengandung unsur
pertentangan. Pertentangan hingga perpecahan umat Islam di dalam memahami dan
mengamalkan ajaran Islam tidaklah terjadi melainkan disebabkan tersebarnya hawa nafsu,
syahwat, syubhat, keras hati dalam menerima kebenaran, kurang atau bahkan tidak mengikuti
tuntunan Nabi, melemah dan hilangnya sunnah dan tersebarnya bid’ah, dan
mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan seperti mencampur Islam dengan filsafat,
ilmu kalam dan lain sebagainya. Memang berbagai macam manhaj (konsep memahami
agama) yang diikuti kebanyakan umat Islam yang tidak sesuai dan tidak berdasarkan Al-
Quran dan Sunnah yang shahih, pasti tidak akan membawa manfaat apa pun, kecuali semakin
menjauhkan umat ini dari jalan yang benar.
Hal ini sebagaimana dijelaskan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam di dalam hadits
berikut:
عَنْ عََبْدِ اَللِ بَْنِ مََسْع ودٍ ،َ قََالَ :َ خََطالََنَا رََس و ل اَللِ صََلاى اَاللَّ عََلَيْهِ وََسَلامَ خََطًّا ،َ ثَ ماقََالَ :َ هََذاََ
سَبِي ل اَللِ ،َ ثَ ماخََطا خط وطًا عََنْ يَمَِينِهِ وََعَنْ شَِمَالِهِ ،َ ثَ ماقََالَ :َ هََذِهِ سَ ب ل عََلىَ كَ ل سََبِيلٍَ مَِنْهَاَ
شَيْطَا ن يََدْع و إَِلَيْهِ ،َ ثَ ماقَرََأَ :َ }َوَإِان هََذاَ صَِرَاطِي مسْتَقِيمًا فََاتابِع وه وََلَ تََتابِع وا اَلسُّبَ لَ ،َ فََتَاََرََ َ
.{بِك مْ عََنْ سََبِيلِهَِ
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata: “Bahwa Rasulullah shallallahu
’alaihi wasallam membuat garis dengan tangannya lalu berkata, “Inilah jalan Allah yang
lurus”. Kemudian membuat garis lagi di sebelah kanan dan kirinya, seraya berkata, “Ini
adalah jalan-jalan yang lain. Tiada satu pun darinya tersebut kecuali di sana ada setan yang
menyeru kepadanya”.
Kemudian beliau membaca firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Sesungguhnya ini adalah
jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia. Dan janganlah engkau mengikuti jalan-jalan lain,
karena kan mecerai-beraikanmu dari jalan-Nya. Demikian itulah Allah wasiatkan kepadamu
agar kamu bertakwa”. (HR. Ahmad I/435 no.4142).
Jelas dari dalil di atas, bahwa manhaj (metode/cara) yang benar itu hanya satu dan sikap
mengikuti manhaj selainnya akan membawa pertentangan, perpecahan, dan kesesatan.
Padahal sebelumnya, prinsip-prinsip ajaran Islam sendiri adalah satu sejak zaman Nabi Adam
hingga Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Demikian juga halnya dengan kondisi umat
yang ada.
Namun karena berbagai penyelewengan itulah akhirnya terjadi pertentangan dan perpecahan.
Hal ini dijelaskan Allah di dalam firman-Nya:
وَمَا كََانَ اَلناا سإَِل أَ امةً وََاحِدَةً فََاخْتَلَ وا وََلَوْل كََلِمَة سََبَقَتْمَِنْ رََب كَ لََقَ ضِيَ بََيْنَه مْ فَِيمَا فَِيهِ يََخْتََلِ ونََ
8. “Tidaklah manusia itu (dahulu) melainkan umat yang satu, kemudian mereka berselisih.
Kalau tidak karena ketetapan yang telah berlalu dari Rabb-mu, niscaya telah diberi
keputusan di antara mereka mengenai apa yang mereka perselisihkan”. (QS. Yunus: 19).
Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut, bahwa akan ada generasi manusia berikutnya yang
beraneka ragam agama, keyakinan, ajaran, kelompok, dasar pijakan, dan pikiran mereka.
Sedangkan Ikrimah mengatakan bahwa mereka berselisih dalam petunjuk. Tetapi di antara
mereka ada yang dikecualikan, sebagaimana firman-Nya:
وَل يََزَال ونَ مخْتَلِ يَِنَ إَِل مََنْ رََحِمَ رََبُّكََ
“Mereka senantiasa berselisih pendapat kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh
Tuhanmu”. (QS. Huud: 118-119).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Allah mengabarkan bahwa orang-orang yang
dirahmati-Nya tidak akan berselisih. Mereka adalah para pengikut Nabi dengan perkataan dan
perbuatan, dan mereka adalah ahli Al-Quran dan hadits dari umat ini”. Yakni mereka yang
mendapat rahmat Allah dari setiap pengikut para Nabi yang berpegang teguh dengan segala
yang diperintahkan agama. Mereka itu dikenal dengan golongan yang selamat (Al-Firqoh An-
Najiyah). Hal ini diperkuat dengan sabda Nabi shallallahu ’alaihi wasallam:
ألََ إَِان مََنْ قََبْلكَ مْ مَِنْ أَهَْلِ اَلْكِتَابِ اَفْترََق وْا عََلىَ ثَِنْتَيْنِ وََسَبْعِيْنَ مَِلاةً وََإِان هََذِهِ اَلْمِلَاةَ سََتََ تَْرَِ عَ ََلىََ
ثَلامَثٍ وََسَبْعِيْنَ, ثَِنْتَانِ وََسَبْعِيْنَ فَِي اَلناارِ وََوَاحِدَة فَِي اَلْجَناةِ وََهِيَ اَلْجَمََاعَةَ
“Ketahuilah, sesungguhnya orang sebelum kamu dari ahli kitab telah berpecah belah menjadi
72 kelompok. Dan sungguh umat ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. 72 berada di
neraka dan hanya satu dalam surga, yaitu al-jama’ah”. (HR. Ahmad IV/102 no.16979, Abu
Dawud II/608 no.4597, Ibnu Majah II/1322 no.3992).
Sekarang, permasalahan yang lebih penting untuk diketahui adalah manhaj (cara) yang
bagaimana dan siapa tokoh-tokoh yang harus diikuti dalam mempelajari, memahami,
meyakini, dan mengamalkan ajaran Islam tersebut?
Ciri-ciri manhaj mereka adalah berdasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini:
1. Al-Quran Al-Karim
Pedoman pertama dan paling tinggi dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam yang
paling benar dan selamat, tiada lain adalah Al-Quran Al-Karim yang merupakan wahyu Allah
subhanahu wa ta’ala. Barangsiapa yang mengingkari wajibnya berpegang teguh dengan Al-
Quran Al-Karim, maka dia itu kafir menurut kesepakatan (ijma’) umat Islam. Wajibnya
berpegang teguh dengan Al-Quran Al-Karim tampak dari firman Allah ta’ala berikut ini:
وَهَذَا كَِتَا ب أََنزلْنَاه مبَارَ ك فََاتابِع وه وََاتاق وا لََعَلاك مْ تَ رْحَ مونََ
“Dan itulah kitab. Kami telah menurunkannya dengan penuh keberkahan, maka ikutilah dan
berdakwalah agar kamu mendapat rahmat”. (QS. Al-An’am:155).
Dan dari sabda Nabi shallallahu ’alaihi wasallam:
9. ألََ وََإِن يْ تََارِ ك فَِيْك مْ ثَِقلََيْنِ, أََحَد ه مَا كَِتَا ب اَللِ عََاز وََجَال هَ وَ حََبْ ل اَللِ مََنِ اَتابعََه كََانَ عََلَىَ اَلْ هد وَمَنْ تَرََكَه كََانَ عََلىَ ضََلاملََةٍَ
“Sesungguhnya aku tinggalkan bagimu 2 perkara, salah satunya ialah kitab Allah ‘azza wa
jalla, ia itu tali Allah, barangsiapa mengikutinya, maka ia berada di atas hidayah. Barangsiapa
meninggalkannya, maka ia dalam kesesatan”. (HR. Muslim IV/1873 no.2408).
2. Hadits Nabi shallallahu ’alaihi wasallam yang shahih.
Pedoman yang kedua adalah Hadits Nabi shallallahu ’alaihi wasallam yang shahih. Hal ini
dapat dimaklumi dan tidak bisa diingkari. Dalam memahami dan mengamalkan Al-Quran Al-
Karim, baik dari segi akidah, ibadah, muamalah, adab dan akhlak tidak dapat dilepaskan dari
peranan hadits Nabi shallallahu ’alaihi wasallam, karena hadits merupakan penjelasan yang
rinci dan detail terhadap apa yang dikandung Al-Quran secara global dan umum. Bahkan ini
merupakan metode yang ditentukan oleh firman Allah ta’ala:
وَأَنزلْنَا إَِلَيْكَ اَلذِ كْرَ لَِت بَي نَ لَِلنااسِ مََا نَزلَ إَِلَيْهِمْ وََلعَلَا همْ يََتَ كََا رونََ
“Dan Kami telah menurunkan Adz-Dzikr (Al-Quran) agar kamu (Rasulullah shallallahu
’alaihi wasallam) menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka, dan agar mereka memikirkannya”. (QS. An-Nahl: 44).
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam juga bersabda:
ألََ إَِان مََنْ قََبْلَك مْ مَِنْ أَهَْلِ اَلْكِتاَبِ اَفْترََق وْا عََلَى ثَِنْتيَْنِ وََسَبْعِيْنَ مَِلاةًَ وََإِان هََذِهِ اَلْمِلاةَ سََت تََْرَِ عَ ََلَى ثَلَامَثٍ وََسَبْعِيْنَ, ثَِنْتاَنِ وََسَبْعِيْنََ
فِي اَلناارِ وََوَاحِدَة فَِي اَلْجَناةِ وََهِيَ اَلْجَمَاعَة “Ketahuilah sesungguhnya diturunkan kepadaku Al-Quran dan yang serupa bersamanya (As-
Sunnah/hadits Nabi)”. (HR. Ahmad IV/130 no.17213, dan Abu Dawud II/610 no.4604).
Berepegang dengan Al-Quran dan As-Sunnah belumlah cukup. Banyak dijumpai dalam buku
atau pengajian-pengajian yang mengupas masalah yang sama, tapi penjelasannya berbeda
atau malah berlawanan, hal ini bisa bahaya sebab kalau menyangkut masalah akidah jika
salah maka neraka akibatnya. Contohnya golongan Ahmadiyah membelokkan makna sabda
Nabi shallallahu ’alaihi wasallam, ( لَ نََبِاي بََعْدِيَْ ) “Tidak ada Nabi sesudahku”. Dengan
mengatakan bahwa, “Bersamaku tidak ada Nabi, akan tetapi jika aku telah mati akan ada
Nabi”. Mereka juga mengartikan makna ( خَاتمَََ ) khatam dari ayat di bawah ini, (…َ وَلَكِنْ رََس وْلَ اَللِ
وَ خََاتمََ اَلنابِي يْنََ …) “Tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi”. (QS. Al-Ahzab: 40).
Dengan arti yang berbeda yaitu “perhiasan para nabi”, karena khatamu kalau diterjemahkan
adalah perhiasan jari (cincin). Dari sini dapat diketahui bahwa pemahaman terhadap Al-
Quran dan As-Sunnah/Al-Hadits tidak boleh dilakukan oleh semua orang, karena bisa
menjerumuskan pada kesesatan.
3. Atsar (perkataan atau perbuatan) para sahabat Nabi.
Untuk dapat memahami dan mengamalkan dua pedoman di atas dengan benar, maka haruslah
merujuk kepada atsar (riwayat berupa perkataan dan perbuatan) para sahabat. Hal ini jelas
terlihat dalam berbagai riwayat hadits iftiraq al-ummah (perpecahan umat) yang jalur
periwayatannya banyak sekali. Semuanya menyatakan bahwa hanya satu golongan yang
selamat dari perpecahan tersebut, yaitu yang mengikuti jejak Rasulullah shallallahu ’alaihi
10. wasallam dan para sahabat. Allah subhanahu wa ta’ala sendiri telah ridha terhadap mereka,
seperti dalam firman-Nya:
لَقَدْ رََضِيَ اَاللَّ عََنِ اَلْ مؤْمِنِينَ إَِذْ يَ بَايِع ونَكَ تَحَْتَ اَلشاجَرَةِ فََعَلِمَ مََا فَِي قَ ل وبِهِمْ فَََأنَزلَ اَلساكِينَةَ عََلَيْهِمْ وََأثَاَبَ همْ فَََتحًْا قََرِيبًا
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang mukmin yang berjanji setia kepadamu di
bawah pohon (bai’at al-ridwan). Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka
lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan bagi mereka kemenangan
yang dekat”. (QS. Al-Fath: 18).
Jabir bin Abdillah radhiyallahu ’anhuma berkata: “Kami (saat itu) berjumlah 1400 orang”.
(HR. Bukhari).
Dan di dalam ayat lain Allah berfirman:
وَالساابِق ونَ اَلأاوَل ونَ مَِنَ اَلْ مهَاجِرِينَ وََالأنْصَارِ وََالاذِينَ اَتابَع وه مْ بَِإحِْسَانٍ رََضِيَ اَاللَّ عََنْ همْ وََرَ ضوا عََنْه وََأعََدالََ همْ جََناا تََجَْرِيَ
تحَْتهََا اَلأنْهَا ر خََالِدِينَ فَِيهَا أَبََدًا ذََلِكَ اَلْ وََْ ز اَلْعَظِي مَ
“Orang-orang terdahulu yang pertama masuk Islam dari orang-orang Muhajirin dan
Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka
dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan
yang agung”. (QS. At-Taubah: 100).
Dalam tafsir Ibnu Katsir dinyatakan bahwa orang yang membenci dan mencela baik sebagian
atau semua sahabat Nabi, akan mendapat kecelakaan. Sebagaimana kelompok Syi’ah
(Rafidhah) yang kerjaannya hanya membenci, mencela dan menentang keutamaan para
sahabat Nabi. Padahal Nabi sendiri bersabda:
أكَْرِ موْا أَصَْحَابِيْ ،َ فََأِ نِ هََ مْ خَِيَا رك مَْ
“Muliakanlah para sahabatku, karena sesungguhnya mereka adalah orang terbaik di antara
kalian”. (Dikeluarkan oleh ‘Abd bin Humaid di dalam Musnadnya no.23, Ibnu
Baththoh di dalam Al-Ibanah Al-Kubro no.84, dan selainnya. Dan dinyatakan
SHOHIH oleh Syaikh al-Albani di dalam Misykat Al-Mashobih III/308 no.6003).
Dalam hadits lain Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:
لَ تَسَ بُّوْا أَ صََْحَابِي فََلَوْ أَاَن أَ حَدَك مْ أَ نْ قَََ مَِثلَْ أَ حدٍ ذََهَبًا مََا بََلَغَ مداأَحََدِهِمْ وََلَ نََصِيْ هََ
“Janganlah kalian mencela para sahabatku. Seandainya salah seorang dari kalian berinfaq
emas seperti gunung Uhud, tidak akan menyamai satu mud (infaq) salah seorang dari mereka
dan tidak pula setengahnya”. (HR. Bukhari III/1343 no.3470, dan Muslim IV/1967
no.2540, dan Ahmad III/63 no.11626).
Beliau shallallahu ’alaihi wasallam Juga bersabda:
مَنْ سََاب أَصَْحَابِيْ فََعَلَيْهِ لََعْنَة اَللَِ
“Barangsiapa mencela sahabatku, maka ia mendapat laknat Allah”. (HR. Ibnu Abi Syaibah
di dalam Al-Mushonnaf no.1741, dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah no.832. Dan
11. dinyatakan HASAN oleh syaikh Al-Abani di dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah
V/446 no.2340).
Imam Thahawi berkata: “Benci terhadap sahabat adalah kekafiran, kemunafikan dan tindakan
melampaui batas”. Imam Abu Zur’ah Ar-Razi berkata: “Jika kamu melihat seseorang
melecehkan seorang sahabat Nabi, maka ketahuilah bahwa ia seorang zindiq (munafik).
Karena menurut kita, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam adalah benar dan Al-Quran
juga benar. Sedangkan yang menyampaikan Al-Quran dan Hadits Nabi shallallahu ’alaihi
wasallam kepada kita adalah para sahabat. Mereka hanya ingin mencela para saksi kita untuk
menghancurkan Al-Quran dan As-Sunnah (Al-Hadits). Celaan kepada mereka (para pencela)
lebih pantas, dan mereka adalah zindiq”. Mengenai keadilan dan keutamaan para sahabat
sudah banyak dijumpai baik di dalam Al-Quran maupun As-Sunnah yang shahih. Keharusan
mengikutinya adalah suatu hal yang wajib, masuk akal, bisa diterima serta maklum adanya.
Merekalah saksi hidup yang dibimbing langsung oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi
wasallam, sehingga lebih mengetahui dan paham mengenai ajaran Islam dan pengamalannya.
4. Jejak para tabi’in dan tabiut tabi’in.
Setelah masa sahabat, terdapat suatu generasi yang masih komitmen mengikuti jejaknya.
Demikian pula para ulama sesudah generasi mereka. Anjuran untuk senantiasa bersama-sama
dengan generasi yang utama dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam didasarkan
firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat At-Taubah ayat 100 yang telah kita sebutkan di
atas. Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam juga bersabda:
خَيْ ر اَلنااسِ قََرْنِيْ, ثَ ام اَلاذِيْنَ يََل وْنَ همْ, ثَ ام اَلاذِيْنَ يََل وْنَ همَْ
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian yang sesudah mereka, lalu yang
sesudahnya lagi”. (HR. bukhari II/938 no.2509. lihat pula hadits nomor. 3451, 6065,
6282, dan Muslim IV/1962 no.2533).
Semoga setelah mengetahui cara memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara benar,
akan lebih memperkokoh dalam menghadapi suara-suara sumbang baik musuh dalam diri
Islam (orang munafik dan ahli bid’ah) maupun orang-orang kafir. Jangan mudah tertipu
propaganda palsu yang menyesatkan, yang berkedok Al-Quran dan As-Sunnah namun
pemahamannya keliru. Yang lebih penting, semoga kita bisa beramal dan berdakwah dengan
landasan yang kuat.