LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
Penyesuaian Perkawinan Mahasiswa
1. PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA
MAHASISWA UIN RADEN FATAH
PALEMBANG
SKRIPSI
TRIANA APRILIA
(1523500075)
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2019
2. i
PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA
MAHASISWA UIN RADEN FATAH
PALEMBANG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
TRIANA APRILIA
(1523500075)
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2019
3. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya,
Nama : Triana Aprilia
NIM : 1523500075
Alamat : Jl. Abicusno Cokrosuyoso Rt 1 Rw 1 No 19 Kec
Kertapati Kel Kemang Agung Palembang 30258
Judul : Penyesuaian Perkawinan Pada Mahasiswa
UIN Raden Fatah Palembang
Menyatakan bahwa apa yang tertulis dalam skripsi ini adalah
benar adanya dan merupakan hasil karya saya sendiri. Segala
kutipan karya pihak lain telah saya tulis dengan menyebutkan
sumbernya. Apabila di kemudian hari ditemukan adanya
plagiasi maka saya bersedia gelar kesarjanaan saya dicabut.
Palembang, 5 Desember 2019
Penulis,
Triana Aprilia
NIM. 1523500075
4. iii
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Triana Aprilia
Nim : 1523500075
Program Studi : Psikologi Islam
JudulSkripsi : Penyesuaian Perkawinan Pada
Mahasiswa UIN Raden Fatah
Palembang
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan
diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk
memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Program Studi
Psikologi Islam Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
Raden Fatah Palembang.
DEWAN PENGUJI
Ketua : Dr. Muhamad Uyun (…………….)
Sekretaris : Seri Erlita, M.A (…………….)
Pembimbing I : Zaharuddin, M.Ag (…………….)
Pembimbing II : Lukmawati, M.A (…………….)
Penguji I : Prof. Dr. Ris’an Rusli, MA (…………….)
Penguji II : Eko Oktapiya Hadinata, MA.Si (…………….)
Ditetapkan di : Palembang
Tanggal : 5 Desember 2019
Dekan,
Prof. Dr. H. Ris’an Rusli, M.A
NIP. 196505191992031003
5. iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMISI
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri Raden
Fatah, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Triana Aprilia
Nim : 1523500075
Program Studi : Psikologi Islam
Faktultas : Psikologi
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk
memberikan kepada Universitas Islam Negeri Raden Fatah
Palembang Hak Bebas Royalti Non Eksklusif(Non-exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA MAHASISWA UIN
RADEN FATAH PALEMBANG beserta perangkat yang ada
(Jika di perlukan). Dengan hak bebas royalty Non-eksklusif ini
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang berhak
menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (data base), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan
sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat
dengan sebenarnya.
Dibuat di : Palembang
Pada tanggal : 5 Desember 2019
Yang menyatakan
Triana Aprilia
Nim. 1523500075
6. v
ABSTRACT
Name :Triana Aprilia
Study Program/Faculty :Islamic Psychology/Psychology
Title :Marriages Adaptation by Students
at The Islamic State University
Raden Fatah Palembang
This researchs to find out how and what are the inhibiting
factors in marriages adaptation by students at UIN Raden
Fatah Palembang. This research uses a qualitative case study
research that discusses empirically where the boundary
between phenomena and contexts does not appear firm.
Based on the results of this study it can be concluded that the
inhibiting factors at the time of marriage, namely the four
subjects financial difficulties so that subjects / couples choose
to work late into the night and provide a small contract for
frugality. In addition in terms of managing time, the four
subjects that represent students within the time limit between
assignments, taking care of children and household chores.
However, behind all these problems the four subjects who
received it were part of the ups and downs in the marriage
they were living as students.
Keywords: Marriage Adjustment, Students
7. vi
INTISARI
Nama : Triana Aprilia
Program Studi/Fakultas : Psikologi Islam/Psikologi
Judul : Penyesuaian Perkawinan Pada
Mahasiswa UIN Raden Fatah
Palembang
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dan apa
saja faktor penghambat dalam penyesuaian perkawinan yang
di lakukan oleh mahasiswa di UIN Raden Fatah Palembang.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif studi
kasus yaitu suatu pendekatan empiris dimana batas antara
fenomena dan konteks yang ada tidak tampak secara tegas.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
terdapat factor penghambat pada penyesuaian perkawinan,
yaitu ke empat subyek mengalami kesulitan dalam hal
keuangan sehingga subyek/pasangan memilih bekerja hingga
larut malam dan menyewa kontrakan kecil untuk berhemat.
Selain itu dalam hal pengaturan waktu, ke empat subyek yang
merupakan mahasiswa mengalami hambatan dalam membagi
waktu antara tugas kuliah, menggurus anak dan pekerjaan
rumah tangga. Namun, dibalik semua kesulitan tersebut ke
empat subyek merasa bahwa hal itu merupakan bagian dari
suka duka dalam perkawinan yang mereka jalani sebagai
mahasiswa.
Kata kunci: Penyesuaian Perkawinan, Mahasiswa
8. vii
LEMBAR MOTTO DAN PERSEMBAHAN
"dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa
kepada Engkau Duhai Tuhanku”
(QS. Az-Zariyat: 56)
Biarkan Saja Dunia Tidak Mengetahuinya
Setidaknya Anak Cucu Ku Kelak Yang Akan
Membacanya
(Triana Aprilia)
Puji syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. yang selalu
memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan. Juga saya sampaikan terima kasihku dan
skripsi ini merupakan hadiah kecil yang ku persembahkan
kepada :
1. Para motivator hidupku lentera hidupku, yang terkasih Allah
SWT dan Nabi Muhammad SAW, Bapak Mudzakir dan Ibu
Mainah tercinta, saudari-saudariku yang cantik mb Maya, mb
Uni, dek Destri, dan kedua kakak iparku.
2. Sahabat-sahabatku (Denis, tatak, sindi, cucan, resis, hikmah)
dan segenap teman-teman tercinta yang selalu bertanya
“Kapan Wisuda?”
3. Dan kepada pria yang wajahnya tak pernah ku bagi di sosial
media
4. Para dosen terkasih yang pernah memotivasi dengan nilai C
9. viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah, S.W.T atas segala rahmat dan hidayah-
Nya yang telah di limpahkan,sehingga penulis dapat
menyelesaikkan skripsi dengan judul: Penyesuaian
Perkawinan Pada Mahasiswa UIN Raden Fatah
Palembang.
Penelitian skripsi ini mendasarkan pada isu
bahwa adanya penyesuaian perkawinan pada
mahasiswa yang berkuliah di UIN Raden Fatah
Palembang. Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang
disusun dalam upaya untuk menyelesaikan pendidikan
sarjana (S1) pada Fakultas Psikologi Program Studi
Psikologi Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah
Palembang.
Penulis sangat berterima kasih kepada Bapak
Zaharuddin, M.Ag selaku Pembimbing I, Ibu Lukmawati,
M.A., selaku Pembimbing II, atas segala perhatian dan
bimbingannya serta arahan-arahan yang diberikan
kepada penulis dalam upaya menyelesaikan skripsi ini.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
penulis sampaikan kepada bapak Prof. Dr. Ris’an Rusli,
MA. Selaku Dekan Fakultas Psikologi, atas kesediaannya
penulis belajar di Fakultas Psikologi.
Tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih
kepada para responden yang telah memberikan
bantuan data dan informasi selama pelaksanaan
penelitian lapangan.
Harapan penulis semoga laporan hasil penelitian
skripsi ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan berguna
10. ix
bagi pengembangan ilmu pengetahuan sosial,
khususnya psikologi yang berorientasi pada
Penyesuaian Perkawinan Pada Mahasiswa UIN Raden
Fatah Palembang.
Palembang, 5 Desember 2019
Penulis
Triana Aprilia
NIM : 1523500075
11. x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..............................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS..........ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................iii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..............iv
ABSTRACT ........................................................v
INTISARI ..........................................................vi
LEMBAR MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............vii
KATA PENGANTAR ............................................viii
DAFTAR ISI ......................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................xiii
BAB I (PENDAHULUAN) ...................................1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................... 1
1.2 Pertanyaan Penelitian .................................. 8
1.3 Tujuan Penelitian ........................................ 8
1.4 Manfaat Penelitian ...................................... 8
1.5 Keaslian Penelitian ...................................... 9
BAB II (TINJAUAN PUSTAKA) ..........................12
2.1 Penyesuaian Perkawinan ............................. 12
2.1.1 Pengertian Penyesuaian Perkawinan .... 12
2.1.2 Faktor-faktor Penyesuaian Perkawinan. 14
2.1.3 Aspek-Aspek Penyesuaian Perkawinan . 27
2.1.4 Perkawinan dalam Islam .................... 30
2.2 Mahasiswa dan Kaitan Usia Perkawinan......... 33
2.3 Upaya Dalam Penyesuaian Perkawinan.......... 37
2.4 Kerangka Pikir Penelitian ............................. 41
12. xi
BAB III (METODE PENELITIAN) ......................42
3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian .................. 42
3.2 Sumber Data .............................................. 43
3.3 Metode Pengumpulan Data .......................... 45
3.4 Analisis Data ............................................... 47
3.5 Keabsahan Data Penelitian .......................... 49
BAB IV (HASIL TEMUAN PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN) .........................................52
4.1 Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian .... 52
4.1.1 Sejarah UIN Raden Fatah Palembang... 52
4.1.2 Identitas UIN Raden Fatah Palembang . 52
4.1.3 Tujuan UIN Raden Fatah Palembang.... 52
4.1.4 Visi Misi UIN Raden Fatah Palembang .. 52
4.2 Persiapan Penelitian .................................... 55
4.3 Pelaksanaan Penelitian ................................ 55
4.3.1 Tahap Pelaksanaan ............................. 55
4.3.2 Tahap Pengelolaan Data...................... 56
4.4 Hasil Temuan Penelitian .............................. 57
4.4.1 Hasil Observasi .................................. 57
4.4.2 Hasil Wawancara Subjek .................... 61
4.5 Pembahasan ............................................... 103
4.6 Keterbatasan Penelitian ............................... 116
BAB V (PENUTUP) ............................................117
5.1 Simpulan .................................................... 117
5.2 Saran ......................................................... 118
DAFTAR PUSTAKA ............................................120
13. xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. SK Pembimbing.............................................. 125
2. Surat Izin Penelitian ....................................... 126
3. Lembar Konsultasi Skripsi ............................... 127
4. Lembar Revisi Skripsi...................................... 132
5. Lembar Pernyataan Subyek............................. 134
6. Daftar Riwayat Hidup...................................... 138
14. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkawinan memiliki peran yang penting dalam
memepertahankan garis keturunan (Bachrul Ilmy, 2007).
Perkawinan juga merupakan tugas perkembangan, apabila
tidak terselesaikan pada waktunya akan menghambat
perkembangan pada tahap berikutnya. Setelah menikah,
terjadi pola gaya hidup baru yang dapat mempengaruhi
perkawinan, yaitu melakukan penyesuaian terhadap pola
peran seks, pola-pola baru dalam kehidupan keluarga, dan
pola baru di tempat pekerjaan (Hurlock, 2002).
Perkembangan seseorang dapat membawa ke pola
tingkah laku yang lebih luas. Pola tingkah laku menjadi
tidak teratur tanpa adanya suatu norma yang menjadi
pengikat dari tingkah laku yang ada. Havighurst
mengemukakan bahwa perjalanan hidup seseorang
ditandai dengan adanya tugas perkembangan yang harus
dipenuhi, yaitu tugas yang harus dilakukan oleh seseorang
dalam masa hidup tertentu yang sesuai dengan norma
masyarakat dan norma kebudayaan yang ada (Monks,
2014).
Dalam ruang lingkup perkuliahan tidak didapatkan
norma sosial dan aturan mengenai pelarangan bagi
mahasiswa yang hendak menikah. Sehingga beberapa
individu lebih memilih menikah meskipun memiliki
kesibukan lainnya sebagai seorang mahasiswa. Menurut
Sarlito (2009) tidak adanya norma sosial dikarenakan
norma yang terlalu ketat dapat menimbulkan tekanan
psikis akibat keinginan yang tidak dapat tersalurkan.
15. 2
Perkawinan merupakan sunnatullah yang berlaku
untuk semua mahluk Allah, baik manusia, hewan dan
tumbuhan. Karena Allah telah menciptakan semua mahluk-
Nya berpasang-pasangan (Saebani, 2008). Tapi
perkawinan manusia berbeda dengan mahluk Allah lainnya.
Perkawinan manusia diatur dalam Agama, undang-undang
negara dan norma sosial yang ada dalam masyarakat.
Secara etimologi kawin memiliki arti menjalin
hubungan baru dengan bersuami atau beristri (KBBI,
2017). Dalam syariat Islam kata perkawinan berasal dari
bahasa arab الزواج yang mempunyai arti berkumpul atau
berhubungan. Perkawinan juga memiliki pengertian secara
yuridis, dimana dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974
perkawinan memiliki arti sebagai ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seoang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa (UUD
Perkawinan, 2004).
Tidak ada yang melarang terjadinya suatu
perkawinan. Apabila sudah terucap ta’rif pernikahan atau
akad pernikahan yang menghalalkan pergaulan, membatasi
hak, kewajiban serta tolong menolong antar seorang laki-
laki dan perempuan yang bukan mahram. Karena
perkawinan sendiri merupakan satu jalan yang amat mulia
untuk mengatur kehidupan rumah tangga, keturunan dan
juga suatu jalan perkenalan antara satu kaum dan kaum
lainnya (Rasjid, 2008).
Perkawinan dalam Islam ialah suatu akad atau
perjanjian mengikat antara lelaki dan perempuan untuk
menghalalkan hubungan antara kedua belah pihak dengan
sukarela dan kerelaan kedua belah pihak merupakan suatu
16. 3
kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih
sayang dan ketentraman dengan cara yang diridhai Allah
(Indriyani, 2014).
Dalam perkawinan diperlukan adanya penyesuaian
perkawinan antar pasangan. Terdapat banyak hal yang
harus dimulai oleh individu yang baru menikah. Mengingat
sebelumnya mereka adalah dua orang yang memiliki
kepribadian yang berbeda. Konsep perkawinan yang
romantis tentang tujuan hasil perkawinan sering membawa
kekecewaan yang menambah kesulitan penyesuaian
terhadap tugas dan tanggung jawab perkawinan (Hurlock,
2002). Oleh karena itu penyesuain perkawinan menjadi hal
terpenting yang dilakukan dalam perkawinan agar mampu
menjadi tonggak bagi harmonisnya suatu hubungan rumah
tangga.
Hurlock (2002) mengatakan bahwa ada beberapa
kondisi yang berpengaruh terhadap sulitnya seseorang
dalam melakukan penyesuaian perkawinan antara lain
persiapan yang terbatas untuk menuju pada perkawinan,
peran dalam perkawinan, kawin muda, konsep yang tidak
realistis tentang perkawinan, perkawinan campur, masa
pacaran yang singkat, konsep perkawinan yang romantis.
Perkawinan membuat suami dan istri saling terikat
satu sama lain. Karena perkawinan cenderung dapat
mempengaruhi perubahan peran bagi pria dan wanita.
Konsep yang berbeda tentang peran yang dianut kelas
sosial dan kelompok religius berbeda membuat
penyesuaian dalam perkawinan semakin sulit (Hurlock,
2002).
Sudah menjadi hal yang normal jika timbul suatu
rasa kasih sayang yang terjalin dalam hubungan antara
17. 4
laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Namun
situasi seperti ini akan halal jadinya jika telah
dilangsungkan suatu perkawinan diantara keduanya,
karena hal itu merupakan bagian dari salah satu tanda-
tanda kebesaran-Nya. Hal ini telah ditegaskan dalam Surah
Ar-Rum ayat 21 sebagai berikut :
َياَىْيَنِئ ًاُُُكْسَتِن اًجاَيْزَأ ْىُكِسُفََْأ ٍِْي ْىُكَن َقَهَخ ٌَْأ ِهِتاَيآ ٍِْي
ًةًَْحَرَي ًةَّدًََي ْىُكَُْيَب َمَعَجَيٌَۚيُ َّكَفَتَيٍي ًَْ ِهٍتاَي َ َكِنَييِفََِّئ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS : Ar-Rum
21).
Dalam sisi psikologis suatu perkawinan hendaklah
dibangun dengan emosi yang matang. Emosi dan perasaan
pada umumnya diisyaratkan sebagai keadaan yang ada
pada individu atau organisme pada suatu waktu. Emosi dan
perasaan di sifatkan sebagai suatu keadaan kejiwaan pada
individu atau organisme akibat adanya peristiwa atau suatu
kejadian yang menimbulkan rasa sedih, senang, takut, dan
gejala lainnya setelah melihat, mendengar, atau merasakan
sesuatu (Jahja, 2015). Emosi yang matang dari pasangan
dapat membangun sebuah penyesuaian perkawinan yang
baik, hingga menghindari terjadinya konflik-konflik yang
dapat menimbulkan perpecahan.
Berdasarkan wawancara awal terhadap “YP”.
Diketahui bahwa jika YP yang merupakan mahasiswi
psikologi, telah menikah dan tengah hamil muda. YP
18. 5
mengatakan bahwa ia menikah karena khawatir akan
terjadi perbuatan yang tidak mereka inginkan. Selain itu YP
dan suami juga merasa selama dua tahun berpacaran,
merupakan waktu yang sudah cukup untuk melanjutkan ke
jenjang perkawinan. Karena lamanya hubungan yang telah
dijalin antara keduanya mereka akhirnya memutuskan
untuk menikah. Berikut gambaran awal yang diungkapkan
“YP”:
“Kami tu dak galak be agek terjadi hal yang idak
idak dengan kami. Apo lagikan kau taulah dewek
kalo kami ni satu kampus, selalu ketemu tiap hari.
Sebelum nikah jugo aku dengan dio tuh memang la
ado hubungan nak duo tahun.” (YP, Wawancara
Selasa, 17 April 2018)
Lebih lanjut subyek juga mengatakan bahwa terjadi
penyesuaian perkawinan yang cukup sulit yaitu
penyesuaian terhadap keluarga dari pihak laki-laki. Hal ini
di karenakan YP dan suami masih tinggal satu atap
bersama di rumah orangtua YP, yang membuat YP jarang
untuk ke rumah mertuanya, sehingga penyesuaian yang
terjadi sangat jarang untuk dilakukan. Berikut ungkapan
YP:
“Aku tu dibandingke dengan soal duit, yang paling sulit tu
yo nak bukak omongan samo wongtuonyo kalo misalnyo
aku balik kerumah.” (YP, Wawancara Senin, 15 Oktober
2018)
Subyek kedua berinisial AP mengatakan bahwa
alasannya menikah karena saat itu suaminya (sebelum
menikah) akan bekerja di suatu tempat yang jauh. Hal ini
justru akan menimbulkan konflik baru karena terciptanya
jarak yang cukup jauh di antara keduanya. Perasaan cinta
dan tidak ingin kehilangan satu sama lain, akhirnya
19. 6
semkain membulatkan tekad AP dan suami hingga
akhirnya mereka menikah. Berikut ungkapan dari subyek
“AP” :
“Waktu itu kami emang la berencano nak nikah, tapi
ragu karno aku masih kuliah semester 4. Jadi
setelah kami mikir-mikir kalo ditunda-tunda terus
takutnyo dak jadi, terus jugo kami tu ngerinyo dana
yang la kami siapke abis dak keruan be. Jadi
akhirnyo kami mutuske untuk nikah.” (AP,
Wawancara Senin, 23 April 2018)
Lamanya umur perkawinan ternyata tidak menjamin
bahwa terjadi penyesuaian perkawinan yang baik pada diri
subyek. Subyek mengatakan bahwa penyesuaian dalam
finansial adalah yang paling sulit dilakukan selama hampir
4 tahun perkawinan. Terjadinya fluktuasi keuangan
membuat ia sebagai seorang istri harus pandai-pandai
dalam mengatur uang yang diberikan oleh suaminya.
Ditambah lagi, subyek AP yang sudah memiliki 2 orang
anak, membuat pengeluarannya pun semakin bertambah.
Berikut penjelasan subyek:
“Duit tulah kalo kami ni (sambil tertawa) soalnyokan
anak la duo, belum gek nak nyekolahi anak. Yo
tergantung kito tulah jadi istri cak mano caro ngurus
duit supayo biso sampe akhir bulan.”
Subyek ke tiga yang merupakan mahasiswa fakultas
syariah, berinisial VW mengatakan alsannya menikah
karena usianya dan calon istri saat itu sudah sama-sama
matang untuk melangsukan ke jenjang perkawinan. Selain
itu subyek juga sudah merasa siap lahir batin dan juga
secara finansial untuk menikah. Jadi baginya tidak ada
20. 7
alasan lagi untuk menunda hal tersebut. Berikut ungkapan
subyek:
“Kk nikah, kareno kk la lamo kan pacaran denga
cewek kk. KK jugo ngeraso umur kk lah pas, cewek
kk jugo lah pas umurnyo. Alhamdulillah duit jugo
ado untuk nikah.” (Minggu, 5 Agustus 2018)
Ternyata semakin matang umur untuk masuk
kejenjang perkawinan semakin banyak pula keuangan yang
akan dikeluarkan. Sebagai kepala rumah tangga, subyek
merasa kesulitan melakukan penyesuaian finansial dalam
biduk rumah tangganya yang telah memasuki usia tahun
ke dua. Disebabkan VW dan istrinya yang merupakan
mahasiswi di Universitas swasta lain merupakan mahasiswa
aktif dan masih sama-sama berkuliah. Hal ini membuat ia
sebagai suami harus menyisihkan uang gajinya untuk
membayar kuliah istri dan dirinya. Ditambah lagi istri VW
baru saja melahirkan, hingga harus mengambil jam lembur
untuk mencukupi uang susu, kebutuhan anak dan istrinya.
Berikut ungkapan dari subyek VW :
“Yang paling sulit tuh yo ngatur pengeluaran tulah,
mikiriin duit bayaran, duit anak, kan istri kk baru
lahiran jadi yo berartti harus ado duit yang disisihke
lagi.” (VW, Wawancara Senin, 29 Oktober 2018)
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
dipaparkan di atas maka peneliti merasa tertarik
untuk mengetahui dan meneliti bagaimana cara
penyesuaian dalam suatu perkawinan yang terjadi pada
mahasiswa yang sedang berproses dalam jenjang
pendidikan yang sedang mereka emban. Melalui tulisan ini
peneliti menuangkannya dalam bentuk kajian penelitian
yang berjudul Penyesuaian Perkawinan Pada
21. 8
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Fatah
Palembang.
1.2 Pertanyaan Penelitian
1.2.1 Bagaimana penyesuaian perkawinan pada
mahasiswa di Universitas Islam Negeri Raden
Fatah Palembang?
1.2.2 Apa saja factor penyesuaian perkawinan pada
mahasiswa di Universitas Islam Negeri Raden
Fatah Palembang?
1.3 Tujuan Penelitian
Selaras dengan pertanyaan penelitian diatas,
peneliti memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai,
diantaranya :
1.3.1 Untuk mengetahui penyesuaian perkawinan
pada mahasiswa di Universitas Islam Negeri
Raden Fatah Palembang.
1.3.2 Untuk mengetahui faktor penyesuaian pada
mahasiswa di Universitas Islam Negeri Raden
Fatah Palembang.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasrkan dengan tujuan dilaksanakannya
penelitian ini, peneliti mengharapkan adanya
manfaat yang dapat diberikan, antara lain :
1.4.1Manfaat Praktis
1) Peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memperluas jendela wawasan dari pemkiran
dan pengalaman peneliti sendiri.
2) Instiusi, hasil dari penelitian ini dapat
bermanfaat untuk para pembaca sekaligus
sebagai relevansi khusunya Fakultas
22. 9
Psikologi agar dapat memperleh
pengetahuan dari hasil pengalaman peneliti.
3) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
input yang besar bagi peneliti selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
atmosfir keilmuan bagi para cendikiawan yang
hendak mengembangkan penelitian dibidang
Psikologi Umum dan Psikologi Islam. Serta
memberikan informasi terhangat bagi para kaula
muda khususnya mahasiwa-mahasiwi Universitas
Islam Negeri Raden Fatah mengenai penyesuaian
perkawinan pada mahasiswa yang sedang
berkuliah di UIN Raden Fatah.
1.5 Keaslian Peneliti
Berikut ini penelitian-penelitian yang sudah
dilakukan sebelumnya dengan tema Penyesuaian
PerkawinanPada Mahasiswa Di Universitas Islam Negeri
Raden Fatah Palembang.
Penelitian pertama dilkakukan oleh Glory Nathalia
Ngantung (2012) Penyesuaian Perkawinan Pada Mahasiswi
Yang Menikah Karena Hamil Diluar Nikah. Hasil penelitian
menunjukkan berhasil melakukan penyesuaian positif meski
belum maksimal dikarenakan upaya yang dilakukan
menimbulkan dampak stress dan didapati kendala seperti
persoalan keuangan, relasi mertua-menantu, kebutuhan
biologis, kebiasaan pribadi, pengaruh pola didik sejak kecil,
penyesuian peran sebagai ibu/istri, ketersediaan bantuan
dan penerimaan positif dari orang tua menjadi faktor yang
mempermudah terjadinya penyesuian perkawinan.
23. 10
Pada Penyesuaian Perkawinan Pada Pasangan Yang
Menikah Dengan Cara Ta’aruf yang dilakukan oleh Ratna
Sri Puspitasari (2015) melalui metode kualitatif dengan
pendekatan studi kasus menggunakan wawancara dan
observasi sebagai teknik pengumpulan data. Hasil
penelitian ini didapatkan bahwa dari pasangan narasumber
satu dan dua yang menikah dengan cara ta’aruf dan taat
pada otoritas murobbi dengan usia istri lebih tua dari
suami, memiliki persamaan dan perbedaan dalam
melakukan penyesuaian perkawinan.
Kemudian penelitian Dwi Rachmawati dan Endah
Mastuti (2013), dengan judul Perbedaan Tingkat Kepuasan
Perkawinan Ditinjau Dari Tingkat Penyesuaian Perkawinan
Pada Istri Brigif 1 Marinir Tni – Al Yang Menjalani Long
Distance Marriage. Penelitian ini menggunakan skala
kepuasan perkawinan dengan metode analisis t-test
independent sample SPSS 16.0. Berdasarkan hasil analisis
diperoleh nilai t= 5,062. Signifikansi 0,00 yang berarti
hipotesa kerja (Ha) diterima.
Penelitian tentang Penyesuaian Perkawinan
Subjective Well Being dan Konflik Perkawinan oleh Dessy
Christina dan Andik Matulessy Fakultas Psikologii. Hasil uji
analisis regresi ganda ditemukan nilai F=7,422; R= 0,402;
p= 0,001 (p<0,01), yang membuktikan bahwa penyesuaian
perkawinan dan subjective well being memiliki korelasi
yang signifikan dengan konflik perkawinan. Diketahui pula
bahwa penyesuaian perkawinan dan subjective well being
mampu memberikan kontribusi negatif terhadap konflik
perkawinan sebesar 16,2 %. Hasil uji korelasi antara
penyesuaian perkawinan dengan konflik perkawinan
diperoleh t= -3,122; r=-0,334; p=0,003 (p<0,05), yang
24. 11
menunjukkan adanya korelasi negatif yang signifikan
antara penyesuaian perkawinan dengan konflik
perkawinan. Faktor subjective well being dengan konflik
perkawinan diperoleh nilai t= -2,636; r=-0,288; p=0,010
(p<0,05), yang berarti telah terbukti adanya korelasi
negatif yang signifikan antara subjective well being dengan
konflik perkawinan (Christina dan Matulessyi, 2017).
Penelitian terakhir mengenai Hubungan Penyesuaian
Perkawinan dengan Kebahagiaan Pada Remaja oleh
Reyunix Syahrir (2017). Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, terdapat hubungan positif antara penyesuaian
perkawinan dengan kebahagiaan pada remaja putri yang
telah melakukan pernikahan dini di Desa Muara Badak
Kabupaten Kutai Kartanegara. Yang artinya salah satu
faktor utama yang mempengaruhi seseorang bisa
mendapatkan sebuah kebahagiaan dalam perkawinan
adalah adanya suatu penyesuaian pasangan dengan baik.
Hubungan mutualisme (saling menguntungkan) antara
pasangan suami istri untuk memberi dan menerima
(menunaikan kewajiban dan menerima hak.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian
sebelumnya adalah penelitian ini dilakukan di dalam ruang
lingkup kampus Universitas Islam Negeri Raden Fatah
dengan subyek yang berbeda. Dimana subyek yang
digunakan peneliti adalah para mahasiswa yang telah
menikah. Alasan dilakukannya penelitian ini dikarenakan
tema Penyesuaian Perkawinan Pada Mahasiswa Di
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang belum
pernah dilakukan, artinya tema ini dirasakan akan berbeda
dari penelitian-penelitian sebelumnya.
25. 12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyesuaian Perkawinan
2.1.1 Pengertian Penyesuaian Perkawinan
Perkawinan merupakan sebuah istilah yang sudah
tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2017) kawin memiliki arti
menjalin hubungan baru dengan bersuami atau
beristri.Menurut Ensiklopedia Indonesia perkataan
perkawinan sama dengan nikah. Sedangkan Purwadarminta
juga mengatakan bahwa kawin merupakan perjodohan
laki-laki dan perempuan menjadi suami istri (Walgito,
2017). Secara yuridis dalam undang-undang nomor 1
tahun 1974 perkawinan memiliki artian sebagai ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seoang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha
Esa (UUD Perkawinan, 2004).
Perkawinan adalah kata benda turunan dari kata
kerja dasar kawin dan sudah menjadi hal yang normal jika
timbul suatu rasa kasih sayang yang terjalin dalam
hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan
mahram karena hal itu dalm Al-Qur’an surat An-Nur ayat
32 Allah berfirman :
ٌاُنٌُكَي نِإ ْمُكِئاَمِإ ًَ ْمُكِداَبِع ْنِم َين ِحِلاَّصال ًَ ْمُكنِم ىَماَيَ ْاْل ٌاُحِكنَأ ًَ
ٌعميِ َع ٌع ِاا ًَ ُ َّ ًَ ِوِ ْ َ نِم ُ َّ ُمِيِنْ ُي ااَ َ ُ
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara
kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-
26. 13
hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha
luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Dalam perkawinan terdapat ikatan lahir dan batin
antara suami istri. Ikatan batin merupakan ikatan secara
psikologis berupa cinta dan kasih sayang, yang secara
lahiriah diikat dengan akad pernikahan. Hurlock
mengatakan selama tahun pertama dan kedua perkawinan
pasangan suami istri biasanya harus melakukan
penyesuaian satu sama lain. Dimana pasangan diharapkan
melakukan penyesuaian yang baik sehingga terhindar dari
ketidakbahagiaan dalam perkawinan (Hurlock, 2002).
Mengingat sebelumnya kedua individu memiliki status
bebas dan tidak terikat antara satu dengan yang lainnya.
Sedangkan perkawinan membuat suami dan istri saling
terikat satu sama lain.
Hurlock (2002) menjelaskan bahwa penyesuaian
perkawinan adalah penyesuaian yang di lakukan antara
suami dan istri dengan melakukan penyesuaian seksual,
penyesuaian keuangan dan penyesuaian dengan keluarga
dari pihak pasangan. Sedangkan Spanier dalam Puspitasari
menyebutkan bahwa penyesuaian perkawinan merupakan
refleksi perasaan dan pertanyaan tentang bagaimana
interaksi, komunikasi dan konflik yang di alami oleh
pasangan suami istri (Puspitasari, 2015).
Senada dengan Spanier, Douval & Miller juga
mendefinisikan penyesuaian perkawinan sebagai proses
membiasakan diri pada kondisi baru dan berbeda sebagai
hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka akan
27. 14
menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai
suami istri (Rachmawati & Mastuti, 2015).
Selain itu Uphold dan Susman mengemukakan
bahwa penyesuaian perkawinan merupakan sebagai suatu
proses kelanjutan yang melibatkan adaptasi antara suami
dan istri sampai pada titik kepuasan, konsensus, kohesi,
dan ekspresi afeksi (Wood, 2002). Tidak hanya Uphold dan
Susman, Lasswel juga mendefinisikan bahwasanya
penyesuaian perkawinan sebagai suatu proses
memodifikasi, beradaptasi dan mengubah pola perilaku dan
interaksi pasangan maupun individu untuk mencapai
kepuasan maksimun dalam hubungan (Desmita, 2009).
Dari uraian penjelasan di atas penulis dapat mengambil
definisi bahwasanya penyesuaian perkawinan adalah
hubungan atau ikatan dimana kedua pasangan akan
mengalami suatu proses peralihan suasana dan kondisi
baik secara intern maupun ekstern demi tercapainya
kesesuaian atau kecocokan antar satu sama lain.
2.1.2 Faktor Penyesuaian Perkawinan
Dalam mempersiapkan diri memasuki jenjang
perkawinan, perlu adanya penyesuaian terhadap calon istri
dan suami. Menurut Hurlock (2002) empat faktor yang
paling penting dan umum bagi kebahagiaan perkawinan
adalah penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian
dengan seksual, penyesuaian keuangan, dan penyesuaian
dengan anggota keluarga pasangan, sebagai berikut:
1. Penyesuaian Terhadap Pasangan
Menurut Harlock penyesuaian pokok yang dihadapi
oleh keluarga baru adalah penyesuaian terhadap
28. 15
pasangannya sendiri. Hubungan antar pasangan berperan
penting dalam perkawinan. Makin banyak pengalaman di
masa lalu, makin besar pengertian wawasan sosial yang
dikembangkan. Makin besar kemauan untuk bekerja sama,
makin baik pasangan dapat menyesuaikan diri satu sama
lain. Dalam penyesuaian perkawinan harus terdapat
kesanggupan atau kemampuan antar pasangan untuk
berhubungan dengan mesra, saling memberi dan
menerima cinta (Abidin, 2013).
Di kehidupan perkawinan, penyesuaian diri terhadap
pasangan dapat menimbulkan ketegangan yang tidak dapat
dihindarkan karena suami istri adalah dua pribadi yang
berbeda. Apabila tidak diatasi dapat menimbulkan
keinginan untuk melarikan diri (escape mechanism).
Karena itu harus ada kemauan dari kedua pasangan untuk
tidak membiarkan masalah penyesuaian diri tersebut terus
berlarut (Gunarsa, 2002).
Dalam kesehatan mental ketidakmampuan dalam
menyesuaiakan diri terungkap dalam pola tingkah laku
abnormal sepanjang hidup, dan bagian dari gangguan
berat yang hanya memberikan sedikit kemampuan kepada
individu untuk menangani situasi-situasi yang menekan.
Karena sebenarnya mereka berada pada batas
kemampuannya dalam menyesuaikan diri (Semiun, 2006).
Hal ini senada dengan teori yang dikemukakan oleh
Schneiders, ia mengatakan penyesuaian diri adalah usaha
untuk menguasai tekanan akibat dorongan kebutuhan dan
usaha menyelaraskan hubungan individu dengan realitas
yang ada. Sedangkan penyesuaian diri menurut Satmoko di
pahami sebagai interaksi seseorang yang continue dengan
dirinya sendiri, orang lain dan dunianya. Penyesuaian diri
29. 16
yang baik dapat mencapai kepuasan dalam usahanya
memenuhi kebutuhan (Ghufron, 2012).
Islam sangat memberikan perhatian terhadap
pembentukan keluarga hingga tercapainya sakinnah,
mawaddah dan warahmah. Sebelumnya Rasulullah telah
menganjurkan kriteria dalam memilih pasangan hidup, agar
penyesuaian berjalan lebih mudah seperti sabda
Rasulullah: Dari Jabir r.a., sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda, “Wanita dinikahi karena karena karena
agamanya, kedudukannya, hartanya dan kecantikannya.
Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya.”
HR. Muslim dan Tarmidzi (Rasjid, 2008).
Dalam Al-Qur’an juga telah tertulis kriterai-kriteria
dalam memilih calon pasangan hidup diantaranya:
1. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya: “Sesungguhnya yang
paling mulia di antara kalian adalah yang paling
bertaqwa.” (QS. Al Hujurat: 13)
2. Sekufu atau setingkat: Sekufu dalam perkawinan ada
lima sifat menurut tingkat kedua ibu bapak yaitu,
agama, merdeka atau hamba, kekayaan dan
kesejehateraan. Sekufu tidaklah menjadi syarat bagi
perkawinan. Tetapi jika tidak dengan keridhoan
masing-masing yang lain boleh menfasakhkan
perkawinan dengan alasan tidak sekufu (Rasjid, 2008).
3. Menyenangkan jika di pandang: “Dan di antara tanda
kekuasaan Allah ialah Ia menciptakan bagimu istri-istri
dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram
denganya.” (QS. Ar Ruum: 21)
Selaras dengan tinjauan Hadist dan Al-Qur’an,
Hurlock (2002) juga mengatakan bahwa terdapat hal-hal
30. 17
yang berpengaruh terhadap penyesuaian perkawinan,
diantaranya :
a. Konsep Pasangan Ideal: Semakin seseorang tidak
terlatih dalam menyesuaikan diri terhadap realitas maka
akan semakin sulit untuk melakukan penyesuaian dengan
pasangan.
b. Pemenuhan Kebutuhan: Jika suatu penyesuai telah
dengan baik di lakukan, ia akan mampu memenuhi
kebutuhan pasangannya.
c. Kesamaan Latar Belakang: Semakin sama latar
belakang calon suami dan istri, akan semakin mudah untuk
saling menyesuaikan diri, begitupun sebaliknya.
d. Minat dan Kepentingan Bersama: Minat, kepentingan
sama akan membawa penyesuaian yang baik.
e. Kesamaan Nilai: Pasangan yang menyesuaikan diri
dengan baik mempunyai kesamaan nilai yang baik.
Pasanagn dengan latar belakang sama menghasilkan nilai
yang sama pula.
f. Konsep Peran: Setiap pasangan mempunyai konsep
bagaimana seharusnya peran seorang suami dan istri. Jika
harapan tidak terpenuhi, akan mengakibatkan konflik dan
penyesuaian yang buruk.
g. Perubahan Dalam Pola Hidup: Penyesuaian terhadap
pasangan berarti mengorganisasikan pola kehidupan.
Penyesuaian ini sering kali di ikuti oleh konflik emosional.
Dari beberapa pendapat di atas mengenai
penyesuain perkawinan terhadap pasangan, dapat penulis
simpulkan bahwasanya penyesuaian terhadapa pasangan
tidaklah terlalu sulit di lakukan apabila masing-masing
pasangan mampu melakukan penyesuain diri dengan baik
31. 18
dalam menyikapi peran dan karakter yang di jalankan oleh
pasangan suami istri.
2. Penyesuaian Seksual
Seksualitas dalam Islam dibentuk oleh nilai budaya
dan agama. Nilai-nilai agama dalam Alquran, Hadis dan
Fikih mewarnai pembentukan pandangan tentang apa yang
boleh dilakukan atau tidak. Pandangan tentang seksualitas
dalam Islam telah dijelaskan dalam salah satu ayat Alquran
surat Al-Baqarah 223, sebagai berikut:
ىَََّأ ْىُكَثْ َح ًُاتْأَف ْىُكَن ٌثْ َح ْىُكُؤاَسَِ
ٍَيُِِيْإًُْنا ِ ِّ َبًَُوًُ َ ًًُُْكَََّأًاًَُهْاا ًََىَّهًاانُ َّتا ًًَُْكِسُفََْ ًِااُيِّ َ َۖ ي ْىُتْ ِ
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu
bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-
tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan
kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu
kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira
orang-orang yang beriman.
Islam mengapresiasi seksualitas sebaga fitrah
manusia yang harus dipenuhi, yang dapat dipenuhi apabila
telah terjadinya perkawinan yang sah. Begitu pula menurut
Herbert J Milles penyesuaian seks merupakan salah satu
elemen positif bagi kesejahteraan pasangan tersebut dan
selanjutnya akan mewujudkan dua kepribdaian yang
menyatu dan terintegrasi dengan baik (Milles, 2001).
Gottman juga mengatakan bahwa ungkapan
perasaan adalah ekspresi seseorang untuk menyampaikan
perasaannya pada pasangannya atau yang berkaitan
32. 19
dengan aktivitas seksual karena itu dapat membuat
perkawinan menjadi lebih bahagia (Wisnubroto, 2012).
Masalah penyesuaian seksual merupakan salah satu
masalah yang paling sulit dalam perkawinan dan salah satu
penyebab yang mengakibatkan pertengkaran dan ketidak
bahagiaan perkawinan. Apabila kesepakatan ini tidak dapat
di capai dengan memuaskan. Biasanya hal ini di sebabkan
karena ketidak mampuan mengendalikan emosi mereka
(Hurlock, 2002).
Emosi sendiri adalah reaksi penilaian baik postif
maupun negatif yang berasal dari syaraf seseorang
terhadap rangsangan dari luar maupun dari dalam dirinya
sendiri. Emosi memiliki banyak reaksi, reaksi yang tampak
seperti menangis dan tertawa, ada juga reaksi fisiologik
seperti jantung yang berdebar, tekanan darah yang tidak
stabil, dan berkeringat (Sarwono, 2014). Karena itulah
sebelum penyesuaian seksual ini di lakukan ada baiknya
terjalin suatu penyesuain diri terhadap pasangan melalui
komunikasi antar suami sitri.
Komunikasi adalah bagian terpenting untuk
membangun situasi yang lebih hangat antar pasangan.
Batra mengatakan seorang suami yang memuji istrinya
ketika membuatkan dirinya minuman merupakan cara
sederhana untuk mengungkapkan perasaan kepada
pasangan (Wisnubroto, 2012). Dalam penyesuaian
terhadap pasangan kemampuan dan kemauan untuk
berkomunikasi secara hangat melalui pujian terhadap
pasangan menjadi poin penting. Selain itu berkomunikasi
juga dapat membuat pasangan saling mengerti kemauan
masing-masing pasangannya sehingga tidak terjadi kesalah
pahaman dalam perkawinan.
33. 20
Penyesuaian diri dalam seksualitas menurut
Schneiders adalah bagian dari penyesuain diri secara
personal. Penyesuaian diri dalam seksualitas merupakan
kapasitas bereaksi terhadap realitas seksual seperti impuls-
nafsu, pikiran, konflik-konflik, frustasi, perasaan bersalah,
dan perbedaan dalam menyikapi seks (Ghufron, 2012).
Penyesuaian seksual di mulai saat di laksanakannya
bulan muda, dan akan berjalan lancar apabila masing-
masing pasangan belum pernah melakukan hubungan seks
sebelumnya. Suatu penelitian oleh sosiolog menyatakan di
antara 177 pasangan 87% yang belum melakukan
hubungan suks melakukan bulan madu, sedangkan sisanya
tidak mengadakan bulan madu (Milles, 2001).
Bagi pasangan yang belum pernah melakukan
penyesuaian seksual sebelum menikah pasti akan
memberikan yang terbaik bagi pasangannya, salah satu
cara yang di lakukan adalah dengan pergi berbulan madu.
Penyesuaian seksual dalam perkawinan membutuhkan
banyak waktu, kesabaran dan pengertain, sebab hal itu
merupakan bagian paling pribadi dan rumit. Pasangan yang
mempelajari penyesuaian seks bersama setelah menikah
memiliki pengalaman bersama yang berarti dalam
kehidupan pasangan. Penyesuaian seksual yang baik akan
memberi dukungan ego bagi pasangan masing-masing.
Usaha dalam penyesuaian seks ini merupakan salah satu
elemen positif bagi kehidupan berumah tangga yang akan
mewujudkan dua kepribadian yang menyatu dan
terintegrasi dengan baik (Milles, 2001).
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi proses
penyesuaian seksual terhadap suatu perkawinan, seperti
berikut (Hurlock, 2002) :
34. 21
a. Perilaku terhadap seks: Sikap terhadap seks sangat
di pengaruhi oleh cara pria dan wanita menerima informasi
seks selama masa anak-anak dan remaja. Sekali perilaku
tentag seks yang tidak menyenangkan di dapatkan maka
akan sulit sekali untuk di hilangkan bahkan tidak mungkin
di hilangkan.
b. Pengalaman seks masa lalu: Cara orang dewasa dan
teman sebaya bereaksi terhadap suatu hubungan suami
istri sebelum menikah, ketika mereka masih muda dan cara
pria dan wanita merasakan itu sangat mempengaruhi
perilakunya terhadap seks di masa mendatang.
c. Dorongan seksual: Dorongan seksual berkembang
lebih awal pada pria daripada wanita dan cenderung tetap
demikian, sedang pada wanita timbul secara periodic
dengan turun naik selama siklus menstruasi. Variasi ini
mempengaruhi minat akan seks yang kemudian juga
memepngaruhi penyesuaian seksualnya.
d. Pengalaman seks marital awal: Hubungan seksual
menimbulkan keadaan yang tidak sejajar dengan
pengalaman yang di milki oleh orang lain, hingga banyak
orang dewasa muda merasa begitu pahit dan susah
sehingga penyesuaian seksual akhirnya sulit di lakukan.
e. Sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi:
Suami dan istri yang sepakat untuk menggunakan alat
pencegah kehamilanakan mengalami sedikit konflik dan
ketegangan di bandingkan dengan pasangan yang memiliki
perbedaan pendapat tentang alat kontrasepsi tersebut.
f. Efek vasektomi
Seorang wanita yang menjalani operasi vasektomi akan
hilang ketakutan akan kehamilan yang tidak di inginkan.
35. 22
Vasektomi mempunyai efek yang sangat positif bagi wanita
tentang penyesuaian seksual wanita tapi hal ini tidak
berlaku bagi pria.
3. Penyesuaian Keuangan
Penyesuaian keuangan dilakukan untuk menghadapi
perubahan yang berkaitan dengan sumber keuangan
(Wisnubroto, 2012). Dalam perkawinan biasanya pasangan
menggabungkan pendapatannya untuk membiayai
kehidupan rumah tangga mereka. Timbul permasalahan
jika suami sebagai perannya mencari nafkah sementara
isteri hanya terus mengurus urusan rumah tangga.
Menurut Hurlock (2002) Penyesuaian keuangan
menjadi urutan ketiga dalam masalah penyesuaian
perkawinan. Bagi perempuan menyesuaikan keuangan
dengan pendapatan suaminya adalah hal yang cukup sulit
setelah sebelumnya terbiasa membelanjakan uang sesuka
hatinya. Situasi ini dapat digunakan untuk mengatasi
masalah penyesuaian perkawinan dalam dua hal yaitu :
Pertama, percekcokan mungkin berkembang apabila
sang istri berharap suami dapat menangani sebagian dari
tugas rumah tangganya. Pada awal perkawinan keluarga
baru biasanya tidak ingin hidup mewah karena keuangan
tidak memungkinkan untuk itu, sebab itu terkadang istri
berharap suaminya membantu pekerjaan rumah tangga
secara adil. Hal ini yang justru menjadi masalah, dimana
saat sang suami menetapkan istri berperan sebagai orang
yang mengurus rumah tangga, sedangkan ia hanya
bekerja. Untuk itulah sebelum memasuki tahap penyesuain
keuangan perlu adanya penyesuaian terhadap pasangan
khususnya dalam mengurusi urusan rumah tangga.
36. 23
Lalu yang kedua, jika suami tidak mampu hal ini
dapat membuat istri tersinggung dan mencari pekerjaan
tambahan. Hal ini juga telah dibahas didalam Al-Qura’an
sebagai berikut:
اىَهَا ْىُىَضْعَب ُ ََّّللا َمَّضَف اًَِب ِاءَسُِّان ىَهَا ًٌَُياًََّ ُلاَجِّ نًاُ َفََأ اًَِبَي ٍضْعَب
ىِىِناًَْيَأ ٍِْيْ
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum
wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian
mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka (An-Nisaa: 34).
Hal inilah yang menuntut suami untuk wajib mencari
dan memberikan nafkah bagi istrinya yang taat dan juga
anak-anaknya, baik berupa makanan, tempat tinggal,
peralatan rumah tangga, dan lain-lain yang mecukupi
sandang, pangan dan papan. Banyaknya nafkah adalah
menurut kebutuhan dan kebiasaan yang berlaku juga di
sesuaikan dengan kemampuan suami. Rasulullah pernah
bersabda, yang artinya: “Takutlah kepada Allah dalam
urusan perempuan, karena sesungguhnya kamu
mengambil mereka dengan kepercayaan Allah, dan halal
bagi mu mencampuri mereka dengan kalimat Allah, dan di
wajibkan atas kamu (suami) memberi nafkah dan pakaian
kepada mereka (istri-istri) dengan cara yang sebaik-
baiknya (pantas)” Hr. Muslim (Rasjid, 2009).
Dalam hal ini penyesuaian diri merupakan bagian
yang paling penting untuk dilakukan. Karena menurut
Schneiders penyesuaian diri adalah bagain dari usaha
dalam menjaga keseimbangan antara pemenuhan
kebutuhan dengan tuntutan lingkungan (Ghufron, 2012).
37. 24
Keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan memang
sangat di perlukan, apalagi saat menikah suami adalah
pencari nafkah utama dalam keluarga. Tanpa adanya
penyesuaian diri yang baik, akan terjadi konflik yang bisa
mempengaruhi penyesuaian lainnya dalam perkawinan.
Penyesuaian keuangan juga memerlukan adanya
sikap dalam pengontrolan diri, baik bagi istri maupun
suami. Karena menurut Goldfried dan Merbaum kontrol diri
merupakan suatu kemapuan untuk menyusun, mengatur
dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membentuk
prilaku individu menjadi perilaku yang lebih positif
(Ghufron, 2012). Hal ini dapat menyatukan penyesuaian
antara suami dan istri dalam mencapai hasil dan tujuan
tertentu dalam perkawinan seperti yang telah
direncanakan.
Sebab itulah, setelah menikah perlu adanya
penyesuaian dalam keuangan, maka dari itu sebaiknya di
bicarakan bersama istri mengenai tujuan keuangan yang
ingin di capai dalam berumah tangga. Karena masing-
masing pasangan di awal perkawinan biasanya masih
dalam tahap penyesuaian kebiasaan pasangannya dalam
berbelanja dan mengelola uang (Ghozali, 2008).
Penyesuain yang baik dalam masalah keuangan
merupakan bagian dari kriterian kebahgaiaan perkawinan.
Penelitian Pradipta dan Prihanto memaparkan bahwa untuk
mencapai kebahagiaan dalam perkawinan diantaranya
adalah meningkatkan keadaan sosial ekonomi (Christina &
Matulessy, 2016).
38. 25
Di karenakan keuangan biasanya dapat menjadi
masalah dalam keluarga karena itu pasangan baru
memerlukan cara dalam mempelajari pengelolaan
pendapatannya sehingga mereka dapat menghindari
percecokan yang di sebabkan karena ketidak mampuan
dalam penyesuaian keuangan.
4. Penyesuaian Dengan Pihak Keluarga
Pasangan
Setelah menikah, kewajiban tidak hanya pada
pasangan tetapi juga terhadap mertua. Membangun rumah
tangga dalam islam haruslah menjaga hubungan baik antar
keluarga. Kita harus bisa menganggap mertua sebagai
orang tua sendiri dan memperlakukannya dengan baik,
sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran sebagai berikut:
َ َبِكْٱل ََكدنِع ََّن ُ ْبَي اَّمِإ ۚ اًنَٰسْحِإ ِْنيَدِل ٌَْٰٲلِب ًَ ُهَّايِإ ٓ ََّّلِإ ۟ا ًُٓدُبْعَت ََّّلَأ َُّكب َر ٰىَ َق ًَ
ًمي ِ َك ًَّل ٌَْق اَ ُيَّل ُق ًَ اَ ُى ْ َيْنَت ََّل ًَ ّ ُأ ٓاَ ُيَّل ُ َت َ َ اَ ُى َ ِك ًَْأ ٓاَ ُىُدَحَأ
....dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia (QS Al-Isra: 23).
Penyesuaian keluarga menjadi salah satu faktor
dalam penyesuaian perkawinan. Dengan ikatan perkawinan
setiap orang akan secara otomatis meperoleh sekelompok
keluarga baru. Mereka itu adalah anggota keluaga
pasangan dengan usia yang berbeda, yang mempunyai
39. 26
minat dan nilai yang berbeda dari segi pendidikan, budaya
dan latar belakang sosial. Suami dan istri harus
menyesuaikan diri bila tidak ingin hubungan mereka tegang
dengan keluarga baru mereka (Hurlock, 2002).
Sebaliknya keluarga pihak pasangan juga sulit
menyesuaikan diri dengan suami/istri dari pasangan karena
sejumlah faktor yang berasal dari keluarga itu sendiri.
Sehingga harus belajar menyesuaikan diri karena
penyesuaian yang tidak baik dengan keluarga pasangan
akan menimbulkan masalah dalam suatu perkawinan.
Maka dari itu untuk menjalin hubungan penyesuain
yang baik antar pasangan dan keluarga, maupun keluarga
dari pihak pasangan dengan suami/istri perlu adanya
komunikasi yang baik dan hangat antar kedua belah pihak.
Komunikasi juga merupakan suatu cara yang tepat untuk
mengungkapkan emosi yang dirasakan oleh kedua belah
pihak keluarga atau pasangan, baik emosi itu bersifat
positif maupun negative. Jika hanya ingin menyampaikan
sesuatu hendaknya dihindari kata-kata atau ungkapan-
ungkapan yang dapat membangkitkan emosi negatif,
(Sarwono, 2009) karena hal ini dapat menyebabkan
kesalahpahaman bagi kedua belah pihak.
Penyesuain terhadap keluarga pasangan yang baik
dapat terjadi jika suami istri mempunyai hubungan yang
baik dengan pihak keluarga pasangan, khususnya dengan
mertua dan saudara/i ipar. Hal ini dapat meminimalisir
terjadinya ketegangan antar pasangan dan keluarga pihak
pasangan. Karena hubungan yang buruk antar menantu
dengan mertua dapat mempengaruhi anggota keluarga
lainnya, Hal ini dapat meningkatkan kecenderungan
terjadinya perceraian di awal tahun masa perkawinan.
40. 27
Hurlock (2002) telah membagi beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi penyesuaian diri dengan pihak
keluarga pasangan:
a. Stereotip Tradisional: Stereotip yang di terima
mengenai “ibu mertua” dapat menimbulkan hal yang tidak
menyenangkan. Hal inilah yang dapat menambah masalah
bagi keluarga pasangan.
b. Keinginan Untuk Mandiri: Orang yang menikah muda
cenderung menolak berbagai saran dan petunjuk dari
orang tua mereka.
c. Keluargaisme: Penyesuaian dalam perkawinanakan
lebih sulit apabila salah satu pasangan tersebut
menggunakan lebih banyak waktunya terhadap
keluarganya, di banding pasangannya sendiri.
d. Mobilitas Sosial: Banyak orang tua dan anggota-
anggota keluarga sering bermusuhan dengan pasangan
yang baru datang.
e. Anggota Keluarga Berusia Lanjut: Merawat anggota
keluarga berusia lanjut merupakan faktor sulit karena
keyakinan harus bebas dari urusan keluarga khususnya bila
pasangan tersebut mempunyai anak.
f. Bantuan Keuangan: Pasangan muda yang harus
membantu keuangan bagi pihak keluarga pasangan, sering
membuat hubungan keluarga menjadi tidak beres.
2.1.3 Aspek-Aspek Penyesuaian Perkawinan
Selain penjelasan tentang faktor-faktor yang dapat
membentuk penyesuaian perkawinan, penulis juga
membahas mengenai aspek-aspek yang mendukungnya.
Menurut Gunarsa (2002) terdapat aspek dasar penyesuaian
perkawinan sebagai berikut:
1. Kesehaatan Fisik Suami Dan Istri
41. 28
Calon pasangan hendaknya memeriksakan kesehatan diri
masing-masing terlebih dahulu. Kelemahan fisik dapat
menyebabkan ketidak siapan pasangan tersebut dalam
memiiiki buah hati.
2. Stabilitas Emosi
Stabilitas Emosi dalam pemikahan tercapai biIa adanya
penyesuaian. Ada beberapa hal yang dapat
diperbincangkan sebelum sampai pada penyesuaian
perkawinan seperti mengenai, keinginan mempunyai anak,
mengaturan anggaran rumah tangga, sikapa terhadapa
keluarga besar antar pasangan masing-masing, kegiatan
agama, pendidikan anak, minat satu sama lam, dan
bagaimana cara memanfaatkan waktu senggang bersama.
3. Kesehatan Mental
Kebahagian suami istri tergantung pada kesanggupan
pasangan itu sanggupan pasangan itu sendiri yang secara
bersama-sama memenuhi tanggung jawab dan perang
masing-masing dalam perkawinan.
Demi terwujudnya penyesuaian perkawinan,
menurut Yulia D. Gunarsa (2002) terdapat beberapa pokok
yang pernah dibicarakan sebelum sampai pada suatu
penyesuaian perkawinan, sebagai berikut:
1. Keinginan mempunyai keluarga dan anak
2. Mengatur pengeluaran, materi/anggaran rumah
tangga
3. Sikap terhadap keluarga besar, dan keluarga besar
pasangan
4. Kegiatan dalam ruang lingkup agama
5. Dasar pendidikan dan pelaksanaan pendidikan bagi
anak
42. 29
6. Minat sosial dan rekreasi masing-masing pasangan
7. Sejauh mana masing-masing pasangan
berparrtisipasi dalam kegiatan dan pengisian waktu
luang.
Sementara itu, menurut hurlock (2002) terdapat beberapa
hal yang dapat mempengaruhi penyesuaian perkawinan
(pemikahan), yaitu:
1. Saat menjadi orang tua: Jangka waktu sejak
perkawinan hingga pasangan mmiliki anak akan
mempengamhi penyesuaian perkawinan bila anak pertama
lahir sebelum pasangan dapat menyesuaikan diri satu sama
lain, penyesuaian perkawinan akan lebih sulit untuk
dilakukan.
2. Keadaan keuangan yang stabil: Pasangan yang
mempunyai status ekonomi yang baik dapat melakukan
penyesuaian perkawinan lebih mudah.
3. Harapan tidak realitis akan perkawinan: Terkadang
pasangan tidak menyadari permasalahan dan tmggmg
jawab yang dapat timbul dalam sebuah perkawinan.
Harapan atau bayangan bahwa perkawinan akan selalu
romantis dan tidak pemah bermasalah sen'ng membawa
kekecewaan dan mempersulit penyesuaian perkawinan.
4. Jumlah anak: Apablla pasangan sepakat akan jumlah
anak yang akan dimiliki dan berhasll mencapal jumlah
tersebut, penyesualan perkawinan pasangan bersebut akan
leblh mudah.
5. Urutan kelahiran datam keluarga: Semakln mlrip
peran dalam perkawinan dengan peran yang pernah
dipelajari dalam keluanga, semakin mudah penyesuaian
perkawinannya. Apabila suami adalah anak sulung dengan
43. 30
adik perempuan, sedangkan isteri adalah adik dari kakak
IakI-Iakl.
6. Hubungan dengan keluarga pasangan: Hubungan
dengan keluarga pasangan (pihak mertua dan ipar) akan
mempengaruhi penyesuaian perkawinan. Semakin baik
hubungan tersebut, semakin mudah pula penyesuaian
perkawinannya.
2.1.4 Perkawinan dalam Islam
Dalam Islam kata perkawinan dikenal dengan kata
nikah. Pada dasarnya setiap muslim dapat melangsungkan
perkawinan dengan siapa saja yang dia sukai. Namun
terdapat pula rangan-larangan didalam perkawinan, yaitu
larangan perkawinan karena perbedaan agama, karena
pertalian darah, karena sepersususan, karenan hubungan
perkaiwnan yang telah dimulai sebelumnya, dan karena
salah satu diantaranya telah memiliki pasangan (Daud Ali,
2002).
Sudah menjadi hal yang normal jika timbul suatu
rasa kasih sayang yang terjalin dalam hubungan antara
laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Namun
situasi seperti ini akan halal jadinya jika telah
dilangsungkan suatu perkawinan dengan akad diantara
keduanya, karena itu merupakan bagian dari salah satu
tanda-tanda kebesarannya. Hal ini telah ditegaskan dalam
Surah Ar-Rum ayat 21 sebagai berikut :
اَىْيَنِئ ًاُُُكْسَتِن اًجاَيْزَأ ْىُكِسُفََْأ ٍِْي ْىُكَن َقَهَخ ٌَْأ ِهِتاَيآ ٍِْيَي
ٍو ًَْ ِن ٍتاَي ََل َكِنَذ يِف ٌَِّئ ًةًَْحَرَي ًةَّدًََي ْىُكَُْيَب َمَعَجَي
ٌَيُ َّكَفَتَي
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
44. 31
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS : Ar-
Rum 21)
Dalam kitab Tafsir Al-Azhar menyebutkan pada
pangkal ayat ke 21 yang berbunyi “Dan di antara tanda-
tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri,..” ialah seruan kepada
seluruh manusia, bahwa manusia itu sebagai cucu adam
pada hakikatnya adalah satu. Dari manusia yang satu itu
juga, bukan diambil dari tempat lain melainkan dari isrti-
istrinya. “supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya..” artinya akan gelisahlah hidup jikahanya
seorang diri karena kesepian, terpencil tidak berteman,
“dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang”
tentang mawaddah wa rahmatan dapat ditafsirkan sebagai
rasa kerinduan seorang laki-laki terhadap perempuan
begitupun sebaliknya yang telah dijadikan Allah sebagai
tabiat/kewajaran dari hidup itu sendiri. “Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.”Ujung ayat ini memberi manusia
peringatan bahwa agar manusia memikirkannya kembali
secara baik-baik (Hamka, 2015).
Perkawinan bukan saja satu jalan yang amat mulia
untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan,
tapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu
perkenalan antara suatu kaum dengan kaum yang lain
(Rasjid, 2008). Selain mengatur kehidupan manusia,
perkawinan juga memiliki 5 hukum dasar, diantaranya
(Mugiyono, 2017):
45. 32
1. Jaiz: dibolehkan
2. Wajib: bagi yang mampu tapi tidak mampu
mengendalikan diri dari godaan yang menjerumuskan
keperzinahan
3. Sunnah: bagi yang mampu tapi masih bisa
mengendalikan diri dari godaan yang menjerumuskan
keperzinahan
4. Makruh: Mmemiliki keinginan melangsungkan
perkawinan, tapi belum sanggup menafkahi
5. Haram: melakukan perkawinan tapi dengan niat yang
buruk
Dalam perkawinan juga terdapat syarat-syarat
perkawinan diantaranya (Tutik, 2008) :
a. Syarat Materil : Syarat materil disebut juga dengan
syarat inti/ internal yaitu syarat yang menyangkut pribadi
pihak yang akan melangsungkan pekawinan.
b. Syarat Formil: Syarat formil atau syarat eksternal
adalah syarat yang berhubungan dengan tata cara atau
formalitas yang harus dipenuhi sebelum proses perkawinan
Untuk dapat melangsungkan perkawinan haruslah
dipenuhi rukun pokok sahnya perkawinan diantaranya
(Rasjid, 2008):
1. Sigat (Akad) yaitu perkataan dari pihak wali perempuan
yang dijawab oleh mempelai laki-laki. Akad nikah menjadi
tidak sah tanpa adanya lafaznikah didalamnya
2. Wali (wali si perempuan)
“Barang siapa diantara perempuan yang menikah tidak
dengan izin walinya, maka prnikahannya batal.” (Riwayat 4
orang ahli hadits)
3. Dua orang saksi
46. 33
“Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali dan dua saksi
yang adil.” (Hr. Ahmad)
Perkawinan memiliki tujuan dalam islam, sebagai
berikut (Mugiyono, 2017) :
a. Untuk memperoleh ketentraman dan ketenangan
(sakinah)
b. Membina rasa cinta dan kasih sayang antar suami dan
istri
c. Melaksanakan perintah Allah yang merupkan ibadah
d. Mengikuti sunnah Rasulullah untuk menikah
e. Memenuhi kebutuhan seksual yang sah dan diridhoi
Allah
f. Memperoleh keturunan yang sah
2.2 Mahasiswa dan Kaitan Usia Perkawinan
Mahahsiswa adalah seorang yang sudah lulus dari
slta dan sedang menempuh pendidikan tinggi, mahasiswa
biasanya berumur 18 tahun (Daldiyono, 2009). Pada
umumnya direntang masa perkuliahan sangat jarang di
temukan mahasiswa yang telah menikah. Tugas kuliah,
organisasi kampus, dan sebaginya membuat mahasiswa
lebih banyak menghabiskan waktunya di kampus di
bandingkan dirumah. Sehingga pemikiran untuk menikah
belum terbentuk secara matang dalam benak para
mahasiswa. Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan
terdapat beberapa mahasiswa yang masih aktif berkuliah
namun juga sudah menikah dan memiliki anak.
Perkawinan merupakan bagian dari tugas
perkembangan, apabila tidak terselesaikan pada waktunya
akan menghambat perkembangan pada tahap berikutnya.
Namun menurut Hurlock (2002) setelah menikah, terjadi
pola gaya hidup baru yang dapat mempengaruhi
47. 34
perkawinan, yaitu melakukan penyesuaian terhadap pola
peran seks, pola-pola baru dalam kehidupan keluarga, dan
pola baru di tempat pekerjaan.
Menurut Sarwono (2014) memasuki masa dewasa
seorang laki-laki harus mempersiapkan diri untuk dapat
hidup dan menghidupi keluarganya. Ia harus mulai bekerja
mencari nafkah dan membina karirnya. Seorang
perempuan juga harus mempersiapkan diri untuk berumah
tangga.
Seperti yang di ketahui dalam suatu kehidupan
berumah tangga membutuhkan banyak penyesuaian
perkawinan. Dimana penyesuaian perkawinanterjadi ketika
memasuki masa dewasa dini. Umumnya orang Indonesia
menikah rata-rata di umur 20-30 tahun. Namun ada juga
yang memilih menikah di bawah umur 20 maupun lebih
dari umur 30 tahun dengan alasan yang di miliki individu
masing-masing. Menurut Hurlock pada mulanya
kebudayaan Amerika berpandangan seorang anak belum
resmi di anggap dewasa jika belum mencapai umur 21
tahun, sedangkan masa dewasa dini di mulai pada umur 18
tahun (Abidin, 2013).
Berbicara mengenai masa dewasa dini atau yang
biasa di sebut dengan adult yang berarti telah menjadi
dewasa. Masa dewasa dini di mulai pada umur 18-40
tahun. Seseorang yang dewasa adalah individu yang telah
menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima
kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang
dewasa lainnya. Terdapat beberpa ciri-ciri dari masa
dewasa dini (21-40 tahun) menurut Hurlock dalam Chasiru
Zainal Abidin (2013) sebagai berikut:
48. 35
1. Masa pengaturan. Pada masa ini remaja harus
membiasakan diri dengan berbagai macam tuntutan
menjadi orang dewasa, yang berbeda dengan masa
remaja sebelumnya.
2. Sebagai usia produktif, pada masa ini remaja harus
bekerja keras dan meniti karir.
3. Masa bermasalah. Awal masa dewasa remaja harus
menyesuaikan diri terhadap tugas-tugas perkembangan
masa dewasa. Aspek-aspek yang berkaitan adalah
keluarga dan karir.
4. Masa ketegangan emosional. Setelah lulus sekolah atau
kuliah seseorang tidak selalu segera mendapat
pekerjaan, padahal tuntutan kehidupan terus berjalan.
5. Masa keterasingan sosial. Setelah remaja menginjak
dewasa ia cenderung untuk sedikit demi sedikit
meniggalkan kelompoknya masing-masing. Hal ini
terjadi karena kesibukan pada pekerjaan dan keluarga
mereka, sehingga aktivitas dalam persahabatan
tergantikan sebagian oleh persaingan dalam karir di
pekerjaan.
6. Masa komitmen, dimana periode komitmen terhadap
diri sendiri tentangcita-cita dan ambisi untuk karir.
7. Masa ketergantungan. Pada masa inii kadang seseorang
belum mandiri secara finansial sehingga masih
tergantung pada orang tua.
8. Masa perubahan nilai. Banyak yang merasakan kegiatan
belajar sebagai perangsang semangat mereka, sehingga
mereka terus mengikuti berbagai kursus setelah mereka
tamat sekolah lanjutan atas maupun perguruan tinggi.
49. 36
9. Masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru. Dalam
masa dewasa ini gaya-gaya hidup baru paling menonjol
di bidang perkawinan dan peran orang tua.
10.Masa kreatif. Bentuk kreatifitas yang terlihat pada masa
dewasa muda tergantung pada minat dan kemampuan
individual.
Menikah antara usia 28 hingga 32 tahun dapat
mengurangi resiko perceraian setidaknya dalam lima tahun
pertama. Penelitian ini dilakukan oleh Nick Wolfinger,
seorang sosiolog dari University of Utah, dan diterbitkan
oleh Institute of Family Studies. Menurut penelitian
tersebut, orang yang berumah tangga antara usia 28
hingga 32 tahun paling sedikit bercerai pada tahun-tahun
berikutnya (Kumparan, 2018).
Lalu Diane E. Papalia (2004), mengemukakan bahwa
usia terbaik untuk melakukan perkawinan bagi perempuan
adalah 19-25 tahun, sedangkan untuk laki-laki usia 25-28
tahun diharapkan sudah menikah. Karena ini adalah usia
terbaik untuk menikah baik untuk memulai kehidupan
rumah tangga maupun untuk mengasuh anak pertama.
Dalam perkawinan, usia dan kedewasaan memang menjadi
hal yang harus diperhatikan bagi para pria dan wanita yang
ingin melangsungkan perkawinan.
Seperti yang tengah dialami oleh subyek peneliti.
Dimana terdapat perbedaan antara pekawinan pada subyek
yang menikah dengan umur yang matang, dan subyek
yang menikah dengan usia yang belum matang. Subyek
inisial AP, yang menikah di usia 19 tahun dan VW yang
menikah di usia 26 tahun. Dari tolak ukur umur, VW terlihat
lebih matang untuk menikah dibandingkan AP. Subyek AP
sebagai Ibu rumah tangga dan VW sebagai kepala rumah
50. 37
tangga sama-sama merasakan kesulitan dalam
penyesuaian perkawinan. Subyek AP yang sudah memiliki 2
orang anak megalami kesuliatan pesnyesuaian keuangan
dan keluarga pasangan hal ini dikarenakan subyek AP
masih tingal bersama mertuanya. Sedangkan subyek VW
hanya mengalami kesulitan dalam penyesuaian keuangan,
dikarenakan VW harus menanggung biaya kuliah istri dan
dirinya, selain itu VW juga harus membayar cicilan rumah
dan mobil yang ia tempati saat ini bersama istri dan anak.
Hal ini membenarkan bahwasanya usia dalam
penyesuaian perkawinan menjadi tolak ukur seberapa jauh
kesulitan seseorang dalam menjalani faktor penyesuaian
perkawinan yang dikemukakan oleh Hurlock. Karena usia
perkawinan dapat menentukan faktor apa yang akan
menjadi hambatan dalam penyesuaian perkawinan yang
dilakukan.
2.3 Upaya Dalam Penyesuaian Perkawinan
Upaya pasangan untuk saling mengisi kekurangan,
mengadakan perubahan tingkah laku dan sikap agar
mencapai sikap-sikap yang membangun sehingga tingkah
laku selaras dengan lingkunga. Upaya aktif pasangan suami
istri untuk mengubah perilaku dan sikap masing-masing
yang berbeda, dengan cara saling mengorganisasikan
keinginan, kebutuhan, dan harapan sehingga tercipta
proses saling menguntungkan, yaitu saling memberi dan
menerima di antara keduanya (Wisnubroto, 2015).
Keberhasilan dalam membentuk keluarga bahagia
dapat dicapai dengan persiapan diri, dilanjutkan dengan
perencanaan mengenai biaya hidup dan jumlah anak.
Upaya dalam mencapai kebahagiaan yang langgeng
meliputi upaya memupuk saling pengertian dan
51. 38
penyesuaian satu sama lain berikut hal-hal yang perlu
diperhatikan (Gunarsa, 2002):
a. Awal perkawinan harus merupakan start yang baik.
b. Perlu kesabaran dan kebijaksanaan khususnya pada
permulaan perkawinan.
c. Perlu penyesuaian terhadap perbedaan suami istri
sendiri.
d. Redukasi bagi pria perlu lebih banyak pada masa kritis,
yakni pada dua tahun perkawinan.
e. Suami yang baru pulang dari pekerjaan perlu istirahat
sedangkan istri justru perlu perubahan suasana dan
rekreasi aktif.
f. Lebih banyak "memberi" dari pada menerima, akan
memberikan kebahagiaan.
g. Bentuklah kebiasaan yang sehat dan wajar.
h. Dalam hal-hal tertentu istri dapat berperan
membimbing. Pada kesempatan lain suamilah yang
berperan.
i. Partnership dalam perkawinan didasarkan atas
persamaan hak atau perlu diilhami oleh cinta dan saling
memperhatikan (tidak acuh tak acuh).
j. Perlu keterbukaan hati dan bukan kekasaran. Agar tidak
kasar, agresifitas, dan kelemahan kiri tidak disalurkan
sehingga melukai hati. Boleh tidak sesuai dengan
perasaan tapi untuk tujuan baik.
k. Perlu mencari kesempatan untuk menunjukkan apresiasi
pada pasangannya.
l. Persamaan dalam perkawinan lebih diartikan dengan
suasana saling menghargai dan menghindari
kecenderungan penghinaan terhadap pasangannya.
52. 39
m. Perlu menghadapi dan menjalani hidup perkawinan
atau berkeluarga sebagai suatu kenyataan sedini
mungkin dan bukan sebagai suatu dongengan.
n. Perlu memupuk minat bersama yang melibatkan
partisipasi aktif dari pasangan, juga dalam rekreasi,
misalnya olahraga, agar tidak melarikan diri dalam film
atau rekreasi lain sendiri, secara terpisah.
o. Agar perkawinan bahagia bisa dibina dan dipelihara,
pasangan tersebut harus terus menerus berupaya
menjadi pendamping terbaik bagi pasangannya.
Mempertahankan sebuah perkawinan membutuhkan
sebuah komitmen sebagai upaya dalam perkawinan.
Komitmen merupakan sebuah penilaian kognitif atas
sebuah hubungan dan merupakan keinginan untuk
mempertahankan hubungannya. Johnson, Caughlin dan
Hutson menyatakan bahwa komitmen terdiri atas tiga
bentuk sebagai berikut (Sudargo, Aristasari, Afifah, 2018):
1. Komitmen personal: keinginan bertahan karena
cinta terhadap pasangan dan perasaan puas
terhadap pasangan tersebut.
2. Komitmen moral: merupakan perasaan
bertanggung jawab secara moral terhadap
pasangan dan janji perkawian.
3. Komitmen struktural: muncul ketika komitmen
personal dan moral rendah.
Dalam perkawinan, keberhasilan untuk memperoleh
dan merasakan kesejahteraan serta kebahagiaan
tergantung dari penyesuaian - penyesuaian, yang biasanya
disebut adaptasi terhadap suami/istri sendiri bagaimana
mengatasi kesulitan-kesulitan dengan memperhatikan
(Gunarsa, 2002) :
53. 40
1. Menghadapi kenyataan
Dalam kebersamaan hidup dari hari ke hari, tahun demi
tahun, banyak hal dan kenyataan akan terungkap. Dalam
menghadapinya harus bersama-sama sebagaii suatu tim dan
menanggulanginya bersama dengan bijaksana akan
menyelesaikan masalah hidup.
2. Penyesuaian yang timbal balik
Cukup sulit untuk menebak permasalahan yang akan timbul
dalam pennyesuaian perkawinan. Tapi suatu saat masalah
akan timbul yang mengakibatkan benturan emosional
terhadap masing-masing.Karena itu harus ada upaya untuk
saling memperhatikan mengungkapkan cinta, pengertian,
saling menghargai, memberi dukungan dan semangat.
3. Latar belakang suasana yang baik
Perlu suasana dari pikiran yang penuh cinta untuk
menciptakan suasana yang baik. Jika kesibukkan yang
mendominasi suami istri, tidak ada waktu untuk memupuk
suasana baik, sehingga hubungan intim makin jarang, dan
hubungan bertambah renggang. Karena itu memerlukan
suasana yang baik dengan memperhatikan sebagai berikut:
a. Suami-istri saling memperhatikan individualitasnya
dan tetap memiliki kepribadian, tanpa menjadi robot.
b. Asas berbagi. Berbagi dalam hal pekerjaan, waktu
luang, pemaasukan, kewajiban, selalu saling
membantu dan memberi pengertian.
c. Berupaya menjauhkan, menghentikan kebiasaan-
kebiasaan yang tidak disenangi pasangan, walaupun
hal tersebut tampak kecil tak berarti.
d. Setiap tindakan dan keputusan harus dibahas
bersama. Kebiasaan ini akan memelihara kepercayaan
dan menjamin kerja sama.
54. 41
e. Setiap pasangan harus berupaya untuk saling
memafkan dan mengingat kebajikan masing-masing.
f. Berambahnya usia perkawinan, bertambah pula
kemahiran dalam mengatasi masalah dengan
membina komunikasi yang baik.
Jadi dalam melakukan penyesuaian perkawinan suami
istri harus memperhatikan upaya-upaya dalam membangun
penyesuaian yang ada agar terciptanya suatu perkawinan
yang harmonis.
2.3 Kerangka Pikir Peneliti
Penyesuaian Perkawinan Pada Mahasiswa Di
Universitas Islam Negri Raden Fatah Palembang.
Mahasiswa dan Kaitan
Usia Perkawinan
Faktor-Faktor
Penyesuaian
Perkawinan:
1. Terhadap Pasangan
2. Terhadap Seksual
3. Terhadap Keuangan
4. Pihak Keluarga
Aspek-Aspek
Penyesuaian Perkawinan:
1. Kesehaatan fisik
2. Stabilitas Emosi
3. Kesehatan Mental
Upaya Dalam Melakukan
Perkawinan
55. 42
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Melalui metode kualitatif, peneliti diharapkan dapat
mengetahui dengan jelas tentang penyesuaian perkawinan
pada mahasiswa di Universitas Islam Negri Raden Fatah
Palembang.
Menurut Denzin dan Lincoln mendefinisikan, bahwa
penelitian kualitatif adalah multimethod yang melibatkan
pendekatan interpretif, naturalistik terhadap materi
pokoknya. Ini berarti bahwa peneliti kualitatif mempelajari
hal-hal dalam pengaturan alaminya, mencoba untuk
memahami, atau menafsirkan, fenomena dalam arti makna
yang dibawa orang kepada mereka (Herdiansyah, 2014).
Lebih lanjut Denzin dan Lincoln menegaskan bahwa
penelitian kualitatif ditujukan untuk mendapatkan
pemahaman yang mendasar melalui pengalaman first-hand
dari peneliti yang langsung berproses dan menjadi satu
bagian yang tidak terpisahkan dengan subyek dan latar
belakang yang ditelita berupa laporan yang sebenar-
benarnya, apa adanya, dengan catatan-catatana lapangan
yang aktual.
Alasan penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif studi kasus karena permasalahan yang akan
digalilebih jelas dan terperinci serta memperoleh data yang
mendalam dari fokus penelitian. Pengumpulan data
penelitian ini tidak dibatasi katagori tertentu untuk
mempelajari
56. 43
dan menemukan isu-isu secara mendalam terkait dengan
kasus yang diteliti.
Yin menyatakan bahwa studi kasus adalah suatu
inquiry empiris yang mendalami fenomena dalam konteks
kehidupan nyata, ketika batas antara fenomena dan
konteks tak tampak secara tegas. Bungin menyatakan
kelebihan studi kasus sebagai berikut (Bungin, 2005):
1. Studi kasus dapat memberikan informasi penting
mengenai hubugan antar variabel serta proses-
proses yang memerlukan penjelasan dan pemahan
yang lebih luas.
2. Studi kasus dapat memberikan kesempatan
untuk memperoleh wawasan mengenai konsep-
konsep dasar perilaku manusia.
3. Studi kasus dapat menyajikan data-data dan
temuan-temuan yang sangat berguna sebagai dasar
untuk membangun latar permasalahan bagi
perencanaan peneliatan yang lebih besar dan
mendalam, dalam rangka pengembangan ilmu-ilmu
sosial.
3.2 Sumber Data
Menurut Lofland sumber data utama kualitatif ialah
kata–kata, dan tindakan, selebihnyan adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain–lain. Dimana data
hasil penelitian didapat melalui dua sumber data, yaitu
(Moleong, 2001):
3.2.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung
dari hasil wawancara saat penelitian berlangsung yang
diperoleh dari subjek atau informan yang dianggap
57. 44
berpotensi dalam memberikan informasi yang relevan dan
sebenarnya di lapangan.
Dalam pembahasan ini, peneliti menggunakan
empat subyek yang berasal dari fakultas yang berbeda-
beda, yaitu fakultas psikologi, fakultas syariah, fakultas
tarbiyah, dan fakultas febi, yang masingmasing berjumlah
dua perempuan dan dua laki-laki. Teknik yang digunakan
untuk menentukan subjek dalam penelitian ini adalah
purposive sampling yang merupakan tehnik sampling
dengan berdasarkan kepada ciri-ciri yang dimiliki oleh
subyek yang dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai dengan
tujuan penelitian yang akan dilakukan (Herdiansyah, 2014).
Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah :
1. Wanita/Pria dengan rentang usia 20–25 tahun.
2. Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang.
3. Sudah menikah.
4. Sudah memiliki anak.
3.2.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data pendukung seperti
literatur, buku–buku catatan harian dan dokumentasi
subjek yang berkaitan dengan penelitian (Moleong, 2014).
Dalam penelitian ini yang menjadi data sekunder yaitu
buku, jurnal, dokumentasi, dan informan tahu seperti
pasangan subyek, saudara kandung dan saudara ipar. Data
sekunder merupakan data pelengkap dari data primer agar
penelitian ini dapat menghasilkan data yang lebih akurat.
3.3 Waktu Dan Tempat Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Universitas Islam
Negeri Raden Fatah Palembang yang berlokasi di Jalan
Prof. KH. Zainal Abidin Fikri km.3,5 Kota Palembang,
Sumatera Selatan. Pertimbangan penulis memilih tempat
58. 45
penelitian tersebut, dikarenakan UIN Raden Fatah
Palembang merupakan kampus dari penulis sendiri. Oleh
karena itu penulis ingin mengetahui bagaimana penyesuain
perkawinan yang terjadi diantara mahasiswa yang sedang
kuliah, dan juga mengetahui faktor penyesuaian apa saja
yang sulit dilakukan dalam suatu perkawinan pada
mahasiswa di Universitas Islam Negri Raden Fatah
Palembang.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada
penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik
wawancara. Selain itu peneliti juga akan melakukan
observasi sebagai teknik pengumpulan data untuk
melengkapi data yang tidak dapat diperoleh melalui
wawancara. Selain itu peneliti juga menggunakan alat
perekam untuk mempermudah dalam mengumpulkan data
selama proses wawancara dengan demikian semua hasil
pembicaraan antara interviewer dan interviewee dapat
tersimpan dan terekam. Penggunaan alat bantu ini
dilakukan dengan izin interviewee supaya dikemudian hari
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Peneliti dalam penelitiannya yang berjudul
Penyesuaian Perkawinan Pada Mahasiswa di Universitas
Islam Negri Raden Fatah Palembang menggunakan teknik
pendekatan trianggulasi yakni:
3.4.1 Observasi
Teknik Observasi yang penulis lakukan dalam
penelitian ini adalah observasi Non-Partisipan. Penulis
berperan sebagi pengamat belaka, tidak turut sebagai
aktor yang melibatkan diri dalam suatu kegiatan.
Cartwright mendefinisikan observasi sebagai suatu proses
59. 46
melihat, mengamati dan mencermati serta merekam
perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu
(Herdiansyah, 2014).
3.4.2 Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data yang
digunakan hampir semua penelitian kualitatif. Menurut
Stewart dan Cash mendefinisikan wawancara sebagai suatu
interaksi yang didalamnya terdapat pertukaran atau
berbagi aturan, tanggung jawab, perasaan, kepercayaan,
motif dan informasi (Herdiansyah, 2014).
Adapun bentuk wawancara yang digunakan pada
penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur. Yaitu
peneliti melakukan tanya jawab sambil bertatap muka
dengan subyek lalu mencatat apa yang diucapkan oleh
subyek. Selama proses penelitian, peneliti menggunakan
interview guide sebagai alat bantu untuk memperoleh data
agar pertanyaan yang diajukan kepada subjek penelitian
lebih terarah. Namun guide ini masih perlu pengembangan
lebih lanjut sebagai variasi pertanyaan yang diciptakan
secara spontan dalam mendengar jawaban dari subyek.
Wawancara ini bertujuan untuk menggali informasi
tentang Penyesuaian Perkawinan Pada Mahasiswa di
Universitas Islam Negri Raden Fatah Palembang. Proses
wawancara berlangsung dengan memberi kebebasan
berekspresi pada subyek tanpa harus terperangkap pada
pilihan kondisi dan jawaban standar yang mungkin tidak
sesuai dengan konteks kehidupannya. Selama wawancara
peneliti berusaha memasuki perspektif subjek penelitian,
memahami peristiwa dari sudut pandang narasumber
dengan asumsi bahwa perspektif individu itu bermakna.
60. 47
Setelah peneliti selesai melakukan interview dengan
subyek primer, peneliti juga mengecek kebenaran informasi
yang didapatkan dari subyek utama dengan melakukan
interview kepada subyek sekunder untuk mendapatkan
jawaban yang reliabel dari informan dan sekaligus
crosscheck jawaban dari subyek primer. Selain itu peneliti
juga menjalin hubungan yang baik (rapport) dengan subjek
penelitian yang akan diwawancarai. Mengingat pentingnya
hubungan baik antara peneliti dengan subjek penelitian
maka seorang peneliti harus bersedia mengorbankan
sebagian waktu wawancara untuk membangun rapport
terlebih dahulu dengan pihak yang akan diwawancarai.
3.4.3 Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan salah satu yang dapat
dilakukan penelitian kualitatif untuk mendapatkan
gambaran dari sudut pandang subyek melalui suatu media
tertulis dan dokumen lainnya yang tertulis atau dibuat
langsung oleh subyek yang bersakutan (Herdiansyah,
2014). Pada penelitian ini, peneliti turut
mendokumentasikan segala kegiatan yang berhubungan
dengan fokus penelitian yang dikaji. Adapun bentuk
dokumentasi tak resmi berupa foto dan video, sedangkan
dokumen resmi berupa KTM dan buku perkawinan.
3.5 Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini, menurut
Miles & Huberman terdiri atas empat tahapan yaitu
(Herdiansyah, 2014) :
3.5.1 Pengumpuan Data
Proses pengumpulan data dilakuakn sebelum
penelitian, pada saat penelitian, dan bahkan diakhir
penelitian. Dalam pengumpulan data terdapat studi pre-
61. 48
elimenary untuk pembuktian bahwasanya fenomena yang
diteliti itu benar ada. Pengumpulan data sudah dilakukan
ketika penelitian masih berbentuk konsep. Ketika peneliti
telah mendapatkan data yang cukup tahap selanjutnya
adalah melakukn reduksi data.
3.5.2 Reduksi Data
Reduksi data adalah proses penggabungan dan
penyeragaman segala bentuk data yang diperoleh menjadi
satu bentuk tulisan (script) yang sesuai dengan formatnya
masing-masing. Hasil dari rekaman wawancara akan
diformat menjadi verbatim. Hasil observasi akan dijadikan
tabel observasi. Dan hasil dokumentasi diformat menjadi
skrip dokumentasi.
3.5.3 Display Data
Setelah semua data diformat berdasarkan metode
pengumpulan data (observasi, wawancara, dokumentasi)
dan telah berbentuk tulisan (sript) maka langkah
selanjutnya adalah mendisplay-kan data. Dengan
mendisplaykan data maka akan mempermudah untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.
3.5.4 Kesimpualn/Verifikasi
Pada kesimpulan akan menjawab dari pertanyaan
penelitian dan mengungkap what dan how dari temuan
penelitian tersebut. Langkah yang dilakuakn adalah
menjawab pertanyaan berdasrkan faktor dan aspek dalam
penelitian. Dan terakhir membuat kesimpulan dari temua
dan hasil penelitian dengn memberikan penjelasan
simpulan.
62. 49
3.6 Keabsahan Data Penelitian
3.6.1 Trianggulasi
Dalam penelitian ini triangulasi yang digunakan
adalah data trianggulation, dikarenakan penelitian ini
menggunakan metode pengumpulan data yang lebih dari
satu, yaitu observasi ditambah dengan wawancara lalu di
lengkapi pula dengan pengambilan data dokumentasi.
Data triangulation sendiri adalah penggunaan lebih
dari satu metode pengumpulan data dalam kasus tunggal.
Karena sifat penelitian kualitatif yang dinamis, penggunaan
data triangulation dianjurkan dalam penelitian kualitatif
(Herdriansyah, 2014). Beberapa macam triangulasi data
sendiri menurut Denzin yaitu dengan memanfaatkan
penggunaan sumber, metode, peneliti dan teori ada
beberapa macam yaitu (Moloeng, 2004) :
1. Triangulasi Sumber (data)
Triangulasi ini membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui sumber yang berbeda dalam
metode kualitatif.
2. Triangulasi Metode
Triangulasi ini menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang
sama dengan teknik yang berbeda.
3. Triangulasi Peneliti:
Triangulasi ini dengan jalan memanfaatkan
peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan
pengecekan kembali derajat kepercayaan data.
Contohnya membandingkan hasil pekerjaan seorang
analisis dengan analisis lainnya.
4. Triangulasi Teori
63. 50
Triangulasi ini berdasarkan anggapan bahwa
fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat
kepercayaan dengan satu atau lebih teori tetapi hal
itu dapat dilakukan, dalam hal ini dinamakan
penjelasan banding. Dari empat macam teknik
triangulasi diatas, peneliti menggunakan teknik
triangulasi sumber (data) dan triangulasi metode
untuk menguji keabsahan data yang berhubungan
dengan masalah penelitian yang diteliti oleh peneliti.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan keempat
triangulasi, yaitu triangulasi metode yang dilakukan dengan
cara membandingkan informasi atau data dengan cara
yang berbeda, peneliti menggunakan wawancara dan
observasi untuk mengecek kebenarannya, selain itu
menggunakan informan tambahan jika ada data yang
masih diragukan. Kemudian triangulasi sumber dilakukan
dengan cara menggunakan observasi terlibat seperti
dokumen tertulis, arsip, tulisan pribadi, gambar atau
foto.Triangulasi teori digunakan saat pembahasan, dan
triangulasi peneliti dilakukan dengan cara membandingkan
pemikiran atau ide peneliti dengan dosen pembimbing.
3.6.3 Pengecekan Ulang
Prosedur cek ulang merupakan teknik yang efektif
dalam melihat reliabilitas dan temuan. Dalm pengecekan
ulang dikenal istilah verifikasi yang merupakan suatu
proses pengecekan apakah data yang diungkapkan oleh
narasumber sesuai dengan situasi yang ditemukan
dilapangan.
Pengecekan ulang adalah, proses pengecekan data
dari subyek yang diperoleh peneliti. Pengecekan ulang
biasanya dilakukan pada pertengahan peneleitian atau
64. 51
diakhir penelitian. Tujuan pengecekan ulang adalah untuk
meminimalisasi kesalahan dan memastikan apakah semua
tahapan yang dilakukan sudah berjalan sesuai prosedur
yang telah ditetapkan (Herdiansyah, 2010).
Dalam wawancara peneliti harus melakukan review
dari verbatim wawancara. Ketika me-review verbatim
tersebut, tiba-tiba peneliti menemukan hal penting yang
terlewatkan dan perlu digali lagi maka diperlukan adanya
pengecekan ulang. Ketika melakukan cek ulang situasi dan
kondisinya terkadang tidaklah mudah. Dan respon subyek
pun sedikit tidak sama dengan sebelumnya. Hal ini perlu di
klarifikasi dari subyek antara responnya sekarang dengan
respon terdahulu lalu dicari yang lebih sesuai.
Dalam pengecekan ulang terdapat kriteria-kriteria
standar yang bisa digunakan untuk memeriksa keabsahan
data penelitian kualitatif diantaranya (Tokan, 2016) :
1. Derajat kepercayaan (kredibilitas)
Artinya data diperiksa melalui kelengkapan data
yang diperoleh oleh berbagai sumber.
2. Derajat keteralihan (transferabilitas)
Artinya data diperiksa dari sumber data yang
berkembang dilapangan.
3. Kebergantungan (dependabilitas)
Artinya data diperiksa melalui pengecekan ulang
dari sumber yang berbeda dengan
menggabungkan kelengkapan observasi dan
wawancara.
4. Kepastian data (konfrmasi)
Artinya dilakuakn pengecekan ulang dan melihat
kejadian yang sama dilokasi yang sama.
66. 52
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian
4.1.1. Sejarah UIN Raden Fatah Palembang
Institut Agama Islam Negeri ( IAIN ) Raden Fatah
Palembang diresmikan pada tanggal 13 Nopember 1964
di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi Sumatera
Selatan. Berdasarkan surat Keputusan Menteri Agama
Nomor 7 Tahun 1964 tanggal 22 Oktober 1964. Asal– usul
berdirinya IAIN Raden Fatah erat kaitannya dengan
keberadaan lembaga – lembaga pendidikan tinggi agama
Islam yang ada di Sumatera Selatan dengan IAIN Sunan
Kalijaga di Yogyakarta dan IAIN Syarif Hidayatullah di
Jakarta. Cikal bakal IAIN awalnya digagas oleh tiga orang
ulama, yaitu K.H.A. Rasyid sidik, K.H. Husin Abdul Mu’in
dan K.H. Siddik Adim pada saat berlangsung muktamar
Ulama se Indonesia di Palembang tahun 1957. Gagasan
tersebut mendapat sambutan luas baik dari pemerintah
maupun peserta muktamar. Pada hari terakhir muktamar ,
tanggal 11 September 1957 dilakukan peresmian pendirian
Fakultas Hukum Islam dan pengetahuan Masyarakat yang
diketuai oleh K.H. A. Gani Sindang Muchtar Effendi sebagai
Sekretaris. Setahun kemudian dibentuk Yayasan
Perguruan Tinggi Islam Sumatra Selatan (Akte Notaris No.
49 Tanggal 16 Juli 1958) yang pengurusnnya terdiri dari
Pejabat Pemerintah, ulama dan tokoh- tokoh masyarakat.
Pada tahun 1975 s.d tahun 1995 IAIN Raden Fatah
memiliki 5 Fakultas, tiga Fakultas di Palembang, yaitu
Fakultas Syariah, Fakultas Tarbiyah dan Fakultas
Ushuluddin; dan dua Fakultas di Bengkulu., yaitu Fakultas
67. 53
Ushuluddin di Curup dan Fakultas Syariah di Bengkulu.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam upaya
pengembangan kelembagaan perguruan tinggi agama
Islam, maka pada tanggal 30 juni 1997, yang masing-
masing ke dua Fakultas di tingkatkan statusnya menjadi
sekolah tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), yaitu STAIN
Curup dan STAIN Bengkulu. Dalam perkembangan
berikutnya IAIN Raden Fatah membuka dua Fakultas baru,
yaitu Fakultas Adab dan Fakultas Dakwah berdasarkan
Surat keputusan Menteri Agama R.I Nomor 103 tahun 1998
tanggal 27 Februari 1998. Cikal bakal Fakultas Adab dimulai
dari pembukaan dan penerimaan mahasiswa Program Studi
( Prodi ) Bahasa dan Sastra Arab dan Sejarah Kebudayaan
Islam pada tahun Akademik 1995/1996. Pendirian Program
Pascasarjana pada tahun 2000 mengukuhkan IAIN Raden
Fatah sebagai institusi pendidikan yang memiliki komitmen
terhadap pencerahan masyarakat akademis yang selalu
berkeinginan untuk terus menimba dan mengembangkan
ilmu-ilmu keislaman multidisipliner.
Akhirnya melalui perjuangan yang panjang dari
seluruh sivitas akademika UIN dan tokoh masyarakat
Sumsel, pada tahun 2014 melalui Perpres No. 129 Tahun
2014 tentang Perubahan IAIN Raden Fatah Palembang
Menjadi UIN Raden Fatah Palembang menjadi sejarah
tranformasi lembaga dari IAIN menjadi UIN. Perubahan ini
tentunya menjadi kompas dan arah serta menjadi agenda
strategis bagi pengembangan UIN Raden Fatah Palembang
di masa-masa mendatang. (http://radentafatah.ac.id).
68. 54
4.1.2 Identitas Uin Raden Fatah Palembang
A. Data Universitas
Nama Universitas : Universitas Islam Negri (UIN) Raden
Fatah Palembang
Alamat : Jl. Prof. K.H. Zainal Abidin Fikri Km
3,5 Paelmbang Sumatera Selatan,
30126 Indonesia
No. Telp : 0711-354668
Email : uin@radenfatah.ac.id
Website : http://radentafatah.ac.id
B. Data Pimpinan Universitas
Rektor : Prof. Drs. H. Sirozi , MA.Ph.D
Wakil Rektor I : Dr. Ismail Sukardi, M.Ag
Wakil Rektor II : Dr. Zainal Berlian, MM, DBA
Wakil Rektir III : Dr. Rr. Rina Asntasari, M.Hum
4.1.3 Tujuan Pendidikan Uin Raden Fatah
Palembang
Adapun tujuan UIN Raden Fatah Palembang ialah
sebagai berikut:
1. Memberikan akses pendidikan yang lebih besar
kepadamasyarakat, dalam rangka meningkatkan
angka partisipasi pendidikan.
2. Menghasilkan sumber daya manusia yangkompetitif,
profesional, terampil, berakhlakul karimah, dan
berintegritas.
3. Menghasilkan karya-karya akdemik yang bermanfaat
bagi peningkatan kulaitas hidup masyarakat.
4.1.4 Visi dan Misi Uin Raden Fatah Palembang
Visi UIN Raden Fatah Palembang ialah sebagai
berikut:
69. 55
1. Melahirkan Sarjana Dan Komunitas Akademik Yang
Berkomitmen Pada Mutu, Keberagamaan, Dan
Cendikiawan.
2. Mengembangkan Kegiatan Tri Dharma Yang Sejalan
Dengan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan
Teknologi, Relevan Dengn Kebutuhan Bangsa, Dan
Berbasis Pada Keilmuan Islam Yang Integralistik.
3. Mengembangkan tradisi akademik yang universal,
jujur, objektif dan bertanggung jawab.
4.2 Persiapan Penelitian
Penelitian dimulai dengan mempersiapkan
administrasi terlebih dahulu. Langkah pertama yang harus
dilakukan adalah memiliki izin persetujuan dari pembimbing
satu dan dua utuk melaksanakn penelitian. Untuk
administrasi surat izin penelitian, peneliti telah melengkapi
syarat yang telah ditentukan oleh pihak Fakultas Psikologi
dalah hal ini pembuatan suratizin penelitian yang
dikeluarkan oleh dekan fakultas psikologi dengan nomor: B-
1069/Un.09/IX/PP.09/09/2019 yang ditujukkan pada
Rektor UIN Raden Fatah Palembang. Kemudian surat izin
tersebut memiliki tembusan pada Kaprodi Psikologi Islam
Fakultas Psikologi, mahasiswa yang bersangkutan dan arsip
Fakultas Psikologi. Setelah penulis mendapatkan izin dari
Rektor UIN Raden Fatah Palembang, barulah penulis
mendapatkan izin untuk melakukan penelitian.
4.3 Pelaksaan Penelitian
4.3.1 Tahap Pelaksanan
Penelitian ini terdiri dari tahap-tahapan, yaitu studi
pendahuluan dan tahap penelitian. Studi pendahuluan
telah dilaksanakan oleh peneliti pada awal bulan April,
peneliti langsung menemui subyek penelitian dan
70. 56
melakukan observasi pada mahasiswa di kampus UIN
Raden Fatah Palembang. Tahap penelitian sendiri terdiri
dari observasi dan wawancara. Observasi penelitian dan
wawancara penelitian dilakukan oleh peneliti pada
tanggal 10 April 2018 sampai dengan 22 November 2018.
Subyek penelitian ini adalah empat orang mahasiswa
yang telah menikah dari empat masing-masing fakultas
yaitu fakultas psikologi, fakultas syariah, fakultas
tarbiyah, dan fakultas febi. Proses pengambilan data
penlitian tergantung pada situasi di lapangan dengan
tetap mengutamakan kondisi dari subyek yang sedang
tidak sibuk dan tidak ada pekerjaan, wawancara juga
dilakukan atas jadwal yang tealh disepakati antara
peneliti dan subyek. Tahapan tahapan kegiatan peneliti
sebagai berikut;
a. Meminta persetujuan kepada subyek dengan
mengisi informed consen sebagai bentuk kesediaan
subyek untuk observasi dan wawancara demi
memenuhi kebutuhan data yang akan diambil.
b. Membangun hubungan baik atau rapport kepada
subyek.
c. Mempersiappkan pedoman wawancara sebelum
melakuakn wawancara.
d. Mengatur janji kepada subyek untuk melakukan
wawncara.
e. Merahasiakan data yang diperoleh pada saat
penelitian sehingga kerahasiaan subyek tetap
terjaga.
4.3.2 Tahap pengelolaan data
Tahap pengolahan data dalam penelitian ini
disesuaikan dengan teknik analisis data. Deskripsi temuan
71. 57
tema tema hasil penelitian penyesuaian perkawinan pada
mahasiswa di UIN Raden Fatah Palembang akan
dijabarkan dalam kerangka pikir yang runtut, dengan
tujuan untuk mempermudah memahami penyesuaian
perkawinan pada mahasiswa di UIN Raden Fatah
Palembang.
4.4 Hasil Temuan Penelitian
4.4.1 Hasil Observasi Subyek
Bedasarkan hasil observasi terhadap subyek ketika
pengambilan data wawancara, ditemukan beberapa gerak-
gerik subyek kemudian peneliti rangkum sebagai berikut:
a. Subyek AP (Fakultas Psikologi)
Pada observasi pertama tanggal 08 April 2019,
peneliti menemui subyek di UIN Raden Fatah Palembang.
Subyek AP dari fakultas Psikologi yang menumpuh
pendidikan di UIN Raden Fatah Palembang pada tahun
2014. Subyek saat ini berusia 23 tahun perawakan subyek
terlihat tidak terlalu kurus dengan berat badan 55 kg dan
tinggi 158 cm. Pada saat observasi, subyek sedang duduk
bersama teman-temannya yang lain di kelas pascasarjana
UIN Raden Fatah Palembang. Karena merasa ruangan
sedikit berisik subyek akhirnya mengajak untuk duduk di
kursi yang lain dengan space 5 kursi kosong. Peneliti dan
subyek pun duduk berhadapan di dekat jendela kelas
pascasarjana. Saat itu subyek menggunakan baju
tunicberwara merah maroon dengan celana cream, jilbab
segi empat berwarna cream bunga-bunga pink, tas coklat
garis-garis, dan sepatu flat coklat. Dalam berbicara subyek
memiliki volume yang sedang-sedang saja dan terkadang
suara subyek tenggelam oleh suara tawa teman-teman
lainnya dikelas. Pada saat berbicara subyek sesekali melihat
72. 58
kearah luar jendela dan beridir memperbaiki posisi jendela
agar lebih terbuka lebar, kemudian kembali duduk.
Sepanajng wawancara subyek tersenyum dan terkadang
tertawa kecil, dengan sesekali membenarkan posisi pada
bagian jilbabnya yang lain.
Pada observasi kedua wawancara sudah di lakukan
pada tanggal 29 Agustus 2019 hari Kamis pukul setengah
sebelas siang saat itu subyek sedang berada di masjid
menunggu jadwal untuk bimbingan. Sebelumnya subyek
dan peneliti telah membuat janji terlebih dahulu. Saat itu
subyek datang bersama suami yang duduk di sebelahnya.
Subyek berbicara dengan nada yang ramah. Tak lama
berbincang, suami subyek kemudian pulang meninggalkan
kami berdua. Wawancara pertama dimulai. Beberapa
pertanyaan di jawab subyek secara spontan, namun
beberapa pertanyaan lainnya mengenai hal-hal sexualitas
nampak subyek sedang memilah kata-kata yang pas untuk
di ucapkannya.
Pada observasi ke tiga peneliti menemui subyek
kembali untuk meminta wawancara dan melengkapi data-
data yang kurang. Observasi ke tiga di lakukan pada
tanggal 02 September 2019 hari senin pukul setengah
sebelas siang di kampus UIN Raden Fatah Palembang.
Dalam memulai wawancara subyek terlihat lebih lama
dalam menjawab hampir setengah dari pertanyaan. Namun
jawaban subyek kali ini lebih panjang dan lama dibanding
pada saat wawancara satu. Hal ini membuat data semakin
lengkap.
b. Subyek VW (FEBI)
Pada observasi pertama tanggal 08 April 2019
subyek berinisial VW merupakan salah satu mahasiswa dari
73. 59
fakultas Ekonomi & Bisnis Islam jurusan Perbangkan
Syariah. Pertama kali diwawancara di rumah subyek,
dengan kesepakatan waktu yang telah dibuat sebelumnya.
Subyek berumur 26 tahun, memiliki tinggi badan 175 cm
dengan berat badan 80 kg. Pada saat diwawancarai subyek
mengajak istrinya yang sembari menggendong anak
mereka yang berumur 9 bulan. Subyek saat itu
menggunakan sarung coklat kotak-kotak dengan baju kaos
putih biasa dan kacamata persegi kecil. Pada observasi
kedua 31 Agustus 2019 hari sabtu pukul setengah sembila
pagi. Observasi di lakukan pada hari sabtu saat subyek
sedang libur bekerja dan di pagi hari sebelum subyek pergi
mengunjungi mertuanya. Observasi dan wawancara di
lakukan di rumah subyek di perumnas talang kelapa.
Subyek menjawab pertanyaan dengan sangat santai dan
apa adanya, terkadang subyek menjawab pertanyaan
dengan sambil membalas pesan di handphone.
Pada observasi ke tiga dilakukan pada lokasi dan
waktu yang sama, minggu tanggal 1 September 2019. Saat
itu subyek sedang libur bekerja dan tidak menginap di
rumah mertuanya. Saat observasi di lakukan subyek
menggunakan kaos putih dan celana pendek satu jari di
bawah dengkul. Terlihat subyek baru selesai sarapan
bersama istri dan anaknya. Istrinya yang ramah
menawarkan untuk sarapan bersama, namun untuk
mempersingkat waktu peneliti memilih untuk langsung
bertanya tentang kesediaan subyek untuk kembali di
wawancara. Saat wawancara berlangsung, subyek
menjawab dengan sembari mengunyah gorengan yang di
buat oleh istrinya. Jawaban yang di berikan subyek lebih
singkat di banding jawaban pada wawancara sebelumnya,