SlideShare a Scribd company logo
1 of 92
KEEKONOMIAN, MODEL FINANCIAL DAN
RISIKO TERKAIT DENGAN RETIREMENT PLTU
30 Agustus 2021
CONTENT
 Apa pengaruh Early retirement PLTU terhadap financial performance PLN?
 Kelayakan ekonomi dan kelayakan finansial program early retirement PLTU
 Pilihan strategi dan kebijakan PLN dalam menghadapi early retirement
PLTU sebagai alternative solusi dengan finansial loss yang minimal
 Early Retirement PLTU dan pekembangan bisnis ketenagalistrikan nasional
kedepan
 Peraturan Pemerintah tentang Penghapusan Aset, Percepatan depresiasi
dan aspek perpajakan.
 Peluang ‘monetisasi” program early retirement, misalnya terkait insentif
Carbon Tax, Negative carbon certificate dalam Emission Trading
Mechanism.
Apa pengaruh Early retirement PLTU terhadap
financial performance PLN?
• Beban biaya penghapusan PLTU meningkat, kerugian bertambah
• Setelah retirement PLTU, BPP meningkat karena biaya pembelian dari IPP
(Rp 1.015 per kWh) lebih tinggi dari biaya operasi PLTU (Rp 653 per kWh)
• Setelah retirement PLTU, produksi pembangkit sendiri PLN menurun dratis.
Kontribusi pembangkit sendiri milik PLN terhadap penjualan sekitar 65%
dan IPP 35%. Pembangkit milik PLN terdiri dari PLTU 42% dan pembangkit
lainnya 23% (2020).
• Setelah retirement PLTU, kontribusi pembelian dari IPP meningkat
kontribusi semula 35% menjadi 77% dari penjualan. Kontribusi
pembangkit PLN menurun menjadi ≤ 23%
• Terjadi “trade off” antara kapasitas dan liabiitas, batas keputusan optimal
pada kelayakan financial bagi PLN (gambar berikut ini)
TRADE OFF ANTARA “KAPASITAS DAN LIABILITAS”
Batas keputusan optimal pada “kelayakan finansial bagi PLN”
Alternatif - A Alternatif - B
Liabilitas PLN
Liabilitas PLN Kontribusi KIT-PLN
Kontribusi KIT-PLN
Time Time
Growth Growth
11948 114284
11,949 114,284 2,360 30,098 4,186 3,043 6,696 6 5,070 177,692 97,159 274,851
4% 42% 1% 11% 2% 1% 2% 0% 2% 65% 35% 100%
PLTA PLTU PLTG PLTGU PLTP PLTD PLTMG BAYU SURYA GENSET JUMLAH BELI TOTAL
9,877 122,826 2,723 37,757 4,110 5,014 4,143 - 5 7,086 193,543 85,398 278,941
3.5% 44.0% 1.0% 13.5% 1.5% 1.8% 1.5% 0.0% 0.0% 2.5% 69.4% 30.6% 100.0%
PLTA PLTU PLTD PLTG PLTP PLTG PLTS
3,733,532 73,588,295 25,205,660 18,316,690 4,096,028 46,919,171 44,019 171,903,395
2.2% 42.8% 14.7% 10.7% 2.4% 27.3% 0.03% 100%
Pembelian TL
Th
Rp Juta Naik (%) GWH Naik (%) Rp/kWh Naik (%)
2020 98,651,654 18.1% 97,159 13.8% 1,015 3.8%
2019 83,563,991 85,399 979
Harga Rata2
Pembelian GWH
Biaya Pembelian TL
SKEMA FINANCIAL PENGEMBANGAN EBT - PASCA PLTU PENSIUN
PLTU Retirement
Zero Emission
1_PLTU milik
PLN
1.1_Pengembangan
EBT oleh PLN, COC
murah, MIRR yang
layak
1.1_Skema Financing:
- 100% hutang
- 70% hutang, dst
1.1_Value PLN meningkat, sejalan
dgn amanat:
- UU BUMN No. 19/2003
- UU Ketenagalistrikan No. 30/2009
1.1_Dampak financial bagi
PLN:
- PLN mampu bayar hutang
dan bunga
- Mengurangi beban subsidi
- PLN mampu menghasilkan
profitabiltas yg layak
- Sustainability bagi PLN
1.2_Pengembangan
EBT oleh IPP, COC
murah
1.1_Layak secara
financial bagi PLN
BERAWAL DISINI
HASIL AKHIR DISINI
Kelayakan ekonomi dan kelayakan finansial program early
retirement PLTU
 Kelayakan financial, terkait discounted cash inflow dan cash
outflow
- Kelayak financial dapat dicapai sebagaimana skema terlampir
 Kelayakan ekonomi, terkait kelayakan financial dan externality
(social benefit > social cost)
- Memenuhi taget net zero emission (NZE)
- Memanfaatkan peluang incentive kemudahaan pendanaan EBT
- Dukungan lembaga keuangan internasional
- Bantuan subsidi APBN
- Perlu kepastian pembayaran bunga dan cicilan hutang
- Sustainability PLN dalam penguasaan pembangkit EBT
Usaha yang sehat (kelayakan keuangan atau
kelayakan ekonomi)
 Undang-Undang BUMN nomor 19 tahun 2003 pasal 12.b, maksud dan tujuan pendirian persero,
yaitu; mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
 Undang-Undang Ketenagalistrikan, nomor 30 tahun 2009 pasal 2.1, pembangunan
ketenagalistrikan menganut asas, antara lain; mengandalkan pada kemampuan sendiri dan
kaidah usaha yang sehat.
 Permasalahan pokok yang dihadapi PLN:
1) Bagaimana strategi dan kebijakan manajemen keuangan PLN mencapai tingkat profitabilitas
tanpa subsidi dari APBN ?
2) Bagaimana strategi dan kebijakan manajemen keuangan PLN agar memiliki kemampuan
sendiri membayar hutang yang semakin meningkat jumlahnya ?
SKEMA FINANCIAL PENGEMBANGAN EBT - PASCA PLTU PENSIUN
PLTU Retirement
Zero Emission
1_PLTU milik
PLN
1.2_Struktur kapital,
Debt to equity 70:30
1.1_Pengembangan
EBT oleh PLN, COC
murah, MIRR yang
1.1_Skema Financing:
- 100% hutang
- 70% hutang, dst
1.1_Value PLN meningkat, sejalan
dgn amanat:
- UU BUMN No. 19/2003
- UU Ketenagalistrikan No. 30/2009
1.2_Tarif lebih tinggi
selama 7 th, utk bayar
bunga dan cicilan hutang
IPP (debt 70%)
1.1_Dampak financial bagi
PLN:
- PLN mampu bayar hutang
dan bunga
- Mengurangi beban subsidi
- PLN mampu menghasilkan
profitabiltas yg layak
- Sustainability bagi PLN
1.2_Debt 70%, kontribusi
PLN 100% utk bayar bunga
dan cicilan hutang IPP
1.2_Financial risk/dampak
negatif bagi PLN:
- Beban CFO PLN meningkat
- BPP PLN meningkat
- Subsidi APBN meningkat
- Rugi PLN meningkat
- PLN sulit bayar hutang,
karena CFO PLN utk bayar
kewajiban keuangan IPP
- Kesulitas keuangan PLN masa
kini dan masa depan
- Komposisi kepemilikan KIT
dominan IPP
1.2_Menarik bagi
IPP,yang mengandalkan
PLN untuk bayar bunga
dan cicilan hutang bank
1.2_Pengembangan
EBT oleh IPP, COC
murah
1.2_Value PLN menurun, sulit
memenuhi amanat :
- UU BUMN No. 19/2003
- UU Ketenagalistrikan No. 30/2009
1.1_Layak secara
financial bagi PLN
1.2_Layak secara
ekonomis (social benefit
> social cost)
BERAWAL DISINI
HASIL AKHIR DISINI
1.2_SKEMA INI LEBIH LAYAK SECARA
FINANCIAL BILA DITANGANI SENDIRI
PLN (debt 70%)
1.2_Subsidi
meningkat
1.2_Secara financial
cenderung tidak layak
bagi PLN (bukti empiris,
current)
Dampak Finansial Retirement PLTU: Biaya
Subtitusi PLTU ke Pembelian TL
 Pembelian TL dari IPP, th 2020
• Biaya pembelian TL (LR) = Rp 98.651.604 juta
• Pembelian TL (tabel 57) = 97.158.74 GWh
• Tarif pembelian rata-rata per kWh = Rp 1.015 per kWh
 Biaya pembangkitan rata-rata PLTU (Tabel 68) = Rp 653 per kWh
 Subtitusi PLTU ke pembelian TL IPP: Rp 362 per kWh
• Produksi PLTU th 2020 = 114.284.12 GWh (kontribusi PLTU 44%)
• Tambahan biaya subtitusi= Rp 41.270.851 atau Rp 41 triliun perth
Biaya Usaha th 2020
Jenis Biaya Rp T % Pemb GWh (T.57) Pemb/kWh
BBM 106 35%
Pembelian 99 33% 97,159 1,016
Sewa 3 1%
Pemeliharaan 22 7%
Kepegawaian 25 8%
Lainnya 7 2%
Penyusutan 39 13%
Total 301 100%
Pendapatan Usaha & EBIT th 2020
Jenis Pend Ush Rp T %
Penjualan TL (Rp274.9) 260.7 75%
BP 0.3 0%
Laiannya 4.3 1%
Subsidi, komp, stimulus (Rp14.2) 80.1 23%
Total Pend Ush 345.4 100%
Biaya Usaha 301 87%
EBIT 44.4 13%
EBIT (Tanpa Sub) -35.7
Subsidi: Stimulus Covid19= Rp 14,2 T
Catatan Pend Usaha th 2020:
1) Subsidi listrik = Rp 48.0 T
2) Pend Kompensasi = Rp 17.9 T
3) Stimulus Covid19 =Rp 14.2 T
Total dari APBN = Rp 89.1 T
Pilihan strategi dan kebijakan PLN dalam menghadapi early retirement
PLTU sebagai alternative solusi dengan finansial loss yang minimal
 Pilihan strategi dan kebijakan PLN: terjadi “trade off” antara kapasitas dan
Liabilitas.
1) Mempertahankan komposisi penguasaan pembangkit sendiri 65% dari penjualan, dengan
konsekuensi menambah pinjaman baru
2) Mempertahankan jumlah hutang dengan konsekuensi komposisi penguasaan pembangkit
sendiri turun (dilute) menjadi 23% atau lebih kecil karena subsittusi pembangkit IPP.
 Memanfaatkan peluang kemudahan pendanaan investasi pembangkit EBT,
dengan alternatif:
1) EBT yang layak secara financial, meringankan beban subsidi
2) EBT yang layak secara ekonomis, memerlukan tambahan sibsidi dan incentive dalam
meknaisme perdagangan karbon
Early Retirement PLTU dan pekembangan bisnis ketenagalistrikan
nasional kedepan
• Early retirement PLTU masa kini, berdampak terhadap net income dan CFO PLN. Biaya operasi PLTU
relative murah dibanding pembangkit lainnya (Tabel 68, Statistik PLN 2019)
• Retirement PLTU masa depan yang akan ditransfer dari IPP setelah kontrak berakhir, menjadi risiko bagi
PLN karena ridak diperhitungkan pada saat negosiasi kontrak dengan IPP.
• Risiko PLN karena expected return pasca kontrak IPP akan memperoleh financial benefit PLTU yang
diserahkan dari IPP, ternyata hanya berpotensi sebagai PLTU retirement barang bekas tidak beroperasi.
• PLTU masa depan berpotensi memperoleh incentive pendanaan murah, atau kerugian karena peluang
incentive telah berakhir
• PLTU masa depan berpeluang direnegosiasi sejak sekarang, karena PLN tidak akan memperoleh
financial benefit pasca kontrak berakhir, sebagaimana diharapkan pada awal negosiasi kontrak, yaitu
PLN akan memperoleh sejumlah benefit dari sisa PLTU yang akan diterima sebagai benefit. Benefit atau
nilai residu PLTU hanya dalam bentuk PLTU retirement yang nilainya relative lebih kecil.
• PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-
03/MBU/03/2021  pasal 5 : bagian dari restrukturisasi penjualan asset utk penyehatan BUMN ,
memberikan dampak yg lebih baik bagi BUMN
TRANSISI ENERGY SEBAGAI ERA BARU KEBANGKITAN PLN MENGATASI KESULITAN
KEUANGAN (FINANCIAL DISTRESS)
 Transisi energi sebagai opportunities bagi PLN untuk melakukan perubahan radikal melalui
pemanfaatan kekuatan internal yang selama ini dinikmati oleh pihak ketiga dan
menyebabkan PLN mengalami kesulitan keuangan atau financial distress. PLTU pensiun
sebagai titik awal PLN untuk mulai bangkit sebagai pemain tunggal dari hulu ke hilir.
 Bisnis hulu pembangkitan dimanfaatkan pihak luar untuk menguras potensi financial benefit
PLN, sementara PLN menengani bisinis hilir distribusi dan mengalami kerugian, kesulitan cash
flow, dan membutuhkan subsisidi dalam jumlah yang signifikan.
 Dengan transisi energi, maka pihak eksternal akan mengalami stagnasi pada saat PLTU mulai
dipensiunkan atau diakuisisi.
TRANSISI ENERGY SEBAGAI ERA BARU KEBANGKITAN PLN MENGATASI FINANCIAL
DISTRESS
 Disinilah awal kebangkitan PLN untuk menjadi pemain tunggal dari hulu kehilir dan membatasi minat pihak
eksternal bisnis pembangkitan yang hanya memanfaatkan potensi PLN, dengan alternatif:
 (a) PLN tidak menanggung cicilan hutang pihak eksternal melalui tarif yang ditinggikan, silahkan IPP atasi
sendiri jika mengalami defisir CFO, hal ini dipastikan tidak menarik bagi pihak luar yang menamakan diri
investor,
 (b) PLN secara mandiri memanfaat potensi bisnis pembangkit, karena selama ini IPP hanya memiliki ekuitas
30% dan selebihnya 70% adalah kontribusi PLN, bahkan 30% ekuitas IPP dapat diminimalkan dengan
perolehan margin atas konstruksi yang ditangani sendiri dan discount pengadaan mesin yang
diperhitungkan sebagai komponen A,
 (c) PLN membatasi tarif pembelian dari IPP dengan prinsif profit sharing (memperhitungkan total cost dan
total revenue dari hulu ke hilir, dan pembagian profit masing-masing pihak secara adil sesuai kontribusinya),
(d) kebijakan dispatch, yaitu minimal 70% alokasi untuk pembangkit milik PLN tanpa melihat variabel cost,
karena tanpa memberi alokasi pembangkit PLN maka fixed cost pembangkit PLN tetap diperhitungkan
secara financial, sehingga memberi alokasi produksi kapada IPP berarti PLN menggang dua kali fixed cost,
(e) meniadakan system TOP, sehingga pihak lembaga keuangan hanya memprioritaskan pendanaan bagi PLN
group, karena risiko pendanaan IPP tinggi bagi perbankan, dst…..
TRANSISI ENERGY SEBAGAI ERA BARU KEBANGKITAN PLN MENGATASI FINANCIAL
DISTRESS
 Jika hal ini terjadi, maka pihak luar termasuk BUMN lainnya tidak tertarik dengan bisnis
pembangkitan, seperti halnya dengan bisnis distribusi yang tidak menarik bagi investor.
Untuk menjaga sustainability PLN, maka tarif dasar listrik hanya sebatas MC=MR atau pada
kisaran MC=AC plus margin, dengan tetap mempertahankan tarif cross subsidi.
 Bila tarif terlalu agresif, akan mengundang competitor atau pihak eksternal mencari skema
baru untuk masuk menikmati atau menguras potensi PLN.
 Selanjutnya, PLN akan mampu mengelola keuangannya secara mandiri dalam
menyelesaiakan liabilitas, memperoleh profitabilitas, dan meningkatkan value perusahaan
sebagaimana diamanatkan dalam UU BUMN no. 19/2003 dan UU ketenagalistrikan no.
30/2009….dst
Prof. Dr. Dr. Aminullah Assagaf, SE., MS., MM., M.Ak
SKEMA FINANCIAL PENGEMBANGAN EBT - PASCA PLTU PENSIUN
PLTU Retirement
Zero Emission
2_PLTU milik IPP
Diakuisi Investor
G7 dgn COC
murah
1_PLTU milik
PLN
2.1_Struktur kapital,
Debt to equity 70:30
1.1_Pengembangan
EBT oleh PLN, COC
murah, MIRR yang
1.1_Skema Financing:
- 100% hutang
- 70% hutang, dst
2.1.2_IPP tidak mampu,
bila IPP hanya
mengandalkan PLN untuk
bayar bunga dan cicilan
hutang bank
1.1_Value PLN meningkat, sejalan
dgn amanat:
- UU BUMN No. 19/2003
- UU Ketenagalistrikan No. 30/2009
2.1.1_Tarif ditinggikan
selama 7 th, utk bayar
bunga dan cicilan hutang
IPP (debt 70%)
1.1_Dampak financial bagi
PLN:
- PLN mampu bayar hutang
dan bunga
- Mengurangi beban subsidi
- PLN mampu menghasilkan
profitabiltas yg layak
- Sustainability bagi PLN
2.1.1_Debt 70%,
kontribusi PLN 100% utk
bayar bunga dan cicilan
hutang IPP
2.1.1_Financial risk/dampak
negatif bagi PLN:
- Beban CFO PLN meningkat
- BPP PLN meningkat
- Subsidi APBN meningkat
- Rugi PLN meningkat
- PLN sulit bayar hutang,
karena CFO PLN utk bayar
kewajiban keuangan IPP
- Kesulitas keuangan PLN masa
kini dan masa depan
2.1_Pengembangan
EBT oleh IPP, COC
2.1.2_Debt 70%,
kontribusi PLN 0% utk
bayar bunga dan cicilan
hutang IPP
2.1.2_Tarif berdasarkan
MCP (keuntungan max
IPP), dan IRR/MIRR yg
layak, debt 70%
ditanggung IPP bila CFO
negatif
2.1.2_Financial benefit /
dampak positif bagi PLN:
- CFO PLN tidak terganggu
- BPP PLN stabil
- Tidak membebani subsidi
- Rugi PLN menurun
- PLN mampu bayar hutang,
karena CFO tidak terbebani
kewajiabn keuangan IPP
- Keuangan PLN sehat
(terhindar financial distress)
2.1.1_Menarik bagi
IPP,yang mengandalkan
PLN untuk bayar bunga
dan cicilan hutang bank
2.1.1/2.1.2_Menarik
bagi IPP,yang
mengandalkan
pendanaan sendiri, bila
CFO defisit selama 7 th
2_PLTU milik
Investor
Pensiun 10-15 th
kedepan
2.2_Pengembangan
EBT oleh PLN, COC
murah, MIRR yang
layak
1.2_Pengembangan
EBT oleh IPP, COC
2.1.1_Value PLN menurun, sulit
memenuhi amanat :
- UU BUMN No. 19/2003
- UU Ketenagalistrikan No. 30/2009
2.1.2_Value PLN meningkat, sejalan
dgn amanat:
- UU BUMN No. 19/2003
- UU Ketenagalistrikan No. 30/2009
2.2_Skama Financing:
- 100% hutang
- 70% hutang, dst
2.2_Dampak financial bagi PLN:
- PLN mampu bayar hutang dan
bunga
- Mengurangi beban subsidi
- PLN mampu menghasilkan
profitabiltas yg layak
- Sustainability bagi PLN
2.2_Value PLN meningkat, sejalan
dgn amanat:
- UU BUMN No. 19/2003
- UU Ketenagalistrikan No. 30/2009
1.1_Layak secara
financial bagi PLN
2.1.1_Layak secara
ekonomis (social benefit
> social cost), secara
financial tidak layak bagi
PLN
2.2_Layak secara
financial bagi PLN
2.1.2_Layak secara
financial bagi PLN
2_Renegosiasi tarif IPP
ke PLN, skema BOT ke
PLN tdk menghasilkan
financial benefit bagi
PLN (PLTU pensiun)
BERAWAL DISINI
HASIL AKHIR DISINI
2.1.1_SKEMA INI
LEBIH LAYAK
SECARA FINANCIAL
BILA DITANGANI
SENDIRI PLN (debt
70%)
3_PLTU milik IPP
Diakuisi PLN atau
Holding PLTU dgn
COC murah
3_KEBIJAKAN
RESTRUKTURISASI
BUMN - HOLDING
PLTU
Peraturan Pemerintah tentang Penghapusan Aset,
Percepatan depresiasi dan aspek perpajakan
• Tahap pertama, sebagai asset tak beroperasi tdk diperhitungkan
sebagai biaya penyusutan
• Tahap kedua, proses penghapusan asset menimbulkan kerugian dan
mengurangi ekuitas pemerintah: mekanisme persetujuan RUPS
• Tahap ketiga, proses penjualan asset yang telah dihapus sebagai besi
tua atau barang bekas.
• Peraturan pemerintah tentang penghapusan:
1) PM BUMN th 2010: PER-02/MBU/2010
2) PM BUMN th 2014: PER-22/MBU/2014
3) PM BUMN th 2021: PER-03/MBU/2021, tgl. 29 Maret 2021
Th. 2010
Th. 2010
Holding PLTU
Holding PLTU
PLTU Akuisi
dari IPP
PLTU- EX PLN
PLTU - sementara dan
akan dibangun PLN
Aset, Liabilitas, dan
ekuitas PLN
diserahkan ke
Holding PLTU
Covenant Global
Bond PLN
Th. 2010
Th. 2010
Th. 2010
Th. 2010
Th. 2010
Th. 2014
Th. 2021
Th. 2021
Th. 2021
Th. 2021
Peluang ‘monetisasi” program early retirement, misalnya terkait insentif Carbon Tax,
Negative carbon certificate dalam Emission Trading Mechanism
• Memperoleh pendanaan dengan dana murah dari negara maju atau investor
• PLTU diakuisisi oleh investor negara maju, kemudian dipercepat penghapusannya
• Memperoleh insentif dalam mekanisme perdagangan karbon
• Perlakuan akuntansi
• Benefit-cost pengurangan karbon: studi kasus industry kelapa sawit
Mekanisme Perdagangan Emisi Karbon
 Sejarah Timbulnya Mekanisme Perdagangan Emisi Karbon: Konsep tentang perdagangan
hak emisi karbon merupakan suatu hal yang relatif baru yang digunakan sebagai alat
ekonomi untuk mewujudkan upaya menjaga kelestarian lingkungan (Ducsai, 2009).
 Dalam konsep tersebut diatur adanya kuota polusi atau batas jumlah emisi karbon yang
diizinkan untuk setiap entitas yang berhak mendapatkan kuota.
 Entitas yang mendapatkan hak mengeluarkan emisi tersebut dapat menjual haknya jika
mampu beroperasi dengan jumlah emisi gas di bawah kuota yang diizinkan.
 Sebaliknya entitas yang tidak mampu beroperasi sesuai dengan kuota emisi karbon yang
ditetapkan dapat membeli tambahan hak untuk mengeluarkan emisi karbon tersebut dari
entitas yang memiliki kelebihan kuota.
 Dengan demikian nantinya mekanisme kekuatan pasar akan berlaku, sehingga sesuai
dengan prinsip dasar ekonomi, setiap entitas akan berupaya untuk mencari cara
mempertahankan efisiensi biaya.
Mekanisme Perdagangan Emisi Karbon
 Dilihat dari aspek pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan, jumlah total
kuantitas hak emisi karbon yang ditetapkan dan selanjutnya didistribusikan oleh
pemerintah atau pihak yang berwenang tidak akan meningkat sepanjang periode
perdagangan hak emisi gas.
 Selain itu jumlah tersebut dalam jangka panjang akan dikurangi hingga mencapai
target penurunan jumlah polusi secara global.
 Secara ekonomi hal ini akan mendorong penjual dan pembeli hak emisi karbon
berupaya untuk memperoleh pendapatan atau melakukan penghematan biaya.
 Penjual akan mendapatkan laba dari penjualan per unit hak emisi karbon sedangkan
pembeli berupaya menekan pengeluarannya dengan menekan pengeluaran
polusinya.
 Oleh karena itu aktivitas ini dapat mendorong penurunan jumlah polusi yang
dikeluarkan
 Protokol Kyoto merupakan kesepakatan (sejak 1997) yang memuat tentang perdagangan hak emisi karbon,
dalam rangka mengatasi masalah pemanasan global.
 Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/ pengeluaran karbondioksida
dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan hak emisi karbon dalam rangka menjaga
jumlah atau mengendalikan emisi gas-gas yang berhubungan dengan pemanasan global.
 Protokol ini awalnya ditujukan untuk 37 negara industri maju yang beroperasi selama lebih dari 150 tahun dan
paling bertanggung jawab atas tingginya emisi gas rumah kaca 48 pada saat ini, namun pada 16 Februari 2005
sebanyak 141 negara telah meratifikasi protokol ini.
 Protokol Kyoto menawarkan cara untuk mencapai target emisi gas rumah kaca secara efektif dan
menguntungkan melalui mekanisme pasar, yaitu melalui perdagangan hak emisi karbon. Konsep perdagangan
hak emisi karbon sebenarnya didasarkan pada penciptaan nilai melalui distribusi hak emisi karbon.
 Suatu negara dapat menjalankan mekanisme perdagangan hak emisi karbon ini dengan cara menetapkan jumlah
total emisi karbon yang akan dikeluarkan selama periode kepatuhan (compliance period) sesuai dengan jumlah
yang telah disepakati dalam Protokol Kyoto.
 Jumlah total emisi karbon yang telah ditetapkan tersebut selanjutnya didistribusikan ke berbagai entitas melalui
alokasi hak emisi karbon/ cadangan pengeluaran emisi (allowances to emit).
 Masing-masing cadangan pengeluaran emisi memberikan hak untuk mengeluarkan 1 ton emisi CO2 atau gas
rumah kaca lainnya. Sebagian besar hak emisi karbon diberikan oleh pemerintah melalui mekanisme
perdagangan emisi karbon tanpa dipungut biaya atau gratis, tetapi jumlah yang diberikan ini biasanya lebih
rendah dibandingkan dengan jumlah tingkat emisi yang sebenarnya dikeluarkan oleh entitas yang bersangkutan.
 Hal ini menyebabkan timbulnya kelangkaan yang mendorong proses penciptaan nilai bagi pemegang hak emisi
karbon tersebut.
PROTOKOL KYOTO
PROTOKOL KYOTO
 Hak emisi karbon dapat diperdagangkan secara domestik (antarperusahaan) maupun secara regional
(antarnegara).
 Jumlah cadangan pengeluaran emisi yang diperdagangkan antarnegara dibatasi agar negara pembeli
tetap memenuhi kewajibannya untuk menurunkan tingkat emisinya sesuai dengan kesepakatan dalam
Protokol Kyoto (Kyoto Protocol Reference Manual).
 Mekanisme perdagangan emisi karbon ini (Emissions Trading) mulai berlaku di Uni Eropa yang dikenal
dengan European Emission Trading Scheme (EU ETS) sejak Januari 2005 (Deegan, C. 2006: 361).
 Perdagangan hak emisi karbon pada tingkat nasional merupakan cara mengurangi jumlah emisi karbon
dengan cara yang cukup murah.
 Penerbitan peraturan tentang batas jumlah emisi karbon yang harus dipatuhi akan menyebabkan batas
tersebut digunakan sebagai dasar pembebanan berbagai bentuk denda kepada perusahaan.
 Selain itu perdagangan hak emisi karbon akan mendorong perusahaan untuk memutuskan mana yang
lebih menguntungkan, memproduksi produk pada tingkat harga emisi karbon pada saat itu atau
terpaksa menutup aktivitas produksinya untuk memperbaiki fasilitas produksinya agar dapat
memenuhi peraturan batas jumlah emisi (Ducsai: 2009).
 Berdasarkan hal tersebut, diharapkan aktivitas pencemaran udara dapat berkurang melalui
pembebanan harga per unit polusi yang dikeluarkan.
Perlakuan Akuntansi atas Perdagangan Emisi
Karbon
 Permasalahan perlakuan akuntansi yang timbul terkait dengan metode penilaian dan pencatatan hak emisi
karbon yang diberikan oleh pemerintah yang selanjutnya dapat diperdagangkan dan jika terdapat selisih
dengan pemakaian sesungguhnya.
 Untuk mengatasinya, International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) berpedoman pada
International Financial Reporting Standards (IFRS) yang sudah ada dengan cara menerbitkan interpretasi atas
perlakuan terhadap mekanisme perdagangan hak emisi karbon.
 Upaya penerbitan draf interpretasi dilakukan 2002- 2003 sebelum diluncurkannya EU ETS, tetapi draf ini masih
memiliki kelemahan karena pada saat itu pedoman pelaksanaan perdagangan hak emisi karbon masih belum
sempurna.
 Masalah yang terkait dengan perlakuan akuntansi perdagangan hak emisi karbon pada saat diluncurkannya
draf tersebut adalah perlakuan pada saat jumlah cadangan pengeluaran emisi yang diberikan secara gratis oleh
pemerintah sama dengan jumlah emisi karbon yang sesungguhnya dikeluarkan oleh suatu entitas dan entitas
tersebut tidak menjualnya kepada pihak lain.
 Hal ini menyebabkan tidak adanya selisih/ nilai pertukaran yang dapat diakui sebagai laba bersih atau rugi
bersih.
 Oleh karena itu pencatatan laba/rugi hanya dapat dilakukan jika terdapat selisih lebih (kurang) dari pema-kaian
cadangan tersebut dan selisih ini diperdagangkan.
Perlakuan Akuntansi atas Perdagangan Emisi Karbon
 Berdasarkan IFRIC 3 yang diterbitkan pada akhir 2004, perlakuan akuntansi terhadap hak emisi
karbon yang dialokasikan oleh pemerintah maupun yang diperoleh melalui pembelian diakui
sebagai aset tidak berwujud menurut IAS 38 (Intangible Assets).
 Izin/ hak yang diberikan oleh pemerintah tanpa dipungut biaya merupakan bantuan pemerintah
sehingga pada awalnya akan diakui sebagai aset tidak berwujud sebesar nilai wajar (fair value) dan
akun lawannya adalah pendapatan tangguhan (deferred income/ credit) bantuan pemerintah sesuai
dengan IAS 20 (Accounting for Government Grants and Disclosure of Government Assistance).
 Selanjutnya perusahaan dapat memilih untuk mencatat aset tidak berwujud tersebut sebesar biaya
perolehan (at cost) atau nilai wajar (sepanjang pasar yang aktif untuk perdagangan izin tersebut
ada).
 Selama tahun berjalan, setiap kali perusahaan mengeluarkan emisi gas, kewajiban akan diakui
sesuai dengan kewajiban perusahaan untuk menjaga jumlah emisi gasnya sebanyak hak emisi
karbon yang diberikan oleh pemerintah.
Perlakuan Akuntansi atas Perdagangan Emisi Karbon
 Perlakuan akuntansi ini sesuai dengan IAS 37 tentang kewajiban diestimasi,
kewajiban kontinjensi, dan aset kontinjensi (Provisions, Contingent Liabilities And
Contingent Assets).
 Kewajiban ini diukur pada akhir periode pelaporan dengan menggunakan acuan
nilai pasar yang berlaku.
 Selama tahun berjalan, perusahaan akan menghapuskan pendapatan tangguhan
sebelumnya dan mengakui sebagai pendapatan secara sistematis di laporan laba
rugi.
 Hak emisi karbon yang dicatat sebagai aset tidak berwujud, dihapuskan pada saat
dijual ke pasar atau diserahkan kembali ke pemerintah pada saat pelunasan/
penyelesaian kewajiban untuk mengeluarkan emisi karbon sebesar hak yang
diberikan/ dimiliki. Jika hak emisi karbon diperdagangkan di pasar yang aktif, maka
hak emisi karbon tersebut tidak boleh diamortisasi.
Perlakuan Akuntansi atas Perdagangan Emisi Karbon
 Pendekatan biaya perolehan dan revaluasi menurut IFRIC 3 pada dasarnya membahas tentang
pengakuan aset dan kewajiban yang berhubungan dengan mekanisme perdagangan emisi gas seperti
EU ETS.
 Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, IFRIC 3 menjelaskan tiga elemen dalam neraca yaitu (1) aset
tidak berwujud yang mencerminkan hak emisi karbon yang diperoleh secara cuma-cuma 50 dari
pemerintah atau melalui pembelian, (2) kewajiban yang timbul dari pengeluaran emisi secara fisik yang
jumlahnya sama dengan jumlah nilai dari hak yang telah diberikan dan harus diserahkan kembali pada
akhir periode kepada pemerintah untuk memenuhi persyaratan pengeluaran emisi karbon, dan (3)
elemen pendapatan tangguhan (deferred income) yang mencatat bantuan pemerintah pada saat hak
emisi gas diberikan secara cuma-cuma.
 Sehubungan dengan hak emisi gas sebagai suatu aset, untuk pencatatan pertama kali selalu diukur
sebesar nilai wajar yang diterima.
 Setelah pengakuan dan pencatatan pertama kali dari penerimaan hak emisi karbon sebagai aset tidak
berwujud, pengukuran untuk transaksi selanjutnya dapat menggunakan dua alternatif pilihan yaitu
berdasarkan pendekatan biaya per-olehan atau menggunakan pendekatan revaluasi.
 Kedua alternatif tersebut akan melaporkan beban akibat penurunan harga pasar hak emisi karbon
berdasarkan aturan lower of cost or market (mana yang lebih rendah antara biaya perolehan atau harga
pasar).
Catatan: Pemakaian kWh pertahun perpelanggan
Biaya Bahan Bakar (Terkait turunnya produksi
dan kenaikan pembelian TL)
PLT
2020 2019 GWH %
PLTU (PLN turun) 114,284 122,826 -8,542 -7%
PLTG 2,360 2,723 -363 -13%
PLTGU 30,098 37,758 -7,660 -20%
PLTD 3,043 5,014 -1,971 -39%
Pembelian (Naik) 97,159 85,399 11,760 14%
Produksi GWH Turun
Pembelian TL
Th
Rp Juta Naik (%) GWH Naik (%) Rp/kWh Naik (%)
2020 98,651,654 18.1% 97,159 13.8% 1,015 3.8%
2019 83,563,991 85,399 979
Harga Rata2
Pembelian GWH
Biaya Pembelian TL
Perlakuan Akuntansi atas Perdagangan Emisi Karbon
 Perbedaan antara keduanya terjadi jika harga pasar naik sehingga menghasilkan selisih positif.
 Berdasarkan metode biaya perolehan, tidak ada keuntungan yang direalisasi sampai dengan hak emisi karbon
tersebut dijual.
 Sedangkan metode revaluasi mengakui adanya surplus yang termasuk dalam ekuitas dan dicatat dalam akun
surplus revaluasi. Nilai dari kewajiban dihitung dengan cara mengalikan jumlah hak emisi gas yang dibutuhkan
dengan harga pasar yang berlaku pada saat itu dan jumlah kewajiban ini akan meningkat sejalan dengan
peningkatan jumlah emisi yang digunakan.
 Pencatatan timbulnya kewajiban ini akan diimbangi dengan timbulnya beban sebesar nilai yang sama sesuai
dengan jumlah hak emisi gas yang dibutuhkan untuk proses produksi. Elemen pendapatan tangguhan diakui
sebesar nilai wajar pada saat bantuan pemerintah berupa hak emisi karbon diberikan untuk pertama kalinya.
 Selanjutnya pendapatan tangguhan ini diamortisasi secara sistematis dan diakui sebagai pendapatan yang
selanjutnya disandingkan dengan perubahan dalam jumlah kewajiban emisi yang telah dicatat sebagai beban.
 Metode pencatatan seperti ini menimbulkan masalah ketidaksesuaian pada saat menerapkan matching
principle di laporan laba rugi.
 Ketidaksesuaian (mismatch) dalam pelaporan ini akibat perbedaan perlakuan pengukuran dimana pengukuran
aset (baik menggunakan metode biaya perolehan maupun revaluasi), pendapatan tangguhan (diamortisasi
sebesar biaya perolehan), dan kewajiban (menggunakan nilai wajar) tidak konsisten sehingga menjadi tidak
wajar jika diperbandingkan di laporan keuangan.
Perlakuan Akuntansi atas Perdagangan Emisi Karbon
 Penerapan IFRIC 3 mendapat penolakan akibat ada beberapa kelemahan prinsip yang menimbulkan
ketidakseimbangan dalam akuntansi. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kelemahan tersebut
antara lain adalah dalam hal pengukuran aset dan kewajiban.
 Jika untuk pencatatan aset menggunakan pendekatan biaya perolehan sedangkan pencatatan
kewajiban menggunakan nilai wajar, maka terjadi ketidakseimbangan dalam hal pengakuan aset dan
kewajiban pada akhir periode pelaporan dimana kewajiban dan aset akan saling menghapuskan pada
saat penyerahan hak emisi karbon sebagai pertanggungjawaban pengendalian pengeluaran emisi
dari entitas kepada pemerintah.
 Kelemahan berikutnya terletak pada lokasi pelaporan dari timbulnya laba dan rugi dari transaksi aset
dan kewajiban. Jika pendekatan nilai wajar digunakan untuk menilai aset, perubahan dari nilai aset
akan diakui di posisi ekuitas sedangkan perubahan dari nilai kewajiban akan diakui dalam laporan
laba rugi.
 Kelemahan yang terakhir terkait dengan ketidaksesuaian dalam hal periode pencatatan.
 Hak emisi karbon diakui pada saat diperoleh, biasanya di awal tahun, sedangkan kewajiban emisi
diakui selama tahun berjalan secara sistematis pada saat terjadinya pengeluaran emisi gas dan
dicatat sebesar nilai wajar pada saat terjadinya. K
Perlakuan Akuntansi atas Perdagangan Emisi Karbon
 Kelemahan-kelemahan inilah yang menyebabkan hanya sedikit perusahaan yang terlibat dalam
mekanisme perdagangan emisi karbon menerapkan IFRIC 3 secara suka-rela. Akhirnya beberapa
pendekatan diadopsi/ dikembangkan dalam praktik akuntansi untuk mengatasi kelemahan
tersebut antara lain pendekatan kewajiban bersih (net liability) dan pendekatan bantuan
pemerintah (government grant) (Ernst & Young Global Limited, 2009).
 Dalam pendekalan kewajiban bersih, hak emisi karbon diberikan pemerintah dicatat sebesar nilai
nominal (yaitu 0 jika diberikan secara cuma-cuma) dan perusahaan hanya akan mencatat
kewajiban pada saat emisi karbon sesungguhnya dikeluarkan telah melampaui hak emisi karbon
yang telah diberikan oleh pemerintah.
 Berdasarkan pendekatan ini hak emisi karbon yang dibeli dicatat seperti halnya pembelian aset
tidak berwujud lainnya. Jika perusahaan menggunakan pendekatan pencatatan bantuan
pemerintah sesuai IAS 20, maka hak emisi karbon yang diberikan pemerintah akan dicatat
pertama kali sebesar nilai wajar dan akun lawannya adalah pendapatan tangguhan (deferred
income) bantuan pemerintah di neraca.
Perlakuan Akuntansi atas Perdagangan Emisi Karbon
 Selanjutnya pendapatan tangguhan ini akan dihapuskan secara sistematis dan diakui sebagai
pendapatan selama periode efektif hak emisi karbon yang diberikan.
 Perlakuan akuntansi dengan pendekatan ini lebih mengikuti rekomendasi IFRIC 3, tetapi
pencatatan kewajiban tidak diukur berdasarkan harga pasar yang yang berlaku pada saat
penggunaan hak emisi karbon, melainkan berdasarkan jumlah nilai yang dicatat atas hak
emisi karbon yang diakui sebagai aset tidak berwujud.
 Pada akhir periode efektif dari hak emisi karbon/ periode pelaporan nilai aset tidak berwujud
dapat digunakan untuk menghapus kewajiban pada akhir periode pelaporan karena jumlah
nilai dari kedua elemen tersebut sama. Ilustrasi penerapan ketiga pendekatan perlakuan
akuntansi atas izin emisi karbon dijelaskan pada contoh kasus berikut (Ernst & Young Global
Limited, 2009: 5).
 Contoh
• Perusahaan menerima hak emisi karbon pada 1 Januari 2009, yang memberikan hak
untuk mengeluarkan emisi gas sebesar 10.000 ton emisi karbon untuk tahun yang
berakhir 31 Desember 2009. Harga pasar untuk hak emisi karbon yang berlaku pada 1
Januari 2009 adalah €10/ton. Data tentang harga pasar dan pengeluaran emisi karbon
dapat dilihat pada tabel sebagai berikut
Contoh Perhitungan
KONSEP SEWA
Sewa
• Sewa adalah suatu perjanjian dimana lessor
memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan
suatu aset selama periode waktu yang disepakati.
• Sewa diklasifikasikan atas :
• Sewa operasi / operating lease
• Sewa pembiayaan / capital lease
• Sewa sebagai alternatif pembiayaan  menghemat
kas entitas.
• Sewa operasi disajikan off balance sheet (tidak
ditampilkan di laporan posisi keuangan sehingga
dapat meningkatkan beberapa rasio keuangan 
efisiensi dan leverage.
Sewa Operasi
• Sewa jangka pendek
• Alat dapat digunakan oleh penyewa namun aset dimiliki oleh
pihak yang menyewakan.
• Tidak terjadi transfer ownership di akhir masa sewa.
• Pemeliharaan alat biasanya oleh yang menyewakan
• Penyajian dalam laporan keuangan
• Diakui dan disajikan sebagai beban sewa dalam laporan laba rugi
komprehensif.
• Tidak ada pencatatan aset, utang dan beban depresiasi (off
balance sheet)
Sewa Pembiayaan
• Sewa pembiayaan / capital lease / finance lease
• Merupakan bentuk pendanaan jangka panjang  pembelian
secara angsuran
• Sewa pembiayaan  “transfer risiko dan manfaat aset kepada
pihak leasse”  kriteria umum sesuai dengan PSAK 30: sewa
dan ISAK 8 Transaksi yang Mengandung Sewa.
• Pengakuan :
• Pencatatan aset dan amortisasi oleh lessee
• Pencatatan utang dan beban bunga  atas kontrak pembayaran
jangka panjang
• Lessor tidak lagi mengakui aset
• Piutang dan pendaptan bunga akan diakui oleh Lessor
Penyewa
(Lessee)
• Menggunakan
Pesewa (Lessor)
• Meminjamkan
SEWA
• Sewa adalah suatu perjanjian dimana lessor memberikan hak
kepada lessee untuk menggunakan suatu aset selama periode
waktu yang disepakati.
Aset spesifik
Dapat diidentifikasi
Awal Sewa vs Awal Masa Sewa
 Awal Sewa (Inception of the lease) adalah tanggal yang lebih awal
antara tanggal perjanjian sewa dan tanggal pihak-pihak menyatakan
komitmen terhadap ketentuan-ketentuan pokok sewa. Pada tanggal
ini:
 Sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi atau sewa pembiayaan
 Untuk sewa pembiayaan , jumlah yang diakui pada awal masa sewa
ditentukan
 Awal Masa Sewa (commencement of the lease term) adalah tanggal
saat lessee mulai berhak untuk menggunakan aset sewaan.
 Tanggal ini merupakan tanggal pertama kali sewa diakui (yaitu pengakuan
aset, kewajiban, penghasilan atau beban sewa)
Klasifikasi Sewa
 Lease = Sewa
 Sewa Pembiayaan (Finance Lease) adalah sewa yang
mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat
yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada
akhirnya dapat dialihkan, dapat juga tidak dialihkan (par. 8)
 Sewa Operasi (Operating Lease) adalah sewa yang tidak
mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat
yang terkait dengan kepemilikan aset (par. 8)
Klasifikasi sebagai sewa pembiayaan atau sewa
operasi didasarkan pada substansi transaksi dan
bukan pada bentuk kontraknya.
Indikator-indikator Klasifikasi (Par.10)
a) Sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa
sewa
b) Lessee mempunyai opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup
rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat
dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi
memang akan dilaksanakan
c) Masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun
hak milik tidak dialihkan
d) Pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum
secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan
e) Aset sewaan bersifat khusus dimana hanya lessee yang dapat
menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material
Indikator Tambahan (Par. 11)
• Jika lessee dapat membatalkan sewa, maka rugi lessor yang
terkait dengan pembatalan ditanggung oleh lessee
• Laba atau rugi dari fluktuasi nilai wajar residu dibebankan
kepada lessee
• Lessee memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk
periode kedua dengan nilai rental yang secara substansial
lebih rendah dari nilai rental pasar
Indikator – indikator di atas tidak selalu
harus konklusif.
Sewa
Dampak pada Laporan Keuangan Lease
Tanggal Cash Lease Aset Lease Liability Equity
01/01/2010 - 10.000 10.000 -
31/12/2010 (2.505) 8.000 8.295 (2.800)
31/12/2011 (5.010) 6.000 6.454 (5.464)
31/12/2012 (7.515) 4.000 4.466 (7.981)
31/12/2013 (10.020) 2.000 2.319 (10.339)
31/12/2014 (12.525) - (0) (12.525)
Sewa
Dampak pada Laporan Keuangan Lessor
Tanggal Cash
Interest
Revenue
Akumulasi
Interest
Pengurang
Pokok
Piutang Equity
01/01/2010 - 10.000 -
31/12/2010 2.505 800 800 1.705 8.295 2.800
31/12/2011 5.010 664 1.464 1.841 6.454 5.464
31/12/2012 7.515 517 1.981 1.988 4.466 7.981
31/12/2013 10.020 358 2.339 2.147 2.319 10.339
31/12/2014 12.525 186 2.525 2.319 (0) 12.525
Aminullah assagaf fgd 2 ikpln_30 agustus 2021_final 290821
Aminullah assagaf fgd 2 ikpln_30 agustus 2021_final 290821

More Related Content

Similar to Aminullah assagaf fgd 2 ikpln_30 agustus 2021_final 290821

Pengurang Penghasilan Bruto dalam PPh
Pengurang Penghasilan Bruto dalam PPhPengurang Penghasilan Bruto dalam PPh
Pengurang Penghasilan Bruto dalam PPhNadia Eva
 
Strategi Pajak dalam Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi Paj...
Strategi Pajak dalam Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi Paj...Strategi Pajak dalam Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi Paj...
Strategi Pajak dalam Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi Paj...ThieChen
 
Sosialisasi PMK 85 - Juknis + realisasi.pptx
Sosialisasi PMK 85 - Juknis + realisasi.pptxSosialisasi PMK 85 - Juknis + realisasi.pptx
Sosialisasi PMK 85 - Juknis + realisasi.pptxDimMazz1
 
y = 190520-Program-Surya-Nusantara-EBTKE.pdf
y = 190520-Program-Surya-Nusantara-EBTKE.pdfy = 190520-Program-Surya-Nusantara-EBTKE.pdf
y = 190520-Program-Surya-Nusantara-EBTKE.pdfekosudarmanto4
 
Aminullah Assagaf_Aspek Keuangan Program TE_6 Des 2022.pptx
Aminullah Assagaf_Aspek Keuangan Program TE_6 Des 2022.pptxAminullah Assagaf_Aspek Keuangan Program TE_6 Des 2022.pptx
Aminullah Assagaf_Aspek Keuangan Program TE_6 Des 2022.pptxAminullah Assagaf
 
Penyisiran per KLU By Tulus Mulyono
Penyisiran per KLU By Tulus MulyonoPenyisiran per KLU By Tulus Mulyono
Penyisiran per KLU By Tulus MulyonoCafriano Ginting
 
Simulasi Ringkas perpajakan bagi Bendahara
Simulasi Ringkas perpajakan bagi BendaharaSimulasi Ringkas perpajakan bagi Bendahara
Simulasi Ringkas perpajakan bagi BendaharaDeny Zaenal Faizin
 
Cukai bbm den-syamsir abduh 12102016
Cukai bbm den-syamsir abduh 12102016Cukai bbm den-syamsir abduh 12102016
Cukai bbm den-syamsir abduh 12102016Bevy Saragi Sitio
 
"Optimalisasi Production Sharing Contract demi Peningkatan Stabilitas Pasokan...
"Optimalisasi Production Sharing Contract demi Peningkatan Stabilitas Pasokan..."Optimalisasi Production Sharing Contract demi Peningkatan Stabilitas Pasokan...
"Optimalisasi Production Sharing Contract demi Peningkatan Stabilitas Pasokan...Shinta Yanirma
 
Tugas ke 2 ekonomi teknik
Tugas ke 2 ekonomi teknikTugas ke 2 ekonomi teknik
Tugas ke 2 ekonomi teknikcondro23
 
Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah
Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerahFgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah
Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerahArie Maulana
 
1. Pokok-pokok penambahan AA 2_edit160622.pdf
1. Pokok-pokok penambahan AA 2_edit160622.pdf1. Pokok-pokok penambahan AA 2_edit160622.pdf
1. Pokok-pokok penambahan AA 2_edit160622.pdfFloridaNumbery
 
Pertemuan 12.pptx
Pertemuan 12.pptxPertemuan 12.pptx
Pertemuan 12.pptxSaveFile1
 
MATERI bjb SIAP INDIVIDU bank bjb banten
MATERI bjb SIAP INDIVIDU bank bjb bantenMATERI bjb SIAP INDIVIDU bank bjb banten
MATERI bjb SIAP INDIVIDU bank bjb bantenMukhamadMuslim
 
Akuntansi Migas dan ilustrasi jurnal akuntansi
Akuntansi Migas dan ilustrasi jurnal akuntansiAkuntansi Migas dan ilustrasi jurnal akuntansi
Akuntansi Migas dan ilustrasi jurnal akuntansiRikiWahyudi19
 
Lilis Nofita Sari_Cara Mendapatkan Insentif PPh Pasal 21 DTP Pegawai Tetap Ga...
Lilis Nofita Sari_Cara Mendapatkan Insentif PPh Pasal 21 DTP Pegawai Tetap Ga...Lilis Nofita Sari_Cara Mendapatkan Insentif PPh Pasal 21 DTP Pegawai Tetap Ga...
Lilis Nofita Sari_Cara Mendapatkan Insentif PPh Pasal 21 DTP Pegawai Tetap Ga...LilisNofitaSari
 
Kelompok 7 Penerimaan Negara Bukan Pajak.pptx
Kelompok 7 Penerimaan Negara Bukan Pajak.pptxKelompok 7 Penerimaan Negara Bukan Pajak.pptx
Kelompok 7 Penerimaan Negara Bukan Pajak.pptxtutiratnawati1
 
Briefing Note & Rekomendasi Subsidi Bbm
Briefing Note & Rekomendasi Subsidi BbmBriefing Note & Rekomendasi Subsidi Bbm
Briefing Note & Rekomendasi Subsidi BbmNikka Sasongko
 

Similar to Aminullah assagaf fgd 2 ikpln_30 agustus 2021_final 290821 (20)

Pengurang Penghasilan Bruto dalam PPh
Pengurang Penghasilan Bruto dalam PPhPengurang Penghasilan Bruto dalam PPh
Pengurang Penghasilan Bruto dalam PPh
 
Strategi Pajak dalam Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi Paj...
Strategi Pajak dalam Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi Paj...Strategi Pajak dalam Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi Paj...
Strategi Pajak dalam Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi Paj...
 
Sosialisasi PMK 85 - Juknis + realisasi.pptx
Sosialisasi PMK 85 - Juknis + realisasi.pptxSosialisasi PMK 85 - Juknis + realisasi.pptx
Sosialisasi PMK 85 - Juknis + realisasi.pptx
 
y = 190520-Program-Surya-Nusantara-EBTKE.pdf
y = 190520-Program-Surya-Nusantara-EBTKE.pdfy = 190520-Program-Surya-Nusantara-EBTKE.pdf
y = 190520-Program-Surya-Nusantara-EBTKE.pdf
 
Aminullah Assagaf_Aspek Keuangan Program TE_6 Des 2022.pptx
Aminullah Assagaf_Aspek Keuangan Program TE_6 Des 2022.pptxAminullah Assagaf_Aspek Keuangan Program TE_6 Des 2022.pptx
Aminullah Assagaf_Aspek Keuangan Program TE_6 Des 2022.pptx
 
Penyisiran per KLU By Tulus Mulyono
Penyisiran per KLU By Tulus MulyonoPenyisiran per KLU By Tulus Mulyono
Penyisiran per KLU By Tulus Mulyono
 
Simulasi Ringkas perpajakan bagi Bendahara
Simulasi Ringkas perpajakan bagi BendaharaSimulasi Ringkas perpajakan bagi Bendahara
Simulasi Ringkas perpajakan bagi Bendahara
 
Cukai bbm den-syamsir abduh 12102016
Cukai bbm den-syamsir abduh 12102016Cukai bbm den-syamsir abduh 12102016
Cukai bbm den-syamsir abduh 12102016
 
"Optimalisasi Production Sharing Contract demi Peningkatan Stabilitas Pasokan...
"Optimalisasi Production Sharing Contract demi Peningkatan Stabilitas Pasokan..."Optimalisasi Production Sharing Contract demi Peningkatan Stabilitas Pasokan...
"Optimalisasi Production Sharing Contract demi Peningkatan Stabilitas Pasokan...
 
Tugas ke 2 ekonomi teknik
Tugas ke 2 ekonomi teknikTugas ke 2 ekonomi teknik
Tugas ke 2 ekonomi teknik
 
Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah
Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerahFgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah
Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah
 
1. Pokok-pokok penambahan AA 2_edit160622.pdf
1. Pokok-pokok penambahan AA 2_edit160622.pdf1. Pokok-pokok penambahan AA 2_edit160622.pdf
1. Pokok-pokok penambahan AA 2_edit160622.pdf
 
Pertemuan 12.pptx
Pertemuan 12.pptxPertemuan 12.pptx
Pertemuan 12.pptx
 
MATERI bjb SIAP INDIVIDU bank bjb banten
MATERI bjb SIAP INDIVIDU bank bjb bantenMATERI bjb SIAP INDIVIDU bank bjb banten
MATERI bjb SIAP INDIVIDU bank bjb banten
 
Pph Potong Pungut PPT
Pph Potong Pungut PPTPph Potong Pungut PPT
Pph Potong Pungut PPT
 
Akuntansi Migas dan ilustrasi jurnal akuntansi
Akuntansi Migas dan ilustrasi jurnal akuntansiAkuntansi Migas dan ilustrasi jurnal akuntansi
Akuntansi Migas dan ilustrasi jurnal akuntansi
 
Masalah pengupahan di indonesia
Masalah pengupahan di indonesiaMasalah pengupahan di indonesia
Masalah pengupahan di indonesia
 
Lilis Nofita Sari_Cara Mendapatkan Insentif PPh Pasal 21 DTP Pegawai Tetap Ga...
Lilis Nofita Sari_Cara Mendapatkan Insentif PPh Pasal 21 DTP Pegawai Tetap Ga...Lilis Nofita Sari_Cara Mendapatkan Insentif PPh Pasal 21 DTP Pegawai Tetap Ga...
Lilis Nofita Sari_Cara Mendapatkan Insentif PPh Pasal 21 DTP Pegawai Tetap Ga...
 
Kelompok 7 Penerimaan Negara Bukan Pajak.pptx
Kelompok 7 Penerimaan Negara Bukan Pajak.pptxKelompok 7 Penerimaan Negara Bukan Pajak.pptx
Kelompok 7 Penerimaan Negara Bukan Pajak.pptx
 
Briefing Note & Rekomendasi Subsidi Bbm
Briefing Note & Rekomendasi Subsidi BbmBriefing Note & Rekomendasi Subsidi Bbm
Briefing Note & Rekomendasi Subsidi Bbm
 

More from Aminullah Assagaf

Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pdf
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pdfAminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pdf
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pdfAminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pptx
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pptxAminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pptx
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pptxAminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pdf
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pdfAminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pdf
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pdfAminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pdf
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pdfAminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pdf
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pdfAminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pptx
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pptxAminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pptx
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pptxAminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 20_10 April 2024_Inc. Data panel & Perbandi...
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 20_10 April 2024_Inc. Data panel & Perbandi...Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 20_10 April 2024_Inc. Data panel & Perbandi...
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 20_10 April 2024_Inc. Data panel & Perbandi...Aminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...Aminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...Aminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_K12-14_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
Aminullah Assagaf_K12-14_Manj Oprs dan Prod_2024.pptAminullah Assagaf_K12-14_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
Aminullah Assagaf_K12-14_Manj Oprs dan Prod_2024.pptAminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_K10-11_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
Aminullah Assagaf_K10-11_Manj Oprs dan Prod_2024.pptAminullah Assagaf_K10-11_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
Aminullah Assagaf_K10-11_Manj Oprs dan Prod_2024.pptAminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_K6-7_29 Oktober 2024.ppt
Aminullah Assagaf_K6-7_29 Oktober 2024.pptAminullah Assagaf_K6-7_29 Oktober 2024.ppt
Aminullah Assagaf_K6-7_29 Oktober 2024.pptAminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_K8-9_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
Aminullah Assagaf_K8-9_Manj Oprs dan Prod_2024.pptAminullah Assagaf_K8-9_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
Aminullah Assagaf_K8-9_Manj Oprs dan Prod_2024.pptAminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_K4-5_Manj Oprs dan Prod_2021 [Autosaved].ppt
Aminullah Assagaf_K4-5_Manj Oprs dan Prod_2021 [Autosaved].pptAminullah Assagaf_K4-5_Manj Oprs dan Prod_2021 [Autosaved].ppt
Aminullah Assagaf_K4-5_Manj Oprs dan Prod_2021 [Autosaved].pptAminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_K1-3_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
Aminullah Assagaf_K1-3_Manj Oprs dan Prod_2024.pptAminullah Assagaf_K1-3_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
Aminullah Assagaf_K1-3_Manj Oprs dan Prod_2024.pptAminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_P7-Ch.9_Project management-32.pptx
Aminullah Assagaf_P7-Ch.9_Project management-32.pptxAminullah Assagaf_P7-Ch.9_Project management-32.pptx
Aminullah Assagaf_P7-Ch.9_Project management-32.pptxAminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_P6-Ch.8_Human resources-32.pptx
Aminullah Assagaf_P6-Ch.8_Human resources-32.pptxAminullah Assagaf_P6-Ch.8_Human resources-32.pptx
Aminullah Assagaf_P6-Ch.8_Human resources-32.pptxAminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_P5-Ch.7_Capacity and Facility_32.pptx
Aminullah Assagaf_P5-Ch.7_Capacity and Facility_32.pptxAminullah Assagaf_P5-Ch.7_Capacity and Facility_32.pptx
Aminullah Assagaf_P5-Ch.7_Capacity and Facility_32.pptxAminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_P4-Ch.6_Processes and technology-32.pptx
Aminullah Assagaf_P4-Ch.6_Processes and technology-32.pptxAminullah Assagaf_P4-Ch.6_Processes and technology-32.pptx
Aminullah Assagaf_P4-Ch.6_Processes and technology-32.pptxAminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_P3-Ch.4-5_Product Design & Srvice Design.pptx
Aminullah Assagaf_P3-Ch.4-5_Product Design & Srvice Design.pptxAminullah Assagaf_P3-Ch.4-5_Product Design & Srvice Design.pptx
Aminullah Assagaf_P3-Ch.4-5_Product Design & Srvice Design.pptxAminullah Assagaf
 
Aminullah Assagaf_P2-Ch.2-3_Operations Strategy & Qualittty Mangt.pptx
Aminullah Assagaf_P2-Ch.2-3_Operations Strategy & Qualittty Mangt.pptxAminullah Assagaf_P2-Ch.2-3_Operations Strategy & Qualittty Mangt.pptx
Aminullah Assagaf_P2-Ch.2-3_Operations Strategy & Qualittty Mangt.pptxAminullah Assagaf
 

More from Aminullah Assagaf (20)

Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pdf
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pdfAminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pdf
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pdf
 
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pptx
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pptxAminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pptx
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pptx
 
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pdf
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pdfAminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pdf
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 22_11 April 2024.pdf
 
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pdf
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pdfAminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pdf
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pdf
 
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pptx
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pptxAminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pptx
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 21_11 April 2024.pptx
 
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 20_10 April 2024_Inc. Data panel & Perbandi...
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 20_10 April 2024_Inc. Data panel & Perbandi...Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 20_10 April 2024_Inc. Data panel & Perbandi...
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 20_10 April 2024_Inc. Data panel & Perbandi...
 
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...
 
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...
 
Aminullah Assagaf_K12-14_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
Aminullah Assagaf_K12-14_Manj Oprs dan Prod_2024.pptAminullah Assagaf_K12-14_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
Aminullah Assagaf_K12-14_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
 
Aminullah Assagaf_K10-11_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
Aminullah Assagaf_K10-11_Manj Oprs dan Prod_2024.pptAminullah Assagaf_K10-11_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
Aminullah Assagaf_K10-11_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
 
Aminullah Assagaf_K6-7_29 Oktober 2024.ppt
Aminullah Assagaf_K6-7_29 Oktober 2024.pptAminullah Assagaf_K6-7_29 Oktober 2024.ppt
Aminullah Assagaf_K6-7_29 Oktober 2024.ppt
 
Aminullah Assagaf_K8-9_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
Aminullah Assagaf_K8-9_Manj Oprs dan Prod_2024.pptAminullah Assagaf_K8-9_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
Aminullah Assagaf_K8-9_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
 
Aminullah Assagaf_K4-5_Manj Oprs dan Prod_2021 [Autosaved].ppt
Aminullah Assagaf_K4-5_Manj Oprs dan Prod_2021 [Autosaved].pptAminullah Assagaf_K4-5_Manj Oprs dan Prod_2021 [Autosaved].ppt
Aminullah Assagaf_K4-5_Manj Oprs dan Prod_2021 [Autosaved].ppt
 
Aminullah Assagaf_K1-3_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
Aminullah Assagaf_K1-3_Manj Oprs dan Prod_2024.pptAminullah Assagaf_K1-3_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
Aminullah Assagaf_K1-3_Manj Oprs dan Prod_2024.ppt
 
Aminullah Assagaf_P7-Ch.9_Project management-32.pptx
Aminullah Assagaf_P7-Ch.9_Project management-32.pptxAminullah Assagaf_P7-Ch.9_Project management-32.pptx
Aminullah Assagaf_P7-Ch.9_Project management-32.pptx
 
Aminullah Assagaf_P6-Ch.8_Human resources-32.pptx
Aminullah Assagaf_P6-Ch.8_Human resources-32.pptxAminullah Assagaf_P6-Ch.8_Human resources-32.pptx
Aminullah Assagaf_P6-Ch.8_Human resources-32.pptx
 
Aminullah Assagaf_P5-Ch.7_Capacity and Facility_32.pptx
Aminullah Assagaf_P5-Ch.7_Capacity and Facility_32.pptxAminullah Assagaf_P5-Ch.7_Capacity and Facility_32.pptx
Aminullah Assagaf_P5-Ch.7_Capacity and Facility_32.pptx
 
Aminullah Assagaf_P4-Ch.6_Processes and technology-32.pptx
Aminullah Assagaf_P4-Ch.6_Processes and technology-32.pptxAminullah Assagaf_P4-Ch.6_Processes and technology-32.pptx
Aminullah Assagaf_P4-Ch.6_Processes and technology-32.pptx
 
Aminullah Assagaf_P3-Ch.4-5_Product Design & Srvice Design.pptx
Aminullah Assagaf_P3-Ch.4-5_Product Design & Srvice Design.pptxAminullah Assagaf_P3-Ch.4-5_Product Design & Srvice Design.pptx
Aminullah Assagaf_P3-Ch.4-5_Product Design & Srvice Design.pptx
 
Aminullah Assagaf_P2-Ch.2-3_Operations Strategy & Qualittty Mangt.pptx
Aminullah Assagaf_P2-Ch.2-3_Operations Strategy & Qualittty Mangt.pptxAminullah Assagaf_P2-Ch.2-3_Operations Strategy & Qualittty Mangt.pptx
Aminullah Assagaf_P2-Ch.2-3_Operations Strategy & Qualittty Mangt.pptx
 

Recently uploaded

TEKNIK MENJAWAB SOALAN UASA SUBJEK SAINS TAHAP 2
TEKNIK MENJAWAB SOALAN UASA SUBJEK SAINS TAHAP 2TEKNIK MENJAWAB SOALAN UASA SUBJEK SAINS TAHAP 2
TEKNIK MENJAWAB SOALAN UASA SUBJEK SAINS TAHAP 2g89268540
 
Bioteknologi Konvensional dan Modern kelas 9 SMP
Bioteknologi Konvensional dan Modern  kelas 9 SMPBioteknologi Konvensional dan Modern  kelas 9 SMP
Bioteknologi Konvensional dan Modern kelas 9 SMPNiPutuDewikAgustina
 
Penyuluhan_pHIV_AIDS (1).ppt pada tahun 2024 di klungkung
Penyuluhan_pHIV_AIDS (1).ppt pada tahun 2024 di klungkungPenyuluhan_pHIV_AIDS (1).ppt pada tahun 2024 di klungkung
Penyuluhan_pHIV_AIDS (1).ppt pada tahun 2024 di klungkungSemediGiri2
 
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptxLokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptxrani414352
 
Dokumentasi Penilaian Kinerja-Disiplin Positif-Aprilia.docx
Dokumentasi Penilaian Kinerja-Disiplin Positif-Aprilia.docxDokumentasi Penilaian Kinerja-Disiplin Positif-Aprilia.docx
Dokumentasi Penilaian Kinerja-Disiplin Positif-Aprilia.docxjayantilinda
 
Power point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsurPower point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsurDoddiKELAS7A
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Pembahasan Soal Ujian Komprehensif Farmasi Perapotekan
Pembahasan Soal Ujian Komprehensif Farmasi PerapotekanPembahasan Soal Ujian Komprehensif Farmasi Perapotekan
Pembahasan Soal Ujian Komprehensif Farmasi PerapotekanNesha Mutiara
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdfAndiCoc
 
konsep pidato Bahaya Merokok bagi kesehatan
konsep pidato Bahaya Merokok bagi kesehatankonsep pidato Bahaya Merokok bagi kesehatan
konsep pidato Bahaya Merokok bagi kesehatanSuzanDwiPutra
 
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdfAksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdfsubki124
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Aksi Nyata PMM - Merancang Pembelajaran berdasarkan Perkembangan Peserta Didi...
Aksi Nyata PMM - Merancang Pembelajaran berdasarkan Perkembangan Peserta Didi...Aksi Nyata PMM - Merancang Pembelajaran berdasarkan Perkembangan Peserta Didi...
Aksi Nyata PMM - Merancang Pembelajaran berdasarkan Perkembangan Peserta Didi...walidumar
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)
E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)
E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)Ammar Ahmad
 
kerajaan-kerajaan hindu-budha di indonesia.ppt
kerajaan-kerajaan hindu-budha di indonesia.pptkerajaan-kerajaan hindu-budha di indonesia.ppt
kerajaan-kerajaan hindu-budha di indonesia.pptputrisari631
 
IPS - karakteristik geografis, sosial, budaya, dan ekonomi di ASEAN
IPS - karakteristik geografis, sosial, budaya, dan ekonomi di ASEANIPS - karakteristik geografis, sosial, budaya, dan ekonomi di ASEAN
IPS - karakteristik geografis, sosial, budaya, dan ekonomi di ASEANGilangNandiaputri1
 
MATERI TENTANG SUMBER ENERGI KELAS 4 TEMA 2 K13
MATERI TENTANG SUMBER ENERGI KELAS 4 TEMA 2 K13MATERI TENTANG SUMBER ENERGI KELAS 4 TEMA 2 K13
MATERI TENTANG SUMBER ENERGI KELAS 4 TEMA 2 K13ZulfiWahyudiAsyhaer1
 
UAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdf
UAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdfUAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdf
UAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdfssuser29a952
 

Recently uploaded (20)

TEKNIK MENJAWAB SOALAN UASA SUBJEK SAINS TAHAP 2
TEKNIK MENJAWAB SOALAN UASA SUBJEK SAINS TAHAP 2TEKNIK MENJAWAB SOALAN UASA SUBJEK SAINS TAHAP 2
TEKNIK MENJAWAB SOALAN UASA SUBJEK SAINS TAHAP 2
 
Bioteknologi Konvensional dan Modern kelas 9 SMP
Bioteknologi Konvensional dan Modern  kelas 9 SMPBioteknologi Konvensional dan Modern  kelas 9 SMP
Bioteknologi Konvensional dan Modern kelas 9 SMP
 
Penyuluhan_pHIV_AIDS (1).ppt pada tahun 2024 di klungkung
Penyuluhan_pHIV_AIDS (1).ppt pada tahun 2024 di klungkungPenyuluhan_pHIV_AIDS (1).ppt pada tahun 2024 di klungkung
Penyuluhan_pHIV_AIDS (1).ppt pada tahun 2024 di klungkung
 
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptxLokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
 
Dokumentasi Penilaian Kinerja-Disiplin Positif-Aprilia.docx
Dokumentasi Penilaian Kinerja-Disiplin Positif-Aprilia.docxDokumentasi Penilaian Kinerja-Disiplin Positif-Aprilia.docx
Dokumentasi Penilaian Kinerja-Disiplin Positif-Aprilia.docx
 
Power point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsurPower point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsur
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Pembahasan Soal Ujian Komprehensif Farmasi Perapotekan
Pembahasan Soal Ujian Komprehensif Farmasi PerapotekanPembahasan Soal Ujian Komprehensif Farmasi Perapotekan
Pembahasan Soal Ujian Komprehensif Farmasi Perapotekan
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
 
konsep pidato Bahaya Merokok bagi kesehatan
konsep pidato Bahaya Merokok bagi kesehatankonsep pidato Bahaya Merokok bagi kesehatan
konsep pidato Bahaya Merokok bagi kesehatan
 
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdfAksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Aksi Nyata PMM - Merancang Pembelajaran berdasarkan Perkembangan Peserta Didi...
Aksi Nyata PMM - Merancang Pembelajaran berdasarkan Perkembangan Peserta Didi...Aksi Nyata PMM - Merancang Pembelajaran berdasarkan Perkembangan Peserta Didi...
Aksi Nyata PMM - Merancang Pembelajaran berdasarkan Perkembangan Peserta Didi...
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)
E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)
E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)
 
kerajaan-kerajaan hindu-budha di indonesia.ppt
kerajaan-kerajaan hindu-budha di indonesia.pptkerajaan-kerajaan hindu-budha di indonesia.ppt
kerajaan-kerajaan hindu-budha di indonesia.ppt
 
IPS - karakteristik geografis, sosial, budaya, dan ekonomi di ASEAN
IPS - karakteristik geografis, sosial, budaya, dan ekonomi di ASEANIPS - karakteristik geografis, sosial, budaya, dan ekonomi di ASEAN
IPS - karakteristik geografis, sosial, budaya, dan ekonomi di ASEAN
 
MATERI TENTANG SUMBER ENERGI KELAS 4 TEMA 2 K13
MATERI TENTANG SUMBER ENERGI KELAS 4 TEMA 2 K13MATERI TENTANG SUMBER ENERGI KELAS 4 TEMA 2 K13
MATERI TENTANG SUMBER ENERGI KELAS 4 TEMA 2 K13
 
UAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdf
UAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdfUAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdf
UAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdf
 

Aminullah assagaf fgd 2 ikpln_30 agustus 2021_final 290821

  • 1. KEEKONOMIAN, MODEL FINANCIAL DAN RISIKO TERKAIT DENGAN RETIREMENT PLTU 30 Agustus 2021
  • 2. CONTENT  Apa pengaruh Early retirement PLTU terhadap financial performance PLN?  Kelayakan ekonomi dan kelayakan finansial program early retirement PLTU  Pilihan strategi dan kebijakan PLN dalam menghadapi early retirement PLTU sebagai alternative solusi dengan finansial loss yang minimal  Early Retirement PLTU dan pekembangan bisnis ketenagalistrikan nasional kedepan  Peraturan Pemerintah tentang Penghapusan Aset, Percepatan depresiasi dan aspek perpajakan.  Peluang ‘monetisasi” program early retirement, misalnya terkait insentif Carbon Tax, Negative carbon certificate dalam Emission Trading Mechanism.
  • 3. Apa pengaruh Early retirement PLTU terhadap financial performance PLN? • Beban biaya penghapusan PLTU meningkat, kerugian bertambah • Setelah retirement PLTU, BPP meningkat karena biaya pembelian dari IPP (Rp 1.015 per kWh) lebih tinggi dari biaya operasi PLTU (Rp 653 per kWh) • Setelah retirement PLTU, produksi pembangkit sendiri PLN menurun dratis. Kontribusi pembangkit sendiri milik PLN terhadap penjualan sekitar 65% dan IPP 35%. Pembangkit milik PLN terdiri dari PLTU 42% dan pembangkit lainnya 23% (2020). • Setelah retirement PLTU, kontribusi pembelian dari IPP meningkat kontribusi semula 35% menjadi 77% dari penjualan. Kontribusi pembangkit PLN menurun menjadi ≤ 23% • Terjadi “trade off” antara kapasitas dan liabiitas, batas keputusan optimal pada kelayakan financial bagi PLN (gambar berikut ini)
  • 4.
  • 5.
  • 6.
  • 7.
  • 8. TRADE OFF ANTARA “KAPASITAS DAN LIABILITAS” Batas keputusan optimal pada “kelayakan finansial bagi PLN” Alternatif - A Alternatif - B Liabilitas PLN Liabilitas PLN Kontribusi KIT-PLN Kontribusi KIT-PLN Time Time Growth Growth
  • 9.
  • 10.
  • 11.
  • 12.
  • 13. 11948 114284 11,949 114,284 2,360 30,098 4,186 3,043 6,696 6 5,070 177,692 97,159 274,851 4% 42% 1% 11% 2% 1% 2% 0% 2% 65% 35% 100%
  • 14. PLTA PLTU PLTG PLTGU PLTP PLTD PLTMG BAYU SURYA GENSET JUMLAH BELI TOTAL 9,877 122,826 2,723 37,757 4,110 5,014 4,143 - 5 7,086 193,543 85,398 278,941 3.5% 44.0% 1.0% 13.5% 1.5% 1.8% 1.5% 0.0% 0.0% 2.5% 69.4% 30.6% 100.0%
  • 15.
  • 16. PLTA PLTU PLTD PLTG PLTP PLTG PLTS 3,733,532 73,588,295 25,205,660 18,316,690 4,096,028 46,919,171 44,019 171,903,395 2.2% 42.8% 14.7% 10.7% 2.4% 27.3% 0.03% 100%
  • 17. Pembelian TL Th Rp Juta Naik (%) GWH Naik (%) Rp/kWh Naik (%) 2020 98,651,654 18.1% 97,159 13.8% 1,015 3.8% 2019 83,563,991 85,399 979 Harga Rata2 Pembelian GWH Biaya Pembelian TL
  • 18.
  • 19.
  • 20. SKEMA FINANCIAL PENGEMBANGAN EBT - PASCA PLTU PENSIUN PLTU Retirement Zero Emission 1_PLTU milik PLN 1.1_Pengembangan EBT oleh PLN, COC murah, MIRR yang layak 1.1_Skema Financing: - 100% hutang - 70% hutang, dst 1.1_Value PLN meningkat, sejalan dgn amanat: - UU BUMN No. 19/2003 - UU Ketenagalistrikan No. 30/2009 1.1_Dampak financial bagi PLN: - PLN mampu bayar hutang dan bunga - Mengurangi beban subsidi - PLN mampu menghasilkan profitabiltas yg layak - Sustainability bagi PLN 1.2_Pengembangan EBT oleh IPP, COC murah 1.1_Layak secara financial bagi PLN BERAWAL DISINI HASIL AKHIR DISINI
  • 21. Kelayakan ekonomi dan kelayakan finansial program early retirement PLTU  Kelayakan financial, terkait discounted cash inflow dan cash outflow - Kelayak financial dapat dicapai sebagaimana skema terlampir  Kelayakan ekonomi, terkait kelayakan financial dan externality (social benefit > social cost) - Memenuhi taget net zero emission (NZE) - Memanfaatkan peluang incentive kemudahaan pendanaan EBT - Dukungan lembaga keuangan internasional - Bantuan subsidi APBN - Perlu kepastian pembayaran bunga dan cicilan hutang - Sustainability PLN dalam penguasaan pembangkit EBT
  • 22. Usaha yang sehat (kelayakan keuangan atau kelayakan ekonomi)  Undang-Undang BUMN nomor 19 tahun 2003 pasal 12.b, maksud dan tujuan pendirian persero, yaitu; mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.  Undang-Undang Ketenagalistrikan, nomor 30 tahun 2009 pasal 2.1, pembangunan ketenagalistrikan menganut asas, antara lain; mengandalkan pada kemampuan sendiri dan kaidah usaha yang sehat.  Permasalahan pokok yang dihadapi PLN: 1) Bagaimana strategi dan kebijakan manajemen keuangan PLN mencapai tingkat profitabilitas tanpa subsidi dari APBN ? 2) Bagaimana strategi dan kebijakan manajemen keuangan PLN agar memiliki kemampuan sendiri membayar hutang yang semakin meningkat jumlahnya ?
  • 23. SKEMA FINANCIAL PENGEMBANGAN EBT - PASCA PLTU PENSIUN PLTU Retirement Zero Emission 1_PLTU milik PLN 1.2_Struktur kapital, Debt to equity 70:30 1.1_Pengembangan EBT oleh PLN, COC murah, MIRR yang 1.1_Skema Financing: - 100% hutang - 70% hutang, dst 1.1_Value PLN meningkat, sejalan dgn amanat: - UU BUMN No. 19/2003 - UU Ketenagalistrikan No. 30/2009 1.2_Tarif lebih tinggi selama 7 th, utk bayar bunga dan cicilan hutang IPP (debt 70%) 1.1_Dampak financial bagi PLN: - PLN mampu bayar hutang dan bunga - Mengurangi beban subsidi - PLN mampu menghasilkan profitabiltas yg layak - Sustainability bagi PLN 1.2_Debt 70%, kontribusi PLN 100% utk bayar bunga dan cicilan hutang IPP 1.2_Financial risk/dampak negatif bagi PLN: - Beban CFO PLN meningkat - BPP PLN meningkat - Subsidi APBN meningkat - Rugi PLN meningkat - PLN sulit bayar hutang, karena CFO PLN utk bayar kewajiban keuangan IPP - Kesulitas keuangan PLN masa kini dan masa depan - Komposisi kepemilikan KIT dominan IPP 1.2_Menarik bagi IPP,yang mengandalkan PLN untuk bayar bunga dan cicilan hutang bank 1.2_Pengembangan EBT oleh IPP, COC murah 1.2_Value PLN menurun, sulit memenuhi amanat : - UU BUMN No. 19/2003 - UU Ketenagalistrikan No. 30/2009 1.1_Layak secara financial bagi PLN 1.2_Layak secara ekonomis (social benefit > social cost) BERAWAL DISINI HASIL AKHIR DISINI 1.2_SKEMA INI LEBIH LAYAK SECARA FINANCIAL BILA DITANGANI SENDIRI PLN (debt 70%) 1.2_Subsidi meningkat 1.2_Secara financial cenderung tidak layak bagi PLN (bukti empiris, current)
  • 24. Dampak Finansial Retirement PLTU: Biaya Subtitusi PLTU ke Pembelian TL  Pembelian TL dari IPP, th 2020 • Biaya pembelian TL (LR) = Rp 98.651.604 juta • Pembelian TL (tabel 57) = 97.158.74 GWh • Tarif pembelian rata-rata per kWh = Rp 1.015 per kWh  Biaya pembangkitan rata-rata PLTU (Tabel 68) = Rp 653 per kWh  Subtitusi PLTU ke pembelian TL IPP: Rp 362 per kWh • Produksi PLTU th 2020 = 114.284.12 GWh (kontribusi PLTU 44%) • Tambahan biaya subtitusi= Rp 41.270.851 atau Rp 41 triliun perth
  • 25. Biaya Usaha th 2020 Jenis Biaya Rp T % Pemb GWh (T.57) Pemb/kWh BBM 106 35% Pembelian 99 33% 97,159 1,016 Sewa 3 1% Pemeliharaan 22 7% Kepegawaian 25 8% Lainnya 7 2% Penyusutan 39 13% Total 301 100%
  • 26. Pendapatan Usaha & EBIT th 2020 Jenis Pend Ush Rp T % Penjualan TL (Rp274.9) 260.7 75% BP 0.3 0% Laiannya 4.3 1% Subsidi, komp, stimulus (Rp14.2) 80.1 23% Total Pend Ush 345.4 100% Biaya Usaha 301 87% EBIT 44.4 13% EBIT (Tanpa Sub) -35.7
  • 27. Subsidi: Stimulus Covid19= Rp 14,2 T Catatan Pend Usaha th 2020: 1) Subsidi listrik = Rp 48.0 T 2) Pend Kompensasi = Rp 17.9 T 3) Stimulus Covid19 =Rp 14.2 T Total dari APBN = Rp 89.1 T
  • 28. Pilihan strategi dan kebijakan PLN dalam menghadapi early retirement PLTU sebagai alternative solusi dengan finansial loss yang minimal  Pilihan strategi dan kebijakan PLN: terjadi “trade off” antara kapasitas dan Liabilitas. 1) Mempertahankan komposisi penguasaan pembangkit sendiri 65% dari penjualan, dengan konsekuensi menambah pinjaman baru 2) Mempertahankan jumlah hutang dengan konsekuensi komposisi penguasaan pembangkit sendiri turun (dilute) menjadi 23% atau lebih kecil karena subsittusi pembangkit IPP.  Memanfaatkan peluang kemudahan pendanaan investasi pembangkit EBT, dengan alternatif: 1) EBT yang layak secara financial, meringankan beban subsidi 2) EBT yang layak secara ekonomis, memerlukan tambahan sibsidi dan incentive dalam meknaisme perdagangan karbon
  • 29.
  • 30. Early Retirement PLTU dan pekembangan bisnis ketenagalistrikan nasional kedepan • Early retirement PLTU masa kini, berdampak terhadap net income dan CFO PLN. Biaya operasi PLTU relative murah dibanding pembangkit lainnya (Tabel 68, Statistik PLN 2019) • Retirement PLTU masa depan yang akan ditransfer dari IPP setelah kontrak berakhir, menjadi risiko bagi PLN karena ridak diperhitungkan pada saat negosiasi kontrak dengan IPP. • Risiko PLN karena expected return pasca kontrak IPP akan memperoleh financial benefit PLTU yang diserahkan dari IPP, ternyata hanya berpotensi sebagai PLTU retirement barang bekas tidak beroperasi. • PLTU masa depan berpotensi memperoleh incentive pendanaan murah, atau kerugian karena peluang incentive telah berakhir • PLTU masa depan berpeluang direnegosiasi sejak sekarang, karena PLN tidak akan memperoleh financial benefit pasca kontrak berakhir, sebagaimana diharapkan pada awal negosiasi kontrak, yaitu PLN akan memperoleh sejumlah benefit dari sisa PLTU yang akan diterima sebagai benefit. Benefit atau nilai residu PLTU hanya dalam bentuk PLTU retirement yang nilainya relative lebih kecil. • PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 03/MBU/03/2021  pasal 5 : bagian dari restrukturisasi penjualan asset utk penyehatan BUMN , memberikan dampak yg lebih baik bagi BUMN
  • 31.
  • 32. TRANSISI ENERGY SEBAGAI ERA BARU KEBANGKITAN PLN MENGATASI KESULITAN KEUANGAN (FINANCIAL DISTRESS)  Transisi energi sebagai opportunities bagi PLN untuk melakukan perubahan radikal melalui pemanfaatan kekuatan internal yang selama ini dinikmati oleh pihak ketiga dan menyebabkan PLN mengalami kesulitan keuangan atau financial distress. PLTU pensiun sebagai titik awal PLN untuk mulai bangkit sebagai pemain tunggal dari hulu ke hilir.  Bisnis hulu pembangkitan dimanfaatkan pihak luar untuk menguras potensi financial benefit PLN, sementara PLN menengani bisinis hilir distribusi dan mengalami kerugian, kesulitan cash flow, dan membutuhkan subsisidi dalam jumlah yang signifikan.  Dengan transisi energi, maka pihak eksternal akan mengalami stagnasi pada saat PLTU mulai dipensiunkan atau diakuisisi.
  • 33. TRANSISI ENERGY SEBAGAI ERA BARU KEBANGKITAN PLN MENGATASI FINANCIAL DISTRESS  Disinilah awal kebangkitan PLN untuk menjadi pemain tunggal dari hulu kehilir dan membatasi minat pihak eksternal bisnis pembangkitan yang hanya memanfaatkan potensi PLN, dengan alternatif:  (a) PLN tidak menanggung cicilan hutang pihak eksternal melalui tarif yang ditinggikan, silahkan IPP atasi sendiri jika mengalami defisir CFO, hal ini dipastikan tidak menarik bagi pihak luar yang menamakan diri investor,  (b) PLN secara mandiri memanfaat potensi bisnis pembangkit, karena selama ini IPP hanya memiliki ekuitas 30% dan selebihnya 70% adalah kontribusi PLN, bahkan 30% ekuitas IPP dapat diminimalkan dengan perolehan margin atas konstruksi yang ditangani sendiri dan discount pengadaan mesin yang diperhitungkan sebagai komponen A,  (c) PLN membatasi tarif pembelian dari IPP dengan prinsif profit sharing (memperhitungkan total cost dan total revenue dari hulu ke hilir, dan pembagian profit masing-masing pihak secara adil sesuai kontribusinya), (d) kebijakan dispatch, yaitu minimal 70% alokasi untuk pembangkit milik PLN tanpa melihat variabel cost, karena tanpa memberi alokasi pembangkit PLN maka fixed cost pembangkit PLN tetap diperhitungkan secara financial, sehingga memberi alokasi produksi kapada IPP berarti PLN menggang dua kali fixed cost, (e) meniadakan system TOP, sehingga pihak lembaga keuangan hanya memprioritaskan pendanaan bagi PLN group, karena risiko pendanaan IPP tinggi bagi perbankan, dst…..
  • 34. TRANSISI ENERGY SEBAGAI ERA BARU KEBANGKITAN PLN MENGATASI FINANCIAL DISTRESS  Jika hal ini terjadi, maka pihak luar termasuk BUMN lainnya tidak tertarik dengan bisnis pembangkitan, seperti halnya dengan bisnis distribusi yang tidak menarik bagi investor. Untuk menjaga sustainability PLN, maka tarif dasar listrik hanya sebatas MC=MR atau pada kisaran MC=AC plus margin, dengan tetap mempertahankan tarif cross subsidi.  Bila tarif terlalu agresif, akan mengundang competitor atau pihak eksternal mencari skema baru untuk masuk menikmati atau menguras potensi PLN.  Selanjutnya, PLN akan mampu mengelola keuangannya secara mandiri dalam menyelesaiakan liabilitas, memperoleh profitabilitas, dan meningkatkan value perusahaan sebagaimana diamanatkan dalam UU BUMN no. 19/2003 dan UU ketenagalistrikan no. 30/2009….dst
  • 35.
  • 36.
  • 37. Prof. Dr. Dr. Aminullah Assagaf, SE., MS., MM., M.Ak SKEMA FINANCIAL PENGEMBANGAN EBT - PASCA PLTU PENSIUN PLTU Retirement Zero Emission 2_PLTU milik IPP Diakuisi Investor G7 dgn COC murah 1_PLTU milik PLN 2.1_Struktur kapital, Debt to equity 70:30 1.1_Pengembangan EBT oleh PLN, COC murah, MIRR yang 1.1_Skema Financing: - 100% hutang - 70% hutang, dst 2.1.2_IPP tidak mampu, bila IPP hanya mengandalkan PLN untuk bayar bunga dan cicilan hutang bank 1.1_Value PLN meningkat, sejalan dgn amanat: - UU BUMN No. 19/2003 - UU Ketenagalistrikan No. 30/2009 2.1.1_Tarif ditinggikan selama 7 th, utk bayar bunga dan cicilan hutang IPP (debt 70%) 1.1_Dampak financial bagi PLN: - PLN mampu bayar hutang dan bunga - Mengurangi beban subsidi - PLN mampu menghasilkan profitabiltas yg layak - Sustainability bagi PLN 2.1.1_Debt 70%, kontribusi PLN 100% utk bayar bunga dan cicilan hutang IPP 2.1.1_Financial risk/dampak negatif bagi PLN: - Beban CFO PLN meningkat - BPP PLN meningkat - Subsidi APBN meningkat - Rugi PLN meningkat - PLN sulit bayar hutang, karena CFO PLN utk bayar kewajiban keuangan IPP - Kesulitas keuangan PLN masa kini dan masa depan 2.1_Pengembangan EBT oleh IPP, COC 2.1.2_Debt 70%, kontribusi PLN 0% utk bayar bunga dan cicilan hutang IPP 2.1.2_Tarif berdasarkan MCP (keuntungan max IPP), dan IRR/MIRR yg layak, debt 70% ditanggung IPP bila CFO negatif 2.1.2_Financial benefit / dampak positif bagi PLN: - CFO PLN tidak terganggu - BPP PLN stabil - Tidak membebani subsidi - Rugi PLN menurun - PLN mampu bayar hutang, karena CFO tidak terbebani kewajiabn keuangan IPP - Keuangan PLN sehat (terhindar financial distress) 2.1.1_Menarik bagi IPP,yang mengandalkan PLN untuk bayar bunga dan cicilan hutang bank 2.1.1/2.1.2_Menarik bagi IPP,yang mengandalkan pendanaan sendiri, bila CFO defisit selama 7 th 2_PLTU milik Investor Pensiun 10-15 th kedepan 2.2_Pengembangan EBT oleh PLN, COC murah, MIRR yang layak 1.2_Pengembangan EBT oleh IPP, COC 2.1.1_Value PLN menurun, sulit memenuhi amanat : - UU BUMN No. 19/2003 - UU Ketenagalistrikan No. 30/2009 2.1.2_Value PLN meningkat, sejalan dgn amanat: - UU BUMN No. 19/2003 - UU Ketenagalistrikan No. 30/2009 2.2_Skama Financing: - 100% hutang - 70% hutang, dst 2.2_Dampak financial bagi PLN: - PLN mampu bayar hutang dan bunga - Mengurangi beban subsidi - PLN mampu menghasilkan profitabiltas yg layak - Sustainability bagi PLN 2.2_Value PLN meningkat, sejalan dgn amanat: - UU BUMN No. 19/2003 - UU Ketenagalistrikan No. 30/2009 1.1_Layak secara financial bagi PLN 2.1.1_Layak secara ekonomis (social benefit > social cost), secara financial tidak layak bagi PLN 2.2_Layak secara financial bagi PLN 2.1.2_Layak secara financial bagi PLN 2_Renegosiasi tarif IPP ke PLN, skema BOT ke PLN tdk menghasilkan financial benefit bagi PLN (PLTU pensiun) BERAWAL DISINI HASIL AKHIR DISINI 2.1.1_SKEMA INI LEBIH LAYAK SECARA FINANCIAL BILA DITANGANI SENDIRI PLN (debt 70%) 3_PLTU milik IPP Diakuisi PLN atau Holding PLTU dgn COC murah 3_KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI BUMN - HOLDING PLTU
  • 38. Peraturan Pemerintah tentang Penghapusan Aset, Percepatan depresiasi dan aspek perpajakan • Tahap pertama, sebagai asset tak beroperasi tdk diperhitungkan sebagai biaya penyusutan • Tahap kedua, proses penghapusan asset menimbulkan kerugian dan mengurangi ekuitas pemerintah: mekanisme persetujuan RUPS • Tahap ketiga, proses penjualan asset yang telah dihapus sebagai besi tua atau barang bekas. • Peraturan pemerintah tentang penghapusan: 1) PM BUMN th 2010: PER-02/MBU/2010 2) PM BUMN th 2014: PER-22/MBU/2014 3) PM BUMN th 2021: PER-03/MBU/2021, tgl. 29 Maret 2021
  • 41. Holding PLTU Holding PLTU PLTU Akuisi dari IPP PLTU- EX PLN PLTU - sementara dan akan dibangun PLN Aset, Liabilitas, dan ekuitas PLN diserahkan ke Holding PLTU Covenant Global Bond PLN
  • 42.
  • 53. Peluang ‘monetisasi” program early retirement, misalnya terkait insentif Carbon Tax, Negative carbon certificate dalam Emission Trading Mechanism • Memperoleh pendanaan dengan dana murah dari negara maju atau investor • PLTU diakuisisi oleh investor negara maju, kemudian dipercepat penghapusannya • Memperoleh insentif dalam mekanisme perdagangan karbon • Perlakuan akuntansi • Benefit-cost pengurangan karbon: studi kasus industry kelapa sawit
  • 54. Mekanisme Perdagangan Emisi Karbon  Sejarah Timbulnya Mekanisme Perdagangan Emisi Karbon: Konsep tentang perdagangan hak emisi karbon merupakan suatu hal yang relatif baru yang digunakan sebagai alat ekonomi untuk mewujudkan upaya menjaga kelestarian lingkungan (Ducsai, 2009).  Dalam konsep tersebut diatur adanya kuota polusi atau batas jumlah emisi karbon yang diizinkan untuk setiap entitas yang berhak mendapatkan kuota.  Entitas yang mendapatkan hak mengeluarkan emisi tersebut dapat menjual haknya jika mampu beroperasi dengan jumlah emisi gas di bawah kuota yang diizinkan.  Sebaliknya entitas yang tidak mampu beroperasi sesuai dengan kuota emisi karbon yang ditetapkan dapat membeli tambahan hak untuk mengeluarkan emisi karbon tersebut dari entitas yang memiliki kelebihan kuota.  Dengan demikian nantinya mekanisme kekuatan pasar akan berlaku, sehingga sesuai dengan prinsip dasar ekonomi, setiap entitas akan berupaya untuk mencari cara mempertahankan efisiensi biaya.
  • 55. Mekanisme Perdagangan Emisi Karbon  Dilihat dari aspek pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan, jumlah total kuantitas hak emisi karbon yang ditetapkan dan selanjutnya didistribusikan oleh pemerintah atau pihak yang berwenang tidak akan meningkat sepanjang periode perdagangan hak emisi gas.  Selain itu jumlah tersebut dalam jangka panjang akan dikurangi hingga mencapai target penurunan jumlah polusi secara global.  Secara ekonomi hal ini akan mendorong penjual dan pembeli hak emisi karbon berupaya untuk memperoleh pendapatan atau melakukan penghematan biaya.  Penjual akan mendapatkan laba dari penjualan per unit hak emisi karbon sedangkan pembeli berupaya menekan pengeluarannya dengan menekan pengeluaran polusinya.  Oleh karena itu aktivitas ini dapat mendorong penurunan jumlah polusi yang dikeluarkan
  • 56.  Protokol Kyoto merupakan kesepakatan (sejak 1997) yang memuat tentang perdagangan hak emisi karbon, dalam rangka mengatasi masalah pemanasan global.  Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/ pengeluaran karbondioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan hak emisi karbon dalam rangka menjaga jumlah atau mengendalikan emisi gas-gas yang berhubungan dengan pemanasan global.  Protokol ini awalnya ditujukan untuk 37 negara industri maju yang beroperasi selama lebih dari 150 tahun dan paling bertanggung jawab atas tingginya emisi gas rumah kaca 48 pada saat ini, namun pada 16 Februari 2005 sebanyak 141 negara telah meratifikasi protokol ini.  Protokol Kyoto menawarkan cara untuk mencapai target emisi gas rumah kaca secara efektif dan menguntungkan melalui mekanisme pasar, yaitu melalui perdagangan hak emisi karbon. Konsep perdagangan hak emisi karbon sebenarnya didasarkan pada penciptaan nilai melalui distribusi hak emisi karbon.  Suatu negara dapat menjalankan mekanisme perdagangan hak emisi karbon ini dengan cara menetapkan jumlah total emisi karbon yang akan dikeluarkan selama periode kepatuhan (compliance period) sesuai dengan jumlah yang telah disepakati dalam Protokol Kyoto.  Jumlah total emisi karbon yang telah ditetapkan tersebut selanjutnya didistribusikan ke berbagai entitas melalui alokasi hak emisi karbon/ cadangan pengeluaran emisi (allowances to emit).  Masing-masing cadangan pengeluaran emisi memberikan hak untuk mengeluarkan 1 ton emisi CO2 atau gas rumah kaca lainnya. Sebagian besar hak emisi karbon diberikan oleh pemerintah melalui mekanisme perdagangan emisi karbon tanpa dipungut biaya atau gratis, tetapi jumlah yang diberikan ini biasanya lebih rendah dibandingkan dengan jumlah tingkat emisi yang sebenarnya dikeluarkan oleh entitas yang bersangkutan.  Hal ini menyebabkan timbulnya kelangkaan yang mendorong proses penciptaan nilai bagi pemegang hak emisi karbon tersebut. PROTOKOL KYOTO
  • 57. PROTOKOL KYOTO  Hak emisi karbon dapat diperdagangkan secara domestik (antarperusahaan) maupun secara regional (antarnegara).  Jumlah cadangan pengeluaran emisi yang diperdagangkan antarnegara dibatasi agar negara pembeli tetap memenuhi kewajibannya untuk menurunkan tingkat emisinya sesuai dengan kesepakatan dalam Protokol Kyoto (Kyoto Protocol Reference Manual).  Mekanisme perdagangan emisi karbon ini (Emissions Trading) mulai berlaku di Uni Eropa yang dikenal dengan European Emission Trading Scheme (EU ETS) sejak Januari 2005 (Deegan, C. 2006: 361).  Perdagangan hak emisi karbon pada tingkat nasional merupakan cara mengurangi jumlah emisi karbon dengan cara yang cukup murah.  Penerbitan peraturan tentang batas jumlah emisi karbon yang harus dipatuhi akan menyebabkan batas tersebut digunakan sebagai dasar pembebanan berbagai bentuk denda kepada perusahaan.  Selain itu perdagangan hak emisi karbon akan mendorong perusahaan untuk memutuskan mana yang lebih menguntungkan, memproduksi produk pada tingkat harga emisi karbon pada saat itu atau terpaksa menutup aktivitas produksinya untuk memperbaiki fasilitas produksinya agar dapat memenuhi peraturan batas jumlah emisi (Ducsai: 2009).  Berdasarkan hal tersebut, diharapkan aktivitas pencemaran udara dapat berkurang melalui pembebanan harga per unit polusi yang dikeluarkan.
  • 58. Perlakuan Akuntansi atas Perdagangan Emisi Karbon  Permasalahan perlakuan akuntansi yang timbul terkait dengan metode penilaian dan pencatatan hak emisi karbon yang diberikan oleh pemerintah yang selanjutnya dapat diperdagangkan dan jika terdapat selisih dengan pemakaian sesungguhnya.  Untuk mengatasinya, International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) berpedoman pada International Financial Reporting Standards (IFRS) yang sudah ada dengan cara menerbitkan interpretasi atas perlakuan terhadap mekanisme perdagangan hak emisi karbon.  Upaya penerbitan draf interpretasi dilakukan 2002- 2003 sebelum diluncurkannya EU ETS, tetapi draf ini masih memiliki kelemahan karena pada saat itu pedoman pelaksanaan perdagangan hak emisi karbon masih belum sempurna.  Masalah yang terkait dengan perlakuan akuntansi perdagangan hak emisi karbon pada saat diluncurkannya draf tersebut adalah perlakuan pada saat jumlah cadangan pengeluaran emisi yang diberikan secara gratis oleh pemerintah sama dengan jumlah emisi karbon yang sesungguhnya dikeluarkan oleh suatu entitas dan entitas tersebut tidak menjualnya kepada pihak lain.  Hal ini menyebabkan tidak adanya selisih/ nilai pertukaran yang dapat diakui sebagai laba bersih atau rugi bersih.  Oleh karena itu pencatatan laba/rugi hanya dapat dilakukan jika terdapat selisih lebih (kurang) dari pema-kaian cadangan tersebut dan selisih ini diperdagangkan.
  • 59. Perlakuan Akuntansi atas Perdagangan Emisi Karbon  Berdasarkan IFRIC 3 yang diterbitkan pada akhir 2004, perlakuan akuntansi terhadap hak emisi karbon yang dialokasikan oleh pemerintah maupun yang diperoleh melalui pembelian diakui sebagai aset tidak berwujud menurut IAS 38 (Intangible Assets).  Izin/ hak yang diberikan oleh pemerintah tanpa dipungut biaya merupakan bantuan pemerintah sehingga pada awalnya akan diakui sebagai aset tidak berwujud sebesar nilai wajar (fair value) dan akun lawannya adalah pendapatan tangguhan (deferred income/ credit) bantuan pemerintah sesuai dengan IAS 20 (Accounting for Government Grants and Disclosure of Government Assistance).  Selanjutnya perusahaan dapat memilih untuk mencatat aset tidak berwujud tersebut sebesar biaya perolehan (at cost) atau nilai wajar (sepanjang pasar yang aktif untuk perdagangan izin tersebut ada).  Selama tahun berjalan, setiap kali perusahaan mengeluarkan emisi gas, kewajiban akan diakui sesuai dengan kewajiban perusahaan untuk menjaga jumlah emisi gasnya sebanyak hak emisi karbon yang diberikan oleh pemerintah.
  • 60. Perlakuan Akuntansi atas Perdagangan Emisi Karbon  Perlakuan akuntansi ini sesuai dengan IAS 37 tentang kewajiban diestimasi, kewajiban kontinjensi, dan aset kontinjensi (Provisions, Contingent Liabilities And Contingent Assets).  Kewajiban ini diukur pada akhir periode pelaporan dengan menggunakan acuan nilai pasar yang berlaku.  Selama tahun berjalan, perusahaan akan menghapuskan pendapatan tangguhan sebelumnya dan mengakui sebagai pendapatan secara sistematis di laporan laba rugi.  Hak emisi karbon yang dicatat sebagai aset tidak berwujud, dihapuskan pada saat dijual ke pasar atau diserahkan kembali ke pemerintah pada saat pelunasan/ penyelesaian kewajiban untuk mengeluarkan emisi karbon sebesar hak yang diberikan/ dimiliki. Jika hak emisi karbon diperdagangkan di pasar yang aktif, maka hak emisi karbon tersebut tidak boleh diamortisasi.
  • 61. Perlakuan Akuntansi atas Perdagangan Emisi Karbon  Pendekatan biaya perolehan dan revaluasi menurut IFRIC 3 pada dasarnya membahas tentang pengakuan aset dan kewajiban yang berhubungan dengan mekanisme perdagangan emisi gas seperti EU ETS.  Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, IFRIC 3 menjelaskan tiga elemen dalam neraca yaitu (1) aset tidak berwujud yang mencerminkan hak emisi karbon yang diperoleh secara cuma-cuma 50 dari pemerintah atau melalui pembelian, (2) kewajiban yang timbul dari pengeluaran emisi secara fisik yang jumlahnya sama dengan jumlah nilai dari hak yang telah diberikan dan harus diserahkan kembali pada akhir periode kepada pemerintah untuk memenuhi persyaratan pengeluaran emisi karbon, dan (3) elemen pendapatan tangguhan (deferred income) yang mencatat bantuan pemerintah pada saat hak emisi gas diberikan secara cuma-cuma.  Sehubungan dengan hak emisi gas sebagai suatu aset, untuk pencatatan pertama kali selalu diukur sebesar nilai wajar yang diterima.  Setelah pengakuan dan pencatatan pertama kali dari penerimaan hak emisi karbon sebagai aset tidak berwujud, pengukuran untuk transaksi selanjutnya dapat menggunakan dua alternatif pilihan yaitu berdasarkan pendekatan biaya per-olehan atau menggunakan pendekatan revaluasi.  Kedua alternatif tersebut akan melaporkan beban akibat penurunan harga pasar hak emisi karbon berdasarkan aturan lower of cost or market (mana yang lebih rendah antara biaya perolehan atau harga pasar).
  • 62.
  • 63.
  • 64.
  • 65. Catatan: Pemakaian kWh pertahun perpelanggan
  • 66.
  • 67.
  • 68. Biaya Bahan Bakar (Terkait turunnya produksi dan kenaikan pembelian TL) PLT 2020 2019 GWH % PLTU (PLN turun) 114,284 122,826 -8,542 -7% PLTG 2,360 2,723 -363 -13% PLTGU 30,098 37,758 -7,660 -20% PLTD 3,043 5,014 -1,971 -39% Pembelian (Naik) 97,159 85,399 11,760 14% Produksi GWH Turun
  • 69. Pembelian TL Th Rp Juta Naik (%) GWH Naik (%) Rp/kWh Naik (%) 2020 98,651,654 18.1% 97,159 13.8% 1,015 3.8% 2019 83,563,991 85,399 979 Harga Rata2 Pembelian GWH Biaya Pembelian TL
  • 70.
  • 71.
  • 72.
  • 73. Perlakuan Akuntansi atas Perdagangan Emisi Karbon  Perbedaan antara keduanya terjadi jika harga pasar naik sehingga menghasilkan selisih positif.  Berdasarkan metode biaya perolehan, tidak ada keuntungan yang direalisasi sampai dengan hak emisi karbon tersebut dijual.  Sedangkan metode revaluasi mengakui adanya surplus yang termasuk dalam ekuitas dan dicatat dalam akun surplus revaluasi. Nilai dari kewajiban dihitung dengan cara mengalikan jumlah hak emisi gas yang dibutuhkan dengan harga pasar yang berlaku pada saat itu dan jumlah kewajiban ini akan meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah emisi yang digunakan.  Pencatatan timbulnya kewajiban ini akan diimbangi dengan timbulnya beban sebesar nilai yang sama sesuai dengan jumlah hak emisi gas yang dibutuhkan untuk proses produksi. Elemen pendapatan tangguhan diakui sebesar nilai wajar pada saat bantuan pemerintah berupa hak emisi karbon diberikan untuk pertama kalinya.  Selanjutnya pendapatan tangguhan ini diamortisasi secara sistematis dan diakui sebagai pendapatan yang selanjutnya disandingkan dengan perubahan dalam jumlah kewajiban emisi yang telah dicatat sebagai beban.  Metode pencatatan seperti ini menimbulkan masalah ketidaksesuaian pada saat menerapkan matching principle di laporan laba rugi.  Ketidaksesuaian (mismatch) dalam pelaporan ini akibat perbedaan perlakuan pengukuran dimana pengukuran aset (baik menggunakan metode biaya perolehan maupun revaluasi), pendapatan tangguhan (diamortisasi sebesar biaya perolehan), dan kewajiban (menggunakan nilai wajar) tidak konsisten sehingga menjadi tidak wajar jika diperbandingkan di laporan keuangan.
  • 74. Perlakuan Akuntansi atas Perdagangan Emisi Karbon  Penerapan IFRIC 3 mendapat penolakan akibat ada beberapa kelemahan prinsip yang menimbulkan ketidakseimbangan dalam akuntansi. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kelemahan tersebut antara lain adalah dalam hal pengukuran aset dan kewajiban.  Jika untuk pencatatan aset menggunakan pendekatan biaya perolehan sedangkan pencatatan kewajiban menggunakan nilai wajar, maka terjadi ketidakseimbangan dalam hal pengakuan aset dan kewajiban pada akhir periode pelaporan dimana kewajiban dan aset akan saling menghapuskan pada saat penyerahan hak emisi karbon sebagai pertanggungjawaban pengendalian pengeluaran emisi dari entitas kepada pemerintah.  Kelemahan berikutnya terletak pada lokasi pelaporan dari timbulnya laba dan rugi dari transaksi aset dan kewajiban. Jika pendekatan nilai wajar digunakan untuk menilai aset, perubahan dari nilai aset akan diakui di posisi ekuitas sedangkan perubahan dari nilai kewajiban akan diakui dalam laporan laba rugi.  Kelemahan yang terakhir terkait dengan ketidaksesuaian dalam hal periode pencatatan.  Hak emisi karbon diakui pada saat diperoleh, biasanya di awal tahun, sedangkan kewajiban emisi diakui selama tahun berjalan secara sistematis pada saat terjadinya pengeluaran emisi gas dan dicatat sebesar nilai wajar pada saat terjadinya. K
  • 75. Perlakuan Akuntansi atas Perdagangan Emisi Karbon  Kelemahan-kelemahan inilah yang menyebabkan hanya sedikit perusahaan yang terlibat dalam mekanisme perdagangan emisi karbon menerapkan IFRIC 3 secara suka-rela. Akhirnya beberapa pendekatan diadopsi/ dikembangkan dalam praktik akuntansi untuk mengatasi kelemahan tersebut antara lain pendekatan kewajiban bersih (net liability) dan pendekatan bantuan pemerintah (government grant) (Ernst & Young Global Limited, 2009).  Dalam pendekalan kewajiban bersih, hak emisi karbon diberikan pemerintah dicatat sebesar nilai nominal (yaitu 0 jika diberikan secara cuma-cuma) dan perusahaan hanya akan mencatat kewajiban pada saat emisi karbon sesungguhnya dikeluarkan telah melampaui hak emisi karbon yang telah diberikan oleh pemerintah.  Berdasarkan pendekatan ini hak emisi karbon yang dibeli dicatat seperti halnya pembelian aset tidak berwujud lainnya. Jika perusahaan menggunakan pendekatan pencatatan bantuan pemerintah sesuai IAS 20, maka hak emisi karbon yang diberikan pemerintah akan dicatat pertama kali sebesar nilai wajar dan akun lawannya adalah pendapatan tangguhan (deferred income) bantuan pemerintah di neraca.
  • 76. Perlakuan Akuntansi atas Perdagangan Emisi Karbon  Selanjutnya pendapatan tangguhan ini akan dihapuskan secara sistematis dan diakui sebagai pendapatan selama periode efektif hak emisi karbon yang diberikan.  Perlakuan akuntansi dengan pendekatan ini lebih mengikuti rekomendasi IFRIC 3, tetapi pencatatan kewajiban tidak diukur berdasarkan harga pasar yang yang berlaku pada saat penggunaan hak emisi karbon, melainkan berdasarkan jumlah nilai yang dicatat atas hak emisi karbon yang diakui sebagai aset tidak berwujud.  Pada akhir periode efektif dari hak emisi karbon/ periode pelaporan nilai aset tidak berwujud dapat digunakan untuk menghapus kewajiban pada akhir periode pelaporan karena jumlah nilai dari kedua elemen tersebut sama. Ilustrasi penerapan ketiga pendekatan perlakuan akuntansi atas izin emisi karbon dijelaskan pada contoh kasus berikut (Ernst & Young Global Limited, 2009: 5).  Contoh • Perusahaan menerima hak emisi karbon pada 1 Januari 2009, yang memberikan hak untuk mengeluarkan emisi gas sebesar 10.000 ton emisi karbon untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2009. Harga pasar untuk hak emisi karbon yang berlaku pada 1 Januari 2009 adalah €10/ton. Data tentang harga pasar dan pengeluaran emisi karbon dapat dilihat pada tabel sebagai berikut
  • 79.
  • 80.
  • 81. Sewa • Sewa adalah suatu perjanjian dimana lessor memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. • Sewa diklasifikasikan atas : • Sewa operasi / operating lease • Sewa pembiayaan / capital lease • Sewa sebagai alternatif pembiayaan  menghemat kas entitas. • Sewa operasi disajikan off balance sheet (tidak ditampilkan di laporan posisi keuangan sehingga dapat meningkatkan beberapa rasio keuangan  efisiensi dan leverage.
  • 82. Sewa Operasi • Sewa jangka pendek • Alat dapat digunakan oleh penyewa namun aset dimiliki oleh pihak yang menyewakan. • Tidak terjadi transfer ownership di akhir masa sewa. • Pemeliharaan alat biasanya oleh yang menyewakan • Penyajian dalam laporan keuangan • Diakui dan disajikan sebagai beban sewa dalam laporan laba rugi komprehensif. • Tidak ada pencatatan aset, utang dan beban depresiasi (off balance sheet)
  • 83. Sewa Pembiayaan • Sewa pembiayaan / capital lease / finance lease • Merupakan bentuk pendanaan jangka panjang  pembelian secara angsuran • Sewa pembiayaan  “transfer risiko dan manfaat aset kepada pihak leasse”  kriteria umum sesuai dengan PSAK 30: sewa dan ISAK 8 Transaksi yang Mengandung Sewa. • Pengakuan : • Pencatatan aset dan amortisasi oleh lessee • Pencatatan utang dan beban bunga  atas kontrak pembayaran jangka panjang • Lessor tidak lagi mengakui aset • Piutang dan pendaptan bunga akan diakui oleh Lessor
  • 84. Penyewa (Lessee) • Menggunakan Pesewa (Lessor) • Meminjamkan SEWA • Sewa adalah suatu perjanjian dimana lessor memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. Aset spesifik Dapat diidentifikasi
  • 85. Awal Sewa vs Awal Masa Sewa  Awal Sewa (Inception of the lease) adalah tanggal yang lebih awal antara tanggal perjanjian sewa dan tanggal pihak-pihak menyatakan komitmen terhadap ketentuan-ketentuan pokok sewa. Pada tanggal ini:  Sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi atau sewa pembiayaan  Untuk sewa pembiayaan , jumlah yang diakui pada awal masa sewa ditentukan  Awal Masa Sewa (commencement of the lease term) adalah tanggal saat lessee mulai berhak untuk menggunakan aset sewaan.  Tanggal ini merupakan tanggal pertama kali sewa diakui (yaitu pengakuan aset, kewajiban, penghasilan atau beban sewa)
  • 86. Klasifikasi Sewa  Lease = Sewa  Sewa Pembiayaan (Finance Lease) adalah sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya dapat dialihkan, dapat juga tidak dialihkan (par. 8)  Sewa Operasi (Operating Lease) adalah sewa yang tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset (par. 8) Klasifikasi sebagai sewa pembiayaan atau sewa operasi didasarkan pada substansi transaksi dan bukan pada bentuk kontraknya.
  • 87. Indikator-indikator Klasifikasi (Par.10) a) Sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa b) Lessee mempunyai opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi memang akan dilaksanakan c) Masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak milik tidak dialihkan d) Pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan e) Aset sewaan bersifat khusus dimana hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material
  • 88. Indikator Tambahan (Par. 11) • Jika lessee dapat membatalkan sewa, maka rugi lessor yang terkait dengan pembatalan ditanggung oleh lessee • Laba atau rugi dari fluktuasi nilai wajar residu dibebankan kepada lessee • Lessee memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode kedua dengan nilai rental yang secara substansial lebih rendah dari nilai rental pasar Indikator – indikator di atas tidak selalu harus konklusif.
  • 89. Sewa Dampak pada Laporan Keuangan Lease Tanggal Cash Lease Aset Lease Liability Equity 01/01/2010 - 10.000 10.000 - 31/12/2010 (2.505) 8.000 8.295 (2.800) 31/12/2011 (5.010) 6.000 6.454 (5.464) 31/12/2012 (7.515) 4.000 4.466 (7.981) 31/12/2013 (10.020) 2.000 2.319 (10.339) 31/12/2014 (12.525) - (0) (12.525)
  • 90. Sewa Dampak pada Laporan Keuangan Lessor Tanggal Cash Interest Revenue Akumulasi Interest Pengurang Pokok Piutang Equity 01/01/2010 - 10.000 - 31/12/2010 2.505 800 800 1.705 8.295 2.800 31/12/2011 5.010 664 1.464 1.841 6.454 5.464 31/12/2012 7.515 517 1.981 1.988 4.466 7.981 31/12/2013 10.020 358 2.339 2.147 2.319 10.339 31/12/2014 12.525 186 2.525 2.319 (0) 12.525