2. • Thaharah (bersuci) adalah hal-hal yang
menjadikan shalat dapat dilakukan, atau
menghilangkan suatu pencegah yang
disebabkan adanya hadats atau najis.
• Rasulullah SAW bersabda:
نفإتنظفوا
نظيفسالمال
.
(
حبانابناهور
)
يمإناللىاتدعواالنظإفة
.
(
وسط أ
الفيانيرالطباهور
)
• Dua hadits ini berstatus dha’if, tapi saling
menguatkan satu dengan lainnya.
THAHARAH (BERSUCI)
3. Menghilangkan hadats dengan cara wudlu dan
mandi besar
Menghilangkan najis, misalnya istinja’/cebok
dengan menggunakan air, atau membasuh baju
yang terkena najis
Yang semakna dengan menghilangkan hadats,
seperti tayammum (karena sebenarnya hadats
tidak hilang dengan bertayammum)
Semakna dengan menghilangkan najis, seperti
istinja’ dengan batu (karena bekas najis pasti masih
ada)
Seperti menghilangkan hadats, misalnya mandi-
mandi sunnah.
Thaharah
dilakukan
dengan
salah satu
pekerjaan
dari 5 hal
berikut:
MACAM –MACAM THAHARAH
(BERSUCI)
4.
5. Najis Mughallazhah (Najis Berat)
Yaitu najis anjing, babi
atau peranakan salah
satunya.
Cara
menghilangkannya:
setelah dihilangkan
benda najisnya, dibasuh
dengan 7 basuhan,
salah satunya dicampur
dengan tanah.
6. Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)
• Disebut sebagai najis ringan jika memenuhi 4
syarat, yaitu:
1) merupakan air kencing
2) dari anak laki-laki (bukan bayi
perempuan)
3) umur anak laki-laki tersebut tidak lebih
dari 2 tahun.
4) tidak pernah makan selain susu (adapun
selain susu tapi bukan untuk makan,
maka tidak mengapa, seperti minum
minuman sebagai obat, dan sebagainya)
Jika salah satu syarat-syarat di atas tidak
terpenuhi maka dihukumi sebagai najis
mutawassithah (najis sedang).
Cara menghilangkan najis ringan/mukhaffafah adalah dengan dengan cara menghilangkan benda najis
(air kencing tersebut) serta sifat-sifatnya (bau, warna, dan rasa), kemudian memerciki air di tempat
najis tersebut, sekira air percikan lebih banyak dari air kencing, dan.
7. Najis Mutawassithah (Najis Sedang)
Yaitu seluruh najis selain
najis mughallazhah (berat)
dan najis mukhaffafah
(ringan). Najis
mutawassithah dibedakan
menjadi dua:
b. Najis hukmiyah
Najisyang tidak punya warna, tidak punya bau,
dan tidak punya rasa. Cara mensucikannya:
dengan mengalirkan air di tempat najis tersebut.
a. Najis ‘ainiyyah
Najis yang mempunyai warna, bau, dan rasa.
Cara menghilangkannya: dibasuh dengan air
hingga hilang warna, bau, dan rasanya.
8.
9. Air suci dan
mensucikan (air
muthlaq/air murni)
Air murni tidak bisa lagi
digunakan untuk berwudlu
(tapi masih suci) jika:
Air tersebut
telah berubah
(di mana
perubahan itu
karena terkena
benda suci,
adapun jika
berubah karena
benda najis,
maka air
menjadi najis).
Air tersebut
berubah karena
benda yang bisa
larut, seperti
bubuk kopi. Jika
tidak larut,
seperti kayu,
maka masih
bisa digunakan
untuk bersesuci.
Air tersebut
benar-benar
telah berubah,
seperti menjadi
juice, teh, dan
lain-lain.
Seperti air sumur, air laut,
dan sebagainya. Air murni
bisa digunakan untuk
bersesuci. Namun, air
musyammas (panas
terkena matahari), atau air
yang sangat panas, atau air
yang sangat dingin, makruh
untuk digunakan bersesuci.
10. Air suci tapi tidak
mensucikan Air dihukumi musta’mal, jika
air tersebut memenuhi 3 hal:
Air tersebut
sedikit (yaitu
kurang dari 2
kolah/217
liter);
Air
tersebuttel
ah
digunakan
untuk
bersesuci
(seperti
untuk
wudlu,
mandi
besar, atau
menghilan
gkan najis);
Air tersebuttelah menetes dari
anggota tubuh yang dibasuh,
dan tidak dengan niat
mencibuk. Adapun jika
seseorang, misalnya, setelah
membasuh wajah berniat
mencibuk air lagi untuk
membasuh kedua tangannya,
kemudian air bekas basuhan
wajah yang ada di tangannya
menetes ketika mencibuk,
maka hal itu tidak menjadikan
air menjadi musta’mal, selagi
dia berniat untuk mencibuk).
Seperti air musta’mal, yaitu
air yang telah digunakan
untuk bersesuci (misalnya
wudlu, mandi wajib, dan
sebagainya) atau digunakan
untuk membasuh basuhan
wajib dalam wudlu atau
mandi wajib itu. Adapun
basuhan sunnah (seperti
basuhan ke-2 dan ke-3 dalam
wudlu) tidak menjadikan air
menjadi musta’mal.
11. Hukum Air Yang Terkena Najis
Jika air sedikit (yakni kurang dari 2
kolah/217 liter), maka hukum air yang
terkena najis tersebut menjadi najis,
walaupun air tidak berubah.
Jika air tersebut banyak (2 kolah/217
liter, atau lebih), maka air tersebut masih
dihukumi suci, kecuali jika menjadi
berubah warna, atau rasa, atau baunya,
maka air tersebut menjadi najis.
12.
13. Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: “Saya
mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Sesungguhnya ummatku itu akan dipanggil pada
hari kiamat dalam keadaan bercahaya wajahnya
dan amat putih bersih tubuhnya dari sebab
bekas-bekasnya berwudhu. Maka dari itu,
barangsiapa yang dapat di antara engkau semua
hendak memperpanjang - yakni menambahkan -
bercahayanya, maka baiklah ia melakukannya -
dengan menyempurnakan berwudhu’ itu
sesempurna mungkin.” (Muttafaq 'alaih)
14. Dari Usman bin Affan r.a., ia berkata:
“Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Barangsiapa yang berwudhu lalu
memperbaguskan wudhu-nya - yakni
menyempurnakan sesempurna mungkin, maka
keluarlah kesalahan-kesalahannya sehingga
keluarnya itu sampai dari bawah kuku-
kukunya.” (Riwayat Muslim)
15. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahawasanya Rasulullah s.a.w.
bersabda:
“Sukakah engkau semua kalau saya tunjukkan akan sesuatu
amalan yang dapat melebur semua kesalahan dan dengan-
nya dapat pula menaikkan beberapa derajat?” Para sahabat
menjawab: “Baiklah, ya Rasulullah.” Beliau s.a.w. lalu
bersabda: “Yaitu menyempurnakan wudhu sekalipun
menemui beberapa hal yang tidak disenangi - seperti
terlampau dingin dan sebagainya, banyaknya
melangkahkan kaki untuk ke masjid dan menantikan shalat
sesudah melakukan shalat. Itulah yang disebut ribath. Itulah
yang disebut ribath - perjuangan menahan nafsu untuk
memperbanyak ketaatan pada Tuhan.” (Riwayat Muslim)
16. Dari Umar bin al-Khaththab r.a. dari Nabi s.a.w., beliau bersabda:
“Tiada seorangpun dari engkau semua yang berwudhu lalu ia
menyampaikan yakni menyempurnakan wudhunya, kemudian
mengucapkan: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarika lah, wa
asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluh, melainkan
dibukakanlah untuknya pintu syurga yang delapan buah
banyaknya. la diperbolehkan masuk dari pintu mana pun juga
yang dikehendaki olehnya.” (Riwayat Muslim)
Imam Termidzi menambahkan ucapan di atas dengan: Alla-
hummaj'alni minat tawwabina waj'alni minal mutatthahhirin, -
artinya: Ya Allah, jadikanlah saya termasuk golongan orang-orang
yang bertaubat dan jadikanlah saya termasuk golongan orang-orang
yang bersuci.
19. Syarat-Syarat Wudlu, ada 15, yaitu:
1. Islam.
2. Tamyiz (sekira bisa cebok sendiri atau merawat diri sendiri).
3. Khusus perempuan harus bersih dari darah haid (darah datang
bulan) dan darah nifas (darah setelah melahirkan).
4. Bersih dari benda yang sekiranya bisa menghalangi sampainya
air ke kulit, seperti cat atau lem kayu.
5. Tidak ada benda di kulit yang bisa mengubah air, seperti sabun,
tinta, dsb.
6. Mengetahui bahwa hukum wudlu adalah wajib.
7. Tidak menganggap hal-hal fardlu dalam wudlu adalah sunnah,
seperti anggapan bahwa membasuh muka adalah sunnah,
padahal hukumnya wajib.
8. Menggunakan air yang suci mensucikan.
20. Lanjutan…
9. Menghilangkan najis yang terlihat oleh mata (‘ainiyyah).
10. Mengalirnya air di seluruh anggota wudlu yang wajib dibasuh, tidak
cukup dengan hanya mengusap menggunakan kain atau es.
11. Yakin bahwa dia wajib berwudlu.
12. Niat terus menerus sampai awal hingga akhir secara hukum (artinya,
tidak ada hal yang bisa membatalkan niat tersebut, seperti murtad /
keluar dari Islam, atau niat yang lain selain wudlu).
13. Tidak mengikat niat dengan sesuatu yang lain (murni niat untuk
wudlu).
14. dan 15. Wudlu harus dikerjakan ketika sudah masuk waktu shalat dan
terus menerus tanpa putus. Kedua syarat ini khusus bagi orang yang
selalu berhadats, seperti orang yang selalu keluar air kencingnya, atau
air madzinya, atau wanita yang ber-istihadloh (keluar darahnya bukan
karena haid atau nifas).
21. Rukun-Rukun Wudlu
1) Niat.
Dengan mengatakan dalam hati: “saya niat
wudlu untuk menghilangkan hadats, fardlu,
karena Allah SWT” (nawaitul wudlu-a li raf’il
hadatsil asghari fardlan lillaahi ta’aala).
Waktu niat adalah ketika awal kali membasuh
wajah.
2) Membasuh wajah.
Batas wajah yang wajib dibasuh adalah antara
tempat tumbuhnya rambut kepala, hingga
akhir dagu (batas memanjang), dan antara
dua telinga (batas melebar).
3) Membasuh dua tangan sekaligus kedua siku.
4) Mengusap sebagian kepala.
5) Membasuh kedua kaki sekaligus kedua mata
kaki.
6) Berurutan.
22. 1. Melafadzkan niat dengan lisan.
2. Membaca Basmalah
(Bismillaahirrahmaanirahiim)
dan Ta’awwudz (A’uudzu
billaahi minasys
yaithoonirrojiim).
3. Bersiwak.
4. Membasuh kedua telapak
tangan.
5. Berkumur dan memasukkan air
ke dalam hidung.
6. Memulai basuhan wajah dari
bagian atas.
7. Mengusap kedua telinga
dengan air.
8. Menggosok anggota tubuh
dengan air.
9. Menyela-nyelai jari tangan
dan kaki.
10. Menggerakkan cincin yang
ada di jari tangan ketika
dibasuh.
11. Menghadap Kiblat.
12. Duduk tatkala berwudlu.
13. Menggunakan air secukupnya.
14. Tidak berbicara ketika
berwudlu.
15. Tidak melebihi
basuhan lebih
dari 3 kali.
24. Karena keturunan
• ibu, anak
perempuan,
saudari, bibi
saudari ayah, bibi
saudari ibu, anak
perempuannya
saudara laki-laki,
anak
perempuannya
saudari perempuan
Karena susuan
• ibu susuan, anak
perempuan
sesusuan, saudari
sesusuan, bibi
saudari ayah
sesusuan, bibi
saudari ibu
sesusuan, anak
perempuannya
saudara laki-laki
sesusuan, anak
perempuannya
saudara
perempuan
sesusuan
Karena pernikahan
• ibunya istri
(mertua
perempuan), anak
perempuannya
istri (anak
perempuan tiri),
istrinya ayah (ibu
tiri), istrinya anak
(menantu)
25. Asyhadu allaa ilaaha illallaah,
wahdahu laa syariika lahu, wa
asyhadu anna Muhammadan
‘abduhu wa Rasuuluhu.
Allahummaj’alnii minat
tawwabiina, waj’alnii minal
mutathahhiriina waj’alnii min
‘ibaadikash shalihiina.
Subhanakallahumma wa bi
hamdika. Asyhadu an laa
ilaaha illa Anta Astaghfiruka wa
atuubu ilaik.
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
melainkan Allah semata, dan tidak ada
yang menyekutukanNya. Aku bersaksi
bahwa Nabi Muhammad adalah
hamba dan utusan-Nya. Ya Allah,
jadikanlah aku termasuk orang yang
bertaubat, dan jadikanlah aku
termasuk orang yang bersuci, dan
jadikanlah aku dari golongan hamba-
hamba-Mu yang shaleh. Maha suci
Engkau Ya Allah dan dengan memuji
Engkau. Aku bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan selain Engkau. Aku mohon
ampun kepada Engkau dan aku
bertaubat kepada Engkau.
27. Mati
Melahirkan (Wajib mandi walaupun melahirkan berupa gumpalan darah atau
gumpalan daging)
Nifas (darah yang keluar setelah melahirkan).
Haid (wajib mandi setelah darah berhenti)
Keluarnya air mani
Hubungan suami istri
PERBEDAAN ANTARA AIR MANI, MADZI, DAN WADI: Mani: berwarna putih, pekat, Jika masih basah baunya seperti
adonan roti, jika sudah kering baunya seperti putih telur. Madzi: berwarna putih samar dan lengket, keluar sebab
hasrat seksual, sebelum hasrat betul-betul sempurna. Wadi: berwarna putih tebal dan keruh, keluar setelah kencing,
atau ketika membawa barang bawaan yang berat. Hukumnya: Mani mewajibkan mandi, tidak membatalkan wudlu,
dan hukumnya suci.. Madzi dan Wadi hukumnya seperti air kencing (membatalkan wudlu dan hukumnya najis).
28. 1) Niat
• Cara niat pada mandi wajib: niat dalam
hati, dan disunnahkan untuk diucapkan
dengan lisan, dengan mengatakan:
Nawaitul ghusla li raf’il hadatsil akbari
fardhan lillahi Ta’ala (Saya niat mandi
untuk menghilangkan hadas besar
fardhu karena Allah Ta’ala).
• Bagi perempuan yang haidh, dengan
berniat : Nawaitul ghusla li raf’i
hadatsil haidhi fardhan lillahi Ta’ala
(Saya niat mandi untuk menghilangkan
hadas haid fardhu karena Allah Ta’ala).
• Sedang bagi perempuan yang nifas,
dengan berniat: Nawaitul ghusla li raf’i
hadatsin nifasi fardhan lillahi Ta’ala
(Saya niat mandi untuk menghilangkan
hadas nifas fardhu karena Allah Ta’ala)
Waktu niat: Ketika pertama kali
membasuh badan.
• Jika wajib bagi seseorang untuk 2
mandi wajib sekaligus, seperti
mandi sehabis bersetubuh (jima’)
dan mandi karena keluar mani,
maka cukup dengan satu niatan
saja, misalnya dengan berniat, “aku
niat mandi wajib”.
• Jika wajib bagi seseorang mandi
wajib dan mandi sunnah, seperti
mandi sehabis bersetubuh dan
mandi untuk Shalat Jum’at, maka
dia diharuskan berniat untuk
kedua-duanya, dengan berniat,
“aku niat mandi wajib”, dan “aku
niat mandi sunnah sebelum Shalat
Jum’at”.
29. 2) Meratakan air ke seluruh badan.
Karena itu orang yang mandi
wajib hendaknya selalu
memperhatikan bagian-
bagian tubuh yang
dikhawatirkan tidak terkena
air, seperti ketiak, lipatan-
lipatan perut, lobang telinga,
bagian dalam antara dua
pantat, lobang pusar, dan
sebagainya.
30. 1) Membaca “Bismillahirrahmanir rahim”.
2) Wudhu sebelum mandi.
3) Menghadap kiblat.
4) Berdiri.
5) Menggosokkan tangan ke
seluruh tubuh.
6) Bersambung (tidak terputus-putus).
7) Mendahulukan bagian tubuh yang
kanan dari yang kiri.
32. 1. Adanya halangan menggunakan
air untuk berwudlu, misalnya
karena bepergian atau sakit.
2. Telah masuk waktu shalat.
3. Berusaha mencari air (waktu
mencari air harus setelah
masuk waktu shalat).
4. Tidak bisa mendapatkan air,
atau berhasil mendapatkannya,
namun air tersebut diperlukan
untuk yang lain, misalnya untuk
minum.
5. Memakai tanah suci yang
berdebu. Bila debu tersebut
bercampur kapur, tepung, pasir,
atau sebagainya, maka tidak
bisa dipakai untuk tayammum.
33. 1. Memindah debu (dari
tempatnya ke wajah dan kedua
tangan, artinya dengan tidak,
misalnya, menghadapkan
wajah atau kedua tangan di
tempat berhamburan debu
karena terpaan angin).
2. Niat. Dengan berniat: “saya
niat bertayammum agar bisa
mengerjakan shalat” (nawaitut
tayammuma li ibaahatis
shalaati). Waktu niat adalah
mulai dari memindah debu
hingga mengusapkannya ke
wajah.
3. Mengusap wajah.
4. Mengusap kedua tangan
sekaligus kedua siku.
5. Berurutan.
35. 1. Semua yang membatalkan wudlu.
2. Sebelum melaksanakan shalat, melihat air.
3. Murtad (keluar dari Islam).
36. Berakal (tidak gila)
Baligh
Islam
Seseorang dihukumi baligh jika didapati salah satu tanda:
1. Jika seseorang telah berumur 15 tahun qamariyyah/hijriyyah (meskipun belum bermimpi basah).
2. Atau bermimpi basah (sampai keluar air mani), baik dialami oleh laki-laki maupun perempuan yang telah
berumur 9 tahun qamariyyah/hijriyyah (bulan Arab).
3. Atau telah keluar haid, bagi wanita yang telah berumur 9 tahun qamariyyah/hijriyyah (bulan Arab).
37. 1. Telah masuk waktu shalat.
2. Menghadap kiblat.
3. Suci dari hadats kecil dan hadats besar.
4. Suci dari najis, baik yang ada di baju, badan,
atau tempat shalat.
5. Menutup aurat.
Jika auratnya tersingkap ketika shalat,
kemudian langsung ditutupi, maka shalatnya
tetap sah. Adapun jika ditunda-tunda atau
tidak segera ditutupi, maka shalatnya batal.
6. Mengetahui kefardluan/kewajiban hukum
shalat. Jika dia bingung, shalat yang
dikerjakannya wajib atau sunnah, maka
shalatnya tidak sah.
7. Tidak menganggap hal yang wajib sebagai hal
yang sunnah. Misalnya dengan menganggap
hukum takbiratul ihram adalah sunnah,
padahal hukum sebenarnya adalah wajib.
38. 1. Rukun Qauliyah (Rukun Ucapan): ada 5.
Dinamakan rukun ucapan karena orang yang shalat
harus melafadzkannya dalam lisan sekira dia bisa
mendengarnya sendiri. Kelima rukun ucapan itu
adalah: takbiratul ihram, membaca surat Al
Fatihah, tasyahhud akhir, shalawat kepada Nabi
Muhammad SAW ketika tasyahhud akhir, dan
salam.
2. Rukun Fi’liyyah (Rukun Perbuatan): ada 6, yaitu:
berdiri, ruku’, i’tidal (berdiri setelah ruku’), sujud,
duduk diantara dua sujud, duduk tasyahhud akhir.
3. Rukun Ma’nawi (bukan merupakan ucapan
ataupun perbuatan): ada 1, yaitu mengurutkan
urutan rukun-rukun sesuai urutannya.
4. Rukun Qalbiyyah (ada di hati): ada 1, yaitu niat.
39. Udzur shalat adalah
halangan-halangan yang
memperbolehkan
seseorang mengakhirkan
shalat dengan tanpa
berdosa. Udzur shalat ada
4, yaitu:
1. Tidur.
Tidur menjadi udzur shalat jika sesorang tidur sebelum waktu
shalat. Adapun jika dia tidur setelah masuk waktu shalat, maka
tidurnya tersebut tidak menjadi alasan dia boleh mengakhirkan
shalat. Kecuali jika telah menjadi kebiasaannya untuk bangun
sebelum waktu shalat habis, atau telah berpesan kepada orang
yang dipercayainya untuk membangunkannya sebelum habis
waktu shalat.
2. Lupa
Lupa menjadi udzur shalat jika sebabnya adalah perkara yang
boleh. Adapun jika sebabnya adalah perkara yang makruh atau
yang haram, maka tidak dianggap sebagai udzur shalat.
3. Men-jama’ (mengumpulkan dua shalat)
Artinya: mendahulukan shalat dari waktunya, atau
mengakhirkannya, karena di-jama’ (digabungkan dengan shalat
yang lain), dengan alasan bepergian atau sakit. Contoh: Shalat
Dzuhur dan Ashar dikerjakan pada waktu Dzuhur
(taqdim/mendahulukan), atau Dzuhur dan Ashar dikerjakan pada
waktu Ashar (ta’khir/mengakhirkan), dengan syarat-syarat
tertentu.
4. Dipaksa
Termasuk udzur shalat adalah apabila seseorang dipaksa dengan
disertai ancaman untuk melakukan shalat di luar waktunya,
dengan syarat-syarat tertentu.
40. 1. Berkata dengan sengaja.
2. Mengerjakan sesuatu yang banyak
(yang bukan pekerjaan shalat).
3. Hadats besar (misalnya: keluar
darah haid) atau hadats kecil
(misalnya: kentut).
4. Kejatuhan najis.
5. Terbuka auratnya.
6. Mengubah niat.
7. Membelakangi kiblat.
8. Makan.
9. Minum.
10. Berdehem (kecuali karena terpaksa).
11. Murtad (keluar dari Islam).
41. 1. Mulai terbitnya matahari hingga naik seukuran tombak (sekitar 16
menit).
2. Ketika matahari tepat di atas kepala/tepat di tengah langit, hingga
bergeser sedikit (waktunya sebentar saja).
3. Sejak langit menguning di sore hari hingga matahari terbenam.
4. Setelah melakukan Shalat Subuh hingga matahari terbit
5. Setelah melakukan Shalat Ashar hingga matahari terbenam.
Namun ada pengecualian, di mana shalat tidak diharamkan
untuk dilakukan pada di lima waktu tersebut, yaitu:
• Shalat Qadla
• Shalat Sunnah yang didahului oleh sebab, seperti: shalat sunnah setelah
wudlu, shalat tahiyyat masjid, dan sebagainya.
• Shalat sunnah yang sebabnya bersamaan, seperti: shalat Kusuf (Gerhana
Matahari), shalat khusuf (Gerhana Bulan).