Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas perlunya sistem ekonomi Islam di Indonesia karena sistem ekonomi yang ada saat ini belum sepenuhnya sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.
2. Sistem ekonomi Islam diimplementasikan melalui lembaga keuangan syariah seperti bank syariah yang mulai bermunculan di Indonesia.
3. Bank syariah diharapkan dapat memberikan implikasi positif terhadap peningkatan
Implikasi Praktek Ekonomi Islam terhadap Kesejahteraan Masyarakat
1. Implikasi Praktek Ekonomi Islam terhadap
Kesejahteraan Masyarakat
Dibuat Dalam Rangka Memenuhi Tugas Matakuliah Pengantar Ilmu
Ekonomi Semester Ganjil
Nama : Ahmad Bustan Djatmadipura
NPM : 161000050
Kelas : A
Di bawah bimbingan
Ghandi Pharmacista, S.H., M.H.
Fakultas Hukum
Universitas Pasundan Bandung
2017/2018
2. BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan sistem perekonomian yang membingungkan.
Bila dikatakan sistem perekonomian kapitalis, faktanya tidak sedikit sektor
perekonomian yang masih dipegang langsung oleh pemerintah (ex: BUMN). Bila
dikatakan sistem perekonomian komunis, faktanya para pemilik modal masih
diberikan kebebasan untuk menjalankan produksi dan bisnis untuk memperkaya
dirinya. Bila dikatakan sistem perekonomian Islam masih jauh sekali, karena
konsep ribawi yang diharamkan syariat Islam masih beredar dan sulit ditinggalkan
dalam kegiatan ekonomi di Indonesia.
Menilik pada sistem perekonomian Islam yang biasa disebut sebagai sistem
Ekonomi Syariah, sistem ini mulai dilirik oleh banyak negara yang hampir
sepanjang berdirinya negara itu menggunakan sistem ekonomi kapitalis. Sekalipun
sistem ekonomi kapitalis tidak jarang dipandang “membantu” kemajuan negara,
nyatanya sistem kapitalis telah gagal dan melahirkan ketidakmerataan dalam
kemakmuran masyarakatnya. Pada Juni 2007, sebuah bank investasi terbesar di
Amerika Serikat, Bear Stearns, mengumumkan kerugian yang serius yang dialami
oleh sejumlah hedge fund-nya yang mengkhususkan diri pada Collateralized Debt
Obligations (CDO), yaitu obligasi bundel ulang kredit perumahan (bundled
repacked mortgage). Kasus “Lehmans Brothers” ini salah satu contoh nyata
gagalnya sistem kapitalis. Ketika dampak kerugian terjadi, maka penimpaannya
akan berakhir pada kematian ekonomi pihak yang ditanggungjawabkan modal.
Kerugian pemodal hanya akan terjadi bilamana semua harta dimodalkan, yang
mejadi hutang, tidak dapat lagi diserap dari kekayaan yang dimodali. Kematian
bagi mereka yang dimodali dan berakhir pada rugi.
Dapat kita bayangkan bagaimana alur berpikir orang-orang komunis
menanggapi ini. Diluar dari konspirasi yang mereka lakukan untuk menggulingkan
3. kerajaan yang berkuasa waktu itu, masuk akal juga alur berpikir mereka atas
kejahatan sistem ini. Kesenjangan yang dilahirkan sudah berkembang terlampau
jauh. Pemilik modal dengan kekuatan finansialnya kian berkuasa, kalangan pekerja
hanya mendapat sedikit dari apa yang mereka usahakan dibawah kepemilikan
modal. Komunisme dalam politik dibangun untuk menentang liberalisme, dalam
ranah ekonomi dibangun untuk menentang kapitalisme. Karl Marx dengan bukunya
“Das Kapital” adalah inspirator terbentuknya komunis. Marx mengkaji sisi negatif
dari kapitalisme dan liberalisme yang menghasilkan kelas pemilik kapital dan kelas
buruh. Buruh dianggap hanya sebagai salah satu “sarana” dari produksi. Sepanjang
bisa dibayar serendah mungkin, buruh dipekerjakan untuk menghasilkan
keuntungan sebesar-besarnya. Salah satu usul yang dibangun Marx dalam bukunya
adalah satu sistem ekonomi baru yang menempatkan buruh sebagai pelaksana
produksi sekaligus pemilik dengan cara menghilangkan hak individual atas modal
dan usaha. Jalannya adalah dengan negara mengambil alih kepemilikan dan
sekaligus mendistribusikannya untuk kesejahteraan. Pada sistem kapitalisme,
tertutup peluang bagi buruh untuk berperan dan mengembangkan eksistensinya.
Ideologi komunis menawarkan surga bagi kaum yang termarginalkan di dalam
sistem liberal dan kapitalisme, namun ternyata tidak terwujud. Sistem komunis,
sekalipun dirasa mengurangi angka pengangguran, tetap menghasilkan perbedaan
kelas antara warga biasa dan para petinggi komunisnya. Coba saja kita simak sistem
Korea Utara, pimpinan negara sampai pada tahap diwariskan sebagaimana kerajaan.
Rakyat dipaksa hidup dengan aturan ketat, seperti RRC yang hanya membolehkan
punya satu anak dalam setiap keluarga. Sistem pemerintahan yang menindas itu
berdampak langsung pada daya saing negara. Tidak pula negara komunis mampu
menang dalam persaingan dengan negara-negara kapitalis karena banyak
penduduknya juga yang miskin. Sampai-sampai negara komunis harus menahan
agar tidak terjadi eksodus di kalangan rakyatnya karena kaum elit komunis
memerlukan pekerja untuk kesejahteraan mereka. Contoh dibangunnya tembok
Berlin adalah upaya tidak kaburnya orang-orang Jerman Timur ke Jerman Barat.
4. Ternyata memang keadilan pun tidak tercapai. Surga yang dijanjikan berakhir
dengan penguasaan orang-orang cerdas polit biro terhadap kaum yang mereka beri
nama kaum Proletar.
Beralih dari keduanya, di Indonesia akan kita temui sistem ekonomi Islam.
Berbeda dengan kedua sistem sebelumnya yang mendasarkan akal manusia yang
penuh keterbatasan sebagai landasan berfalsafahnya, sistem ekonomi Islam
memiliki worldview yang didasari ajaran-ajaran dari dalam agama ini sendiri yang
biasa dikenal dengan “syariat” dan sistemnya disebut “Sistem Syariah” dan sifatnya
disebut syar’i. Uniknya, berbeda dari agama-agama yang ada di dunia, hanya
Islamlah yang memiliki konsep seperti ini. Islam tidak hanya mengajarkan
bagaimana cara meraih kesuksesan di akhirat namun juga menuntun manusia untuk
mensukseskan dirinya di dunia dengan cara yang benar. Sederhananya, sukses
dunia yang didasari tujuan sukses di akhirat. Dengan konsep seperti ini maka
lahirlah “amanah” sebagai dasar pelaksanaan segala sesuatu di dunia ini.
Sebagaimana sistem kapitalis dan komunis yang menghapus keikutsertaan Tuhan
dalam sistemnya, kedua sistem itu juga turut mengikis keamanahan dalam dasar
kebijakannya. Bila agama adalah candu, maka ber-Islam inilah sebaik-baik candu.
Sebagaimana di awal disebutkan bahwa sistem syariah ini mulai dilirik oleh
negara-negara yang mulanya memiliki sistem kapitalis, Indonesia juga
mengalaminya. Sebagai operasionalnya, Indonesia membuka terbitnya lembaga
Perbankan Syariah. Bank Muamalat Indonesia adalah bank pertama yang
menerapkan prinsip Syariah Islam dalam menjalankan operasionalnya. Didirikan
pada 1 November 1991 yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI),
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan pengusaha Muslim yang
kemudian mendapat dukungan dari Pemerintah Republik Indonesia.
Di Indonesia, Bank Syariah adalah salah satu sistem operasional perbankan, hal
ini sesuai dengan Undang-undang Perbankan No. 10/1998. Sesuai undang-undang
tersebut terdapat dua sistem operasional perbankan di Indonesia yaitu Perbankan
Konvensional dan Perbankan Syariah. Perbedaannya adalah Perbankan
5. Konvensional adalah sistem berdasarkan bunga, sedangkan Perbankan Syariah
adalah sistem berdasarkan bagi hasil.
Berbeda dengan latar belakang sistem ekonomi komunis yang sengaja
disiapkan sebagai antithesis sistem ekonomi kapitalis, kemunculan Bank Syariah
tidak terlepas dari pemikiran bahwa sistem ekonomi kapitalis tidak sesuai dengan
nilai-nilai Islam. Dikarenakan operasional praktek ekonomi Islam adalah melalui
Bank Syariah, maka dalam makalah ini pembahasan akan lebih banyak membahas
kepada keunggulan praktek Ekonomi Syariah yang dipraktikkan Bank Syariah dan
kebijakan-kebijakannya yang berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat di
Indonesia. Tidak hanya umat Muslim saja karena pada akhirnya Bank Syariah ini
bersifat terbuka. Bank Syariah, dalam menjalankan kegiatannya tidak terbatas
hanya untuk orang yang beragama Islam saja, tetapi juga terbuka bagi non-Muslim.
Dengan itu pula, maka Bank Syariah bisa memberikan pembiayaan atau jasa
kepada non-Muslim selayaknya Bank Konvensional di Indonesia dapat dinikmati
oleh seluruh masyarakat di Indonesia. Ini juga merupakan salah satu prinsip dari
Islam yang mengayomi tidak hanya Muslim saja namun juga bumi dan segala
isinya sebagai perintah Allah yang menjadikan manusia sebagai Khalifah di muka
bumi.
2. Rumusan Masalah
a. Mengapa harus Ekonomi Islam?
b. Apa implikasi praktek ekonomi yang Lembaga Syariah lakukan sebagai
operator Ekonomi Islam terhadap kesejahteraan masyarakat?
6. BAB II
PEMBAHASAN
1. Perlunya Sistem Ekonomi Islam di Indonesia
Ekonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu Oikos yang berarti keluarga atau
rumah tangga, dan Nomos yang berarti aturan atau peraturan. Sehingga secara
terminologi dapat dikatakan sebagai manajemen aturan rumah tangga. Dalam
pandangan ini, rumah tangga berkaitan dengan kebutuhan sehari-hari.
Ekonomi adalah suatu cabang ilmu yang membahas perihal kehidupan manusia
dalam melakukan pemenuhan kebutuhan hidupnya, aspek-aspek yang dikaji
mencakup sistem produksi, sistem penyaluran atau distribusi dan pemakaiannya
atau cara mengonsumsinya berupa baik itu jasa maupun barang. Hal tersebut
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, mencari keuntungan secara
materi, untuk mendapatkan gelar atau penghargaan, untuk bisa memperoleh
kekuasaan atau sosial kemanusiaan atau saling membantu antar sesama.
Aristoteles menyatakan bahwa ekonomi adalah suatu cabang yang dapat
digunakan dengan dua jalan yakni mungkin bisa dipakai dan mungkin untuk ditukar
dengan barang, jadi ekonomi mempunyai nilai pertukaran dan nilai penggunaan..
Abraham Maslow menyatakan bahwa pengertian ekonomi adalah suatu bidang
keilmuan yang dapat menyelesaikan permasalahan kehidupan manusia lewat
penggemblengan seluruh sumber ekonomi yang tersedia berdasarkan pada teori dan
prinsip dalam suatu sistem ekonomi yang memang dianggap efisien dan efektif.
Adam Smith menyatakan bahwa pengertian ekonomi adalah suatu penyeldikan
tetnang kondisi dan sebab adanya atau hadirnya kekayaan negara. Johs Stuar Mill
menyatakan bahwa pengertian ekonomi adalah ilmu praktis yang telah mempelajari
tentang penagihan dan pengeluaran. Amwal menyatakan bahwa ekonomi adalah
suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang bagaimana menentukan keputusan
yang efektif untuk mengelola semua sumber daya yang tersedia dalam rangka untuk
melakukan pemenuhan kebutuhan pada individu atau masyarakat.
7. Sedangkan sistem berasal dari bahasa Latin yaitu systema dan bahasa Yunani
yaitu sustema yang berarti suatu keseluruhan yang terdiri dari komponen atau
elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi
atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Maka sistem ekonomi pastilah memiliki
tujuan, sebaik-baik tujuan adalah kesejahteraan, sebaik-baik kesejahteraan adalah
yang merata.
Dalam pelaksanaan ekonomi kita mengenal sistem sebagai prosedur kebijakan
dan teknisnya. Dunia mengenal tiga sistem ekonomi besar, yakni :
a. Sistem Ekonomi Kapitalis, dengan ciri utamanya produksi perorangan
dimana produksi berjalan di tergantung pemilik modal (kapital);
b. Sistem Ekonomi Komunis, dengan ciri utamanya penghapusan hak
perseorangan dan menggantikannya dengan hak milik bersama yang
dikontrol oleh negara;
c. Sistem Ekonomi Islam (Ekonomi Syariah), sifatnya Rabbani yaitu
berlandaskan perintah Allah, terinterpretasi dalam ajaran Islam yang
bersesuaian dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta Fiqh (yurisprudensi)
yang telah ditetapkan oleh para fuqaha (ahli hukum) dalam Islam.
Sedangkan Indonesia dikatakan memilih Sistem Ekonomi Pancasila yang
mana memuat konsep kapitalisme, liberalisme (dan pasar bebas), neoliberalisme,
monopoli, oligopoli, monopsony serta oligosponi.
Indonesia melindungi masyarakat beragama untuk menjalankan agama dan
kepercayaannya masing-masing. Dasar hukum penjamin kebebasan beragama itu
ada pada konstitusi, yaitu Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
(UUD 1945), “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali”. Maka adalah keniscayaan bagi negara
untuk memfasilitasi Muslim di Indonesia menjalankan sistem Islam dalam segala
aspek yang diaturnya, salah satunya sistem Ekonomi Islam ini. Namun sistem
8. pemerintahan yang demokrasi dan cenderung pada haluan liberal membuat sistem
Ekonomi Islam ada hanya sebagai hak yang boleh dijalankan ataupun boleh tidak
dijalankan oleh Muslim di Indonesia. Pembolehan untuk memilih ini pun didukung
oleh pasal 28 J ayat (1) UUD 1945 yang mengatur bahwa “setiap orang wajib
menghormati hak asasi orang lain” yang membolehkan warga negara taat atau
tidak taat pada agama atas dasar hak asasi manusia. “Taat pada negara adalah wajib,
taat pada agama adalah hak”, begitu kurang lebih.
Namun Hak Asasi Manusia (HAM) tidak seluruhnya dipandang sebagai senjata
liberal untuk menyimpangkan ajaran agama. HAM juga yang akhirnya menjadi
dasar perlindungan bagi umat Muslim di Indonesia untuk membangun sistem
Ekonomi Islam yang merupakan perintah agama yang tersirat dari sabda Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang
sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika
orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -
pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai
Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau
menjawab, “Lantas siapa lagi?”. Maksud dari “jalan” dari Hadits tersebut tidak
hanya terpaut pada ajaran agamanya, namun juga bagaimana mereka membangun
peradaban dan sistem di dalamnya. Di sisi lain, Islam juga memiliki sistem
ekonominya sendiri yang dari yurisprudensi Islam yang berdasar Al-Qur’an dan
As-Sunnah yang merupakan nilai utama dalam perintah agama, serta perilaku para
sahabat serta hukum-hukum setelahnya. Maka tidak ada alasan sebetulnya bagi
umat Muslim yang mengaku taat pada agamanya untuk menjalankan sistem
perekonomian yang bukan berasal dari Islam sendiri. Secara teknis memang sistem
ini paling kuat dilakukan karena dasar faktor religius dari Muslim itu sendiri.
Ajaran dalam Hukum Islam, memakan riba dan mempraktikkan riba adalah
sesuatu yang dilarang dan dosa bila dilakukan (haram). Riba sendiri secara
linguistik artinya tumbuh dan membesar, secara bahasa bermakna al-fadhl waz
ziyadah (tambahan). Definisi yang dikemukakan Muhammad Asy Syarbiniy, riba
9. adalah suatu akad (transaksi) pada barang tertentu yang ketika akad berlangsung
tidak diketahui kesamaannya menurut ukuran syar’i, atau adanya penundaan
penyerahan kedua barang atau salah satunya (Mughnil Muhtaj, 6: 309). Riba adalah
penetapan pelebihan jumlah pinjaman yang harus dikembalikan dari jumlah
pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam. Dari pengertian ini dapat kita
lihat tidak ada perbedaan pengertian dari riba dan bunga, karena bunga juga adalah
pelebihan jumlah pinjaman yang harus dikembalikan kepada kreditur (pemilik
modal) dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada debitur (peminjam).
Belum lagi dalam praktiknya ada kebijakan denda yang mengharuskan peminjam
membayar lebih banyak lagi ketika terlambat dalam membayar dari jangka waktu
yang sudah disepakati. Maka bagi umat Islam, praktik riba, apapun judulnya adalah
tidak diperbolehkan. Di sisi lain, hampir semua praktik yang dilakukan sistem
ekonomi kapitalis yang dominan di Indonesia ini mengandung unsur riba.
Islam, yang dibawa Rasullullah, adalah aspirasi dan ide tentang tauhid (meng-
Esakan Allah) mempengaruhi politik dan keadilan sosial (ekonomi). Sesuai dengan
tingkat perkembangan pemikiran dan tahap pertumbuhan pada masa itu, Rasulullah
memberikan petunjuk-petunjuk operasional dan teladan-teladan nyata melalui
sunnahnya sebagai suatu cita penyampaian bahwa Islam telah sempurna untuk
segala bidang kehidupan (Q.S. Al-Maidah/5 : 4). Ketika zaman makin berubah,
nilai-nilai dalam sunnah tidak hilang melainkan berlaku sebagai landasan etika
untuk membatasi jalannya moral dalam operasional kehidupan manusia di masanya.
Pokok-pokok ajaran Islam disistematiskan melalui ‘ijma (kesepakatan para ulama)
dan melahirkan fiqh-fiqh kontemporer yang terlaksana sesuai sumber utama
ajarannya yakni Al-Qur’an dan As-sunnah.
Teks-teks syar’i (An-Nushus Asy-Syar’iyyah) memuat banyak pesan yang
berkaitan dengan bidang kehidupan perekonomian, baik eksplisit maupun implisit.
Sesuai dengan semangat dasar Al-Qur’an, yaitu semangat yang menekankan pada
ide-ide keadilan sosial dan ekonomi. Misalnya pandangan Islam tentang dunia kerja,
prinsip kebebasan dan kejujuran dalam berusaha (dengan syarat halalan wa
10. thayyiban), produktivitas kerja, hingga weltanschauung (worldview) Islam yang
secara keseluruhan berhubungan erat dan mengikat dengan konsep teologi dan
eskatologi.
Di antara ajaran-ajaran pokok tersebut, misalnya posisi manusia di bumi ini
sebagai khalifah Allah (Q.S. Al-Baqarah/2 : 30) dengan membawa amanat-Nya
(Q.S. Al-Ahzab/33 : 72) untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan (Q.S.
Hud/11 : 61), alam sebagai fasilitas yang “melayani” kepentingan manusia (Q.S.
Al-Baqarah/2 : 29, Al-Jasiyah/45 : 13), manusia tidak boleh duduk pasif melainkan
harus berusaha dan bekerja (Q.S. Al-Jumu’ah/62 : 10, Ar-Ra’d/13 : 13), mencari
rezeki yang halal dan dalam berusaha harus mengutamakan nilai kejujuran (Q.S.
Al-A’raf/7 : 85), atas dasar suka rela (Q.S. An-Nisa/4 : 29), serta dalam bidang-
bidang yang dibolehkan syariat bukan yang bathil (Q.S. Al-Maidah/5 : 3).
Meskipun bebas mendapatkan dan memilih setiap hasil jerih payahnya,
manusia juga harus memerhatikan fungsi sosial harta hasil usahanya demi kebaikan
orang-orang yang nasibnya kurang beruntung (Q.S. Al-Hasyr/59 : 7, At-Taubah/9 :
34, Ar-Rum/30 : 30). Mereka juga harus hemat dan efisien dalam membelanjakan
apa yang mereka miliki, termasuk penggunaan SDA (Q.S. Al-Isra/17 : 26, Al-
Furqan/25 : 67), dan sebagainya. Ajaran-ajaran syar’i tidak hanya berupa imbauan
moral, tetapi menjadi suatu sistem tatanan hidup yang dihayati sebagai way of life
dan rule of game yang dipatuhi. Dengan cara itulah sistem Ekonomi Islam akan
membawa dampak nyata bagi peningkatan kesejahteraan manusia, lahir dan batin.
“Sesungguhnya orang-orang yang banyak harta adalah orang-orang yang
sedikit (kebaikannya) pada hari kiamat, kecuali orang yang diberi harta oleh Allâh,
lalu dia memberi kepada orang yang disebelah kanannya, kirinya, depannya dan
belakangnya. Dia melakukan kebaikan pada hartanya.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
11. 2. Praktek Ekonomi Syariah dan Dampaknya Bagi Kesejahteraan Masyarakat
Ekonomi Islam, menurut para pembangun dan pendukungnya, dibangun di
atas atau setidaknya diwarnai oleh prinsip-prinsip religius, berorientasi dunia dan
akhirat. Dalam tataran paradigma seperti ini, para ekonom Muslim berada dalam
satu kata, atau setidaknya tidak ada perbedaan yang berarti. Mayoritas ekonom
Muslim sepakat mengenai dasar pilar atau pondasi filosofis sistem ekonomi Islam
itu tauhid, khilafah, ibadah dan takaful, Khurshid Ahmad menambahkan
rububiyah dan tazkiyah, serta masuliyyah (akuntabilitas).
Dalam praktik sistem syariah, terutama ekonomi, dikenal konsep “Akad”.
Kata akad berasal dari bahasa Arab yaitu ar-rabtu yang berarti menghubungkan
atau mengaitkan, atau mengikat antara ujung dengan ujung atau ujung-ujung
lainnya. Selain itu juga ‘aqdatun yang berarti sambungan yang menyambungkan
ujung dan mengikatnya, juga al-‘ahdu yang berarti janji. “sebenarnya siapa yang
menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Ali Imran/3 : 76).
Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, “Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau UUS dan
pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak
sesuai dengan Prinsip Syariah”. Pembolehan prinsip syariah ini pun didukung oleh
hukum perdata mengenai perjanjian sebagaimana disebutkan di pasal 1338 ayat (1)
KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Syarat sah dari akad tidak berbeda dengan syarat sah perjanjian dalam pasal
1320 KUH Perdata, yakni sepakat dan cakap sebagai syarat subjektif, suatu hal
tertentu dan sebab yang diperkenankan sebagai syarat objektif. Yang berbeda dari
konsep transaksi dalam Ekonomi Islam adalah konsep riba sebagai sebab yang
tidak diperkenankan dalam akad.
Islam tidak memperkenankan riba (bunga) namun memperbolehkan sistem
bagi hasil (profit and loss sharing) sebagai alternatif bagi pemilik modal atau
12. kreditur untuk bekerja sama dengan pengusaha atau debitur yang kekurangan dana
dan diberi modal untuk menjalankan usaha (deficit spending unit). Apabila kegiatan
usaha menghasilkan maka keuntungan akan dibagi berdua, dan apabila kegiatan
usaha menderita kerugian maka kerugian akan ditanggung bersama. Sistem bagi
hasil akan menjamin adanya keadilan dan tidak ada pihak yang terzhalimi
(tereksploitasi). Sistem bagi hasil dapat berbentuk musyarakah atau mudharabah.
Musyarakah atau syirkah menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
tercantum dalam pasal 20, “Syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih
dalam hal permodalan, keterampilan atau kepercayaan dalam usaha tertentu
dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-
pihak yang berserikat”. Dalam hal ini yang dijadikan objek adalah modal dan
keterampilan berusaha. Sedangkan subjeknya adalah pihak-pihak yang memiliki
suatu usaha yang sama namun kekurangan modal bila harus menjalankan usahanya
dari modal yang dimiliki perorangan. Atau dalam konteks Perbankan Syariah,
maka Bank Syariah berlaku sebagai kreditur yang menambal kekurangan dana dari
suatu usaha yang akan dijalankan oleh debitur. Sistem pembagian hasilnya didasari
musyawarah. Apabila diperoleh keuntungan, maka debitur mengembalikan hutang
pokok ditambah keuntungan sesuai perjanjian. Sebaliknya, apabila diperoleh
kerugian maka kreditur juga turut menanggung beban kerugiannya.
Mudharabah menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah tercantum dalam
pasal 20, “Mudharabah adalah kerjasama antara pemilik dana atau penanam
modal dengan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan
pembagian keuntungan berdasarkan nisbah”. Dalam hal ini yang dijadikan objek
adalah modal dan keterampilan berusaha. Sedangkan subjeknya adalah pemilik
modal yang tidak menjalankan usaha dengan pengusaha yang tidak memiliki modal.
Dalam konteks Perbankan Syariah, maka Bank Syariah berlaku sebagai kreditur
yang memberikan modal secara penuh kepada debitur yang sama sekali tidak
memiliki modal untuk untuk menjalankan usaha yang direncanakannya. Sistem
pembagian hasilnya sama seperti musyarakah.
13. Dalam perekonomian konvensional, sistem riba, fiat money, commodity money,
fractional reserve system dalam perbankan, dan pembolehan spekulasi
menyebabkan penciptaan uang (kartal dan giral) dan tersedotnya uang di sektor
moneter untuk mencari keuntungan tanpa menerima resiko. Akibatnya, uang
investasi yang seharusnya tersalur ke sektor riil untuk tujuan produktif sebagian
besar lari ke sektor moneter dan menghambat pertumbuhan bahkan menyusutnya
sektor riil. Penciptaan uang tanpa adanya nilai tambah akan menimbulkan inflasi.
Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi yang menjadi tujuan malah akan terhambat.
Sementara itu, Islam dengan sistem zakat, sistem bagi hasil, dan pelarangan
spekulasi dalam perekonomian Islam akan mendorong iklim investasi yang akan
tersalur dengan lancar ke sektor riil untuk tujuan yang sepenuhnya produktif. Hal
ini akan menjamin terdistribusinya kekayaan dan pendapatan serta menumbuhkan
sektor riil. Dengan meningkatnya produktivitas dan kesempatan bekera dan
berusaha pada akhirnya pertumbuhan ekonomi akan terdorong dan pada akhirnya
akan tercapai kesejahteraan masyarakat.
14. Konsep keuntungan dalam Islam yang tidak melibatkan riba menyelamatkan
debitur dari eksploitasi perjanjian bunga yang diatur oleh kreditur. Dalam Islam,
sesuai dengan penuturan Ibnu Arabi, bahwa transaksi ekonomi tanpa unsur ‘iwad
sama dengan riba. ‘Iwad dapat dipahami sebagai equivalent countervalue yang
15. berupa ghurmi (resiko), kasb (kerja dan usaha), dan daman (tanggung jawab).
Adalah keharusan bagi Muslim untuk melakukan usaha dengan memenuhi kaidah
‘iwad ini. Bila tidak, maka dosa (sebagai sanksi keyakinan) akan ditanggungnya.
Apabila ketiga unsur ‘iwad ada, maka akad tersebut sesuai dengan ketentuan
syariah, dan keuntungan transaksi tersebut tidak tergolong riba. Apabila ketiga
unsur ‘iwad tidak ada, maka akad tersebut tidak sesuai dengan ketentuan syariah,
dan keuntungan transaksi tersebut tergolong riba. “Allah menghalalkan
perniagaan (jual beli) dan mengharamkan riba” (Q.S. Al-Baqarah/2 : 275).
Bank Syariah sebagai operator Ekonomi Islam secara fungsional bertugas
untuk memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui kegiatan usaha
(investasi, jual beli atau lainnya) berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai syariah yang bersifat makro maupun mikro.
Nilai-nilai makro yang dimaksud adalah keadilan, maslahah (manfaat), sistem
zakat, bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif yang nonproduktif
seperti maysir (perjudian), bebas dari gharar (tidak jelas dan meragukan), bebas
dari hal-hal bathil (rusak atau tidak sah), dan penggunaan uang sebagai alat tukar.
Sementara itu, nilai-nilai mikro yang harus dimiliki oleh pelaku perbankan syariah
adalah sifat-sifat mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasallam, yaitu shiddiq (benar), amanah (dapat dipercaya), tabligh (faktual), dan
fathanah (cerdas) sebagai etika dan landasan moral dalam transaksi ekonomi.
Dengan penerapan nilai-nilai ini sebagai penunjang, maka efektivitas dalam
menegakkan pilar ekonomi Islam yakni kesejahteraan, kemaslahatan,
kebermanfaatan, universal dan keberlanjutan.
Selain itu, dimensi keberhasilan Bank Syariah meliputi keberhasilan dunia dan
akhirat (long term oriented) yang sangat memerhatikan kebersihan sumber,
kebenaran proses dan kemanfaatan hasil.
16. Sebagai lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme
ekonomi di sektor riil melalui aktivitas investasi atau jual beli, serta memberikan
pelayanan jasa simpanan (perbankan) bagi para nasabah, mekanisme kerja Bank
Syariah adalah sebagai berikut : Bank Syariah melakukan kegiatan pengumpulan
dana dari nasabah melalui deposito atau investasi maupun titipan giro dan tabungan.
Dana yang terkumpul kemudian diinvestasikan pada dunia usaha melalui investasi
sendiri (non-bagihasil/trade financing) dan investasi dengan pihak lain (bagi
hasil/investment financing). Ketika ada keuntungan sebagai hasilnya, maka bagian
keuntungan untuk bank dibagi kembali antara bank dan nasabah pendanaan. Di
samping itu, Bank Syariah dapat memberikan berbagai jasa perbankan kepada
nasabahnya.
Operasi Bank Syariah
Secara teori Bank Syariah menggunakan konsep two tier mudharabah
(mudharabah dua tingkat), yaitu Bank Syariah berfungsi dan beroperasi sebagai
institusi intermediasi investasi yang menggunakan akad mudharabah pada kegiatan
pendanaan (pasiva) maupun pembiayaan (aktiva). Dalam pendanaan, Bank Syariah
bertindak sebagai mudharib (pengusaha). Sedangkan dalam pembiayaan, Bank
17. Syariah bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana). Selain itu Bank Syariah
juga dapat bertindak sebagai agen investasi yang mempertemukan pemilik dana
dan pengusaha.
Two Tier Mudharabah
Alur Operasi Bank Syariah
18. Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dana yang dihimpun melalui
prinsip wadiah yad dhamanah, mudharabah mutlaq, ijarah, dan lain-lain, serta
setoran modal dimasukkan ke dalam pooling fund. Pooling fund ini kemudian
dipergunakan dalam penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan dengan prinsip
bagi hasil, jual beli, dan sewa. Dari pembiayaan dengan prinsip bagi hasil diperoleh
bagian bagi hasil (laba) sesuai kesepakatan awal (nisbah) dengan masing-masing
nasabah (mudharib atau mitra usaha); dari pembiayaan dengan prinsip jual beli
diperoleh margin keuntungan; sedangkan dari pembiayaan dengan prinsip sewa
diperoleh pendapatan sewa. Keseluruhan pendapatan dari pooling fund ini
kemudian dibagihasilkan antara bank dengan semua nasabah yang menitipkan,
menabung, atau menginvestasikan uangnya sesuai dengan kesepakatan awal.
Bagian nasabah atau hak pihak ketiga akan didistribusikan kepada nasabah,
sedangkan bagian bank akan dimasukkan ke dalam laporan rugi laba sebagai
pendapatan operasi utama. Sementara itu, pendapatan lain, seperti dari
mudharabah muqayyadah (investasi terikat) dan jasa keuangan dimasukkan ke
dalam laporan rugi laba sebagai pendapatan operasi lainnya.
Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa esensi dan karakteristik Bank
Syariah berbeda dengan Bank Konvensional. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat
dirangkum dalam tabel di bawah ini.
20. Pada akhirnya apa yang didambakan oleh masyarakat mengenai
“kesejahteraan” adalah keniscayaan tercapainya dengan sistem Ekonomi Islam.
Dalam hal ini, sekali lagi kita harus menyadari fakta sejarah dan fakta sosial. Kita
tahu bagaimana Ekonomi Kapitalis berhasil melahirkan kesenjangan sosial antara
pemilik modal dan non-pemilik modal, antara si kreditur dan si debitur. Kita juga
harus sadar bagaimana sistem Ekonomi Komunis tidak lebih berbeda dibanding
sistem Ekonomi Kapitalis, membuat negara (lebih lanjut adalah para pejabat
komunis) kaya dan tetap saja menyengsarakan masyarakat yang katanya “dikelola”
kesejahteraannya. Pada akhirnya sistem Ekonomi Islam dengan salah satu
prinsipnya saja, yakni zakat berhasil mencapai prestasi gemilang di masa
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam membangun hingga menguasai dengan
peradaban Islam yang dibangun umat Muslim saat itu, semua orang memperoleh
kecukupan dalam kegiatan sehari-harinya. Salah satu faktor yang
mempengaruhinya adalah budaya bersyukur dan long term oriented bahwa hidup
di dunia hanyalah perjalanan menuju akhirat, kenikmatan tiada akhir atau
siksaan pedih tiada akhir.
Di era ini memang mau tak mau kita dihadapkan pada pilihan. Dalam konteks
ini misalnya, “lebih memilih menabung di Bank Konvensional atau Bank Syariah?”.
Bila kita perhatikan aspek-aspek maslahah yang sudah dijabarkan di atas, tentunya
kita harus sadar ketika kita menabung di Bank Konvensional, maka kita turut
membantu meminjamkan dana kepada Bank Konvensional untuk melaksanakan
praktek riba yang menjerat kesejahteraan masyarakat. Dan tentunya, dalam konsep
“dosa jariyah”, artinya kita terhitung telah turut serta menyengsarakan masyarakat
dengan berkontribusi menjadi nasabah di Bank Konvensional. Sebaliknya, ketika
kita menabung di Bank Syariah, maka kita turut membuka peluang bagi masyarakat
untuk mendapatkan bantuan dari sumber yang benar, dengan proses yang benar dan
hasil yang mensejahterakan. Dan dalam konsep “pahala jariyah”, kita terhitung
telah memudahkan masyarakat, memudahkan umat dalam menjalankan dan bahkan
kita sendiri juga menjadi pelaku yang menjalankan sunnah itu sendiri. Umat
21. Muslim bukanlah umat yang perlu direpotkan pada perancangan hal “baru” dengan
akal yang keberhasilannya bisa iya dan bisa tidak. Sejatinya kita hanya perlu meng-
copy-paste apa yang sudah syariat ajarkan, Rasul contohkan, fiqh atur, dan tinggal
mengkorelasikannya dengan fakta sosial yang ada sekarang. Islam punya solusi.
22. BAB III
PENUTUP
A. Konklusi
Islam berbeda dari agama-agama dan kepercayaan yang menjadi landasan iman
umat-umat selainnya. Islam sebagai diin memiliki struktur aturan (syari’at) yang
mengatur segala tindak tanduk manusia sebagai khalifah di muka bumi. Tidak ada
yang terlewat dari aturan diin Islam, dari hal kecil seperti bangun tidur hingga hal
besar yakni ber-jihad di jalan Allah sudah tersusun rapih, tidak kurang dan tidak
lebih. Tentunya sebagai masalah yang dihadapi sehari-hari, yakni ekonomi, Islam
juga jelas memiliki hukum-Nya.
Ketika kita, khususnya umat Muslim sadar bahwa sistem ekonomi Kapitalis
dan Komunis telah gagal dan justru melahirkan kesenjangan yang berlarut dan
berkepanjangan, maka adalah lebih bijak bila kita mau merendahkan hati untuk
kembali pada tuntunan kebenaran, yakni Islam itu sendiri. Tidak hanya sebagai
tuntutan ber-kaffah dalam Islam namun juga solusi bagi kesenjangan yang terjadi.
B. Saran
Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAIE), Agustianto Minangka,
menilai dalam pembangunan proyek infrastruktur yang sedang gencar-gencarnya
dilaksanakan pemerintah, seharusnya Perbankan Syariah dapat mengambil peran.
Dalam hal ini Bank Syariah dapat melakukan pembiayaan sindikasi.
Bank-bank Syariah harus memiliki produk inovatif yang makin beragam agar
bisa berkembang dengan baik. Upaya ini mutlak dilakukan karena Bank Syariah
ditakutkan mengalami pelambatan pertumbuhan bahkan penurunan market share
dibanding Bank Konvensional. Inovasi produk Bank Syariah adalah sebuah
keniscayaan, dan kehalalan tetap menjadi keharusan.
23. DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an. 1971. Al-Qur’an dan Tafsir. Kerjasama Departemen Agama dengan
Lembaga Percetakan Al-Qur’an Raja Fahd, Arab Saudi.
Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Pers.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. 2014. Himpunan Fatwa Keuangan
Syariah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Farida, Ai Siti. 2011. Sistem Ekonomi Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.
M. Aris Ali, Iqbal. 2016. Kekuatan Entitas Syariah yang Terlupakan. Jakarta: Rajawali
Pers.