SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
Download to read offline
KELOMPOK 1
MATA KULIAH KONSELING LINTAS BUDAYA
DULU, KINI, DAN NANTI
Dosen Mata Kuliah: Muhamad Disra Saputra, M.Pd.
Disusun Oleh:
Agus Riyadi (202001500363)
Anggi Syifa Aulia Hutagalung(202001500461)
Indah Triyani(202001500455)
RichaBaratama(202001500420)
Utik Apriyani (202001500438)
KELAS X7D
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI (UNINDRA)
TAHUN 2023
A. Pengertian Konseling Lintas Budaya
Dalam mendefinisikan konseling lintas budaya, kita tidak akandapat
lepas dari istilah konseling dan budaya. Pada paparan paparan terdahulu
telah disajikan secara lengkap mengenai pengertian konseling danpengertian
budaya. Dalam pengertian konseling terdapat empat elemen pokok yaitu:
(1) adanya hubungan, (2) adanya dua individu atau lebih, (3) adanya proses,
(4) membantu individu dalam memecahkan masalah dan membuat
keputusan. Sedangkan dalam pengertian budaya, ada tiga elemenyaitu: (1)
merupakan produk budidaya manusia, (2) menentukan ciri seseorang, (3)
manusia tidak akan bisa dipisahkan dari budayanya.
Menurut Von-Tress (1988) konseling lintas budaya adalah
konseling ketika konselor dan kliennya berbeda secara budaya oleh karena
secara sosialisasi berbeda dalam memperoleh budaya, sub-budaya, rasial-
etnis, atau lingkungan sosial ekonominya. Pedersen (1988)
mempertimbangkan konseling lintas budaya sebagai suatu situasi dimana
dua orang atau lebih dengan cara yang berbeda dalam memandang
lingkungan sosial mereka yang dibawa bersama dalam suatu hubungan yang
bersifat membantu.
Definisi-definisi awal tentang lintas budaya cenderung untuk
menekankan pada ras, etnisitas, dan sebagainya; sedangkan para teoretisi
mutakhir cenderung untuk mendefinisikan lintas budaya terbatas pada
variabel-variabelnya (Ponterotto, Casas, Suzuki, dan Alexander, 1995;
Locke, 1992; Sue dan Sue, 1990). Namun, argumen-argumen yang lain
menyatakan, bahwa lintas budaya harus melingkupi pula seluruh bidang dari
kelompok-kelompok yang tertindas, bukan hanya orang kulit berwarna,
dikarenakan yang tertindas itu dapat berupa gender, kelas, agama,
keterbelakangan, bahasa, orientasi seksual, dan usia (Trickett, Watts, dan
Birman, 1994; Arrendondo, Psalti, dan Cella, 1993; Pedersen, 1991). Dilihat
dari sisi identitas budaya, konseling lintas budaya merupakan hubungan
konseling pada budaya yang berbeda antara konselor dengan konseli. Burn
(1992) menjelaskan cross cultural counseling is the process of counseling
individuals who are of different culture/cultures than that of the therapist.
Oleh sebab itu menurutnya sensitivitas konselor terhadap
budaya konseli menjadi sangat penting. Ia menegaskan: It is important for
counselors to be sensitive to and considerate of a client's cultural makeup.
Clinicians encounter many challenging and complex issues when
attempting to provide accessible, effective, respectful and culturally
affirming chemical dependency treatment to a multi-cultural population of
Deaf and hard of hearing individuals. Dalam pandangan Rendon (1992)
perbedaan budaya bisa terjadi pada ras atau etnik yang sama ataupun
berbeda. Oleh sebab itu definisi konseling lintas budaya yang dapat
dijadikan rujukan adalah sebagai berikut. Konseling lintas budaya adalah
pelbagai hubungan konseling yang melibatkan para peserta yang berbeda
etnik atau kelompok-kelompok minoritas; atau hubungan konseling yang
melibatkan konselor dan konseli yang secara rasial dan etnik sama, tetapi
memiliki perbedaan budaya yang dikarenakan variabel-variabel lain seperti
seks, orientasi seksual, faktor sosio-ekonomik, dan usia (Atkinson, Morten,
dan Sue, 1989:37). Dedi Supriadi (2001:6) mengajukan alternatif untuk
keefektifan konseling, setelah mengemukakan definisi konseling lintas
budaya. Bagi Dedi, konseling lintas budaya melibatkan konselor dan konseli
yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses
konseling sangat rawan oleh terjadinya bias-bias budaya pada pihak
konselor yang mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif. Agar
berjalan efektif, maka konselor dituntut untuk memiliki kepekaan budaya
dan melepaskan diri dari bias-bias budaya, mengerti dan dapat
mengapresiasi diversitas budaya, dan memiliki keterampilan-keterampilan
yang responsif secara kultural. Dengan demikian, maka konseling
dipandang sebagai “perjumpaan budaya” (cultural encounter) antara
konselor dan klien.
Konseling adalah suatu proses pemberian bantuan yang terjadi
dalam hubungan antara konselor dan klien. Dengan tujuan mengatasi
masalah klien dengan cara membelajarkan dan memberdayakan klien.
Untuk memperoleh pemahaman dan pencapain tujuan dalam konseling,
faktor utama yang mempengaruhi yaitu bahasa merupakan alat yang sangat
penting. Bila terjadi kesulitan dalam mengkomunikasikan apa yang
diinginkan dan dirasakan oleh klien, dan kesulitan menangkap makna
ungkapan pikiran dan perasaan klien oleh konselor, maka akan terjadi
hambatan dalam proses konseling.
Penerapan konseling lintas budaya mengharuskan konselor pekadan
tanggap terhadap adanya keragaman budaya dan adanya perbedaan budaya
antar kelompok klien yang satu dengan kelompok klien lainnya, danantara
konselor sendiri dengan kliennya. Konselor harus sadar akan implikasi
diversitas budaya terhadap proses konseling. Budaya yang dianutsangat
mungkin menimbulkan masalah dalam interaksi manusia dalamkehidupan
sehari-hari. Masalah bisa muncul akibat interaksi individu dengan
lingkungannya. Sangat mungkin masalah terjadi dalam kaitannya dengan
unsur-unsur kebudayaan, yaitu budaya yang dianut oleh individu, budaya
yangadadi lingkungan individu, serta tuntutan-tuntutanbudaya lainyang ada
di sekitar individu.
Proses konseling memperhatikan, menghargai, dan menghormati
unsur-unsur kebudayaan tersebut. Pengentasan masalah individu sangat
mungkin dikaitkan dengan budaya yang mempengaruhi individu. Pelayanan
konseling menyadarkan klien yang terlibat dengan budaya tertentu;
menyadarkan bahwa permasalahan yang timbul, dialami bersangkut paut
dengan unsur budaya tertentu, dan pada akhirnya pengentasan masalah
individu tersebut perlu dikaitkan dengan unsur budaya yang bersangkutan.
Manusia tidak dapat terlepas dari budaya, keduanya saling
memberikan pengaruh. Pengaruh budaya terhadap kepribadian individu
akan terlihat pada perilaku yang ditampilkan. Bagaimana hubungan
manusia dengan kebudayaan sebenarnya banyak dikaji dan dianalisis oleh
ilmu antropologi. Sedangkan bagaimana individu berperilaku akan banyak
disoroti dari sudut tinjauan psikologi. Manusia adalah miniatur
kebudayaannya. Oleh karena itu, tingkah laku manusia perlu dijelaskan
bukan hanya dari sudut pandang individu itu sendiri, melainkan juga dari
sudut pandang budayanya, outside dan within him (Kneller, 1978). Manusia
adalah produk dan sekaligus pencipta aktif suatu kelompok sosial,
organisasi, budaya dan masyarakat. Sebagai produk, manusia memiliki ciri-
ciri dan tingkah laku yang dipelajari dari konteks sosialnya. Sebaliknya
sebagai pencipta yang aktif manusia juga memberikan kontribusinya kepada
perkembangan budayanya (Ritzer, Kammeyer, dan Yetman, 1979).
Konseling lintas budaya menjadi salah satu cara dalam memberikan
pelayanan pada masyarakat. Konseling lintas budaya sudah pasti
mempertemukan budaya dari kedua belah pihak baik dari sisi konselor
ataupun dari sisi konseli. Penelitian ini didasari karena mengingat masih
banyak masyarakat yang mebatasi sesuatu dengan berdalih berbeda budaya
atau pun berbeda bahasa maka dari itu penilitian ini dilakukan agar layanan
konseling lintas budaya dapat diterapkan dalam masyarakat sehingga tidak
ada lagi diskriminasi tentang perbedaan bahasa, ras, warna, suku, tradisi
maupun budaya.
Dari pengertian di atas, maka konseling lintas budaya akan dapat
terjadi jika antara konselor dan klien mempunyai perbedaan. Kita tahu
bahwa antara konselor dan klien pasti mempunyai perbedaan budaya yang
sangat mendasar. Perbedaan budaya itu bisa mengenai nilai-nilai,
keyakinan, perilaku dan lain sebagainya. Perbedaan ini muncul karena
antara konselor dan klien berasal dari budaya yang berbeda. Konseling
lintas budaya akan dapat terjadi jika konselor kulit putih memberikan
layanan konseling kepada klien kulit hitam atau konselor orang Batak
memberikan layanan konseling pada klien yang berasal dari Ambon.
B. Latar Belakang Perlunya Konseling Lintas Budaya
Adanya proses akulturasi atau percampuran antara budaya. Adanya
berbagai keterbatasan, hambatan dalam praktek konseling yang selama ini
dilakukan, terutama pendekatan psikodinamik, behaviorioristik, eksistensial
humanistik, yang kurang mempertimbangkan aspek budaya.
C. Tujuan Konseling Lintas Budaya
1) Dapat menciptakan sifat kebudayaan yang universal dan dinamis.
2) Dapat mengenal lebih jauh mengenai unsure-unsur budaya.
3) Mengenal berbagai perkembangan konseling lintas budaya di dunia.
D. Asumsi-Asumsi yang Mendasari Pendekatan Konseling Lintas Budaya
1) Semua kelompok-kelompok budaya memiliki kesamaan kebenaran
untuk kepentingan konseling;
2) Kebanyakan budaya merupakan musuh bagi seseorang dari budaya lain;
3) Kelas dan jender berinteraksi dengan budaya dan berpengaruh terhadap
outcome konseling.
E. Kendala dalam Konseling Lintas Budaya
Konseling Lintas Budaya relatif belum memiliki konsep, teknik dan
praktek yang mapan seperti gerakan konseling sebelumnya sehingga sering
dijumpai berbagai masalah dan kendala dalam pelaksanaannya. Dalam
pandangan Samuel (2012) betapa pentingnya untuk memisahkan perbedaan
atas latar belakang budaya dengan perbedaan kemiskinan ataupun status
tertekan sehingga menghindari salah persepsi dan reaksi masyarakat sebagai
diskriminasi berpola kultural.
Menurut Sue (Jumarin, 2002: 43) bawasannya yang menjadi sumber
hambatan dan kegagalan dalam konseling lintas budaya antara lain:
1. Program pendidikan dan latihan konselor
Umumnya program pendidikan dan latihan konselor mengacu
pada budaya kelas menengah ras kulit putih, sehingga para konselor
kurang memiliki pemahaman, kesadaran, ketrampilan dan pengalaman
konseling yang memiliki budaya berbeda dengan budaya barat
(Amerika-Eropa).
2. Kesehatan mental
Program pendidikan dan latihan konselor umumnya
menghasilkan konselor yang cultur encapsulation. Mereka
berpandangan monokultural tentang kesehatan mental dan pandangan
stereotype yang negatif terhadap budaya lain.
3. Praktek Konseling
Pelaksanaan konseling profesioanal yang selama ini dilakukan
menggunakan pendekatan ilmiah, yang mengacu pada budaya
empiristik, individualistik, kebebasan dan sebagainya, dan kurang
memperhatikan aspek-aspek budaya lain dari subyek yang dilayani,
sehingga terjadi ketidakefektifan, saling berlawanan, dan
ketidakcocokan dengan budaya klien.
F. Isu dalam Konseling Lintas Budaya
Dalam konseling lintas budaya terdapat isu-isu yang berkembang dan
menjadi perhatian serius para konselor, antara lain:
1. Isu Etic dan Emic
Isu utama yang menjadi perhatian adalah para konselor yang
bersudut pandang emik, yaitu dominannya teori-teori yang berdasarkan
nilai-nilai budaya Eropa/Amerika (Samuel: 2012). Beberapa
kepercayaan dominan dari Eropa/Amerika yakni nilai-nilai individual,
pemecahan masalah yang berorientasi pada tindakan, etika kerja,
metode ilmiah, dan penekanan pada jadwal waktu yang ketat.
Implementasi dari nilai-nilai ini dalam konseling menjadikan teori-teori
yang dibuat di di dalamnya tidak selalu berlaku untuk klien yangberbeda
budaya sehingga berpotensi terjadi bias dan kegagalan dalam
membangun hubungan baik antara klien dan konselor. Pandangan
pendekatan emik menurut Jumarin (2002) mengacu pada pandangan
bahwa data penelitian multikultural harus dilihat dari sudut pandang
budaya subyek yang diteliti atau indigenoes (budaya asli) dan unik.
Sedangkan pendekatan etic melibatkan peneliti yang berasal dari budaya
tertentu. Permasalahan etic dan emic menjadi perbedaan mengenai cara
mendiskripsikan suatu kebudayaan, dipandang dari dalam maupun dari
luar budaya klien.
2. Isu Sensitifitas Budaya
Dalam pandangan Pedersen seperti yang dikutip Samuel (2012),
ia percaya bahwa sangat penting bagi konselor untuk sensitif terhadap
tiga hal berikut:
a. Pengetahuan akan cara pandang klien yang berbeda budaya
b. Kepekaan terhadap cara pandang pribadi seseorang dan bagaimana
seseorang merupakan produk dari pengkonsdisian budaya
c. Keahlian yang diperlukan untuk bekerja dengan klien yang berbeda
budaya
3. Isu Pemahaman Sistem Budaya
Konselor perlu memahami cara kerja sistem budaya dan
pengaruhnya terhadap tingkah laku. Konselor yang memiliki
pengetahuan dan kesadaran tentang sistem budaya biasanya akan lebih
ahli dalam membantu anggota dari kelompok budaya tertentu, mampu
berbagi cara pandang yang sama dengan klien, ataupun membuat
intervensi yang lebih baik dan pantas, tapi tetap mempertahankan
integritas personal.
4. Isu Keefektifan Layanan Konseling
Samuel (2012) yang mengutip pendapat Sue (1978) yang
mengetengahkan bagaimana membuat panduan untuk konseling lintas
budaya yang efektif, yang masih aplikatif hinggga sekarang, antara lain:
a. Konselor mengenali nilai-nilai dan kepercayaan yang mereka
pegang sehubungan dengan tingkah laku manusia yang diinginkan
dan diterima.
b. Konselor menyadari kualitas dan tradisi dari teori konseling yang
umum dan bersifat kultural.
c. Konselor mengerti lingkungan sosial politik yang telah
mempengaruhi kehidupan para anggota kelompok minoritas.
d. Konselor mampu berbagi cara pandang dari klien dan tidak
menanyakan keabsahannya.
e. Konselor benar-benar kreatif dalam praktik konseling. Mereka dapat
menggunakan beragam keahlian konseling dan menerapkan teknik
konseling tertentu pada gaya hidup dan pengalaman tertentu.
5. Isu Hubungan Konselor-Klien VS Teknik-Teknik Konseling Konseling
multikultural lebih merupakan pengadaptasian
teknik-teknik yang dipakai konselor sesuai dengan latar budaya klien.
Sebaliknya para ahli lain lebih menekankan hubungan konselor-klien,
lebih mementingkan apa yang dilakukan dan yang harus dihindari
konselor, dan bagaimana melakukan kegiatan konseling dalam budaya
yang beragam, serta mempertanyakan prinsip-prinsip mana yang tetap
perlu dipertahankan dalam melakukan konseling multikultural.
6. Isu Hubungan Bilateral antara Konselor-Klien
Hubungan konselor dengan klien mengacu pada tingkat proses
belajar dalam konseling yang mempengaruhi konselor maupun klien.
Apabila kesenjangan budaya dalam konseling dapat terjembatani, maka
pengalaman subjektif yang terkomunikasi dalam proses konseling dapat
menjadi “jendela” yang dapat digunakan oleh konselor maupun klien
untuk saling “melirik” kebudayaan yang dianut oleh masing-masing
pihak (Jumarin, 2002). Dengan demikian konselor atau klien dapat
saling mempelajari cultural frame of reference yang dianut, sehingga
proses berbagai subjective word antara konselor dan klien. Hal ini
tampaknya agak sulit dilakukan karena dalam proses konseling
sebenarnya yang menjadi pusat perhatian adalah klien dengan segala
persoalannya, tujuan-tujuan hidupnya, dan harapan-harapannya.
7. Isu Dilema Autoplastic-Alloplastic
Konsep autoplastic mengacu pada bagaimana
mengakomodasikan seseorang pada suatu latar dan struktur sosial yang
bersifat given (jadi). Konsep alloplastic mengacu pada pembentukan
realita eksternal yang sesuai dengan kebutuhan individu. Konsep-
konsep ini berkaitan dengan tujuan proses konseling, karena konsep-
konsep tersebut berkaitan dengan pertanyaan seberapa jauh konselor
dapat membantu klien beradaptasi dengan realitas yang ada, dan
seberapa jauh konselor dapat mendorong terbentuknya realita yangsama
dengan realita yang ada pada diri konselor. Secara sederhana isu ini
menyangkut apakah dalam konseling multikultural konselor dapat dan
perlu mengubah nilai-nilai budaya klien sesuai dengan nilai konselor
atau nilai-nilai budaya lain yang menurut pertimbangan konselor perlu
dilakukan. Tentu saja jika nilai budaya klien sudah bagus,konselor harus
mengikuti budaya klien, tetapi jika budaya klien bertentangan dengan
budaya masyarakat, atau nilai-nilai yang berlaku,
maka cukup beralasan jika konselor berusaha merubah nilai budaya
klien kearah nilai budaya yang lebih baru dan sesuai.
8. Isu perbedaan fisik
Contoh: seorang konselor tetap menerima apa adanya dengan keadaan
fisik klien yang berkulit hitam.
G. Contoh Konseling Budaya
Layanan konseling lintas budaya tidak saja terjadi, pada mereka yang
berasal dari dua suku bangsa yang berbeda. Tetapi layanan konseling lintas
dapat pula muncul pada suatu suku bangsa yang sama. Sebagai contoh,
konselor yang berasal dari jawa Timur memberikan layanan konseling pada
klien yang berasal dari jawa tengah, mereka sama sama berasal dari suku
atau etnis jawa. Tetapi perlu kita ingat, ada perbedaan mendasar antara
orang jawa Timur dengan orang Jawa Tengah. Mungkin orang Jawa Timur
lebih terlihat "kasar", sedangkan orang jawa Tengah lebih "halus".
Dari contoh di atas, terlihat bahwa orang jawa Timur mempunyai nilai-
nilai sendiri yang berhubungan dengan kesopanan, perilaku, pemikiran dan
lain sebagainya dan ini terbungkus dalam satu kata "kasar". Demikian pula
individu yang berasal dari jawa Tengah, tentunya dia akan membawa
seperangkat nilai nilai, ide, pikiran dan perilaku tertentu yang terbungkus
dalam satu kata "halus". Kenyataannya, antara "halus" dan "kasar" itu sulit
sekali untuk disatukan dalam kehidupan sehari. Ini akan menjadi
permasalahan tersendiri dalam proses konseling. Dalam praktik sehari-hari,
konselor pasti akan berhadapan dengan klien yang berbeda latar belakang
sosial budayanya. Dengan demikian, tidak akan mungkin disamakan dalam
penanganannya (Prayit¬no, 1994). Perbedaan perbedaan ini memungkinkan
terjadinya pertentangan, saling mencurigai, atau perasaan perasaan negatif
lainnya. Pertentangan, saling mencurigai atau perasaan yang negatif
terhadap mereka yang berlainan budaya sifatnya adalah alamiah atau
manusiawi. Sebab, individu akan selalu berusaha untuk bisa
mempertahankan atau melestarikan nilai nilai yang selama ini dipegangnya.
Jika hal ini muncul dalam pelaksanaan konseling, maka memungkinkan
untuk timbul hambatan dalam konseling.
Perbedaan Jenis kelamin menjadi perbincangan sejak jaman dahulu
perbedaan jenis kelamin mempengaruhi konseling karena terkadang
konselor laki-laki mempunyai stereotip terhadap perempuan yang bersifat
kurang mandiri, kurang tegas, dan kurang berani mengambil resiko.
Konselor perempuan kadang menganggap laki-laki tidak boleh cengeng
dan tegas. Namun, jika dalam proses konseling baik laki-laki atau
perempuan menampakkan sikap yang tidak sepatutnya menurut gender
mereka maka terkadang konselor menganggap aneh dan salah. Contoh :
konseli laki-laki ia kurang tegas, berbicara seperti perempuan dan sering
menangis maka konselor di suatu tempat menyuruh konseli untuk tegas
dalam berbicara selayaknya laki-laki.
H. Karakteristik Konselor yang Efektif dalam Pelaksanaan Konseling
Lintas Budaya
Konselor lintas Budaya sadar terhadap nilai-nilai pribadi yang dimiliki
dan asumsi-asumsi terbaru tentang prilaku manusia.
Konselor sadar bahwa dia memiliki nilai-nilai sendiri yang dijunjung
tinggi dan akan terus dipertahankan. Disisi lain, konselor juga menyadari
bahwa klien memiliki nilai-nilai dan norma yang berbeda dengan dirinya.
Oleh karena itu, konselor harus bisa menerima nilai-nilai yang berbeda itu
sekaligus mempelajarinya. Konselor lintas budaya sadar terhadap
karakteristik konseling secara umum
Konselor memiliki pemahaman yang cukup mengenai konseling secara
umum sehingga akan membantunya dalam melaksanakan konseling,
sebaiknya sadar terhadap pengertian dan kaidah dalam melaksanakan
konseling. Hal ini sangat perlu karena pengertian terhadap kaidah konseling
akan membantu konselor dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh
klien.
Konselor lintas budaya harus mengetahui pengaruh kesukuan dan
mereka mempunyai perhatian terhadap lingkungannya. Konselor dalam
melaksanakan tugasnya harus tanggap terhadap perbedaan yang berpotensi
untuk menghambat proses konseling. Terutama yang berkaitan dengan nilai,
norma, dan keyakinan yang dimiliki oleh suku agama tertentu. Terelebih
apabila konselor melakukan praktik konseling di Indonesia yang
mempunyai lebih dari 357 etnis dan 5 agama besar serta penganut aliran
kepercayaan.
Untuk mencegah timbulnya hambatan tersebut, maka konselor harus
mau belajar dan memperhatikan lingkungan di mana dia melakukan praktik,
baik agama maupun budayanya. Dengan mengadakan perhatian atau
observasi, diharapkan konselor dapat mencegah terjadinya rintangan selama
proses konseling.
Konselor lintas budaya tidak boleh mendorong klien untuk dapat
memahami budaya dan nilai-nilai yang dimiliki konselor. Untuk hal ini ada
aturan main yang harus ditaati oleh setiap konselor. Konselor mempunyai
kode etik konseling, yang secara tegas menyatakan bahwa konselor tidak
boleh memaksakan kehendaknya kepada klien. Hal ini mengimplikasikan
bahwa sekecil apapun kemauan konselor tidak boleh dipaksakan kepada
klien. Klien tidak boleh diintervensi oleh konselor tanpa persetujuan klien.
Konselor lintas agama dan budaya dalam melaksanakan konseling harus
mempergunakan pendekatan ekletik. Pendekatan ekletik adalah suatu
pendekatan dalam konseling yang mencoba untuk menggabungkan
beberapa pendekatan dalam konseling untuk membantu memecahkan
masalah klien. Penggabungan ini dilakukan untuk membantu klien yang
mempunyai perbedaan gaya dan pandangan hidup. Untuk itu konselor harus
memiliki wawasan keilmuan yang luas.
Konseling lintas budaya adalah sebuah peran dan proses membantu
yang menggunakan modalitas dan menetapkan tujuan yang konsisten
terhadap pengalaman-pengalaman dan nilai-nilai budaya klien,
mengidentifikasi identitas klien, dengan mencakup dimensi individual,
kelompok dan universal, mendukung penggunaan strategi-strategi dan
peran-peran universal dan budaya dalam proses konseling.
Konseling Lintas Budaya relatif belum memiliki konsep, teknik dan
praktek yang mapan seperti gerakan konseling sebelumnya sehingga sering
dijumpai berbagai masalah dan kendala dalam pelaksanaannya. Masalah
yang muncul terkait isu fisik dalam konseling lintas budaya yaitu cacat fisik,
perbedaan warna kulit, perbedaan tinggi dan berat badan, pendengaran yang
kurang, tidak bisa melihat, komunikasi kurang jelas, kontak fisik dan kontak
mata.
Karakteristik konselor yang efektif dalam konseling lintas budaya yaitu
sadar terhadap nilai dan asumsi tiap individu, paham terhadap karakteristik
konselor, paham akan pengaruh adat budaya konseli, tidak mendorong klien
untuk dapat memahami budaya dan nilai-nilai yang dimiliki konselor,
menekankan pendekatan eklektik.
I. SIMPULAN
Konseling lintas budaya adalah konseling ketika konselor dan kliennya
berbeda secara budaya oleh karena secara sosialisasi berbeda dalam
memperoleh budaya, sub-budaya, rasial-etnis, atau lingkungan sosial
ekonominya. Konseling lintas budaya harus melingkupi pula seluruh bidang
dari kelompok-kelompok yang tertindas, yang tertindas itu dapat berupa
gender, kelas, agama, keterbelakangan, bahasa, orientasi seksual, dan usia.
Konseling lintas budaya melibatkan konselor dan konseli yang berasal
dari latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses konseling
sangat rawan oleh terjadinya bias-bias budaya pada pihak konselor yang
mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif. Konseling dipandang
sebagai "perjumpaan budaya" (cultural encounter) antara konselor danklien.
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang terjadi dalam
hubungan antara konselor dan klien. Dengan tujuan mengatasi masalah
klien dengan cara membelajarkan dan memberdayakan klien, faktor utama
yang memengaruhi yang merupakan alat yang memengaruhi yang
berkemampuan dan berbagai kemampuan dalam konseling. Ini adalah
kemampuan dalam konseling, bahasa merupakan alat yang memengaruhi
yang berbeda dalam kemampuan dalam konseling.

More Related Content

What's hot

Skkpd standar kompetensi kemandirian pesdik
Skkpd standar kompetensi kemandirian pesdikSkkpd standar kompetensi kemandirian pesdik
Skkpd standar kompetensi kemandirian pesdikVaris Ical
 
Makalah ddip, pendidikan sebagai suatu sistem
Makalah ddip, pendidikan sebagai suatu sistemMakalah ddip, pendidikan sebagai suatu sistem
Makalah ddip, pendidikan sebagai suatu sistemEtdayantiPutri
 
Kegiatan bimbingan konseling pola 17 plus
Kegiatan bimbingan konseling pola 17 plusKegiatan bimbingan konseling pola 17 plus
Kegiatan bimbingan konseling pola 17 plusWinda Hastuti
 
Alat pemahaman individu non tes
Alat pemahaman individu non tesAlat pemahaman individu non tes
Alat pemahaman individu non tesbutterflow
 
Panduan mtpdb & mosantifa
Panduan mtpdb & mosantifaPanduan mtpdb & mosantifa
Panduan mtpdb & mosantifaAsep Ramdani
 
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOKKONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOKNur Arifaizal Basri
 
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnyaHadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnyaRiana Arum
 
Makalah kajian interdisiplin dan intradisiplin(sosiologi pendidikan)
Makalah kajian interdisiplin dan intradisiplin(sosiologi pendidikan)Makalah kajian interdisiplin dan intradisiplin(sosiologi pendidikan)
Makalah kajian interdisiplin dan intradisiplin(sosiologi pendidikan)Dadang DjokoKaryanto
 
Pendekatan konseling realitas 2
Pendekatan konseling realitas 2Pendekatan konseling realitas 2
Pendekatan konseling realitas 2RiZqii AmaLyaa
 
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR DI PENDIDIKAN FORMAL
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR DI PENDIDIKAN FORMALEKSPEKTASI KINERJA KONSELOR DI PENDIDIKAN FORMAL
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR DI PENDIDIKAN FORMALNur Arifaizal Basri
 
Risa Zakiatul H. Teknik, hambatan dan solusi dalam Pendidikan Inklusif
Risa Zakiatul H. Teknik, hambatan dan solusi dalam Pendidikan InklusifRisa Zakiatul H. Teknik, hambatan dan solusi dalam Pendidikan Inklusif
Risa Zakiatul H. Teknik, hambatan dan solusi dalam Pendidikan Inklusifrisa zakiatul
 
Jurnal Konsep Manusia sebagai Makhluk Bertuhan [PAI]
Jurnal Konsep Manusia sebagai Makhluk Bertuhan [PAI]Jurnal Konsep Manusia sebagai Makhluk Bertuhan [PAI]
Jurnal Konsep Manusia sebagai Makhluk Bertuhan [PAI]Lydia Nurkumalawati
 

What's hot (20)

Bimbingan & konseling
Bimbingan & konselingBimbingan & konseling
Bimbingan & konseling
 
Skkpd standar kompetensi kemandirian pesdik
Skkpd standar kompetensi kemandirian pesdikSkkpd standar kompetensi kemandirian pesdik
Skkpd standar kompetensi kemandirian pesdik
 
Konselor
KonselorKonselor
Konselor
 
Makalah ddip, pendidikan sebagai suatu sistem
Makalah ddip, pendidikan sebagai suatu sistemMakalah ddip, pendidikan sebagai suatu sistem
Makalah ddip, pendidikan sebagai suatu sistem
 
Sarana dan Prasarana Dakwah
Sarana dan Prasarana DakwahSarana dan Prasarana Dakwah
Sarana dan Prasarana Dakwah
 
Pertemuan 3
Pertemuan 3Pertemuan 3
Pertemuan 3
 
Kegiatan bimbingan konseling pola 17 plus
Kegiatan bimbingan konseling pola 17 plusKegiatan bimbingan konseling pola 17 plus
Kegiatan bimbingan konseling pola 17 plus
 
Alat pemahaman individu non tes
Alat pemahaman individu non tesAlat pemahaman individu non tes
Alat pemahaman individu non tes
 
Mazhab filsafat pendidikan
Mazhab filsafat pendidikanMazhab filsafat pendidikan
Mazhab filsafat pendidikan
 
Panduan mtpdb & mosantifa
Panduan mtpdb & mosantifaPanduan mtpdb & mosantifa
Panduan mtpdb & mosantifa
 
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOKKONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
 
Hubungan antara ilmu dengan kebudayaan
Hubungan antara ilmu dengan kebudayaanHubungan antara ilmu dengan kebudayaan
Hubungan antara ilmu dengan kebudayaan
 
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnyaHadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya
 
Soal bimbingan konseling
Soal bimbingan konselingSoal bimbingan konseling
Soal bimbingan konseling
 
Makalah kajian interdisiplin dan intradisiplin(sosiologi pendidikan)
Makalah kajian interdisiplin dan intradisiplin(sosiologi pendidikan)Makalah kajian interdisiplin dan intradisiplin(sosiologi pendidikan)
Makalah kajian interdisiplin dan intradisiplin(sosiologi pendidikan)
 
Pendekatan konseling realitas 2
Pendekatan konseling realitas 2Pendekatan konseling realitas 2
Pendekatan konseling realitas 2
 
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR DI PENDIDIKAN FORMAL
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR DI PENDIDIKAN FORMALEKSPEKTASI KINERJA KONSELOR DI PENDIDIKAN FORMAL
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR DI PENDIDIKAN FORMAL
 
Filsafat Pendidikan
Filsafat Pendidikan Filsafat Pendidikan
Filsafat Pendidikan
 
Risa Zakiatul H. Teknik, hambatan dan solusi dalam Pendidikan Inklusif
Risa Zakiatul H. Teknik, hambatan dan solusi dalam Pendidikan InklusifRisa Zakiatul H. Teknik, hambatan dan solusi dalam Pendidikan Inklusif
Risa Zakiatul H. Teknik, hambatan dan solusi dalam Pendidikan Inklusif
 
Jurnal Konsep Manusia sebagai Makhluk Bertuhan [PAI]
Jurnal Konsep Manusia sebagai Makhluk Bertuhan [PAI]Jurnal Konsep Manusia sebagai Makhluk Bertuhan [PAI]
Jurnal Konsep Manusia sebagai Makhluk Bertuhan [PAI]
 

Similar to Konseling Lintas Budaya

Konseling lintas sosial
Konseling lintas sosialKonseling lintas sosial
Konseling lintas sosialSarahBela25
 
Dasardasar bk
Dasardasar bkDasardasar bk
Dasardasar bkFIKAADI2D
 
Pengertian masyarakat dan kaitannya dengan konseling lintas budaya
Pengertian masyarakat dan kaitannya dengan konseling lintas budayaPengertian masyarakat dan kaitannya dengan konseling lintas budaya
Pengertian masyarakat dan kaitannya dengan konseling lintas budayaNur Arifaizal Basri
 
Bagaimana perbedaan budaya
Bagaimana perbedaan budayaBagaimana perbedaan budaya
Bagaimana perbedaan budayaRatih Aini
 
3faf36b4-9517-4792-97bf-bf299ee8d90f.pptx
3faf36b4-9517-4792-97bf-bf299ee8d90f.pptx3faf36b4-9517-4792-97bf-bf299ee8d90f.pptx
3faf36b4-9517-4792-97bf-bf299ee8d90f.pptxRayhandBoys24
 
Intercultural communication
Intercultural communication Intercultural communication
Intercultural communication Ratih Aini
 
10. komunikasi lintas budaya 2
10. komunikasi lintas budaya 210. komunikasi lintas budaya 2
10. komunikasi lintas budaya 2Yoga Pratama
 
Komunikasi antarbudaya dan komunikasi organisasi
Komunikasi antarbudaya dan komunikasi organisasiKomunikasi antarbudaya dan komunikasi organisasi
Komunikasi antarbudaya dan komunikasi organisasiputiandinis
 
10 learn theoryhistory
10 learn theoryhistory10 learn theoryhistory
10 learn theoryhistoryIda Putri
 
muhammad syafroni ppt (12140310971).pptx
muhammad syafroni  ppt (12140310971).pptxmuhammad syafroni  ppt (12140310971).pptx
muhammad syafroni ppt (12140310971).pptxTEDIRAMADANI
 
Komunikasi antar budaya 1
Komunikasi antar budaya 1Komunikasi antar budaya 1
Komunikasi antar budaya 1maneicon22
 
Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi Antar BudayaKomunikasi Antar Budaya
Komunikasi Antar Budayabimantorokshr
 
270110130006 erika silviani b tugas ke 3 keanekaragaman budaya dan bahasa daerah
270110130006 erika silviani b tugas ke 3 keanekaragaman budaya dan bahasa daerah270110130006 erika silviani b tugas ke 3 keanekaragaman budaya dan bahasa daerah
270110130006 erika silviani b tugas ke 3 keanekaragaman budaya dan bahasa daerahErika Silviani
 

Similar to Konseling Lintas Budaya (20)

KONSELING LINTAS BUDAYA
KONSELING LINTAS BUDAYAKONSELING LINTAS BUDAYA
KONSELING LINTAS BUDAYA
 
Konseling lintas budaya
Konseling  lintas budayaKonseling  lintas budaya
Konseling lintas budaya
 
Konseling lintas sosial
Konseling lintas sosialKonseling lintas sosial
Konseling lintas sosial
 
Kemahiran
KemahiranKemahiran
Kemahiran
 
lintas budaya (Dahlia).pptx
lintas budaya (Dahlia).pptxlintas budaya (Dahlia).pptx
lintas budaya (Dahlia).pptx
 
Dasardasar bk
Dasardasar bkDasardasar bk
Dasardasar bk
 
Pengertian masyarakat dan kaitannya dengan konseling lintas budaya
Pengertian masyarakat dan kaitannya dengan konseling lintas budayaPengertian masyarakat dan kaitannya dengan konseling lintas budaya
Pengertian masyarakat dan kaitannya dengan konseling lintas budaya
 
Bagaimana perbedaan budaya
Bagaimana perbedaan budayaBagaimana perbedaan budaya
Bagaimana perbedaan budaya
 
3faf36b4-9517-4792-97bf-bf299ee8d90f.pptx
3faf36b4-9517-4792-97bf-bf299ee8d90f.pptx3faf36b4-9517-4792-97bf-bf299ee8d90f.pptx
3faf36b4-9517-4792-97bf-bf299ee8d90f.pptx
 
Stereotaip dalam kaunseling silang budaya
Stereotaip dalam kaunseling silang budayaStereotaip dalam kaunseling silang budaya
Stereotaip dalam kaunseling silang budaya
 
Intercultural communication
Intercultural communication Intercultural communication
Intercultural communication
 
10. komunikasi lintas budaya 2
10. komunikasi lintas budaya 210. komunikasi lintas budaya 2
10. komunikasi lintas budaya 2
 
Komunikasi antarbudaya dan komunikasi organisasi
Komunikasi antarbudaya dan komunikasi organisasiKomunikasi antarbudaya dan komunikasi organisasi
Komunikasi antarbudaya dan komunikasi organisasi
 
10 learn theoryhistory
10 learn theoryhistory10 learn theoryhistory
10 learn theoryhistory
 
muhammad syafroni ppt (12140310971).pptx
muhammad syafroni  ppt (12140310971).pptxmuhammad syafroni  ppt (12140310971).pptx
muhammad syafroni ppt (12140310971).pptx
 
Komunikasi antar budaya 1
Komunikasi antar budaya 1Komunikasi antar budaya 1
Komunikasi antar budaya 1
 
TENTANG Moderasi Beragama
TENTANG Moderasi BeragamaTENTANG Moderasi Beragama
TENTANG Moderasi Beragama
 
Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi Antar BudayaKomunikasi Antar Budaya
Komunikasi Antar Budaya
 
5. malaysia
5. malaysia5. malaysia
5. malaysia
 
270110130006 erika silviani b tugas ke 3 keanekaragaman budaya dan bahasa daerah
270110130006 erika silviani b tugas ke 3 keanekaragaman budaya dan bahasa daerah270110130006 erika silviani b tugas ke 3 keanekaragaman budaya dan bahasa daerah
270110130006 erika silviani b tugas ke 3 keanekaragaman budaya dan bahasa daerah
 

Recently uploaded

Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfChrodtianTian
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 

Recently uploaded (20)

Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 

Konseling Lintas Budaya

  • 1. KELOMPOK 1 MATA KULIAH KONSELING LINTAS BUDAYA DULU, KINI, DAN NANTI Dosen Mata Kuliah: Muhamad Disra Saputra, M.Pd. Disusun Oleh: Agus Riyadi (202001500363) Anggi Syifa Aulia Hutagalung(202001500461) Indah Triyani(202001500455) RichaBaratama(202001500420) Utik Apriyani (202001500438) KELAS X7D PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI (UNINDRA) TAHUN 2023
  • 2. A. Pengertian Konseling Lintas Budaya Dalam mendefinisikan konseling lintas budaya, kita tidak akandapat lepas dari istilah konseling dan budaya. Pada paparan paparan terdahulu telah disajikan secara lengkap mengenai pengertian konseling danpengertian budaya. Dalam pengertian konseling terdapat empat elemen pokok yaitu: (1) adanya hubungan, (2) adanya dua individu atau lebih, (3) adanya proses, (4) membantu individu dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan. Sedangkan dalam pengertian budaya, ada tiga elemenyaitu: (1) merupakan produk budidaya manusia, (2) menentukan ciri seseorang, (3) manusia tidak akan bisa dipisahkan dari budayanya. Menurut Von-Tress (1988) konseling lintas budaya adalah konseling ketika konselor dan kliennya berbeda secara budaya oleh karena secara sosialisasi berbeda dalam memperoleh budaya, sub-budaya, rasial- etnis, atau lingkungan sosial ekonominya. Pedersen (1988) mempertimbangkan konseling lintas budaya sebagai suatu situasi dimana dua orang atau lebih dengan cara yang berbeda dalam memandang lingkungan sosial mereka yang dibawa bersama dalam suatu hubungan yang bersifat membantu. Definisi-definisi awal tentang lintas budaya cenderung untuk menekankan pada ras, etnisitas, dan sebagainya; sedangkan para teoretisi mutakhir cenderung untuk mendefinisikan lintas budaya terbatas pada variabel-variabelnya (Ponterotto, Casas, Suzuki, dan Alexander, 1995; Locke, 1992; Sue dan Sue, 1990). Namun, argumen-argumen yang lain menyatakan, bahwa lintas budaya harus melingkupi pula seluruh bidang dari kelompok-kelompok yang tertindas, bukan hanya orang kulit berwarna, dikarenakan yang tertindas itu dapat berupa gender, kelas, agama, keterbelakangan, bahasa, orientasi seksual, dan usia (Trickett, Watts, dan Birman, 1994; Arrendondo, Psalti, dan Cella, 1993; Pedersen, 1991). Dilihat dari sisi identitas budaya, konseling lintas budaya merupakan hubungan konseling pada budaya yang berbeda antara konselor dengan konseli. Burn (1992) menjelaskan cross cultural counseling is the process of counseling individuals who are of different culture/cultures than that of the therapist. Oleh sebab itu menurutnya sensitivitas konselor terhadap
  • 3. budaya konseli menjadi sangat penting. Ia menegaskan: It is important for counselors to be sensitive to and considerate of a client's cultural makeup. Clinicians encounter many challenging and complex issues when attempting to provide accessible, effective, respectful and culturally affirming chemical dependency treatment to a multi-cultural population of Deaf and hard of hearing individuals. Dalam pandangan Rendon (1992) perbedaan budaya bisa terjadi pada ras atau etnik yang sama ataupun berbeda. Oleh sebab itu definisi konseling lintas budaya yang dapat dijadikan rujukan adalah sebagai berikut. Konseling lintas budaya adalah pelbagai hubungan konseling yang melibatkan para peserta yang berbeda etnik atau kelompok-kelompok minoritas; atau hubungan konseling yang melibatkan konselor dan konseli yang secara rasial dan etnik sama, tetapi memiliki perbedaan budaya yang dikarenakan variabel-variabel lain seperti seks, orientasi seksual, faktor sosio-ekonomik, dan usia (Atkinson, Morten, dan Sue, 1989:37). Dedi Supriadi (2001:6) mengajukan alternatif untuk keefektifan konseling, setelah mengemukakan definisi konseling lintas budaya. Bagi Dedi, konseling lintas budaya melibatkan konselor dan konseli yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses konseling sangat rawan oleh terjadinya bias-bias budaya pada pihak konselor yang mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif. Agar berjalan efektif, maka konselor dituntut untuk memiliki kepekaan budaya dan melepaskan diri dari bias-bias budaya, mengerti dan dapat mengapresiasi diversitas budaya, dan memiliki keterampilan-keterampilan yang responsif secara kultural. Dengan demikian, maka konseling dipandang sebagai “perjumpaan budaya” (cultural encounter) antara konselor dan klien. Konseling adalah suatu proses pemberian bantuan yang terjadi dalam hubungan antara konselor dan klien. Dengan tujuan mengatasi masalah klien dengan cara membelajarkan dan memberdayakan klien. Untuk memperoleh pemahaman dan pencapain tujuan dalam konseling, faktor utama yang mempengaruhi yaitu bahasa merupakan alat yang sangat penting. Bila terjadi kesulitan dalam mengkomunikasikan apa yang
  • 4. diinginkan dan dirasakan oleh klien, dan kesulitan menangkap makna ungkapan pikiran dan perasaan klien oleh konselor, maka akan terjadi hambatan dalam proses konseling. Penerapan konseling lintas budaya mengharuskan konselor pekadan tanggap terhadap adanya keragaman budaya dan adanya perbedaan budaya antar kelompok klien yang satu dengan kelompok klien lainnya, danantara konselor sendiri dengan kliennya. Konselor harus sadar akan implikasi diversitas budaya terhadap proses konseling. Budaya yang dianutsangat mungkin menimbulkan masalah dalam interaksi manusia dalamkehidupan sehari-hari. Masalah bisa muncul akibat interaksi individu dengan lingkungannya. Sangat mungkin masalah terjadi dalam kaitannya dengan unsur-unsur kebudayaan, yaitu budaya yang dianut oleh individu, budaya yangadadi lingkungan individu, serta tuntutan-tuntutanbudaya lainyang ada di sekitar individu. Proses konseling memperhatikan, menghargai, dan menghormati unsur-unsur kebudayaan tersebut. Pengentasan masalah individu sangat mungkin dikaitkan dengan budaya yang mempengaruhi individu. Pelayanan konseling menyadarkan klien yang terlibat dengan budaya tertentu; menyadarkan bahwa permasalahan yang timbul, dialami bersangkut paut dengan unsur budaya tertentu, dan pada akhirnya pengentasan masalah individu tersebut perlu dikaitkan dengan unsur budaya yang bersangkutan. Manusia tidak dapat terlepas dari budaya, keduanya saling memberikan pengaruh. Pengaruh budaya terhadap kepribadian individu akan terlihat pada perilaku yang ditampilkan. Bagaimana hubungan manusia dengan kebudayaan sebenarnya banyak dikaji dan dianalisis oleh ilmu antropologi. Sedangkan bagaimana individu berperilaku akan banyak disoroti dari sudut tinjauan psikologi. Manusia adalah miniatur kebudayaannya. Oleh karena itu, tingkah laku manusia perlu dijelaskan bukan hanya dari sudut pandang individu itu sendiri, melainkan juga dari sudut pandang budayanya, outside dan within him (Kneller, 1978). Manusia adalah produk dan sekaligus pencipta aktif suatu kelompok sosial,
  • 5. organisasi, budaya dan masyarakat. Sebagai produk, manusia memiliki ciri- ciri dan tingkah laku yang dipelajari dari konteks sosialnya. Sebaliknya sebagai pencipta yang aktif manusia juga memberikan kontribusinya kepada perkembangan budayanya (Ritzer, Kammeyer, dan Yetman, 1979). Konseling lintas budaya menjadi salah satu cara dalam memberikan pelayanan pada masyarakat. Konseling lintas budaya sudah pasti mempertemukan budaya dari kedua belah pihak baik dari sisi konselor ataupun dari sisi konseli. Penelitian ini didasari karena mengingat masih banyak masyarakat yang mebatasi sesuatu dengan berdalih berbeda budaya atau pun berbeda bahasa maka dari itu penilitian ini dilakukan agar layanan konseling lintas budaya dapat diterapkan dalam masyarakat sehingga tidak ada lagi diskriminasi tentang perbedaan bahasa, ras, warna, suku, tradisi maupun budaya. Dari pengertian di atas, maka konseling lintas budaya akan dapat terjadi jika antara konselor dan klien mempunyai perbedaan. Kita tahu bahwa antara konselor dan klien pasti mempunyai perbedaan budaya yang sangat mendasar. Perbedaan budaya itu bisa mengenai nilai-nilai, keyakinan, perilaku dan lain sebagainya. Perbedaan ini muncul karena antara konselor dan klien berasal dari budaya yang berbeda. Konseling lintas budaya akan dapat terjadi jika konselor kulit putih memberikan layanan konseling kepada klien kulit hitam atau konselor orang Batak memberikan layanan konseling pada klien yang berasal dari Ambon. B. Latar Belakang Perlunya Konseling Lintas Budaya Adanya proses akulturasi atau percampuran antara budaya. Adanya berbagai keterbatasan, hambatan dalam praktek konseling yang selama ini dilakukan, terutama pendekatan psikodinamik, behaviorioristik, eksistensial humanistik, yang kurang mempertimbangkan aspek budaya. C. Tujuan Konseling Lintas Budaya 1) Dapat menciptakan sifat kebudayaan yang universal dan dinamis. 2) Dapat mengenal lebih jauh mengenai unsure-unsur budaya. 3) Mengenal berbagai perkembangan konseling lintas budaya di dunia.
  • 6. D. Asumsi-Asumsi yang Mendasari Pendekatan Konseling Lintas Budaya 1) Semua kelompok-kelompok budaya memiliki kesamaan kebenaran untuk kepentingan konseling; 2) Kebanyakan budaya merupakan musuh bagi seseorang dari budaya lain; 3) Kelas dan jender berinteraksi dengan budaya dan berpengaruh terhadap outcome konseling. E. Kendala dalam Konseling Lintas Budaya Konseling Lintas Budaya relatif belum memiliki konsep, teknik dan praktek yang mapan seperti gerakan konseling sebelumnya sehingga sering dijumpai berbagai masalah dan kendala dalam pelaksanaannya. Dalam pandangan Samuel (2012) betapa pentingnya untuk memisahkan perbedaan atas latar belakang budaya dengan perbedaan kemiskinan ataupun status tertekan sehingga menghindari salah persepsi dan reaksi masyarakat sebagai diskriminasi berpola kultural. Menurut Sue (Jumarin, 2002: 43) bawasannya yang menjadi sumber hambatan dan kegagalan dalam konseling lintas budaya antara lain: 1. Program pendidikan dan latihan konselor Umumnya program pendidikan dan latihan konselor mengacu pada budaya kelas menengah ras kulit putih, sehingga para konselor kurang memiliki pemahaman, kesadaran, ketrampilan dan pengalaman konseling yang memiliki budaya berbeda dengan budaya barat (Amerika-Eropa). 2. Kesehatan mental Program pendidikan dan latihan konselor umumnya menghasilkan konselor yang cultur encapsulation. Mereka berpandangan monokultural tentang kesehatan mental dan pandangan stereotype yang negatif terhadap budaya lain. 3. Praktek Konseling Pelaksanaan konseling profesioanal yang selama ini dilakukan menggunakan pendekatan ilmiah, yang mengacu pada budaya empiristik, individualistik, kebebasan dan sebagainya, dan kurang
  • 7. memperhatikan aspek-aspek budaya lain dari subyek yang dilayani, sehingga terjadi ketidakefektifan, saling berlawanan, dan ketidakcocokan dengan budaya klien. F. Isu dalam Konseling Lintas Budaya Dalam konseling lintas budaya terdapat isu-isu yang berkembang dan menjadi perhatian serius para konselor, antara lain: 1. Isu Etic dan Emic Isu utama yang menjadi perhatian adalah para konselor yang bersudut pandang emik, yaitu dominannya teori-teori yang berdasarkan nilai-nilai budaya Eropa/Amerika (Samuel: 2012). Beberapa kepercayaan dominan dari Eropa/Amerika yakni nilai-nilai individual, pemecahan masalah yang berorientasi pada tindakan, etika kerja, metode ilmiah, dan penekanan pada jadwal waktu yang ketat. Implementasi dari nilai-nilai ini dalam konseling menjadikan teori-teori yang dibuat di di dalamnya tidak selalu berlaku untuk klien yangberbeda budaya sehingga berpotensi terjadi bias dan kegagalan dalam membangun hubungan baik antara klien dan konselor. Pandangan pendekatan emik menurut Jumarin (2002) mengacu pada pandangan bahwa data penelitian multikultural harus dilihat dari sudut pandang budaya subyek yang diteliti atau indigenoes (budaya asli) dan unik. Sedangkan pendekatan etic melibatkan peneliti yang berasal dari budaya tertentu. Permasalahan etic dan emic menjadi perbedaan mengenai cara mendiskripsikan suatu kebudayaan, dipandang dari dalam maupun dari luar budaya klien. 2. Isu Sensitifitas Budaya Dalam pandangan Pedersen seperti yang dikutip Samuel (2012), ia percaya bahwa sangat penting bagi konselor untuk sensitif terhadap tiga hal berikut: a. Pengetahuan akan cara pandang klien yang berbeda budaya b. Kepekaan terhadap cara pandang pribadi seseorang dan bagaimana seseorang merupakan produk dari pengkonsdisian budaya
  • 8. c. Keahlian yang diperlukan untuk bekerja dengan klien yang berbeda budaya 3. Isu Pemahaman Sistem Budaya Konselor perlu memahami cara kerja sistem budaya dan pengaruhnya terhadap tingkah laku. Konselor yang memiliki pengetahuan dan kesadaran tentang sistem budaya biasanya akan lebih ahli dalam membantu anggota dari kelompok budaya tertentu, mampu berbagi cara pandang yang sama dengan klien, ataupun membuat intervensi yang lebih baik dan pantas, tapi tetap mempertahankan integritas personal. 4. Isu Keefektifan Layanan Konseling Samuel (2012) yang mengutip pendapat Sue (1978) yang mengetengahkan bagaimana membuat panduan untuk konseling lintas budaya yang efektif, yang masih aplikatif hinggga sekarang, antara lain: a. Konselor mengenali nilai-nilai dan kepercayaan yang mereka pegang sehubungan dengan tingkah laku manusia yang diinginkan dan diterima. b. Konselor menyadari kualitas dan tradisi dari teori konseling yang umum dan bersifat kultural. c. Konselor mengerti lingkungan sosial politik yang telah mempengaruhi kehidupan para anggota kelompok minoritas. d. Konselor mampu berbagi cara pandang dari klien dan tidak menanyakan keabsahannya. e. Konselor benar-benar kreatif dalam praktik konseling. Mereka dapat menggunakan beragam keahlian konseling dan menerapkan teknik konseling tertentu pada gaya hidup dan pengalaman tertentu. 5. Isu Hubungan Konselor-Klien VS Teknik-Teknik Konseling Konseling multikultural lebih merupakan pengadaptasian teknik-teknik yang dipakai konselor sesuai dengan latar budaya klien. Sebaliknya para ahli lain lebih menekankan hubungan konselor-klien, lebih mementingkan apa yang dilakukan dan yang harus dihindari konselor, dan bagaimana melakukan kegiatan konseling dalam budaya
  • 9. yang beragam, serta mempertanyakan prinsip-prinsip mana yang tetap perlu dipertahankan dalam melakukan konseling multikultural. 6. Isu Hubungan Bilateral antara Konselor-Klien Hubungan konselor dengan klien mengacu pada tingkat proses belajar dalam konseling yang mempengaruhi konselor maupun klien. Apabila kesenjangan budaya dalam konseling dapat terjembatani, maka pengalaman subjektif yang terkomunikasi dalam proses konseling dapat menjadi “jendela” yang dapat digunakan oleh konselor maupun klien untuk saling “melirik” kebudayaan yang dianut oleh masing-masing pihak (Jumarin, 2002). Dengan demikian konselor atau klien dapat saling mempelajari cultural frame of reference yang dianut, sehingga proses berbagai subjective word antara konselor dan klien. Hal ini tampaknya agak sulit dilakukan karena dalam proses konseling sebenarnya yang menjadi pusat perhatian adalah klien dengan segala persoalannya, tujuan-tujuan hidupnya, dan harapan-harapannya. 7. Isu Dilema Autoplastic-Alloplastic Konsep autoplastic mengacu pada bagaimana mengakomodasikan seseorang pada suatu latar dan struktur sosial yang bersifat given (jadi). Konsep alloplastic mengacu pada pembentukan realita eksternal yang sesuai dengan kebutuhan individu. Konsep- konsep ini berkaitan dengan tujuan proses konseling, karena konsep- konsep tersebut berkaitan dengan pertanyaan seberapa jauh konselor dapat membantu klien beradaptasi dengan realitas yang ada, dan seberapa jauh konselor dapat mendorong terbentuknya realita yangsama dengan realita yang ada pada diri konselor. Secara sederhana isu ini menyangkut apakah dalam konseling multikultural konselor dapat dan perlu mengubah nilai-nilai budaya klien sesuai dengan nilai konselor atau nilai-nilai budaya lain yang menurut pertimbangan konselor perlu dilakukan. Tentu saja jika nilai budaya klien sudah bagus,konselor harus mengikuti budaya klien, tetapi jika budaya klien bertentangan dengan budaya masyarakat, atau nilai-nilai yang berlaku,
  • 10. maka cukup beralasan jika konselor berusaha merubah nilai budaya klien kearah nilai budaya yang lebih baru dan sesuai. 8. Isu perbedaan fisik Contoh: seorang konselor tetap menerima apa adanya dengan keadaan fisik klien yang berkulit hitam. G. Contoh Konseling Budaya Layanan konseling lintas budaya tidak saja terjadi, pada mereka yang berasal dari dua suku bangsa yang berbeda. Tetapi layanan konseling lintas dapat pula muncul pada suatu suku bangsa yang sama. Sebagai contoh, konselor yang berasal dari jawa Timur memberikan layanan konseling pada klien yang berasal dari jawa tengah, mereka sama sama berasal dari suku atau etnis jawa. Tetapi perlu kita ingat, ada perbedaan mendasar antara orang jawa Timur dengan orang Jawa Tengah. Mungkin orang Jawa Timur lebih terlihat "kasar", sedangkan orang jawa Tengah lebih "halus". Dari contoh di atas, terlihat bahwa orang jawa Timur mempunyai nilai- nilai sendiri yang berhubungan dengan kesopanan, perilaku, pemikiran dan lain sebagainya dan ini terbungkus dalam satu kata "kasar". Demikian pula individu yang berasal dari jawa Tengah, tentunya dia akan membawa seperangkat nilai nilai, ide, pikiran dan perilaku tertentu yang terbungkus dalam satu kata "halus". Kenyataannya, antara "halus" dan "kasar" itu sulit sekali untuk disatukan dalam kehidupan sehari. Ini akan menjadi permasalahan tersendiri dalam proses konseling. Dalam praktik sehari-hari, konselor pasti akan berhadapan dengan klien yang berbeda latar belakang sosial budayanya. Dengan demikian, tidak akan mungkin disamakan dalam penanganannya (Prayit¬no, 1994). Perbedaan perbedaan ini memungkinkan terjadinya pertentangan, saling mencurigai, atau perasaan perasaan negatif lainnya. Pertentangan, saling mencurigai atau perasaan yang negatif terhadap mereka yang berlainan budaya sifatnya adalah alamiah atau manusiawi. Sebab, individu akan selalu berusaha untuk bisa mempertahankan atau melestarikan nilai nilai yang selama ini dipegangnya.
  • 11. Jika hal ini muncul dalam pelaksanaan konseling, maka memungkinkan untuk timbul hambatan dalam konseling. Perbedaan Jenis kelamin menjadi perbincangan sejak jaman dahulu perbedaan jenis kelamin mempengaruhi konseling karena terkadang konselor laki-laki mempunyai stereotip terhadap perempuan yang bersifat kurang mandiri, kurang tegas, dan kurang berani mengambil resiko. Konselor perempuan kadang menganggap laki-laki tidak boleh cengeng dan tegas. Namun, jika dalam proses konseling baik laki-laki atau perempuan menampakkan sikap yang tidak sepatutnya menurut gender mereka maka terkadang konselor menganggap aneh dan salah. Contoh : konseli laki-laki ia kurang tegas, berbicara seperti perempuan dan sering menangis maka konselor di suatu tempat menyuruh konseli untuk tegas dalam berbicara selayaknya laki-laki. H. Karakteristik Konselor yang Efektif dalam Pelaksanaan Konseling Lintas Budaya Konselor lintas Budaya sadar terhadap nilai-nilai pribadi yang dimiliki dan asumsi-asumsi terbaru tentang prilaku manusia. Konselor sadar bahwa dia memiliki nilai-nilai sendiri yang dijunjung tinggi dan akan terus dipertahankan. Disisi lain, konselor juga menyadari bahwa klien memiliki nilai-nilai dan norma yang berbeda dengan dirinya. Oleh karena itu, konselor harus bisa menerima nilai-nilai yang berbeda itu sekaligus mempelajarinya. Konselor lintas budaya sadar terhadap karakteristik konseling secara umum Konselor memiliki pemahaman yang cukup mengenai konseling secara umum sehingga akan membantunya dalam melaksanakan konseling, sebaiknya sadar terhadap pengertian dan kaidah dalam melaksanakan konseling. Hal ini sangat perlu karena pengertian terhadap kaidah konseling akan membantu konselor dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien.
  • 12. Konselor lintas budaya harus mengetahui pengaruh kesukuan dan mereka mempunyai perhatian terhadap lingkungannya. Konselor dalam melaksanakan tugasnya harus tanggap terhadap perbedaan yang berpotensi untuk menghambat proses konseling. Terutama yang berkaitan dengan nilai, norma, dan keyakinan yang dimiliki oleh suku agama tertentu. Terelebih apabila konselor melakukan praktik konseling di Indonesia yang mempunyai lebih dari 357 etnis dan 5 agama besar serta penganut aliran kepercayaan. Untuk mencegah timbulnya hambatan tersebut, maka konselor harus mau belajar dan memperhatikan lingkungan di mana dia melakukan praktik, baik agama maupun budayanya. Dengan mengadakan perhatian atau observasi, diharapkan konselor dapat mencegah terjadinya rintangan selama proses konseling. Konselor lintas budaya tidak boleh mendorong klien untuk dapat memahami budaya dan nilai-nilai yang dimiliki konselor. Untuk hal ini ada aturan main yang harus ditaati oleh setiap konselor. Konselor mempunyai kode etik konseling, yang secara tegas menyatakan bahwa konselor tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada klien. Hal ini mengimplikasikan bahwa sekecil apapun kemauan konselor tidak boleh dipaksakan kepada klien. Klien tidak boleh diintervensi oleh konselor tanpa persetujuan klien. Konselor lintas agama dan budaya dalam melaksanakan konseling harus mempergunakan pendekatan ekletik. Pendekatan ekletik adalah suatu pendekatan dalam konseling yang mencoba untuk menggabungkan beberapa pendekatan dalam konseling untuk membantu memecahkan masalah klien. Penggabungan ini dilakukan untuk membantu klien yang mempunyai perbedaan gaya dan pandangan hidup. Untuk itu konselor harus memiliki wawasan keilmuan yang luas. Konseling lintas budaya adalah sebuah peran dan proses membantu yang menggunakan modalitas dan menetapkan tujuan yang konsisten terhadap pengalaman-pengalaman dan nilai-nilai budaya klien,
  • 13. mengidentifikasi identitas klien, dengan mencakup dimensi individual, kelompok dan universal, mendukung penggunaan strategi-strategi dan peran-peran universal dan budaya dalam proses konseling. Konseling Lintas Budaya relatif belum memiliki konsep, teknik dan praktek yang mapan seperti gerakan konseling sebelumnya sehingga sering dijumpai berbagai masalah dan kendala dalam pelaksanaannya. Masalah yang muncul terkait isu fisik dalam konseling lintas budaya yaitu cacat fisik, perbedaan warna kulit, perbedaan tinggi dan berat badan, pendengaran yang kurang, tidak bisa melihat, komunikasi kurang jelas, kontak fisik dan kontak mata. Karakteristik konselor yang efektif dalam konseling lintas budaya yaitu sadar terhadap nilai dan asumsi tiap individu, paham terhadap karakteristik konselor, paham akan pengaruh adat budaya konseli, tidak mendorong klien untuk dapat memahami budaya dan nilai-nilai yang dimiliki konselor, menekankan pendekatan eklektik. I. SIMPULAN Konseling lintas budaya adalah konseling ketika konselor dan kliennya berbeda secara budaya oleh karena secara sosialisasi berbeda dalam memperoleh budaya, sub-budaya, rasial-etnis, atau lingkungan sosial ekonominya. Konseling lintas budaya harus melingkupi pula seluruh bidang dari kelompok-kelompok yang tertindas, yang tertindas itu dapat berupa gender, kelas, agama, keterbelakangan, bahasa, orientasi seksual, dan usia. Konseling lintas budaya melibatkan konselor dan konseli yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses konseling sangat rawan oleh terjadinya bias-bias budaya pada pihak konselor yang mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif. Konseling dipandang sebagai "perjumpaan budaya" (cultural encounter) antara konselor danklien.
  • 14. Konseling adalah proses pemberian bantuan yang terjadi dalam hubungan antara konselor dan klien. Dengan tujuan mengatasi masalah klien dengan cara membelajarkan dan memberdayakan klien, faktor utama yang memengaruhi yang merupakan alat yang memengaruhi yang berkemampuan dan berbagai kemampuan dalam konseling. Ini adalah kemampuan dalam konseling, bahasa merupakan alat yang memengaruhi yang berbeda dalam kemampuan dalam konseling.