SlideShare a Scribd company logo
1 of 33
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sirih Hijau (Piper betle L.)
2.1.1 Klasifikasi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)
Menurut Tjitrosoepomo (1988) kedudukan tanaman sirih dalam sistematika
tumbuhan (taksonomi) diklasifikaiskan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dikotiledonaea
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle L.
2.1.2 Nama latin (Nama Daerah)
Ranub (aceh), sereh (Gayo), Belo Batak (karo), Burangir (Mandailing),
Cabai (Mentawai), Sirih (Palembang, Minangkabau), Seureuh (Sunda), Sere
(Madura), Uwit (Dayak), Nahi (Bima), Malu (Solor), Mokeh (Alor), Mota
(Flores), Bido (Bacan) (Dep. Kes, 1989).
2.1.3 Syarat tumbuh tanaman sirih hijau (Piper betle L.)
Syarat tumbuh tanaman sirih hijau (Piper betle L.) pada dasarnya hidup
subur dengan ditanam di atas tanah gembur yang tidak terlalu lembab dan
memerlukan cuaca tropika dengan air yang mencukupi. Tanaman sirih hijau
menyukai tempat yang terbuka atau sedikit terlindung, tumbuh merambat dan
10
11
dapat diperbanyak dengan setek batang yang sudah agak tua yang terdiri dari 4-6
ruas (Ni’mah, 2012).
2.1.4 Morfologi Sirih Hijau (Piper betle L.)
Sirih hijau (Piper betle L.) termasuk jenis tumbuhan perdu merambat dan
bersandarkan pada batang pohon lain, batang berkayu, berbuku-buku, beralur,
warna hijau keabu-abuan, daun tunggal, bulat panjang, warna hijau, perbungaan
bulir, warna kekuningan, buah buni, bulat, warna hijau keabu-abuan (Damayanti
dkk, 2006). Tanaman ini panjangnya mampu mencapai puluhan meter. Bentuk
daunnya pipih menyerupai jantung, tangkainya agak panjang, tepi daun rata, ujung
daun meruncing, pangkal daun berlekuk, tulang daun menyirip, dan daging daun
tipis. Permukaan daun warna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya
berwarna hijau tembelek atau hijau agak kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar
serta berbuku-buku. Daun sirih yang subur berukuran lebar antara 8-12 cm dan
panjangya 10-15 cm (Damayanti dkk, 2006).
Gambar 2.1 Morfologi Daun Sirih (Doc. Pribadi 2017)
12
2.1.5 Efek Farmakologi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)
Daun sirih hijau dapat digunakan sebagai antibekteri karena mengandung
4,2% minyak atsiri yang sebagian besar terdiri dari betephenol, caryophyllen
(sisquiterpene), kavikol, kavibetol, estragol, dan terpen (Hermawan dkk, 2007).
Komponen utama minyak atsiri terdiri dari fenol dan senyawa turunannya. Salah
satu senyawa turunan itu adalah kavikol yang memiliki daya bakterisida lima kali
lebih kuat dibandingkan fenol. Daya antibakteri minyak atsiri daun sirih hijau
(Piper betle L.) disebabkan adanya senyawa kavikol yang dapat mendenaturasi
protein sel bakteri. Flavonoid selain berfungsi sebagai antibakteri dan
mengandung kavikol dan kavibetol yang merupakan turunan dari fenol yang
mempunyai daya antibektri lima kali lipat dari fenol biasa terhadap
Staphylococcus aureus. Estragol mempunyai sifat antibakteri, terutama terhadap
Shigella sp. Monoterpana dan seskuiterpana memiliki sifat sebagai antiseptik, anti
peradangan dan antianalgenik yang dapat membantu penyembuhan luka (Zahra
dan Iskandar, 2007).
2.2 Pengolahan obat herbal
2.2.1 Rebusan
Merebus tanaman merupakan cara yang sangat mudah dan sudah lazim
dilakukan di masyarakat. Tujuan merebus tanaman obat adalah untuk
memindahkan zat-zat berkhasiat yang ada pada tanaman ke dalam larutan air,
kemudian diminum untuk pengobatan. Proses merebus obat herbal juga perlu
mendapat perhatian khusus. Hal ini dikarenakan faktor merebus juga dapat
13
mempengaruhi kualitas obat herbal yang dihasilkan. Faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas obat herbal dalam proses perebusan tersebut di antaranya:
1). Jika bahan dan alat yang digunakan unutk merebus tidak sesuai dengan
standart yang telah ditentukkan maka hasil rebusan obat herbal tersebut justru
dikhawatirkan tidak higienis, kemungkinan justru tercampur dengan obat kimia
lain yang berasal dari alat dan bahan sewaktu merebus. Contohnya, jika merebus
menggunakan panci dari besi atau alumunium maka hampir dapat dipastikan
rebusan tersebut telah terkontaminasi dengan bahan logam atau zat besi (Fe) dan
alumunium (Al) yang bersumber dari alat tersebut. Dengan demikian, kualitas
hasil rebusan obat herbal tersebut menjadi menurun. Oleh karena itu, dianjurkan
menggunakan wadah dari stainless stell (Sundari dkk, 2015).
2). Alat yang diguankan untuk memanaskan (kompor), adalah alat yang mudah
diatur volumenya. Maksudnya agar sewaktu proses perebusan berlagsung
temperatur panas dapat diatur sesuai kebutuhan. Cara merebus yang di anjurkan
adalah jika rebusan bahan obat telah mendidih biarkan selama 5-10 menit,
kemudian api dikecilkan sampai kurang lebih dari 15 menit hingga rebusan tersisa
sesuai kebutuhan. Setelah itu, disaring, didinginkan dan kemudian siap
dikonsumsi (Sundari dkk, 2015).
2.3 Tinjauan Umum tentang Disentri
2.3.1 Definisi Disentri
Disentri adalah infeksi akut yang mengakibatkan radang pada kolon,
disebabkan kuman genus Shigella yang ditandai gejala diare, adanya lendir dan
darah dalam tinja serta nyeri perut dan teresmus. Disentri basiler adalah infeksi
14
usus besar oleh bakteri patogen genus Shigella. Infeksi hanya menimbulkan
kelainan setempat yaitu di dalam usus dan tidak menyebar kebagian tubuh
lainnya. Penyakit ditandai dengan koitis dengan demam dan diare berdarah yang
berat (Widyasanti dkk, 2016).
2.3.2 Penyebab Disentri
Shigella dysenteriae merupakan penyebab penyakit yang paling ganas dan
menimbulkan epidemi hebat didaerah tropis dan sub tropis. Hal ini disebabkan
oleh kemampuannya membentuk endotoksin dan eksotoksin. Toksin ini memiliki
efek multipel yaitu neurotroksin, enterotoksin (Puspitasari dan Mukono, 2013).
2.3.3 Patologi Disentri
Shigella dysenteriae masuk melalui mulut dan dengan cepat mencapai usus,
di dalam usus besar mereka memperbanyak diri dengan cepat. Toksin yang
dikeluarkannya akan menimbulkan mikosa usus pada spesies yang ganas bahkan
akan menimbulkan ulserasi mukosa (Widyasanti dkk, 2016).
2.3.4 Gejala Klinik
Penderita diare pada umumnya mendadak akan mengalami panas badan
sampai 42o
C dan mengeluh gangguan perut, kadang-kadang mual dan muntah,
beberapa jam akan terjadi diare yang dapat mencapai 20 kali dalam waktu 24 jam,
mula-mula tinja berbentuk sedikit air dan lendir, kemudian pada keadaan lanjut
hanya terdiri dari lendir berdarah yang mengandung eskudat seluler dan banyak
kuman, nyeri perut juga akan semakin hebat (Puspitasari dan Mukono, 2013).
15
2.3.5 Diagnosis
Dasar untuk menentukan diagnosis disentri basiler adalah dengan
memperhatikan gejala klinik dan pemeriksaan mikroskopis atas tinja. Biakan tinja
sebaiknya berasal dari hapusan rektum akan dapat menentukan dengan pasti
kuman penyebab penyakit. Pada infeksi akut, pemeriksaan proktoskopis
menunjukan radang mukosa usus membengkak dan sebagian besar menutup
eksudat, ulkus-ulkus dapat pula dijumpai. Infeksi kronis, terlihat parur pada kolon,
proses ulserasi tidak aktif (Puspitasari dan Mukono, 2013).
2.3.6 Epidiomologi
Disentri basiler banyak terdapat di seluruh dunia, terutama dinegara
berkembang dengan keseluruhan lingkungan yang kurang dan penghuni yang
padat. Disentri mudah menyebar pada kondisi lingkungan yang jelek. Kematian
terutama pada anak dibawah umur 5 tahun. Penularan lewat oral melalui makanan
dan minuman yang tercemar, sebagai vektor adalah serangga terutama lalat.
Genus shigella mampu menginvasi sel epithel usus, menyebabkan infeksi dan
penyakit meskipun inokulumnya kecil (Puspitasari dan Mukono, 2013).
2.3.7 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan meliputi penjagaan hygiene dan sanitasi
lingkungan, perlu mencuci tangan sebelum makan, persediaan air minum tidak
boleh terkontaminasi, pemakaian jamban yang baik, menjaga pembuatan makanan
dan penyimpanannya, sejauh ini belum ada vaksin yang efektif (Bangkele dkk,
2015).
16
2.4 Bakteri
Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari organisme (makhluk) kecil yang
tidak dapat dilihat secara kasat mata. Organisme kecil itu disebut bakteri. Jadi,
bakteri merupakan organisme kecil yang tidak dapat terlihat dengan kasat mata.
Struktur bakteri yaitu tidak dapat melihat jasad yang ukurannya kurang dari 0,1
mm. Ukuran bakteri biasanya dinyatakan dalam mikron (µ), 1 mikron adalah
0,001 mm (Nursyirwani dan Amolle, 2007).
Peran Bakteri dalam lingkungan hidup pada saat ini yang telah dikembangkan
antara lain adalah sebagai jasad yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi lingkungan. Peranan mikroorganisme dalam lingkungan hidup
yaitu sebagai daur ulang elemen vital, penanganan limbah, bioremediasi, kontrol
hama tanaman, industry dan pertambangan, pangan, biotekhnologi modern dan
rekayasa genetik, serta farmasi dan kesehatan. (Nursyirwani dan Amolle, 2007).
2.5 Bakteri Shigella dysenteriae
2.5.1 Klasiifikasi Shigella dysenteriae
Menurut (Jawetz, 2001), klasifikasi dari bakteri Shigella dysenteriae
adalah termasuk dalam
Kingdom : Prokaryotae
Divisi : Graciliccetus
Kelas : Scotobacteria
Ordo : Eubacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Shigella
Spesies : Shigella dysenteriae
17
Gambar 2.2 Shigella dysenteriae ( Stearns, 2004)
Menurut Waluyo (2004), dijelaskan bahwa bakteri Shigella dysenteriae
mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom
Kategori
Nama Kategori
Grup
Nama Grup
Sub grup
Famili
Genus
Spesies
: Protista
: Kategori Besar 1
: Eubacteria Gram Negative dengan Dinding Sel
: 5
: Bakteri batang gram negative fakultatif an-aerob
: 1
: Enterobacteriaceae
: Shigella
: Shigella dysenteriae
Distribusi di seluruh dunia 5-15% dari semua kasus diare dapat
dihubungkan dengan shigella sp. Infeksi dimana dua-pertiga dari semua kasus dan
kematian terjadi pada anak-anak dibawah 5 tahun. Shigella Flexneri yang paling
umum dinegara-negara berkembang dimana ada kebersihan yang buruk dan air
minum bersih yang terbatas, namun wabah biasanya disebebkan oleh Shigella
dysenteriae. S. Sonnei adalah yang paling umum dinegara maju. Infeksi yang
paling umum terjadi selama musim hujan didaerah tropis. Kelompok resiko tinggi
termasuk anak-anak dan pria homoseksual (Novianti, 2015).
18
2.5.2 Morfologi dan Struktur Shigella dysenteriae
Shigella berasal dari famili Enterobacteriaceae, yang merupakan bakteri
gram negatif yang bersifat patogen berbentuk batang, non-motil dan tidak
berkapsul, shigella termasuk bakteri fakultatif anaerob yang tidak memfermentasi
laktosa, atau memfermentasi laktosa secara perlahan-lahan, dapat menghasilkan
cytotox in kuat dikenal sebagai Shigatoxin.
Gambar 2.3 Morfologi Shigella dysenteriae (Baer, 1999)
Bagian-bagian dari struktur bakteri Shigella dysenteriae dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Dinding sel
Dinding sel Shigella dysenteriae mempunyai lapisan membran luar yang
meliputi peptidoglikan. Kehadiran membran ini menyebabkan dinding sel
kaya akan lipid 11-22%. Lapisan membran luar (outer wall layer)
mempunyai struktur sebagian unit membran yang terdiri dari fosfolipid,
membran plasma, polisakarida dan protein. Lipid dan polisakarida
berhubungan erat dan membentuk struktur khas yang dinamakan
19
lipopolisakarida LPS. Lapisan luar bersifat impermeabel terhadap molekul
besar, namun dapat melarutkan molekul kecil seperti oligosakarida,
monosakarida dan asam amino. Hal ini disebabkan oleh protein yang disebut
porin, setiap molekul didapatkan porin yang khusus, porin berfungsi sebagai
reseptor bakteriofag dan bakteriosin (Waluyo, 2004).
b. Membran Sel
Membran sel atau membran sitoplasma merupakan struktur yang tipis yang
meliputi sel. Struktur ini terdiri dari fosfolipida (20-30%) dan protein (60-
70%). Fosfolipida ini merupakan struktur dasar dari membran sel. Fosfolipida
terdiri dari bagian yang bersifat hidrofobik dan hidrofilik yang berdekatan
sehingga membentuk dua lapis. Embran sel merupakan pembatas antara
sitoplasma dan lingkungan luar. Fungsi utama membran sitoplasma adalah
permeabilitas selektif dan transfer bahan pelarut, transfer dekston dan
fosforilsi oksidatif, eksresi eksoenzim hidrolitik, menghasilkan reseptor dan
protein lain, menghasilkan enzim serta membawa molekul yang berfungsi
dalam biosentesa DNA, polimer dinding sel dan lipid membran. Membran
sitoplasma dalam keadaan 50% cair, untuk membantu agar sel bakteri dapat
tumbuh normal dan selain itu apabila terjadi kerusakan pada struktur ini,
maka akan terjadi gangguan pada keutuhan sel sehingga mengakibatkan
kematian (Jawetz, 2001). Komponen membran yang lain adalah Ca2+,
dimana tanpa ion ini membran akan kehilangan kemampuannya untuk
mengangkut bahan-bahan terlarut ke dalam sitoplasma atau organel-organel
sel tanpa ion ini membran akan bocor dimana bahan-bahan yang sudah di
20
angkut ke dalam sitoplasma atau organel akan merembes keluar. Fungsi
kalsium pada membran ini adalah mengikat bagian hidrofilik fosfolopida satu
sama lain dengan gugusan dari molekul protein pada permukaan. Pada
gambar membrane sel bakteri Shigella dysenteriae (gambar 2.3) terlihat
bahwa molekul-molekul protein seolah menempel atau menyisip pada 2
lapisan lipida penyusun utama mebrane, beberapa protein atau bagian
molekul yang bersifat hidrofilik akan menyusup ke bagian internal
membrane. Molekul protein yang menembus ke lapisan dalam lipid pada
semua membrane bagian lipid yang bersifat hidrofilik akan melekat pada
molekul-molekul air dan berada pada permukaan kedua sisi membrane,
sedangkan bagian asam lemak akan terdorong kebagian internal membran.
Asam-asam lemak pada bagian internal akan saling tarik menarik. Hal ini
menyebabkan membran tersusun dari 2 lapisan lipid (Stearns, 2001). Fungsi
membrane pada dasarnya adalah mengatur lalu lintas molekul air dan ion atau
sneyawa-senyawa yang terlarut dalam iar untuk keluar masuk sel atau
organel-organel sel (Jawetz, 2001).
c. Ribosom
Ribosom merupakan badan yang mengandung asam ribonukleat dan
mengatur sintesis protein. Ribosom terdiri dari RNA (60%) dan protein (40%).
Ribosom mempunyai ukuran tertentu dan dinyatakan dalam unit sedimentasi
konstan (kecepatan suatu zat melalui cairan jika disentrifugasi secara cepat).
Unit sedimentasi adalah (S) prokariot mempunyai ribosom berukuran 70S,
21
makin cepat ribosom disedimentasi berarti makin besar molekulnya (Jawetz,
2001).
d. Mesosom
Bakteri gram negatif inolasi pada daerah DNA, pembelahan sel atau
pembentukan spora. Proses ini dikaitkan dengan pembentukkan septum
sewaktu pembelahan sel, dikatakan pula bahwa mesosom adalah mebrane
sitoplasma, dengan cara melipat kearah dalam atau invasi ke dalam
sitoplasma, di duga bahwa mesosom erfungsi dalam sintesis dinding sel dan
pembelahan nukleus. Adapun fungsi dari mesosom adalah sebagai berikut:
respirasi dan penggertakan energi, pengaturan sel, tempat pencantelan
nukleus sewaktu replikasi, pengambilan DNA sewaktu proses transformasi
(Jawetz, 2001).
e. Sitoplasma
Dinding sel bagian bawah terletak suatu lembaran tipis yang disebut membran
sitoplasma. Membran ini sangat penting karena mengendalikan transpor
substansi kimiawi untuk memudahkan ion-ion mineral, gula asam-asam
amino, elektron serta metabolik-metabolik lain melintasi membran (Jawetz,
2001).
f. Daerah Nuklues (Inti)
Bahan nukleus atau DNA didalam sel bakteri menempati posisi dekat pusat
sel dan terikat pada sistem mesosom membran sitoplasma. Bahan ini
merupakan seluruh alat genetik atau genom bakteri dan terdiri dari kromosom
tunggal dan bundar tempat semua gen berpautan. Bahan nukleus bakteri ini
22
disebut tubuh kromatin, nuleotida, atau kromosom bakteri (Pelczar dan Chan,
1998).
2.6 Pembenihan dan Reaksi Biokimia Shigella dysenteriae
Shigella membentuk koloni yang tidak meragikan laktosa atau meragikan
laktose secara lambat (18-24 jam), apabila ditumbuhakn pada medium diferensial
yang biasa digunakan untuk isolasi bakteri enteric. Semua spesies nonmetil tidak
memproduksi gas dari glukosa. Faktor-faktor ini yang membedakan genus
Shigella dari Salmonella. Kebalikan dari E. coli,Shigella tidak memproduksi lisin
dekarboksilase dan tidak menggunakan asetat sebagai sumber karbon (Novianti,
2015).
2.7 Daya Tahan Shigella dysenteriae
Shigella kurang tahan terhadap agens fisis dan kimia dibandingkan bakteri
enterik yang lain dan disinfektan pada umumnya dapat membunuh
mikroorganisme ini pada konsentrasi yang lazim digunakan. Konsentrasi asam
yang tinggi akan menganggu pertumuhan bakteri ini, sehingga diperlukan media
yang dapat dengan baik untuk transport bahan pemeriksaan dan untuk
menumbuhkan mikroorganisme. Shigella dapat beradaptasi dengan suhu rendah
jika kelembabannya cukup, dan dapat hidup lebih dari 6 bulan dalam air pada
suhu kamar.
2.8 Patogenesis dan Patologi
Shigella menyebar melalui oral-fecal route, dan transmisi biasanya melalui
salah satu dari tiga mekanisme yaitu: konsumsi makanan yang terkontaminasi
(dicuci dengan air yang terkontaminasi, kebersihan yang buruk, umumnya dalam
23
sayuran mentah, ayam, dan kerang serta air minum yang tercemar, kemudian
menular melalui kontak hubungan seksual melalui anal. Shigella dapat
menyebabkan penyakit dengan cara menginvasi dan mereplikasi dilapisan sel
kolon, awalnya menempel dan menginvasi sel. Infeksi mungkin ringan dan tanpa
gejala, tetapi paling sering ditandai dengan infeksi usus akut pada pencernaan,
menyebabkan diare berair ringan sampai berat atau shigellosis, ditandai dengan
mual parah, perut kram dan muntah, demam, tenesmus, anoreksia dan tinja
mengandung darah dan lendir (Puspitasari dan Mukono, 2013).
2.8.1 Sumber Infeksi
Sumber infeksi pada bakteri Shigella dysenteriae disebarkan dari manusia
ke manusia melalui oral-fecal route, yang mempakan reservoir adalah karir yang
mengeluarkan mikroorganisme ini melalui tinjanya. Stadium karir ini berakhir 1-4
minggu setelah sakit dari karier, organisme disebarkan oleh lalat, jari-jari tangan,
makanan, air, susu, dan tinja. Disentri basiler yang disebabkan oleh bakteri
Shigella dysenteriae dapat ditularkan melalui makanan, jari, tinja, dan lalat dari
orang ke orang, karena manusia adalah inang utama yang diketahui dari Shigella
yang patogen. Usaha pengedalian harus diarahkan pada pembersihan bak dari
sumbernya dengan cara: (1) Pengendalian sanitasi air, makanan, pembuangan
sampah dan pengendalian lalat. (2) Isolasi penderita dan disinfektan ekskreta, (3)
Penemuan kasus-kasus sub klinik dan pembawa bakteri, khususnya pada para
pengurus makanan (Jawetz, 2001).
24
2.8.2 Toksin
Shigella dysenteriae memproduksi eksotoksin yang disebut shigella toksin,
toksin ini mempunyai 1 Sub-unit A dan 5 Sub-Unit B. Sub-unit B berikatan pada
glikolipid (GB3) pada sel host dan memfasilitasi sub-unit A untuk masuk ke
dalam sel. Manifestasi primer dari aktivitas toksik adalah dengan rusaknya epitel
intestinal dan pada beberapa kecil pasien Shigella toxin dapat memediasi
kerusakkan dari sel endotelial glomerular pada pasien gagal ginjal (Bangkele dkk,
2015).
2.9 Pembelahan, Perkembangan dan Pertumbuhan Bakteri
Reproduksi bakteri pada perkembangbiaknnya yaitu secara aseksual dan
seksual, namun, yang paling banyak terjadi yaitu aseksual atau disebut sebagai
pembelahan biner. Menurut Waluyo (2007), pembelahan biner yaitu satu sel induk
membelah menjadi 2 sel anak, dan begitu seterusnya. Selain pembelahan biner,
ada juga yang disebut pemelahan ganda (multiple fission), dan perkuncupan
(budding). Reproduksi bakteri terjadi secara pembelahan biner. Perbanyakan sel
ini ditentukkan oleh waktu regenerasi. Menurut Waluyo (2007), pembelahan biner
terjadi pada bakteri yaitu pembelahan biner melintang. Pembelahan biner
melintang yaitu suatu proses reproduksi aseksual setelah pembentukkan sel
melintang maka satu sel tunggal membelah menjadi 2 sel anak.
Perkembangbiakan secara seksual umumnya terjadi pada jamur dan mikroalga,
serta secara terbatas terjadi pada beberapa bakteri yaitu secara Oogami (sel betina
lebih besar daripada sel jantan), dan Isogami (sel jantan dan sel betina memiliki
bentuk yang sama).
25
Pertumbuhan merupakan pertambahan komponen suatu sel hidup. Umur sel
jasad renik ditentukan segera setelah proses pembelahan sel selesai, sedangkan
kultur ditentukkan waktu atau lama inkubasi. Ukuran sel tergantung dari keceptan
pertumbuhannya, semakin baik zat nutrisi di dalam subtrat tempat tumbuhnya,
mengakibatkan pertumbuhan sel semakin cepat dan ukuran sel semakin besar.
Perkembangan bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendukung dalam
pertumbuhan bakteri dengan ketersediaanya nutrien yang baik, air, suhu, pH,
oksigen, dan potensial oksidasi reduksi, adanya zat-zat penghambat, dan adanya
jasad renik yang lain. Adapun faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Bakteri dapat tumbuh dengan baik apabila sumber zat yang diperlukan
tercukupi. Tumbuh kembang bakteri salah satunya dipengaruhi oleh nutrisi
yang dapat memberikan asupan pendukung untuk tumbuh. Menurut Waluyo
(2010), pada peralatan makanan memiliki berbagai macam pertumbuhan
bakteri, diantaranya Escherichia coli, Enterobacter aerogenesis, khamir, dan
kapang dapat tumbuh dengan baik pada medium yang mengandung glukosa
sebagai sumber organik. Organisme streptokoki, stapilokoki, dan berbagai
organisme heterotrof lainnya membutuhkan kandungan nitrogen lainnya
seperti asam amino, purin, pirimidin. Vitamin merupakan faktor yang terjadi
jika organisme tipe pemilih dan sukar tumbuh.
2. Tersedianya Air
Bakteri membutuhkan air dalam kehidupannya. Komponen sel terdapat (70-
80%) pada pertumbuhan Bakteri. Keadaan ada yang tidak memungkinkan
yaitu pengaruh adanya solut dan ion yang mengikat air di dalam lautan,
26
koloid hidrofilik (gel) sebanyak 3-4% dapat menghambat pertumbuhan
bakteri dalam medium dan air dalam bentuk kristal es juga tidak dapat
digunakan oleh jasad renik.
3. Nilai pH
Nilai medium sangat mempengaruhi jenis bakteri yang tumbuh, biasanya
tumbuh pada kisaran pH 3-6 unit. Menurut Waluyo (2010), ada suhu
optimum pertumbuhan bakteri mampu pada pH 6.5-7.5, sedangkan pada pH
di bawah 5.0 dan di atas 8.5 bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik kecuali
bakteri asam asetat (Acetobacter suboxydans) dan bakteri yang mengoksidasi
sulfur.
4. Suhu
Bakteri memiliki suhu tersendiri yaitu suhu optimum, minimum, dan
maksimum untuk pertumbuhannya. Menurut Waluyo (2007), kelompok
bakteri dalam pertumbuhan jasad renik digolongkan menjadi psikrofil,
mesofil, dan termofil. Jenis kapang dan khamir pada umumnya tergolong
mesofil. Bakteri dalam penyimpanan lemari es termasuk psikrofil, sedangkan
disimpan dalam keadaan panas termasuk bakteri termofil.
5. Tersedianya Oksigen
Ketersedian oksigen menyebabkan pengaruh beberapa macam bakteri yang
tumbuh. Bakteri dibedakan menjadi beberapa sifat yaitu aerob, anaerob,
anaerob fakultatif dan mikroaerofil. Ketersediaan oksigen dalam bahan
pangan dipengaruhi oleh daya oksidasi dan reduksi (O-R) dari bahan pangan
tersebut. Bakteri yang dapat tumbuh pada sifat anaerob salah satunya
27
Clostiridium, sedangkan yang tumbuh pada sifat aerob kapang dan khamir,
serta bakteri bersifat aerob yaitu Salmonella, Shigella, Pseudomonas, dan
sebagainya.
2.10 Antimikroba
Penggunaan umum istilah antimikroba merupakan bahan penghambat
pertumbuhan mikroorganisme, bila digunakan dalam menghambat kelompok
organisme khusus maka sering digunakan istilah antibekterial atau antifungal.
Menurut Volk dan Whehler (1998), antimikroba merupakan komposisi kimia
yang berkemampuan dalam menghambat pertumbuhan atau mematikan
mikroorganisme. Pemakaian bahan antimikroba merupakan suatu usaha untuk
mengendalikan mikroorganisme, yang dimaksud pengendalian adalah segala
kegiatan yang dapat mnenghambat, membasmi atau menyingkirkan
mikroorganisme. Menurut Pelczar (1998), tujuan utama pengendalian adalah
mencegah penyakit atau infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang
terinfeksi, mencegah pembusukan dan kerusakan bahan oleh mikroorganisme.
Menurut Waluyo (2004), sifat antimikroba yaitu mneghambat atau
membunuh patogen tanpa merusak hospes, bersifat bateriosidal dan bakteriostatik,
tidak menyebabkan resistensi terhadap kuman atau bakteri, bersprektum luas,
tidak bersifat alergenik atau tidak menimbulkan efek smaping bila digunakan
dalam jangka waktu yang lama, tetap aktif dalam plasma, cairan tubuh, larut
dalam air dan stabil, kadar bakterisidal di dalam tubuh tetap tercapai dan bertahan
untuk waktu yang lama. Tetrasiklin adalah antibiotika berspektrum luas yang
mengeluarkan efek bakteriostatis. Antibiotika ini menghambat sintesis protein
28
dengan terikat pada sub unit ribosom 30s, dengan demikian mencegah penempelan
asam amino yang membawa tRNA (Volk dan Wheler, 1998). Zona hambat bakteri
pada Shigella dysenteriae yang dihasilkan oleh tetrasiklin yaitu sebesar 19,75%
mm. Penggunaan tetrasiklin sebagai obat disentri memang lebih cepat dalam
menghambat ataupun menekan hidup bakteri di dalam tubuh manusia tetapi efek
dari penggunaan tetrasiklin pada gastroinsestinal adalah reaksi yang buruk.
Masalah ini dapat berkaitan dengan efek iritasi yang langsung disebebkan oleh
tetrasiklin. Efek lainnya aalah fotosintasi, yaitu kulit menjadi peka terhadap
cahaya, menjadi kemerah-merahan, gatal-gatal, dan lain sebagainya (Putri dkk,
2015).
Menurut Setiabudi (2011), mekanisme resistesi bakteri terhadap antimikroba
ada beberapa macam, yaitu a) perubahan tempat kerja obat pada mikroba, b)
mikroba menurunkan permeabilitasnya sehingga obat sulit masuk ke dalams sel,
c) inaktivasi obat oleh mikroba, d) mikroba membentuk jalan pintas untuk
menghindari tahap yang dihambat oleh antimikroba, dan e) meningkatkan
produksi enzim yang dihambat oleh antimikroba.
2.11 Cara kerja Zat Antimikroba
Menurut Pelzcar dan Chan (1998), mekanisme kerja zat antimikroba dalam
melakukan efeknya terhadap mikroorganisme adalah sebagai berikut: Cara kerja
antimikroba dapat digolongkan menjadi lima kelompok ditunjukkan pada gambar
3, yaitu:
29
1. Merusak dinding sel
Struktur dinding sel dirusak dengan cara menghambat pembentukkan atau
mengubahnya setelah selesai terbentuk.
2. Perubahan permeabilitas sel
Membrane sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan lain. Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular. Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel.
3. Perubahan molekul protein dan asam nukleat.
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein
dan asam nukleat dalam keadaan ini, yaitu mendenaturasi protein dan asam-
asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat mengakibatkan koagulasi
(denaturasi) ireversibel (tak dapat balik) komponen-komponen selular yang
vital.
4. Menghambat kerja enzim
Enzim yang ada pada sel merupakan sasaran potensi bagi berkerjanya suatu
penghambat. Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi
biokimiawi. Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya
metabolisme atau matinya sel.
30
5. Menghambatnya sintesis asam nukleat dan protein
DNA, RNA dan protein memegang peranan amat penting didalam proses
kehidupan normal sel. Halatau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total sel.
1
2
4
5
3
Gambar 2.4 Cara Kerja Antimikroba (Natanel, 2016).
a. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba
Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Berbeda
dengan mamalia yang mendapatkan asam folat dari luar, kuman patogen
harus mensintetis sendiri asam folat dari asam amino benzoate (PABA) untuk
kebutuhan hidupnya. Apabila antimikroba menang bersaing dengan PABA
untuk diikutsertakan dalam pembentukan asam folat, maka terbentuk analog
asam folat yang nonfungsional. Akibatknya, kehidupan mikroba akan
terganggu (Setiabudi, 2011).
b. Antimikroba yang menghambat sintetis dinding sel mikroba
Bakteri mempunyai lapisan luar yang rigid, yakni dinding sel yang berfungsi
untuk mempertahankan bentuk mikroorganisme dan pelindung sel bakteri,
31
yang mempunyai tekanan osmotik internal yang tinggi. Trauma pada dinding
sel atau pengambatan pembentukannya menimbulkan lisis pada sel (Jawetz,
2001).
c. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba
Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma yang berperan
sebagai barier permeabilitas selektif, membawa fungsi transport aktif dan
kemudian mengontrol komposisi internal sel. Jika fungsi integritas membran
sitoplasma dirusak, makromolekul dan ion keluar dari sel, kemudian sel
rusak/ terjadi kematian. Membran sitoplasma bakteri dan fungi mempunyai
struktur yang berbeda, dibandingkan sel binatang dan dapat dengan mudah
dikacaukan oleh agen terentu (Jawetz, 2001).
d. Antimikroba yang menghambat sintetis protein sel mikroba
Kehidupan sel mikroba perlu mensintetis berbagai protein. Sintetis protein
berlangsung diribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri,
ribosoom terdiri atas 2 sub unit yang berdasarkan konstanta sedimentasi
dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. Berfungsi pada sintetis protein,
kedua komponen ini bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom
70S (Setiabudi, 2011). Cara kerja antimikroba dalam menghambat sintetis
protein adalah melalui ikatan dengan ribosom 30S/50S (Jawetz, 2001).
e. Antimikroba yang menghambat sintesa asam nukleat sel mikroba
Antimikroba ini bekerja dengan menghambat sintetis mRNA pada proses
transkripsi atau menghambat replikasi DNA pada proses pembelahan sel
(Dzen, 2003).
32
2.12 Mekanisme Air Rebusan dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri
Kandungan bahan aktif dari daun sirih hijau (Piper betle L.) adalah minyak
atsiri komponen utamanya terdiri dari bethel phenol, kavikol dan turunannya yang
berkhasiat sebagai antibakteri. Kedua zat tersebut merupakan kandungan terbesar
minyak atsiri yang ada dalam daun sirih hijau (Piper betle L.) yaitu sekitar 60-
80%. Senyawa ini dapat mendenaturasi protein sel bakteri, merusak membran sel
yang terdiri dari fosfolipid, protein, lipida, dan enzim-enzimnya yang berfungsi
untuk gerakan aktifitas transport zat-zat yang dibutuhkan, apabila suatu zat aktif
masuk kedalam sel melalui membran sel maka akan mengikat posfolipid yang
merupakan penyusun utama membran sel. Apabila sel rusak maka akan
mengakibatkan plasmolisis yaitu keluarnya cairan sel dan komponen-komponen
penting yaitu protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain. Padahal protein-
protein bersama-sama komponen lain seperti lipida berfungsi melaksanakan
permeabilitas membran dan aktifitas transport membran sehingga membran
berfungsi normal (Hermawan dkk, 2007).
Kerusakan dinding sel dan membran sel mengakibatkan keluarnya bahan
metabolit dari dalam sel, menghambat energi (Volk dan Wheeler, 1998).
Membran sitoplasma melaksanakan metabolisme energi dalam sel-sel prokariotik,
sehingga jika membran sitoplasma rusak maka metabolisme energi tidak akan
berlangsung. Hal ini menyebabkan ketidakmampuan sel untuk tumbuh dan
akhirnya menyebabkan kematian sel.
33
2.13 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Zat Antimikroba
Faktor dan keadaan yang mempengaruhi kerja zat antimikroba dalam
menghambat atau membasmi organisme patogen. Semuanya harus
dipertimbangkan agar zat antimikroba tersebut dapat bekerja secara efektif.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kerja zat antimikroba menurut Pelczar
(1998) adalah sebagai berikut:
1. Konsentrasi atau Intensitas Zat Antimikroba
Semakin tinggi konsentrasi suatu zat antimikroba semakin tinggi daya
antimikrobanya, artinya banyak bakteri yang akan terbunuh lebih cepat bila
konsentrasi zat tersebut lebih tinggi.
2. Jumlah Mikroorganisme
Semakin banyak jumlah mikroorganisme yang ada maka semain banyak pula
waktu yang diperlukan untuk membunuh mikroorganisme tersebut.
3. Suhu
Kenaikan suhu yang sedang secara besar dapat menaikkan keefektifan suatu
disinfektan atau bahan mikrobial lain. Hal ini disebabkan karena zat kimia
merusak mikroorganisme melalui reaksi kimia dan reaksi kimia dipercepat
dengan meningkatkan suhu.
4. Spesies Mikroorganisme
Spesies mikroorganisme menunjukkan ketahanan yang berbeda-beda
terhadap suatu bahan kimia tertentu.
34
5. Adanya Bahan Organik
Adanya bahan organik asing dapat menurunkan keefektifan zat kimia
antimikroba dengan cara menginaktifkan bahan kimia tersebut. Adanya bahan
organik dalam campuran zat antimikroba dapat mengakibatkan:
a. Penggabungan zat entimikroba dengan bahan organik membentuk
produk yang tidak bersifat antimikroba.
b. Penggabungan zat antimikroba dengan bahan organik menghasikan suatu
endapan sehingga entimikroba tidak mungkin lagi mengikat
mikroorganisme.
c. Akumulasi bahan organik pada permukaan mikroba menjadi suatu
pelindung yang akan mengganggu kontak antara zat antimikroba dengan
sel.
6. Keasaman atau Kebasaan (pH)
Mikroorganisme yang hidup pada pH asam akan lebih mudah dibasmi pada
suhu rendah dan dalam waktu yang singkat bila dibandingkan dengan
mkroorganisme yang hidup pada pH basa.
2.14 Uji Kepekaan terhadap Antimikroba (In Vitro)
Uji kepekaan bakteri terhadap obat-obatan secara in vitro bertujuan untuk
mengetahui obat antimikroba yang masih dapat digunakan untuk mengatasi
infeksi oleh mikroba tersebut. Uji kepekaan terhadap obat antimikroba pada
dasarnya dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu metode dilusi dan metode difusi.
35
2.14.1 Metode Dilusi
Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (Kadar Hambat Minimal) dan
KBM (Kadar Bunuh Minimal) dari obat antimikroba. Prinsip dari dilusi yaitu,
menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu
sel mikroba yang diuji. Kemudian masing-masing tabung diisi dengan
antimikroba yang telah diencerkan secara serial. Selanjutnya seri tabung di
inkubasi pada suhu tertentu selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan
pada tabung. Konsentrasi mikroba pada tabung yang ditunjukan dengan hasil
biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM
dari antimikroba. Selanjutnya, biakan dari semua tabung yang jernih
diinokulasikan pada media agar padat, diinokubasikan dan keesokan harinya
diamati ada tidaknya koloni mikroba yang tumbuh. Konsentrasi terendah
antimikroba pada biakan padat yang ditunjukan dengan tidak adanya pertumbuhan
koloni mikroba adalah KMB dari mikroba terhadap bakteri uji (Dzen, 2003).
2.14.2 Metode Difusi
Tes difusi menggunakan disk kertas saring atau tablet yang mengandung
agen antimikroba. Sebuah plate yang telah ditanami pada seluruh permukaan
dengan bakteri isolate dan disk diletakkan pada permukaan agar plate, setelah
diinkubasi plate diuji untuk zona hambatan pertumbuhan sekitar masing-masing
disk berhubungan dengan konsentrasi jangakauan dari obat dalam serum. Oleh
karena itu, zona hambatan untuk antibiotik yang berbeda bervariasi, makin besar
zona hambatan makin peka isolate tersebut. Zona hambatan tersebut dibandingkan
36
dengan acuan zona hambatan organisme, kepekaan tes isolate digambarkan
dengan suseeptible (S), atau resistant (R) (Pratiwi, 2008).
2.15 Metode Pengujian Daya Antimikroba
Uji daya antimikroba bertujuan mengetahui obat antimikroba dapat
digunakan untuk mengatasi infeksi mikroba. Salah satu cara menguji kepekaan
terhadap suatu antimikroba secara in vitro dilakukan melalui difusi cakram.
Prinsip dari difusi cakram yaitu antimikroba dengan konsentrasi tertentu
dijenuhkan kedalam kertas saring (cakram kertas). Cakram kertas yang
mengandung obat tertentu ditanam pada media pembenihan agar padat yang telah
dicampur dengan mikroba yang diuji, selanjutnya diinkubasikan pada suhu 37o
C
selama 18-24 jam, selanjutnya diamati daya area zona jernih disekitar kertas
cakram yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroba. Berikut ini adalah
tabel klasifikasi respon hambatan pertumbuhan bakteri menurut Ahn dkk (1994)
dalam Cahyono dkk (2012).
Tabel. 2.1 Klasifikasi Respon Hambatan Pertumbuhan Bakteri
Diameter Zona Hambat Respon Hambatan Pertumbuhan
> 20 mm Kuat
16-20 mm Sedang
10-15 mm Lemah
2.16 Tinjauan Tentang Sumber Belajar Biologi
2.16.1 Sumber Belajar Biologi
Biologi merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang makhluk
hidup dan lingkungannya. Dalam memperlajari biologi diperlukan suatu sumber
belajar agar mempermudah siswa dalam memperoleh informasi yang
37
dibutuhkannya. Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.29
tahun 2003 pembelajarn merupakan proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkugan belajar, tujuan dalam proses
pembelajaran dapat tercapai dengan baik apabila komponen-komponen dalam
pembelajaran dapat terpenuhi, beberapa komponen ini diantaranya manusia dan
penggunaan media atau sumber-sumber belajar. Sumber belajar merupakan segala
sesuatu yang dapat memudahkan peserta didik dalam memperoleh sejumlah
informasi, pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan dalam proses belajar
mengajar.
Menurut Rakhmadona (2009) sumber belajar adalah bahan yang mencakup
media belajar, alat peraga, alat permainan untuk memberi informasi maupun
berbagai ketrampilan kepada anak dan orang dewasa yang berperan mendampingi
anak dalam belajar. Sumber belajar dapat berupa tulisan (tulisan tangan atau hasil
cetak), gambar, foto, narasumber, benda-benda alamiah dan benda-benda hasil
budaya yang tersedia disekitar lingkungan belajar yang berfungsi untuk membantu
optimalisasi hasil belajar. Masalah yang terdapat dalam proses pembelajaran
adalah kurang tersedianya buku teks yang berkualitas sehingga siswa sulit
memahami buku yang dibacanya dan buku-buku teks tersebut sering
membosankan. Berdasarkan permasalahn tersebut, dapat diterapkan sistem
pembelajaran handout yang memberi kepercayaan pada kemampuan siswa unutk
belajar mandiri. Hasil penelitian ini akan dimanfaatkan sebagai sumber belajar
biologi handout dalam perencanaan pembelajaran Biologi Materi Archabacteria
dan Eubacteria.
38
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
pembelajaran tersebut adalah dengan menngunakan suatu bahan ajar yang dapat
menunjang sikap aktif dan kritis siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan
mereka secara mandiri. Bahan ajar tersebut hendaknya juga memotivasi siswa.
Selain itu, bahan ajar yang digunankan juga harus sesuai dengan karakteristik
siswa Salah satu bahan ajar yang dapat digunakan adalah handout.
Menurut Depdiknas (2008) dalam Sari dan Husna (2014) ada beberapa
langkah yang perlu dilakukan dalam menyusun handout. Langkah-langkah
tersebut antara lain melakukan analisis kurikulum, menentukan judul handout
sesuai dengan kompetensi dan materi yang akan dicapai, mengumpulkan referensi
sebagai bahan penulisan, menggunakan kalimat yang singkat, padat, dan jelas
dalam menulis handout, mengevaluasi hasil tulisan, dan menggunakan berbagai
sumber belajar yang dapat memperkaya materi handout.
Unsur-unsur handout memuat beberapa unsur, yaitu kompetensi dasar,
ringkasan materi, soal-soal, sumber bacaan. Menurut Prastowo (2011)
dikelompokan menjadi dua jenis yakni handout mata pelajaran praktik dan
handout mata pelajaran nonpraktik.
1. Handout Mata Pelajaran Praktik
Susunan handout pada mata pelajaran praktik meiliki ketentuan sebagai
berikut:
a. Terdiri atas langkah-langkah kegiatan atau proses yang harus dilakukan
peserta didik, yakni langkah demi langkah dalam memilih, merangkai dan
39
menggunakan alat atau instrumen yang akan digunakan dalam kegiatan
praktik.
b. Pengalaman dan ketrampilan peserta didik sangat diharapkan dalam
penggunaan alat atau instrumen praktik (harus mutlak benar). Salah dalam
merangkai atau menggunakan akan berakibat fatal, kerusakan atau bahkan
kecelakaan.
c. Perlu bahkan seringkali dilakakukan pre-test terlebih dahulu sebelum
peserta didik memasuki ruangan laboratorium, untuk mnegetahui sejauh
mana peserta didik telah siap dengan segala apa yang akan dilakukan
dalam praktik tersebut.
d. Penggunaan alat evaluasi (reported sheet) sangat diperlukan untuk umpan
balik dan melihat tingkat ketercapain tujuan serta kompetensi-kompetensi
yang harus dikuaasi dan dicapai oleh setiap peserta didik.
e. Keselamatan kerja dilaboratorium perlu dibudayakan dalam kegiatan
praktik.
f. Format identitasnya sama dengan penjelasan sebelumhya, sedangkan isi
handout disesuaikan dengan kekhususan materinya.
2. Handout Mata Pelajaran Nonpraktik
Jenis mata pelajaran nonpraktik, susunan handoutnya memiliki ketentuan
sebagai berikut:
a. Jenis acuan handout adalah SAP (Satuan acuan Pembelajaran)
b. Format handout:
40
1) Bebas (slide, transparan, paper based) dan dapat berbentuk narasi alimat
tetapi singkat atau skema/ Flowchart dan gambar.
2) Tidak perlu memakai header maupun footer untuk setiap slide, cukup
halaman pertama saja yang menggunakannya.
3) Konten (isi) handout terdiri atas overview materi dari rincian materi.
2.16.2 Pedoman Pembuatan Handout nonpraktik sebagai Sumber Belajar
Biologi
Salah satu sumber belajar yang dapat membantu mahasiswa dalam belajar
adalah bahan ajar handout. Handout merupakan sumber belajar tertulis yang
didalamnya berisikan berbagai konsep penting dari suatu bagian dalam satu materi
pembelajaran atau materi secara lengkap (Sanaky, 2011). Majid (2005)
menyatakan, bahwa handout merupakan bahan tertulis yang disiapkan oleh
seorang guru untuk memperkaya pengetahuan siswa. Materi sajian yang terdapat
di dalamnya diambil dari beberapa literatur yang memiliki relevansi dengan
materi yang diajarkan. Handout memiliki fungsi yang sangat penting dalam
pembelajaran, yaitu mengacu pada kemudahan siswa untuk mendapatkan
informasi saat mengikuti pembelajaran, sehingga dengan demikian tujuan
pembelajaran akan lebih mudah tercapai. Berdasarkan pengertian diatas dapat kita
ketahui bahwa handout termasuk media atau bahan pembelajaran cetak yang
diberikan oleh guru kepada siswa saat mengikuti pelajaran yang berguna untuk
mempermudah siswa dalam memperoleh informasi dan merupakan bahan ajar
yang praktis dan ekonomis.
41
Menurut Sanaky (2011), handout berisikan pokok-pokok pikiran utama
dari materi ajar yang disampaikan. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan
ketika membuat handout, yaitu :
1. Berisi materi-materi yang pokok saja, bukan uraian detail materi.
2. Biasanya dibuat untuk tiap bab/materi pokok/pokok bahasan.
3. Bukan dibuat untuk setiap kali pertemuan, karena handout bukan rencana
pembelajaran.
4. Dapat disajikan dalam bentuk transparansi, power point dengan LCD.
5. Meski ringkas, handout mampu memberikan informasi penting tentang bahan
ajar tersebut.
1. Identitas handout: Nama sekolah, nama mata pelajaran, pertemuan ke,
handout ke, jumlah halaman dan mulai berlakunya handout.
2. Materi pokok/materi pendukung pembelajaran yang akan disampaikan.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti akan membuat handout nonpraktik
dengan memenuhi aspek diatas kemudian mengaitkan hasil penelitian pada materi
tingkat SMA kelas X semester gasal yaitu keanekaragaman hayati.
42
2.17 Kerangka Konsep
Penyebab
Disentri Shigella dysenteriae
Menyebabka Kematian 1. Tidak Sesuai
nkan
indikasi
2. Dosis tidak
Penggunaan antimikroba
tidak tepat yang sesuai
3. Pemberian
Daun Sirih Hijau
(Piper betle L.)
Merusak dinding sel:
Senyawa Fenol: mengkikat mukosa
kavikol kulit/ jarigan sehingga
membran kering
Merusak membran Dinding sel
mengkerut/tidak terbentuk
sempurna
Membran mengalami denaturasi protein
Tidak terlindung dari
Permeabilitas membran berkurang
lingkungan
Plasmolisis
Keluarnya cairan sitoplasma bersama
bahan penting lainnya dan masuknya
bahan dari luar kedalam
Metabolisme sel terhambat
Pembentukkan energi
Kematian bakteri Shigella
dysenteriae
Pemanfaatan Sumber Belajar biologi
berupa Handout

More Related Content

Similar to jiptummpp-gdl-niniksulas-50043-3-babii.doc

73991624 pengendalian-hayati-gulma
73991624 pengendalian-hayati-gulma73991624 pengendalian-hayati-gulma
73991624 pengendalian-hayati-gulmaEfri Yadi
 
Laporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdf
Laporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdfLaporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdf
Laporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdfSheirindaAkhirusaniS
 
LAPORAN IPT PATOGEN TANAMAN
LAPORAN IPT PATOGEN TANAMANLAPORAN IPT PATOGEN TANAMAN
LAPORAN IPT PATOGEN TANAMANdilaaasf
 
Laporan Mikrobiologi - Sanitasi Lingkungan
Laporan Mikrobiologi -  Sanitasi LingkunganLaporan Mikrobiologi -  Sanitasi Lingkungan
Laporan Mikrobiologi - Sanitasi LingkunganRukmana Suharta
 
Laporan praktikum inokulasi
Laporan praktikum inokulasiLaporan praktikum inokulasi
Laporan praktikum inokulasiTidar University
 
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...Moh Masnur
 
Manfaat mikroorganisme 1
Manfaat mikroorganisme 1Manfaat mikroorganisme 1
Manfaat mikroorganisme 1Ahmad Azhari
 
Aktivitas tanaman sebagai antibakteri
Aktivitas tanaman sebagai antibakteriAktivitas tanaman sebagai antibakteri
Aktivitas tanaman sebagai antibakteriUnny Ru
 
Peranan mikroorganisme
Peranan mikroorganismePeranan mikroorganisme
Peranan mikroorganismeDendhy Nugraha
 
Tugas kultur in vitro tumbuhan
Tugas kultur in vitro tumbuhanTugas kultur in vitro tumbuhan
Tugas kultur in vitro tumbuhantochi run
 
Acara 2 PENGENALAN DAN PENGAMATAN SERANGAN HAMA
Acara 2 PENGENALAN DAN PENGAMATAN SERANGAN HAMAAcara 2 PENGENALAN DAN PENGAMATAN SERANGAN HAMA
Acara 2 PENGENALAN DAN PENGAMATAN SERANGAN HAMAAlfian Nopara Saifudin
 
Makalah ilmu penyakit tumbuhan
Makalah ilmu penyakit tumbuhanMakalah ilmu penyakit tumbuhan
Makalah ilmu penyakit tumbuhanTidar University
 
Modul 2 keanekaragaman tumbuhan
Modul 2 keanekaragaman tumbuhanModul 2 keanekaragaman tumbuhan
Modul 2 keanekaragaman tumbuhanSofyan F
 
Modul 2 keanekaragaman_tumbuhan
Modul 2 keanekaragaman_tumbuhanModul 2 keanekaragaman_tumbuhan
Modul 2 keanekaragaman_tumbuhanfiriwijarini
 

Similar to jiptummpp-gdl-niniksulas-50043-3-babii.doc (20)

Bakteri
BakteriBakteri
Bakteri
 
73991624 pengendalian-hayati-gulma
73991624 pengendalian-hayati-gulma73991624 pengendalian-hayati-gulma
73991624 pengendalian-hayati-gulma
 
Laporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdf
Laporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdfLaporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdf
Laporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdf
 
LAPORAN IPT PATOGEN TANAMAN
LAPORAN IPT PATOGEN TANAMANLAPORAN IPT PATOGEN TANAMAN
LAPORAN IPT PATOGEN TANAMAN
 
Laporan Mikrobiologi - Sanitasi Lingkungan
Laporan Mikrobiologi -  Sanitasi LingkunganLaporan Mikrobiologi -  Sanitasi Lingkungan
Laporan Mikrobiologi - Sanitasi Lingkungan
 
Laporan praktikum inokulasi
Laporan praktikum inokulasiLaporan praktikum inokulasi
Laporan praktikum inokulasi
 
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
 
Manfaat mikroorganisme 1
Manfaat mikroorganisme 1Manfaat mikroorganisme 1
Manfaat mikroorganisme 1
 
Aktivitas tanaman sebagai antibakteri
Aktivitas tanaman sebagai antibakteriAktivitas tanaman sebagai antibakteri
Aktivitas tanaman sebagai antibakteri
 
Pengamatan teh
Pengamatan tehPengamatan teh
Pengamatan teh
 
Peranan mikroorganisme
Peranan mikroorganismePeranan mikroorganisme
Peranan mikroorganisme
 
Taksonoi dan klasifikasi
Taksonoi dan klasifikasiTaksonoi dan klasifikasi
Taksonoi dan klasifikasi
 
LKPD 1,2,3 fix uts.docx
LKPD 1,2,3 fix uts.docxLKPD 1,2,3 fix uts.docx
LKPD 1,2,3 fix uts.docx
 
LKPD 1,2,3 fix uts.docx
LKPD 1,2,3 fix uts.docxLKPD 1,2,3 fix uts.docx
LKPD 1,2,3 fix uts.docx
 
Judul praktikum
Judul praktikumJudul praktikum
Judul praktikum
 
Tugas kultur in vitro tumbuhan
Tugas kultur in vitro tumbuhanTugas kultur in vitro tumbuhan
Tugas kultur in vitro tumbuhan
 
Acara 2 PENGENALAN DAN PENGAMATAN SERANGAN HAMA
Acara 2 PENGENALAN DAN PENGAMATAN SERANGAN HAMAAcara 2 PENGENALAN DAN PENGAMATAN SERANGAN HAMA
Acara 2 PENGENALAN DAN PENGAMATAN SERANGAN HAMA
 
Makalah ilmu penyakit tumbuhan
Makalah ilmu penyakit tumbuhanMakalah ilmu penyakit tumbuhan
Makalah ilmu penyakit tumbuhan
 
Modul 2 keanekaragaman tumbuhan
Modul 2 keanekaragaman tumbuhanModul 2 keanekaragaman tumbuhan
Modul 2 keanekaragaman tumbuhan
 
Modul 2 keanekaragaman_tumbuhan
Modul 2 keanekaragaman_tumbuhanModul 2 keanekaragaman_tumbuhan
Modul 2 keanekaragaman_tumbuhan
 

More from AgathaHaselvin

PORIFERA-PORIFERA-PORIFERA-PORIFERA.pptx
PORIFERA-PORIFERA-PORIFERA-PORIFERA.pptxPORIFERA-PORIFERA-PORIFERA-PORIFERA.pptx
PORIFERA-PORIFERA-PORIFERA-PORIFERA.pptxAgathaHaselvin
 
Phylum_Ctenophora-Phylum_Ctenophora.pptx
Phylum_Ctenophora-Phylum_Ctenophora.pptxPhylum_Ctenophora-Phylum_Ctenophora.pptx
Phylum_Ctenophora-Phylum_Ctenophora.pptxAgathaHaselvin
 
Sel_sebagai_dasar_kehidupan-SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN.pptx
Sel_sebagai_dasar_kehidupan-SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN.pptxSel_sebagai_dasar_kehidupan-SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN.pptx
Sel_sebagai_dasar_kehidupan-SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN.pptxAgathaHaselvin
 
Genetika-pendahuluan-1-Genetika-pendahuluan-1.ppsx
Genetika-pendahuluan-1-Genetika-pendahuluan-1.ppsxGenetika-pendahuluan-1-Genetika-pendahuluan-1.ppsx
Genetika-pendahuluan-1-Genetika-pendahuluan-1.ppsxAgathaHaselvin
 
PPT.genetika-PPT.genetika-PPT.genetika.pptx
PPT.genetika-PPT.genetika-PPT.genetika.pptxPPT.genetika-PPT.genetika-PPT.genetika.pptx
PPT.genetika-PPT.genetika-PPT.genetika.pptxAgathaHaselvin
 
SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN-SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN_n.pptx
SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN-SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN_n.pptxSEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN-SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN_n.pptx
SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN-SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN_n.pptxAgathaHaselvin
 
Sejarah_Perkembangan_Mikroba-Sejarah_Perkembangan_Mikroba.pptx
Sejarah_Perkembangan_Mikroba-Sejarah_Perkembangan_Mikroba.pptxSejarah_Perkembangan_Mikroba-Sejarah_Perkembangan_Mikroba.pptx
Sejarah_Perkembangan_Mikroba-Sejarah_Perkembangan_Mikroba.pptxAgathaHaselvin
 
REGENERASI-REGENERASI-REGENERASI-REGENERASI.pptx
REGENERASI-REGENERASI-REGENERASI-REGENERASI.pptxREGENERASI-REGENERASI-REGENERASI-REGENERASI.pptx
REGENERASI-REGENERASI-REGENERASI-REGENERASI.pptxAgathaHaselvin
 
RESPIRASI-RESPIRASI-RESPIRASI-RESPIRASI.pptx
RESPIRASI-RESPIRASI-RESPIRASI-RESPIRASI.pptxRESPIRASI-RESPIRASI-RESPIRASI-RESPIRASI.pptx
RESPIRASI-RESPIRASI-RESPIRASI-RESPIRASI.pptxAgathaHaselvin
 
TANAH_KLP_5-TANAH_KLP_5-TANAH_KLP_5.pptx
TANAH_KLP_5-TANAH_KLP_5-TANAH_KLP_5.pptxTANAH_KLP_5-TANAH_KLP_5-TANAH_KLP_5.pptx
TANAH_KLP_5-TANAH_KLP_5-TANAH_KLP_5.pptxAgathaHaselvin
 
PLANT_PHYSIOLOGY-WPS_Office-PLANT_PHYSIOLOGY.pptx
PLANT_PHYSIOLOGY-WPS_Office-PLANT_PHYSIOLOGY.pptxPLANT_PHYSIOLOGY-WPS_Office-PLANT_PHYSIOLOGY.pptx
PLANT_PHYSIOLOGY-WPS_Office-PLANT_PHYSIOLOGY.pptxAgathaHaselvin
 
THERMOREGULASI-THERMOREGULASI-THERMOREGULASI.pptx
THERMOREGULASI-THERMOREGULASI-THERMOREGULASI.pptxTHERMOREGULASI-THERMOREGULASI-THERMOREGULASI.pptx
THERMOREGULASI-THERMOREGULASI-THERMOREGULASI.pptxAgathaHaselvin
 
PPT_MIKMED_KLP_4-TERAPI_PENYAKIT_INFEKSI.pptx
PPT_MIKMED_KLP_4-TERAPI_PENYAKIT_INFEKSI.pptxPPT_MIKMED_KLP_4-TERAPI_PENYAKIT_INFEKSI.pptx
PPT_MIKMED_KLP_4-TERAPI_PENYAKIT_INFEKSI.pptxAgathaHaselvin
 
Presentation2-FUNGSI_MINERAL_BAGI_TUMBUHAN.pptx
Presentation2-FUNGSI_MINERAL_BAGI_TUMBUHAN.pptxPresentation2-FUNGSI_MINERAL_BAGI_TUMBUHAN.pptx
Presentation2-FUNGSI_MINERAL_BAGI_TUMBUHAN.pptxAgathaHaselvin
 
kendala_pelaksanaan_lingkungan_hidup.pptx
kendala_pelaksanaan_lingkungan_hidup.pptxkendala_pelaksanaan_lingkungan_hidup.pptx
kendala_pelaksanaan_lingkungan_hidup.pptxAgathaHaselvin
 
Bentuk_Pendidikan_Lingkungan_Hidup-.pptx
Bentuk_Pendidikan_Lingkungan_Hidup-.pptxBentuk_Pendidikan_Lingkungan_Hidup-.pptx
Bentuk_Pendidikan_Lingkungan_Hidup-.pptxAgathaHaselvin
 
ppt_antum_klp_2-SEL_TUMBUHAN-ppt_antum_klp_2-SEL_TUMBUHAN.ppt
ppt_antum_klp_2-SEL_TUMBUHAN-ppt_antum_klp_2-SEL_TUMBUHAN.pptppt_antum_klp_2-SEL_TUMBUHAN-ppt_antum_klp_2-SEL_TUMBUHAN.ppt
ppt_antum_klp_2-SEL_TUMBUHAN-ppt_antum_klp_2-SEL_TUMBUHAN.pptAgathaHaselvin
 
Populasi_dan_Sampel-Populasi_dan_Sampel.ppt
Populasi_dan_Sampel-Populasi_dan_Sampel.pptPopulasi_dan_Sampel-Populasi_dan_Sampel.ppt
Populasi_dan_Sampel-Populasi_dan_Sampel.pptAgathaHaselvin
 
POPULASI_DAN_SAMPEL_(2)-POPULASI_DAN_SAMPEL_(2).ppt
POPULASI_DAN_SAMPEL_(2)-POPULASI_DAN_SAMPEL_(2).pptPOPULASI_DAN_SAMPEL_(2)-POPULASI_DAN_SAMPEL_(2).ppt
POPULASI_DAN_SAMPEL_(2)-POPULASI_DAN_SAMPEL_(2).pptAgathaHaselvin
 
PlantTaxonomy-NP-301-PlantTaxonomy--.ppt
PlantTaxonomy-NP-301-PlantTaxonomy--.pptPlantTaxonomy-NP-301-PlantTaxonomy--.ppt
PlantTaxonomy-NP-301-PlantTaxonomy--.pptAgathaHaselvin
 

More from AgathaHaselvin (20)

PORIFERA-PORIFERA-PORIFERA-PORIFERA.pptx
PORIFERA-PORIFERA-PORIFERA-PORIFERA.pptxPORIFERA-PORIFERA-PORIFERA-PORIFERA.pptx
PORIFERA-PORIFERA-PORIFERA-PORIFERA.pptx
 
Phylum_Ctenophora-Phylum_Ctenophora.pptx
Phylum_Ctenophora-Phylum_Ctenophora.pptxPhylum_Ctenophora-Phylum_Ctenophora.pptx
Phylum_Ctenophora-Phylum_Ctenophora.pptx
 
Sel_sebagai_dasar_kehidupan-SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN.pptx
Sel_sebagai_dasar_kehidupan-SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN.pptxSel_sebagai_dasar_kehidupan-SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN.pptx
Sel_sebagai_dasar_kehidupan-SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN.pptx
 
Genetika-pendahuluan-1-Genetika-pendahuluan-1.ppsx
Genetika-pendahuluan-1-Genetika-pendahuluan-1.ppsxGenetika-pendahuluan-1-Genetika-pendahuluan-1.ppsx
Genetika-pendahuluan-1-Genetika-pendahuluan-1.ppsx
 
PPT.genetika-PPT.genetika-PPT.genetika.pptx
PPT.genetika-PPT.genetika-PPT.genetika.pptxPPT.genetika-PPT.genetika-PPT.genetika.pptx
PPT.genetika-PPT.genetika-PPT.genetika.pptx
 
SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN-SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN_n.pptx
SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN-SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN_n.pptxSEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN-SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN_n.pptx
SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN-SEL_SEBAGAI_DASAR_KEHIDUPAN_n.pptx
 
Sejarah_Perkembangan_Mikroba-Sejarah_Perkembangan_Mikroba.pptx
Sejarah_Perkembangan_Mikroba-Sejarah_Perkembangan_Mikroba.pptxSejarah_Perkembangan_Mikroba-Sejarah_Perkembangan_Mikroba.pptx
Sejarah_Perkembangan_Mikroba-Sejarah_Perkembangan_Mikroba.pptx
 
REGENERASI-REGENERASI-REGENERASI-REGENERASI.pptx
REGENERASI-REGENERASI-REGENERASI-REGENERASI.pptxREGENERASI-REGENERASI-REGENERASI-REGENERASI.pptx
REGENERASI-REGENERASI-REGENERASI-REGENERASI.pptx
 
RESPIRASI-RESPIRASI-RESPIRASI-RESPIRASI.pptx
RESPIRASI-RESPIRASI-RESPIRASI-RESPIRASI.pptxRESPIRASI-RESPIRASI-RESPIRASI-RESPIRASI.pptx
RESPIRASI-RESPIRASI-RESPIRASI-RESPIRASI.pptx
 
TANAH_KLP_5-TANAH_KLP_5-TANAH_KLP_5.pptx
TANAH_KLP_5-TANAH_KLP_5-TANAH_KLP_5.pptxTANAH_KLP_5-TANAH_KLP_5-TANAH_KLP_5.pptx
TANAH_KLP_5-TANAH_KLP_5-TANAH_KLP_5.pptx
 
PLANT_PHYSIOLOGY-WPS_Office-PLANT_PHYSIOLOGY.pptx
PLANT_PHYSIOLOGY-WPS_Office-PLANT_PHYSIOLOGY.pptxPLANT_PHYSIOLOGY-WPS_Office-PLANT_PHYSIOLOGY.pptx
PLANT_PHYSIOLOGY-WPS_Office-PLANT_PHYSIOLOGY.pptx
 
THERMOREGULASI-THERMOREGULASI-THERMOREGULASI.pptx
THERMOREGULASI-THERMOREGULASI-THERMOREGULASI.pptxTHERMOREGULASI-THERMOREGULASI-THERMOREGULASI.pptx
THERMOREGULASI-THERMOREGULASI-THERMOREGULASI.pptx
 
PPT_MIKMED_KLP_4-TERAPI_PENYAKIT_INFEKSI.pptx
PPT_MIKMED_KLP_4-TERAPI_PENYAKIT_INFEKSI.pptxPPT_MIKMED_KLP_4-TERAPI_PENYAKIT_INFEKSI.pptx
PPT_MIKMED_KLP_4-TERAPI_PENYAKIT_INFEKSI.pptx
 
Presentation2-FUNGSI_MINERAL_BAGI_TUMBUHAN.pptx
Presentation2-FUNGSI_MINERAL_BAGI_TUMBUHAN.pptxPresentation2-FUNGSI_MINERAL_BAGI_TUMBUHAN.pptx
Presentation2-FUNGSI_MINERAL_BAGI_TUMBUHAN.pptx
 
kendala_pelaksanaan_lingkungan_hidup.pptx
kendala_pelaksanaan_lingkungan_hidup.pptxkendala_pelaksanaan_lingkungan_hidup.pptx
kendala_pelaksanaan_lingkungan_hidup.pptx
 
Bentuk_Pendidikan_Lingkungan_Hidup-.pptx
Bentuk_Pendidikan_Lingkungan_Hidup-.pptxBentuk_Pendidikan_Lingkungan_Hidup-.pptx
Bentuk_Pendidikan_Lingkungan_Hidup-.pptx
 
ppt_antum_klp_2-SEL_TUMBUHAN-ppt_antum_klp_2-SEL_TUMBUHAN.ppt
ppt_antum_klp_2-SEL_TUMBUHAN-ppt_antum_klp_2-SEL_TUMBUHAN.pptppt_antum_klp_2-SEL_TUMBUHAN-ppt_antum_klp_2-SEL_TUMBUHAN.ppt
ppt_antum_klp_2-SEL_TUMBUHAN-ppt_antum_klp_2-SEL_TUMBUHAN.ppt
 
Populasi_dan_Sampel-Populasi_dan_Sampel.ppt
Populasi_dan_Sampel-Populasi_dan_Sampel.pptPopulasi_dan_Sampel-Populasi_dan_Sampel.ppt
Populasi_dan_Sampel-Populasi_dan_Sampel.ppt
 
POPULASI_DAN_SAMPEL_(2)-POPULASI_DAN_SAMPEL_(2).ppt
POPULASI_DAN_SAMPEL_(2)-POPULASI_DAN_SAMPEL_(2).pptPOPULASI_DAN_SAMPEL_(2)-POPULASI_DAN_SAMPEL_(2).ppt
POPULASI_DAN_SAMPEL_(2)-POPULASI_DAN_SAMPEL_(2).ppt
 
PlantTaxonomy-NP-301-PlantTaxonomy--.ppt
PlantTaxonomy-NP-301-PlantTaxonomy--.pptPlantTaxonomy-NP-301-PlantTaxonomy--.ppt
PlantTaxonomy-NP-301-PlantTaxonomy--.ppt
 

jiptummpp-gdl-niniksulas-50043-3-babii.doc

  • 1. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirih Hijau (Piper betle L.) 2.1.1 Klasifikasi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Menurut Tjitrosoepomo (1988) kedudukan tanaman sirih dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikaiskan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dikotiledonaea Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper Spesies : Piper betle L. 2.1.2 Nama latin (Nama Daerah) Ranub (aceh), sereh (Gayo), Belo Batak (karo), Burangir (Mandailing), Cabai (Mentawai), Sirih (Palembang, Minangkabau), Seureuh (Sunda), Sere (Madura), Uwit (Dayak), Nahi (Bima), Malu (Solor), Mokeh (Alor), Mota (Flores), Bido (Bacan) (Dep. Kes, 1989). 2.1.3 Syarat tumbuh tanaman sirih hijau (Piper betle L.) Syarat tumbuh tanaman sirih hijau (Piper betle L.) pada dasarnya hidup subur dengan ditanam di atas tanah gembur yang tidak terlalu lembab dan memerlukan cuaca tropika dengan air yang mencukupi. Tanaman sirih hijau menyukai tempat yang terbuka atau sedikit terlindung, tumbuh merambat dan 10
  • 2. 11 dapat diperbanyak dengan setek batang yang sudah agak tua yang terdiri dari 4-6 ruas (Ni’mah, 2012). 2.1.4 Morfologi Sirih Hijau (Piper betle L.) Sirih hijau (Piper betle L.) termasuk jenis tumbuhan perdu merambat dan bersandarkan pada batang pohon lain, batang berkayu, berbuku-buku, beralur, warna hijau keabu-abuan, daun tunggal, bulat panjang, warna hijau, perbungaan bulir, warna kekuningan, buah buni, bulat, warna hijau keabu-abuan (Damayanti dkk, 2006). Tanaman ini panjangnya mampu mencapai puluhan meter. Bentuk daunnya pipih menyerupai jantung, tangkainya agak panjang, tepi daun rata, ujung daun meruncing, pangkal daun berlekuk, tulang daun menyirip, dan daging daun tipis. Permukaan daun warna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau tembelek atau hijau agak kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berbuku-buku. Daun sirih yang subur berukuran lebar antara 8-12 cm dan panjangya 10-15 cm (Damayanti dkk, 2006). Gambar 2.1 Morfologi Daun Sirih (Doc. Pribadi 2017)
  • 3. 12 2.1.5 Efek Farmakologi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Daun sirih hijau dapat digunakan sebagai antibekteri karena mengandung 4,2% minyak atsiri yang sebagian besar terdiri dari betephenol, caryophyllen (sisquiterpene), kavikol, kavibetol, estragol, dan terpen (Hermawan dkk, 2007). Komponen utama minyak atsiri terdiri dari fenol dan senyawa turunannya. Salah satu senyawa turunan itu adalah kavikol yang memiliki daya bakterisida lima kali lebih kuat dibandingkan fenol. Daya antibakteri minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle L.) disebabkan adanya senyawa kavikol yang dapat mendenaturasi protein sel bakteri. Flavonoid selain berfungsi sebagai antibakteri dan mengandung kavikol dan kavibetol yang merupakan turunan dari fenol yang mempunyai daya antibektri lima kali lipat dari fenol biasa terhadap Staphylococcus aureus. Estragol mempunyai sifat antibakteri, terutama terhadap Shigella sp. Monoterpana dan seskuiterpana memiliki sifat sebagai antiseptik, anti peradangan dan antianalgenik yang dapat membantu penyembuhan luka (Zahra dan Iskandar, 2007). 2.2 Pengolahan obat herbal 2.2.1 Rebusan Merebus tanaman merupakan cara yang sangat mudah dan sudah lazim dilakukan di masyarakat. Tujuan merebus tanaman obat adalah untuk memindahkan zat-zat berkhasiat yang ada pada tanaman ke dalam larutan air, kemudian diminum untuk pengobatan. Proses merebus obat herbal juga perlu mendapat perhatian khusus. Hal ini dikarenakan faktor merebus juga dapat
  • 4. 13 mempengaruhi kualitas obat herbal yang dihasilkan. Faktor yang dapat mempengaruhi kualitas obat herbal dalam proses perebusan tersebut di antaranya: 1). Jika bahan dan alat yang digunakan unutk merebus tidak sesuai dengan standart yang telah ditentukkan maka hasil rebusan obat herbal tersebut justru dikhawatirkan tidak higienis, kemungkinan justru tercampur dengan obat kimia lain yang berasal dari alat dan bahan sewaktu merebus. Contohnya, jika merebus menggunakan panci dari besi atau alumunium maka hampir dapat dipastikan rebusan tersebut telah terkontaminasi dengan bahan logam atau zat besi (Fe) dan alumunium (Al) yang bersumber dari alat tersebut. Dengan demikian, kualitas hasil rebusan obat herbal tersebut menjadi menurun. Oleh karena itu, dianjurkan menggunakan wadah dari stainless stell (Sundari dkk, 2015). 2). Alat yang diguankan untuk memanaskan (kompor), adalah alat yang mudah diatur volumenya. Maksudnya agar sewaktu proses perebusan berlagsung temperatur panas dapat diatur sesuai kebutuhan. Cara merebus yang di anjurkan adalah jika rebusan bahan obat telah mendidih biarkan selama 5-10 menit, kemudian api dikecilkan sampai kurang lebih dari 15 menit hingga rebusan tersisa sesuai kebutuhan. Setelah itu, disaring, didinginkan dan kemudian siap dikonsumsi (Sundari dkk, 2015). 2.3 Tinjauan Umum tentang Disentri 2.3.1 Definisi Disentri Disentri adalah infeksi akut yang mengakibatkan radang pada kolon, disebabkan kuman genus Shigella yang ditandai gejala diare, adanya lendir dan darah dalam tinja serta nyeri perut dan teresmus. Disentri basiler adalah infeksi
  • 5. 14 usus besar oleh bakteri patogen genus Shigella. Infeksi hanya menimbulkan kelainan setempat yaitu di dalam usus dan tidak menyebar kebagian tubuh lainnya. Penyakit ditandai dengan koitis dengan demam dan diare berdarah yang berat (Widyasanti dkk, 2016). 2.3.2 Penyebab Disentri Shigella dysenteriae merupakan penyebab penyakit yang paling ganas dan menimbulkan epidemi hebat didaerah tropis dan sub tropis. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya membentuk endotoksin dan eksotoksin. Toksin ini memiliki efek multipel yaitu neurotroksin, enterotoksin (Puspitasari dan Mukono, 2013). 2.3.3 Patologi Disentri Shigella dysenteriae masuk melalui mulut dan dengan cepat mencapai usus, di dalam usus besar mereka memperbanyak diri dengan cepat. Toksin yang dikeluarkannya akan menimbulkan mikosa usus pada spesies yang ganas bahkan akan menimbulkan ulserasi mukosa (Widyasanti dkk, 2016). 2.3.4 Gejala Klinik Penderita diare pada umumnya mendadak akan mengalami panas badan sampai 42o C dan mengeluh gangguan perut, kadang-kadang mual dan muntah, beberapa jam akan terjadi diare yang dapat mencapai 20 kali dalam waktu 24 jam, mula-mula tinja berbentuk sedikit air dan lendir, kemudian pada keadaan lanjut hanya terdiri dari lendir berdarah yang mengandung eskudat seluler dan banyak kuman, nyeri perut juga akan semakin hebat (Puspitasari dan Mukono, 2013).
  • 6. 15 2.3.5 Diagnosis Dasar untuk menentukan diagnosis disentri basiler adalah dengan memperhatikan gejala klinik dan pemeriksaan mikroskopis atas tinja. Biakan tinja sebaiknya berasal dari hapusan rektum akan dapat menentukan dengan pasti kuman penyebab penyakit. Pada infeksi akut, pemeriksaan proktoskopis menunjukan radang mukosa usus membengkak dan sebagian besar menutup eksudat, ulkus-ulkus dapat pula dijumpai. Infeksi kronis, terlihat parur pada kolon, proses ulserasi tidak aktif (Puspitasari dan Mukono, 2013). 2.3.6 Epidiomologi Disentri basiler banyak terdapat di seluruh dunia, terutama dinegara berkembang dengan keseluruhan lingkungan yang kurang dan penghuni yang padat. Disentri mudah menyebar pada kondisi lingkungan yang jelek. Kematian terutama pada anak dibawah umur 5 tahun. Penularan lewat oral melalui makanan dan minuman yang tercemar, sebagai vektor adalah serangga terutama lalat. Genus shigella mampu menginvasi sel epithel usus, menyebabkan infeksi dan penyakit meskipun inokulumnya kecil (Puspitasari dan Mukono, 2013). 2.3.7 Pencegahan Pencegahan yang dapat dilakukan meliputi penjagaan hygiene dan sanitasi lingkungan, perlu mencuci tangan sebelum makan, persediaan air minum tidak boleh terkontaminasi, pemakaian jamban yang baik, menjaga pembuatan makanan dan penyimpanannya, sejauh ini belum ada vaksin yang efektif (Bangkele dkk, 2015).
  • 7. 16 2.4 Bakteri Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari organisme (makhluk) kecil yang tidak dapat dilihat secara kasat mata. Organisme kecil itu disebut bakteri. Jadi, bakteri merupakan organisme kecil yang tidak dapat terlihat dengan kasat mata. Struktur bakteri yaitu tidak dapat melihat jasad yang ukurannya kurang dari 0,1 mm. Ukuran bakteri biasanya dinyatakan dalam mikron (µ), 1 mikron adalah 0,001 mm (Nursyirwani dan Amolle, 2007). Peran Bakteri dalam lingkungan hidup pada saat ini yang telah dikembangkan antara lain adalah sebagai jasad yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi lingkungan. Peranan mikroorganisme dalam lingkungan hidup yaitu sebagai daur ulang elemen vital, penanganan limbah, bioremediasi, kontrol hama tanaman, industry dan pertambangan, pangan, biotekhnologi modern dan rekayasa genetik, serta farmasi dan kesehatan. (Nursyirwani dan Amolle, 2007). 2.5 Bakteri Shigella dysenteriae 2.5.1 Klasiifikasi Shigella dysenteriae Menurut (Jawetz, 2001), klasifikasi dari bakteri Shigella dysenteriae adalah termasuk dalam Kingdom : Prokaryotae Divisi : Graciliccetus Kelas : Scotobacteria Ordo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Shigella Spesies : Shigella dysenteriae
  • 8. 17 Gambar 2.2 Shigella dysenteriae ( Stearns, 2004) Menurut Waluyo (2004), dijelaskan bahwa bakteri Shigella dysenteriae mempunyai klasifikasi sebagai berikut: Kingdom Kategori Nama Kategori Grup Nama Grup Sub grup Famili Genus Spesies : Protista : Kategori Besar 1 : Eubacteria Gram Negative dengan Dinding Sel : 5 : Bakteri batang gram negative fakultatif an-aerob : 1 : Enterobacteriaceae : Shigella : Shigella dysenteriae Distribusi di seluruh dunia 5-15% dari semua kasus diare dapat dihubungkan dengan shigella sp. Infeksi dimana dua-pertiga dari semua kasus dan kematian terjadi pada anak-anak dibawah 5 tahun. Shigella Flexneri yang paling umum dinegara-negara berkembang dimana ada kebersihan yang buruk dan air minum bersih yang terbatas, namun wabah biasanya disebebkan oleh Shigella dysenteriae. S. Sonnei adalah yang paling umum dinegara maju. Infeksi yang paling umum terjadi selama musim hujan didaerah tropis. Kelompok resiko tinggi termasuk anak-anak dan pria homoseksual (Novianti, 2015).
  • 9. 18 2.5.2 Morfologi dan Struktur Shigella dysenteriae Shigella berasal dari famili Enterobacteriaceae, yang merupakan bakteri gram negatif yang bersifat patogen berbentuk batang, non-motil dan tidak berkapsul, shigella termasuk bakteri fakultatif anaerob yang tidak memfermentasi laktosa, atau memfermentasi laktosa secara perlahan-lahan, dapat menghasilkan cytotox in kuat dikenal sebagai Shigatoxin. Gambar 2.3 Morfologi Shigella dysenteriae (Baer, 1999) Bagian-bagian dari struktur bakteri Shigella dysenteriae dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Dinding sel Dinding sel Shigella dysenteriae mempunyai lapisan membran luar yang meliputi peptidoglikan. Kehadiran membran ini menyebabkan dinding sel kaya akan lipid 11-22%. Lapisan membran luar (outer wall layer) mempunyai struktur sebagian unit membran yang terdiri dari fosfolipid, membran plasma, polisakarida dan protein. Lipid dan polisakarida berhubungan erat dan membentuk struktur khas yang dinamakan
  • 10. 19 lipopolisakarida LPS. Lapisan luar bersifat impermeabel terhadap molekul besar, namun dapat melarutkan molekul kecil seperti oligosakarida, monosakarida dan asam amino. Hal ini disebabkan oleh protein yang disebut porin, setiap molekul didapatkan porin yang khusus, porin berfungsi sebagai reseptor bakteriofag dan bakteriosin (Waluyo, 2004). b. Membran Sel Membran sel atau membran sitoplasma merupakan struktur yang tipis yang meliputi sel. Struktur ini terdiri dari fosfolipida (20-30%) dan protein (60- 70%). Fosfolipida ini merupakan struktur dasar dari membran sel. Fosfolipida terdiri dari bagian yang bersifat hidrofobik dan hidrofilik yang berdekatan sehingga membentuk dua lapis. Embran sel merupakan pembatas antara sitoplasma dan lingkungan luar. Fungsi utama membran sitoplasma adalah permeabilitas selektif dan transfer bahan pelarut, transfer dekston dan fosforilsi oksidatif, eksresi eksoenzim hidrolitik, menghasilkan reseptor dan protein lain, menghasilkan enzim serta membawa molekul yang berfungsi dalam biosentesa DNA, polimer dinding sel dan lipid membran. Membran sitoplasma dalam keadaan 50% cair, untuk membantu agar sel bakteri dapat tumbuh normal dan selain itu apabila terjadi kerusakan pada struktur ini, maka akan terjadi gangguan pada keutuhan sel sehingga mengakibatkan kematian (Jawetz, 2001). Komponen membran yang lain adalah Ca2+, dimana tanpa ion ini membran akan kehilangan kemampuannya untuk mengangkut bahan-bahan terlarut ke dalam sitoplasma atau organel-organel sel tanpa ion ini membran akan bocor dimana bahan-bahan yang sudah di
  • 11. 20 angkut ke dalam sitoplasma atau organel akan merembes keluar. Fungsi kalsium pada membran ini adalah mengikat bagian hidrofilik fosfolopida satu sama lain dengan gugusan dari molekul protein pada permukaan. Pada gambar membrane sel bakteri Shigella dysenteriae (gambar 2.3) terlihat bahwa molekul-molekul protein seolah menempel atau menyisip pada 2 lapisan lipida penyusun utama mebrane, beberapa protein atau bagian molekul yang bersifat hidrofilik akan menyusup ke bagian internal membrane. Molekul protein yang menembus ke lapisan dalam lipid pada semua membrane bagian lipid yang bersifat hidrofilik akan melekat pada molekul-molekul air dan berada pada permukaan kedua sisi membrane, sedangkan bagian asam lemak akan terdorong kebagian internal membran. Asam-asam lemak pada bagian internal akan saling tarik menarik. Hal ini menyebabkan membran tersusun dari 2 lapisan lipid (Stearns, 2001). Fungsi membrane pada dasarnya adalah mengatur lalu lintas molekul air dan ion atau sneyawa-senyawa yang terlarut dalam iar untuk keluar masuk sel atau organel-organel sel (Jawetz, 2001). c. Ribosom Ribosom merupakan badan yang mengandung asam ribonukleat dan mengatur sintesis protein. Ribosom terdiri dari RNA (60%) dan protein (40%). Ribosom mempunyai ukuran tertentu dan dinyatakan dalam unit sedimentasi konstan (kecepatan suatu zat melalui cairan jika disentrifugasi secara cepat). Unit sedimentasi adalah (S) prokariot mempunyai ribosom berukuran 70S,
  • 12. 21 makin cepat ribosom disedimentasi berarti makin besar molekulnya (Jawetz, 2001). d. Mesosom Bakteri gram negatif inolasi pada daerah DNA, pembelahan sel atau pembentukan spora. Proses ini dikaitkan dengan pembentukkan septum sewaktu pembelahan sel, dikatakan pula bahwa mesosom adalah mebrane sitoplasma, dengan cara melipat kearah dalam atau invasi ke dalam sitoplasma, di duga bahwa mesosom erfungsi dalam sintesis dinding sel dan pembelahan nukleus. Adapun fungsi dari mesosom adalah sebagai berikut: respirasi dan penggertakan energi, pengaturan sel, tempat pencantelan nukleus sewaktu replikasi, pengambilan DNA sewaktu proses transformasi (Jawetz, 2001). e. Sitoplasma Dinding sel bagian bawah terletak suatu lembaran tipis yang disebut membran sitoplasma. Membran ini sangat penting karena mengendalikan transpor substansi kimiawi untuk memudahkan ion-ion mineral, gula asam-asam amino, elektron serta metabolik-metabolik lain melintasi membran (Jawetz, 2001). f. Daerah Nuklues (Inti) Bahan nukleus atau DNA didalam sel bakteri menempati posisi dekat pusat sel dan terikat pada sistem mesosom membran sitoplasma. Bahan ini merupakan seluruh alat genetik atau genom bakteri dan terdiri dari kromosom tunggal dan bundar tempat semua gen berpautan. Bahan nukleus bakteri ini
  • 13. 22 disebut tubuh kromatin, nuleotida, atau kromosom bakteri (Pelczar dan Chan, 1998). 2.6 Pembenihan dan Reaksi Biokimia Shigella dysenteriae Shigella membentuk koloni yang tidak meragikan laktosa atau meragikan laktose secara lambat (18-24 jam), apabila ditumbuhakn pada medium diferensial yang biasa digunakan untuk isolasi bakteri enteric. Semua spesies nonmetil tidak memproduksi gas dari glukosa. Faktor-faktor ini yang membedakan genus Shigella dari Salmonella. Kebalikan dari E. coli,Shigella tidak memproduksi lisin dekarboksilase dan tidak menggunakan asetat sebagai sumber karbon (Novianti, 2015). 2.7 Daya Tahan Shigella dysenteriae Shigella kurang tahan terhadap agens fisis dan kimia dibandingkan bakteri enterik yang lain dan disinfektan pada umumnya dapat membunuh mikroorganisme ini pada konsentrasi yang lazim digunakan. Konsentrasi asam yang tinggi akan menganggu pertumuhan bakteri ini, sehingga diperlukan media yang dapat dengan baik untuk transport bahan pemeriksaan dan untuk menumbuhkan mikroorganisme. Shigella dapat beradaptasi dengan suhu rendah jika kelembabannya cukup, dan dapat hidup lebih dari 6 bulan dalam air pada suhu kamar. 2.8 Patogenesis dan Patologi Shigella menyebar melalui oral-fecal route, dan transmisi biasanya melalui salah satu dari tiga mekanisme yaitu: konsumsi makanan yang terkontaminasi (dicuci dengan air yang terkontaminasi, kebersihan yang buruk, umumnya dalam
  • 14. 23 sayuran mentah, ayam, dan kerang serta air minum yang tercemar, kemudian menular melalui kontak hubungan seksual melalui anal. Shigella dapat menyebabkan penyakit dengan cara menginvasi dan mereplikasi dilapisan sel kolon, awalnya menempel dan menginvasi sel. Infeksi mungkin ringan dan tanpa gejala, tetapi paling sering ditandai dengan infeksi usus akut pada pencernaan, menyebabkan diare berair ringan sampai berat atau shigellosis, ditandai dengan mual parah, perut kram dan muntah, demam, tenesmus, anoreksia dan tinja mengandung darah dan lendir (Puspitasari dan Mukono, 2013). 2.8.1 Sumber Infeksi Sumber infeksi pada bakteri Shigella dysenteriae disebarkan dari manusia ke manusia melalui oral-fecal route, yang mempakan reservoir adalah karir yang mengeluarkan mikroorganisme ini melalui tinjanya. Stadium karir ini berakhir 1-4 minggu setelah sakit dari karier, organisme disebarkan oleh lalat, jari-jari tangan, makanan, air, susu, dan tinja. Disentri basiler yang disebabkan oleh bakteri Shigella dysenteriae dapat ditularkan melalui makanan, jari, tinja, dan lalat dari orang ke orang, karena manusia adalah inang utama yang diketahui dari Shigella yang patogen. Usaha pengedalian harus diarahkan pada pembersihan bak dari sumbernya dengan cara: (1) Pengendalian sanitasi air, makanan, pembuangan sampah dan pengendalian lalat. (2) Isolasi penderita dan disinfektan ekskreta, (3) Penemuan kasus-kasus sub klinik dan pembawa bakteri, khususnya pada para pengurus makanan (Jawetz, 2001).
  • 15. 24 2.8.2 Toksin Shigella dysenteriae memproduksi eksotoksin yang disebut shigella toksin, toksin ini mempunyai 1 Sub-unit A dan 5 Sub-Unit B. Sub-unit B berikatan pada glikolipid (GB3) pada sel host dan memfasilitasi sub-unit A untuk masuk ke dalam sel. Manifestasi primer dari aktivitas toksik adalah dengan rusaknya epitel intestinal dan pada beberapa kecil pasien Shigella toxin dapat memediasi kerusakkan dari sel endotelial glomerular pada pasien gagal ginjal (Bangkele dkk, 2015). 2.9 Pembelahan, Perkembangan dan Pertumbuhan Bakteri Reproduksi bakteri pada perkembangbiaknnya yaitu secara aseksual dan seksual, namun, yang paling banyak terjadi yaitu aseksual atau disebut sebagai pembelahan biner. Menurut Waluyo (2007), pembelahan biner yaitu satu sel induk membelah menjadi 2 sel anak, dan begitu seterusnya. Selain pembelahan biner, ada juga yang disebut pemelahan ganda (multiple fission), dan perkuncupan (budding). Reproduksi bakteri terjadi secara pembelahan biner. Perbanyakan sel ini ditentukkan oleh waktu regenerasi. Menurut Waluyo (2007), pembelahan biner terjadi pada bakteri yaitu pembelahan biner melintang. Pembelahan biner melintang yaitu suatu proses reproduksi aseksual setelah pembentukkan sel melintang maka satu sel tunggal membelah menjadi 2 sel anak. Perkembangbiakan secara seksual umumnya terjadi pada jamur dan mikroalga, serta secara terbatas terjadi pada beberapa bakteri yaitu secara Oogami (sel betina lebih besar daripada sel jantan), dan Isogami (sel jantan dan sel betina memiliki bentuk yang sama).
  • 16. 25 Pertumbuhan merupakan pertambahan komponen suatu sel hidup. Umur sel jasad renik ditentukan segera setelah proses pembelahan sel selesai, sedangkan kultur ditentukkan waktu atau lama inkubasi. Ukuran sel tergantung dari keceptan pertumbuhannya, semakin baik zat nutrisi di dalam subtrat tempat tumbuhnya, mengakibatkan pertumbuhan sel semakin cepat dan ukuran sel semakin besar. Perkembangan bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendukung dalam pertumbuhan bakteri dengan ketersediaanya nutrien yang baik, air, suhu, pH, oksigen, dan potensial oksidasi reduksi, adanya zat-zat penghambat, dan adanya jasad renik yang lain. Adapun faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Bakteri dapat tumbuh dengan baik apabila sumber zat yang diperlukan tercukupi. Tumbuh kembang bakteri salah satunya dipengaruhi oleh nutrisi yang dapat memberikan asupan pendukung untuk tumbuh. Menurut Waluyo (2010), pada peralatan makanan memiliki berbagai macam pertumbuhan bakteri, diantaranya Escherichia coli, Enterobacter aerogenesis, khamir, dan kapang dapat tumbuh dengan baik pada medium yang mengandung glukosa sebagai sumber organik. Organisme streptokoki, stapilokoki, dan berbagai organisme heterotrof lainnya membutuhkan kandungan nitrogen lainnya seperti asam amino, purin, pirimidin. Vitamin merupakan faktor yang terjadi jika organisme tipe pemilih dan sukar tumbuh. 2. Tersedianya Air Bakteri membutuhkan air dalam kehidupannya. Komponen sel terdapat (70- 80%) pada pertumbuhan Bakteri. Keadaan ada yang tidak memungkinkan yaitu pengaruh adanya solut dan ion yang mengikat air di dalam lautan,
  • 17. 26 koloid hidrofilik (gel) sebanyak 3-4% dapat menghambat pertumbuhan bakteri dalam medium dan air dalam bentuk kristal es juga tidak dapat digunakan oleh jasad renik. 3. Nilai pH Nilai medium sangat mempengaruhi jenis bakteri yang tumbuh, biasanya tumbuh pada kisaran pH 3-6 unit. Menurut Waluyo (2010), ada suhu optimum pertumbuhan bakteri mampu pada pH 6.5-7.5, sedangkan pada pH di bawah 5.0 dan di atas 8.5 bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik kecuali bakteri asam asetat (Acetobacter suboxydans) dan bakteri yang mengoksidasi sulfur. 4. Suhu Bakteri memiliki suhu tersendiri yaitu suhu optimum, minimum, dan maksimum untuk pertumbuhannya. Menurut Waluyo (2007), kelompok bakteri dalam pertumbuhan jasad renik digolongkan menjadi psikrofil, mesofil, dan termofil. Jenis kapang dan khamir pada umumnya tergolong mesofil. Bakteri dalam penyimpanan lemari es termasuk psikrofil, sedangkan disimpan dalam keadaan panas termasuk bakteri termofil. 5. Tersedianya Oksigen Ketersedian oksigen menyebabkan pengaruh beberapa macam bakteri yang tumbuh. Bakteri dibedakan menjadi beberapa sifat yaitu aerob, anaerob, anaerob fakultatif dan mikroaerofil. Ketersediaan oksigen dalam bahan pangan dipengaruhi oleh daya oksidasi dan reduksi (O-R) dari bahan pangan tersebut. Bakteri yang dapat tumbuh pada sifat anaerob salah satunya
  • 18. 27 Clostiridium, sedangkan yang tumbuh pada sifat aerob kapang dan khamir, serta bakteri bersifat aerob yaitu Salmonella, Shigella, Pseudomonas, dan sebagainya. 2.10 Antimikroba Penggunaan umum istilah antimikroba merupakan bahan penghambat pertumbuhan mikroorganisme, bila digunakan dalam menghambat kelompok organisme khusus maka sering digunakan istilah antibekterial atau antifungal. Menurut Volk dan Whehler (1998), antimikroba merupakan komposisi kimia yang berkemampuan dalam menghambat pertumbuhan atau mematikan mikroorganisme. Pemakaian bahan antimikroba merupakan suatu usaha untuk mengendalikan mikroorganisme, yang dimaksud pengendalian adalah segala kegiatan yang dapat mnenghambat, membasmi atau menyingkirkan mikroorganisme. Menurut Pelczar (1998), tujuan utama pengendalian adalah mencegah penyakit atau infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, mencegah pembusukan dan kerusakan bahan oleh mikroorganisme. Menurut Waluyo (2004), sifat antimikroba yaitu mneghambat atau membunuh patogen tanpa merusak hospes, bersifat bateriosidal dan bakteriostatik, tidak menyebabkan resistensi terhadap kuman atau bakteri, bersprektum luas, tidak bersifat alergenik atau tidak menimbulkan efek smaping bila digunakan dalam jangka waktu yang lama, tetap aktif dalam plasma, cairan tubuh, larut dalam air dan stabil, kadar bakterisidal di dalam tubuh tetap tercapai dan bertahan untuk waktu yang lama. Tetrasiklin adalah antibiotika berspektrum luas yang mengeluarkan efek bakteriostatis. Antibiotika ini menghambat sintesis protein
  • 19. 28 dengan terikat pada sub unit ribosom 30s, dengan demikian mencegah penempelan asam amino yang membawa tRNA (Volk dan Wheler, 1998). Zona hambat bakteri pada Shigella dysenteriae yang dihasilkan oleh tetrasiklin yaitu sebesar 19,75% mm. Penggunaan tetrasiklin sebagai obat disentri memang lebih cepat dalam menghambat ataupun menekan hidup bakteri di dalam tubuh manusia tetapi efek dari penggunaan tetrasiklin pada gastroinsestinal adalah reaksi yang buruk. Masalah ini dapat berkaitan dengan efek iritasi yang langsung disebebkan oleh tetrasiklin. Efek lainnya aalah fotosintasi, yaitu kulit menjadi peka terhadap cahaya, menjadi kemerah-merahan, gatal-gatal, dan lain sebagainya (Putri dkk, 2015). Menurut Setiabudi (2011), mekanisme resistesi bakteri terhadap antimikroba ada beberapa macam, yaitu a) perubahan tempat kerja obat pada mikroba, b) mikroba menurunkan permeabilitasnya sehingga obat sulit masuk ke dalams sel, c) inaktivasi obat oleh mikroba, d) mikroba membentuk jalan pintas untuk menghindari tahap yang dihambat oleh antimikroba, dan e) meningkatkan produksi enzim yang dihambat oleh antimikroba. 2.11 Cara kerja Zat Antimikroba Menurut Pelzcar dan Chan (1998), mekanisme kerja zat antimikroba dalam melakukan efeknya terhadap mikroorganisme adalah sebagai berikut: Cara kerja antimikroba dapat digolongkan menjadi lima kelompok ditunjukkan pada gambar 3, yaitu:
  • 20. 29 1. Merusak dinding sel Struktur dinding sel dirusak dengan cara menghambat pembentukkan atau mengubahnya setelah selesai terbentuk. 2. Perubahan permeabilitas sel Membrane sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel serta mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan lain. Membran memelihara integritas komponen-komponen selular. Kerusakan pada membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel. 3. Perubahan molekul protein dan asam nukleat. Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan asam nukleat dalam keadaan ini, yaitu mendenaturasi protein dan asam- asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversibel (tak dapat balik) komponen-komponen selular yang vital. 4. Menghambat kerja enzim Enzim yang ada pada sel merupakan sasaran potensi bagi berkerjanya suatu penghambat. Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimiawi. Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel.
  • 21. 30 5. Menghambatnya sintesis asam nukleat dan protein DNA, RNA dan protein memegang peranan amat penting didalam proses kehidupan normal sel. Halatau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total sel. 1 2 4 5 3 Gambar 2.4 Cara Kerja Antimikroba (Natanel, 2016). a. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan mamalia yang mendapatkan asam folat dari luar, kuman patogen harus mensintetis sendiri asam folat dari asam amino benzoate (PABA) untuk kebutuhan hidupnya. Apabila antimikroba menang bersaing dengan PABA untuk diikutsertakan dalam pembentukan asam folat, maka terbentuk analog asam folat yang nonfungsional. Akibatknya, kehidupan mikroba akan terganggu (Setiabudi, 2011). b. Antimikroba yang menghambat sintetis dinding sel mikroba Bakteri mempunyai lapisan luar yang rigid, yakni dinding sel yang berfungsi untuk mempertahankan bentuk mikroorganisme dan pelindung sel bakteri,
  • 22. 31 yang mempunyai tekanan osmotik internal yang tinggi. Trauma pada dinding sel atau pengambatan pembentukannya menimbulkan lisis pada sel (Jawetz, 2001). c. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma yang berperan sebagai barier permeabilitas selektif, membawa fungsi transport aktif dan kemudian mengontrol komposisi internal sel. Jika fungsi integritas membran sitoplasma dirusak, makromolekul dan ion keluar dari sel, kemudian sel rusak/ terjadi kematian. Membran sitoplasma bakteri dan fungi mempunyai struktur yang berbeda, dibandingkan sel binatang dan dapat dengan mudah dikacaukan oleh agen terentu (Jawetz, 2001). d. Antimikroba yang menghambat sintetis protein sel mikroba Kehidupan sel mikroba perlu mensintetis berbagai protein. Sintetis protein berlangsung diribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosoom terdiri atas 2 sub unit yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. Berfungsi pada sintetis protein, kedua komponen ini bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S (Setiabudi, 2011). Cara kerja antimikroba dalam menghambat sintetis protein adalah melalui ikatan dengan ribosom 30S/50S (Jawetz, 2001). e. Antimikroba yang menghambat sintesa asam nukleat sel mikroba Antimikroba ini bekerja dengan menghambat sintetis mRNA pada proses transkripsi atau menghambat replikasi DNA pada proses pembelahan sel (Dzen, 2003).
  • 23. 32 2.12 Mekanisme Air Rebusan dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Kandungan bahan aktif dari daun sirih hijau (Piper betle L.) adalah minyak atsiri komponen utamanya terdiri dari bethel phenol, kavikol dan turunannya yang berkhasiat sebagai antibakteri. Kedua zat tersebut merupakan kandungan terbesar minyak atsiri yang ada dalam daun sirih hijau (Piper betle L.) yaitu sekitar 60- 80%. Senyawa ini dapat mendenaturasi protein sel bakteri, merusak membran sel yang terdiri dari fosfolipid, protein, lipida, dan enzim-enzimnya yang berfungsi untuk gerakan aktifitas transport zat-zat yang dibutuhkan, apabila suatu zat aktif masuk kedalam sel melalui membran sel maka akan mengikat posfolipid yang merupakan penyusun utama membran sel. Apabila sel rusak maka akan mengakibatkan plasmolisis yaitu keluarnya cairan sel dan komponen-komponen penting yaitu protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain. Padahal protein- protein bersama-sama komponen lain seperti lipida berfungsi melaksanakan permeabilitas membran dan aktifitas transport membran sehingga membran berfungsi normal (Hermawan dkk, 2007). Kerusakan dinding sel dan membran sel mengakibatkan keluarnya bahan metabolit dari dalam sel, menghambat energi (Volk dan Wheeler, 1998). Membran sitoplasma melaksanakan metabolisme energi dalam sel-sel prokariotik, sehingga jika membran sitoplasma rusak maka metabolisme energi tidak akan berlangsung. Hal ini menyebabkan ketidakmampuan sel untuk tumbuh dan akhirnya menyebabkan kematian sel.
  • 24. 33 2.13 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Zat Antimikroba Faktor dan keadaan yang mempengaruhi kerja zat antimikroba dalam menghambat atau membasmi organisme patogen. Semuanya harus dipertimbangkan agar zat antimikroba tersebut dapat bekerja secara efektif. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kerja zat antimikroba menurut Pelczar (1998) adalah sebagai berikut: 1. Konsentrasi atau Intensitas Zat Antimikroba Semakin tinggi konsentrasi suatu zat antimikroba semakin tinggi daya antimikrobanya, artinya banyak bakteri yang akan terbunuh lebih cepat bila konsentrasi zat tersebut lebih tinggi. 2. Jumlah Mikroorganisme Semakin banyak jumlah mikroorganisme yang ada maka semain banyak pula waktu yang diperlukan untuk membunuh mikroorganisme tersebut. 3. Suhu Kenaikan suhu yang sedang secara besar dapat menaikkan keefektifan suatu disinfektan atau bahan mikrobial lain. Hal ini disebabkan karena zat kimia merusak mikroorganisme melalui reaksi kimia dan reaksi kimia dipercepat dengan meningkatkan suhu. 4. Spesies Mikroorganisme Spesies mikroorganisme menunjukkan ketahanan yang berbeda-beda terhadap suatu bahan kimia tertentu.
  • 25. 34 5. Adanya Bahan Organik Adanya bahan organik asing dapat menurunkan keefektifan zat kimia antimikroba dengan cara menginaktifkan bahan kimia tersebut. Adanya bahan organik dalam campuran zat antimikroba dapat mengakibatkan: a. Penggabungan zat entimikroba dengan bahan organik membentuk produk yang tidak bersifat antimikroba. b. Penggabungan zat antimikroba dengan bahan organik menghasikan suatu endapan sehingga entimikroba tidak mungkin lagi mengikat mikroorganisme. c. Akumulasi bahan organik pada permukaan mikroba menjadi suatu pelindung yang akan mengganggu kontak antara zat antimikroba dengan sel. 6. Keasaman atau Kebasaan (pH) Mikroorganisme yang hidup pada pH asam akan lebih mudah dibasmi pada suhu rendah dan dalam waktu yang singkat bila dibandingkan dengan mkroorganisme yang hidup pada pH basa. 2.14 Uji Kepekaan terhadap Antimikroba (In Vitro) Uji kepekaan bakteri terhadap obat-obatan secara in vitro bertujuan untuk mengetahui obat antimikroba yang masih dapat digunakan untuk mengatasi infeksi oleh mikroba tersebut. Uji kepekaan terhadap obat antimikroba pada dasarnya dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu metode dilusi dan metode difusi.
  • 26. 35 2.14.1 Metode Dilusi Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (Kadar Hambat Minimal) dan KBM (Kadar Bunuh Minimal) dari obat antimikroba. Prinsip dari dilusi yaitu, menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji. Kemudian masing-masing tabung diisi dengan antimikroba yang telah diencerkan secara serial. Selanjutnya seri tabung di inkubasi pada suhu tertentu selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi mikroba pada tabung yang ditunjukan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari antimikroba. Selanjutnya, biakan dari semua tabung yang jernih diinokulasikan pada media agar padat, diinokubasikan dan keesokan harinya diamati ada tidaknya koloni mikroba yang tumbuh. Konsentrasi terendah antimikroba pada biakan padat yang ditunjukan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KMB dari mikroba terhadap bakteri uji (Dzen, 2003). 2.14.2 Metode Difusi Tes difusi menggunakan disk kertas saring atau tablet yang mengandung agen antimikroba. Sebuah plate yang telah ditanami pada seluruh permukaan dengan bakteri isolate dan disk diletakkan pada permukaan agar plate, setelah diinkubasi plate diuji untuk zona hambatan pertumbuhan sekitar masing-masing disk berhubungan dengan konsentrasi jangakauan dari obat dalam serum. Oleh karena itu, zona hambatan untuk antibiotik yang berbeda bervariasi, makin besar zona hambatan makin peka isolate tersebut. Zona hambatan tersebut dibandingkan
  • 27. 36 dengan acuan zona hambatan organisme, kepekaan tes isolate digambarkan dengan suseeptible (S), atau resistant (R) (Pratiwi, 2008). 2.15 Metode Pengujian Daya Antimikroba Uji daya antimikroba bertujuan mengetahui obat antimikroba dapat digunakan untuk mengatasi infeksi mikroba. Salah satu cara menguji kepekaan terhadap suatu antimikroba secara in vitro dilakukan melalui difusi cakram. Prinsip dari difusi cakram yaitu antimikroba dengan konsentrasi tertentu dijenuhkan kedalam kertas saring (cakram kertas). Cakram kertas yang mengandung obat tertentu ditanam pada media pembenihan agar padat yang telah dicampur dengan mikroba yang diuji, selanjutnya diinkubasikan pada suhu 37o C selama 18-24 jam, selanjutnya diamati daya area zona jernih disekitar kertas cakram yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroba. Berikut ini adalah tabel klasifikasi respon hambatan pertumbuhan bakteri menurut Ahn dkk (1994) dalam Cahyono dkk (2012). Tabel. 2.1 Klasifikasi Respon Hambatan Pertumbuhan Bakteri Diameter Zona Hambat Respon Hambatan Pertumbuhan > 20 mm Kuat 16-20 mm Sedang 10-15 mm Lemah 2.16 Tinjauan Tentang Sumber Belajar Biologi 2.16.1 Sumber Belajar Biologi Biologi merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam memperlajari biologi diperlukan suatu sumber belajar agar mempermudah siswa dalam memperoleh informasi yang
  • 28. 37 dibutuhkannya. Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.29 tahun 2003 pembelajarn merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkugan belajar, tujuan dalam proses pembelajaran dapat tercapai dengan baik apabila komponen-komponen dalam pembelajaran dapat terpenuhi, beberapa komponen ini diantaranya manusia dan penggunaan media atau sumber-sumber belajar. Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat memudahkan peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan dalam proses belajar mengajar. Menurut Rakhmadona (2009) sumber belajar adalah bahan yang mencakup media belajar, alat peraga, alat permainan untuk memberi informasi maupun berbagai ketrampilan kepada anak dan orang dewasa yang berperan mendampingi anak dalam belajar. Sumber belajar dapat berupa tulisan (tulisan tangan atau hasil cetak), gambar, foto, narasumber, benda-benda alamiah dan benda-benda hasil budaya yang tersedia disekitar lingkungan belajar yang berfungsi untuk membantu optimalisasi hasil belajar. Masalah yang terdapat dalam proses pembelajaran adalah kurang tersedianya buku teks yang berkualitas sehingga siswa sulit memahami buku yang dibacanya dan buku-buku teks tersebut sering membosankan. Berdasarkan permasalahn tersebut, dapat diterapkan sistem pembelajaran handout yang memberi kepercayaan pada kemampuan siswa unutk belajar mandiri. Hasil penelitian ini akan dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi handout dalam perencanaan pembelajaran Biologi Materi Archabacteria dan Eubacteria.
  • 29. 38 Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pembelajaran tersebut adalah dengan menngunakan suatu bahan ajar yang dapat menunjang sikap aktif dan kritis siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan mereka secara mandiri. Bahan ajar tersebut hendaknya juga memotivasi siswa. Selain itu, bahan ajar yang digunankan juga harus sesuai dengan karakteristik siswa Salah satu bahan ajar yang dapat digunakan adalah handout. Menurut Depdiknas (2008) dalam Sari dan Husna (2014) ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam menyusun handout. Langkah-langkah tersebut antara lain melakukan analisis kurikulum, menentukan judul handout sesuai dengan kompetensi dan materi yang akan dicapai, mengumpulkan referensi sebagai bahan penulisan, menggunakan kalimat yang singkat, padat, dan jelas dalam menulis handout, mengevaluasi hasil tulisan, dan menggunakan berbagai sumber belajar yang dapat memperkaya materi handout. Unsur-unsur handout memuat beberapa unsur, yaitu kompetensi dasar, ringkasan materi, soal-soal, sumber bacaan. Menurut Prastowo (2011) dikelompokan menjadi dua jenis yakni handout mata pelajaran praktik dan handout mata pelajaran nonpraktik. 1. Handout Mata Pelajaran Praktik Susunan handout pada mata pelajaran praktik meiliki ketentuan sebagai berikut: a. Terdiri atas langkah-langkah kegiatan atau proses yang harus dilakukan peserta didik, yakni langkah demi langkah dalam memilih, merangkai dan
  • 30. 39 menggunakan alat atau instrumen yang akan digunakan dalam kegiatan praktik. b. Pengalaman dan ketrampilan peserta didik sangat diharapkan dalam penggunaan alat atau instrumen praktik (harus mutlak benar). Salah dalam merangkai atau menggunakan akan berakibat fatal, kerusakan atau bahkan kecelakaan. c. Perlu bahkan seringkali dilakakukan pre-test terlebih dahulu sebelum peserta didik memasuki ruangan laboratorium, untuk mnegetahui sejauh mana peserta didik telah siap dengan segala apa yang akan dilakukan dalam praktik tersebut. d. Penggunaan alat evaluasi (reported sheet) sangat diperlukan untuk umpan balik dan melihat tingkat ketercapain tujuan serta kompetensi-kompetensi yang harus dikuaasi dan dicapai oleh setiap peserta didik. e. Keselamatan kerja dilaboratorium perlu dibudayakan dalam kegiatan praktik. f. Format identitasnya sama dengan penjelasan sebelumhya, sedangkan isi handout disesuaikan dengan kekhususan materinya. 2. Handout Mata Pelajaran Nonpraktik Jenis mata pelajaran nonpraktik, susunan handoutnya memiliki ketentuan sebagai berikut: a. Jenis acuan handout adalah SAP (Satuan acuan Pembelajaran) b. Format handout:
  • 31. 40 1) Bebas (slide, transparan, paper based) dan dapat berbentuk narasi alimat tetapi singkat atau skema/ Flowchart dan gambar. 2) Tidak perlu memakai header maupun footer untuk setiap slide, cukup halaman pertama saja yang menggunakannya. 3) Konten (isi) handout terdiri atas overview materi dari rincian materi. 2.16.2 Pedoman Pembuatan Handout nonpraktik sebagai Sumber Belajar Biologi Salah satu sumber belajar yang dapat membantu mahasiswa dalam belajar adalah bahan ajar handout. Handout merupakan sumber belajar tertulis yang didalamnya berisikan berbagai konsep penting dari suatu bagian dalam satu materi pembelajaran atau materi secara lengkap (Sanaky, 2011). Majid (2005) menyatakan, bahwa handout merupakan bahan tertulis yang disiapkan oleh seorang guru untuk memperkaya pengetahuan siswa. Materi sajian yang terdapat di dalamnya diambil dari beberapa literatur yang memiliki relevansi dengan materi yang diajarkan. Handout memiliki fungsi yang sangat penting dalam pembelajaran, yaitu mengacu pada kemudahan siswa untuk mendapatkan informasi saat mengikuti pembelajaran, sehingga dengan demikian tujuan pembelajaran akan lebih mudah tercapai. Berdasarkan pengertian diatas dapat kita ketahui bahwa handout termasuk media atau bahan pembelajaran cetak yang diberikan oleh guru kepada siswa saat mengikuti pelajaran yang berguna untuk mempermudah siswa dalam memperoleh informasi dan merupakan bahan ajar yang praktis dan ekonomis.
  • 32. 41 Menurut Sanaky (2011), handout berisikan pokok-pokok pikiran utama dari materi ajar yang disampaikan. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika membuat handout, yaitu : 1. Berisi materi-materi yang pokok saja, bukan uraian detail materi. 2. Biasanya dibuat untuk tiap bab/materi pokok/pokok bahasan. 3. Bukan dibuat untuk setiap kali pertemuan, karena handout bukan rencana pembelajaran. 4. Dapat disajikan dalam bentuk transparansi, power point dengan LCD. 5. Meski ringkas, handout mampu memberikan informasi penting tentang bahan ajar tersebut. 1. Identitas handout: Nama sekolah, nama mata pelajaran, pertemuan ke, handout ke, jumlah halaman dan mulai berlakunya handout. 2. Materi pokok/materi pendukung pembelajaran yang akan disampaikan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti akan membuat handout nonpraktik dengan memenuhi aspek diatas kemudian mengaitkan hasil penelitian pada materi tingkat SMA kelas X semester gasal yaitu keanekaragaman hayati.
  • 33. 42 2.17 Kerangka Konsep Penyebab Disentri Shigella dysenteriae Menyebabka Kematian 1. Tidak Sesuai nkan indikasi 2. Dosis tidak Penggunaan antimikroba tidak tepat yang sesuai 3. Pemberian Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Merusak dinding sel: Senyawa Fenol: mengkikat mukosa kavikol kulit/ jarigan sehingga membran kering Merusak membran Dinding sel mengkerut/tidak terbentuk sempurna Membran mengalami denaturasi protein Tidak terlindung dari Permeabilitas membran berkurang lingkungan Plasmolisis Keluarnya cairan sitoplasma bersama bahan penting lainnya dan masuknya bahan dari luar kedalam Metabolisme sel terhambat Pembentukkan energi Kematian bakteri Shigella dysenteriae Pemanfaatan Sumber Belajar biologi berupa Handout