SlideShare a Scribd company logo
1 of 24
Download to read offline
Fakultas Program Studi Tatap Muka Disusun Oleh
Raden Hendra Ariyapijati, Dr.,ST, MT
Teknik Teknik Sipil
07
1
(Rev
201
7)
MODULPERKULIAHAN
Perancangan
Perkerasan Jalan
Metode analisa komponen
Abstrak Sub-CPMK (lihat di RPS)
Perkerasan lentur
merupakan tipe perkerasan
Jalan dengan bahan
pengikat aspal. Bahan yang
dicampurkan dengan
agregat dan aspal, yang
dihampar diatas base
dengan maksud agar lalu
lintas dapat berjalan dengan
lancar dan mampu
mendukung beban lalulintas.
Mahasiswa dapat mendesain tebal
perkerasan lentur dengan meode
analisa komponen, l
konstruksi
perkerasan sesuai beban lalu lintas
dan lingkungan.
 
n
n
n
mewakili
h
h
h
h
CBR
h
CBR
h
CBR
h
CBR
h
CBR







3
2
1
3
3
3
2
2
1
1 .
.
.
. 3
1
3
1
3
1
3
1
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR
DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN
A. Umum
Metode perencanaan penentuan tebal perkerasan didasarkan pada buku Petunjuk Perencanaan
Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen No. SNI 1732-1989-F.
B. Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Baru
Perencanaan jalan baru ini digunakan untuk penentuan tebal perkerasan dimana perkerasan
jalan tersebut akan terdiri atau meliputi seluruh lapisan perkerasan jalan dari tanah dasar,
subbase course, base course dan surface course. Juga berlaku untuk perencanaan rekonstruksi
jalan (full depth pavement) dan pelebaran jalan.
Gambar 2.2. menunjukkan diagram alir tahapan perencanaan tebal perkerasan jalan baru
dengan metode analisa komponen.
1. Daya dukung tanah dasar
Daya dukung tanah dasar sangat mempengaruhi ketahananan lapisan diatasnya dan
mutu jalan secara keseluruhan.
Untuk menentukan daya dukung tanah dasar, terlebih dahulu harus ditentukan CBR
(California Bearing Ratio) dari tanah dasar itu.
Pada satu titik pengamatan diharapkan telah mewakili nilai CBR tanah dasar sedalam  1
meter. Apabila terjadi perbedaan nilai CBR pada satu titik pengamatan, maka dilakukan
perhitungan CBR mewakili dengan formula dibawah ini :
(Sumber : Manual For Design and Construction of Asphalt Pavement, Japan Road
Association, 1980)
Dan memenuhi persyaratan :
a. Jika h1 > 40 CBR mewakili > CBR1
b. Jika h1+h2 > 40 dan CBR1 < CBR2 CBR mewakili > CBR1
c. Jika h1+h2 > 40 dan CBR1 > CBR2 CBR mewakili > CBR2
d. Jika h1+h2 < 40, CBR1 < CBR2 < CBR3 CBR mewakili > CBR1
e. Jika h1+h2 < 40, CBR2 < CBR1 < CBR3 CBR mewakili > CBR2
f. Jika h1+h2 < 40, CBR3 < CBR1 < CBR2 CBR mewakili > CBR3
Sumber : Design Parameter and Model for the Road Works Design System, Sub
Directorate of Technical Planning Bina Program Jalan, Departemen Pekerjaan Umum,
Direktorat Jenderal Bina Marga, April 1987.
Lapis tanah dasar
h1
h2
h3
Gambar 2.1. : Lapisan tanah dasar.
Pada satu segmen jalan, pengambilan CBR untuk perencanaan dilakukan setiap jarak 200
meter ditambah pada setiap lokasi terjadinya perubahan jenis tanah atau kondisi
lingkungan.
CBR design yang mewakili pada segmen jalan tersebut adalah :
CBR design = CBR rata-rata - std CBR
std CBR = standard deviasi nilai CBR.
Pada badan jalan yang terletak diatas tanah timbunan yang lebih besar dari 1 meter maka :
CBR design = CBR timbunan. Apabila perencanaan dilakukan serempak dalam beberapa
segmen sehingga diperlukan waktu yang singkat dalam penentuan nilai CBR design, maka
nilai CBR design dapat ditentukan dengan alat Dynamic Cone Penetrometer (DCP) dan
dilakukan langsung dilapangan.
CBR design juga dapat diambil berdasar metode Bina Marga.
Persyaratan untuk perencanaan daya dukung tanah dasar yang baik minimum nilai CBR
adalah 6 %. Korelasi antara Daya Dukung Tanah (DDT) dengan CBR diberikan dalam
bentuk Nomogram seperti pada Gambar 5.3. dengan persamaan sebagai berikut :
DDT = 4,3 log (CBR) + 1,7
2. Faktor Regional
Faktor regional (Tabel 2.1.) ditentukan oleh beberapa hal yaitu :
 Keadaan iklim
 Persentase kendaraan berat ( 5 ton )
 Derajat kemiringan memanjang jalan
Tabel 2.1. : Faktor Regional (FR).
Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian III
( < 6 % ) ( 6 - 10 % ) ( > 10 % )
% Kendaraan berat % Kendaraan berat % Kendaraan berat
 30
%
> 30 %  30 % > 30 %  30 % > 30 %
Iklim : < 900 mm/th 0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5
Iklim : > 900 mm/th 1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa Komponen, 1987.
BAGAN ALIR PROSEDUR PERENCANAAN FLEXIBLE PAVAMENT DENGAN
METODE ANALISA KOMPONEN
Gambar 2.2.
Pada bagian jalan tertentu yaitu :
 Persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam ( R = 30 m ) nilai FR ditambah
0,5
Koefisien distribusi Lintas ekivalen
kendaraan permulaan
Lintas ekivalen Lintas ekivalen
tengah rencana
Angka ekivalen Lintas ekivalen
kendaraan akhir
CBR Daya Dukung Tanah Indek Tebal
Perkerasan
Faktor Regional
Tebal
Perkerasan
Indeks Permukaan
Koefisien kekuatan relatif bahan
Traffic LHR pada awal
umur rencana
 Daerah rawa nilai FR ditambah 1,0
Gambar 2.3. : Korelasi antara Daya Dukung Tanah (DDT) dan CBR
3. Lebar jalan dan jumlah lajur lalu-lintas
Lebar perkerasan jalan ditentukan dari jumlah lajur yang direncanakan. Seperti Tabel 5.2..
Tabel 2.2. : Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan.
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya
dengan metode Analisa Komponen, 1987.
Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur
rencana ditentukan menurut Tabel 2.3.
Lebar perkerasan (L) Jumlah lajur (n)
L < 5.50 m 1
5,50 m < 8,25 m 2
8,25 m < 11,25 m 3
11,25 m < 15,00 m 4
15,00 m < 18,75 m 5
18,75 m < 22,00 m 6
1
2
3
4
5
6
20
30
100
50
1
2
3
4
5
6
7
8
10
9
7
8
9
10
60
40
70
80
90
DDT CBR
Tabel 2.3. : Koefisien distribusi kendaraan (C).
Jumlah lajur
Kendaraan ringan Kendaraan berat
Berat total < 5 T Berat total > 5 T
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 1,00 1,00 1,00 1,000
2 0,60 0,50 0,70 0,500
3 0,40 0,40 0,50 0,475
4 - 0,30 - 0,450
5 - 0,25 - 0,425
6 - 0,20 - 0,400
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa
Komponen, 1987.
4. Volume lalu-lintas
Untuk perencanaan jalan diperlukan suatu kemampuan memperkirakan volume lalu-lintas yang
diharapkan melewati suatu jalur jalan. Volume lalu-lintas adalah jumlah kendaraan yang
melewati satu titik pengamatan pada suatu jalur jalan selama satu satuan waktu. Untuk
mendapatkan volume lalu lintas dilakukan survey volume lalu lintas. Survai volume lalu-lintas
dilakukan selama 3 x 24 jam atau 3 x 16 jam terus menerus dari hari Selasa sampai dengan
Kamis dan bukan hari libur. Dalam survai volume lalu-lintas untuk kebutuhan perencanaan
tebal perkerasan, jenis kendaraan dibagi dalam komposisi sebagai berikut :
1) Sedan, jeep, dan station wagon
2) Oplet, pick up suburban dan combi (penumpang)
3) Micro truck dan Mobil penumpang
4) Bis kecil
5) Bis besar
6) Truk 2 As
7) Truk Tangki 2 As > 10 T
8) Truk Tangki gandengan
9) Truk 3 As atau lebih
Dari hasil survai volume lalu lintas dapat diketahui :
 Lalu lintas Harian rata-rata (LHR).
 Komposisi arus lalu lintas.
Catatan :
Tata-cara survai volume lalu-lintas (traffic counting), tergantung ketentuan lain yang
diberlakukan.
4
16
,
8







L
k
E
5. Angka ekivalen beban sumbu
Angka ekivalen beban sumbu kendaraan adalah angka yang menyatakan perbandingan
tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal / ganda
kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar
sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 Lb).
Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan
menurut rumus dibawah ini :
dimana :
L = beban sumbu kendaraan (ton)
k = 1 : untuk sumbu tunggal
= 0,086 : untuk sumbu tandem
= 0,021 : untuk sumbu triple
Dengan rumus diatas maka angka ekivalen beban sumbu kendaraan dapat diketahui, untuk
lebih praktisnya dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. : Angka ekivalen beban sumbu.
Beban sumbu Angka ekivalen
Kg Lb Sumbu tunggal Sumbu ganda
1.000 2.205 0,0002 -
2.000 4.409 0,0036 0,0003
3.000 6.614 0,0183 0,0016
4.000 8.818 0,0577 0,0050
5.000 11.023 0,1410 0,0121
6.000 13.228 0,2933 0,0251
7.000 15.432 0,5415 0,0466
8.000 17.637 0,9328 0,0794
8.160 18.000 1,0000 0,0860
9.000 19.841 1,4798 0,1273
10.000 22.046 2,2555 0,1940
11.000 24.251 3,3022 0,2840
12.000 26.455 4,6770 0,4022
13.000 28.660 6,4419 0,5540
14.000 30.864 8,6447 0,7452
15.000 33069 11,4184 0,9820
16.000 35.276 14,7815 1,2712
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode
Analisa Komponen, 1987.
Konfigurasi beban sumbu pada berbagai jenis kendaraan beserta angka ekivalen kendaraan
dalam keadaan kosong (min) dan dalam keadaan bermuatan (max), dapat dilihat pada Tabel
2.5.
Untuk perencanaan, berat kendaraan harus disurvai sehingga dapat diketahui berat rata-rata
tiap kendaraan yang melewati jalur tertentu. Tetapi bila waktu tidak mencukupi untuk
mengadakan survai maka diambil diantara dalam keadaan kosong sampai dengan keadaan
muatan maksimum. Angka Ekivalen tiap jenis kendaraan diatas dapat dihitung berdasarkan
Tabel 2.4. dengan persentase konfigurasi beban sumbu pada Tabel 2.5. serta rumus angka
ekivalen beban sumbu tunggal dan ganda diatas.
Tabel 2.5. : Konfigurasi beban sumbu.
KONFIGURASI
SUMBU
&
TIPE
BERAT
KOSONG
(ton)
BEBAN
MUATAN
MAKSIMUM
(ton)
BERAT
TOTAL
MAKSIMUM
(ton)
UE
18
KSAL
KOSONG
UE
18
KSAL
MAKSIMUM
RODA TUNGGAL
PADA UJUNG SUMBU
RODA GANDA PADA
UJUNG SUMBU
1,1
HP
1,5 0,5 2,0 0,0001 0,0005
1,2
BUS
3 6 9 0,0037 0,3006
1,2L
TRUK
2,3 6 8,3 0,0013 0,2174
1,2H
TRUK
4,2 14 18,2 0,0143 5,0264
1,22
TRUK
5 20 25 0,0044 2,7416
1,2+2,2
TRAILER
6,4 25 31,4 0,0085 3,9083
1,2-2
TRAILER
6,2 20 26,2 0,0192 6,1179
1,2-2,2
TRAILER
10 32 42 0,0327 10,183
(Sumber : Manual Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman beam No. 01/MN/BM/83).
18% 28% 54%
27% 27%
18% 28% 27% 27%
25% 75%
34% 66%
34% 66%
34% 66%
18% 41% 41%
50% 50%
2
LEA
LEP
6. Lintas ekivalen
Yang dimaksud dengan lintas ekivalen adalah suatu nilai ekivalen tingkat kerusakan jalan
akibat repetisi dari lintasan kendaraan selama satu satuan waktu.
Lintas Ekivalen dibedakan atas :
a. Lintas Ekivalen Permulaan
Yaitu besarnya lintas ekivalen pada saat jalan dibuka (awal umur rencana).
Dimana :
LHR = Lalu lintas harian rata-rata
C = Koefisien distribusi kendaraan sesuai dengan
jumlah lajur
E = Angka ekivalen (faktor kerusakan jalan akibat lalu lintas kendaraan)
J = Jenis kendaraan
b. Lintas Ekivalen Akhir (LEA)
Yaitu besarnya lalu lintas ekivalen pada saat akhir umur rencana.
Dimana :
UR = Umur Rencana
i = Perkembangan lalulintas
c. Lintas Ekivalen Tengah (LET)
Yaitu besarnya lintas ekivalen rata-rata selama umur perencanaan.
LET =
d. Lintas Ekivalen Rencana (LER)
Yaitu besarnya lintas ekivalen rencana yang digunakan dalam perencanaan.
LER = LET x FP
10
UR
FP 
FP = Faktor Penyesuaian
7. Indeks Permukaan
Indeks Permukaan (IP) ini menyatakan nilai dari pada kerataan / kehalusan serta kekokohan
permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Indeks
permukaan ini diukur dari kemampuan pelayanan (service ability) suatu jalan berdasarkan
j
j
n
j
j E
C
LHR
LEP 


1
  j
j
UR
n
j
j E
C
i
LHR
LEA 


 

1
1
pengamatan kondisi jalan, meliputi kerusakan-kerusakan seperti retak-retak, alur, lubang,
kekasaran permukaan dan lain sebagainya yang terjadi selama umur pelayanan jalan. Nilai
Indeks Permukaan bervariasi dari angka 0 s/d 5.
Adapun beberapa nilai IP beserta artinya seperti yang tersebut dibawah ini :
IP = 1,0 : Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat
mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5 : Tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).
IP = 2,0 : Tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap.
IP = 2,5 : Menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
IP > 2,5 : Menyatakan permukaan jalan cukup stabil dan baik.
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu diperhatikan jenis
lapis permukaan jalan (kerataan / kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana
menurut Tabel 2.6.
Dalam menentukan IPt pada akhir umur rencana perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi
fungsional jalan dan LER menurut Tabel 2.7.
Tabel 2.6. : Indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo).
Jenis Lapis Perkerasan IPo Roughness *) (mm/km)
Laston  4  1000
3,9 - 3,5 > 1000
Lasbutag 3,9 - 3,5  2000
3,4 - 3,0 > 2000
HRA 3,9 - 3,5  2000
3,4 - 3,0 > 2000
Burda 3,9 - 3,5 < 2000
Burtu 3,4 - 3,0 < 2000
Lapen 3,4 - 3,0  3000
2,9 - 2,5 > 3000
Lastasbum 2,9 - 2,5
Buras 2,9 - 2,5
Latasir 2,9 - 2,5
Jalan Tanah  2,4
Jalan Kerikil  2,4
Tabel 2.7. : Indeks permukaan pada akhir umur rencana (IP).
LER =
Lintas Ekivalen Rencana *)
Klasifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Tol
< 10 1,0 - 1,5 1,5 1,5 - 20 -
10 - 100 1,5 1,5 - 2,0 2,0 -
100 - 1000 1,5 - 2,0 2,0 2,0 - 2,5 -
> 1000 - 2,0 - 2,5 2,5 2,5
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode
Analisa Komponen, 1987.
*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.
Tingkat pelayanan lalu-lintas selama umur rencana ditentukan dari rasio kehilangan
kemampuan pelayanan. Masa kemampuan pelayanan ini dapat dilihat pada Gambar
5.4.
5
4
3
2
Umur rencana
Gambar 2.4. : Masa kemampuan pelayanan.
8. Koefisien kekuatan relatif (a)
Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis
permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test
(untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang stabilisasi dengan semen atau
kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah).
IPo
IPt
Daftar koefisien kekuatan relatif ditentukan menurut Tabel 2.8.
Tabel 2.8. : Koefisien kekuatan relatif (a).
Koefisien kekuatan relatif Kekuatan Bahan
Jenis Bahan
a1 a2 a3 MS (kg) Kt (kg/cm2) CBR (%)
0,40 - - 744 - -
0,35 - - 590 - - Laston
0,32 - - 454 - -
0,30 - - 340 - -
0,35 - - 744 - -
0,31 - - 590 - - Lasbutag
0,28 - - 454 - -
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - Aspal Macadam
0,25 - - - - - Lapen(mekanis)
0,20 - - - - - Lapen(manual)
- 0,28 - 590 - -
- 0,26 - 454 - - Laston Atas
- 0,24 - 340 - -
Tabel2.8. : Koefisien kekuatan relatif (a) – Lanjutan.
Koefisien kekuatan
relatif
Kekuatan Bahan
Jenis Bahan
a1 a2 a3 MS (kg) Kt (kg/cm2) CBR (%)
- 0,23 - - - - Lapen (mekanis)
- 0,19 - - - - Lapen (manual)
- 0,15 - - 22 - Stab. tanah dg semen
- 0,13 - - 18 -
- 0,15 - - 22 - Stab. tanah dg kapur
- 0,13 - - 18 -
- 0,14 - - - 100 Batu pecah (kelas A)
- 0,13 - - - 80 Batu pecah (kelas B)
- 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas C)
- - 0,13 - - 70 Sirtu / pitrun (kelas A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu / pitrun (kelas B)
- - 0,11 - - 30 Sirtu / pitrun (kelas C)
- - 0,10 - - 20 Tnh / lempung kepasiran
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa
Komponen, 1987.
Koefisien kekuatan relatif bahan untuk Cement Treated Base (CTB) sebagai berikut :
 CTB dengan kuat tekan > 45 kg/cm2 : a = 0,23
 CTB dengan kuat tekan 28 - 45 kg/cm2 : a = 0,20
 CTB dengan kuat tekan < 28 kg/cm2 : a = 0,15
(Sumber : Teknik Jalan Raya, Clarkson H Oglesby, R Gary Hicks, Jilid 2, 1996)
9. Indeks Tebal Perkerasan (ITP )
Indeks tebal perkerasan (ITP ) adalah suatu indeks yang menentukan tebal perkerasan
dan ditulis dengan rumus umum sebagai berikut :
dimana :
a1 = Koefisien kekuatan relatif lapisan permukaan.
a2 = Koefisien kekuatan relatif lapisan pondasi atas perkerasan beraspal.
a3 = Koefisien kekuatan relatif lapisan pondasi atas perkerasan berbutir.
a4 = Koefisien kekuatan relatif lapisan pondasi bawah.
D1 = Tebal lapisan permukaan.
D2 = Tebal lapisan pondasi atas perkerasan beraspal.
D3 = Tebal lapisan pondasi atas perkerasan berbutir.
D4 = Tebal lapisan pondasi bawah.
Nilai ITP dapat ditentukan dengan menempatkan nilai-nilai daya dukung tanah (DDT),
Lalu-lintas Ekivalen Rencana (LER) dan Faktor Regional (FR) pada Nomogram Gambar
2.6. – 2.7. – 2.8. yang diberikan pada lembar akhir dari bab ini.
10. Batas minimum tebal perkerasan
a. Lapis permukaan (Tabel 2.9.)
ITP Tebal min. (cm) Bahan
< 3,00 5 Lapis pelindung : Buras, Burtu, Burda
3,00 – 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,
Laston
6,71 – 7,49 7,5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,
Laston
7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag, Laston
 10,00 10 Laston
4
4
3
3
2
2
1
1
1
.
.
.
.
. D
a
D
a
D
a
D
a
D
a
ITP
n
i
i
i 



 

b. Lapis pondasi (Tabel 2.10.)
ITP Tebal min. (cm) Bahan
< 3,00 15
Batu pecah,stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi
tanah dengan kapur.
3,00 – 7,49
20 *)
10
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi
tanah dengan kapur.
Laston atas.
7,50 – 9,99
20
15
Batu pecah, stabilisasi tanah dgn semen, stabilisasi tnh dgn
kapur, macadam.
Laston atas
10 – 12,14 20
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi
tanah dengan kapur, Macadam, Lapen, Laston atas.
 12,25 25
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi
tanah dengan kapur, Macadam, Lapen, Laston atas.
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode
Analisa Komponen, 1987.
*) Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah
digunakan material berbutir kasar.
c. Lapis pondasi bawah.
Untuk setiap nilai ITP, bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm.
11. Persamaan dasar
Persamaan dasar yang digunakan oleh metoda Analisa Komponen adalah :
dimana :
LER = Lintas Ekivalen Rencana.
ITP = Indeks Tebal Perkerasan.
IPo = Indeks permukaan pada awal umur rencana.
IPt = Indeks permukaan pada akhir umur rencana.
FR = Faktor Regional.
DDT = Daya Dukung Tanah.
Persamaan ini dapat untuk menyelesaikan nomogram seperti pada Gambar 2.6. – 2.7. – 2.8.
   
3
372
,
0
1
log
1
54
,
2
1904
4
,
0
5
,
1
2
,
4
log
2
,
0
1
54
,
2
log
36
,
9
3560
log
19
,
5

































 DDT
FR
ITP
IP
IP
ITP
LER
t
o
C. Konstruksi Bertahap
Konstruksi bertahap adalah konstruksi perkerasan lentur yang memiliki satu lapis pondasi
bawah, satu lapis pondasi atas dan dua lapis permukaan, dimana kedua lapis
permukaan tersebut dari bahan aspal beton atau sejenis yang dikerjakan secara berurutan
dengan selang waktu tertentu menurut ketetapan yang ditentukan dalam proses desain.
Perlu dijelaskan disini, bahwa pada saat pekerjaan lapis permukaan kedua (sebagai lapis
tambahan), kondisi struktur perkerasan tahap pertama masih stabil. Hal inilah yang
membedakan pekerjaan konstruksi bertahap dengan pekerjaan peningkatan jalan (pekerjaan
lapis tambahan) karena pada pekerjaan peningkatan jalan, di akhir masa layan, struktur
perkerasan lama telah mencapai kondisi kritis / runtuh.
Manfaat dari desain konstruksi bertahap antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut :
 Memungkinkan peningkatan kondisi perkerasan dengan memperbaiki kelemahan setempat
yang dijumpai di antara konstruksi tahap pertama dengan tahap kedua.
 Jika terdapat kesalahan perencanaan atau konstruksi atau material lapis pondasi atau
lapis pondasi bawah, maka koreksi masih dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah.
 Jika beban lalu-lintas tidak dapat diperkirakan dengan baik maka penyesuaian desain
dapat dilakukan pada konstruksi tahap kedua.
 Konstruksi bertahap dipertimbangkan seandainya pendanaan pembangunan jalan juga
harus disediakan secara bertahap juga.
Namun, disamping manfaat tersebut terdapat juga kerugian yang dapat terjadi akibat
pentahapan konstruksi perkerasan, seperti misalnya :
 Kualitas lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah harus tetap baik sesuai dengan
persyaratan yang diminta.
 Karena konstruksi perkerasan tahap kedua diberikan pada saat struktur perkerasan tahap
pertama masih dalam kondisi yang baik, maka hal ini dapat memberikan kesan bahwa
jalan yang masih baik sudah dilapis kembali.
 Pembangunan konstruksi tahap kedua memberi dua kali gangguan lalu-lintas yaitu dalam
pengertian biaya transportasi total, gangguan terhadap kelancaran lalu-lintas tersebut
dapat meningkatkan biaya operasi kendaraan, biaya kelambatan perjalanan maupun biaya
kecelakaan.
 Beberapa utilitas jalan yang sudah dibangun ditahap pertama harus dibangun kembali
setelah tahap kedua, seperti marka, posisi rambu, dan fasilitas drainase.
Ketentuan dasar desain konstruksi bertahap menurut metoda Analisa Komponen adalah
bahwa perioda desain tahap pertama harus ditetapkan tidak boleh lebih besar dari pada 50
% total masa layan. Dengan demikian, beban lalu-lintas yang dipikul oleh struktur
perkerasan pada tahap pertama dan kedua berturut-turut adalah :
 LER1 : LER selama perioda 25 – 50 % dari masa layan.
 LER2 : LER selama perioda 75 – 50 % dari masa layan.
Desain konstruksi bertahap sebenarnya didasarkan pada pendekatan analitis (teori unit
kerusakan), yaitu bahwa setiap kendaraan yang lewat akan menyebabkan derajat
kerusakan tertentu. Jika total nilai derajat kerusakan sama dengan 100 %, maka struktur
perkerasan dapat dikatakan telah mencapai masa layannya. Jadi, disini derajat kerusakan
dianggap sebanding dengan beban lalu-lintas (nilai LER).
Ketentuan konstruksi bertahap :
a. Pada akhir tahap pertama, struktur perkerasan dianggap masih memiliki sisa umur sebesar 40
%, atau :
X LER1 = LER1 + 40 % X LER1
Dan didapat nilai : X = 1,67
Jadi, nilai ITP untuk konstruksi tahap pertama (ITP1) dapat dihitung berdasarkan beban lalu-
lintas sebesar 1,67 LER1
b. Konstruksi tahap pertama, tanpa pemberian konstruksi tahap kedua, akan mampu melayani
60 % dari total masa layan, atau :
Y LER2 = LER1 + LER2
= 60 % Y LER2 + LER2
Dan didapat nilai : Y = 2,50
Serupa seperti untuk ITP1, nilai ITP total (ITPtotal)yang diperlukan untuk memikul beban lalu-
lintas selama masa layan dapat dihitung berdasarkan beban lalu-lintas sebesar 2,5 LER2
c. Nilai ITP untuk konstruksi tahap kedua (ITP2) adalah :
ITP2 = ITPtotal – ITP1
Perhitungan nilai ITP1 dan nilai ITPtotal dapat didasarkan pada nomogram atau model struktur
perkerasan (persamaan). Demikian juga, struktur perkerasan tahap pertama dapat di-desain
apakah dengan mengikuti salah satu skenario yang dilakukan pada konstruksi perkerasan
baru.
d. Tebal lapis tambahan, sebagai pekerjaan tahap kedua dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
dimana :
Do = Tebal lapis tambahan
ao = Koefisien kekuatan relatif
D. Pelapisan Tambahan (OVERLAY)
Prinsip dasar dari desain lapis tambahan pada struktur perkerasan lentur menurut metoda
Analisa Komponen adalah bahwa di akhir masa layannya Struktur perkerasan perlu diperkuat
dengan memperbesar nilai ITP sehingga mampu memikul perkiraan beban lalu-lintas
tambahan yang diinginkan.
Nilai ITP yang dimaksud diperoleh dari sisa nilai ITP struktur perkerasan lama ditambah
dengan nilai ITP tambahan dari lapis tambahan yang diberikan.
Dengan demikian, ada 2 langkah yang perlu dilakukan dalam proses perencanaan lapis
tambahan, yaitu :
 Menentukan nilai kondisi struktur perkerasan lama untuk mendapatkan nilai ITP sisa.
 Menghitung tebal lapis tambahan berdasarkan nilai ITP tambahan yang diperlukan, yang
dihitung sesuai dengan perkiraan beban lalu-lintas yang akan datang setelah dikurangi
dengan nilai ITP sisa.
Penentuan ITP sisa dilakukan secara subyektif. Nilai ITP sisa struktur perkerasan lama
dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
dimana :
Ki = Nilai kondisi lapisan, yang dinilai secara subyektif, lihat Tabel 2.11.
Ketebalan perkerasan yang ada ditentukan dengan test pit pada lokasi pengamatan.
Tebal lapisan tambahan dihitung berdasarkan rumus :
 ITP = ITPp - ITPs
o
o
a
ITP
D


Dimana :
o
o
a
ITP
D 2

 

 i
i
i
sisa K
D
a
ITP .
.
Tabel 2.11. : Nilai kondisi perkerasan jalan.
1. Lapis Permukaan :
Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda 90 – 100 %
Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda namun masih tetap stabil 70 – 90 %
Retak sedang, beberapa deformasi pd jalur roda, pada dasarnya masih
menunjukkan kestabilan
50 – 70 %
Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda, menunjukkan gejala
ketidak stabilan
30 – 50 %
2. Lapis Pondasi :
a. Pondasi Aspal Beton atau Penetrasi Macadam.
Umumnya tidak retak 90 – 100 %
Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil 70 – 90 %
Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan 50 – 70 %
Retak banyak, menunjukkan gejala ketidak stabilan 30 – 50 %
b. Stabilisasi tanah dengan semen atau kapur :
Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) < 10 70 – 100 %
c. Pondasi Macadam atau Batu Pecah :
Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) < 6 80 – 100 %
d. Lapis Pondasi Bawah :
Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) < 6 90 – 100 %
Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) > 6 70 – 90 %
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa
Komponen, 1987.
 ITP = Indek Tebal Perkerasan yang diperhitungkan.
ITPp = ITP perlu.
ITPs = ITP sisa = ITP perkerasan jalan lama (existing pavement).
Do = Tebal lapis tambahan.
ao = Koefisien kekuatan relatif bahan.
ITPperlu dihitung berdasarkan beban lalu-lintas untuk masa layan berikutnya. Perhitungan ITP
ini sama dengan layaknya menghitung ITP untuk pembangunan perkerasan baru. Pada
perhitungan ini perlu juga diperhitungkan kondisi tanah dasar, faktor regional, indeks
perkerasan awal dan akhir, dan sebagainya untuk kondisi masa layan berikutnya.
Nilai ITPsisa dapat bernilai nol yang artinya tidak memiliki sisa sama sekali. Penambahan
lapis tambahan dengan kondisi ini tidak disarankan karena tebal lapis permukaan tambahan
yang diberikan akan sangat tebal sehingga kurang ekonomis. Untuk itu jika tidak ada ITPsisa
maka disarankan untuk melakukan perencanaan ulang dan jika perlu dengan pembangunan
konstruksi baru. Alternatif lain adalah dengan membagi jenis lapisan sehingga persamaan
ITP dapat diubah menjadi :
 ITP = ITPp - ITPs = a1.D1 + a2.D2
BAGAN ALIR PERENCANAAN PERKERASAN CARA ANALISA KOMPONEN
( PELAPISAN TAMBAHAN )
Mulai
Traffic Test CBR
Angka Ekivalen Koefisien Distribusi LHR pada awal
Kendaraan (E) Kendaraan (C) umur rencana
Lintas Ekivalen Permulaan Lintas Ekivalen Akhir
LEP= LHR x C x E LEA= LHR x (1+i)^UR x C x E
Lintas Ekivalen Tengah
LET = (LEP+LEA)/2
Faktor Regional (FR) :
- Kelandaian Indeks
Lintas Ekivalen Rencana Daya Dukung - % kendaraan berat Permukaan
LER = LET x UR/10 Tanah (DDT) - Iklim/curah hujan ( IP)
Indek Tebal
Test Pit Perkerasan (ITP)
Koefisien Kekuatan Relatif Bahan Tebal Perkerasan
a1, a2, a3, a4 D1, D2, D3, D4
Indek Tebal Perkerasan
Existing (ITP)e
Indek Tebal Perkerasan
Pelapisan Tambahan
Tebal Perkerasan
Pelapisan Tambahan
Selesai
Gambar 2.5. menunjukkan bagan alir perencanaan perkerasan cara Bina Marga Analisa
Komponen untuk perencanaan pelapisan tambahan.
BAGAN ALIR PERENCANAAN PERKERASAN CARA ANALISA KOMPONEN
( UNTUK PELAPISAN TAMBAHAN )
E. Tinjauan Khusus Daya Rusak Jalan
Daya rusak jalan atau lebih dikenal dengan Damage Factor, seperti disajikan pada sub-bab
2.2.5. diatas, dalam buku ini, juga disajikan tentang damage factor yang diambil dari sumber
Majalah Teknik Jalan & Transportasi No. 101 Juli 2002, yang dapat digunakan sebagai
referensi, yang di-sari sebagai berikut dibawah ini.
Beban konstruksi perkerasan jalan mempunyai ciri-ciri khusus dalam artian mempunyai
perbedaan prinsip dari beban pada konstruksi lain di luar konstruksi jalan. Pemahaman atas ciri-
ciri khusus beban konstruksi perkerasan jalan tersebut sangatlah penting dalam pemahaman
lebih jauh, khususnya yang berkaitan dengan desain konstruksi perkerasan, kapasitas konstruksi
perkerasan, dan proses kerusakan konstruksi yang bersangkutan.
Sifat beban konstruksi perkerasan jalan sebagai berikut :
 Beban yang diperhitungkan adalah beban hidup yang berupa beban tekanan sumbu roda
kendaraan yang lewat diatasnya yang dikenal dengan axle load. Dengan demikian, beban
mati (berat sendiri) konstruksi diabaikan.
 Kapasitas konstruksi perkerasan jalan dalam besaran sejumlah repetisi (lintasan)
beban sumbu roda lalu-lintas dalam satuan standar axle load yang dikenal dengan
satuan EAL (equivalent axle load). Satuan standar axle load adalah axle load yang
mempunyai daya rusak kepada konstruksi perkerasan sebesar 1. Dan axle load yang
bernilai daya rusak sebesar 1 tersebut adalah single axle load sebesar 18.000 lbs atau 18
kips atau 8,16 ton.
 Tercapainya atau terlampauinya batas kapasitas konstruksi (sejumlah repetisi EAL) akan
menyebabkan berubahnya konstruksi perkerasan yang semula mantap menjadi tidak
mantap. Kondisi tidak mantap tersebut tidak berarti kondisi failure ataupun collapse.
Dengan demikian istilah failure atau collapse secara teoritis tidak akan (tidak boleh) terjadi
karena kondisi mantap adalah kondisi yang masih baik tetapi sudah memerlukan
penanganan berupa pelapisan ulang (overlay). Kerusakan total (failure, collapse)
dimungkinkan terjadi di lapangan, menunjukkan bahwa konstruksi perkerasan jalan
tersebut telah diperlakukan salah yaitu mengalami keterlambatan dalam penanganan
pemeliharaan baik rutin maupun berkala untuk menjaga tidak terjadinya collapse atau
failure dimaksud.
Banyak dikenal bentuk formula damage factor, dalam bahasan ini akan diberikan damage
factor yang sudah dianut oleh Standar Nasional Indonesia (SNI).
a. Rumus damage factor single axle
P P
b. Rumus damage factor tandem axle
P P
c. Rumus damage factor triple axle
P P
Bila kita perhatikan damage factor formula sebagaimana tercantum diatas, dapat
ditarik beberapa kesimpulan yang sangat menarik sebagai berikut :
a. Dari formula single axle (koefisien 1 dan exponen 4) :
Bila beban (P) dinaikkan 2 kali lipat, nilai daya rusak akan naik menjadi 16 kali
lipat. Ini berarti pula bahwa pelanggaran ketentuan batas muatan hingga 2 kali
lipatnya (200 %) akan berakibat peningkatan daya rusak 16 kali lipat.
b. Dari formula tandem axle (koefisien 0,086 dan exponen 4) :
Bila beban (P) dimuatkan pada tandem axle, dibandingkan dengan bila
dimuatkan pada single axle akan terjadi penurunan daya rusak (untuk beban P
yang sama) sebesar 91,4 % (1 – 0,086 = 0,914 = 91,4 %).
4
16
,
8
000
,
1 







P
DF Sgl
4
16
,
8
086
,
0 







P
DFTdm
4
16
,
8
053
,
0 







P
DF
Trp
c. Dari formula triple axle (koefisien 0,053 dan exponen 4) :
Bila beban (P) dimuatkan pada triple axle, dibandingkan dengan bila dimuatkan
pada single axle atau tandem axle akan terjadi :
 Single ke triple : penurunan daya rusak sebesar 94,7 % (1 – 0,053 = 0,947 =
94,7 %).
 Tandem ke triple : penurunan daya rusak sebesar 39,5 % (0,086 – 0,053 =
0,033 = 0,033 : 0,086 = 39,5 %).
Analisis lebih lanjut atas hasil diatas :
 Penggunaan tandem truck (sebagai pengganti single truck) dapat
memperpanjang masa pelayanan yang menjadi “jatah” angkutan barang
dengan truck sebesar 1 : 0,086 = 1,16 X.
 Penggunaan triple truck sebagai pengganti tandem truck (pengganti single
truck tidak dianalisis karena terlalu “jauh”) dapat memperpanjang yang
menjadi “jatah” angkutan barang dengan truck sebesar 0,086 : 0,053 = 1,62
kali.
 Dengan asumsi bahwa pay load ketiga jenis truck tersebut mempunyai
besaran perbandingan secara bertingkat pada klasifikasi MST 10 ton
sebagai berikut : 1 (15 – 5,7 = 9,3 ton) untuk truck tunggal, 1,54 (23 – 8,69 =
14,31 ton) untuk tandem truck, dan 2,45 (33 – 10,25 = 22,75 ton) untuk triple
truck. Maka dapat diperoleh beberapa hasil analisis sebagai berikut :
o Konversi jenis truck berdasarkan kesetaraan kapasitas muatan (illegal)
sebagai berikut :
 Satu buah triple truck (semi trailler) setara dengan 2,45 buah truck
tunggal atau 1,6 buah tandem truck. Dalam perhitungan total,
pengaruh angka / digit dibelakang koma akan lebih ter-optimalkan.
 Pengaruh perubahan atau perbandingan biaya transport Rp/tonKM
untuk tiap jenis truck juga akan berpola serupa yang angka
akuratnya masih memerlukan perhitungan yang lebih rinci. Dan
biaya transport tersebut juga akan dipengaruhi oleh kondisi jalan
yang kontributor utamanya adalah kendaraan jenis truck.
o Dari analisis konversi jenis truck diatas dapat dipetik kesimpulan bahwa
pemilihan jenis truck yang salah tidak hanya berdampak pada kecepatan
kerusakan jalan (sebagai kerugian Pembina Jalan) tetapi juga kerugian
bagi Pengguna Jalan berupa kenaikan biaya transport atau BOK
(sebagai kerugian masyarakat angkutan barang dengan truck).
Gambar 2.6. : Nilai ITP dari Nomogram
Gambar 2.7. Nilai ITP dari Nomogram
ITP
ITP
1
2
3
4
5
6
7
8
10
9
DDT
1
5
14
13
1
2
11
10
9
4
3
8
7
6
5
15
1
4
13
1
2
11
10
9
4
3
8
7
6
5
0.5
1.0
5
10
50
100
500
10.000
5.000
1.00
0
1
2 3
0.5
1.0
2.0
5.0
Nomogram
FR
LE
R
P = 8,16 t
IPt = 2,5
IPo = 3,9 – 3,5
ITP
ITP
1
2
3
4
5
6
7
8
10
9
DDT
1
5
14
13
1
2
11
10
9
4
3
8
7
6
5
15
1
4
13
1
2
11
10
9
4
3
8
7
6
5
0.5
1.0
5
10
50
100
50
0
10.000
5.000
1.00
0
1
2 3
0.5
1.0
2.0
5.0
Nomogram
FR
LE
R
P = 8,16 t
IPt = 2,0
IPo = 3,9 – 3,5
Gambar 2.8. : Nilai ITP
F. Rangkuman.
Dalam Bab II ini membahas Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan diuraikan tentang Ketentuan
Umum yang mendasari perencannan teknis jalan, yaitu : Peraturan perundangan terkait
perencanaan jalan dan beberapa pengertian istilah yang dianggap penting dalam perencanaan
jalan.
Persyaratan Teknis Perencanaan Jalan yang berkaitan dengan parameter : Kecepatan rencana,
Lebar Badan Jalan, Kapasitas Jalan, Jalan Masuk, Persimpangan Sebidang dan Fasilitas
berputar Balik, Bangunan Pelengkap Jalan, Perlengkapan Jalan, Penggunaan Jalan Sesuai
Fungsinya,dan Ketidak putusan Jalan
Kriteria Teknis Perencanaan Jalan.
Kriteria Teknis Perencanaan Jalan yang berkaitan dengan aspek : Tahapan Perencanaan Jalan,
Fungsi Jalan, Kelas Jalan, Bagian-bagian Jalan, Dimensi Jalan, Muatan Sumbu Terberat, Volume
lalu Lintas, Kapasitas, Persyaratan Geometrik Jalan, Konstruksi Jalan, Konstruksi Bangunan
Pelengkap Jalan, Perlengkapan Jalan, Kelestarian Lingkungan dan Ruang Bebas Jalan
ITP
1
2
3
4
5
6
7
8
10
9
DDT
1
5
14
13
1
2
11
10
9
4
3
8
7
6
5
15
1
4
13
1
2
11
10
9
4
3
8
7
6
5
0.5
1.0
5
10
50
100
500
10.000
5.000
1.00
0
1
2 3
0.5
1.0
2.0
5.0
Nomogram
FR
LER
P = 8,16 t
IPt = 1,5
IPo = 3,9 – 3,5

More Related Content

Similar to Modul 7 PPJ.pdf

PPT PERKERASAN JALAN RAYA 2015
PPT PERKERASAN JALAN RAYA 2015PPT PERKERASAN JALAN RAYA 2015
PPT PERKERASAN JALAN RAYA 2015Herizki Trisatria
 
contoh untuk melakukan perhitungan MDP 2013.pptx
contoh untuk melakukan perhitungan MDP 2013.pptxcontoh untuk melakukan perhitungan MDP 2013.pptx
contoh untuk melakukan perhitungan MDP 2013.pptxprodiftsp2023
 
Presentasi Perkerasan Jalan Raya UNS 2015
Presentasi Perkerasan Jalan Raya UNS 2015Presentasi Perkerasan Jalan Raya UNS 2015
Presentasi Perkerasan Jalan Raya UNS 2015Herizki Trisatria
 
11 rigid-pavement
11 rigid-pavement11 rigid-pavement
11 rigid-pavementsyaiful_61
 
Desain Perkerasan Jalan Kelompok Estu dkk
Desain Perkerasan Jalan Kelompok Estu dkkDesain Perkerasan Jalan Kelompok Estu dkk
Desain Perkerasan Jalan Kelompok Estu dkkDian Rahmawati
 
61924_Modul_2_-_ANALISA_LALULINTAS__DIKLAT_PERKERASAN_JL._TB._HISNI__36_hal._...
61924_Modul_2_-_ANALISA_LALULINTAS__DIKLAT_PERKERASAN_JL._TB._HISNI__36_hal._...61924_Modul_2_-_ANALISA_LALULINTAS__DIKLAT_PERKERASAN_JL._TB._HISNI__36_hal._...
61924_Modul_2_-_ANALISA_LALULINTAS__DIKLAT_PERKERASAN_JL._TB._HISNI__36_hal._...ssuser37b832
 
687 slide jalan raya ii (2) 13-rigid-pavement
687 slide jalan raya ii (2) 13-rigid-pavement687 slide jalan raya ii (2) 13-rigid-pavement
687 slide jalan raya ii (2) 13-rigid-pavementIST (Univ of Lisbon)
 
Desain perkerasan jalan (kelompok 1)
Desain perkerasan jalan (kelompok 1)Desain perkerasan jalan (kelompok 1)
Desain perkerasan jalan (kelompok 1)Fathoni Kudo
 
10_DESEMBER_2022_PERKERASAN_DENGA_METODE_AASHTO_DAN_MDP_KEL.9[1].pptx
10_DESEMBER_2022_PERKERASAN_DENGA_METODE_AASHTO_DAN_MDP_KEL.9[1].pptx10_DESEMBER_2022_PERKERASAN_DENGA_METODE_AASHTO_DAN_MDP_KEL.9[1].pptx
10_DESEMBER_2022_PERKERASAN_DENGA_METODE_AASHTO_DAN_MDP_KEL.9[1].pptxnugrahafillah1
 
DESAIN DAN APLIKASI JALAN BETON DI PENDEKAT UTARA JALAN RINGROAD TIMUR, PEREM...
DESAIN DAN APLIKASI JALAN BETONDI PENDEKAT UTARA JALAN RINGROADTIMUR, PEREM...DESAIN DAN APLIKASI JALAN BETONDI PENDEKAT UTARA JALAN RINGROADTIMUR, PEREM...
DESAIN DAN APLIKASI JALAN BETON DI PENDEKAT UTARA JALAN RINGROAD TIMUR, PEREM...Debora Elluisa Manurung
 
Perencaan Tebal Perkerasan Jalan Raya
Perencaan Tebal Perkerasan Jalan RayaPerencaan Tebal Perkerasan Jalan Raya
Perencaan Tebal Perkerasan Jalan RayaAvivatun Niswah
 
Tugas pjr (perencanaan tebal perkerasan)
Tugas pjr (perencanaan tebal perkerasan)Tugas pjr (perencanaan tebal perkerasan)
Tugas pjr (perencanaan tebal perkerasan)Avivatun Niswah
 
Tugas perencanaan struktur geometri jalan
Tugas  perencanaan struktur geometri jalanTugas  perencanaan struktur geometri jalan
Tugas perencanaan struktur geometri jalanMuhammad Ali
 
Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda AASHTO 1993...
Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda AASHTO 1993...Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda AASHTO 1993...
Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda AASHTO 1993...Debora Elluisa Manurung
 
Lampiran a perhitungan bb
Lampiran a perhitungan bbLampiran a perhitungan bb
Lampiran a perhitungan bbNazar Civil
 
contoh presentasi seminar proposal skripsi teknik sipil
contoh presentasi seminar proposal skripsi teknik sipilcontoh presentasi seminar proposal skripsi teknik sipil
contoh presentasi seminar proposal skripsi teknik sipilNengHodijatulKubro07
 

Similar to Modul 7 PPJ.pdf (20)

PPT PERKERASAN JALAN RAYA 2015
PPT PERKERASAN JALAN RAYA 2015PPT PERKERASAN JALAN RAYA 2015
PPT PERKERASAN JALAN RAYA 2015
 
contoh untuk melakukan perhitungan MDP 2013.pptx
contoh untuk melakukan perhitungan MDP 2013.pptxcontoh untuk melakukan perhitungan MDP 2013.pptx
contoh untuk melakukan perhitungan MDP 2013.pptx
 
Desain perkerasan jalan
Desain perkerasan jalanDesain perkerasan jalan
Desain perkerasan jalan
 
Bab ii mitha
Bab ii mithaBab ii mitha
Bab ii mitha
 
Desain perkerasan jalan
Desain perkerasan jalanDesain perkerasan jalan
Desain perkerasan jalan
 
Presentasi Perkerasan Jalan Raya UNS 2015
Presentasi Perkerasan Jalan Raya UNS 2015Presentasi Perkerasan Jalan Raya UNS 2015
Presentasi Perkerasan Jalan Raya UNS 2015
 
11 rigid-pavement
11 rigid-pavement11 rigid-pavement
11 rigid-pavement
 
Desain Perkerasan Jalan Kelompok Estu dkk
Desain Perkerasan Jalan Kelompok Estu dkkDesain Perkerasan Jalan Kelompok Estu dkk
Desain Perkerasan Jalan Kelompok Estu dkk
 
61924_Modul_2_-_ANALISA_LALULINTAS__DIKLAT_PERKERASAN_JL._TB._HISNI__36_hal._...
61924_Modul_2_-_ANALISA_LALULINTAS__DIKLAT_PERKERASAN_JL._TB._HISNI__36_hal._...61924_Modul_2_-_ANALISA_LALULINTAS__DIKLAT_PERKERASAN_JL._TB._HISNI__36_hal._...
61924_Modul_2_-_ANALISA_LALULINTAS__DIKLAT_PERKERASAN_JL._TB._HISNI__36_hal._...
 
687 slide jalan raya ii (2) 13-rigid-pavement
687 slide jalan raya ii (2) 13-rigid-pavement687 slide jalan raya ii (2) 13-rigid-pavement
687 slide jalan raya ii (2) 13-rigid-pavement
 
Desain perkerasan jalan (kelompok 1)
Desain perkerasan jalan (kelompok 1)Desain perkerasan jalan (kelompok 1)
Desain perkerasan jalan (kelompok 1)
 
10_DESEMBER_2022_PERKERASAN_DENGA_METODE_AASHTO_DAN_MDP_KEL.9[1].pptx
10_DESEMBER_2022_PERKERASAN_DENGA_METODE_AASHTO_DAN_MDP_KEL.9[1].pptx10_DESEMBER_2022_PERKERASAN_DENGA_METODE_AASHTO_DAN_MDP_KEL.9[1].pptx
10_DESEMBER_2022_PERKERASAN_DENGA_METODE_AASHTO_DAN_MDP_KEL.9[1].pptx
 
DESAIN DAN APLIKASI JALAN BETON DI PENDEKAT UTARA JALAN RINGROAD TIMUR, PEREM...
DESAIN DAN APLIKASI JALAN BETONDI PENDEKAT UTARA JALAN RINGROADTIMUR, PEREM...DESAIN DAN APLIKASI JALAN BETONDI PENDEKAT UTARA JALAN RINGROADTIMUR, PEREM...
DESAIN DAN APLIKASI JALAN BETON DI PENDEKAT UTARA JALAN RINGROAD TIMUR, PEREM...
 
Perencaan Tebal Perkerasan Jalan Raya
Perencaan Tebal Perkerasan Jalan RayaPerencaan Tebal Perkerasan Jalan Raya
Perencaan Tebal Perkerasan Jalan Raya
 
Tugas pjr (perencanaan tebal perkerasan)
Tugas pjr (perencanaan tebal perkerasan)Tugas pjr (perencanaan tebal perkerasan)
Tugas pjr (perencanaan tebal perkerasan)
 
SEMINAR PROPOSAL.pptx
SEMINAR PROPOSAL.pptxSEMINAR PROPOSAL.pptx
SEMINAR PROPOSAL.pptx
 
Tugas perencanaan struktur geometri jalan
Tugas  perencanaan struktur geometri jalanTugas  perencanaan struktur geometri jalan
Tugas perencanaan struktur geometri jalan
 
Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda AASHTO 1993...
Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda AASHTO 1993...Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda AASHTO 1993...
Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda AASHTO 1993...
 
Lampiran a perhitungan bb
Lampiran a perhitungan bbLampiran a perhitungan bb
Lampiran a perhitungan bb
 
contoh presentasi seminar proposal skripsi teknik sipil
contoh presentasi seminar proposal skripsi teknik sipilcontoh presentasi seminar proposal skripsi teknik sipil
contoh presentasi seminar proposal skripsi teknik sipil
 

Recently uploaded

tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptxGiftaJewela
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 

Recently uploaded (20)

tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 

Modul 7 PPJ.pdf

  • 1. Fakultas Program Studi Tatap Muka Disusun Oleh Raden Hendra Ariyapijati, Dr.,ST, MT Teknik Teknik Sipil 07 1 (Rev 201 7) MODULPERKULIAHAN Perancangan Perkerasan Jalan Metode analisa komponen Abstrak Sub-CPMK (lihat di RPS) Perkerasan lentur merupakan tipe perkerasan Jalan dengan bahan pengikat aspal. Bahan yang dicampurkan dengan agregat dan aspal, yang dihampar diatas base dengan maksud agar lalu lintas dapat berjalan dengan lancar dan mampu mendukung beban lalulintas. Mahasiswa dapat mendesain tebal perkerasan lentur dengan meode analisa komponen, l konstruksi perkerasan sesuai beban lalu lintas dan lingkungan.
  • 2.   n n n mewakili h h h h CBR h CBR h CBR h CBR h CBR        3 2 1 3 3 3 2 2 1 1 . . . . 3 1 3 1 3 1 3 1 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN A. Umum Metode perencanaan penentuan tebal perkerasan didasarkan pada buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen No. SNI 1732-1989-F. B. Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Baru Perencanaan jalan baru ini digunakan untuk penentuan tebal perkerasan dimana perkerasan jalan tersebut akan terdiri atau meliputi seluruh lapisan perkerasan jalan dari tanah dasar, subbase course, base course dan surface course. Juga berlaku untuk perencanaan rekonstruksi jalan (full depth pavement) dan pelebaran jalan. Gambar 2.2. menunjukkan diagram alir tahapan perencanaan tebal perkerasan jalan baru dengan metode analisa komponen. 1. Daya dukung tanah dasar Daya dukung tanah dasar sangat mempengaruhi ketahananan lapisan diatasnya dan mutu jalan secara keseluruhan. Untuk menentukan daya dukung tanah dasar, terlebih dahulu harus ditentukan CBR (California Bearing Ratio) dari tanah dasar itu. Pada satu titik pengamatan diharapkan telah mewakili nilai CBR tanah dasar sedalam  1 meter. Apabila terjadi perbedaan nilai CBR pada satu titik pengamatan, maka dilakukan perhitungan CBR mewakili dengan formula dibawah ini : (Sumber : Manual For Design and Construction of Asphalt Pavement, Japan Road Association, 1980) Dan memenuhi persyaratan : a. Jika h1 > 40 CBR mewakili > CBR1 b. Jika h1+h2 > 40 dan CBR1 < CBR2 CBR mewakili > CBR1 c. Jika h1+h2 > 40 dan CBR1 > CBR2 CBR mewakili > CBR2
  • 3. d. Jika h1+h2 < 40, CBR1 < CBR2 < CBR3 CBR mewakili > CBR1 e. Jika h1+h2 < 40, CBR2 < CBR1 < CBR3 CBR mewakili > CBR2 f. Jika h1+h2 < 40, CBR3 < CBR1 < CBR2 CBR mewakili > CBR3 Sumber : Design Parameter and Model for the Road Works Design System, Sub Directorate of Technical Planning Bina Program Jalan, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, April 1987. Lapis tanah dasar h1 h2 h3 Gambar 2.1. : Lapisan tanah dasar. Pada satu segmen jalan, pengambilan CBR untuk perencanaan dilakukan setiap jarak 200 meter ditambah pada setiap lokasi terjadinya perubahan jenis tanah atau kondisi lingkungan. CBR design yang mewakili pada segmen jalan tersebut adalah : CBR design = CBR rata-rata - std CBR std CBR = standard deviasi nilai CBR. Pada badan jalan yang terletak diatas tanah timbunan yang lebih besar dari 1 meter maka : CBR design = CBR timbunan. Apabila perencanaan dilakukan serempak dalam beberapa segmen sehingga diperlukan waktu yang singkat dalam penentuan nilai CBR design, maka nilai CBR design dapat ditentukan dengan alat Dynamic Cone Penetrometer (DCP) dan dilakukan langsung dilapangan. CBR design juga dapat diambil berdasar metode Bina Marga. Persyaratan untuk perencanaan daya dukung tanah dasar yang baik minimum nilai CBR adalah 6 %. Korelasi antara Daya Dukung Tanah (DDT) dengan CBR diberikan dalam bentuk Nomogram seperti pada Gambar 5.3. dengan persamaan sebagai berikut : DDT = 4,3 log (CBR) + 1,7 2. Faktor Regional Faktor regional (Tabel 2.1.) ditentukan oleh beberapa hal yaitu :  Keadaan iklim
  • 4.  Persentase kendaraan berat ( 5 ton )  Derajat kemiringan memanjang jalan Tabel 2.1. : Faktor Regional (FR). Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian III ( < 6 % ) ( 6 - 10 % ) ( > 10 % ) % Kendaraan berat % Kendaraan berat % Kendaraan berat  30 % > 30 %  30 % > 30 %  30 % > 30 % Iklim : < 900 mm/th 0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5 Iklim : > 900 mm/th 1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5 Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa Komponen, 1987. BAGAN ALIR PROSEDUR PERENCANAAN FLEXIBLE PAVAMENT DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN Gambar 2.2. Pada bagian jalan tertentu yaitu :  Persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam ( R = 30 m ) nilai FR ditambah 0,5 Koefisien distribusi Lintas ekivalen kendaraan permulaan Lintas ekivalen Lintas ekivalen tengah rencana Angka ekivalen Lintas ekivalen kendaraan akhir CBR Daya Dukung Tanah Indek Tebal Perkerasan Faktor Regional Tebal Perkerasan Indeks Permukaan Koefisien kekuatan relatif bahan Traffic LHR pada awal umur rencana
  • 5.  Daerah rawa nilai FR ditambah 1,0 Gambar 2.3. : Korelasi antara Daya Dukung Tanah (DDT) dan CBR 3. Lebar jalan dan jumlah lajur lalu-lintas Lebar perkerasan jalan ditentukan dari jumlah lajur yang direncanakan. Seperti Tabel 5.2.. Tabel 2.2. : Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan. Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa Komponen, 1987. Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut Tabel 2.3. Lebar perkerasan (L) Jumlah lajur (n) L < 5.50 m 1 5,50 m < 8,25 m 2 8,25 m < 11,25 m 3 11,25 m < 15,00 m 4 15,00 m < 18,75 m 5 18,75 m < 22,00 m 6 1 2 3 4 5 6 20 30 100 50 1 2 3 4 5 6 7 8 10 9 7 8 9 10 60 40 70 80 90 DDT CBR
  • 6. Tabel 2.3. : Koefisien distribusi kendaraan (C). Jumlah lajur Kendaraan ringan Kendaraan berat Berat total < 5 T Berat total > 5 T 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1 1,00 1,00 1,00 1,000 2 0,60 0,50 0,70 0,500 3 0,40 0,40 0,50 0,475 4 - 0,30 - 0,450 5 - 0,25 - 0,425 6 - 0,20 - 0,400 Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa Komponen, 1987. 4. Volume lalu-lintas Untuk perencanaan jalan diperlukan suatu kemampuan memperkirakan volume lalu-lintas yang diharapkan melewati suatu jalur jalan. Volume lalu-lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan pada suatu jalur jalan selama satu satuan waktu. Untuk mendapatkan volume lalu lintas dilakukan survey volume lalu lintas. Survai volume lalu-lintas dilakukan selama 3 x 24 jam atau 3 x 16 jam terus menerus dari hari Selasa sampai dengan Kamis dan bukan hari libur. Dalam survai volume lalu-lintas untuk kebutuhan perencanaan tebal perkerasan, jenis kendaraan dibagi dalam komposisi sebagai berikut : 1) Sedan, jeep, dan station wagon 2) Oplet, pick up suburban dan combi (penumpang) 3) Micro truck dan Mobil penumpang 4) Bis kecil 5) Bis besar 6) Truk 2 As 7) Truk Tangki 2 As > 10 T 8) Truk Tangki gandengan 9) Truk 3 As atau lebih Dari hasil survai volume lalu lintas dapat diketahui :  Lalu lintas Harian rata-rata (LHR).  Komposisi arus lalu lintas. Catatan : Tata-cara survai volume lalu-lintas (traffic counting), tergantung ketentuan lain yang diberlakukan.
  • 7. 4 16 , 8        L k E 5. Angka ekivalen beban sumbu Angka ekivalen beban sumbu kendaraan adalah angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal / ganda kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 Lb). Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut rumus dibawah ini : dimana : L = beban sumbu kendaraan (ton) k = 1 : untuk sumbu tunggal = 0,086 : untuk sumbu tandem = 0,021 : untuk sumbu triple Dengan rumus diatas maka angka ekivalen beban sumbu kendaraan dapat diketahui, untuk lebih praktisnya dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. : Angka ekivalen beban sumbu. Beban sumbu Angka ekivalen Kg Lb Sumbu tunggal Sumbu ganda 1.000 2.205 0,0002 - 2.000 4.409 0,0036 0,0003 3.000 6.614 0,0183 0,0016 4.000 8.818 0,0577 0,0050 5.000 11.023 0,1410 0,0121 6.000 13.228 0,2933 0,0251 7.000 15.432 0,5415 0,0466 8.000 17.637 0,9328 0,0794 8.160 18.000 1,0000 0,0860 9.000 19.841 1,4798 0,1273 10.000 22.046 2,2555 0,1940 11.000 24.251 3,3022 0,2840 12.000 26.455 4,6770 0,4022 13.000 28.660 6,4419 0,5540 14.000 30.864 8,6447 0,7452 15.000 33069 11,4184 0,9820 16.000 35.276 14,7815 1,2712 Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa Komponen, 1987.
  • 8. Konfigurasi beban sumbu pada berbagai jenis kendaraan beserta angka ekivalen kendaraan dalam keadaan kosong (min) dan dalam keadaan bermuatan (max), dapat dilihat pada Tabel 2.5. Untuk perencanaan, berat kendaraan harus disurvai sehingga dapat diketahui berat rata-rata tiap kendaraan yang melewati jalur tertentu. Tetapi bila waktu tidak mencukupi untuk mengadakan survai maka diambil diantara dalam keadaan kosong sampai dengan keadaan muatan maksimum. Angka Ekivalen tiap jenis kendaraan diatas dapat dihitung berdasarkan Tabel 2.4. dengan persentase konfigurasi beban sumbu pada Tabel 2.5. serta rumus angka ekivalen beban sumbu tunggal dan ganda diatas. Tabel 2.5. : Konfigurasi beban sumbu. KONFIGURASI SUMBU & TIPE BERAT KOSONG (ton) BEBAN MUATAN MAKSIMUM (ton) BERAT TOTAL MAKSIMUM (ton) UE 18 KSAL KOSONG UE 18 KSAL MAKSIMUM RODA TUNGGAL PADA UJUNG SUMBU RODA GANDA PADA UJUNG SUMBU 1,1 HP 1,5 0,5 2,0 0,0001 0,0005 1,2 BUS 3 6 9 0,0037 0,3006 1,2L TRUK 2,3 6 8,3 0,0013 0,2174 1,2H TRUK 4,2 14 18,2 0,0143 5,0264 1,22 TRUK 5 20 25 0,0044 2,7416 1,2+2,2 TRAILER 6,4 25 31,4 0,0085 3,9083 1,2-2 TRAILER 6,2 20 26,2 0,0192 6,1179 1,2-2,2 TRAILER 10 32 42 0,0327 10,183 (Sumber : Manual Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman beam No. 01/MN/BM/83). 18% 28% 54% 27% 27% 18% 28% 27% 27% 25% 75% 34% 66% 34% 66% 34% 66% 18% 41% 41% 50% 50%
  • 9. 2 LEA LEP 6. Lintas ekivalen Yang dimaksud dengan lintas ekivalen adalah suatu nilai ekivalen tingkat kerusakan jalan akibat repetisi dari lintasan kendaraan selama satu satuan waktu. Lintas Ekivalen dibedakan atas : a. Lintas Ekivalen Permulaan Yaitu besarnya lintas ekivalen pada saat jalan dibuka (awal umur rencana). Dimana : LHR = Lalu lintas harian rata-rata C = Koefisien distribusi kendaraan sesuai dengan jumlah lajur E = Angka ekivalen (faktor kerusakan jalan akibat lalu lintas kendaraan) J = Jenis kendaraan b. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) Yaitu besarnya lalu lintas ekivalen pada saat akhir umur rencana. Dimana : UR = Umur Rencana i = Perkembangan lalulintas c. Lintas Ekivalen Tengah (LET) Yaitu besarnya lintas ekivalen rata-rata selama umur perencanaan. LET = d. Lintas Ekivalen Rencana (LER) Yaitu besarnya lintas ekivalen rencana yang digunakan dalam perencanaan. LER = LET x FP 10 UR FP  FP = Faktor Penyesuaian 7. Indeks Permukaan Indeks Permukaan (IP) ini menyatakan nilai dari pada kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Indeks permukaan ini diukur dari kemampuan pelayanan (service ability) suatu jalan berdasarkan j j n j j E C LHR LEP    1   j j UR n j j E C i LHR LEA       1 1
  • 10. pengamatan kondisi jalan, meliputi kerusakan-kerusakan seperti retak-retak, alur, lubang, kekasaran permukaan dan lain sebagainya yang terjadi selama umur pelayanan jalan. Nilai Indeks Permukaan bervariasi dari angka 0 s/d 5. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya seperti yang tersebut dibawah ini : IP = 1,0 : Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan. IP = 1,5 : Tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus). IP = 2,0 : Tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap. IP = 2,5 : Menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik. IP > 2,5 : Menyatakan permukaan jalan cukup stabil dan baik. Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan / kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana menurut Tabel 2.6. Dalam menentukan IPt pada akhir umur rencana perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan LER menurut Tabel 2.7. Tabel 2.6. : Indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo). Jenis Lapis Perkerasan IPo Roughness *) (mm/km) Laston  4  1000 3,9 - 3,5 > 1000 Lasbutag 3,9 - 3,5  2000 3,4 - 3,0 > 2000 HRA 3,9 - 3,5  2000 3,4 - 3,0 > 2000 Burda 3,9 - 3,5 < 2000 Burtu 3,4 - 3,0 < 2000 Lapen 3,4 - 3,0  3000 2,9 - 2,5 > 3000 Lastasbum 2,9 - 2,5 Buras 2,9 - 2,5 Latasir 2,9 - 2,5 Jalan Tanah  2,4 Jalan Kerikil  2,4
  • 11. Tabel 2.7. : Indeks permukaan pada akhir umur rencana (IP). LER = Lintas Ekivalen Rencana *) Klasifikasi Jalan Lokal Kolektor Arteri Tol < 10 1,0 - 1,5 1,5 1,5 - 20 - 10 - 100 1,5 1,5 - 2,0 2,0 - 100 - 1000 1,5 - 2,0 2,0 2,0 - 2,5 - > 1000 - 2,0 - 2,5 2,5 2,5 Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa Komponen, 1987. *) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal. Tingkat pelayanan lalu-lintas selama umur rencana ditentukan dari rasio kehilangan kemampuan pelayanan. Masa kemampuan pelayanan ini dapat dilihat pada Gambar 5.4. 5 4 3 2 Umur rencana Gambar 2.4. : Masa kemampuan pelayanan. 8. Koefisien kekuatan relatif (a) Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang stabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah). IPo IPt
  • 12. Daftar koefisien kekuatan relatif ditentukan menurut Tabel 2.8. Tabel 2.8. : Koefisien kekuatan relatif (a). Koefisien kekuatan relatif Kekuatan Bahan Jenis Bahan a1 a2 a3 MS (kg) Kt (kg/cm2) CBR (%) 0,40 - - 744 - - 0,35 - - 590 - - Laston 0,32 - - 454 - - 0,30 - - 340 - - 0,35 - - 744 - - 0,31 - - 590 - - Lasbutag 0,28 - - 454 - - 0,26 - - 340 - - 0,30 - - 340 - - HRA 0,26 - - 340 - - Aspal Macadam 0,25 - - - - - Lapen(mekanis) 0,20 - - - - - Lapen(manual) - 0,28 - 590 - - - 0,26 - 454 - - Laston Atas - 0,24 - 340 - - Tabel2.8. : Koefisien kekuatan relatif (a) – Lanjutan. Koefisien kekuatan relatif Kekuatan Bahan Jenis Bahan a1 a2 a3 MS (kg) Kt (kg/cm2) CBR (%) - 0,23 - - - - Lapen (mekanis) - 0,19 - - - - Lapen (manual) - 0,15 - - 22 - Stab. tanah dg semen - 0,13 - - 18 - - 0,15 - - 22 - Stab. tanah dg kapur - 0,13 - - 18 - - 0,14 - - - 100 Batu pecah (kelas A) - 0,13 - - - 80 Batu pecah (kelas B) - 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas C) - - 0,13 - - 70 Sirtu / pitrun (kelas A) - - 0,12 - - 50 Sirtu / pitrun (kelas B) - - 0,11 - - 30 Sirtu / pitrun (kelas C) - - 0,10 - - 20 Tnh / lempung kepasiran Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa Komponen, 1987.
  • 13. Koefisien kekuatan relatif bahan untuk Cement Treated Base (CTB) sebagai berikut :  CTB dengan kuat tekan > 45 kg/cm2 : a = 0,23  CTB dengan kuat tekan 28 - 45 kg/cm2 : a = 0,20  CTB dengan kuat tekan < 28 kg/cm2 : a = 0,15 (Sumber : Teknik Jalan Raya, Clarkson H Oglesby, R Gary Hicks, Jilid 2, 1996) 9. Indeks Tebal Perkerasan (ITP ) Indeks tebal perkerasan (ITP ) adalah suatu indeks yang menentukan tebal perkerasan dan ditulis dengan rumus umum sebagai berikut : dimana : a1 = Koefisien kekuatan relatif lapisan permukaan. a2 = Koefisien kekuatan relatif lapisan pondasi atas perkerasan beraspal. a3 = Koefisien kekuatan relatif lapisan pondasi atas perkerasan berbutir. a4 = Koefisien kekuatan relatif lapisan pondasi bawah. D1 = Tebal lapisan permukaan. D2 = Tebal lapisan pondasi atas perkerasan beraspal. D3 = Tebal lapisan pondasi atas perkerasan berbutir. D4 = Tebal lapisan pondasi bawah. Nilai ITP dapat ditentukan dengan menempatkan nilai-nilai daya dukung tanah (DDT), Lalu-lintas Ekivalen Rencana (LER) dan Faktor Regional (FR) pada Nomogram Gambar 2.6. – 2.7. – 2.8. yang diberikan pada lembar akhir dari bab ini. 10. Batas minimum tebal perkerasan a. Lapis permukaan (Tabel 2.9.) ITP Tebal min. (cm) Bahan < 3,00 5 Lapis pelindung : Buras, Burtu, Burda 3,00 – 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston 6,71 – 7,49 7,5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston 7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag, Laston  10,00 10 Laston 4 4 3 3 2 2 1 1 1 . . . . . D a D a D a D a D a ITP n i i i       
  • 14. b. Lapis pondasi (Tabel 2.10.) ITP Tebal min. (cm) Bahan < 3,00 15 Batu pecah,stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur. 3,00 – 7,49 20 *) 10 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur. Laston atas. 7,50 – 9,99 20 15 Batu pecah, stabilisasi tanah dgn semen, stabilisasi tnh dgn kapur, macadam. Laston atas 10 – 12,14 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, Macadam, Lapen, Laston atas.  12,25 25 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, Macadam, Lapen, Laston atas. Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa Komponen, 1987. *) Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan material berbutir kasar. c. Lapis pondasi bawah. Untuk setiap nilai ITP, bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm. 11. Persamaan dasar Persamaan dasar yang digunakan oleh metoda Analisa Komponen adalah : dimana : LER = Lintas Ekivalen Rencana. ITP = Indeks Tebal Perkerasan. IPo = Indeks permukaan pada awal umur rencana. IPt = Indeks permukaan pada akhir umur rencana. FR = Faktor Regional. DDT = Daya Dukung Tanah. Persamaan ini dapat untuk menyelesaikan nomogram seperti pada Gambar 2.6. – 2.7. – 2.8.     3 372 , 0 1 log 1 54 , 2 1904 4 , 0 5 , 1 2 , 4 log 2 , 0 1 54 , 2 log 36 , 9 3560 log 19 , 5                                   DDT FR ITP IP IP ITP LER t o
  • 15. C. Konstruksi Bertahap Konstruksi bertahap adalah konstruksi perkerasan lentur yang memiliki satu lapis pondasi bawah, satu lapis pondasi atas dan dua lapis permukaan, dimana kedua lapis permukaan tersebut dari bahan aspal beton atau sejenis yang dikerjakan secara berurutan dengan selang waktu tertentu menurut ketetapan yang ditentukan dalam proses desain. Perlu dijelaskan disini, bahwa pada saat pekerjaan lapis permukaan kedua (sebagai lapis tambahan), kondisi struktur perkerasan tahap pertama masih stabil. Hal inilah yang membedakan pekerjaan konstruksi bertahap dengan pekerjaan peningkatan jalan (pekerjaan lapis tambahan) karena pada pekerjaan peningkatan jalan, di akhir masa layan, struktur perkerasan lama telah mencapai kondisi kritis / runtuh. Manfaat dari desain konstruksi bertahap antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut :  Memungkinkan peningkatan kondisi perkerasan dengan memperbaiki kelemahan setempat yang dijumpai di antara konstruksi tahap pertama dengan tahap kedua.  Jika terdapat kesalahan perencanaan atau konstruksi atau material lapis pondasi atau lapis pondasi bawah, maka koreksi masih dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah.  Jika beban lalu-lintas tidak dapat diperkirakan dengan baik maka penyesuaian desain dapat dilakukan pada konstruksi tahap kedua.  Konstruksi bertahap dipertimbangkan seandainya pendanaan pembangunan jalan juga harus disediakan secara bertahap juga. Namun, disamping manfaat tersebut terdapat juga kerugian yang dapat terjadi akibat pentahapan konstruksi perkerasan, seperti misalnya :  Kualitas lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah harus tetap baik sesuai dengan persyaratan yang diminta.  Karena konstruksi perkerasan tahap kedua diberikan pada saat struktur perkerasan tahap pertama masih dalam kondisi yang baik, maka hal ini dapat memberikan kesan bahwa jalan yang masih baik sudah dilapis kembali.  Pembangunan konstruksi tahap kedua memberi dua kali gangguan lalu-lintas yaitu dalam pengertian biaya transportasi total, gangguan terhadap kelancaran lalu-lintas tersebut dapat meningkatkan biaya operasi kendaraan, biaya kelambatan perjalanan maupun biaya kecelakaan.  Beberapa utilitas jalan yang sudah dibangun ditahap pertama harus dibangun kembali setelah tahap kedua, seperti marka, posisi rambu, dan fasilitas drainase.
  • 16. Ketentuan dasar desain konstruksi bertahap menurut metoda Analisa Komponen adalah bahwa perioda desain tahap pertama harus ditetapkan tidak boleh lebih besar dari pada 50 % total masa layan. Dengan demikian, beban lalu-lintas yang dipikul oleh struktur perkerasan pada tahap pertama dan kedua berturut-turut adalah :  LER1 : LER selama perioda 25 – 50 % dari masa layan.  LER2 : LER selama perioda 75 – 50 % dari masa layan. Desain konstruksi bertahap sebenarnya didasarkan pada pendekatan analitis (teori unit kerusakan), yaitu bahwa setiap kendaraan yang lewat akan menyebabkan derajat kerusakan tertentu. Jika total nilai derajat kerusakan sama dengan 100 %, maka struktur perkerasan dapat dikatakan telah mencapai masa layannya. Jadi, disini derajat kerusakan dianggap sebanding dengan beban lalu-lintas (nilai LER). Ketentuan konstruksi bertahap : a. Pada akhir tahap pertama, struktur perkerasan dianggap masih memiliki sisa umur sebesar 40 %, atau : X LER1 = LER1 + 40 % X LER1 Dan didapat nilai : X = 1,67 Jadi, nilai ITP untuk konstruksi tahap pertama (ITP1) dapat dihitung berdasarkan beban lalu- lintas sebesar 1,67 LER1 b. Konstruksi tahap pertama, tanpa pemberian konstruksi tahap kedua, akan mampu melayani 60 % dari total masa layan, atau : Y LER2 = LER1 + LER2 = 60 % Y LER2 + LER2 Dan didapat nilai : Y = 2,50 Serupa seperti untuk ITP1, nilai ITP total (ITPtotal)yang diperlukan untuk memikul beban lalu- lintas selama masa layan dapat dihitung berdasarkan beban lalu-lintas sebesar 2,5 LER2 c. Nilai ITP untuk konstruksi tahap kedua (ITP2) adalah : ITP2 = ITPtotal – ITP1 Perhitungan nilai ITP1 dan nilai ITPtotal dapat didasarkan pada nomogram atau model struktur perkerasan (persamaan). Demikian juga, struktur perkerasan tahap pertama dapat di-desain apakah dengan mengikuti salah satu skenario yang dilakukan pada konstruksi perkerasan baru.
  • 17. d. Tebal lapis tambahan, sebagai pekerjaan tahap kedua dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : dimana : Do = Tebal lapis tambahan ao = Koefisien kekuatan relatif D. Pelapisan Tambahan (OVERLAY) Prinsip dasar dari desain lapis tambahan pada struktur perkerasan lentur menurut metoda Analisa Komponen adalah bahwa di akhir masa layannya Struktur perkerasan perlu diperkuat dengan memperbesar nilai ITP sehingga mampu memikul perkiraan beban lalu-lintas tambahan yang diinginkan. Nilai ITP yang dimaksud diperoleh dari sisa nilai ITP struktur perkerasan lama ditambah dengan nilai ITP tambahan dari lapis tambahan yang diberikan. Dengan demikian, ada 2 langkah yang perlu dilakukan dalam proses perencanaan lapis tambahan, yaitu :  Menentukan nilai kondisi struktur perkerasan lama untuk mendapatkan nilai ITP sisa.  Menghitung tebal lapis tambahan berdasarkan nilai ITP tambahan yang diperlukan, yang dihitung sesuai dengan perkiraan beban lalu-lintas yang akan datang setelah dikurangi dengan nilai ITP sisa. Penentuan ITP sisa dilakukan secara subyektif. Nilai ITP sisa struktur perkerasan lama dapat dihitung dengan menggunakan rumus : dimana : Ki = Nilai kondisi lapisan, yang dinilai secara subyektif, lihat Tabel 2.11. Ketebalan perkerasan yang ada ditentukan dengan test pit pada lokasi pengamatan. Tebal lapisan tambahan dihitung berdasarkan rumus :  ITP = ITPp - ITPs o o a ITP D   Dimana : o o a ITP D 2      i i i sisa K D a ITP . .
  • 18. Tabel 2.11. : Nilai kondisi perkerasan jalan. 1. Lapis Permukaan : Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda 90 – 100 % Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda namun masih tetap stabil 70 – 90 % Retak sedang, beberapa deformasi pd jalur roda, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan 50 – 70 % Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda, menunjukkan gejala ketidak stabilan 30 – 50 % 2. Lapis Pondasi : a. Pondasi Aspal Beton atau Penetrasi Macadam. Umumnya tidak retak 90 – 100 % Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil 70 – 90 % Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan 50 – 70 % Retak banyak, menunjukkan gejala ketidak stabilan 30 – 50 % b. Stabilisasi tanah dengan semen atau kapur : Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) < 10 70 – 100 % c. Pondasi Macadam atau Batu Pecah : Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) < 6 80 – 100 % d. Lapis Pondasi Bawah : Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) < 6 90 – 100 % Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) > 6 70 – 90 % Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa Komponen, 1987.  ITP = Indek Tebal Perkerasan yang diperhitungkan. ITPp = ITP perlu. ITPs = ITP sisa = ITP perkerasan jalan lama (existing pavement). Do = Tebal lapis tambahan. ao = Koefisien kekuatan relatif bahan. ITPperlu dihitung berdasarkan beban lalu-lintas untuk masa layan berikutnya. Perhitungan ITP ini sama dengan layaknya menghitung ITP untuk pembangunan perkerasan baru. Pada perhitungan ini perlu juga diperhitungkan kondisi tanah dasar, faktor regional, indeks perkerasan awal dan akhir, dan sebagainya untuk kondisi masa layan berikutnya. Nilai ITPsisa dapat bernilai nol yang artinya tidak memiliki sisa sama sekali. Penambahan lapis tambahan dengan kondisi ini tidak disarankan karena tebal lapis permukaan tambahan yang diberikan akan sangat tebal sehingga kurang ekonomis. Untuk itu jika tidak ada ITPsisa maka disarankan untuk melakukan perencanaan ulang dan jika perlu dengan pembangunan konstruksi baru. Alternatif lain adalah dengan membagi jenis lapisan sehingga persamaan ITP dapat diubah menjadi :  ITP = ITPp - ITPs = a1.D1 + a2.D2
  • 19. BAGAN ALIR PERENCANAAN PERKERASAN CARA ANALISA KOMPONEN ( PELAPISAN TAMBAHAN ) Mulai Traffic Test CBR Angka Ekivalen Koefisien Distribusi LHR pada awal Kendaraan (E) Kendaraan (C) umur rencana Lintas Ekivalen Permulaan Lintas Ekivalen Akhir LEP= LHR x C x E LEA= LHR x (1+i)^UR x C x E Lintas Ekivalen Tengah LET = (LEP+LEA)/2 Faktor Regional (FR) : - Kelandaian Indeks Lintas Ekivalen Rencana Daya Dukung - % kendaraan berat Permukaan LER = LET x UR/10 Tanah (DDT) - Iklim/curah hujan ( IP) Indek Tebal Test Pit Perkerasan (ITP) Koefisien Kekuatan Relatif Bahan Tebal Perkerasan a1, a2, a3, a4 D1, D2, D3, D4 Indek Tebal Perkerasan Existing (ITP)e Indek Tebal Perkerasan Pelapisan Tambahan Tebal Perkerasan Pelapisan Tambahan Selesai Gambar 2.5. menunjukkan bagan alir perencanaan perkerasan cara Bina Marga Analisa Komponen untuk perencanaan pelapisan tambahan. BAGAN ALIR PERENCANAAN PERKERASAN CARA ANALISA KOMPONEN ( UNTUK PELAPISAN TAMBAHAN )
  • 20. E. Tinjauan Khusus Daya Rusak Jalan Daya rusak jalan atau lebih dikenal dengan Damage Factor, seperti disajikan pada sub-bab 2.2.5. diatas, dalam buku ini, juga disajikan tentang damage factor yang diambil dari sumber Majalah Teknik Jalan & Transportasi No. 101 Juli 2002, yang dapat digunakan sebagai referensi, yang di-sari sebagai berikut dibawah ini. Beban konstruksi perkerasan jalan mempunyai ciri-ciri khusus dalam artian mempunyai perbedaan prinsip dari beban pada konstruksi lain di luar konstruksi jalan. Pemahaman atas ciri- ciri khusus beban konstruksi perkerasan jalan tersebut sangatlah penting dalam pemahaman lebih jauh, khususnya yang berkaitan dengan desain konstruksi perkerasan, kapasitas konstruksi perkerasan, dan proses kerusakan konstruksi yang bersangkutan. Sifat beban konstruksi perkerasan jalan sebagai berikut :  Beban yang diperhitungkan adalah beban hidup yang berupa beban tekanan sumbu roda kendaraan yang lewat diatasnya yang dikenal dengan axle load. Dengan demikian, beban mati (berat sendiri) konstruksi diabaikan.  Kapasitas konstruksi perkerasan jalan dalam besaran sejumlah repetisi (lintasan) beban sumbu roda lalu-lintas dalam satuan standar axle load yang dikenal dengan satuan EAL (equivalent axle load). Satuan standar axle load adalah axle load yang mempunyai daya rusak kepada konstruksi perkerasan sebesar 1. Dan axle load yang bernilai daya rusak sebesar 1 tersebut adalah single axle load sebesar 18.000 lbs atau 18 kips atau 8,16 ton.  Tercapainya atau terlampauinya batas kapasitas konstruksi (sejumlah repetisi EAL) akan menyebabkan berubahnya konstruksi perkerasan yang semula mantap menjadi tidak mantap. Kondisi tidak mantap tersebut tidak berarti kondisi failure ataupun collapse. Dengan demikian istilah failure atau collapse secara teoritis tidak akan (tidak boleh) terjadi karena kondisi mantap adalah kondisi yang masih baik tetapi sudah memerlukan penanganan berupa pelapisan ulang (overlay). Kerusakan total (failure, collapse) dimungkinkan terjadi di lapangan, menunjukkan bahwa konstruksi perkerasan jalan tersebut telah diperlakukan salah yaitu mengalami keterlambatan dalam penanganan pemeliharaan baik rutin maupun berkala untuk menjaga tidak terjadinya collapse atau failure dimaksud. Banyak dikenal bentuk formula damage factor, dalam bahasan ini akan diberikan damage factor yang sudah dianut oleh Standar Nasional Indonesia (SNI).
  • 21. a. Rumus damage factor single axle P P b. Rumus damage factor tandem axle P P c. Rumus damage factor triple axle P P Bila kita perhatikan damage factor formula sebagaimana tercantum diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan yang sangat menarik sebagai berikut : a. Dari formula single axle (koefisien 1 dan exponen 4) : Bila beban (P) dinaikkan 2 kali lipat, nilai daya rusak akan naik menjadi 16 kali lipat. Ini berarti pula bahwa pelanggaran ketentuan batas muatan hingga 2 kali lipatnya (200 %) akan berakibat peningkatan daya rusak 16 kali lipat. b. Dari formula tandem axle (koefisien 0,086 dan exponen 4) : Bila beban (P) dimuatkan pada tandem axle, dibandingkan dengan bila dimuatkan pada single axle akan terjadi penurunan daya rusak (untuk beban P yang sama) sebesar 91,4 % (1 – 0,086 = 0,914 = 91,4 %). 4 16 , 8 000 , 1         P DF Sgl 4 16 , 8 086 , 0         P DFTdm 4 16 , 8 053 , 0         P DF Trp
  • 22. c. Dari formula triple axle (koefisien 0,053 dan exponen 4) : Bila beban (P) dimuatkan pada triple axle, dibandingkan dengan bila dimuatkan pada single axle atau tandem axle akan terjadi :  Single ke triple : penurunan daya rusak sebesar 94,7 % (1 – 0,053 = 0,947 = 94,7 %).  Tandem ke triple : penurunan daya rusak sebesar 39,5 % (0,086 – 0,053 = 0,033 = 0,033 : 0,086 = 39,5 %). Analisis lebih lanjut atas hasil diatas :  Penggunaan tandem truck (sebagai pengganti single truck) dapat memperpanjang masa pelayanan yang menjadi “jatah” angkutan barang dengan truck sebesar 1 : 0,086 = 1,16 X.  Penggunaan triple truck sebagai pengganti tandem truck (pengganti single truck tidak dianalisis karena terlalu “jauh”) dapat memperpanjang yang menjadi “jatah” angkutan barang dengan truck sebesar 0,086 : 0,053 = 1,62 kali.  Dengan asumsi bahwa pay load ketiga jenis truck tersebut mempunyai besaran perbandingan secara bertingkat pada klasifikasi MST 10 ton sebagai berikut : 1 (15 – 5,7 = 9,3 ton) untuk truck tunggal, 1,54 (23 – 8,69 = 14,31 ton) untuk tandem truck, dan 2,45 (33 – 10,25 = 22,75 ton) untuk triple truck. Maka dapat diperoleh beberapa hasil analisis sebagai berikut : o Konversi jenis truck berdasarkan kesetaraan kapasitas muatan (illegal) sebagai berikut :  Satu buah triple truck (semi trailler) setara dengan 2,45 buah truck tunggal atau 1,6 buah tandem truck. Dalam perhitungan total, pengaruh angka / digit dibelakang koma akan lebih ter-optimalkan.  Pengaruh perubahan atau perbandingan biaya transport Rp/tonKM untuk tiap jenis truck juga akan berpola serupa yang angka akuratnya masih memerlukan perhitungan yang lebih rinci. Dan biaya transport tersebut juga akan dipengaruhi oleh kondisi jalan yang kontributor utamanya adalah kendaraan jenis truck. o Dari analisis konversi jenis truck diatas dapat dipetik kesimpulan bahwa pemilihan jenis truck yang salah tidak hanya berdampak pada kecepatan kerusakan jalan (sebagai kerugian Pembina Jalan) tetapi juga kerugian
  • 23. bagi Pengguna Jalan berupa kenaikan biaya transport atau BOK (sebagai kerugian masyarakat angkutan barang dengan truck). Gambar 2.6. : Nilai ITP dari Nomogram Gambar 2.7. Nilai ITP dari Nomogram ITP ITP 1 2 3 4 5 6 7 8 10 9 DDT 1 5 14 13 1 2 11 10 9 4 3 8 7 6 5 15 1 4 13 1 2 11 10 9 4 3 8 7 6 5 0.5 1.0 5 10 50 100 500 10.000 5.000 1.00 0 1 2 3 0.5 1.0 2.0 5.0 Nomogram FR LE R P = 8,16 t IPt = 2,5 IPo = 3,9 – 3,5 ITP ITP 1 2 3 4 5 6 7 8 10 9 DDT 1 5 14 13 1 2 11 10 9 4 3 8 7 6 5 15 1 4 13 1 2 11 10 9 4 3 8 7 6 5 0.5 1.0 5 10 50 100 50 0 10.000 5.000 1.00 0 1 2 3 0.5 1.0 2.0 5.0 Nomogram FR LE R P = 8,16 t IPt = 2,0 IPo = 3,9 – 3,5
  • 24. Gambar 2.8. : Nilai ITP F. Rangkuman. Dalam Bab II ini membahas Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan diuraikan tentang Ketentuan Umum yang mendasari perencannan teknis jalan, yaitu : Peraturan perundangan terkait perencanaan jalan dan beberapa pengertian istilah yang dianggap penting dalam perencanaan jalan. Persyaratan Teknis Perencanaan Jalan yang berkaitan dengan parameter : Kecepatan rencana, Lebar Badan Jalan, Kapasitas Jalan, Jalan Masuk, Persimpangan Sebidang dan Fasilitas berputar Balik, Bangunan Pelengkap Jalan, Perlengkapan Jalan, Penggunaan Jalan Sesuai Fungsinya,dan Ketidak putusan Jalan Kriteria Teknis Perencanaan Jalan. Kriteria Teknis Perencanaan Jalan yang berkaitan dengan aspek : Tahapan Perencanaan Jalan, Fungsi Jalan, Kelas Jalan, Bagian-bagian Jalan, Dimensi Jalan, Muatan Sumbu Terberat, Volume lalu Lintas, Kapasitas, Persyaratan Geometrik Jalan, Konstruksi Jalan, Konstruksi Bangunan Pelengkap Jalan, Perlengkapan Jalan, Kelestarian Lingkungan dan Ruang Bebas Jalan ITP 1 2 3 4 5 6 7 8 10 9 DDT 1 5 14 13 1 2 11 10 9 4 3 8 7 6 5 15 1 4 13 1 2 11 10 9 4 3 8 7 6 5 0.5 1.0 5 10 50 100 500 10.000 5.000 1.00 0 1 2 3 0.5 1.0 2.0 5.0 Nomogram FR LER P = 8,16 t IPt = 1,5 IPo = 3,9 – 3,5