SlideShare a Scribd company logo
1 of 12
Download to read offline
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282
JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 271
UJI TOKSISITAS AIR LIMBAH TEKSTIL HASIL PENGOLAHAN
PADA REAKTOR BIOFILM KONSORSIUM BAKTERI ANAEROB-
AEROB MENGGUNAKAN IKAN NILA
I Dewa Ketut Sastrawidana
Jurusan Pendidikan Kimia
I Nyoman Sukarta
Jurusan Analis Kimia
FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat toksisitas air
limbah tekstil setelah diolah dalam reaktor biofilm anaerob-aerob
menggunakan ikan nila. Pada reaktor anaerob menggunakan
konsorsium bakteri yang terdiri dari Aeromonas sp. Pseudomonas
sp., Flavobacterium sp. dan Enterobacter sp sedangkan pada
reaktor aerob terdiri dari Vibrio sp., Plesiomonas sp. dan
Enterobacter sp. Proses pengolahan dengan lama waktu tinggal
limbah 4 hari di reaktor anaerob dan 1 hari di reaktor aerob. Air
limbah tekstil sebelum dan setelah pengolahan diuji tingkat
toksisitasnya menggunakan ikan nila dalam waktu paparan 3 hari.
Hasil penelitian menunjukkan air limbah tekstil sebelum diolah
mempunyai warna 1.587 CU dan bersifat toksik dengan nilai EC50
sebesar 75,43%. Namun, setelah dirombak selama 5 hari warna
limbah menurun menjadi 67,89 CU dan tidak toksik dengan nilai
EC50 sebesar 123,22%.
Kata-kata kunci : air limbah tekstil, konsorsium bakteri, biofilm,
ikan nila.
Abstract
The objective of this research is to analysis of toxicity level of
textile waste water which treated by bacteria consortia.
Biodegradation processes were carried out in anaerobic-aerobic
reactors by attached growth process. Bacteria consortia in
anaerobic reactor consist of Aeromonas sp. Pseudomonas sp,
Flavobacterium sp. dan Enterobacter sp. whereas, bacteria
consortia for aerobic reactor consist of Vibrio sp. Plesiomonas sp.
dan Enterobacter sp. The system was operated for 4 days in
anaerobic phase and a day in aerobic phase. The result showed,
textile wastewater had color 1.587 CU and toxic level category
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282
JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 272
with EC50 was 75,43%. However, its color and toxicity was
sharply reduced after passing through aerobic treatment phase with
color unit 67,89 CU and the value of EC50 is123,22%.
Keywords: textile wastewater, bacteria consortia, biofilm, nila
fish
Pendahuluan
Industri pencelupan tekstil dalam proses produksinya menghasilkan
produk samping berupa air limbah dalam jumlah yang besar dan
mengandung berbagai macam bahan-bahan kimia digunakan pada proses
pengkanjian, pengelantangan dan pewarnaan. Air sisa pencelupan tekstil ini
apabila dibuang begitu saja ke perairan tanpa adanya proses pengolahan
terlebih dahulu, maka dapat berdampak negatif bagi keberlangsungan
ekosistem perairan. Blackburn dan Burkinshaw (2002), melaporkan bahwa
sekitar lebih dari 50% zat warna yang digunakan adalah zat warna azo yaitu
zat warna sintetik yang mengandung paling sedikit satu ikatan ganda N=N.
Toksisitas zat warna azo menurut kriteria Uni Eopa untuk bahan berbahaya
adalah tergolong rendah, akan tetapi keberadaannya dalam air dapat
menghambat penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga mengganggu
aktivitas fotosintesis mikroalga. Dampak lanjutannya adalah pasokan
oksigen dalam air menjadi berkurang dan akhirnya memicu aktivitas mikrob
anoksik-anaerob yang menghasilkan produk berbau tak sedap. Disamping
itu, perombakan zat warna azo secara anaerob di dasar perairan
menghasilkan amina aromatik yang lebih toksik dibandingkan zat warna azo.
(Van der Zee, 2002).
Observasi terhadap beberapa sentral industri pencelupan tekstil yang
ada di Bali, keberadaan industri pencelupan tekstil ini sangat berpotensi
menimbulkan pencemaran lingkungan terutama pencemaran air. Hal ini
disebabkan lokasi industri sebagian besar letaknya dekat sungai dan kurang
dilengkapi dengan instalasi pengolahan air limbah yang memadai. Pada
umumnya, industri pencelupan tekstil menampung limbahnya dalam bak
penampung kemudian dibuang ke badan-badan air atau langsung ke sungai
melalui pipa penyalur. Kandungan zat warna dalam air sebesar 1 mg/L sudah
menyebabkan air tampak berwarna, sementara kandungan zat warna pada
limbah tekstil umumnya berkisar antara 20-200 mg/L sehingga dapat
menyebabkan terjadinya perubahan yang ekstrim pada beberapa parameter
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282
JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 273
kualitasnya. Air limbah tekstil memiliki intensitas warna berkisar 50-100
mg/L dengan nilai parameter BOD dan COD berturut-turut 80-6.000 mg/L
dan 150-12.000 mg/L (Pandey et al., 2007). Nilai parameter COD dan BOD
tersebut berada jauh di atas nilai ambang batas baku mutu limbah cair
industri tekstil yang dipersyaratkan pada KepMen LH No.
51/MENLH/10/1995 yaitu masing-masing sebesar 300 dan 150 mg/L.
Dalam rangka pengendalian pencemaran lingkungan oleh limbah
industri, Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan KepMen LH
No. 51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan
industri. Konsekuensi dari perundang tersebut, pelaku industri yang aktivitas
industrinya menghasilkan limbah dalam jumlah besar dan berpotensi
mencemari lingkungan harus membangun instalasi pengolahan air limbah
yang memadai.
Teknologi pengolahan air limbah tekstil menggunakan bakteri cukup
potensial untuk dikembangkan karena limbah tekstil dengan kandungan
bahan organik yang tinggi dapat dimanfaatkan oleh bakteri sebagai sumber
nutrisi untuk pertumbuhannya. Beberapa jenis bakteri yang digunakan untuk
merombak limbah tekstil pada kondisi anaerob adalah Sphingomonas sp.
BN6 (Russ et al., 2000), Rhizobium Radiobacter MTCC 8161 (Telke et al.,
2008). Sedangkan bakteri aerob yang digunakan diantaranya Bacillus cereus,
Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Ajibola et al.,
2005; Mona and Yusef, 2008), Enterobacter agglomerans (Moutaouakkil et
al., 2003) dan konsorsium bakteri yang terdiri dari Pseudomonas sp.,
Bacillus sp., Halomonas sp., dan Micrococcus sp. (Padmavathy et al., 2003).
Proses perombakan limbah tekstil menggunakan bakteri dapat
dibedakan menjadi dua yaitu dengan proses pertumbuhan tersuspensi
(suspended growth treatment processes) dan dengan pertumbuhan terlekat
(attached growth treatment processes). Pengolahan dengan proses
pertumbuhan terlekat dilakukan dengan mengamobilisasi mikrob pada
padatan pendukung membentuk lapisan tipis yang disebut dengan biofilm.
Sedangkan perombakan dengan proses pertumbuhan tersuspensi dilakukan
dengan cara augmentasi yaitu menambahkan bakteri dari luar pada setiap
pengolahan limbah dan cara enrichment culture yaitu meningkatkan jumlah
mikrob yang ada pada limbah dengan menambahkan sebagian nutrisi yang
diperlukan oleh mikrob tersebut untuk pertumbuhannya. Perombakan limbah
dengan proses pertumbuhan terlekat mampu menghasilkan densitas populasi
mikrob lebih tinggi dan stabil, lebih tahan terhadap perubahan kondisi
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282
JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 274
lingkungan sehingga dalam penggunaannya untuk mengolah limbah mampu
menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
tersuspensi (HeFang et al., 2004). Bahan-bahan pengamobil yang sering
digunakan diantaranya keramik dan sponge dan karbon aktif. Berdasarkan
keunggulan teknologi biofilm, saat ini teknologi biofilm banyak digunakan
untuk memproduksi bahan kimia seperti etanol dengan menggunakan
Saccharomyces cerevisiae, butanol dengan menggunakan Clostridium
acetobutylicum (Qureshi et al., 2005) dan pengolahan air limbah
mengandung fenol (Misson and Razali, 2007).
Untuk mengetahui apakah hasil pengolahan limbah tekstil
menggunakan teknologi biofilm konsorsium bakteri anaerob-aerob ini sudah
aman di buang kelingkungan, perlu dilakukan pengukuran parameter kimia,
fisika dan biologi pada air limbah hasil pengolahan. Sastrawidana, 2009
melaporkan bahwa air limbah tekstil hasil pengolahan dengan biofilm
konsorsium bakteri anaerob-aerob sudah memenuhi standar baku mutu
limbah untuk dibuang ke lingkungan. Pada penelitian ini mengkaji tingkat
toksisitas hasil pengolahan air limbah tekstil yang diolah menggunakan
biofilm pada reaktor sistem kombinasi anaerob-aerob. Uji toksisitas
dilakukan menggunakan ikan nila dalam waktu paparan 3 hari. Dipilihnya
ikan nila sebagai hewan uji karena sangat sensitif dan sudah
direkomendasikan sebagai hewan uji untuk penilaian tingkat toksisitas akut
air tawar.
Metode
Air limbah tekstil yang digunakan sebagai sampel diambil dari industri
pencelupan tekstil di daerah Tabanan yang belum mendapatkan perlakuan
pengolahan. Konsorsium bakteri yang digunakan pada reaktor anaerob terdiri
dari dari Aeromonas sp. Pseudomonas sp., Flavobacterium sp. dan
Enterobacter sp sedangkan pada reaktor aerob terdiri dari Vibrio sp.,
Plesiomonas sp. dan Enterobacter sp. yang diisolasi dari lumpur limbah
tekstil (Sastrawidana, 2009). Konsorsium bakteri tersebut ditumbuhkan pada
media cair dengan komposisi dalam 1 liternya terdiri dari (NH4)2SO4 (1,0 g),
KH2PO4 (1,0 g), Na2HPO4 (3,6 g), MgSO4.7H2O (1,0 g), Fe(NH4)sitrat (0,01
g), CaCl2.2H2O (0,1 g), 0,05% yeast extract dan 10 mL larutan trace
element. Satu liter trace element terdiri dari ZnSO4.7H2O (10,0 mg),
MnCl2.4H2O (3,0 mg), CoCl2.6H2O (1,0 mg), NiCl2.6H2O (2,0 mg),
Na2MoO4.2H2O (3,0 mg), H3BO3 (3,0 mg), CuCl2.2H2O (1,0 mg).
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282
JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 275
Batu vulkanik yang digunakan sebagai media pengamobil bakteri
diambil dari lereng Gunung Batur, Kintamani-Kabupaten Bangli Propinsi
Bali.
Perancangan Bioreaktor
Unit Pengolahan limbah tekstil sistem kombinasi anaerob-aerob terdiri
dari 4 bak yang terbuat dari kaca yaitu, bak pengisi volume 9.600 mL dengan
dimensi panjang (20 cm), lebar (16 cm) dan tinggi (30 cm), bak pengolah
anaerob (reaktor anaerob) dengan volume total 1.540 mL dengan dimensi
ukuran panjang x lebar x tinggi internalnya masing-masing 11 x 7 x 20 cm.
Setelah ditambahkan batu vulkanik 757 gram, volume efektif bioreaktor
untuk limbah adalah 900 mL, bak pengolah aerob (reaktor aerob) dan bak
penampung efluen berdimensi yang sama dengan bak pengolah anaerob.
Gambar 1
Pengolahan air limbah tekstil dengan biofilm konsorsium bakteri dalam
reaktor anaerob-aerob
Pembentukan Biofilm Konsorsium Bakteri Dalam Reaktor
Batu vulkanik dihancurkan untuk memperoleh ukuran diameter 0,1-0,2
cm kemudian dicuci dan disterilisasi dengan cara diautoklaf pada suhu 105o
C
selama 15 menit. Batu vulknik ditempatkan pada reaktor anaerob-aerob
selanjutnya diisi reaktor anaerob diisi dengan konsorsium bakteri anaerob
sedangkan pada reaktor aerob diisi dengan konsorsium bakteri aerob. Kedua
reaktor ditambahkan masing-masing 100 mL nutrisi, 2 g/L glukosa kemudian
dibiarkan selama 7 hari untuk pembentukan biofilm. Pada reaktor aerob
dilakukan aerasi menggunakan aerator selama pendiaman. Setelah 7 hari
cairan dalam reaktor dialirkan ke luar melalui keran untuk mengeluarkan
bakteri yang tidak teramobil pada batu vulkanik. Permukaan batu vulkanik
Bak efluen
Reaktor aerob
Bak pengisi
Reaktor
anaerob
Batu vulkanik
Penampung gas
Aerator
Keran
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282
JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 276
sebelum dan setelah diamobilisasi bakteri dianalisis menggunakan scanning
electron microscopy (SEM).
Perombakan Air Limbah Tekstil Dalam Reaktor
Air limbah tekstil pada bak pengisi ditambahkan 50 mL media cair dan
2 g/L glukosa. Campuran dikondisikan pada pH 7, selanjutnya dialirkan ke
bak pengolah anaerob secara upflow dengan laju alir sekitar 15 mL/menit
selama 1 jam. Proses perombakan anaerob dibiarkan selama 4 hari kemudian
dialirkan ke bak pengolah aerob dan dibiarkan 1 hari sambil diaerasi
menggunakan aerator. Air limbah tekstil hasil pengolahan dalam reaktor
anaerob-aerob tersebut diuji tingkat toksisitasnya menggunakan ikan nila
sebagai hewan uji.
Uji Toksisitas Akut
Pelaksanaan uji toksisitas dilakukan dengan cara membuat seri
konsentrasi limbah 100%; 50%; 25%; 12,5% dan 6,25% sebanyak 250 mL.
Masing-masing limbah ditambahkan 10 ekor ikan nila selanjutnya diamati
mortalitasnya setelah paparan 3 hari. Perhitungan nilai EC50 pada
pengamatan 3 hari untuk sampel limbah sebelum dan sesudah pengolahan
ditentukan metode pendekatan regresi linear. Penilaian toksisitas akut
terhadap limbah berdasarkan klasifikasi nilai EC50 untuk limbah tekstil
menurut Coleman dan Qureshi, (1985). Nilai EC50 dengan skala EC50>100%
= tidak toksik, EC50 >75-100% = toksisitas ringan, EC50 >50-75% = toksik,
EC50 >25-50% toksisitas sedang dan EC50 <25% sangat toksik.
Hasil
Gambar 2. Menunjukkan penampakan visual permukaan batu vulkanik
hasil analisis menggunakan SEM. Batu vulkanik terlihat mempunyai
permukaan yang kasar dan banyak rongga-rongga (Gambar 2a). Hal ini akan
mempermudah terjadinya pelekatan bakteri, memperkokoh biofilm dan
melindungi mikrob dari abrasi akibat aliran limbah. Namun, setelah
diamobilisasi bakteri tampak rongga-rongga batu vulkanik menjadi tertutup
(Gambar 2b dan 2c).
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282
JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 277
(a) (b) (c)
Gambar 2
Penampakan visual permukaan batu vulkanik. (a) tidak di amobilisasi
bakteri, (b) diamobilisasi dengan konsorsium bakteri anaerob dan (c)
diamobilisasi dengan konsorsium bakteri aerob
Gambar 3. menunjukkan perubahan warna air limbah tekstil setelah
dirombak selama 4 hari dalam reaktor anaerob dan dilanjutkan selama 1 hari
pada reaktor aerob. Warna air limbah sebelum perombakan tampak hitam
namun setalah dirombak warnanya menjadi pudar.
Gambar 3
Penampakan warna air limbah tekstil (a) sebelum pengolahan, (b) hasil
pengolahan tahap anaerob dan (c) hasil pengolahan tahap aerob
Limbah awal Tahap
anaerob Tahap aerob
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282
JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 278
Evaluasi efek toksik limbah tekstil sebelum dan setelah pengolahan
dilakukan menggunakan hewan uji ikan nila. Penilaian toksisitas limbah
menggunakan EC50 yaitu efek konsentrasi yang menyebabkan kematian
sebesar 50% terhadap ikan nila pada waktu paparan 3 hari.Kurva hubungan
konsentrasi limbah terhadap persentase mortalitas ikan nila selama waktu
paparan 3 hari untuk limbah sebelum dan setelah perombakan disajikan pada
Gambar 4.
Gambar 4
Hubungan konsentrasi limbah (%) terhadap mortalitas ikan nila selama
paparan 3 hari (a) Limbah sebelum pengolahan dan (b) setelah
pengolahan dalam reaktor selama 5 hari
Pembahasan
Batu vulkanik setelah diamobilisasi menggunakan konsorsium bakteri
terlihat penampakan struktur permukaannya menjadi semakin tertutup. Hal
ini menunjukkan bahwa biofilm bakteri sudah terbentuk pada permukaan
batu vulkanik. Bakteri-bakteri tersebut mempunyai bentuk yang berbeda-
beda sehingga penampakan visual koloni bakteri pada permukaan batu
vulkanik menjadi heterogen. Jumlah koloni bakteri yang melekat pada batu
vulkanik dalam reaktor anaerob dan aerob setelah ditentukan menggunakan
metode total plate count adalah 20,51 x 109
cfu/g dan 1,72 x 1010
cfu/g.
Menurut Cutright (2001), jumlah koloni yang memadai digunakan untuk
mengolah limbah berkisar 104
-107
cfu/g. Proses pembentukan biofilm
bakteri pada permukaan batu vulkanik kemungkinan melalui adsorpsi.
y = 0,5795x + 6,2857
R2
= 0,9304
0
20
40
60
80
100
0 50 100 150
Konsentrasi (%)
Mortalitas(%)
y = 0,3849x + 2,5714
R2
= 0,9099
0
20
40
60
80
100
0 50 100 150
Konsentrasi(%)
Mortalitas(%)
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282
JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 279
Bakteri pertama-tama mendekat pada permukaan batu vulkanik selanjutnya
terjadi proses adsorpsi sel ke dalam pori. Bakteri pada permukaan batu
vulkanik mengalami kolonisasi dengan mengeluarkan senyawa polimer
ekstraseluler. Menurut Prakash et al. (2003), biofilm terutama terdiri dari sel
mikrob dan matriks polimer ekstraseluler. Polimer eksopolisakarida (EPS)
sekitar 50-90% merupakan senyawa karbon organik. Adanya EPS
memperkokoh pelekatan bakteri pada batu vulkanik sehingga dapat menjaga
stabilitas populasi bakteri dalam reaktor.
Air limbah tekstil yang digunakan mempunyai konsentrasi warna
sebesar 1.587 CU, setelah dirombak selama 5 hari, warna limbah menjadi
67,89 CU atau efisiensi penurunan warna sebesar 95,72%. Pudarnya warna
air limbah tekstil disebabkan terjadinya reaksi redoks antara zat warna
terutama zat warna azo dengan nikotinamida adenin dinukleotida (NADH)
yang dihasilkan dari proses glikolisis glukosa dengan bantuan enzim
hidrogenase (Yoo, 2000). Bakteri memerlukan kosubstrat berupa senyawa
karbon organik seperti glukosa untuk mempercepat proses perombakan zat
warna azo. Mekanisme pemudaran zat warna azo melalui reaksi redoks oleh
bakteri Pseudomonas KF46 yang dikatalisis oleh enzim azoreductase dengan
bantuan glukosa sebagai kosubstrat disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5
Mekanisme perombakan orange II dikatalisis enzim orange II
azoreductase.
Warna tidak tercantum sebagai salah satu syarat baku mutu ditinjau
dari KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995. Secara langsung, warna tidak
berbahaya bagi kesehatan manusia, akan tetapi secara tidak langsung
berdampak negatif terhadap ekosistem air maupun kesehatan manusia. Air
N
N
OH
Orange II azoreductase
2 NAD(P)H + H 2 NAD(P)+
SO3Na
SO3Na
NH2
+
OH
NH2
Asam sulfanilat 1-amino-2-napthol
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282
JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 280
yang berwarna secara estetika memberikan kesan yang negatif. Air berwarna
menghambat penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga mengganggu
aktivitas fotosintesis. Kurangnya jumlah oksigen dalam air dapat memicu
aktivitas mikroorganisme anoksik-anaerob yang menghasilkan bau tak sedap.
Dengan alasan ini, air limbah yang berwarna harus diolah sebelum dibuang
ke lingkungan.
Gambar 4 memperlihatkan kurva hubungan antara persentase
pengenceran limbah dengan persentase mortalitas ikan nila. Ikan nila yang
digunakan kira-kira berumur 10-14 hari. Sebelum digunakan ikan nila
diaklimatisasi dalam akuarium. Hasil pengujian toksisitas akut dengan ikan
nila selama pemaparan 3 hari diperoleh nilai EC50 dari limbah tekstil
sebelum diolah sebesar 75,43%. Menurut Coleman and Qureshi (1985), jika
EC50 >50-75% maka air limbah tekstil berkatagori toksik. Air limbah tekstil
tersebut setelah diolah dalam reaktor kombinasi anaerob-aerob selama 5 hari
menggunakan biofilm konsorsium bakteri pada batu vulkanik menghasilkan
nilai EC50 sebesar 123,22,10%. Melgoza et al.(2004), melakukan kajian
toksisitas hasil perombakan zat warna azo disperse blue pada kondisi
anaerob-aerob. Hasil kajiannya adalah zat warna disperse blue termasuk
katagori toksik namun toksisitasnya menjadi menurun setelah mengalami
prombakan anaerob-aerob.
Simpulan
Air limbah tekstil sebelum diolah berkatagori toksik dengan nilai EC50
sebesar 75,43 %. Namun, setelah dirombak dalam reaktor kombinasi
anaerob-aerob selama 5 hari menggunakan biofilm konsorsium bakteri yang
teramobil pada batu vulkanik menjadi katagori tidak toksik dengan nilai EC50
sebesar 123,22%. Dengan demikian, Hasil perombakan air limbah tekstil
dalam reaktor anaerob-aerob berisikan biofilm konsorsium bakteri relatif
aman untuk dibuang keperairan.
Daftar Rujukan
Ajibola, V.O., S.J. Oney, C.E. Odeh, T. Olugbodi, U.G. Umeh. 2005.
Biodegradation of indigo containing textile effluent using some
strains of bacteria. Appl Sci. 5(5):853-855.
Blackburn RS and SM Burkinshaw 2002. A Greener to Cotton Dyeing With
Excellent Wash Fastness. Green Chemistry 4, 47-52.
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282
JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 281
Coleman. R.N., A.A Qureshi. 1985. Microtox and Spirillum polutants tes for
assessing toxicity of environmentals samples. Bull Environ Contam
Toxicol. 35:443-451
Cutright, T.J. 2001. Biotechnology: Principles and Advances in Waste
Control. Departement of Civil Engineering. University of Akron.
HeFang., HuWenrong, LiYuezhong. 2004. Biodegradation mechanisms and
kinetics of azo dys 4BS by a micobial consortium. Chemosphere.
57:293-301.
Melgoza, R.M., A Cruz, G Bultron. 2004. Anaerobic-Aerobic treatment of
colorants present in textile effluents. Water Sci Technol. 50: 149-155
Misson, M., F. Razali. 2007. Immobilzation of phenol degrader
Pseudomonas sp. in repeated batch culture using bioceramic and
sponge as support materials. J. Teknol. 46: 51-59.
Mona E.M., M.H. Yusef, 2008. Decolorization of Fast Red by Bacillus
Subtilis HM. Appl Sci Res. 4(3): 262-269
Moutaouakkil, A., Y. Zeroual, F.Z. Dzayri, M. Talbi, K. Lee, M. Blaghen.
2003. Bacterial decolorization of the azo methyl red by Enterobacter
agglomerans. Annal Microbiol. 53:161-169.
Padmavathy, S., S. Sandhya, K. Swaminathan, Y. V. Subrahmanyam,T.
Chakrabarti, S. N. Kaul. 2003. Aerobic decolorization of reactive azo
dyes in presence of various cosubstrates. Chem Biochem Eng. 17(2):
147–151.
Pandey, A., P. Singh, L. Iyengar. 2007. Bacterial decolorization and
degradation of azo dyes [review]. Int Biodet and Biodeg. 59: 73-84.
Prakash, B., B.M. Veeregowda, G. Krishnappa. 2003. Biofilms : A survival
strategy of bacteria[ Review]. Current Sci. 85(9): 1299-1307.
Qureshi, N., B.A. Annous, T.C. Ezeji, P. Karcher, I.S. maddox. 2005.
Biofilm reactors for industrial bioconcersion processes: employing
potential of enhanced reaction rates. Microbial Cell Factories 4: 1-24.
Russ, R., J. Rau, A. Stolz. 2000. The function of cytoplasmic flavin
reductases in the reduction of azo dyes by bacteria. Appl Environ
Microbiol. 66(4): 1429-1434.
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282
JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 282
Sastrawidana, 2009. Isolasi bakteri dari lumpur limbah tekstil dan
aplikasinya untuk pengolahan limbah tekstil menggunakan system
kombinasi anaerob-aerob. [Disertasi] Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Telke, A., D. Kalyani, J. Jadhav, S. Govindwar. 2008. Kinetics and
mechanism of reactive red 141 degradation by a bacterial isolat
Rhizobium Radiobacter MTCC 8161. Acta Chim Slov. 55:320-329
Van der Zee. 2002. Anaerobic azo dye reduction [Thesis]. Wageningen
University. Netherlands.
Yoo, E.S. 2000. Biological and chemical mechanisms of reductive
decolorization of azo dyes [Dissertation] Genehmigte Berlin.

More Related Content

What's hot

file skripsi canggih reza
file skripsi canggih rezafile skripsi canggih reza
file skripsi canggih rezaCanggih Reza
 
Laporan Mikrobiologi - Teknik Pembuatan Medium
Laporan Mikrobiologi -  Teknik Pembuatan MediumLaporan Mikrobiologi -  Teknik Pembuatan Medium
Laporan Mikrobiologi - Teknik Pembuatan MediumRukmana Suharta
 
Laporan Mikrobiologi - Teknik Isolasi Mikroba
Laporan Mikrobiologi -  Teknik Isolasi MikrobaLaporan Mikrobiologi -  Teknik Isolasi Mikroba
Laporan Mikrobiologi - Teknik Isolasi MikrobaRukmana Suharta
 
Laporan Mikrobiologi - Senyawa Anti Mikroba
Laporan Mikrobiologi -  Senyawa Anti MikrobaLaporan Mikrobiologi -  Senyawa Anti Mikroba
Laporan Mikrobiologi - Senyawa Anti MikrobaRukmana Suharta
 
Penanaman bakteri pada nutrien agar miring
Penanaman bakteri pada nutrien agar miringPenanaman bakteri pada nutrien agar miring
Penanaman bakteri pada nutrien agar miringTidar University
 
Laporan mikro air bersih
Laporan mikro air bersihLaporan mikro air bersih
Laporan mikro air bersihVioniYuliza
 
Percobaan 8 (uji daya hambatt)
Percobaan 8 (uji daya hambatt)Percobaan 8 (uji daya hambatt)
Percobaan 8 (uji daya hambatt)itatriewahyuni
 
Pembuatan medium nutrient cair
Pembuatan medium nutrient cairPembuatan medium nutrient cair
Pembuatan medium nutrient cairTidar University
 
UDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERI
UDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERIUDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERI
UDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERIRepository Ipb
 
Laporan Praktikum Biologi Mikroba Tropis
Laporan Praktikum Biologi Mikroba TropisLaporan Praktikum Biologi Mikroba Tropis
Laporan Praktikum Biologi Mikroba Tropisguestbbed0b
 
04 isolasi dan inokulasi
04 isolasi dan inokulasi04 isolasi dan inokulasi
04 isolasi dan inokulasiSyahrir Ghibran
 
Penanaman dan isolasi mikroba, mikrobiologi
Penanaman dan isolasi mikroba, mikrobiologiPenanaman dan isolasi mikroba, mikrobiologi
Penanaman dan isolasi mikroba, mikrobiologiIsponi Umayah
 
Media BGLB - LB _ Telurit Agar
Media BGLB - LB _ Telurit AgarMedia BGLB - LB _ Telurit Agar
Media BGLB - LB _ Telurit Agarシズカ 近松
 

What's hot (20)

file skripsi canggih reza
file skripsi canggih rezafile skripsi canggih reza
file skripsi canggih reza
 
Laporan Mikrobiologi - Teknik Pembuatan Medium
Laporan Mikrobiologi -  Teknik Pembuatan MediumLaporan Mikrobiologi -  Teknik Pembuatan Medium
Laporan Mikrobiologi - Teknik Pembuatan Medium
 
Laporan Mikrobiologi - Teknik Isolasi Mikroba
Laporan Mikrobiologi -  Teknik Isolasi MikrobaLaporan Mikrobiologi -  Teknik Isolasi Mikroba
Laporan Mikrobiologi - Teknik Isolasi Mikroba
 
3 rofiq1
3 rofiq13 rofiq1
3 rofiq1
 
Laporan Mikrobiologi - Senyawa Anti Mikroba
Laporan Mikrobiologi -  Senyawa Anti MikrobaLaporan Mikrobiologi -  Senyawa Anti Mikroba
Laporan Mikrobiologi - Senyawa Anti Mikroba
 
Penanaman bakteri pada nutrien agar miring
Penanaman bakteri pada nutrien agar miringPenanaman bakteri pada nutrien agar miring
Penanaman bakteri pada nutrien agar miring
 
Laporan mikro air bersih
Laporan mikro air bersihLaporan mikro air bersih
Laporan mikro air bersih
 
Antimikroba adila
Antimikroba adilaAntimikroba adila
Antimikroba adila
 
Percobaan 8 (uji daya hambatt)
Percobaan 8 (uji daya hambatt)Percobaan 8 (uji daya hambatt)
Percobaan 8 (uji daya hambatt)
 
Bab i SA
Bab i SABab i SA
Bab i SA
 
laporan akhir objek 1 print
laporan akhir objek 1 printlaporan akhir objek 1 print
laporan akhir objek 1 print
 
Pembuatan medium nutrient cair
Pembuatan medium nutrient cairPembuatan medium nutrient cair
Pembuatan medium nutrient cair
 
UDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERI
UDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERIUDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERI
UDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERI
 
Laporan Praktikum Biologi Mikroba Tropis
Laporan Praktikum Biologi Mikroba TropisLaporan Praktikum Biologi Mikroba Tropis
Laporan Praktikum Biologi Mikroba Tropis
 
04 isolasi dan inokulasi
04 isolasi dan inokulasi04 isolasi dan inokulasi
04 isolasi dan inokulasi
 
Laporan praktikum media
Laporan praktikum mediaLaporan praktikum media
Laporan praktikum media
 
Penanaman dan isolasi mikroba, mikrobiologi
Penanaman dan isolasi mikroba, mikrobiologiPenanaman dan isolasi mikroba, mikrobiologi
Penanaman dan isolasi mikroba, mikrobiologi
 
Makalah_65 Laporan akhir praktikum mikrobiologi.
Makalah_65 Laporan akhir praktikum mikrobiologi.Makalah_65 Laporan akhir praktikum mikrobiologi.
Makalah_65 Laporan akhir praktikum mikrobiologi.
 
Media BGLB - LB _ Telurit Agar
Media BGLB - LB _ Telurit AgarMedia BGLB - LB _ Telurit Agar
Media BGLB - LB _ Telurit Agar
 
Uji biokimiawi
Uji biokimiawiUji biokimiawi
Uji biokimiawi
 

Similar to Limbah tekstil

Anaerobik digester
Anaerobik digesterAnaerobik digester
Anaerobik digesterIffa M.Nisa
 
Uji Efektivitas UV Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
Uji Efektivitas UV  Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...Uji Efektivitas UV  Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
Uji Efektivitas UV Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...BBAP takalar
 
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...Asramid Yasin
 
kualitas perairan sungai kapuas kota sintang
kualitas perairan sungai kapuas kota sintangkualitas perairan sungai kapuas kota sintang
kualitas perairan sungai kapuas kota sintangPT. SASA
 
Review jurnal kimia industri
Review jurnal kimia industriReview jurnal kimia industri
Review jurnal kimia industriNirmalayaladri
 
Review jurnal kimia industri
Review jurnal kimia industriReview jurnal kimia industri
Review jurnal kimia industriNirmalayaladri
 
PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...
PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...
PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...Repository Ipb
 
1 7 25311020_berkas
1 7 25311020_berkas1 7 25311020_berkas
1 7 25311020_berkasAgus Witono
 
Makalah aerob anaerob
Makalah aerob anaerobMakalah aerob anaerob
Makalah aerob anaerobYusra Yuliana
 
PENDAHULUAN KULIAH PENC LINGK 2020 (1).ppt
PENDAHULUAN KULIAH PENC LINGK  2020 (1).pptPENDAHULUAN KULIAH PENC LINGK  2020 (1).ppt
PENDAHULUAN KULIAH PENC LINGK 2020 (1).pptTIRASBALYO
 
PENGARUH PEMBERIAN SUKROSA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN PROBIOTIK TERHADAP DINAM...
PENGARUH PEMBERIAN SUKROSA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN PROBIOTIK TERHADAP DINAM...PENGARUH PEMBERIAN SUKROSA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN PROBIOTIK TERHADAP DINAM...
PENGARUH PEMBERIAN SUKROSA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN PROBIOTIK TERHADAP DINAM...Repository Ipb
 

Similar to Limbah tekstil (20)

2501 3310-1-sm
2501 3310-1-sm2501 3310-1-sm
2501 3310-1-sm
 
Tugas makalah mikrobiologi
Tugas makalah mikrobiologiTugas makalah mikrobiologi
Tugas makalah mikrobiologi
 
17562 19158-1-pb
17562 19158-1-pb17562 19158-1-pb
17562 19158-1-pb
 
Jurnal kimia industri
Jurnal kimia industriJurnal kimia industri
Jurnal kimia industri
 
Anaerobik digester
Anaerobik digesterAnaerobik digester
Anaerobik digester
 
Uji Efektivitas UV Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
Uji Efektivitas UV  Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...Uji Efektivitas UV  Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
Uji Efektivitas UV Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
 
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
 
kualitas perairan sungai kapuas kota sintang
kualitas perairan sungai kapuas kota sintangkualitas perairan sungai kapuas kota sintang
kualitas perairan sungai kapuas kota sintang
 
Review jurnal kimia industri
Review jurnal kimia industriReview jurnal kimia industri
Review jurnal kimia industri
 
Review jurnal kimia industri
Review jurnal kimia industriReview jurnal kimia industri
Review jurnal kimia industri
 
PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...
PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...
PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...
 
1 7 25311020_berkas
1 7 25311020_berkas1 7 25311020_berkas
1 7 25311020_berkas
 
Jurnal kepiting
Jurnal kepitingJurnal kepiting
Jurnal kepiting
 
Jurnal Kimia Industri
Jurnal Kimia IndustriJurnal Kimia Industri
Jurnal Kimia Industri
 
Take home mma
Take home mmaTake home mma
Take home mma
 
Makalah aerob anaerob
Makalah aerob anaerobMakalah aerob anaerob
Makalah aerob anaerob
 
LAPORAN PRAKTIKUM ADE 2.docx
LAPORAN PRAKTIKUM ADE 2.docxLAPORAN PRAKTIKUM ADE 2.docx
LAPORAN PRAKTIKUM ADE 2.docx
 
PENDAHULUAN KULIAH PENC LINGK 2020 (1).ppt
PENDAHULUAN KULIAH PENC LINGK  2020 (1).pptPENDAHULUAN KULIAH PENC LINGK  2020 (1).ppt
PENDAHULUAN KULIAH PENC LINGK 2020 (1).ppt
 
Jurnal mikro air
Jurnal mikro airJurnal mikro air
Jurnal mikro air
 
PENGARUH PEMBERIAN SUKROSA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN PROBIOTIK TERHADAP DINAM...
PENGARUH PEMBERIAN SUKROSA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN PROBIOTIK TERHADAP DINAM...PENGARUH PEMBERIAN SUKROSA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN PROBIOTIK TERHADAP DINAM...
PENGARUH PEMBERIAN SUKROSA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN PROBIOTIK TERHADAP DINAM...
 

Limbah tekstil

  • 1. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282 JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 271 UJI TOKSISITAS AIR LIMBAH TEKSTIL HASIL PENGOLAHAN PADA REAKTOR BIOFILM KONSORSIUM BAKTERI ANAEROB- AEROB MENGGUNAKAN IKAN NILA I Dewa Ketut Sastrawidana Jurusan Pendidikan Kimia I Nyoman Sukarta Jurusan Analis Kimia FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat toksisitas air limbah tekstil setelah diolah dalam reaktor biofilm anaerob-aerob menggunakan ikan nila. Pada reaktor anaerob menggunakan konsorsium bakteri yang terdiri dari Aeromonas sp. Pseudomonas sp., Flavobacterium sp. dan Enterobacter sp sedangkan pada reaktor aerob terdiri dari Vibrio sp., Plesiomonas sp. dan Enterobacter sp. Proses pengolahan dengan lama waktu tinggal limbah 4 hari di reaktor anaerob dan 1 hari di reaktor aerob. Air limbah tekstil sebelum dan setelah pengolahan diuji tingkat toksisitasnya menggunakan ikan nila dalam waktu paparan 3 hari. Hasil penelitian menunjukkan air limbah tekstil sebelum diolah mempunyai warna 1.587 CU dan bersifat toksik dengan nilai EC50 sebesar 75,43%. Namun, setelah dirombak selama 5 hari warna limbah menurun menjadi 67,89 CU dan tidak toksik dengan nilai EC50 sebesar 123,22%. Kata-kata kunci : air limbah tekstil, konsorsium bakteri, biofilm, ikan nila. Abstract The objective of this research is to analysis of toxicity level of textile waste water which treated by bacteria consortia. Biodegradation processes were carried out in anaerobic-aerobic reactors by attached growth process. Bacteria consortia in anaerobic reactor consist of Aeromonas sp. Pseudomonas sp, Flavobacterium sp. dan Enterobacter sp. whereas, bacteria consortia for aerobic reactor consist of Vibrio sp. Plesiomonas sp. dan Enterobacter sp. The system was operated for 4 days in anaerobic phase and a day in aerobic phase. The result showed, textile wastewater had color 1.587 CU and toxic level category
  • 2. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282 JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 272 with EC50 was 75,43%. However, its color and toxicity was sharply reduced after passing through aerobic treatment phase with color unit 67,89 CU and the value of EC50 is123,22%. Keywords: textile wastewater, bacteria consortia, biofilm, nila fish Pendahuluan Industri pencelupan tekstil dalam proses produksinya menghasilkan produk samping berupa air limbah dalam jumlah yang besar dan mengandung berbagai macam bahan-bahan kimia digunakan pada proses pengkanjian, pengelantangan dan pewarnaan. Air sisa pencelupan tekstil ini apabila dibuang begitu saja ke perairan tanpa adanya proses pengolahan terlebih dahulu, maka dapat berdampak negatif bagi keberlangsungan ekosistem perairan. Blackburn dan Burkinshaw (2002), melaporkan bahwa sekitar lebih dari 50% zat warna yang digunakan adalah zat warna azo yaitu zat warna sintetik yang mengandung paling sedikit satu ikatan ganda N=N. Toksisitas zat warna azo menurut kriteria Uni Eopa untuk bahan berbahaya adalah tergolong rendah, akan tetapi keberadaannya dalam air dapat menghambat penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga mengganggu aktivitas fotosintesis mikroalga. Dampak lanjutannya adalah pasokan oksigen dalam air menjadi berkurang dan akhirnya memicu aktivitas mikrob anoksik-anaerob yang menghasilkan produk berbau tak sedap. Disamping itu, perombakan zat warna azo secara anaerob di dasar perairan menghasilkan amina aromatik yang lebih toksik dibandingkan zat warna azo. (Van der Zee, 2002). Observasi terhadap beberapa sentral industri pencelupan tekstil yang ada di Bali, keberadaan industri pencelupan tekstil ini sangat berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan terutama pencemaran air. Hal ini disebabkan lokasi industri sebagian besar letaknya dekat sungai dan kurang dilengkapi dengan instalasi pengolahan air limbah yang memadai. Pada umumnya, industri pencelupan tekstil menampung limbahnya dalam bak penampung kemudian dibuang ke badan-badan air atau langsung ke sungai melalui pipa penyalur. Kandungan zat warna dalam air sebesar 1 mg/L sudah menyebabkan air tampak berwarna, sementara kandungan zat warna pada limbah tekstil umumnya berkisar antara 20-200 mg/L sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan yang ekstrim pada beberapa parameter
  • 3. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282 JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 273 kualitasnya. Air limbah tekstil memiliki intensitas warna berkisar 50-100 mg/L dengan nilai parameter BOD dan COD berturut-turut 80-6.000 mg/L dan 150-12.000 mg/L (Pandey et al., 2007). Nilai parameter COD dan BOD tersebut berada jauh di atas nilai ambang batas baku mutu limbah cair industri tekstil yang dipersyaratkan pada KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995 yaitu masing-masing sebesar 300 dan 150 mg/L. Dalam rangka pengendalian pencemaran lingkungan oleh limbah industri, Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri. Konsekuensi dari perundang tersebut, pelaku industri yang aktivitas industrinya menghasilkan limbah dalam jumlah besar dan berpotensi mencemari lingkungan harus membangun instalasi pengolahan air limbah yang memadai. Teknologi pengolahan air limbah tekstil menggunakan bakteri cukup potensial untuk dikembangkan karena limbah tekstil dengan kandungan bahan organik yang tinggi dapat dimanfaatkan oleh bakteri sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhannya. Beberapa jenis bakteri yang digunakan untuk merombak limbah tekstil pada kondisi anaerob adalah Sphingomonas sp. BN6 (Russ et al., 2000), Rhizobium Radiobacter MTCC 8161 (Telke et al., 2008). Sedangkan bakteri aerob yang digunakan diantaranya Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Ajibola et al., 2005; Mona and Yusef, 2008), Enterobacter agglomerans (Moutaouakkil et al., 2003) dan konsorsium bakteri yang terdiri dari Pseudomonas sp., Bacillus sp., Halomonas sp., dan Micrococcus sp. (Padmavathy et al., 2003). Proses perombakan limbah tekstil menggunakan bakteri dapat dibedakan menjadi dua yaitu dengan proses pertumbuhan tersuspensi (suspended growth treatment processes) dan dengan pertumbuhan terlekat (attached growth treatment processes). Pengolahan dengan proses pertumbuhan terlekat dilakukan dengan mengamobilisasi mikrob pada padatan pendukung membentuk lapisan tipis yang disebut dengan biofilm. Sedangkan perombakan dengan proses pertumbuhan tersuspensi dilakukan dengan cara augmentasi yaitu menambahkan bakteri dari luar pada setiap pengolahan limbah dan cara enrichment culture yaitu meningkatkan jumlah mikrob yang ada pada limbah dengan menambahkan sebagian nutrisi yang diperlukan oleh mikrob tersebut untuk pertumbuhannya. Perombakan limbah dengan proses pertumbuhan terlekat mampu menghasilkan densitas populasi mikrob lebih tinggi dan stabil, lebih tahan terhadap perubahan kondisi
  • 4. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282 JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 274 lingkungan sehingga dalam penggunaannya untuk mengolah limbah mampu menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tersuspensi (HeFang et al., 2004). Bahan-bahan pengamobil yang sering digunakan diantaranya keramik dan sponge dan karbon aktif. Berdasarkan keunggulan teknologi biofilm, saat ini teknologi biofilm banyak digunakan untuk memproduksi bahan kimia seperti etanol dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae, butanol dengan menggunakan Clostridium acetobutylicum (Qureshi et al., 2005) dan pengolahan air limbah mengandung fenol (Misson and Razali, 2007). Untuk mengetahui apakah hasil pengolahan limbah tekstil menggunakan teknologi biofilm konsorsium bakteri anaerob-aerob ini sudah aman di buang kelingkungan, perlu dilakukan pengukuran parameter kimia, fisika dan biologi pada air limbah hasil pengolahan. Sastrawidana, 2009 melaporkan bahwa air limbah tekstil hasil pengolahan dengan biofilm konsorsium bakteri anaerob-aerob sudah memenuhi standar baku mutu limbah untuk dibuang ke lingkungan. Pada penelitian ini mengkaji tingkat toksisitas hasil pengolahan air limbah tekstil yang diolah menggunakan biofilm pada reaktor sistem kombinasi anaerob-aerob. Uji toksisitas dilakukan menggunakan ikan nila dalam waktu paparan 3 hari. Dipilihnya ikan nila sebagai hewan uji karena sangat sensitif dan sudah direkomendasikan sebagai hewan uji untuk penilaian tingkat toksisitas akut air tawar. Metode Air limbah tekstil yang digunakan sebagai sampel diambil dari industri pencelupan tekstil di daerah Tabanan yang belum mendapatkan perlakuan pengolahan. Konsorsium bakteri yang digunakan pada reaktor anaerob terdiri dari dari Aeromonas sp. Pseudomonas sp., Flavobacterium sp. dan Enterobacter sp sedangkan pada reaktor aerob terdiri dari Vibrio sp., Plesiomonas sp. dan Enterobacter sp. yang diisolasi dari lumpur limbah tekstil (Sastrawidana, 2009). Konsorsium bakteri tersebut ditumbuhkan pada media cair dengan komposisi dalam 1 liternya terdiri dari (NH4)2SO4 (1,0 g), KH2PO4 (1,0 g), Na2HPO4 (3,6 g), MgSO4.7H2O (1,0 g), Fe(NH4)sitrat (0,01 g), CaCl2.2H2O (0,1 g), 0,05% yeast extract dan 10 mL larutan trace element. Satu liter trace element terdiri dari ZnSO4.7H2O (10,0 mg), MnCl2.4H2O (3,0 mg), CoCl2.6H2O (1,0 mg), NiCl2.6H2O (2,0 mg), Na2MoO4.2H2O (3,0 mg), H3BO3 (3,0 mg), CuCl2.2H2O (1,0 mg).
  • 5. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282 JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 275 Batu vulkanik yang digunakan sebagai media pengamobil bakteri diambil dari lereng Gunung Batur, Kintamani-Kabupaten Bangli Propinsi Bali. Perancangan Bioreaktor Unit Pengolahan limbah tekstil sistem kombinasi anaerob-aerob terdiri dari 4 bak yang terbuat dari kaca yaitu, bak pengisi volume 9.600 mL dengan dimensi panjang (20 cm), lebar (16 cm) dan tinggi (30 cm), bak pengolah anaerob (reaktor anaerob) dengan volume total 1.540 mL dengan dimensi ukuran panjang x lebar x tinggi internalnya masing-masing 11 x 7 x 20 cm. Setelah ditambahkan batu vulkanik 757 gram, volume efektif bioreaktor untuk limbah adalah 900 mL, bak pengolah aerob (reaktor aerob) dan bak penampung efluen berdimensi yang sama dengan bak pengolah anaerob. Gambar 1 Pengolahan air limbah tekstil dengan biofilm konsorsium bakteri dalam reaktor anaerob-aerob Pembentukan Biofilm Konsorsium Bakteri Dalam Reaktor Batu vulkanik dihancurkan untuk memperoleh ukuran diameter 0,1-0,2 cm kemudian dicuci dan disterilisasi dengan cara diautoklaf pada suhu 105o C selama 15 menit. Batu vulknik ditempatkan pada reaktor anaerob-aerob selanjutnya diisi reaktor anaerob diisi dengan konsorsium bakteri anaerob sedangkan pada reaktor aerob diisi dengan konsorsium bakteri aerob. Kedua reaktor ditambahkan masing-masing 100 mL nutrisi, 2 g/L glukosa kemudian dibiarkan selama 7 hari untuk pembentukan biofilm. Pada reaktor aerob dilakukan aerasi menggunakan aerator selama pendiaman. Setelah 7 hari cairan dalam reaktor dialirkan ke luar melalui keran untuk mengeluarkan bakteri yang tidak teramobil pada batu vulkanik. Permukaan batu vulkanik Bak efluen Reaktor aerob Bak pengisi Reaktor anaerob Batu vulkanik Penampung gas Aerator Keran
  • 6. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282 JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 276 sebelum dan setelah diamobilisasi bakteri dianalisis menggunakan scanning electron microscopy (SEM). Perombakan Air Limbah Tekstil Dalam Reaktor Air limbah tekstil pada bak pengisi ditambahkan 50 mL media cair dan 2 g/L glukosa. Campuran dikondisikan pada pH 7, selanjutnya dialirkan ke bak pengolah anaerob secara upflow dengan laju alir sekitar 15 mL/menit selama 1 jam. Proses perombakan anaerob dibiarkan selama 4 hari kemudian dialirkan ke bak pengolah aerob dan dibiarkan 1 hari sambil diaerasi menggunakan aerator. Air limbah tekstil hasil pengolahan dalam reaktor anaerob-aerob tersebut diuji tingkat toksisitasnya menggunakan ikan nila sebagai hewan uji. Uji Toksisitas Akut Pelaksanaan uji toksisitas dilakukan dengan cara membuat seri konsentrasi limbah 100%; 50%; 25%; 12,5% dan 6,25% sebanyak 250 mL. Masing-masing limbah ditambahkan 10 ekor ikan nila selanjutnya diamati mortalitasnya setelah paparan 3 hari. Perhitungan nilai EC50 pada pengamatan 3 hari untuk sampel limbah sebelum dan sesudah pengolahan ditentukan metode pendekatan regresi linear. Penilaian toksisitas akut terhadap limbah berdasarkan klasifikasi nilai EC50 untuk limbah tekstil menurut Coleman dan Qureshi, (1985). Nilai EC50 dengan skala EC50>100% = tidak toksik, EC50 >75-100% = toksisitas ringan, EC50 >50-75% = toksik, EC50 >25-50% toksisitas sedang dan EC50 <25% sangat toksik. Hasil Gambar 2. Menunjukkan penampakan visual permukaan batu vulkanik hasil analisis menggunakan SEM. Batu vulkanik terlihat mempunyai permukaan yang kasar dan banyak rongga-rongga (Gambar 2a). Hal ini akan mempermudah terjadinya pelekatan bakteri, memperkokoh biofilm dan melindungi mikrob dari abrasi akibat aliran limbah. Namun, setelah diamobilisasi bakteri tampak rongga-rongga batu vulkanik menjadi tertutup (Gambar 2b dan 2c).
  • 7. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282 JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 277 (a) (b) (c) Gambar 2 Penampakan visual permukaan batu vulkanik. (a) tidak di amobilisasi bakteri, (b) diamobilisasi dengan konsorsium bakteri anaerob dan (c) diamobilisasi dengan konsorsium bakteri aerob Gambar 3. menunjukkan perubahan warna air limbah tekstil setelah dirombak selama 4 hari dalam reaktor anaerob dan dilanjutkan selama 1 hari pada reaktor aerob. Warna air limbah sebelum perombakan tampak hitam namun setalah dirombak warnanya menjadi pudar. Gambar 3 Penampakan warna air limbah tekstil (a) sebelum pengolahan, (b) hasil pengolahan tahap anaerob dan (c) hasil pengolahan tahap aerob Limbah awal Tahap anaerob Tahap aerob
  • 8. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282 JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 278 Evaluasi efek toksik limbah tekstil sebelum dan setelah pengolahan dilakukan menggunakan hewan uji ikan nila. Penilaian toksisitas limbah menggunakan EC50 yaitu efek konsentrasi yang menyebabkan kematian sebesar 50% terhadap ikan nila pada waktu paparan 3 hari.Kurva hubungan konsentrasi limbah terhadap persentase mortalitas ikan nila selama waktu paparan 3 hari untuk limbah sebelum dan setelah perombakan disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Hubungan konsentrasi limbah (%) terhadap mortalitas ikan nila selama paparan 3 hari (a) Limbah sebelum pengolahan dan (b) setelah pengolahan dalam reaktor selama 5 hari Pembahasan Batu vulkanik setelah diamobilisasi menggunakan konsorsium bakteri terlihat penampakan struktur permukaannya menjadi semakin tertutup. Hal ini menunjukkan bahwa biofilm bakteri sudah terbentuk pada permukaan batu vulkanik. Bakteri-bakteri tersebut mempunyai bentuk yang berbeda- beda sehingga penampakan visual koloni bakteri pada permukaan batu vulkanik menjadi heterogen. Jumlah koloni bakteri yang melekat pada batu vulkanik dalam reaktor anaerob dan aerob setelah ditentukan menggunakan metode total plate count adalah 20,51 x 109 cfu/g dan 1,72 x 1010 cfu/g. Menurut Cutright (2001), jumlah koloni yang memadai digunakan untuk mengolah limbah berkisar 104 -107 cfu/g. Proses pembentukan biofilm bakteri pada permukaan batu vulkanik kemungkinan melalui adsorpsi. y = 0,5795x + 6,2857 R2 = 0,9304 0 20 40 60 80 100 0 50 100 150 Konsentrasi (%) Mortalitas(%) y = 0,3849x + 2,5714 R2 = 0,9099 0 20 40 60 80 100 0 50 100 150 Konsentrasi(%) Mortalitas(%)
  • 9. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282 JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 279 Bakteri pertama-tama mendekat pada permukaan batu vulkanik selanjutnya terjadi proses adsorpsi sel ke dalam pori. Bakteri pada permukaan batu vulkanik mengalami kolonisasi dengan mengeluarkan senyawa polimer ekstraseluler. Menurut Prakash et al. (2003), biofilm terutama terdiri dari sel mikrob dan matriks polimer ekstraseluler. Polimer eksopolisakarida (EPS) sekitar 50-90% merupakan senyawa karbon organik. Adanya EPS memperkokoh pelekatan bakteri pada batu vulkanik sehingga dapat menjaga stabilitas populasi bakteri dalam reaktor. Air limbah tekstil yang digunakan mempunyai konsentrasi warna sebesar 1.587 CU, setelah dirombak selama 5 hari, warna limbah menjadi 67,89 CU atau efisiensi penurunan warna sebesar 95,72%. Pudarnya warna air limbah tekstil disebabkan terjadinya reaksi redoks antara zat warna terutama zat warna azo dengan nikotinamida adenin dinukleotida (NADH) yang dihasilkan dari proses glikolisis glukosa dengan bantuan enzim hidrogenase (Yoo, 2000). Bakteri memerlukan kosubstrat berupa senyawa karbon organik seperti glukosa untuk mempercepat proses perombakan zat warna azo. Mekanisme pemudaran zat warna azo melalui reaksi redoks oleh bakteri Pseudomonas KF46 yang dikatalisis oleh enzim azoreductase dengan bantuan glukosa sebagai kosubstrat disajikan pada Gambar 5. Gambar 5 Mekanisme perombakan orange II dikatalisis enzim orange II azoreductase. Warna tidak tercantum sebagai salah satu syarat baku mutu ditinjau dari KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995. Secara langsung, warna tidak berbahaya bagi kesehatan manusia, akan tetapi secara tidak langsung berdampak negatif terhadap ekosistem air maupun kesehatan manusia. Air N N OH Orange II azoreductase 2 NAD(P)H + H 2 NAD(P)+ SO3Na SO3Na NH2 + OH NH2 Asam sulfanilat 1-amino-2-napthol
  • 10. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282 JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 280 yang berwarna secara estetika memberikan kesan yang negatif. Air berwarna menghambat penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga mengganggu aktivitas fotosintesis. Kurangnya jumlah oksigen dalam air dapat memicu aktivitas mikroorganisme anoksik-anaerob yang menghasilkan bau tak sedap. Dengan alasan ini, air limbah yang berwarna harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan. Gambar 4 memperlihatkan kurva hubungan antara persentase pengenceran limbah dengan persentase mortalitas ikan nila. Ikan nila yang digunakan kira-kira berumur 10-14 hari. Sebelum digunakan ikan nila diaklimatisasi dalam akuarium. Hasil pengujian toksisitas akut dengan ikan nila selama pemaparan 3 hari diperoleh nilai EC50 dari limbah tekstil sebelum diolah sebesar 75,43%. Menurut Coleman and Qureshi (1985), jika EC50 >50-75% maka air limbah tekstil berkatagori toksik. Air limbah tekstil tersebut setelah diolah dalam reaktor kombinasi anaerob-aerob selama 5 hari menggunakan biofilm konsorsium bakteri pada batu vulkanik menghasilkan nilai EC50 sebesar 123,22,10%. Melgoza et al.(2004), melakukan kajian toksisitas hasil perombakan zat warna azo disperse blue pada kondisi anaerob-aerob. Hasil kajiannya adalah zat warna disperse blue termasuk katagori toksik namun toksisitasnya menjadi menurun setelah mengalami prombakan anaerob-aerob. Simpulan Air limbah tekstil sebelum diolah berkatagori toksik dengan nilai EC50 sebesar 75,43 %. Namun, setelah dirombak dalam reaktor kombinasi anaerob-aerob selama 5 hari menggunakan biofilm konsorsium bakteri yang teramobil pada batu vulkanik menjadi katagori tidak toksik dengan nilai EC50 sebesar 123,22%. Dengan demikian, Hasil perombakan air limbah tekstil dalam reaktor anaerob-aerob berisikan biofilm konsorsium bakteri relatif aman untuk dibuang keperairan. Daftar Rujukan Ajibola, V.O., S.J. Oney, C.E. Odeh, T. Olugbodi, U.G. Umeh. 2005. Biodegradation of indigo containing textile effluent using some strains of bacteria. Appl Sci. 5(5):853-855. Blackburn RS and SM Burkinshaw 2002. A Greener to Cotton Dyeing With Excellent Wash Fastness. Green Chemistry 4, 47-52.
  • 11. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282 JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 281 Coleman. R.N., A.A Qureshi. 1985. Microtox and Spirillum polutants tes for assessing toxicity of environmentals samples. Bull Environ Contam Toxicol. 35:443-451 Cutright, T.J. 2001. Biotechnology: Principles and Advances in Waste Control. Departement of Civil Engineering. University of Akron. HeFang., HuWenrong, LiYuezhong. 2004. Biodegradation mechanisms and kinetics of azo dys 4BS by a micobial consortium. Chemosphere. 57:293-301. Melgoza, R.M., A Cruz, G Bultron. 2004. Anaerobic-Aerobic treatment of colorants present in textile effluents. Water Sci Technol. 50: 149-155 Misson, M., F. Razali. 2007. Immobilzation of phenol degrader Pseudomonas sp. in repeated batch culture using bioceramic and sponge as support materials. J. Teknol. 46: 51-59. Mona E.M., M.H. Yusef, 2008. Decolorization of Fast Red by Bacillus Subtilis HM. Appl Sci Res. 4(3): 262-269 Moutaouakkil, A., Y. Zeroual, F.Z. Dzayri, M. Talbi, K. Lee, M. Blaghen. 2003. Bacterial decolorization of the azo methyl red by Enterobacter agglomerans. Annal Microbiol. 53:161-169. Padmavathy, S., S. Sandhya, K. Swaminathan, Y. V. Subrahmanyam,T. Chakrabarti, S. N. Kaul. 2003. Aerobic decolorization of reactive azo dyes in presence of various cosubstrates. Chem Biochem Eng. 17(2): 147–151. Pandey, A., P. Singh, L. Iyengar. 2007. Bacterial decolorization and degradation of azo dyes [review]. Int Biodet and Biodeg. 59: 73-84. Prakash, B., B.M. Veeregowda, G. Krishnappa. 2003. Biofilms : A survival strategy of bacteria[ Review]. Current Sci. 85(9): 1299-1307. Qureshi, N., B.A. Annous, T.C. Ezeji, P. Karcher, I.S. maddox. 2005. Biofilm reactors for industrial bioconcersion processes: employing potential of enhanced reaction rates. Microbial Cell Factories 4: 1-24. Russ, R., J. Rau, A. Stolz. 2000. The function of cytoplasmic flavin reductases in the reduction of azo dyes by bacteria. Appl Environ Microbiol. 66(4): 1429-1434.
  • 12. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 271-282 JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011 282 Sastrawidana, 2009. Isolasi bakteri dari lumpur limbah tekstil dan aplikasinya untuk pengolahan limbah tekstil menggunakan system kombinasi anaerob-aerob. [Disertasi] Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Telke, A., D. Kalyani, J. Jadhav, S. Govindwar. 2008. Kinetics and mechanism of reactive red 141 degradation by a bacterial isolat Rhizobium Radiobacter MTCC 8161. Acta Chim Slov. 55:320-329 Van der Zee. 2002. Anaerobic azo dye reduction [Thesis]. Wageningen University. Netherlands. Yoo, E.S. 2000. Biological and chemical mechanisms of reductive decolorization of azo dyes [Dissertation] Genehmigte Berlin.