SlideShare a Scribd company logo
1 of 16
Download to read offline
Sudaryatno Sudirham




Studi Mandiri

Integral dan
Persamaan Diferensial




                              ii


                Darpublic
BAB 4
                       Persamaan Diferensial
                            (Orde Satu)
4.1. Pengertian
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan di mana terdapat satu atau
lebih turunan fungsi. Persamaan duferensial diklasifikasikan sebagai:
     1. Menurut jenis atau tipe: ada persamaan diferensial biasa dan
         persamaan diferensial parsial. Jenis yang kedua tidak kita
         pelajari di buku ini, karena kita hanya meninjau fungsi dengan
         satu peubah bebas.
     2. Menurut orde: orde persamaan diferensial adalah orde tertinggi
                                                          d3y
         turunan fungsi yang ada dalam persamaan.                adalah orde
                                                          dx3
                 d2y                      dy
         tiga;         adalah orde dua;      adalah orde satu.
                  2                       dx
              dx
    3.    Menurut derajat: derajat suatu persamaan diferensial adalah
         pangkat tertinggi dari turunan fungsi orde tertinggi.
                               2           5
                      d3y   d 2 y         y
    Sebagai contoh:  3  +  2  + 2              = e x adalah persamaan
                      dx   dx           x +1
                                    
            diferensial biasa, orde tiga, derajat dua.
Dalam buku ini kita hanya akan membahas persamaan diferensial biasa,
orde satu dan orde dua, derajat satu.

4.2. Solusi
Suatu fungsi y = f(x) dikatakan merupakan solusi suatu persamaan
diferensial jika persamaan tersebut tetap terpenuhi dengan digantikannya
y dan turunannya dalam persamaan tersebut oleh f(x) dan turunannya.
Kita ambil satu contoh:




                                                                        4-1
y = ke − x adalah solusi dari persamaan dy + y = 0 karena turunan
                                                     dt
                −x          dy       − x , dan jika ini kita masukkan dalam
       y = ke        adalah    = −ke
                            dt
      persamaan akan kita peroleh − ke − x + ke − x = 0
      Persamaan terpenuhi.
Pada contoh di atas kita lihat bahwa persamaan diferensial orde satu
mempunyai solusi yang melibatkan satu tetapan sembarang yaitu k. Pada
umumnya suatu persamaan orde n akan memiliki solusi yang
mengandung n tetapan sembarang. Pada persamaan diferensial orde dua
yang akan kita bahas di bab berikutnya, kita akan menemukan solusi
dengan dua tetapan sembarang. Nilai dari tetapan ini ditentukan oleh
kondisi awal.

4.3. Persamaan Diferensial Orde Satu Dengan Peubah Yang Dapat
      Dipisahkan
Solusi suatu persamaan diferensial bisa diperoleh apabila peubah-peubah
dapat dipisahkan; pada pemisahan peubah ini kita mengumpulkan semua
y dengan dy dan semua x dengan dx. Jika hal ini bisa dilakukan maka
persamaan tersebut dapat kita tuliskan dalam bentuk
                           f ( y )dy + g ( x)dx = 0                         (4.1)

Apabila kita lakukan integrasi kita akan mendapatkan solusi umum
dengan satu tetapan sembarang K, yaitu

                        ∫ f ( y)dy + ∫ g ( x)dx) = K                        (4.2)

Kita ambil dua contoh.

            dy                                                dy e x
      1).      = ex− y .   Persamaan ini dapat kita tuliskan      =
            dx                                                dx e y
            sehingga kita dapatkan persamaan dengan peubah terpisah

                                                      ∫ e dy − ∫ e dx = K
                                                        y        x
                        e y dy − e x dx = 0 dan

            sehingga e y − e x = K atau e y = e x + K

4-2 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
dy 1
      2).     =   . Pemisahan peubah akan memberikan bentuk
            dx xy

                               dx                       dx
                       ydy −
                                x
                                  = 0 dan     ∫ ydy − ∫ x    =K


                       y2
            sehingga      − ln x = K atau y = ln x 2 + K ′
                       2

4.4. Persamaan Diferensial Homogen Orde Satu
Suatu persamaan disebut homogen jika ia dapat dituliskan dalam bentuk

                           dy     y
                              = F                                     (4.3)
                           dx    x
Persamaan demikian ini dapat dipecahkan dengan membuat peubah
bebas baru
                                     y
                                 v=
                                     x
Dengan peubah baru ini maka
                                   dy         dv
                      y = vx dan        =v+ x
                                   dx         dx
Persamaan (14.2) menjadi
                              dv
                        v+x      = F (v )                      (4.4)
                              dx
yang kemudian dapat dicari solusinya melalui pemisahan peubah.
                         dx    dv
                            +          =0                               (4.5)
                          x v − F (v )

Solusi persamaan aslinya diperoleh dengan menggantikan v dengan y/x
setelah persamaan terakhir ini dipecahkan.

      Kita ambil contoh: ( x 2 + y 2 )dx + 2 xydy = 0
                                               2
      Persamaan ini dapat kita tulis x 2 (1 + y )dx + 2 xydy = 0 atau
                                               2
                                              x



                                                                         4-3
y2              y             dy    1 + ( y / x) 2
      (1 +        )dx = −2     dy sehingga    =−                = F ( y / x)
             x2              x             dx      2( y / x )

      yang merupakan bentuk persamaan homogen.
      Peubah baru v = y/x memberikan
                                                 dy       dv
                                  y = vx dan        =v+ x
                                                 dx       dx
      dan membuat persamaan menjadi

                     dv    1 + v2        dv        1 + v2    1 + 3v 2
              v+x       =−        atau x    = −v −        =−
                     dx      2v          dx          2v         2v
      Dari sini kita dapatkan
                             dv             dx          dx   2vdv
                                      =−         atau      +        =0
                              2
                     (1 + 3v ) / 2v          x           x 1 + 3v 2

      Kita harus mencari solusi persamaan ini untuk mendapatkan v
      sebagai fungsi x. Kita perlu pengalaman untuk ini.
                               d (ln x) 1
      Kita tahu bahwa                  = . Kita coba hitung
                                  dx    x

                d ln(1 + 3x 2 ) d ln(1 + 3x 2 ) d (1 + 3 x 2 )      1
                               =          2
                                                               =          (6 x )
                      dx         d (1 + 3x )         dx          1 + 3x 2
      Kembali ke persamaan kita. Dari percobaan perhitungan di atas
      kita dapatkan solusi dari
                                dx   2vdv
                                   +        =0
                                 x 1 + 3v 2
                      1                 1
      adalah ln x + ln(1 + 3v 2 ) = K = ln K ′ atau
                      3                 3
             3 ln x + ln(1 + 3v 2 ) = K = ln K ′ sehingga x 3 (1 + 3v 2 ) = K ′

      Dalam x dan y solusi ini adalah

                        (               )                (          )
                     x 3 1 + 3( y / x) 2 = K ′ atau x x 2 + 3 y 2 = K ′

4-4 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
4.5. Persamaan Diferensial Linier Orde Satu
Dalam persamaan diferensial linier, semua suku berderajat satu atau nol.
Dalam menentukan derajat ini kita harus memperhitungkan pangkat dari
peubah dan turunannya; misal y(dy/dx) adalah berderajat dua karena y
dan dy/dx masing-masing berpangkat satu dan harus kita jumlahkan
untuk menentukan derajat dari y(dy/dx).
Persamaan diferensial orde satu yang juga linier dapat kita tuliskan
dalam bentuk
                            dy
                               + Py = Q                               (4.6)
                            dx
dengan P dan Q merupakan fungsi x atau tetapan. Persamaan diferensial
bentuk inilah selanjutnya akan kita bahas dan kita akan membatasi pada
situasi dimana P adalah suatu tetapan. Hal ini kita lakukan karena kita
akan langsung melihat pemanfaatan praktis dengan contoh yang terjadi
pada analisis rangkaian listrik.
Dalam analisis rangkaian listrik, peubah fisis seperti tegangan dan arus
merupakan fungsi waktu. Oleh karena itu persamaan diferensial yang
akan kita tinjau kita tuliskan secara umum sebagai
                                 dy
                             a      + by = f (t )                     (4.7)
                                 dt
Persamaan diferensial linier orde satu seperti ini biasa kita temui pada
peristiwa transien (atau peristiwa peralihan) dalam rangkaian listrik. Cara
yang akan kita gunakan untuk mencari solusi adalah cara pendugaan.
Peubah y adalah keluaran rangkaian (atau biasa disebut tanggapan
rangkaian) yang dapat berupa tegangan ataupun arus sedangkan nilai a
dan b ditentukan oleh nilai-nilai elemen yang membentuk rangkaian.
Fungsi f(t) adalah masukan pada rangkaian yang dapat berupa tegangan
ataupun arus dan disebut fungsi pemaksa atau fungsi penggerak.
Persamaan diferensial seperti (4.7) mempunyai solusi total yang
merupakan jumlah dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi khusus
adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan (4.7) sedangkan solusi
homogen adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan homogen
                                 dy
                             a      + by = 0                          (4.8)
                                 dt


                                                                       4-5
Hal ini dapat difahami karena jika f1(t) memenuhi (4.7) dan fungsi f2(t)
memenuhi (4.8), maka y = (f1+f2) akan memenuhi (4.7) sebab
                 dy           d ( f1 + f 2 )
               a     + by = a                + b( f1 + f 2 )
                 dt                 dt
                   df             df               df
               = a 1 + bf1 + a 2 + bf 2 = a 1 + bf1 + 0
                    dt             dt               dt
Jadi y = (f1+f2) adalah solusi dari (4.7), dan kita sebut solusi total yang
terdiri dari solusi khusus f1 dari (4.7) dan solusi homogen f2 dari (4.8).
Peristiwa Transien. Sebagaimana telah disebutkan, persamaan
diferensial seperti (14.7) dijumpai dalam peristiwa transien, yaitu selang
peralihan dari suatu keadaan mantap ke keadaan mantap yang lain..
Peralihan kita anggap mulai terjadi pada t = 0 dan peristiwa transien yang
kita tinjau terjadi dalam kurun waktu setelah mulai terjadi perubahan
yaitu dalam kurun waktu t > 0. Sesaat setelah mulai perubahan kita beri
tanda t = 0+ dan sesaat sebelum terjadi perubahan kita beri tanda t = 0−.
Solusi Homogen. Persamaan (4.8) menyatakan bahwa y ditambah
dengan suatu koefisien konstan kali dy/dt, sama dengan nol untuk semua
nilai t. Hal ini hanya mungkin terjadi jika y dan dy/dt berbentuk sama.
Fungsi yang turunannya mempunyai bentuk sama dengan fungsi itu
sendiri adalah fungsi eksponensial. Jadi kita dapat menduga bahwa solusi
dari (4.8) mempunyai bentuk eksponensial y = K1est . Jika solusi dugaan
ini kita masukkan ke (4.8), kita peroleh

              aK1se st + bK1e st = 0     atau    K1(as + b ) y = 0    (4.9)

Peubah y tidak mungkin bernilai nol untuk seluruh t dan K1 juga tidak
boleh bernilai nol karena hal itu akan membuat y bernilai nol untuk
seluruh t. Satu-satunya cara agar persamaan (4.9) terpenuhi adalah
                    as + b = 0                                       (4.10)
Persamaan (4.10) ini disebut persamaan karakteristik sistem orde
pertama. Persamaan ini hanya mempunyai satu akar yaitu s = −(b/a). Jadi
solusi homogen yang kita cari adalah

                      ya = K1e st = K1e −(b / a ) t                  (4.11)

Nilai K1 masih harus kita tentukan melalui penerapan suatu persyaratan
tertentu yang kita sebut kondisi awal yaitu kondisi pada t = 0+ sesaat
4-6 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
setelah mulainya perubahan keadaan. Ada kemungkinan bahwa y telah
mempunyai nilai tertentu pada t = 0+ sehingga nilai K1 haruslah
sedemikian rupa sehingga nilai y pada t = 0+ tersebut dapat dipenuhi.
Akan tetapi kondisi awal ini tidak dapat kita terapkan pada solusi
homogen karena solusi ini baru merupakan sebagian dari solusi. Kondisi
awal harus kita terapkan pada solusi total dan bukan hanya untuk solusi
homogen saja. Oleh karena itu kita harus mencari solusi khusus lebih
dulu agar solusi total dapat kita peroleh untuk kemudian menerapkan
kondisi awal.
Solusi khusus. Solusi khusus dari (4.7) tergantung dari bentuk fungsi
pemaksa f(t). Seperti halnya dengan solusi homogen, kita dapat
melakukan pendugaan pada solusi khusus. Bentuk solusi khusus haruslah
sedemikian rupa sehingga jika dimasukkan ke persamaan (4.7) maka
ruas kiri dan ruas kanan persamaan itu akan berisi bentuk fungsi yang
sama. Jika solusi khusus kita sebut yp, maka yp dan turunannya harus
mempunyai bentuk sama agar hal tersebut terpenuhi. Untuk berbagai
bentuk f(t), solusi khusus dugaan yp adalah sebagai berikut.
            Jika f (t ) = 0 , maka y p = 0
            Jika f (t ) = A = konstan, maka y p = konstan = K
            Jika f (t ) = Aeαt = eksponensial, maka
                          y p = eksponensial = Keαt
            Jika f (t ) = A sin ωt , atau f (t ) = A cos ωt , maka
                       y p = K c cos ωt + K s sin ωt
            Perhatikan : y = K c cos ωt + K s sin ωt adalah
               bentuk umum fungsi sinus maupun cosinus .


Solusi total. Jika solusi khusus kita sebut yp, maka solusi total adalah
                       y = y p + ya = y p + K1e s t                   (4.12)
Pada solusi lengkap inilah kita dapat menerapkan kondisi awal yang akan
memberikan nilai K1.

Kondisi Awal. Kondisi awal adalah kondisi pada awal terjadinya
perubahan yaitu pada t = 0+. Dalam menurunkan persamaan diferensial
pada peristiwa transien kita harus memilih peubah yang disebut peubah

                                                                           4-7
status. Peubah status harus merupakan fungsi kontinyu. Nilai peubah ini,
sesaat sesudah dan sesaat sebelum terjadi perubahan harus bernilai sama.
Jika kondisi awal ini kita sebut y(0+) maka

                                 y (0 + ) = y ( 0 − )                (4.13)

Jika kondisi awal ini kita masukkan pada dugaan solusi lengkap (14.12)
akan kita peroleh nilai K1.

          y (0 + ) = y p (0 + ) + K1 → K1 = y (0 + ) − y p (0 + )    (4.14)

yp(0+) adalah nilai solusi khusus pada t = 0+. Nilai y(0+) dan yp(0+) adalah
tertentu (yaitu nilai pada t = 0+). Jika kita sebut

                             y (0+ ) − y p (0 + ) = A0               (4.15)

maka solusi total menjadi

                              y = y p + A0 e s t                     (4.16)

4.6. Solusi Pada Berbagai Fungsi Pemaksa
Tanpa Fungsi Pemaksa, f(t) = 0. Jika f(t) =0 maka solusi yang akan kita
peroleh hanyalah solusi homogen saja. Walaupun demikian, dalam
mencari soluai kita akan menganggap bahwa fungsi pemaksa tetap ada,
akan tetapi bernilai nol. Hal ini kita lakukan karena kondisi awal harus
diterapkan pada solusi total, sedangkan solusi total harus terdiri dari
solusi homogen dan solusi khusus (walaupun mungkin bernilai nol).
Kondisi awal tidak dapat diterapkan hanya pada solusi homogen saja
atau solusi khusus saja.
  Contoh: Dari suatu analisis rangkaian diperoleh persamaan
                              dv
                                 + 1000v = 0
                              dt
         untuk t > 0. Kondisi awal adalah v(0+) = 12 V.
  Persamaan karakteristik : s + 1000 = 0 → s = −1000
  Dugaan solusi homogen : va = A0e −1000t
  Dugaan solusi khusus : v p = 0 (karena tidak ada fungsi pemaksa)
  Dugaan solusi total : v = v p + A0e st = 0 + A0e −1000t

4-8 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
Kondisi awal : v (0 + ) = v(0 − ) = 12 V.
          Penerapan kondisi awal pada dugaan solusi total
          memberikan : 12 = 0 + A0 → A0 = 12
          Solusi total menjadi : v = 12 e −1000 t V

  Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 10                 V, analisis transien
  menghasilkan persamaan
                          dv
                             + 3v = 0
                          dt

           Persamaan karakteristik : s + 3 = 0 → s = −3
           Dugaan solusi homogen : va = A0 e −3 t
           Dugaan solusi khusus : v p = 0
           Dugaan solusi total : v = v p + A0 e − 3t
           Kondisi awal : v (0 + ) = 10 V
           Penerapan kondisi awal memberikan : 10 = 0 + A0
           Solusi total menjadi : v = 10 e −3t V

Fungsi Pemaksa Berbentuk Anak Tangga. Kita telah mempelajari
bahwa fungsi anak tangga adalah fungsi yang bernilai 0 untuk t < 0 dan
bernilai konstan untuk t > 0. Jadi jika kita hanya meninjau keadaan
untuk t > 0 saja, maka fungsi pemaksa anak tangga dapat kita tuliskan
sebagai f(t) = A (tetapan).
  Contoh: Suatu analisis rangkaian memberikan persamaan
                                dv
                         10−3      + v = 12
                                dt
  dengan kondisi awal v(0+) = 0 V.

       Persamaan karakteristik : 10−3 s + 1 = 0 → s = −1 / 10 −3 = −1000
       Dugaan solusi homogen : va = A0e −1000 t



                                                                       4-9
Karena f(t) = 12 konstan, kita dapat menduga bahwa solusi khusus
    akan bernilai konstan juga karena turunannya akan nol sehingga
    kedua ruas persamaan tersebut dapat berisi suatu nilai konstan.
      Dugaan solusi khusus : v p = K
      Masukkan v p dugaan ini ke persamaan : 0 + K = 12 ⇒ v p = 12
      Dugaan solusi total : v = 12 + A0e −1000 t V
      Kondisi awal : v(0 + ) = v(0−) = 0.
      Penerapan kondisi awal memberikan : 0 = 12 + A0 → A0 = −12
      Solusi total menjadi : v = 12 − 12 e −1000t V

    Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 11 V, analisis transien
    menghasilkan persamaan
                                dv
                                   + 5v = 200
                                dt
  Persamaan karakteristik : s + 5 = 0 → s = −5
  Dugaan solusi homogen : va = A0 e − 5 t
  Dugaan solusi khusus : v p = K → 0 + 5K = 200 → v p = 40
  Dugaan solusi lengkap : v = v p + A0 e −5t = 40 + A0 e −5t
  Kondisi awal : v(0 + ) = 11 V. Penerapan kondisi awal memberikan :
                         11 = 40 + A0 → A0 = −29
  Tanggapan total : v = 40 − 29 e −5t V.

Fungsi Pemaksa Berbentuk Sinus. Berikut ini kita akan mencari solusi
jika fungsi pemaksa berbentuk sinus. Karena solusi homogen tidak
tergantung dari bentuk fungsi pemaksa, maka pencarian solusi homogen
dari persamaan ini sama seperti apa yang kita lihat pada contoh-contoh
sebelumnya. Jadi dalam hal ini perhatian kita lebih kita tujukan pada
pencarian solusi khusus.
Dengan pengertian bahwa kita hanya memandang kejadian pada t > 0,
bentuk umum dari fungsi sinus yang muncul pada t = 0 kita tuliskan
                            y = A cos(ωt + θ)

4-10 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
Melalui relasi
             y = A cos(ωt + θ) = A{cos ωt cos θ − sin ωt sin θ}

bentuk umum fungsi sinus dapat kita tuliskan sebagai
                 y = Ac cos ωt + As sin ωt
                 dengan Ac = A cos θ dan           As = − A sin θ

Dengan bentuk umum seperti di atas kita terhindar dari perhitungan
sudut fasa θ, karena sudut fasa ini tercakup dalam koefisien Ac dan As.
Koefisien Ac dan As tidak selalu ada. Jika sudut fasa θ = 0 maka As = 0
dan jika θ = 90o maka Ac = 0. Jika kita memerlukan nilai sudut fasa θ dari
fungsi sinus yang dinyatakan dengan pernyataan umum, kita dapat
                            A
menggunakan relasi tan θ = s .
                            Ac

Turunan fungsi sinus akan berbentuk sinus juga. Oleh karena itu,
penjumlahan y = sinωt dan turunannya akan berbentuk fungsi sinus juga.
                    y = Ac cos ωt + As sin ωt ;
                    dy
                       = − Ac ω sin ωt + As ω cos ωt ;
                    dt
                    d2y
                              = − Ac ω2 cos ωt − As ω2 sin ωt
                          2
                     dt

      Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 0 V suatu analisis transien
                                        dv
               menghasilkan persamaan      + 5v = 100 cos10t
                                        dt
       Persamaan karakteristik : s + 5 = 0 → s = −5
       Dugaan solusi homogen : va = A0e −5 t

      Fungsi pemaksa berbentuk sinus. Solusi khusus kita duga akan
      berbentuk sinus juga.




                                                                     4-11
Dugaan solusi khusus :
                      v p = Ac cos10t + As sin 10t
   Substitusi solusi khusus ini ke persamaan memberikan :
    − 10 Ac sin 10t + 10 As cos 10t + 5 Ac cos 10t + 5 As sin 10t = 100 cos10t
        → −10 Ac + 5 As = 0 dan 10 As + 5 Ac = 100
       → As = 2 Ac → 20 Ac + 5 Ac = 100             ⇒ Ac = 4 dan As = 8
   Solusi khusus : v p = 4 cos 10t + 8 sin 10t
   Dugaan solusi total : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + A0 e − 5 t
   Kondisi awal v(0 + ) = 0.
   Penerapan kondisi awal : 0 = 4 + A0 → A0 = −4
   Jadi : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t − 4e − 5t V

  Contoh: Apabila kondisi awal adalah v(0+) = 10 V, bagaimanakah
  solusi pada contoh sebelum ini?
  Solusi total telah diperoleh; hanya kondisi awal yang berubah.

              Solusi total : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + A0 e −5t
              Kondisi awal v(0 + ) = 10 → 10 = 4 + A0 → A0 = 6
              Jadi : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + 6 e − 5 t V

Ringkasan. Solusi total terdiri dari solusi khusus dan solusi homogen.
Solusi homogen merupakan bagian transien dengan konstanta waktu
yang ditentukan oleh tetapan-tetapan dalam persamaan, yang dalam hal
rangkaian listrik ditentukan oleh nilai-nilai elemen rangkaian. Solusi
khusus merupakan solusi yang tergantung dari bentuk fungsi pemaksa,
yang dalam hal rangkaian listrik ditentukan oleh masukan dari luar;
solusi khusus merupakan bagian mantap atau kondisi final.




4-12 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
y = y p (t ) + A0 e− t / τ




                  Solusi khusus :
          ditentukan oleh fungsi pemaksa.
          merupakan komponen mantap;
          tetap ada untuk t →∞.



                                 Solusi homogen :
                  tidak ditentukan oleh fungsi pemaksa.
                  merupakan komponen transien; hilang pada t
                  →∞; sudah dapat dianggap hilang pada t = 5τ.
                  konstanta waktu τ = a/b pada (14.10)




Soal-Soal:
1.   Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
              dv
          a).    + 10v = 0 , v(0 + ) = 10 ;
              dt
              dv
          b).    + 15v = 0 , v (0 + ) = 5
              dt
2.   Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
              di
          a).    + 8i = 0 , i (0 + ) = 2 ;
              dt
              di
          b).    + 10 4 i = 0 , i (0 + ) = −0,005
              dt




                                                                 4-13
3.   Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
              dv
          a).    + 10v = 10u (t ) , v(0 + ) = 0 ;
              dt
              dv
          b).    + 10v = 10u (t ) , v(0 + ) = 5
              dt
4.   Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
             di
         a).    + 10 4 i = 100u (t ) , i(0 + ) = 0 ;
             dt
             di
         b).    + 10 4 i = 100u (t ) , i (0 + ) = −0,02
             dt
5.   Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
              dv
         a).     + 5v = 10 cos(5t )u (t ) , v (0 + ) = 0 ;
              dt
              dv
          b).    + 10v = 10 cos(5t )u (t ) , v (0 + ) = 5
              dt




4-14 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
4-15

More Related Content

What's hot

09 a analis_vektor
09 a analis_vektor09 a analis_vektor
09 a analis_vektorTri Wahyuni
 
Analisis Vektor ( Bidang )
Analisis Vektor ( Bidang )Analisis Vektor ( Bidang )
Analisis Vektor ( Bidang )Phe Phe
 
Ruang Vektor ( Aljabar Linear Elementer )
Ruang Vektor ( Aljabar Linear Elementer )Ruang Vektor ( Aljabar Linear Elementer )
Ruang Vektor ( Aljabar Linear Elementer )Kelinci Coklat
 
Ekspansi kofaktor dan aturan cramer
Ekspansi kofaktor dan aturan cramerEkspansi kofaktor dan aturan cramer
Ekspansi kofaktor dan aturan cramerzulfatul karomah
 
Integral Lipat Dua ( Kalkulus 2 )
Integral Lipat Dua ( Kalkulus 2 )Integral Lipat Dua ( Kalkulus 2 )
Integral Lipat Dua ( Kalkulus 2 )Kelinci Coklat
 
Kalkulus 2 bab. Aplikasi Integral Rangkap Dua (Menghitung Pusat Massa)
Kalkulus 2 bab. Aplikasi Integral Rangkap Dua (Menghitung Pusat Massa)Kalkulus 2 bab. Aplikasi Integral Rangkap Dua (Menghitung Pusat Massa)
Kalkulus 2 bab. Aplikasi Integral Rangkap Dua (Menghitung Pusat Massa)Neria Yovita
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3Arvina Frida Karela
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1Arvina Frida Karela
 
Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Orde 2
Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Orde 2Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Orde 2
Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Orde 2made dwika
 
Bab 3. Limit dan Kekontinuan ( Kalkulus 1 )
Bab 3. Limit dan Kekontinuan ( Kalkulus 1 )Bab 3. Limit dan Kekontinuan ( Kalkulus 1 )
Bab 3. Limit dan Kekontinuan ( Kalkulus 1 )Kelinci Coklat
 
Sub grup normal dan grup fakto
Sub grup normal dan grup faktoSub grup normal dan grup fakto
Sub grup normal dan grup faktoYadi Pura
 
Fungsi Gamma dan Beta (Kalkulus Peubah Banyak)
Fungsi Gamma dan Beta (Kalkulus Peubah Banyak)Fungsi Gamma dan Beta (Kalkulus Peubah Banyak)
Fungsi Gamma dan Beta (Kalkulus Peubah Banyak)Kelinci Coklat
 
Modul persamaan diferensial 1
Modul persamaan diferensial 1Modul persamaan diferensial 1
Modul persamaan diferensial 1Maya Umami
 
Teorema green dalam bidang
Teorema green dalam bidangTeorema green dalam bidang
Teorema green dalam bidangokti agung
 
Kelompok 3 integrasi numerik fix
Kelompok 3 integrasi numerik fixKelompok 3 integrasi numerik fix
Kelompok 3 integrasi numerik fixliabika
 

What's hot (20)

09 a analis_vektor
09 a analis_vektor09 a analis_vektor
09 a analis_vektor
 
Analisis Vektor ( Bidang )
Analisis Vektor ( Bidang )Analisis Vektor ( Bidang )
Analisis Vektor ( Bidang )
 
Ruang Vektor ( Aljabar Linear Elementer )
Ruang Vektor ( Aljabar Linear Elementer )Ruang Vektor ( Aljabar Linear Elementer )
Ruang Vektor ( Aljabar Linear Elementer )
 
Turunan Fungsi Kompleks
Turunan Fungsi KompleksTurunan Fungsi Kompleks
Turunan Fungsi Kompleks
 
Ekspansi kofaktor dan aturan cramer
Ekspansi kofaktor dan aturan cramerEkspansi kofaktor dan aturan cramer
Ekspansi kofaktor dan aturan cramer
 
Integral Garis
Integral GarisIntegral Garis
Integral Garis
 
Integral Lipat Dua ( Kalkulus 2 )
Integral Lipat Dua ( Kalkulus 2 )Integral Lipat Dua ( Kalkulus 2 )
Integral Lipat Dua ( Kalkulus 2 )
 
Bilangan kompleks
Bilangan kompleksBilangan kompleks
Bilangan kompleks
 
Kalkulus 2 bab. Aplikasi Integral Rangkap Dua (Menghitung Pusat Massa)
Kalkulus 2 bab. Aplikasi Integral Rangkap Dua (Menghitung Pusat Massa)Kalkulus 2 bab. Aplikasi Integral Rangkap Dua (Menghitung Pusat Massa)
Kalkulus 2 bab. Aplikasi Integral Rangkap Dua (Menghitung Pusat Massa)
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
 
Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Orde 2
Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Orde 2Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Orde 2
Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Orde 2
 
Bab 3. Limit dan Kekontinuan ( Kalkulus 1 )
Bab 3. Limit dan Kekontinuan ( Kalkulus 1 )Bab 3. Limit dan Kekontinuan ( Kalkulus 1 )
Bab 3. Limit dan Kekontinuan ( Kalkulus 1 )
 
Sub grup normal dan grup fakto
Sub grup normal dan grup faktoSub grup normal dan grup fakto
Sub grup normal dan grup fakto
 
Fungsi Gamma dan Beta (Kalkulus Peubah Banyak)
Fungsi Gamma dan Beta (Kalkulus Peubah Banyak)Fungsi Gamma dan Beta (Kalkulus Peubah Banyak)
Fungsi Gamma dan Beta (Kalkulus Peubah Banyak)
 
Modul persamaan diferensial 1
Modul persamaan diferensial 1Modul persamaan diferensial 1
Modul persamaan diferensial 1
 
Polar Coordinates & Polar Curves
Polar Coordinates & Polar CurvesPolar Coordinates & Polar Curves
Polar Coordinates & Polar Curves
 
Teorema green dalam bidang
Teorema green dalam bidangTeorema green dalam bidang
Teorema green dalam bidang
 
Modul 2 pd linier orde n
Modul 2 pd linier orde nModul 2 pd linier orde n
Modul 2 pd linier orde n
 
Kelompok 3 integrasi numerik fix
Kelompok 3 integrasi numerik fixKelompok 3 integrasi numerik fix
Kelompok 3 integrasi numerik fix
 

Viewers also liked

Persamaan diferensial orde 1
Persamaan diferensial orde 1Persamaan diferensial orde 1
Persamaan diferensial orde 1Arief Soenandar
 
Persamaandifferensial
PersamaandifferensialPersamaandifferensial
PersamaandifferensialMeiky Ayah
 
Diferensial parsial
Diferensial parsialDiferensial parsial
Diferensial parsialyenisaja
 
Makalah Persamaan Diferensial
Makalah Persamaan DiferensialMakalah Persamaan Diferensial
Makalah Persamaan DiferensialIndah Wijayanti
 
Manual desain-perkerasan-jalan-nomor-02-m-bm-2013
Manual desain-perkerasan-jalan-nomor-02-m-bm-2013Manual desain-perkerasan-jalan-nomor-02-m-bm-2013
Manual desain-perkerasan-jalan-nomor-02-m-bm-2013Agus Budi Prasetyo
 
Persamaan diferensial biasa: persamaan diferensial orde-kedua
Persamaan diferensial biasa: persamaan diferensial orde-keduaPersamaan diferensial biasa: persamaan diferensial orde-kedua
Persamaan diferensial biasa: persamaan diferensial orde-keduadwiprananto
 
Sistem persamaan linear homogen
Sistem persamaan linear homogenSistem persamaan linear homogen
Sistem persamaan linear homogenIpit Sabrina
 
2015 Upload Campaigns Calendar - SlideShare
2015 Upload Campaigns Calendar - SlideShare2015 Upload Campaigns Calendar - SlideShare
2015 Upload Campaigns Calendar - SlideShareSlideShare
 
What to Upload to SlideShare
What to Upload to SlideShareWhat to Upload to SlideShare
What to Upload to SlideShareSlideShare
 
Getting Started With SlideShare
Getting Started With SlideShareGetting Started With SlideShare
Getting Started With SlideShareSlideShare
 

Viewers also liked (13)

Persamaan diferensial
Persamaan diferensialPersamaan diferensial
Persamaan diferensial
 
Persamaan diferensial orde 1
Persamaan diferensial orde 1Persamaan diferensial orde 1
Persamaan diferensial orde 1
 
Modul 1 pd linier orde satu
Modul 1 pd linier orde satuModul 1 pd linier orde satu
Modul 1 pd linier orde satu
 
Persamaandifferensial
PersamaandifferensialPersamaandifferensial
Persamaandifferensial
 
Diferensial parsial
Diferensial parsialDiferensial parsial
Diferensial parsial
 
Persamaan differensial-biasa
Persamaan differensial-biasaPersamaan differensial-biasa
Persamaan differensial-biasa
 
Makalah Persamaan Diferensial
Makalah Persamaan DiferensialMakalah Persamaan Diferensial
Makalah Persamaan Diferensial
 
Manual desain-perkerasan-jalan-nomor-02-m-bm-2013
Manual desain-perkerasan-jalan-nomor-02-m-bm-2013Manual desain-perkerasan-jalan-nomor-02-m-bm-2013
Manual desain-perkerasan-jalan-nomor-02-m-bm-2013
 
Persamaan diferensial biasa: persamaan diferensial orde-kedua
Persamaan diferensial biasa: persamaan diferensial orde-keduaPersamaan diferensial biasa: persamaan diferensial orde-kedua
Persamaan diferensial biasa: persamaan diferensial orde-kedua
 
Sistem persamaan linear homogen
Sistem persamaan linear homogenSistem persamaan linear homogen
Sistem persamaan linear homogen
 
2015 Upload Campaigns Calendar - SlideShare
2015 Upload Campaigns Calendar - SlideShare2015 Upload Campaigns Calendar - SlideShare
2015 Upload Campaigns Calendar - SlideShare
 
What to Upload to SlideShare
What to Upload to SlideShareWhat to Upload to SlideShare
What to Upload to SlideShare
 
Getting Started With SlideShare
Getting Started With SlideShareGetting Started With SlideShare
Getting Started With SlideShare
 

Similar to Persamaan Diferensial

Similar to Persamaan Diferensial (20)

Pd3
Pd3Pd3
Pd3
 
Pd2
Pd2Pd2
Pd2
 
Integral taktentu1
Integral taktentu1Integral taktentu1
Integral taktentu1
 
Diferensial fungsi sederhana.pptx
Diferensial fungsi sederhana.pptxDiferensial fungsi sederhana.pptx
Diferensial fungsi sederhana.pptx
 
Integral 2
Integral 2Integral 2
Integral 2
 
Pt 1 p-difflinier-rev
Pt 1 p-difflinier-revPt 1 p-difflinier-rev
Pt 1 p-difflinier-rev
 
Pers diff
Pers diffPers diff
Pers diff
 
Pt 5 p-difflinier-d4
Pt 5 p-difflinier-d4Pt 5 p-difflinier-d4
Pt 5 p-difflinier-d4
 
persamaan differensial
persamaan differensialpersamaan differensial
persamaan differensial
 
Kompros scilab
Kompros scilabKompros scilab
Kompros scilab
 
Pd4
Pd4Pd4
Pd4
 
Pd5
Pd5Pd5
Pd5
 
Fisika matematika bab4 differensial danintegral
Fisika matematika bab4 differensial danintegralFisika matematika bab4 differensial danintegral
Fisika matematika bab4 differensial danintegral
 
Persamaan diferensial biasa: Persamaan diferensial orde-pertama
Persamaan diferensial biasa: Persamaan diferensial orde-pertamaPersamaan diferensial biasa: Persamaan diferensial orde-pertama
Persamaan diferensial biasa: Persamaan diferensial orde-pertama
 
Differensial fungsi sederhana
Differensial fungsi sederhana Differensial fungsi sederhana
Differensial fungsi sederhana
 
Makalah kalkulus lanjut
Makalah kalkulus lanjutMakalah kalkulus lanjut
Makalah kalkulus lanjut
 
1 konsep dasar dan gagasan persamaan dif. orde 1
1   konsep dasar dan gagasan persamaan dif. orde 11   konsep dasar dan gagasan persamaan dif. orde 1
1 konsep dasar dan gagasan persamaan dif. orde 1
 
Bab iii mtk 1
Bab iii mtk 1Bab iii mtk 1
Bab iii mtk 1
 
DIFERENSIAL_POWER_POINT.pptx
DIFERENSIAL_POWER_POINT.pptxDIFERENSIAL_POWER_POINT.pptx
DIFERENSIAL_POWER_POINT.pptx
 
Modul persamaan diferensial
Modul persamaan diferensialModul persamaan diferensial
Modul persamaan diferensial
 

Persamaan Diferensial

  • 1. Sudaryatno Sudirham Studi Mandiri Integral dan Persamaan Diferensial ii Darpublic
  • 2. BAB 4 Persamaan Diferensial (Orde Satu) 4.1. Pengertian Persamaan diferensial adalah suatu persamaan di mana terdapat satu atau lebih turunan fungsi. Persamaan duferensial diklasifikasikan sebagai: 1. Menurut jenis atau tipe: ada persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Jenis yang kedua tidak kita pelajari di buku ini, karena kita hanya meninjau fungsi dengan satu peubah bebas. 2. Menurut orde: orde persamaan diferensial adalah orde tertinggi d3y turunan fungsi yang ada dalam persamaan. adalah orde dx3 d2y dy tiga; adalah orde dua; adalah orde satu. 2 dx dx 3. Menurut derajat: derajat suatu persamaan diferensial adalah pangkat tertinggi dari turunan fungsi orde tertinggi. 2 5  d3y   d 2 y  y Sebagai contoh:  3  +  2  + 2 = e x adalah persamaan  dx   dx  x +1     diferensial biasa, orde tiga, derajat dua. Dalam buku ini kita hanya akan membahas persamaan diferensial biasa, orde satu dan orde dua, derajat satu. 4.2. Solusi Suatu fungsi y = f(x) dikatakan merupakan solusi suatu persamaan diferensial jika persamaan tersebut tetap terpenuhi dengan digantikannya y dan turunannya dalam persamaan tersebut oleh f(x) dan turunannya. Kita ambil satu contoh: 4-1
  • 3. y = ke − x adalah solusi dari persamaan dy + y = 0 karena turunan dt −x dy − x , dan jika ini kita masukkan dalam y = ke adalah = −ke dt persamaan akan kita peroleh − ke − x + ke − x = 0 Persamaan terpenuhi. Pada contoh di atas kita lihat bahwa persamaan diferensial orde satu mempunyai solusi yang melibatkan satu tetapan sembarang yaitu k. Pada umumnya suatu persamaan orde n akan memiliki solusi yang mengandung n tetapan sembarang. Pada persamaan diferensial orde dua yang akan kita bahas di bab berikutnya, kita akan menemukan solusi dengan dua tetapan sembarang. Nilai dari tetapan ini ditentukan oleh kondisi awal. 4.3. Persamaan Diferensial Orde Satu Dengan Peubah Yang Dapat Dipisahkan Solusi suatu persamaan diferensial bisa diperoleh apabila peubah-peubah dapat dipisahkan; pada pemisahan peubah ini kita mengumpulkan semua y dengan dy dan semua x dengan dx. Jika hal ini bisa dilakukan maka persamaan tersebut dapat kita tuliskan dalam bentuk f ( y )dy + g ( x)dx = 0 (4.1) Apabila kita lakukan integrasi kita akan mendapatkan solusi umum dengan satu tetapan sembarang K, yaitu ∫ f ( y)dy + ∫ g ( x)dx) = K (4.2) Kita ambil dua contoh. dy dy e x 1). = ex− y . Persamaan ini dapat kita tuliskan = dx dx e y sehingga kita dapatkan persamaan dengan peubah terpisah ∫ e dy − ∫ e dx = K y x e y dy − e x dx = 0 dan sehingga e y − e x = K atau e y = e x + K 4-2 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
  • 4. dy 1 2). = . Pemisahan peubah akan memberikan bentuk dx xy dx dx ydy − x = 0 dan ∫ ydy − ∫ x =K y2 sehingga − ln x = K atau y = ln x 2 + K ′ 2 4.4. Persamaan Diferensial Homogen Orde Satu Suatu persamaan disebut homogen jika ia dapat dituliskan dalam bentuk dy  y = F  (4.3) dx x Persamaan demikian ini dapat dipecahkan dengan membuat peubah bebas baru y v= x Dengan peubah baru ini maka dy dv y = vx dan =v+ x dx dx Persamaan (14.2) menjadi dv v+x = F (v ) (4.4) dx yang kemudian dapat dicari solusinya melalui pemisahan peubah. dx dv + =0 (4.5) x v − F (v ) Solusi persamaan aslinya diperoleh dengan menggantikan v dengan y/x setelah persamaan terakhir ini dipecahkan. Kita ambil contoh: ( x 2 + y 2 )dx + 2 xydy = 0 2 Persamaan ini dapat kita tulis x 2 (1 + y )dx + 2 xydy = 0 atau 2 x 4-3
  • 5. y2 y dy 1 + ( y / x) 2 (1 + )dx = −2 dy sehingga =− = F ( y / x) x2 x dx 2( y / x ) yang merupakan bentuk persamaan homogen. Peubah baru v = y/x memberikan dy dv y = vx dan =v+ x dx dx dan membuat persamaan menjadi dv 1 + v2 dv 1 + v2 1 + 3v 2 v+x =− atau x = −v − =− dx 2v dx 2v 2v Dari sini kita dapatkan dv dx dx 2vdv =− atau + =0 2 (1 + 3v ) / 2v x x 1 + 3v 2 Kita harus mencari solusi persamaan ini untuk mendapatkan v sebagai fungsi x. Kita perlu pengalaman untuk ini. d (ln x) 1 Kita tahu bahwa = . Kita coba hitung dx x d ln(1 + 3x 2 ) d ln(1 + 3x 2 ) d (1 + 3 x 2 ) 1 = 2 = (6 x ) dx d (1 + 3x ) dx 1 + 3x 2 Kembali ke persamaan kita. Dari percobaan perhitungan di atas kita dapatkan solusi dari dx 2vdv + =0 x 1 + 3v 2 1 1 adalah ln x + ln(1 + 3v 2 ) = K = ln K ′ atau 3 3 3 ln x + ln(1 + 3v 2 ) = K = ln K ′ sehingga x 3 (1 + 3v 2 ) = K ′ Dalam x dan y solusi ini adalah ( ) ( ) x 3 1 + 3( y / x) 2 = K ′ atau x x 2 + 3 y 2 = K ′ 4-4 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
  • 6. 4.5. Persamaan Diferensial Linier Orde Satu Dalam persamaan diferensial linier, semua suku berderajat satu atau nol. Dalam menentukan derajat ini kita harus memperhitungkan pangkat dari peubah dan turunannya; misal y(dy/dx) adalah berderajat dua karena y dan dy/dx masing-masing berpangkat satu dan harus kita jumlahkan untuk menentukan derajat dari y(dy/dx). Persamaan diferensial orde satu yang juga linier dapat kita tuliskan dalam bentuk dy + Py = Q (4.6) dx dengan P dan Q merupakan fungsi x atau tetapan. Persamaan diferensial bentuk inilah selanjutnya akan kita bahas dan kita akan membatasi pada situasi dimana P adalah suatu tetapan. Hal ini kita lakukan karena kita akan langsung melihat pemanfaatan praktis dengan contoh yang terjadi pada analisis rangkaian listrik. Dalam analisis rangkaian listrik, peubah fisis seperti tegangan dan arus merupakan fungsi waktu. Oleh karena itu persamaan diferensial yang akan kita tinjau kita tuliskan secara umum sebagai dy a + by = f (t ) (4.7) dt Persamaan diferensial linier orde satu seperti ini biasa kita temui pada peristiwa transien (atau peristiwa peralihan) dalam rangkaian listrik. Cara yang akan kita gunakan untuk mencari solusi adalah cara pendugaan. Peubah y adalah keluaran rangkaian (atau biasa disebut tanggapan rangkaian) yang dapat berupa tegangan ataupun arus sedangkan nilai a dan b ditentukan oleh nilai-nilai elemen yang membentuk rangkaian. Fungsi f(t) adalah masukan pada rangkaian yang dapat berupa tegangan ataupun arus dan disebut fungsi pemaksa atau fungsi penggerak. Persamaan diferensial seperti (4.7) mempunyai solusi total yang merupakan jumlah dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi khusus adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan (4.7) sedangkan solusi homogen adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan homogen dy a + by = 0 (4.8) dt 4-5
  • 7. Hal ini dapat difahami karena jika f1(t) memenuhi (4.7) dan fungsi f2(t) memenuhi (4.8), maka y = (f1+f2) akan memenuhi (4.7) sebab dy d ( f1 + f 2 ) a + by = a + b( f1 + f 2 ) dt dt df df df = a 1 + bf1 + a 2 + bf 2 = a 1 + bf1 + 0 dt dt dt Jadi y = (f1+f2) adalah solusi dari (4.7), dan kita sebut solusi total yang terdiri dari solusi khusus f1 dari (4.7) dan solusi homogen f2 dari (4.8). Peristiwa Transien. Sebagaimana telah disebutkan, persamaan diferensial seperti (14.7) dijumpai dalam peristiwa transien, yaitu selang peralihan dari suatu keadaan mantap ke keadaan mantap yang lain.. Peralihan kita anggap mulai terjadi pada t = 0 dan peristiwa transien yang kita tinjau terjadi dalam kurun waktu setelah mulai terjadi perubahan yaitu dalam kurun waktu t > 0. Sesaat setelah mulai perubahan kita beri tanda t = 0+ dan sesaat sebelum terjadi perubahan kita beri tanda t = 0−. Solusi Homogen. Persamaan (4.8) menyatakan bahwa y ditambah dengan suatu koefisien konstan kali dy/dt, sama dengan nol untuk semua nilai t. Hal ini hanya mungkin terjadi jika y dan dy/dt berbentuk sama. Fungsi yang turunannya mempunyai bentuk sama dengan fungsi itu sendiri adalah fungsi eksponensial. Jadi kita dapat menduga bahwa solusi dari (4.8) mempunyai bentuk eksponensial y = K1est . Jika solusi dugaan ini kita masukkan ke (4.8), kita peroleh aK1se st + bK1e st = 0 atau K1(as + b ) y = 0 (4.9) Peubah y tidak mungkin bernilai nol untuk seluruh t dan K1 juga tidak boleh bernilai nol karena hal itu akan membuat y bernilai nol untuk seluruh t. Satu-satunya cara agar persamaan (4.9) terpenuhi adalah as + b = 0 (4.10) Persamaan (4.10) ini disebut persamaan karakteristik sistem orde pertama. Persamaan ini hanya mempunyai satu akar yaitu s = −(b/a). Jadi solusi homogen yang kita cari adalah ya = K1e st = K1e −(b / a ) t (4.11) Nilai K1 masih harus kita tentukan melalui penerapan suatu persyaratan tertentu yang kita sebut kondisi awal yaitu kondisi pada t = 0+ sesaat 4-6 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
  • 8. setelah mulainya perubahan keadaan. Ada kemungkinan bahwa y telah mempunyai nilai tertentu pada t = 0+ sehingga nilai K1 haruslah sedemikian rupa sehingga nilai y pada t = 0+ tersebut dapat dipenuhi. Akan tetapi kondisi awal ini tidak dapat kita terapkan pada solusi homogen karena solusi ini baru merupakan sebagian dari solusi. Kondisi awal harus kita terapkan pada solusi total dan bukan hanya untuk solusi homogen saja. Oleh karena itu kita harus mencari solusi khusus lebih dulu agar solusi total dapat kita peroleh untuk kemudian menerapkan kondisi awal. Solusi khusus. Solusi khusus dari (4.7) tergantung dari bentuk fungsi pemaksa f(t). Seperti halnya dengan solusi homogen, kita dapat melakukan pendugaan pada solusi khusus. Bentuk solusi khusus haruslah sedemikian rupa sehingga jika dimasukkan ke persamaan (4.7) maka ruas kiri dan ruas kanan persamaan itu akan berisi bentuk fungsi yang sama. Jika solusi khusus kita sebut yp, maka yp dan turunannya harus mempunyai bentuk sama agar hal tersebut terpenuhi. Untuk berbagai bentuk f(t), solusi khusus dugaan yp adalah sebagai berikut. Jika f (t ) = 0 , maka y p = 0 Jika f (t ) = A = konstan, maka y p = konstan = K Jika f (t ) = Aeαt = eksponensial, maka y p = eksponensial = Keαt Jika f (t ) = A sin ωt , atau f (t ) = A cos ωt , maka y p = K c cos ωt + K s sin ωt Perhatikan : y = K c cos ωt + K s sin ωt adalah bentuk umum fungsi sinus maupun cosinus . Solusi total. Jika solusi khusus kita sebut yp, maka solusi total adalah y = y p + ya = y p + K1e s t (4.12) Pada solusi lengkap inilah kita dapat menerapkan kondisi awal yang akan memberikan nilai K1. Kondisi Awal. Kondisi awal adalah kondisi pada awal terjadinya perubahan yaitu pada t = 0+. Dalam menurunkan persamaan diferensial pada peristiwa transien kita harus memilih peubah yang disebut peubah 4-7
  • 9. status. Peubah status harus merupakan fungsi kontinyu. Nilai peubah ini, sesaat sesudah dan sesaat sebelum terjadi perubahan harus bernilai sama. Jika kondisi awal ini kita sebut y(0+) maka y (0 + ) = y ( 0 − ) (4.13) Jika kondisi awal ini kita masukkan pada dugaan solusi lengkap (14.12) akan kita peroleh nilai K1. y (0 + ) = y p (0 + ) + K1 → K1 = y (0 + ) − y p (0 + ) (4.14) yp(0+) adalah nilai solusi khusus pada t = 0+. Nilai y(0+) dan yp(0+) adalah tertentu (yaitu nilai pada t = 0+). Jika kita sebut y (0+ ) − y p (0 + ) = A0 (4.15) maka solusi total menjadi y = y p + A0 e s t (4.16) 4.6. Solusi Pada Berbagai Fungsi Pemaksa Tanpa Fungsi Pemaksa, f(t) = 0. Jika f(t) =0 maka solusi yang akan kita peroleh hanyalah solusi homogen saja. Walaupun demikian, dalam mencari soluai kita akan menganggap bahwa fungsi pemaksa tetap ada, akan tetapi bernilai nol. Hal ini kita lakukan karena kondisi awal harus diterapkan pada solusi total, sedangkan solusi total harus terdiri dari solusi homogen dan solusi khusus (walaupun mungkin bernilai nol). Kondisi awal tidak dapat diterapkan hanya pada solusi homogen saja atau solusi khusus saja. Contoh: Dari suatu analisis rangkaian diperoleh persamaan dv + 1000v = 0 dt untuk t > 0. Kondisi awal adalah v(0+) = 12 V. Persamaan karakteristik : s + 1000 = 0 → s = −1000 Dugaan solusi homogen : va = A0e −1000t Dugaan solusi khusus : v p = 0 (karena tidak ada fungsi pemaksa) Dugaan solusi total : v = v p + A0e st = 0 + A0e −1000t 4-8 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
  • 10. Kondisi awal : v (0 + ) = v(0 − ) = 12 V. Penerapan kondisi awal pada dugaan solusi total memberikan : 12 = 0 + A0 → A0 = 12 Solusi total menjadi : v = 12 e −1000 t V Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 10 V, analisis transien menghasilkan persamaan dv + 3v = 0 dt Persamaan karakteristik : s + 3 = 0 → s = −3 Dugaan solusi homogen : va = A0 e −3 t Dugaan solusi khusus : v p = 0 Dugaan solusi total : v = v p + A0 e − 3t Kondisi awal : v (0 + ) = 10 V Penerapan kondisi awal memberikan : 10 = 0 + A0 Solusi total menjadi : v = 10 e −3t V Fungsi Pemaksa Berbentuk Anak Tangga. Kita telah mempelajari bahwa fungsi anak tangga adalah fungsi yang bernilai 0 untuk t < 0 dan bernilai konstan untuk t > 0. Jadi jika kita hanya meninjau keadaan untuk t > 0 saja, maka fungsi pemaksa anak tangga dapat kita tuliskan sebagai f(t) = A (tetapan). Contoh: Suatu analisis rangkaian memberikan persamaan dv 10−3 + v = 12 dt dengan kondisi awal v(0+) = 0 V. Persamaan karakteristik : 10−3 s + 1 = 0 → s = −1 / 10 −3 = −1000 Dugaan solusi homogen : va = A0e −1000 t 4-9
  • 11. Karena f(t) = 12 konstan, kita dapat menduga bahwa solusi khusus akan bernilai konstan juga karena turunannya akan nol sehingga kedua ruas persamaan tersebut dapat berisi suatu nilai konstan. Dugaan solusi khusus : v p = K Masukkan v p dugaan ini ke persamaan : 0 + K = 12 ⇒ v p = 12 Dugaan solusi total : v = 12 + A0e −1000 t V Kondisi awal : v(0 + ) = v(0−) = 0. Penerapan kondisi awal memberikan : 0 = 12 + A0 → A0 = −12 Solusi total menjadi : v = 12 − 12 e −1000t V Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 11 V, analisis transien menghasilkan persamaan dv + 5v = 200 dt Persamaan karakteristik : s + 5 = 0 → s = −5 Dugaan solusi homogen : va = A0 e − 5 t Dugaan solusi khusus : v p = K → 0 + 5K = 200 → v p = 40 Dugaan solusi lengkap : v = v p + A0 e −5t = 40 + A0 e −5t Kondisi awal : v(0 + ) = 11 V. Penerapan kondisi awal memberikan : 11 = 40 + A0 → A0 = −29 Tanggapan total : v = 40 − 29 e −5t V. Fungsi Pemaksa Berbentuk Sinus. Berikut ini kita akan mencari solusi jika fungsi pemaksa berbentuk sinus. Karena solusi homogen tidak tergantung dari bentuk fungsi pemaksa, maka pencarian solusi homogen dari persamaan ini sama seperti apa yang kita lihat pada contoh-contoh sebelumnya. Jadi dalam hal ini perhatian kita lebih kita tujukan pada pencarian solusi khusus. Dengan pengertian bahwa kita hanya memandang kejadian pada t > 0, bentuk umum dari fungsi sinus yang muncul pada t = 0 kita tuliskan y = A cos(ωt + θ) 4-10 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
  • 12. Melalui relasi y = A cos(ωt + θ) = A{cos ωt cos θ − sin ωt sin θ} bentuk umum fungsi sinus dapat kita tuliskan sebagai y = Ac cos ωt + As sin ωt dengan Ac = A cos θ dan As = − A sin θ Dengan bentuk umum seperti di atas kita terhindar dari perhitungan sudut fasa θ, karena sudut fasa ini tercakup dalam koefisien Ac dan As. Koefisien Ac dan As tidak selalu ada. Jika sudut fasa θ = 0 maka As = 0 dan jika θ = 90o maka Ac = 0. Jika kita memerlukan nilai sudut fasa θ dari fungsi sinus yang dinyatakan dengan pernyataan umum, kita dapat A menggunakan relasi tan θ = s . Ac Turunan fungsi sinus akan berbentuk sinus juga. Oleh karena itu, penjumlahan y = sinωt dan turunannya akan berbentuk fungsi sinus juga. y = Ac cos ωt + As sin ωt ; dy = − Ac ω sin ωt + As ω cos ωt ; dt d2y = − Ac ω2 cos ωt − As ω2 sin ωt 2 dt Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 0 V suatu analisis transien dv menghasilkan persamaan + 5v = 100 cos10t dt Persamaan karakteristik : s + 5 = 0 → s = −5 Dugaan solusi homogen : va = A0e −5 t Fungsi pemaksa berbentuk sinus. Solusi khusus kita duga akan berbentuk sinus juga. 4-11
  • 13. Dugaan solusi khusus : v p = Ac cos10t + As sin 10t Substitusi solusi khusus ini ke persamaan memberikan : − 10 Ac sin 10t + 10 As cos 10t + 5 Ac cos 10t + 5 As sin 10t = 100 cos10t → −10 Ac + 5 As = 0 dan 10 As + 5 Ac = 100 → As = 2 Ac → 20 Ac + 5 Ac = 100 ⇒ Ac = 4 dan As = 8 Solusi khusus : v p = 4 cos 10t + 8 sin 10t Dugaan solusi total : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + A0 e − 5 t Kondisi awal v(0 + ) = 0. Penerapan kondisi awal : 0 = 4 + A0 → A0 = −4 Jadi : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t − 4e − 5t V Contoh: Apabila kondisi awal adalah v(0+) = 10 V, bagaimanakah solusi pada contoh sebelum ini? Solusi total telah diperoleh; hanya kondisi awal yang berubah. Solusi total : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + A0 e −5t Kondisi awal v(0 + ) = 10 → 10 = 4 + A0 → A0 = 6 Jadi : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + 6 e − 5 t V Ringkasan. Solusi total terdiri dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi homogen merupakan bagian transien dengan konstanta waktu yang ditentukan oleh tetapan-tetapan dalam persamaan, yang dalam hal rangkaian listrik ditentukan oleh nilai-nilai elemen rangkaian. Solusi khusus merupakan solusi yang tergantung dari bentuk fungsi pemaksa, yang dalam hal rangkaian listrik ditentukan oleh masukan dari luar; solusi khusus merupakan bagian mantap atau kondisi final. 4-12 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
  • 14. y = y p (t ) + A0 e− t / τ Solusi khusus : ditentukan oleh fungsi pemaksa. merupakan komponen mantap; tetap ada untuk t →∞. Solusi homogen : tidak ditentukan oleh fungsi pemaksa. merupakan komponen transien; hilang pada t →∞; sudah dapat dianggap hilang pada t = 5τ. konstanta waktu τ = a/b pada (14.10) Soal-Soal: 1. Carilah solusi persamaan diferensial berikut. dv a). + 10v = 0 , v(0 + ) = 10 ; dt dv b). + 15v = 0 , v (0 + ) = 5 dt 2. Carilah solusi persamaan diferensial berikut. di a). + 8i = 0 , i (0 + ) = 2 ; dt di b). + 10 4 i = 0 , i (0 + ) = −0,005 dt 4-13
  • 15. 3. Carilah solusi persamaan diferensial berikut. dv a). + 10v = 10u (t ) , v(0 + ) = 0 ; dt dv b). + 10v = 10u (t ) , v(0 + ) = 5 dt 4. Carilah solusi persamaan diferensial berikut. di a). + 10 4 i = 100u (t ) , i(0 + ) = 0 ; dt di b). + 10 4 i = 100u (t ) , i (0 + ) = −0,02 dt 5. Carilah solusi persamaan diferensial berikut. dv a). + 5v = 10 cos(5t )u (t ) , v (0 + ) = 0 ; dt dv b). + 10v = 10 cos(5t )u (t ) , v (0 + ) = 5 dt 4-14 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
  • 16. 4-15