Dokumen tersebut merupakan curahan hati seseorang tentang perjalanan hidupnya sebelum dan sesudah mengenal Kristus. Ia dahulu menolak ajaran rohani karena tidak masuk akal, namun kemudian mengalami pertobatan setelah merasakan kerinduan yang mendalam untuk mempelajari firman Tuhan. Kini ia berkomitmen untuk hidup bagi Kristus karena tidak ada kehidupan yang lebih berharga.
1. Yang lama sudah berlalu, yang baru sedang bertarung.
Sungguh suatu keajaiban yang tak terukur dan tak ada kata-kata yang mampu
menafsirkan indahnya hari-hari yang saya lalui bersama Kristus. Saya tidak sedang membual
dan sok puitis untuk mengesankan kepada anda seolah-olah saya manusia tersuci di seluruh
jagat raya. Malah, saya ingin katakan kepada anda karena ketidaklayakan saya sebagai
pendosa lah saya ingin berbagi tentang indahnya hidup bersama Isa.
Hidup ini berat? Ya, jelas hidup ini berat dan semakin berat malah setelah saya
menjadi orang percaya. Karena hidup berbeda dengan kehidupan umumnya di dunia tentu
sangat menyusahkan. Tapi tahukah anda ada kebahagiaan yang sungguh tak mampu diukir
dengan kata-kata ketika anda merelakan diri anda untuk menjadi bejana bagi KerajaanNya.
Saya dulu adalah seorang yang bersikeras untuk menolak segala bentuk pengajaran
yang berbau rohani, karena menurut saya itu tidak masuk akal sekali. Menurut saya,
kehidupan itu nyata sekali. Berbuat baik, mungkin sedikit kejahatan tidak apa-apa, toh
manusia juga pernah melakukan kesalahan. Memikirkan dosa? Sudahlah, memang sudah
konsekuensinya kita hidup begitu. Mana ada manusia yang suci.
Pergi ke Gereja adalah hal yang paling saya ingin hindari. Satu hal yang membuat
saya pergi ke gereja adalah karena orang tua saya akan memarahi saya jika membolos.
Jangan tanya dengan pendapat saya terhadap para aktivis gereja. Menurut saya, mereka itu
semua munafik. Gaya boleh rohani, tapi hati siapa yang tahu. Kan Yesus lebih menyukai
orang yang jelas-jelas berdosa dari pada “serigala berbulu domba”. Ya, saya memiliki begitu
banyak kepahitan dengan Gereja dan orang-orang yang terlibat di dalamnya sebelum
mengenal Allah.
Saya sempat memilih untuk menjadi “suam-suam kuku”. Saya lebih baik menjadi
orang yang berusaha berbuat baik, walaupun tetap memiliki kesalahan karena pada
prinsipnya manusia tidak merencanakan kesalahan, wajar dong kita punya salah. Saya
2. percaya dengan “Manusia selalu punya sisi baik, yang kita perlukan adalah bagaimana hati
yang damai dan cara kita memperlakukan sesama kita”. Jadi apa yang saya percaya sebelum
menerima Kristus? Tidak ada, kecuali perbuatan baik, dan bersikap wajar terhadap sesama
dan yang penting tidak cari masalah. Apa ini masalah? Sudah pasti. Jelas tidak membedakan
saya dengan orang-orang atheis. Ini tidak wajar, namun saya senang hidup seperti ini.
Saya sempat protes dengan Tuhan dengan semua hal yang bagi saya sungguh tidak
penting dan irasional. Saya sempat bolos berdoa selama berbulan-bulan, jarang pergi ke
Gereja, cuek dengan lingkungan dan diri saya sendiri, menuruti egoisme dan hedonitas saya
sendiri. Untuk apa berpikir terlalu jauh. Hidup itu untuk diri saya sendiri, tidak ada orang
ataupun Tuhan yang bisa mengatur kehidupan yang saya mau. Jadi, kalau ada yang protes
dengan keyakinan dan sikap saya, jangan ganggu kehidupan saya.
Tetapi, Tuhan itu sangat besar kesabaran dan kebijaksanaannya. Saya tidak bisa
berlari selamanya dari Tuhan. Tidak, karena Tuhan menciptakan saya untuk tujuan yang telah
Ia tetapkan sejak saya belum dilahirkan ke dunia ini. Saya sudah berlari selama 19 tahun
hingga saya kelaparan, kehausan, kehabisan tenaga dan tidak tahu mau kemana lagi saya
harus berlari menjauhi Dia. Sehebat apapun argumentasi saya, bahkan secanggih apapun
filsafat dan teori yang saya gunakan agar tidak menyembah Dia, saya selalu kalah. Kalah
karena ilmu pengetahuan adalah milik Allah.
Saya mengenal Tuhan pertama kali ketika seorang teman melakukan penginjilan
persahabatan. Sebelumnya, sudah banyak yang mencoba untuk mengenalkan saya kepada
pribadi Isa yang luar biasa ini. Namun, melalui dia saya memahami bahwa sebagai orang
percaya, kita seharusnya memiliki persekutuan yang baik dengan Tuhan dan sesama.
Sungguh, roh Allah mulai bekerja, namun kekerasan hati saya masih bertahan karena saya
meragukan keadilan Allah terhadap dunia ini, melihat kondisi dunia yang semakin awut-
awutan.
Saya merasakan kerinduan yang luar biasa setelah merasakan kekosongan yang sangat
meledakkan keinginan saya untuk mempelajari firmanNya. Luar biasa, tidak ada perasaan
yang lebih hebat dari ini. Saya seperti membangunkan raksasa tidur dalam diri saya. Kata-
kataNya menggoncang saya, terlebih pertahanan diri saya pikir sudah sangat kokoh.
Akhirnya, saya menerima Isa menjadi Tuhan dan Juru Selamat pribadi saya dan juga orang-
orang yang menaruh harapan kepadaNya.
3. Saya yang sebelumnya sangat angkuh dengan pola pikir saya, kemudian seperti bayi
yang terlahir kembali. Layaknya, bayi yang masih merah dan sangat butuh kasih sayang
orangtuanya, saya juga masih rapuh. Saya masih kritis seperti sebelumnya, namun kini Tuhan
memakainya sebagai alat untuk lebih mengenal dan memahami Dia lebih lagi. Tuhan
memproses saya, menjadi manusia baru setiap harinya dengan perjalanan waktu yang sulit.
Namun, jika Tuhan telah mengkehendakinya, bagaimana mungkin saya bisa mengelak?
Proses itu memang berat sekali. Saya tahu banyak orang dari kita yang hampir
menyerah atau mungkin sudah menyerah karena sudah tidak sanggup lagi “melawan arus”.
Saya juga terkadang masih begitu. Manusiawi sekali ketika kita hanya berkeyakinan pada diri
sendiri, tanpa meminta pertolonganNya dan berserah kepadaNya, kita mudah terjatuh.
Namun, keselamatan yang datang bukan karena kita, namun karena anugerahNya, sehingga
manusia yang berlumur dosa seperti saya ini harusnya menyemangati kita bahwa diri kita
bukanlah tentang kita lagi. Tidak untuk mengejar ego dan kepentingan kita, namun semua
tentang kemulian Allah dan rasa syukur kita terhadap kado terindah di seluruh alam semesta.
Saya berkomitmen untuk hidup bagi Isa sejak saya meyakini bahwa tidak ada
lagi hidup yang lebih indah selain hidup di dalam Isa. Dia sudah menunjukkan kasih yang
luar biasa dan kehidupan yang sempurna yang melebihi Superman, manusia bertenaga super
yang memiliki keterbatasan. Melalui doa, saat teduh, dan juga pola hidup yang
mencerminkan kehidupan orang percaya, yang memang bukan hal yang mudah, namun
dengan hikmat yang berasal dari padaNya lah, juga dengan niat yang tulus karena kita
mengasihi Dia, bukan karena ingin menghindar dari hukuman kekal seperti yang dilakukan
orang-orang Saduki dan orang-orang Farisi. Persekutuan kelompok kecil pertama sekali yang
memotivasi saya. Saya menyatakan bahwa saya masuk Kerajaan Surga dengan menerima
penebusan dosa saya yang dilakukan Isa di kayu salib, dengan konsekuensi hidup saya harus
semakin seturut dengan kehendak Bapa.
Banyak orang yang berserah dengan waktu. Mereka pikir seiring dengan perjalanan
waktu, semuanya akan berubah menjadi lebih indah. Namun, kenyataannya semakin kita
berserah dengan waktu maka yang ada kita akan selalu menyia-nyiakan kesempatan dan
kemampuan kita. Waktu tidak akan mengubah segalanya menjadi lebih baik. Malah, semakin
lama, kita melihat bahwa dunia semakin tidak indah karena iblis adalah raja bagi dunia. Ini
adalah tantangan yang lebih memberatkan generasi orang percaya pada masa kini. Semakin
lama dunia tidak akan berpihak terhadap orang-orang pilihan Tuhan.
4. Sejak saya menjadi orang percaya, saya lebih meghargai waktu, menghargai orang
lain yang bertolak belakang karakter maupun pemikirannya dengan saya, lebih mudah
mengontrol emosi dan menghargai diri saya dan sesama sebagai ciptaanNya, dan yang
terpenting adalah ketika kehidupan diserahkan terhadap pemilik kehidupan, segala
sesuatunya akan lebih baik karena Allah lebih memahami kita daripada siapapun di dunia ini,
termasuk diri kita sendiri.
Dalam hal membangun hubungan baik dengan orang lain, tentu ini juga sangat
membantu karena dengan kita memahami bahwa manusia lain ada karena kehendak Allah,
kita lebih mudah untuk mengalah, dari pada mendebat, dan belajar untuk memahami karakter
diri sendiri dan orang lain melalui perspektif Allah, dan mengasihi orang lain, ketika dunia
sulit untuk menerima dan mengasih. Misalnya ketika seseorang menyakiti kita dengan
perkataanya, kita akan lebih baik menangkap itu sebagai apakah ia sedang menghadapi
masalah, mungkin dia membutuhkan seseorang untuk membuatnya lebih mengenal Tuhan,
atau bisa jadi Tuhan sedang mengingatkan kita untuk tidak berbuat hal yang sama terhadap
orang lain karena kita sudah memahami bahwa itu ternyata menyakitkan untuk didengar.
Meskipun saya sadari hidup sebagai orang percaya bukan pilihan yang mudah, namun
itu adalah pilihan terbaik yang tidak akan pernah saya sesali seumur hidup. Malah saya
bersyukur telah diberi kesempatan mengenal Dia dan dijadikan patner Allah untuk
memperluas KerajaanNya.