SlideShare a Scribd company logo
1 of 33
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan diakui sebagai investasi masa depan bagi kehidupan bangsa
Indonesia. Pendidikan menjadi wahana pengembangan, pemberdayaan,
potensi anak negeri menjadi generasi yang berkualitas. Dalam UUD 1945
dinyatakan bahwa “Negara berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa”
(UUD 1945). Pasal-pasal ini menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia
didasarkan pada adanya konsep Ketuhanan. Konsep yang menandaskan bahwa
seluruh aktifitas Negara tidak akan keluar dari pemahaman terhadap
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam tataran lebih derivatif, Undang-undang sistem pendidikan
nasional No. 20 Tahun 2003 Bab II Dasar, Fungsi dan Tujuan Pasal 3
dinyatakan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membangun watak serta peradaban bangsa yang bermratabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokratis, serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas, 2003: 5).
Pendidikan agama Islam adalah usaha sadar menyiapkan siswa dalam
meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui
kegiatan bimbingan pengajaran dan latihan dengan memperhatikan tuntunan
untuk menghormati agama lain dalam hubungan antar umat agama dalam
masyarakat untuk mewujudkan ketahanan Nasional (Muhaimin, 2002).
Meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan
berakhlak mulia merupakan ranah pendidikan agama dan keagamaan yang
seyogyanya dirumuskan melalui pendekatan yang komprehensif, sehingga
mampu menjelaskan realitas keagamaan yang sebenarnya. Hal tersebut
sebagai landasan pengembangan cara, proses pengembangan dan pencapaian
tujuan pendidikan.
Kegiatan pembelajaran merupakan fungsi pokok dan usaha yang paling
strategis guna mewujudkan tujuan institusional. Tujuan setelah proses
pembelajaran adalah sistem nilai yang harus tampak dalam perilaku dan
merupakan karakteristik kepribadian siswa. Pembelajaran sebagai sebuah
metode menghendaki adanya perekayasaan situasi terencana yang
memberikan perlakuan tertentu, untuk mengetahui akibat-akibatnya terhadap
peserta didik. Menggunakan metode secara terencana, sistematik dan
terkontrol baik dalam bentuk desain fungsional maupun faktoral melalui
pengenalan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan melalui bentuk
penggambaran konsep-konsep yang bersifat penghayatan dan pengamalan.
Pendidikan nilai adalah upaya untuk membantu peserta didik
mengenal, memahami pentingnya dan menginternalisasikan nilai-nilai yang
pantas dan semestinya dijadikan panduan bagi sikap dan perilaku manusia
baik secara perorangan maupun secara kelompok dalam suatu masyarakat.
Nilai mendasari prinsip dan norma yang memandu sikap dan perilaku orang
dalam hidup. Kualitas seseorang ditentukan oleh nilai-nilai yang senyatanya
dihayati sebagai pemandu sikap dan perilakunya, baik dalam hubungannya
dengan diri sendiri, orang lain alam sekitar maupun dengan Tuhan (Tilaar,
2002).
Sejauh ini penanaman nilai keagamaan di sekolah masih
menitikberatkan kepada domain kognisi yang cenderung menampilkan agama
sebagai seperangkat rumusan indoktrnatif-normatif. Akibatnya bahan bacaan
untuk mendukung domain tersebut terbatas pada buku-buku teks. Padahal
upaya penanaman nilai-nilai keagamaan tidak sekedar menyangkut dimensi
kepercayaan tetapi lebih dari itu adalah dimensi pembudayaan.
Seorang anak didik dianggap telah berhasil mengikuti pendidikan
agama bilamana telah menguasai sejumlah bahan pelajaran dan mampu
menjawab soal-soal ujian, bukan atas dasar sejauhmana anak didik telah
menghayati nilai keagamaan yang terefleksi dalam sikap dan diaplikasikan
pada waktu sehari-hari seperti disiplin dalam beribadah dan berakhlak mulia,
bersikap jujur, sabar, ikhlas, suka menolong, tidak serakah, sopan santun dan
pemalu serta menjauhi hal-hal yang dilarang oleh agama.
Selain itu di kalangan remaja saat ini berkembang ambigous. Remaja
disatu sisi taat menjalankan perintah agama terutama yang bersifat ritual dan
seremonial seperti shalat, pengajian dan ikut ambil bagian dalam peringatan
hari-hari besar Islam, tetapi disisi lain mereka juga mengerjakan hal-hal di luar
agama seperti pacaran dan pergaulan bebas. Fenomena serupa itu
menunjukkan bahwa sebagian generasi muda masih mencari nilai yang benar-
benar dapat dijadikan prinsip dalam hidupnya, sekaligus juga menunjukkan
gejala kegagalan pendidikan nilai keagamaan itu sendiri. Mereka belum
mampu menyusun suatu hirarki nilai dalam suatu sistem yang dianut.
Dalam hal ini dibutuhkan agama dalam bentuk yang efektif dan
praktis. Artinya agama mesti ditampilkan dalam performan historik,
konstektual dan aktual. Yang disajikan melalui pengalaman dan kisah hidup
yang mengekspresikan perilaku keagamaan dan menjawab problem keseharian
dalam suatu dimensi ruang waktu dan konteks tertentu melalui pola
pembelajaran yang diarahkan pada upaya menciptakan model pembelajaran
bagi peserta didik dan mampu memberi warna baru bagi pembelajaran nilai
keagamaan.
SMP Negeri 8 Purwokerto merupakan lembaga pendidikan yang
berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional. Berdasarkan hasil
wawancara pendahuluan yang penulis lakukan dengan guru mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam yaitu Drs. Sudar (Tanggal, 09 September 2009)
diperoleh informasi bahwa SMP Negeri 8 Purwokerto adalah sekolah yang
ditunjuk oleh Departemen Agama Provinsi sebagai SMP Negeri bermodel
agama Islam, dalam pengertian seluruh aspek yang ada dalam sekolah tersebut
baik dari kegiatan kurikuler, ekstrakurikuler maupun kultur yang ada sebisa
mungkin bernuansa Islam. Tetapi tidak mutlak menolak ketika ada peserta
didik yang non muslim.
SMP Negeri 8 Purwokerto merupakan sekolah yang hadir dengan
model pembelajaran yang memberi warna baru bagi pembelajaran nilai
keagamaan, yang diwujudkan melalui pembiasaan-pembiasaan Islami sebagai
berikut:
1. Tadarus Al-Qur’an rutin secara bersama-sama yang dilakukan selama 10
menit sebelum waktu belajar jam pertama.
2. Memakai pakaian muslim baik laik-laki maupun perempuan.
3. Kegiatan shalat Dzuhur berjamaah dalam shalat Jum’at bagi laki-laki di
sekolah.
4. Ekstrakurikuler seni baca Al-Qur’an bagi yang sudah lancar membaca Al-
Qur’an dan baca tulis Al-Qur’an untuk siswa yang belum lancar membaca
Al-Qur’an.
5. Pengajian dalam rangka PHBI.
6. Pesantren kilat setiap bulan Ramadhan dan sebagainya.
Berangkat dari kenyataan di atas, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang Internalisasi Nilai-nilai Agama yang dilakukan
Melalui Metode Pembiasaan di SMP Negeri 8 Purwokerto.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan, maka
rumusan masalahnya adalah: Bagaimana Internalisasi Nilai-nilai Agama
melalui Metode Pembiasaan bagi peserta didik di SMP Negeri 8 Purwokerto?
BAB II
INTERNALISASI NILAI-NILAI AGAMA
MELALUI METODE PEMBIASAAN
A. Internalisasi Nilai Agama
1. Pengertian Internalisasi Nilai Agama
Internalisasi berasal dari kata internal yang berarti menyangkut
bagian dalam. Dalam KBBI, internalisasi diartikan sebagai penghayatan
terhadap suatu ajaran, doktrin, atau nilai sehingga merupakan keyakinan
dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam
sikap dan perilaku (KBBI, 2007: 439).
Internalisasi adalah pendalaman terhadap obyek, sehingga hal
tersebut dapat menjadi bagian darinya (Partanto, Pius dan M. Dahlan Al
Barry, 1994: 267). Muhadjir, 1993: 103 memaknai internalisasi sebagai
suatu proses interaksi yang memberi pengaruh pada penerimaan atau
penolakan nilai-nilai (values) dan lebh memberi pengaruh pada
kepribadian dimana fungsi evaluatif menjadi lebih dominan.
Nilai adalah suatu yang terpenting atau yang berharga bagi
manusia sekaligus merupakan inti kehidupan (Buseri, 2003: 59). Eko
Susilo dalam Muhaimin (2006: 148) mengatakan bahwa nilai ialah suatu
kegiatan atau kepercayaan yang menjadi dasar bagi seseorang atau
sekelompok orang untuk memilih tindakannya, atau menilai suatu yang
bernmakna atau tidak bermakna bagi kehidupannya.
Suatu barang dapat dikatakan bernilai apabila ia berharga bagi kita,
bagi orang yang tidak menghargainya ia tidak akan bernilai. Islam
mengajarkan tata hubungan vertikal-horizontal. Nilai timbul dalam
hubungan antara subjek dan objek dimana objek pertama adalah Tuhan
dan objek kedua adalah manusia. Hubungan pertama (vertikal) akan
membentuk sistem ibadah yang dalam ilmu kebudayaan disebut agama.
Hubungan kedua (horisontal) akan membentuk sistem muamalah yang
berisikan kebudayaan (Rosyadi, 2004: 117).
Dalam sumber yang lain Muhammad Alim memberikan definisi
internalisasi nilai agama sebagai berikut:
“Internalisasi nilai agama adalah suatu proses memasukkan
nilai agama secara penuh kedalam hati, sehingga ruh dan jiwa
bergerak berdasarkan ajaran agama. Internalisasi nilai agama terjadi
melalui pemahaman ajaran agama secara utuh, dan diteruskan
dengan kesadaran akan pentingnya ajaran agama, serta ditemukannya
posibilitas untuk merealisasikannya dalam kehidupan nyata” (Alim,
2006: 10).
Buseri (2003), dalam bukunya “Antologi pendidikan Islam dan
dakwah” mengatakan bahwa internalisasi nilai agama/ Ilahiyah merupakan
upaya untuk menumbuhkembangkan pandangan dan keyakinan bahwa
Tuhan dan segala sesuatu yang datang dari-Nya adalah aspek yang paling
berharga dalam hidup manusia, baik itu aspek iman, ibadah maupun
muamalah.
Muji Sutrisno dalam Tilaar (2002), mengatakan bahwa tahap
internalisasi merupakan titik kritis dalam pendidikan nilai, sebuah tahap
dimana orang memroses pembatinan mengenai bagian dari dirinya atau
batinnya (internal). Sesuatu yang sebelumnya berada di luar dan hanya
merupakan pengetahuan, kini dalam internalisasi diproses untuk menjadi
bagian wawasan dan acuan dirinya. Sesuatu yang sebelumnya merupakan
pengetahuan dari luar yang disampaikan sebagai pengetahuan kognitif,
kini proses dalam pembatinan untun menjadi sesuatu yang afektif menyatu
dengan dirinya. Ditahap internalisasi inilah terletak batu uji apakah
seseorang “hanya ditempeli atau menempelkan nilai” sebagai kulit luar
untuk kepribadiannya, apakah ia mampu membatinkannya menjadi
miliknya.
Menurut Gordon M. Hurt sebagaimana dikutip oleh Kamrani
Buseri (203) mengatakan bahwa bagian yang paling luar adalah tingkah
laku, kemudian sikap dan seterusnya yang terdalam adalah nilai. Jadi nilai
itu menempati bagian yang terdalam dalam disposisi jiwa seseorang.
Menurut Buseri apabila kita telusuri lebih jauh, ada satu lagi aspek yang
menempati bagian terdalam sebelum nilai, yaitu kepercayaan atau
keyakinan terhadap sesuatu. Dalam kaitan dengan nilai keagamanaan,
yang paling pokok adalah keyakinan terhadap adanya Tuhan dan rukun
iman lainnya.
Nilai-nilai dalam Islam mengandung dua kategori arti. Ditinjau
dari segi normatif, yaitu pertimbangan tentang baik dan buruk, benar dan
salah, haq dan bathil, diridhai dan dikutuk oleh Allah SWT. Sedangkan
bila ditinjau dari operatif, nilai mengandung lima pengertian kategorial
yang menjadi prinsip perilaku manusia, yaitu wajib, sunah, mubah,
makruh dan haram. Jadi, pada dasarnya struktur nilai dalam Islam lebih
banyak memberikan ruang gerak yang luas dalam menentukan pilihan dan
laku perbuatan seorang muslim (Rosyadi, 2004).
Internalisasi pada dasarnya merupakan interaksi yang menyatukan
pendidikan, subyek didik dan program pendidikan secara bertahap
bertingkat pada jenjang-jenjang tertentu.
Krathwohl dkk dalam Muhadjir (1993), menjelaskan jenjang pokok
dalam proses internalisasi, yaitu: (1) menyimak, (2) menanggapi, (3)
memberi nilai, (4) mengorganisasi nilai dan (5) karakteristik nilai.
Sedangkan menurut Muhaimin et,al (2002), tahap-tahap dalam
internalisasi nilai adalah:
a. Tahap Transformasi Nilia, pada tahap ini guru sekedar
menginformasikan nilai-nilai yang baik dan nilai yang kurang baik
kepada siswa, yang semata-mata merupakan komunikasi verbal.
b. Tahap Treansaksi Nilai, yaitu suatu tahap pendidikan dengan jalan
melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antar siswa dan guru
bersifat timbal balik. Dalam tahap ini tidak hanya menyajikan
informasi tentang nilai yang baik dan yang buruk, tetapi juga terlibat
untuk melaksanakan dan mebmberikan contoh amalan yang nyata dan
siswa diminta memberikan respons yang sama, yakni menerima dan
mengamalkan nilai itu.
c. Tahap Transinternalisasi, yakni tahap ini lebih dalam dari pada sekedar
transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru dihadapan siswa bukan
lagi penampilan fisiknya, melainkan sikap mental dan kepribadiannya.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa transinternalisasi ini adalah
komunikasi dua kepribadian yang masing-masing terlibat secara aktif.
Jadi, transinternalisasi nilai sangatlah penting dalam pendidikan agama
Islam karena pendidikan agama Islam merupakan pendidikan nilai-
nilai dan nilai tersebut dapat tertanam dalam diri peserta didik.
Pada tahapan-tahapan ini diupayakan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Menyimak, yakni pendidik memberi stimulus kepada peserta didik dan
pendidik menangkap stimulus yang diberikan.
2) Responding, peserta didik mulai ditanamkan pengertian dan kecintaan
terhadap nilai tertentu.
3) Organization, peserta didik mulai dilatih mengatur sistem
kepribadiannya disesuaikan dengan nilai yang ada.
4) Characterization, apabila kepribadian sudah diatur disesuaikan dengan
sistem nilai tertentu dan dilaksanakan berturut-turut, maka akan
terbentuklah kepribadian yang bersifat satu hati, kata dan perbuatan
(Muhaimin et,al, 2002).
Dari berbagai keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai
merupakan suatu konsep, sikap dan keyakinan seseorang terhadap sesuatu
yang dianggap penting dan berharga menurut pandangannya, maka
internalisasi nilai agama dapat diartikan sebagai iteraksi yang menyatukan
pendidik, peserta didik dan program pendidikan dalam upayanya untuk
menghayati lebih mendalam dan memberi makna kepada sesuatu yang
dianggap baik dan berharga menurut ajaran agama, sehingga nilai tersebut
menjadi sebuah kesadaran atau keyakinan yang diimplementasikan dalam
perilaku dan penampilan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
2. Ruang Lingkup Nilai Agama
Islam merupakan agama universal yang mengandung seperangkat
nilai yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, baik dalam
hubungannya dengan Tuhan, dengan manusia maupun dengan alam
semesta. Nilai agama atau disebut juga dengan ilai Ilahiyah merupakan
niali-nilai yang bersumber dari ajaran Tuhan. Dalam Islam, nilai agama
merupakan sesuatu yang dikuatkan dengan konsep, sikap dan keyakinan
yang memandang bergarga setiap yang bersumber dari Tuhan.
Kamrani Buseri dalam “Antologi Pendidikan Islam dan Dakwah”
memberikan definisi bahwa nilai Ilahiyah sebagai berikut:
Nilai Ilahiyah ialah nilai yang dikaitkan dengan konsep
yang memandang berharga terhadap ketuhanan dan segala
sesuatu yang bersumber dari Tuhan atau dalam pengertian
lain memandang berharga terhadap agama. Nilai Ilahiyah ini
meliputi nilai imaniyah, ubudiyah, dan mu’amalah. (Buseri,
2003: 60).
Karena nilai menyangkut totalitas kegaitan manusia dalam
bermasyarakat, maka dalam masyarakat nilai juga tidak bisa dipisahkan
dengan sistem budaya dan sistem nilai moral. (Rosyadi, 2004: 115). Untuk
sistem ini budaya, Koentjoroningrat dalam Muhaimin (2002), menjelaskan
bahwa sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari
adat. Suatu nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang ada dalam
alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang
mereka anggap amat bernilai dalam hidup.
Kluckhohn dalam Rosyadi (2004) memberikan penjelasan
masalah-masalah yang terkandung dalam sistem nilai budaya yang terdiri
dari lima masalah pokok kehidupan manusia. Yang mencakup masalah
hakikat hidup dari manusia, masalah hakikat dari kedudukan manusia,
masalah hakikat dari hubungan manusia dan terakhir masalah hakikta dari
hubungan mausia dengan sesamanya.
Arifin dalam Rosyadi memberikan definisi bahwa:
Sistem nilai dan moral adalah suatu keseluruhan tatanan yang
terdiri dari dua atau lebih dari komponen yang satu sama lain saling
mempengaruhi atau bekerja dalam satu kesatuan atau keterpaduan yang
bulat ynag berorientasi pada nilai danmoralitas islami. Nilai dan moralitas
Islam bersifat menyeluruh, bulat dan terpadu, tidak terpecah-pecah.
Menjadi bagain yang satu sama lain berdiri sendiri. (Rosyadi, 2004: 116).
Adapun nilai-nilai yang tercakup dalam sistem nilai Islami yang
merupakan komponen atau sub sistem adalah:
a. Sistem nilai yang kultural yang senada dengan Islam
b. Sistem nilai sosial yang memiliki mekanisme gerak yang berorientasi
kepada kehidupan sejahtera di dunia dan bahagia di akherat
c. Sistem nilai yang bersifat psikologisnya untuk berprilaku secara
terkontrol oleh nilai yang menjadi sumber rujukannya, yaitu Islam
d. Sistem nilai tingkah laku dari manusia yang mengandung interrelasi
dan interkomunikasi dengan yang lainnya (Arifin, 1987: 139-140)
Para pakar pendidikan telah sepakat bahwa fungsi pendidikan ialah
untuk menumbuhkembangkan kemampuan peserta didik kearah yang
positif yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotrik. Pendidikan
agama Islam harus mengarah pada ketiga aspek tersebut agar mampu
mencetak pribadi Islam yang kaafah. Fenomena yang nampak dewasa ini
adalah terabaikannya aspek efektif dalam pendidikan agama Islam di
sekolah.
Rosyadi (2004), mengatakan bahwa dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam harus menekankan pada aspek efektif dibutuhkan
penumbuhan dan pembentukan nilai keagamaan. Nilai agama atau nilai
Ilahiyah-imaniyah, ubudiyah dan muamalah adalah bagian terpenting
dalam upaya pembentukan pribadi muslim yang utuh (Rosyadi, 2004: 69).
Menurut Muhaimin (2006), bahwa nilai agama secara hierarki
dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu: (1) nilai-nilai Ilahiyah,
yang berisikan nilai ubudyiah dan nilai muamalah, (2) nilai etika insani,
yang berisikan nilai rasional; nilai sosial; nilai individual; nilai biofisik,
nilai ekonomi, nilai politik dan nilai aestetik.
Sedangkan menurut Sidi Gazalba, hirarki nilai adalah sebagai
berikut: Nilai-nilai yang wajib (paling baik), nilai-nilai yang sunah (baik),
nilai-nilai jaiz/ mubah (netral), nilai-nilai yang sunah (tak disukai/
setengah buruk), nilai-nilai yang haram (buruk).
Nilai-nilai tersebut cakupannya melalui nilai Ilahiyah ubudiyah,
nilai ilahiyah muamalah dan nilai etik insani yang terdiri dari nilai sosial,
rasional, individual, biofisik, ekonomi, politik dan eastetik (Muhaimin,
2006: 152). Pada dasarnya nilai bisa dinisbatkan kepada Tuhan dan kepada
manusia. Ketika dinisbatkan kepada Allah disebut nilai Ilahiyah dan ketika
dinisbatkan kepada manusia disebut nilai insaniah. Kebenaran Ilahi
diyakini sebagai kebenaran yang mutlak dan tingkatannya lebih tinggi
dibandingkan dengan kebenaran insaniah (Buseri, 2003).
Dari beberapa keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai
agama Islam dibagi menjadi tiga aspek yang terdiri dari nilai insaniyah,
ubudiyah, dan muamalah. Tetapi adapula yang membaginya menajdi dua
kelompok yaitu nilai Ilahiyah dan nilai insaniyah. Tapi dari dua pendapat
tersebut esensinya sama. Nilai Ilahiyah atau nilai yang bersumber dari
Tuhan mempunyai tingkatan tertinggi dalam hirarki nilai dan dijadikan
sebagai rujukan bagi niali inasaniyah atau nilai yang dinisbatkan kepada
manusia.
3. Strategi Iternalisasi Nilai Agama
Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan nilai, maka perlu
adanya pembiasaan-pembiasaan dalam menjalankan ajaran Islam,
sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi dalam diri peserta
didik, yang akhirnya akan dapat membentuk karakter yang Islami. Nilai-
nilai ajaran Islam yang menjadi karakter merupakan perpaduan yang bagus
dalam membentuk peserta didik yang berkualitas, dimana individu bukan
hanya mengetahui kebajikan, tetapi juga merasakan kebajikan dan
mengajarkannya dengan didukung oleh rasa cinta untuk melakukannya.
Pendidikan nilai (afekatif) lebih mengaruh pada aspek rohani.
Dalam upaya pembinaan keberagaman peserta didik, ada usaha-usaha
yang dapat dilaksanakan guru (sekolah), diantaranya dengan dalan
memberikan contoh, membiasakan anak didik untuk melaksanakan nilai-
nilai yang baik, menegakkan disiplin, memberi motivasi, memberi hadiah
terutama psikologis, menghukum (dalam rangka pendisiplinan) dan
penciptaan suasana yang berpengaruh bagi pertumbuhan positif nilai-nilai
keagamaan (Tafsir, 1995).
Menurut Ulwan (2004), dalam nukunya “Pendidikan Anak dalam
Islam” menyatakan bahwa strategi yang efektif dalam mengnternalisasikan
nilai agama antara lain:
a. Pendidikan dengan menitik tekankan pada keteladanan
b. Pendidikan dengan kebiasaan atau pembiasaan
c. Pendidikan dengan nasihat
d. Pendidikan dengan pengawasan, dan
e. Pendidikan dengan hukuman
Dalam menentukan strategi bagi pembentukan nilai-nilai uluhiyah,
seorang pendidik diteruskan terlebih dahulu memahami paradigm ataupun
akrakteristik nilai, baik nilai umum maupun nilai ilahiyah. Strategi
pendidikan nila sebagai wawasan humanistik akan sangat berbeda dengan
pendidikan yang wawasan teknologik. Wawasan teknologi mendasarkan
kepada hal-hal yang konkret sehingga mudah diprogramkan karena
bermula dari analisis tugas yang konkret. Sedangkan pada wawasan
humanistic terdapat kesukaran terutama dalam menghubungkan antara isi,
proses dan produk karena bersifat abstrak. Contoh nilai keimanan,
keikhlasan, keujujuran, dan sebagainya itu sukar diukur. Oleh karena itu
yang mungkin dijadikan titik tolak ukur dalam menentukan strategi
pendidikan nilai hanyalah isi dan prosesnya, sedangkan produknya hanya
mungkin dimonitoring dari segi dampaknya yang tidak terukur. (Buseri,
2003).
Ada dua hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan
strategi pendidikan nilai, yaitu: paradigm nilai termasuk karakteristiknya
dan potensi kejiwaan anak. Paradigm atau karateristik nilai menuntut
dilakukan pendidikan dalam tiga dimensi yaitu formal (sekolah), informal
dan nonformal.
Sekolah dituntut tidak hanya mengajarakan apa yang ada di silabus
dan non formal diluar silabus yang terprogram tetapi dalam proses
pembentukan nilai juga dilakukan melalui pendidikan informal (Buseri,
2003). Yakni dengan pemograman terhadap lingkungan, sarana, iklim, dan
semacamnya (Muhadjir, 1987: 18). Sedangkan dalam masyarakat, nilai
dapat dilakukan melalui teori belajar social yaitu dengan menekankan
perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan)
(Muhibin Syah, 1995: 80).
Guru memegang peranan yang sangat penting dalam proses
internalisasi nilai agama Islam karena guru merupakan teladan yang sangat
dominan dan menentukan berhasilnya proses belajar mengajar sekaligus
proses pendidikan itu sendiri. Mereka bukan hanya sebagai pengajar ilmu
pendidikan dan ketrampilan tetapi merupakan contoh dan panutan yang
harus diikuti anak didik tanpa membedakan apakah dia guru agama
ataupun bukan guru agama. (Saleh, 2004).
Ditinjau dari potensi kejiwaan, pendidikan nilai mengharuskan
adanya pengembangan kognitif dan afektif sekaligus. Jadi anak tidak
hanya menerima pengarahan nilai yang bersifat kognisi, tetapi aspek emosi
juga harus diperlukan (Buseri, 2003).
Noeng Muhadjir dalam Buseri (2003) memberikan masukan bahwa
strategi yang bias dilakukan dalam pendidikan nilai adalah: strategi
teradisional, strategi bebas, strategi contoh teladah, strategi klarifikasi,
strategi refleksi dan strategi transinternal. Yang disarankan dalam
pendidikan nilai Ilahiyah adalah strategi tradisional, contoh teladan,
klarifikasi dan transinternal.
Upaya untuk pembentukan nilai Ilahiyah-Imaniyah dan Ubudiyah
misalnya dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1) Do’a bersama sebelum memulai dan sesudah selesai kegiatan belajar
mengajar
2) Tadarus al-Qur’an (secara bersama-sama atau bergantian)
3) Shalat Dzuhur berjamaah dan kultum atau pengajuan/ bimbingan
keagamaan secara belaka
4) Mengisi peringatan hari-hari besar keagamaan dalm kegiatan yang
menunjang internalisasi nilai-nilai agama dan menambah ketaatan
beribadah
5) Mengintensifkan praktik ibadah, baik ibadah mahdhah maupun ibadah
sosial
6) Melengkapi bahan kajian mata pelajaran umum dengan nuansa
keIslaman yang relevan dengan nilai-nilai agama/ dalail nash al-
Qur’an atau hadits Rasulullah SAW.
7) Megadakan pengajian kitab diluar waktu terjadwal
8) Menciptakan hubungan ukhuah Islamiyah dan kekeluargaan antara
guru, pegawai, siswa, dan masyarakat sekitar
9) Mengembangkan semangat belajar, cinta tanah air dan mengagungkan
kemuliaan agamanya
10) Menjaga ketertiban, keberhasilan dan terlaksananya amal saleh dalam
kehidupan yang sarwa ibadah dikalangan siswa, karyawan guru dan
masyarakat lingkungan sekolah. (Saleh, 2004)
Abdul Rahman Saleh (2004) memberikan pendapat bahwa dalam
proses internalisasi agama, langkah awal yang dilaksanakan adalah proses
sosialisasi. Setelah itu anak didik diharuskan untuk membiasakan diri
dengan tata nilai lingkungan tersebut. Sehingga sekolah harus disetting
sedemikian rupa supaya memudahkan anak didik dalam
menginternalisasikan nilai tersebut.
B. Metode Pembiasaan
Dalam dunia pendidikan, sebuah ungkapan popular kita kenal dengan
“Metode jauh lebih penting dari pada Materi” demikian urgennya metode
dalam proses pendidikan dan pengajaran, sebuah kegiatan belajar mengajar
dikatakan tidak berhasil apabila dalam proses tersebut tidak menggunakan
metode, karena metode menempati posisi kedua setelah tujuan dari sederet
komponen-komponen pembelajaran: tujuan, metode, materi, media dan
evaluasi (Arief, 2002).
1. Pengertian Metode Pembiasaan
Sebagaimana tertulis dalam penegasan istilah, metode secara
etimologi berasal dari bahasa Yunani “Motodos” kata ini terdiri dari dua
suku kata yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos”
yang berarti jalan atau cara metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk
mencapai tujuan. (Zuhairini dkk, 1993: 66).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa
“metode” adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (KBBI,
2007: 740).
Para ahli mendefinisikan metode secara berikut:
a. Hasan Langgulung, mendefinisikan bahwa metode adalah cara atau
jalan yang harus dilalui untuk mencpai tujuan pendidikan
b. Abd Al-Rahman Ghunaimah), mendefinisikan bahwa metode adalah
cara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan pengajaran
c. Al-Abrasyi mendefinisikan pula bahwa metode adalah jalan yang kita
ikuti untuk memberikan pengertian kepada murid-murid tentang segala
macam metode dalam berbagai pengajaran. (Ramayulis, 2004: 155-
156).
Berdaarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
metode adalah cara, jalan atau teknik yang dikuasai dan digunakan oleh
pendidik dalam upaya menyampaikan pendidika dan pengajaran kepada
peserta didik atar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik.
Pembiasaan berasal dari kata “biasa” dalam KBBI “biasa” adalah
1) lazim atau umum; 2) seperti sedia kala; 3) sudah merupakan hal yang
tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari (KBBI, 2007: 146). Dengan
adanya prefix “pe” dan sufiks “an” menunjukkan arti proses sehingga
pembiasaan dapat diartikan dengan proses membuat sesuatu/ seseorang
menjadi terbiasa (Arief, 2002: 110).
Ramayulis (2004: 151) dalam buku Ilmu Pendidikan Islam
memberikan deifinisi bahwa pembiasaan adalah suatu tingkah laku
tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan
berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi. Arief (2002: 110) mendefinisikan
pebiasaan sebagai sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan
anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran
agama Islam.
Menurut MD Dahalan sebagaimana dikutip oleh Herry Noer Aly
(1994: 184), dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam menyatakan bahwa
pembiasaan merupakan proses penanaman kebiasaan. Yang dimaksud
kebiasaan (habit) adalah cara-cara bertindak yang persistent, uniform, dan
hampir-hampir tidak disadari oleh pelakunya (2005: 47).
Muhammad Rasyid Dimas (2005: 47) mendefinisikan pembiasaan
adalah membiasakan anak untuk melakukan hal-hal yang tertentu sehingga
mejadi kebiasaan yang mendarah daging yang untuk melakukannya tidak
perlu pengarahan lagi.
Dari kelima pengertian pembiasaan diatas, menunjukkan pokok-
pokok pikiran yang sama yaitu proses menanamkan kebiasaan kepada
seseorang untuk melakukan sesuatu hal tertentu, sehingga pada akhirnya
menjadi suatu kebiasaan yang tidak bias dilepaskan dari pribadinya.
2. Dasar Metode Pembiasaan
Ramyulis mengatakanbahwa metode pendidikan Islam dalam
penerapannya banyak menyangkut permasalahn individual atau sosial
peserta didik dan pendidik itu sendiri, sehingga dalam menggunakan
metode seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umum metode
pendidikan Islam. Sebab metode pendidikan itu hanyalah merupakan
sarana ataujalan mencapai tujuan pendidikan, sehingga segala jalan yang
ditempuh pendidik harus mengacu pada dasar-dasar metode pendidikan
tersebut (Ramayulis, 2004). Dasar-dasar tersebut adalah:
a. Dasar Agama
Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber ajaran Islam memuat
prinsip-prinsip umum pemakaian metode pembiasaan dalam proses
pendidikan. Dalam kedudukannya sebagai dasar ajaran Islam, maka
dengan sendirinya metode pembiasaan harus merujuk pada kedua
sumber ajaran tersebut (Ramayulis, 2004).
Dasar tersebut antara lain terdapat dalam Q.S. Ar-Rum ayat 30
“Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Q.S. Ar-Ruum: 30).
Yakni bahwa anak dilahirkan dengan fitrah tauhid yang murni,
agama yang benar kepada Allah. Dari sini tampak peranan pembiasaan,
pengajaran dan pendidikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak
dalam menemukan tauhid yang murni, budi pekerti yang mulia, rohani
yang luhur dan etika religi yang lurus (Nashih Ulwan, 1994).
Pembiasaan dalam pendidikan agama hendaknya dimulai sedini
mungkin, Rasulullah SAW memerintahkan kepada orang tua, dalam
hal ini para pendidik agar mereka menyuruh anak-anak mengerjakan
shalat, tatkala mereka berumur 7 tahun.
Hal tersebut berdasarkan hadits Nabi di bawah ini:
،‫الترميييذ‬ ‫)سيينن‬ ‫ر‬ٍ ) ‫شيي‬ْ‫ٍر‬ ‫ع‬َ‫ش‬ ‫ن‬َ‫ش‬ ‫بيي‬ْ‫ٍر‬‫ا‬ ‫هيي ا‬َ‫ش‬ ‫ي‬ْ‫ٍر‬‫ل‬َ‫ش‬‫ع‬َ‫ش‬ ‫ه‬ُ ‫ع‬‫و‬ْ‫ٍر‬ ‫ب‬ُ ‫ع‬‫ر‬ِ‫ُب‬ ‫ضيي‬ْ‫ٍر‬ ‫وا‬َ‫ش‬ ‫ن‬َ‫ش‬ ‫ي‬ْ‫ٍر‬‫ن‬ِ‫ُب‬‫سيي‬ِ‫ُب‬ ‫ع‬ِ‫ُب‬ ‫ب‬ْ‫ٍر‬‫سيي‬َ‫ش‬ ‫ن‬َ‫ش‬ ‫بيي‬ْ‫ٍر‬‫ا‬ ‫ة‬َ‫ش‬‫ل‬َ‫ش‬ ‫صيي‬َّ ‫ال‬ ‫ي‬َّ ‫ب‬ِ‫ُب‬‫صيي‬َّ ‫ال‬ ‫وا‬ْ‫ٍر‬ ‫ميي‬ُ ‫ع‬ ‫ل‬ِّ‫م‬‫ع‬َ‫ش‬
2001:2005)
Membiasakan anak shalat lebih-lebih dilakukan secara
berjamaah itu penting. Sebab dalam kehidupan sehari-hari banyak
dijumpai orang berbuat dan bertingkah laku hanya karena kebiasaan
semata-mata. Oleh karena itu, bagi seorang pendidik harus
membiasakan anak didiknya untuk berbuat yang baik, agar nantinya
mereka akan terbiasa untuk berbuat baik.
b. Dasar Biologis
Perkembangan jasmani dan kondisi jasmani memegang
peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan. Sehingga dalam
menggunakan metode pendidikan seorang pendidik harus
memperhatikan kondisi biologis peserta didik. Seorang peserta didik
yang cacat akan berpengaruh terhadap prestasi peserta didik, baik
pengaruh positif maupun negatif (Ramayulis, 2004).
c. Dasar Psikologis
Metode pendidikan Islam dapat diterapkan secara efektif bila
didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis peserta didik.
Sebab perkembangan dan kondisi psikologis siswa memberikan
pengaruh yang snagat besar terhadap internalisasi nilai dan
transformasi ilmu. Dalam kondisi jiwa yang labil menyebabkan
transformasi ilmu pengetahuan dan interrnalisasi nilai akan berjalan
tidak sesuai dengan yang diharapkan (Ramayulis, 2004).
Perkembangan psikologis seseorang berjalan sesuai dengan
perkembangan biologisnya, sehingga seseorang pendidik dalam
menggunakan metode pendidikan bukan saja memperhatikan
psikologisnya, tetapi juga biologinya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa dalam menggunakan metode pendidikan seorang
pendidik disamping memperhatikan kondisi jasmani peserta didik juga
perlu memperhatikan kondisi jiwa atau rohaninya, sebab manusia pada
hakikatnya terdiri dari dua unsur yaitu jasmani dan rohani yang
keduanya merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan
(Ramayulis, 2004).
Dasar psikologis yang dimaksudkan adalah sejumlah kekuatan
psikologis termasuk motivasi, kebutuhan emosi, minat, sikap,
keinginan, kesediaan, bakat-bakat dan intelektual. .oleh karena itu guru
harus mengembangkan potensi tersebut. (Ramayulsi, 2004).
Dan diharapkan pula agar pendidik mampu mengembangkan
dan mengaktualisasikan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik
dengan memperhatikan perkembangan kebudayaan dan peradaban
yang muncul. Sehingga proses pembelajaran yang terjadi dapat
menginternalisasikan nilai dan nilai tersebut aplikatif dalam kehidupan
peserta didik selanjutnya.
Dari beberapa uraian diatas dapat dikatakan bahwa metode
pelaksanaan pendidikan Islam (termasuk didalamnya adalah metode
pembiasaan) harus dijalankan atas dasar agama, biologis, psikologis,
dan sosiologis. Dengan keempat dasar tersebut metode pendidikan
Islam akan mampu melaksanakan perannya sebagai jemabtan menuju
tercapainya tujuan pendidikan Islam.
3. Prinsip dan Syarat Metode Pembiasaan
a. Prinsip Metode Pembiasaan
Metode pembiasaan harus digunakan dengan memperhatikan
prinsip dan syarat yang mampu memberikan pengarahan dan petunjuk
tentang pelaksanaan metode tersebut. Sebab dengan prinsip dan syarat
ini diharapkan metode pembiasaan dapat berfungsi lebih efektif dan
efesien serta tidak menyimpang dari tujuan semula dari pendidikan
Islam. Oleh karena itu, para pendidik dalam pelaksanaan metode
pembiasaan memperhatikan prinsip pada syarat metode pembiasaan.
Prinsip-prinsip penggunaan metode sebagaimana dikutip Armai
Arief Omar Muhammad al-Toumy sebagaimana dikutip Armai Arief
(2002; 93-94) adalah:
1) Mengetahui motivasi, kebutuhan dan minat anak didiknya
2) Mengetahui tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelum
pelaksanaan pendidikan
3) Mengetahui tahap kematangan, perkembangan serta perubahan
anak didik
4) Mengetahui perbedaan-perbedaan individu di dalam anak didik
5) Memperhatikan kepahaman dan mengetahi hubungan-hubungan,
integrasi pengalaman dan kelanjutan, keaslian, pembaharuan dan
kebebasan berfikir
6) Menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang
menggemberiakan bagi anak didik
7) Menegakkan “uswah hasanah”
Ramyulis (2004), menyebutkan bahwa prinsip-prinsip metode
pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1) Mempermudah
Maksudnya adalah memberikan kemudahan bagi peserta
didik untuk menghayati dan mengamlkan ilmu pengetahuan,
keterampilan dan sekaligus mengidentifikasi dirinya dengan nilai-
nilai yang terdapat dalam ilmu pengetahuan dan keterampilan
tersebut.
2) Berkesinambungan
Karena dengan asumsi bahwa pendidikan Islam adalah
sebuah proses yang akan berlangsung terus menerus.
3) Fleksibel dan Dinamis
Seorang pendidik harus mampu memilih salah satu dari
berbagai alternatif yang ditawarkan oleh para pakar yang dianggap
cocok dan pas dengan materi, multi kondisi peserta didik, sarana
dan prasarana, situasi dan kondisi lingkungan, serta suasana pada
saat proses pembelajaran.
Dari dua pendapat tentang prinsip metode pembiasaan diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa pendapat tersebut mempunyai esensi
yang sama yaitu mempermudah, berkesinambungan, fleksibel, dinamis
dan menegakkan uswah hasanah.
b. Syarat Metode Pembiasaan
Metode pembiasaan sangat erat kaitannya dengan metode
keteladanan. Bisa dikatakan bahwa kebiasaan seseorang erat kaitannya
dengan figur yang menjadi panutannya dalamperilakunya. Pleh karena
itu pendidik harus mengetahui syarat-syarat pemakaian metode
pembiasaan.
Adapun syarat-syarat tersebut adalah:
4) Mulailah pembiasaan ini sebelum terlambat.
Usia sejak anak lahir dinilai waktu yang tepat untuk
mengaplikasikan pembiasaan, karena setiap anak mempunyai
rekaman yang cukup kuat dalam menerima pengaruh lingkungan
sekitarnya.
5) Pembiasaan hendaknya dilakukan secara kontinu, teratur dan
terprogram.
Sehingga pada akhirnya akan terbentuk sebuah kebiasaan
yang utuh, permanent dan konsisten. Oleh karena itu pengawasan
sangat menentukan dalam pencapaian keberhasilan dari proses ini.
6) Pembiasaan hendaknya diawasi secara ketat, konsisten dan tegas.
Jangan memberi kesempatan yang luas kepada anak didik
untuk melanggar kebiasaan yang telah ditanamkan.
7) Pembiasaan yang pada mulanya hanya bersifat mekanistik,
hendaknya secara berangsur-angsur dirubah menjadi kebiasaan
yang disertai kata hati anak didik itu sendiri (Arief, 2002).
4. Kelemahan dan Kelebihan Metode Pembiasaan
Setiap metode pasti tidak akan pernah terlepas dari dua aspek yaitu
kelebihan dan kekurangan. Sebab tidak satupun dari hasil pemikiran
manusia yang sempurna dan bebas dari kelemahan.
Diantara kekurangan dan kelebihan dari metode pembiasaan antara
lain adalah sebagai berikut:
a. Kelemahan Metode Pembiasaan
Kelemahan metode ini antara lain:
1) Tidak mendidik siswa untuk menyadari dengan analisis apa yang
dilakukannya. Kelakuannya berlaku secara otomatis tanpa
mengetahui baik-buruknya (Tafsir, 2005: 144)
2) Menanamkan pembiasaan tidaklah mudah dan kadang-kadang
memerlukan waktu yang lama. Kesulitan itu disebabkan pada
mulanya seseorang atau anak belum mengenal secara praktis
sesuatu yang hendak dibiasakannya, apalagi kalau yang dibiarkan
itu dirasa kurang menyenangkan (Ali, 1999: 189-190).
3) Membutuhkan tenaga pendidik yang benar-benar dapat dijadikan
sebagai teladan didala m menanamkan sebuah nilai kepada anak
didik (Arief, 2002: 115-116).
Jadi kekurangan atau kelemahan metode pembiasaan ini adalah
terkadang anak didik tidak menyadari dengan analisis apa yang
dibiasakannya, memerlukan waktu yang lama jika belum menjadi
kebiasaan dan membutuhkan pendidik yang benar-benar dapat
dijadikan sebagai teladan bagi peserta didik.
b. Kelebihan Metode Pembiasaan
Kelebihan dari metode ini antara lain:
1) Pembiasaan tidak hanya yang batini, tetapi juga yang lahiri (Tafsir,
2005: 144).
2) Dapat menghemat waktu dan tenaga dengan baik jika sudah
tertanam dalam jiwa peserta didik.
3) Pembiasaan dalam sejarah tercatat sebagai metode yang paling
berhasil dalam pembentukan kepribadian anak (Arief, 2002: 155).
Dari uraian tersebut maka jelas bahwa metode pembiasaan
mempunyai banyak kelebihan, antara lain pembiasaan tidak hanya
yang batini tetapi juga lahiri. Sebagai contoh orang yang biasa
memegang stir mobil, lebih baik menyetir ketimbang orang yang
menguasai teorinya, tetapi jarang membawa mobil. Metode
pembiasaan juga dapat menghemat tenaga dan waktu, dan pembiasaan
telah tercatat dalam sejarah sebagai metode yang paling berhasil dalam
pembentukan kepribadian peserta didik.
5. Tujuan Metode Pembiasaan
John Locke sebagaimana dikuti pleh Ibrahim Amini (2006)
berpendapat bahwa perbuatan baik saja tidak cukup. Seorang peserta didik
harus terus menerus melakukan perbuatanbaik itu secara berulang-ulang
sehingga menjadi wataknya. Kebiasaan membuat segala sesuatu menjadi
lebih memudahkan dari pada kesadaran yang hanya digunakand alam
kondisi-kondisi darurat saja. Pendapat ini sepaham dengan apa yang
diungkapkan oleh Al-Ghazali bahwa setiap perbuatan baik yang sudah
menjadi kebiasaan, maka akhlak itu akan terpatri didalam dirinya.
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode
pembiasaan bertujuan utnuk membentuk watak atau kepribadaian peserta
didik dengan membina perbuatan-perbuatan yang baik sehingga pada
akhirnya perbuatanbaik tersebut akan terinternalisasi oleh peserta didik.
Abdullah Nashih ‘Ulwan (1994) mengumpamakan arti penting
metode pembiasaan denan biji yang diletakkan petani dalam tanah yuang
subur, kemudian ia memelihara, menyiramnya dengan air dan memberinya
pupuk, serta menjaga dari serangan serangga dan ulat, menjaga
pertumbuhannya, memetik duri dan meluruskan rantingnya, maka biji tadi
akan mendatangkan buah setiap musim dengan izin Tuhannya. Selanjutnya
manusia akan menikmati buahnya, kerindangannya dan
memanfaatkankebaikannya sepanjang masa. Sebaliknya, jika biji tadi
dibiarkan, tidak dirawat, takpernah disiram dandisentuh sediktipun, maka
biji tersebut tidak akan mendatangkan hasil, bunga atau buah. Bahkan tak
lama kemudian akan menjadi rerumputan kering yang kemudian
dihempaskan oleh angin dan musnah. Demikian juga dengan manusia, jika
ia terdidik dengan akhlak yang mulia, disiram dengan ilmu pengetahuan,
disertai dengan amal sholeh, sudah barang tentu jiwa tersebut akan tumbuh
dalam kebaikan. Namun jika sebaliknya, maka jiwa akan tumbuh dengan
kejahatan dan kerusakan.
Dengan demikian tujuan metode pembiasaan selanjutnya adalah
untuk memberikan pegangan atau bekal keagamaan keapda anak sehingga
akan memudahkan anak dalam menghadapai kegoncangan yang biasa
terjadi dimasa remaja.
C. Internalisasi Nilai Agama Melalui Metode Pembiasaan
Internalisasi adalah upaya menghayati dan mendalami nilai, agar nilai
tersebut tertanam dalam diri setiap manusia. Karena pendidikan Agama Islam
berorientasi pada pendidikan nilai, sehingga diperlukan adanya proses
internalisasi. Jadi, internalisasi merupakan proses menuju ke arah
pertumbuhan batiniah atau rohaniah peserta didik. Pertumbuhan itu terjadi
ketika peserta didik menyadari suatu nilai yang terkandung dalam pengajaran
agama dan kemudian nilai itu dijadikan satu sistem nilai dari sehingga
menuntut segenap pernyataan, sikap, tingkah laku dan perbautan moralnya
dalam menjalani kehidupan ini.
Agama Islam merupakan kebenaran Ilahi yang mengandung nilai-nilai
hidup ideal sebagai pedoman hidup manusia. Ajaran Islam bersifat universal
dan mencakup semua aspek kehidupan. Di dalamnya mengandung nilai-nilai
yang mengatur kehidupan umat manusia, meliputi nilai imaniah, nilai
ubudiah dan nilai mu’amalah. Nilah adalah adalah implementasi dari pada
nilai imaniah. Sedangkan nilai mu’amalah adalah pancaran dari nilai ubudiah
yang ditampilkand alam aspek akhlak manusia sebagai satu kepribadian yang
utuh (Muttaqin, 2007: 25).
Secara umum proses internalisasi nilai Ilahiah melalui jalur sekolah
tidak bisa dipisahkan dari proses pembelajaran, suasana serta situasi
lingkungan yang berkembang di sekolah tersebut, dan dalam beragma pada
intinya adalah masalah sikap. Di dalam Islam, sikap beragama itu intinya
adalah iman. Maksudnya adalah dalam mengajarkan agama Islam yang paling
pokok adalah bagaimana menjadikan seorang itu beriman karena inti
pendidikan Islam adalah penanaman keimanan dalam artian luas (Tafsir,
2004).
Kebiasaan terbentuk karena sesuatu yang dibiasakan. Kebiasaan
merupakan hal-hal yang sering dilakukan secara berulang-ulang dan
merupakan puncak perwujudan dari tingkah laku yang sesungguhnya, dimana
ketika seseorang telah memiliki kemampuan untuk mewujudkan lewat
tindakan dan apabila tindakan tersebut dilakukan secara terus menerus, maka
ia akan menjadi kebiasaan.
Zakiah daradjat mengatakan sebagai berikut:
“Apabila si anak terbiasa melaksanakan ajaran agama
terutama ibadah (secara konkret seperti shalat, puasa, membaca
Al-Qur’an dan berdo’a) dan tidak pula dilatih atau dibiasakan
melaksanakan hal-hal yang disuruh Tuhan dalam kehidupan
sehari-hari, .... maka pada waktu dewasanya akan cenderung
kepada acuh tak acuh, anti agama .... tapi sebaliknya anak yang
banyak mendapat latihan dan pembiasaan agama pada waktu
dewasanya nanti akan semakin merasakan kebutuhan akan
agama (Daradjat, 1996: 64).
Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pembiasaan adalah sangat
penting terutama dalam pembentukan kepribadian, akhlak dan agama pada
umumnya. Pembiasaan-pembiasaan agama (mengandung nilai-nilai agama)
dapat memasukkan unsur-unsur positif dalam pribadi anak yang sedang
tumbuh dan berkembang.
Internalisasi nilai agama dapat dilakukan dengan menggunakan
metode pembiasaan yang dengan membiasakan anak didik dalam aktifitas-
aktifitas keagamaan yang dapat mendukung terhadap proses internalisasi nilai.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan penciptaan suasana religius di
lingkungan sekolah, misalnya melalui kegiatan shalat berjamaah, tadarus al-
Qur’an bersama, membudayakan salam dan sebagainya.
Selain kebiasaan diberikan juga pengertian secara kontinyu, sedikit
demi sedikit dengan melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pembentukan karakter dengan melihat nilai-nilai apap yang diajarkan serta
bersikap tegas dengan memberikan kejelasan sikap, mana yang harus
dikerjakan dan mana yang tidak. Memperkuatnya dengan memberikan sanksi
apabila melakukan kesalahan dan juga tidak kalah pentingnya dengan adanya
teladan atau contoh yang diberikan.

More Related Content

What's hot

Faktor pendidikan
Faktor pendidikanFaktor pendidikan
Faktor pendidikanAlizar Ali
 
Pemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia Dini
Pemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia DiniPemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia Dini
Pemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia DiniMichelle Rumawir
 
Masalah pendidikan dan solusinya
Masalah pendidikan dan solusinyaMasalah pendidikan dan solusinya
Masalah pendidikan dan solusinyaMastudiar Daryus
 
Makalah filsafat umum
Makalah filsafat umumMakalah filsafat umum
Makalah filsafat umumAyah Abeeb
 
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.ppt
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.pptFilsafat, ilmu pengetahuan dan agama.ppt
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.pptari susanto
 
Akhlak, Moral, dan Etika dalam Islam
Akhlak, Moral, dan Etika dalam IslamAkhlak, Moral, dan Etika dalam Islam
Akhlak, Moral, dan Etika dalam IslamNovita Widianingsih
 
Contoh analisis dan interpretasi data pada penelitian kualitatif
Contoh analisis dan interpretasi data pada penelitian kualitatifContoh analisis dan interpretasi data pada penelitian kualitatif
Contoh analisis dan interpretasi data pada penelitian kualitatifMuhammad Alfiansyah Alfi
 
Contoh Artikel Penelitian
Contoh Artikel PenelitianContoh Artikel Penelitian
Contoh Artikel PenelitianUwes Chaeruman
 
4.1 karakteristik peserta didik
4.1 karakteristik peserta didik4.1 karakteristik peserta didik
4.1 karakteristik peserta didikMuhammad Munandar
 
Contoh Powerpoint ppt PRESENTASI SIDANG UJIAN SKRIPSI
Contoh Powerpoint ppt PRESENTASI SIDANG UJIAN SKRIPSIContoh Powerpoint ppt PRESENTASI SIDANG UJIAN SKRIPSI
Contoh Powerpoint ppt PRESENTASI SIDANG UJIAN SKRIPSIAhmad Said
 
Bahasa sebagai sistem
Bahasa sebagai sistemBahasa sebagai sistem
Bahasa sebagai sistemEster Emilia
 
Makalah islam indonesia zaman modern dan kontemporer
Makalah islam indonesia zaman modern dan kontemporerMakalah islam indonesia zaman modern dan kontemporer
Makalah islam indonesia zaman modern dan kontemporerjuniska efendi
 
Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik
Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didikProses perkembangan moral dan spiritual peserta didik
Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didikDeep Walker
 

What's hot (20)

Makalah perkembangan remaja
Makalah perkembangan remajaMakalah perkembangan remaja
Makalah perkembangan remaja
 
Biodata penulis buku
Biodata penulis bukuBiodata penulis buku
Biodata penulis buku
 
Faktor pendidikan
Faktor pendidikanFaktor pendidikan
Faktor pendidikan
 
Pemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia Dini
Pemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia DiniPemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia Dini
Pemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia Dini
 
Masalah pendidikan dan solusinya
Masalah pendidikan dan solusinyaMasalah pendidikan dan solusinya
Masalah pendidikan dan solusinya
 
Contoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsiContoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsi
 
Makalah filsafat umum
Makalah filsafat umumMakalah filsafat umum
Makalah filsafat umum
 
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.ppt
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.pptFilsafat, ilmu pengetahuan dan agama.ppt
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.ppt
 
Tanya jawab mpp
Tanya jawab mppTanya jawab mpp
Tanya jawab mpp
 
Makalah "Konsep Aqidah Islamiyah"
Makalah "Konsep Aqidah Islamiyah"Makalah "Konsep Aqidah Islamiyah"
Makalah "Konsep Aqidah Islamiyah"
 
Teori mimetik 1
Teori mimetik 1Teori mimetik 1
Teori mimetik 1
 
Akhlak, Moral, dan Etika dalam Islam
Akhlak, Moral, dan Etika dalam IslamAkhlak, Moral, dan Etika dalam Islam
Akhlak, Moral, dan Etika dalam Islam
 
Contoh analisis dan interpretasi data pada penelitian kualitatif
Contoh analisis dan interpretasi data pada penelitian kualitatifContoh analisis dan interpretasi data pada penelitian kualitatif
Contoh analisis dan interpretasi data pada penelitian kualitatif
 
Contoh Artikel Penelitian
Contoh Artikel PenelitianContoh Artikel Penelitian
Contoh Artikel Penelitian
 
4.1 karakteristik peserta didik
4.1 karakteristik peserta didik4.1 karakteristik peserta didik
4.1 karakteristik peserta didik
 
Contoh Powerpoint ppt PRESENTASI SIDANG UJIAN SKRIPSI
Contoh Powerpoint ppt PRESENTASI SIDANG UJIAN SKRIPSIContoh Powerpoint ppt PRESENTASI SIDANG UJIAN SKRIPSI
Contoh Powerpoint ppt PRESENTASI SIDANG UJIAN SKRIPSI
 
Bahasa sebagai sistem
Bahasa sebagai sistemBahasa sebagai sistem
Bahasa sebagai sistem
 
Makalah permasalan guru dan solusinya
Makalah permasalan guru dan solusinyaMakalah permasalan guru dan solusinya
Makalah permasalan guru dan solusinya
 
Makalah islam indonesia zaman modern dan kontemporer
Makalah islam indonesia zaman modern dan kontemporerMakalah islam indonesia zaman modern dan kontemporer
Makalah islam indonesia zaman modern dan kontemporer
 
Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik
Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didikProses perkembangan moral dan spiritual peserta didik
Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik
 

Viewers also liked

Ppt agama-dan-nilai-nilai-agama-dalam-konseling
Ppt agama-dan-nilai-nilai-agama-dalam-konselingPpt agama-dan-nilai-nilai-agama-dalam-konseling
Ppt agama-dan-nilai-nilai-agama-dalam-konselingIis Nurul Fitriyani
 
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIAMANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIAZulhelmi Rahman
 
AGAMA DAN NILAI-NILAI AGAMA DALAM KONSELING
AGAMA DAN NILAI-NILAI AGAMA DALAM KONSELINGAGAMA DAN NILAI-NILAI AGAMA DALAM KONSELING
AGAMA DAN NILAI-NILAI AGAMA DALAM KONSELINGS Marifah
 
Kematangan beragama, problem keimanan dan gangguan keberagamaan seseorang
Kematangan beragama, problem keimanan dan gangguan keberagamaan seseorangKematangan beragama, problem keimanan dan gangguan keberagamaan seseorang
Kematangan beragama, problem keimanan dan gangguan keberagamaan seseorangSanti Susanti
 
Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan
Manajemen Sumber Daya Manusia PendidikanManajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan
Manajemen Sumber Daya Manusia PendidikanIndependent
 
Sosiologi kelas X BAB 2: Nilai dan Norma Sosial
Sosiologi kelas X BAB 2: Nilai dan Norma SosialSosiologi kelas X BAB 2: Nilai dan Norma Sosial
Sosiologi kelas X BAB 2: Nilai dan Norma SosialRizky Fatima
 
Soal ujian nasional produktif Akuntansi
Soal ujian nasional produktif AkuntansiSoal ujian nasional produktif Akuntansi
Soal ujian nasional produktif AkuntansiOdi Sumantri
 
Manusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBD
Manusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBDManusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBD
Manusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBDMuhamad Yogi
 
Soal try out teori kejuruan akuntansi paket a th 2016
Soal try out teori kejuruan akuntansi paket a th 2016Soal try out teori kejuruan akuntansi paket a th 2016
Soal try out teori kejuruan akuntansi paket a th 2016heri baskoro
 
Penegrtian dan hakikat keluarga
Penegrtian dan hakikat keluargaPenegrtian dan hakikat keluarga
Penegrtian dan hakikat keluargaayufitriana
 
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PESERTA DIDIKASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PESERTA DIDIKTatimatus Solihah
 
Pentingnya supervisi pendidikan sebagai upaya peningkatan profesionalisme
Pentingnya supervisi pendidikan sebagai upaya peningkatan profesionalismePentingnya supervisi pendidikan sebagai upaya peningkatan profesionalisme
Pentingnya supervisi pendidikan sebagai upaya peningkatan profesionalismesoeh20
 
Peningkatan proses pembelajaran
Peningkatan proses pembelajaranPeningkatan proses pembelajaran
Peningkatan proses pembelajaranneviyarni
 

Viewers also liked (19)

Ppt agama-dan-nilai-nilai-agama-dalam-konseling
Ppt agama-dan-nilai-nilai-agama-dalam-konselingPpt agama-dan-nilai-nilai-agama-dalam-konseling
Ppt agama-dan-nilai-nilai-agama-dalam-konseling
 
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIAMANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
 
Pendidikan dalam keluarga
Pendidikan dalam keluargaPendidikan dalam keluarga
Pendidikan dalam keluarga
 
AGAMA DAN NILAI-NILAI AGAMA DALAM KONSELING
AGAMA DAN NILAI-NILAI AGAMA DALAM KONSELINGAGAMA DAN NILAI-NILAI AGAMA DALAM KONSELING
AGAMA DAN NILAI-NILAI AGAMA DALAM KONSELING
 
Kematangan beragama, problem keimanan dan gangguan keberagamaan seseorang
Kematangan beragama, problem keimanan dan gangguan keberagamaan seseorangKematangan beragama, problem keimanan dan gangguan keberagamaan seseorang
Kematangan beragama, problem keimanan dan gangguan keberagamaan seseorang
 
Laporanjadi 120731173149-phpapp01
Laporanjadi 120731173149-phpapp01Laporanjadi 120731173149-phpapp01
Laporanjadi 120731173149-phpapp01
 
Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan
Manajemen Sumber Daya Manusia PendidikanManajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan
Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan
 
Sosiologi kelas X BAB 2: Nilai dan Norma Sosial
Sosiologi kelas X BAB 2: Nilai dan Norma SosialSosiologi kelas X BAB 2: Nilai dan Norma Sosial
Sosiologi kelas X BAB 2: Nilai dan Norma Sosial
 
Soal ujian nasional produktif Akuntansi
Soal ujian nasional produktif AkuntansiSoal ujian nasional produktif Akuntansi
Soal ujian nasional produktif Akuntansi
 
Makalah supervisi pendidikan
Makalah supervisi pendidikanMakalah supervisi pendidikan
Makalah supervisi pendidikan
 
Penerapan nilai
Penerapan nilaiPenerapan nilai
Penerapan nilai
 
Manusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBD
Manusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBDManusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBD
Manusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBD
 
Soal try out teori kejuruan akuntansi paket a th 2016
Soal try out teori kejuruan akuntansi paket a th 2016Soal try out teori kejuruan akuntansi paket a th 2016
Soal try out teori kejuruan akuntansi paket a th 2016
 
Pedoman penskoran
Pedoman penskoranPedoman penskoran
Pedoman penskoran
 
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA Kelas XI (buku guru)
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA Kelas XI (buku guru)Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA Kelas XI (buku guru)
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA Kelas XI (buku guru)
 
Penegrtian dan hakikat keluarga
Penegrtian dan hakikat keluargaPenegrtian dan hakikat keluarga
Penegrtian dan hakikat keluarga
 
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PESERTA DIDIKASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
 
Pentingnya supervisi pendidikan sebagai upaya peningkatan profesionalisme
Pentingnya supervisi pendidikan sebagai upaya peningkatan profesionalismePentingnya supervisi pendidikan sebagai upaya peningkatan profesionalisme
Pentingnya supervisi pendidikan sebagai upaya peningkatan profesionalisme
 
Peningkatan proses pembelajaran
Peningkatan proses pembelajaranPeningkatan proses pembelajaran
Peningkatan proses pembelajaran
 

Similar to Internalisasi nilai nilai agama

117_01. LANDASAN FILOSOFIS DAN TEOLOGIS PAI.pptx
117_01. LANDASAN FILOSOFIS DAN TEOLOGIS PAI.pptx117_01. LANDASAN FILOSOFIS DAN TEOLOGIS PAI.pptx
117_01. LANDASAN FILOSOFIS DAN TEOLOGIS PAI.pptxMuhammadYusro1
 
Analisis kurikulum pai 2013
Analisis kurikulum pai 2013Analisis kurikulum pai 2013
Analisis kurikulum pai 2013Junaidi Rembang
 
Pendidikan islam.docx
Pendidikan islam.docxPendidikan islam.docx
Pendidikan islam.docxcankngnodi
 
HAKIKAT TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM.docx
HAKIKAT TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM.docxHAKIKAT TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM.docx
HAKIKAT TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM.docxsaidatunnisa12
 
HAKIKAT TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM.docx
HAKIKAT TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM.docxHAKIKAT TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM.docx
HAKIKAT TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM.docxRahmaWati413908
 
P kn perspektif pendidikan nilai fkip unlam
P kn perspektif pendidikan nilai fkip unlamP kn perspektif pendidikan nilai fkip unlam
P kn perspektif pendidikan nilai fkip unlamAnang Sarbaini
 
Hakikat Pendidik dalam Islam
Hakikat Pendidik dalam IslamHakikat Pendidik dalam Islam
Hakikat Pendidik dalam IslamRizkyAdeaulia
 
Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat Pendidikan  IslamFilsafat Pendidikan  Islam
Filsafat Pendidikan IslamRahmad Alfianto
 
Pkn perspektif pendidikan nilai
Pkn perspektif pendidikan nilaiPkn perspektif pendidikan nilai
Pkn perspektif pendidikan nilaiAnang Sarbaini
 
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docx
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docxPENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docx
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docxQoniahHilya
 
Review Jurnal Hakikat Pendidik Dalam Islam.pdf
Review Jurnal Hakikat Pendidik Dalam Islam.pdfReview Jurnal Hakikat Pendidik Dalam Islam.pdf
Review Jurnal Hakikat Pendidik Dalam Islam.pdfUlfa Izzah
 
Etika pendidikan dalam islam.pdf
Etika pendidikan dalam islam.pdfEtika pendidikan dalam islam.pdf
Etika pendidikan dalam islam.pdfMuksal Mina
 
Budaya Pesantren dalam Membangu karakter santri.pptx
Budaya Pesantren dalam Membangu karakter santri.pptxBudaya Pesantren dalam Membangu karakter santri.pptx
Budaya Pesantren dalam Membangu karakter santri.pptxAdnan50364
 
Hadist Pendekatan Pendidikan Islam.docx
Hadist Pendekatan Pendidikan Islam.docxHadist Pendekatan Pendidikan Islam.docx
Hadist Pendekatan Pendidikan Islam.docxZukét Printing
 
Revitalisasi pai dalam m embentuk karakter bangsa
Revitalisasi pai dalam m embentuk karakter bangsaRevitalisasi pai dalam m embentuk karakter bangsa
Revitalisasi pai dalam m embentuk karakter bangsaDrs. HM. Yunus
 
Macam macam budi pekerti
Macam macam budi pekertiMacam macam budi pekerti
Macam macam budi pekertiwisty yulia
 

Similar to Internalisasi nilai nilai agama (20)

File
FileFile
File
 
117_01. LANDASAN FILOSOFIS DAN TEOLOGIS PAI.pptx
117_01. LANDASAN FILOSOFIS DAN TEOLOGIS PAI.pptx117_01. LANDASAN FILOSOFIS DAN TEOLOGIS PAI.pptx
117_01. LANDASAN FILOSOFIS DAN TEOLOGIS PAI.pptx
 
Analisis kurikulum pai 2013
Analisis kurikulum pai 2013Analisis kurikulum pai 2013
Analisis kurikulum pai 2013
 
Pendidikan islam.docx
Pendidikan islam.docxPendidikan islam.docx
Pendidikan islam.docx
 
HAKIKAT TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM.docx
HAKIKAT TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM.docxHAKIKAT TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM.docx
HAKIKAT TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM.docx
 
HAKIKAT TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM.docx
HAKIKAT TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM.docxHAKIKAT TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM.docx
HAKIKAT TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM.docx
 
G000060008
G000060008G000060008
G000060008
 
Isbd
IsbdIsbd
Isbd
 
P kn perspektif pendidikan nilai fkip unlam
P kn perspektif pendidikan nilai fkip unlamP kn perspektif pendidikan nilai fkip unlam
P kn perspektif pendidikan nilai fkip unlam
 
Hakikat Pendidik dalam Islam
Hakikat Pendidik dalam IslamHakikat Pendidik dalam Islam
Hakikat Pendidik dalam Islam
 
Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat Pendidikan  IslamFilsafat Pendidikan  Islam
Filsafat Pendidikan Islam
 
Pkn perspektif pendidikan nilai
Pkn perspektif pendidikan nilaiPkn perspektif pendidikan nilai
Pkn perspektif pendidikan nilai
 
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docx
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docxPENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docx
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docx
 
Review Jurnal Hakikat Pendidik Dalam Islam.pdf
Review Jurnal Hakikat Pendidik Dalam Islam.pdfReview Jurnal Hakikat Pendidik Dalam Islam.pdf
Review Jurnal Hakikat Pendidik Dalam Islam.pdf
 
Isi
IsiIsi
Isi
 
Etika pendidikan dalam islam.pdf
Etika pendidikan dalam islam.pdfEtika pendidikan dalam islam.pdf
Etika pendidikan dalam islam.pdf
 
Budaya Pesantren dalam Membangu karakter santri.pptx
Budaya Pesantren dalam Membangu karakter santri.pptxBudaya Pesantren dalam Membangu karakter santri.pptx
Budaya Pesantren dalam Membangu karakter santri.pptx
 
Hadist Pendekatan Pendidikan Islam.docx
Hadist Pendekatan Pendidikan Islam.docxHadist Pendekatan Pendidikan Islam.docx
Hadist Pendekatan Pendidikan Islam.docx
 
Revitalisasi pai dalam m embentuk karakter bangsa
Revitalisasi pai dalam m embentuk karakter bangsaRevitalisasi pai dalam m embentuk karakter bangsa
Revitalisasi pai dalam m embentuk karakter bangsa
 
Macam macam budi pekerti
Macam macam budi pekertiMacam macam budi pekerti
Macam macam budi pekerti
 

More from iwan Alit

Nadzom tashrifan bahasa jawa
Nadzom tashrifan bahasa jawaNadzom tashrifan bahasa jawa
Nadzom tashrifan bahasa jawaiwan Alit
 
Gelaran akbar haflah 2014
Gelaran akbar haflah 2014Gelaran akbar haflah 2014
Gelaran akbar haflah 2014iwan Alit
 
Akulturasi 3
Akulturasi 3Akulturasi 3
Akulturasi 3iwan Alit
 
Akulturasi 2
Akulturasi 2Akulturasi 2
Akulturasi 2iwan Alit
 
Akulturasi 1
Akulturasi 1Akulturasi 1
Akulturasi 1iwan Alit
 
هذه سلسلة المشايخ المعقودة
هذه سلسلة المشايخ المعقودةهذه سلسلة المشايخ المعقودة
هذه سلسلة المشايخ المعقودةiwan Alit
 
Racangan jadwal kbm 2013 2014 polos
Racangan jadwal kbm 2013  2014 polosRacangan jadwal kbm 2013  2014 polos
Racangan jadwal kbm 2013 2014 polosiwan Alit
 
Rancangan jadwal kbm 2013 2014 warna
Rancangan jadwal kbm 2013 2014 warnaRancangan jadwal kbm 2013 2014 warna
Rancangan jadwal kbm 2013 2014 warnaiwan Alit
 
نية صلاة عيد الأضحى
نية صلاة عيد الأضحىنية صلاة عيد الأضحى
نية صلاة عيد الأضحىiwan Alit
 
صفحة عنوان الكتاب مذكرة
صفحة عنوان الكتاب مذكرةصفحة عنوان الكتاب مذكرة
صفحة عنوان الكتاب مذكرةiwan Alit
 
دعا قبل الدرس وبعده
دعا قبل الدرس وبعدهدعا قبل الدرس وبعده
دعا قبل الدرس وبعدهiwan Alit
 

More from iwan Alit (20)

Nadzom tashrifan bahasa jawa
Nadzom tashrifan bahasa jawaNadzom tashrifan bahasa jawa
Nadzom tashrifan bahasa jawa
 
Al kalam
Al kalamAl kalam
Al kalam
 
Gelaran akbar haflah 2014
Gelaran akbar haflah 2014Gelaran akbar haflah 2014
Gelaran akbar haflah 2014
 
Madza aqul
Madza aqulMadza aqul
Madza aqul
 
Mitung dina
Mitung dinaMitung dina
Mitung dina
 
Mubadzir
MubadzirMubadzir
Mubadzir
 
Kuissioner
KuissionerKuissioner
Kuissioner
 
Akulturasi 3
Akulturasi 3Akulturasi 3
Akulturasi 3
 
Akulturasi 2
Akulturasi 2Akulturasi 2
Akulturasi 2
 
Akulturasi 1
Akulturasi 1Akulturasi 1
Akulturasi 1
 
Pendidikan
PendidikanPendidikan
Pendidikan
 
Minoritas
MinoritasMinoritas
Minoritas
 
هذه سلسلة المشايخ المعقودة
هذه سلسلة المشايخ المعقودةهذه سلسلة المشايخ المعقودة
هذه سلسلة المشايخ المعقودة
 
Racangan jadwal kbm 2013 2014 polos
Racangan jadwal kbm 2013  2014 polosRacangan jadwal kbm 2013  2014 polos
Racangan jadwal kbm 2013 2014 polos
 
Rancangan jadwal kbm 2013 2014 warna
Rancangan jadwal kbm 2013 2014 warnaRancangan jadwal kbm 2013 2014 warna
Rancangan jadwal kbm 2013 2014 warna
 
نية صلاة عيد الأضحى
نية صلاة عيد الأضحىنية صلاة عيد الأضحى
نية صلاة عيد الأضحى
 
مقدمة
مقدمةمقدمة
مقدمة
 
صفحة عنوان الكتاب مذكرة
صفحة عنوان الكتاب مذكرةصفحة عنوان الكتاب مذكرة
صفحة عنوان الكتاب مذكرة
 
سألتك
سألتكسألتك
سألتك
 
دعا قبل الدرس وبعده
دعا قبل الدرس وبعدهدعا قبل الدرس وبعده
دعا قبل الدرس وبعده
 

Recently uploaded

PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptxPRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptxSaeful Malik
 
KHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHAN
KHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHANKHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHAN
KHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHANGilbertFibriyantAdan
 
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptxPERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptxAfifahNuri
 
Materi akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptx
Materi akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptxMateri akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptx
Materi akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptxWahyuSolehudin1
 
Sosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptx
Sosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptxSosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptx
Sosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptxMarto Marbun
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Adam Hiola
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4Adam Hiola
 

Recently uploaded (7)

PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptxPRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
PRAKTEK ADAB-ADAB JAMAAH HAJI DAN UMROH.pptx
 
KHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHAN
KHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHANKHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHAN
KHOTBAH MINGGU 7 APRIL MENGEMBANGKAN KARUNIA TUHAN
 
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptxPERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
PERAN FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.pptx
 
Materi akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptx
Materi akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptxMateri akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptx
Materi akhlak jamaah haji dan Budaya Arab.pptx
 
Sosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptx
Sosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptxSosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptx
Sosok Ester Yang Bijaksana di Tengah Pergumulan.pptx
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 4
 

Internalisasi nilai nilai agama

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diakui sebagai investasi masa depan bagi kehidupan bangsa Indonesia. Pendidikan menjadi wahana pengembangan, pemberdayaan, potensi anak negeri menjadi generasi yang berkualitas. Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “Negara berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa” (UUD 1945). Pasal-pasal ini menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia didasarkan pada adanya konsep Ketuhanan. Konsep yang menandaskan bahwa seluruh aktifitas Negara tidak akan keluar dari pemahaman terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam tataran lebih derivatif, Undang-undang sistem pendidikan nasional No. 20 Tahun 2003 Bab II Dasar, Fungsi dan Tujuan Pasal 3 dinyatakan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membangun watak serta peradaban bangsa yang bermratabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas, 2003: 5). Pendidikan agama Islam adalah usaha sadar menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan latihan dengan memperhatikan tuntunan
  • 2. untuk menghormati agama lain dalam hubungan antar umat agama dalam masyarakat untuk mewujudkan ketahanan Nasional (Muhaimin, 2002). Meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia merupakan ranah pendidikan agama dan keagamaan yang seyogyanya dirumuskan melalui pendekatan yang komprehensif, sehingga mampu menjelaskan realitas keagamaan yang sebenarnya. Hal tersebut sebagai landasan pengembangan cara, proses pengembangan dan pencapaian tujuan pendidikan. Kegiatan pembelajaran merupakan fungsi pokok dan usaha yang paling strategis guna mewujudkan tujuan institusional. Tujuan setelah proses pembelajaran adalah sistem nilai yang harus tampak dalam perilaku dan merupakan karakteristik kepribadian siswa. Pembelajaran sebagai sebuah metode menghendaki adanya perekayasaan situasi terencana yang memberikan perlakuan tertentu, untuk mengetahui akibat-akibatnya terhadap peserta didik. Menggunakan metode secara terencana, sistematik dan terkontrol baik dalam bentuk desain fungsional maupun faktoral melalui pengenalan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan melalui bentuk penggambaran konsep-konsep yang bersifat penghayatan dan pengamalan. Pendidikan nilai adalah upaya untuk membantu peserta didik mengenal, memahami pentingnya dan menginternalisasikan nilai-nilai yang pantas dan semestinya dijadikan panduan bagi sikap dan perilaku manusia baik secara perorangan maupun secara kelompok dalam suatu masyarakat. Nilai mendasari prinsip dan norma yang memandu sikap dan perilaku orang
  • 3. dalam hidup. Kualitas seseorang ditentukan oleh nilai-nilai yang senyatanya dihayati sebagai pemandu sikap dan perilakunya, baik dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain alam sekitar maupun dengan Tuhan (Tilaar, 2002). Sejauh ini penanaman nilai keagamaan di sekolah masih menitikberatkan kepada domain kognisi yang cenderung menampilkan agama sebagai seperangkat rumusan indoktrnatif-normatif. Akibatnya bahan bacaan untuk mendukung domain tersebut terbatas pada buku-buku teks. Padahal upaya penanaman nilai-nilai keagamaan tidak sekedar menyangkut dimensi kepercayaan tetapi lebih dari itu adalah dimensi pembudayaan. Seorang anak didik dianggap telah berhasil mengikuti pendidikan agama bilamana telah menguasai sejumlah bahan pelajaran dan mampu menjawab soal-soal ujian, bukan atas dasar sejauhmana anak didik telah menghayati nilai keagamaan yang terefleksi dalam sikap dan diaplikasikan pada waktu sehari-hari seperti disiplin dalam beribadah dan berakhlak mulia, bersikap jujur, sabar, ikhlas, suka menolong, tidak serakah, sopan santun dan pemalu serta menjauhi hal-hal yang dilarang oleh agama. Selain itu di kalangan remaja saat ini berkembang ambigous. Remaja disatu sisi taat menjalankan perintah agama terutama yang bersifat ritual dan seremonial seperti shalat, pengajian dan ikut ambil bagian dalam peringatan hari-hari besar Islam, tetapi disisi lain mereka juga mengerjakan hal-hal di luar agama seperti pacaran dan pergaulan bebas. Fenomena serupa itu menunjukkan bahwa sebagian generasi muda masih mencari nilai yang benar-
  • 4. benar dapat dijadikan prinsip dalam hidupnya, sekaligus juga menunjukkan gejala kegagalan pendidikan nilai keagamaan itu sendiri. Mereka belum mampu menyusun suatu hirarki nilai dalam suatu sistem yang dianut. Dalam hal ini dibutuhkan agama dalam bentuk yang efektif dan praktis. Artinya agama mesti ditampilkan dalam performan historik, konstektual dan aktual. Yang disajikan melalui pengalaman dan kisah hidup yang mengekspresikan perilaku keagamaan dan menjawab problem keseharian dalam suatu dimensi ruang waktu dan konteks tertentu melalui pola pembelajaran yang diarahkan pada upaya menciptakan model pembelajaran bagi peserta didik dan mampu memberi warna baru bagi pembelajaran nilai keagamaan. SMP Negeri 8 Purwokerto merupakan lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional. Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan yang penulis lakukan dengan guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu Drs. Sudar (Tanggal, 09 September 2009) diperoleh informasi bahwa SMP Negeri 8 Purwokerto adalah sekolah yang ditunjuk oleh Departemen Agama Provinsi sebagai SMP Negeri bermodel agama Islam, dalam pengertian seluruh aspek yang ada dalam sekolah tersebut baik dari kegiatan kurikuler, ekstrakurikuler maupun kultur yang ada sebisa mungkin bernuansa Islam. Tetapi tidak mutlak menolak ketika ada peserta didik yang non muslim. SMP Negeri 8 Purwokerto merupakan sekolah yang hadir dengan model pembelajaran yang memberi warna baru bagi pembelajaran nilai
  • 5. keagamaan, yang diwujudkan melalui pembiasaan-pembiasaan Islami sebagai berikut: 1. Tadarus Al-Qur’an rutin secara bersama-sama yang dilakukan selama 10 menit sebelum waktu belajar jam pertama. 2. Memakai pakaian muslim baik laik-laki maupun perempuan. 3. Kegiatan shalat Dzuhur berjamaah dalam shalat Jum’at bagi laki-laki di sekolah. 4. Ekstrakurikuler seni baca Al-Qur’an bagi yang sudah lancar membaca Al- Qur’an dan baca tulis Al-Qur’an untuk siswa yang belum lancar membaca Al-Qur’an. 5. Pengajian dalam rangka PHBI. 6. Pesantren kilat setiap bulan Ramadhan dan sebagainya. Berangkat dari kenyataan di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Internalisasi Nilai-nilai Agama yang dilakukan Melalui Metode Pembiasaan di SMP Negeri 8 Purwokerto. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan, maka rumusan masalahnya adalah: Bagaimana Internalisasi Nilai-nilai Agama melalui Metode Pembiasaan bagi peserta didik di SMP Negeri 8 Purwokerto?
  • 6. BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI AGAMA MELALUI METODE PEMBIASAAN A. Internalisasi Nilai Agama 1. Pengertian Internalisasi Nilai Agama Internalisasi berasal dari kata internal yang berarti menyangkut bagian dalam. Dalam KBBI, internalisasi diartikan sebagai penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin, atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku (KBBI, 2007: 439). Internalisasi adalah pendalaman terhadap obyek, sehingga hal tersebut dapat menjadi bagian darinya (Partanto, Pius dan M. Dahlan Al Barry, 1994: 267). Muhadjir, 1993: 103 memaknai internalisasi sebagai suatu proses interaksi yang memberi pengaruh pada penerimaan atau penolakan nilai-nilai (values) dan lebh memberi pengaruh pada kepribadian dimana fungsi evaluatif menjadi lebih dominan. Nilai adalah suatu yang terpenting atau yang berharga bagi manusia sekaligus merupakan inti kehidupan (Buseri, 2003: 59). Eko Susilo dalam Muhaimin (2006: 148) mengatakan bahwa nilai ialah suatu kegiatan atau kepercayaan yang menjadi dasar bagi seseorang atau sekelompok orang untuk memilih tindakannya, atau menilai suatu yang bernmakna atau tidak bermakna bagi kehidupannya.
  • 7. Suatu barang dapat dikatakan bernilai apabila ia berharga bagi kita, bagi orang yang tidak menghargainya ia tidak akan bernilai. Islam mengajarkan tata hubungan vertikal-horizontal. Nilai timbul dalam hubungan antara subjek dan objek dimana objek pertama adalah Tuhan dan objek kedua adalah manusia. Hubungan pertama (vertikal) akan membentuk sistem ibadah yang dalam ilmu kebudayaan disebut agama. Hubungan kedua (horisontal) akan membentuk sistem muamalah yang berisikan kebudayaan (Rosyadi, 2004: 117). Dalam sumber yang lain Muhammad Alim memberikan definisi internalisasi nilai agama sebagai berikut: “Internalisasi nilai agama adalah suatu proses memasukkan nilai agama secara penuh kedalam hati, sehingga ruh dan jiwa bergerak berdasarkan ajaran agama. Internalisasi nilai agama terjadi melalui pemahaman ajaran agama secara utuh, dan diteruskan dengan kesadaran akan pentingnya ajaran agama, serta ditemukannya posibilitas untuk merealisasikannya dalam kehidupan nyata” (Alim, 2006: 10). Buseri (2003), dalam bukunya “Antologi pendidikan Islam dan dakwah” mengatakan bahwa internalisasi nilai agama/ Ilahiyah merupakan upaya untuk menumbuhkembangkan pandangan dan keyakinan bahwa Tuhan dan segala sesuatu yang datang dari-Nya adalah aspek yang paling berharga dalam hidup manusia, baik itu aspek iman, ibadah maupun muamalah. Muji Sutrisno dalam Tilaar (2002), mengatakan bahwa tahap internalisasi merupakan titik kritis dalam pendidikan nilai, sebuah tahap dimana orang memroses pembatinan mengenai bagian dari dirinya atau batinnya (internal). Sesuatu yang sebelumnya berada di luar dan hanya
  • 8. merupakan pengetahuan, kini dalam internalisasi diproses untuk menjadi bagian wawasan dan acuan dirinya. Sesuatu yang sebelumnya merupakan pengetahuan dari luar yang disampaikan sebagai pengetahuan kognitif, kini proses dalam pembatinan untun menjadi sesuatu yang afektif menyatu dengan dirinya. Ditahap internalisasi inilah terletak batu uji apakah seseorang “hanya ditempeli atau menempelkan nilai” sebagai kulit luar untuk kepribadiannya, apakah ia mampu membatinkannya menjadi miliknya. Menurut Gordon M. Hurt sebagaimana dikutip oleh Kamrani Buseri (203) mengatakan bahwa bagian yang paling luar adalah tingkah laku, kemudian sikap dan seterusnya yang terdalam adalah nilai. Jadi nilai itu menempati bagian yang terdalam dalam disposisi jiwa seseorang. Menurut Buseri apabila kita telusuri lebih jauh, ada satu lagi aspek yang menempati bagian terdalam sebelum nilai, yaitu kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu. Dalam kaitan dengan nilai keagamanaan, yang paling pokok adalah keyakinan terhadap adanya Tuhan dan rukun iman lainnya. Nilai-nilai dalam Islam mengandung dua kategori arti. Ditinjau dari segi normatif, yaitu pertimbangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, haq dan bathil, diridhai dan dikutuk oleh Allah SWT. Sedangkan bila ditinjau dari operatif, nilai mengandung lima pengertian kategorial yang menjadi prinsip perilaku manusia, yaitu wajib, sunah, mubah, makruh dan haram. Jadi, pada dasarnya struktur nilai dalam Islam lebih
  • 9. banyak memberikan ruang gerak yang luas dalam menentukan pilihan dan laku perbuatan seorang muslim (Rosyadi, 2004). Internalisasi pada dasarnya merupakan interaksi yang menyatukan pendidikan, subyek didik dan program pendidikan secara bertahap bertingkat pada jenjang-jenjang tertentu. Krathwohl dkk dalam Muhadjir (1993), menjelaskan jenjang pokok dalam proses internalisasi, yaitu: (1) menyimak, (2) menanggapi, (3) memberi nilai, (4) mengorganisasi nilai dan (5) karakteristik nilai. Sedangkan menurut Muhaimin et,al (2002), tahap-tahap dalam internalisasi nilai adalah: a. Tahap Transformasi Nilia, pada tahap ini guru sekedar menginformasikan nilai-nilai yang baik dan nilai yang kurang baik kepada siswa, yang semata-mata merupakan komunikasi verbal. b. Tahap Treansaksi Nilai, yaitu suatu tahap pendidikan dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antar siswa dan guru bersifat timbal balik. Dalam tahap ini tidak hanya menyajikan informasi tentang nilai yang baik dan yang buruk, tetapi juga terlibat untuk melaksanakan dan mebmberikan contoh amalan yang nyata dan siswa diminta memberikan respons yang sama, yakni menerima dan mengamalkan nilai itu. c. Tahap Transinternalisasi, yakni tahap ini lebih dalam dari pada sekedar transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru dihadapan siswa bukan lagi penampilan fisiknya, melainkan sikap mental dan kepribadiannya.
  • 10. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa transinternalisasi ini adalah komunikasi dua kepribadian yang masing-masing terlibat secara aktif. Jadi, transinternalisasi nilai sangatlah penting dalam pendidikan agama Islam karena pendidikan agama Islam merupakan pendidikan nilai- nilai dan nilai tersebut dapat tertanam dalam diri peserta didik. Pada tahapan-tahapan ini diupayakan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Menyimak, yakni pendidik memberi stimulus kepada peserta didik dan pendidik menangkap stimulus yang diberikan. 2) Responding, peserta didik mulai ditanamkan pengertian dan kecintaan terhadap nilai tertentu. 3) Organization, peserta didik mulai dilatih mengatur sistem kepribadiannya disesuaikan dengan nilai yang ada. 4) Characterization, apabila kepribadian sudah diatur disesuaikan dengan sistem nilai tertentu dan dilaksanakan berturut-turut, maka akan terbentuklah kepribadian yang bersifat satu hati, kata dan perbuatan (Muhaimin et,al, 2002). Dari berbagai keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan suatu konsep, sikap dan keyakinan seseorang terhadap sesuatu yang dianggap penting dan berharga menurut pandangannya, maka internalisasi nilai agama dapat diartikan sebagai iteraksi yang menyatukan pendidik, peserta didik dan program pendidikan dalam upayanya untuk menghayati lebih mendalam dan memberi makna kepada sesuatu yang
  • 11. dianggap baik dan berharga menurut ajaran agama, sehingga nilai tersebut menjadi sebuah kesadaran atau keyakinan yang diimplementasikan dalam perilaku dan penampilan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. 2. Ruang Lingkup Nilai Agama Islam merupakan agama universal yang mengandung seperangkat nilai yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan manusia maupun dengan alam semesta. Nilai agama atau disebut juga dengan ilai Ilahiyah merupakan niali-nilai yang bersumber dari ajaran Tuhan. Dalam Islam, nilai agama merupakan sesuatu yang dikuatkan dengan konsep, sikap dan keyakinan yang memandang bergarga setiap yang bersumber dari Tuhan. Kamrani Buseri dalam “Antologi Pendidikan Islam dan Dakwah” memberikan definisi bahwa nilai Ilahiyah sebagai berikut: Nilai Ilahiyah ialah nilai yang dikaitkan dengan konsep yang memandang berharga terhadap ketuhanan dan segala sesuatu yang bersumber dari Tuhan atau dalam pengertian lain memandang berharga terhadap agama. Nilai Ilahiyah ini meliputi nilai imaniyah, ubudiyah, dan mu’amalah. (Buseri, 2003: 60). Karena nilai menyangkut totalitas kegaitan manusia dalam bermasyarakat, maka dalam masyarakat nilai juga tidak bisa dipisahkan dengan sistem budaya dan sistem nilai moral. (Rosyadi, 2004: 115). Untuk sistem ini budaya, Koentjoroningrat dalam Muhaimin (2002), menjelaskan bahwa sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat. Suatu nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang ada dalam
  • 12. alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Kluckhohn dalam Rosyadi (2004) memberikan penjelasan masalah-masalah yang terkandung dalam sistem nilai budaya yang terdiri dari lima masalah pokok kehidupan manusia. Yang mencakup masalah hakikat hidup dari manusia, masalah hakikat dari kedudukan manusia, masalah hakikat dari hubungan manusia dan terakhir masalah hakikta dari hubungan mausia dengan sesamanya. Arifin dalam Rosyadi memberikan definisi bahwa: Sistem nilai dan moral adalah suatu keseluruhan tatanan yang terdiri dari dua atau lebih dari komponen yang satu sama lain saling mempengaruhi atau bekerja dalam satu kesatuan atau keterpaduan yang bulat ynag berorientasi pada nilai danmoralitas islami. Nilai dan moralitas Islam bersifat menyeluruh, bulat dan terpadu, tidak terpecah-pecah. Menjadi bagain yang satu sama lain berdiri sendiri. (Rosyadi, 2004: 116). Adapun nilai-nilai yang tercakup dalam sistem nilai Islami yang merupakan komponen atau sub sistem adalah: a. Sistem nilai yang kultural yang senada dengan Islam b. Sistem nilai sosial yang memiliki mekanisme gerak yang berorientasi kepada kehidupan sejahtera di dunia dan bahagia di akherat c. Sistem nilai yang bersifat psikologisnya untuk berprilaku secara terkontrol oleh nilai yang menjadi sumber rujukannya, yaitu Islam d. Sistem nilai tingkah laku dari manusia yang mengandung interrelasi dan interkomunikasi dengan yang lainnya (Arifin, 1987: 139-140) Para pakar pendidikan telah sepakat bahwa fungsi pendidikan ialah untuk menumbuhkembangkan kemampuan peserta didik kearah yang
  • 13. positif yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotrik. Pendidikan agama Islam harus mengarah pada ketiga aspek tersebut agar mampu mencetak pribadi Islam yang kaafah. Fenomena yang nampak dewasa ini adalah terabaikannya aspek efektif dalam pendidikan agama Islam di sekolah. Rosyadi (2004), mengatakan bahwa dalam pembelajaran pendidikan agama Islam harus menekankan pada aspek efektif dibutuhkan penumbuhan dan pembentukan nilai keagamaan. Nilai agama atau nilai Ilahiyah-imaniyah, ubudiyah dan muamalah adalah bagian terpenting dalam upaya pembentukan pribadi muslim yang utuh (Rosyadi, 2004: 69). Menurut Muhaimin (2006), bahwa nilai agama secara hierarki dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu: (1) nilai-nilai Ilahiyah, yang berisikan nilai ubudyiah dan nilai muamalah, (2) nilai etika insani, yang berisikan nilai rasional; nilai sosial; nilai individual; nilai biofisik, nilai ekonomi, nilai politik dan nilai aestetik. Sedangkan menurut Sidi Gazalba, hirarki nilai adalah sebagai berikut: Nilai-nilai yang wajib (paling baik), nilai-nilai yang sunah (baik), nilai-nilai jaiz/ mubah (netral), nilai-nilai yang sunah (tak disukai/ setengah buruk), nilai-nilai yang haram (buruk). Nilai-nilai tersebut cakupannya melalui nilai Ilahiyah ubudiyah, nilai ilahiyah muamalah dan nilai etik insani yang terdiri dari nilai sosial, rasional, individual, biofisik, ekonomi, politik dan eastetik (Muhaimin, 2006: 152). Pada dasarnya nilai bisa dinisbatkan kepada Tuhan dan kepada
  • 14. manusia. Ketika dinisbatkan kepada Allah disebut nilai Ilahiyah dan ketika dinisbatkan kepada manusia disebut nilai insaniah. Kebenaran Ilahi diyakini sebagai kebenaran yang mutlak dan tingkatannya lebih tinggi dibandingkan dengan kebenaran insaniah (Buseri, 2003). Dari beberapa keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai agama Islam dibagi menjadi tiga aspek yang terdiri dari nilai insaniyah, ubudiyah, dan muamalah. Tetapi adapula yang membaginya menajdi dua kelompok yaitu nilai Ilahiyah dan nilai insaniyah. Tapi dari dua pendapat tersebut esensinya sama. Nilai Ilahiyah atau nilai yang bersumber dari Tuhan mempunyai tingkatan tertinggi dalam hirarki nilai dan dijadikan sebagai rujukan bagi niali inasaniyah atau nilai yang dinisbatkan kepada manusia. 3. Strategi Iternalisasi Nilai Agama Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan nilai, maka perlu adanya pembiasaan-pembiasaan dalam menjalankan ajaran Islam, sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi dalam diri peserta didik, yang akhirnya akan dapat membentuk karakter yang Islami. Nilai- nilai ajaran Islam yang menjadi karakter merupakan perpaduan yang bagus dalam membentuk peserta didik yang berkualitas, dimana individu bukan hanya mengetahui kebajikan, tetapi juga merasakan kebajikan dan mengajarkannya dengan didukung oleh rasa cinta untuk melakukannya. Pendidikan nilai (afekatif) lebih mengaruh pada aspek rohani. Dalam upaya pembinaan keberagaman peserta didik, ada usaha-usaha
  • 15. yang dapat dilaksanakan guru (sekolah), diantaranya dengan dalan memberikan contoh, membiasakan anak didik untuk melaksanakan nilai- nilai yang baik, menegakkan disiplin, memberi motivasi, memberi hadiah terutama psikologis, menghukum (dalam rangka pendisiplinan) dan penciptaan suasana yang berpengaruh bagi pertumbuhan positif nilai-nilai keagamaan (Tafsir, 1995). Menurut Ulwan (2004), dalam nukunya “Pendidikan Anak dalam Islam” menyatakan bahwa strategi yang efektif dalam mengnternalisasikan nilai agama antara lain: a. Pendidikan dengan menitik tekankan pada keteladanan b. Pendidikan dengan kebiasaan atau pembiasaan c. Pendidikan dengan nasihat d. Pendidikan dengan pengawasan, dan e. Pendidikan dengan hukuman Dalam menentukan strategi bagi pembentukan nilai-nilai uluhiyah, seorang pendidik diteruskan terlebih dahulu memahami paradigm ataupun akrakteristik nilai, baik nilai umum maupun nilai ilahiyah. Strategi pendidikan nila sebagai wawasan humanistik akan sangat berbeda dengan pendidikan yang wawasan teknologik. Wawasan teknologi mendasarkan kepada hal-hal yang konkret sehingga mudah diprogramkan karena bermula dari analisis tugas yang konkret. Sedangkan pada wawasan humanistic terdapat kesukaran terutama dalam menghubungkan antara isi, proses dan produk karena bersifat abstrak. Contoh nilai keimanan,
  • 16. keikhlasan, keujujuran, dan sebagainya itu sukar diukur. Oleh karena itu yang mungkin dijadikan titik tolak ukur dalam menentukan strategi pendidikan nilai hanyalah isi dan prosesnya, sedangkan produknya hanya mungkin dimonitoring dari segi dampaknya yang tidak terukur. (Buseri, 2003). Ada dua hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan strategi pendidikan nilai, yaitu: paradigm nilai termasuk karakteristiknya dan potensi kejiwaan anak. Paradigm atau karateristik nilai menuntut dilakukan pendidikan dalam tiga dimensi yaitu formal (sekolah), informal dan nonformal. Sekolah dituntut tidak hanya mengajarakan apa yang ada di silabus dan non formal diluar silabus yang terprogram tetapi dalam proses pembentukan nilai juga dilakukan melalui pendidikan informal (Buseri, 2003). Yakni dengan pemograman terhadap lingkungan, sarana, iklim, dan semacamnya (Muhadjir, 1987: 18). Sedangkan dalam masyarakat, nilai dapat dilakukan melalui teori belajar social yaitu dengan menekankan perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan) (Muhibin Syah, 1995: 80). Guru memegang peranan yang sangat penting dalam proses internalisasi nilai agama Islam karena guru merupakan teladan yang sangat dominan dan menentukan berhasilnya proses belajar mengajar sekaligus proses pendidikan itu sendiri. Mereka bukan hanya sebagai pengajar ilmu pendidikan dan ketrampilan tetapi merupakan contoh dan panutan yang
  • 17. harus diikuti anak didik tanpa membedakan apakah dia guru agama ataupun bukan guru agama. (Saleh, 2004). Ditinjau dari potensi kejiwaan, pendidikan nilai mengharuskan adanya pengembangan kognitif dan afektif sekaligus. Jadi anak tidak hanya menerima pengarahan nilai yang bersifat kognisi, tetapi aspek emosi juga harus diperlukan (Buseri, 2003). Noeng Muhadjir dalam Buseri (2003) memberikan masukan bahwa strategi yang bias dilakukan dalam pendidikan nilai adalah: strategi teradisional, strategi bebas, strategi contoh teladah, strategi klarifikasi, strategi refleksi dan strategi transinternal. Yang disarankan dalam pendidikan nilai Ilahiyah adalah strategi tradisional, contoh teladan, klarifikasi dan transinternal. Upaya untuk pembentukan nilai Ilahiyah-Imaniyah dan Ubudiyah misalnya dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1) Do’a bersama sebelum memulai dan sesudah selesai kegiatan belajar mengajar 2) Tadarus al-Qur’an (secara bersama-sama atau bergantian) 3) Shalat Dzuhur berjamaah dan kultum atau pengajuan/ bimbingan keagamaan secara belaka 4) Mengisi peringatan hari-hari besar keagamaan dalm kegiatan yang menunjang internalisasi nilai-nilai agama dan menambah ketaatan beribadah
  • 18. 5) Mengintensifkan praktik ibadah, baik ibadah mahdhah maupun ibadah sosial 6) Melengkapi bahan kajian mata pelajaran umum dengan nuansa keIslaman yang relevan dengan nilai-nilai agama/ dalail nash al- Qur’an atau hadits Rasulullah SAW. 7) Megadakan pengajian kitab diluar waktu terjadwal 8) Menciptakan hubungan ukhuah Islamiyah dan kekeluargaan antara guru, pegawai, siswa, dan masyarakat sekitar 9) Mengembangkan semangat belajar, cinta tanah air dan mengagungkan kemuliaan agamanya 10) Menjaga ketertiban, keberhasilan dan terlaksananya amal saleh dalam kehidupan yang sarwa ibadah dikalangan siswa, karyawan guru dan masyarakat lingkungan sekolah. (Saleh, 2004) Abdul Rahman Saleh (2004) memberikan pendapat bahwa dalam proses internalisasi agama, langkah awal yang dilaksanakan adalah proses sosialisasi. Setelah itu anak didik diharuskan untuk membiasakan diri dengan tata nilai lingkungan tersebut. Sehingga sekolah harus disetting sedemikian rupa supaya memudahkan anak didik dalam menginternalisasikan nilai tersebut. B. Metode Pembiasaan Dalam dunia pendidikan, sebuah ungkapan popular kita kenal dengan “Metode jauh lebih penting dari pada Materi” demikian urgennya metode
  • 19. dalam proses pendidikan dan pengajaran, sebuah kegiatan belajar mengajar dikatakan tidak berhasil apabila dalam proses tersebut tidak menggunakan metode, karena metode menempati posisi kedua setelah tujuan dari sederet komponen-komponen pembelajaran: tujuan, metode, materi, media dan evaluasi (Arief, 2002). 1. Pengertian Metode Pembiasaan Sebagaimana tertulis dalam penegasan istilah, metode secara etimologi berasal dari bahasa Yunani “Motodos” kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. (Zuhairini dkk, 1993: 66). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “metode” adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (KBBI, 2007: 740). Para ahli mendefinisikan metode secara berikut: a. Hasan Langgulung, mendefinisikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencpai tujuan pendidikan b. Abd Al-Rahman Ghunaimah), mendefinisikan bahwa metode adalah cara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan pengajaran c. Al-Abrasyi mendefinisikan pula bahwa metode adalah jalan yang kita ikuti untuk memberikan pengertian kepada murid-murid tentang segala
  • 20. macam metode dalam berbagai pengajaran. (Ramayulis, 2004: 155- 156). Berdaarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa metode adalah cara, jalan atau teknik yang dikuasai dan digunakan oleh pendidik dalam upaya menyampaikan pendidika dan pengajaran kepada peserta didik atar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Pembiasaan berasal dari kata “biasa” dalam KBBI “biasa” adalah 1) lazim atau umum; 2) seperti sedia kala; 3) sudah merupakan hal yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari (KBBI, 2007: 146). Dengan adanya prefix “pe” dan sufiks “an” menunjukkan arti proses sehingga pembiasaan dapat diartikan dengan proses membuat sesuatu/ seseorang menjadi terbiasa (Arief, 2002: 110). Ramayulis (2004: 151) dalam buku Ilmu Pendidikan Islam memberikan deifinisi bahwa pembiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi. Arief (2002: 110) mendefinisikan pebiasaan sebagai sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam. Menurut MD Dahalan sebagaimana dikutip oleh Herry Noer Aly (1994: 184), dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam menyatakan bahwa pembiasaan merupakan proses penanaman kebiasaan. Yang dimaksud
  • 21. kebiasaan (habit) adalah cara-cara bertindak yang persistent, uniform, dan hampir-hampir tidak disadari oleh pelakunya (2005: 47). Muhammad Rasyid Dimas (2005: 47) mendefinisikan pembiasaan adalah membiasakan anak untuk melakukan hal-hal yang tertentu sehingga mejadi kebiasaan yang mendarah daging yang untuk melakukannya tidak perlu pengarahan lagi. Dari kelima pengertian pembiasaan diatas, menunjukkan pokok- pokok pikiran yang sama yaitu proses menanamkan kebiasaan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu hal tertentu, sehingga pada akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang tidak bias dilepaskan dari pribadinya. 2. Dasar Metode Pembiasaan Ramyulis mengatakanbahwa metode pendidikan Islam dalam penerapannya banyak menyangkut permasalahn individual atau sosial peserta didik dan pendidik itu sendiri, sehingga dalam menggunakan metode seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan Islam. Sebab metode pendidikan itu hanyalah merupakan sarana ataujalan mencapai tujuan pendidikan, sehingga segala jalan yang ditempuh pendidik harus mengacu pada dasar-dasar metode pendidikan tersebut (Ramayulis, 2004). Dasar-dasar tersebut adalah: a. Dasar Agama Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber ajaran Islam memuat prinsip-prinsip umum pemakaian metode pembiasaan dalam proses pendidikan. Dalam kedudukannya sebagai dasar ajaran Islam, maka
  • 22. dengan sendirinya metode pembiasaan harus merujuk pada kedua sumber ajaran tersebut (Ramayulis, 2004). Dasar tersebut antara lain terdapat dalam Q.S. Ar-Rum ayat 30 “Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Q.S. Ar-Ruum: 30). Yakni bahwa anak dilahirkan dengan fitrah tauhid yang murni, agama yang benar kepada Allah. Dari sini tampak peranan pembiasaan, pengajaran dan pendidikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam menemukan tauhid yang murni, budi pekerti yang mulia, rohani yang luhur dan etika religi yang lurus (Nashih Ulwan, 1994). Pembiasaan dalam pendidikan agama hendaknya dimulai sedini mungkin, Rasulullah SAW memerintahkan kepada orang tua, dalam hal ini para pendidik agar mereka menyuruh anak-anak mengerjakan shalat, tatkala mereka berumur 7 tahun. Hal tersebut berdasarkan hadits Nabi di bawah ini: ،‫الترميييذ‬ ‫)سيينن‬ ‫ر‬ٍ ) ‫شيي‬ْ‫ٍر‬ ‫ع‬َ‫ش‬ ‫ن‬َ‫ش‬ ‫بيي‬ْ‫ٍر‬‫ا‬ ‫هيي ا‬َ‫ش‬ ‫ي‬ْ‫ٍر‬‫ل‬َ‫ش‬‫ع‬َ‫ش‬ ‫ه‬ُ ‫ع‬‫و‬ْ‫ٍر‬ ‫ب‬ُ ‫ع‬‫ر‬ِ‫ُب‬ ‫ضيي‬ْ‫ٍر‬ ‫وا‬َ‫ش‬ ‫ن‬َ‫ش‬ ‫ي‬ْ‫ٍر‬‫ن‬ِ‫ُب‬‫سيي‬ِ‫ُب‬ ‫ع‬ِ‫ُب‬ ‫ب‬ْ‫ٍر‬‫سيي‬َ‫ش‬ ‫ن‬َ‫ش‬ ‫بيي‬ْ‫ٍر‬‫ا‬ ‫ة‬َ‫ش‬‫ل‬َ‫ش‬ ‫صيي‬َّ ‫ال‬ ‫ي‬َّ ‫ب‬ِ‫ُب‬‫صيي‬َّ ‫ال‬ ‫وا‬ْ‫ٍر‬ ‫ميي‬ُ ‫ع‬ ‫ل‬ِّ‫م‬‫ع‬َ‫ش‬ 2001:2005) Membiasakan anak shalat lebih-lebih dilakukan secara berjamaah itu penting. Sebab dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai orang berbuat dan bertingkah laku hanya karena kebiasaan semata-mata. Oleh karena itu, bagi seorang pendidik harus
  • 23. membiasakan anak didiknya untuk berbuat yang baik, agar nantinya mereka akan terbiasa untuk berbuat baik. b. Dasar Biologis Perkembangan jasmani dan kondisi jasmani memegang peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan. Sehingga dalam menggunakan metode pendidikan seorang pendidik harus memperhatikan kondisi biologis peserta didik. Seorang peserta didik yang cacat akan berpengaruh terhadap prestasi peserta didik, baik pengaruh positif maupun negatif (Ramayulis, 2004). c. Dasar Psikologis Metode pendidikan Islam dapat diterapkan secara efektif bila didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis peserta didik. Sebab perkembangan dan kondisi psikologis siswa memberikan pengaruh yang snagat besar terhadap internalisasi nilai dan transformasi ilmu. Dalam kondisi jiwa yang labil menyebabkan transformasi ilmu pengetahuan dan interrnalisasi nilai akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan (Ramayulis, 2004). Perkembangan psikologis seseorang berjalan sesuai dengan perkembangan biologisnya, sehingga seseorang pendidik dalam menggunakan metode pendidikan bukan saja memperhatikan psikologisnya, tetapi juga biologinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam menggunakan metode pendidikan seorang
  • 24. pendidik disamping memperhatikan kondisi jasmani peserta didik juga perlu memperhatikan kondisi jiwa atau rohaninya, sebab manusia pada hakikatnya terdiri dari dua unsur yaitu jasmani dan rohani yang keduanya merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan (Ramayulis, 2004). Dasar psikologis yang dimaksudkan adalah sejumlah kekuatan psikologis termasuk motivasi, kebutuhan emosi, minat, sikap, keinginan, kesediaan, bakat-bakat dan intelektual. .oleh karena itu guru harus mengembangkan potensi tersebut. (Ramayulsi, 2004). Dan diharapkan pula agar pendidik mampu mengembangkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik dengan memperhatikan perkembangan kebudayaan dan peradaban yang muncul. Sehingga proses pembelajaran yang terjadi dapat menginternalisasikan nilai dan nilai tersebut aplikatif dalam kehidupan peserta didik selanjutnya. Dari beberapa uraian diatas dapat dikatakan bahwa metode pelaksanaan pendidikan Islam (termasuk didalamnya adalah metode pembiasaan) harus dijalankan atas dasar agama, biologis, psikologis, dan sosiologis. Dengan keempat dasar tersebut metode pendidikan Islam akan mampu melaksanakan perannya sebagai jemabtan menuju tercapainya tujuan pendidikan Islam. 3. Prinsip dan Syarat Metode Pembiasaan a. Prinsip Metode Pembiasaan
  • 25. Metode pembiasaan harus digunakan dengan memperhatikan prinsip dan syarat yang mampu memberikan pengarahan dan petunjuk tentang pelaksanaan metode tersebut. Sebab dengan prinsip dan syarat ini diharapkan metode pembiasaan dapat berfungsi lebih efektif dan efesien serta tidak menyimpang dari tujuan semula dari pendidikan Islam. Oleh karena itu, para pendidik dalam pelaksanaan metode pembiasaan memperhatikan prinsip pada syarat metode pembiasaan. Prinsip-prinsip penggunaan metode sebagaimana dikutip Armai Arief Omar Muhammad al-Toumy sebagaimana dikutip Armai Arief (2002; 93-94) adalah: 1) Mengetahui motivasi, kebutuhan dan minat anak didiknya 2) Mengetahui tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelum pelaksanaan pendidikan 3) Mengetahui tahap kematangan, perkembangan serta perubahan anak didik 4) Mengetahui perbedaan-perbedaan individu di dalam anak didik 5) Memperhatikan kepahaman dan mengetahi hubungan-hubungan, integrasi pengalaman dan kelanjutan, keaslian, pembaharuan dan kebebasan berfikir 6) Menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang menggemberiakan bagi anak didik 7) Menegakkan “uswah hasanah”
  • 26. Ramyulis (2004), menyebutkan bahwa prinsip-prinsip metode pendidikan Islam adalah sebagai berikut: 1) Mempermudah Maksudnya adalah memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk menghayati dan mengamlkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sekaligus mengidentifikasi dirinya dengan nilai- nilai yang terdapat dalam ilmu pengetahuan dan keterampilan tersebut. 2) Berkesinambungan Karena dengan asumsi bahwa pendidikan Islam adalah sebuah proses yang akan berlangsung terus menerus. 3) Fleksibel dan Dinamis Seorang pendidik harus mampu memilih salah satu dari berbagai alternatif yang ditawarkan oleh para pakar yang dianggap cocok dan pas dengan materi, multi kondisi peserta didik, sarana dan prasarana, situasi dan kondisi lingkungan, serta suasana pada saat proses pembelajaran. Dari dua pendapat tentang prinsip metode pembiasaan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pendapat tersebut mempunyai esensi yang sama yaitu mempermudah, berkesinambungan, fleksibel, dinamis dan menegakkan uswah hasanah. b. Syarat Metode Pembiasaan
  • 27. Metode pembiasaan sangat erat kaitannya dengan metode keteladanan. Bisa dikatakan bahwa kebiasaan seseorang erat kaitannya dengan figur yang menjadi panutannya dalamperilakunya. Pleh karena itu pendidik harus mengetahui syarat-syarat pemakaian metode pembiasaan. Adapun syarat-syarat tersebut adalah: 4) Mulailah pembiasaan ini sebelum terlambat. Usia sejak anak lahir dinilai waktu yang tepat untuk mengaplikasikan pembiasaan, karena setiap anak mempunyai rekaman yang cukup kuat dalam menerima pengaruh lingkungan sekitarnya. 5) Pembiasaan hendaknya dilakukan secara kontinu, teratur dan terprogram. Sehingga pada akhirnya akan terbentuk sebuah kebiasaan yang utuh, permanent dan konsisten. Oleh karena itu pengawasan sangat menentukan dalam pencapaian keberhasilan dari proses ini. 6) Pembiasaan hendaknya diawasi secara ketat, konsisten dan tegas. Jangan memberi kesempatan yang luas kepada anak didik untuk melanggar kebiasaan yang telah ditanamkan. 7) Pembiasaan yang pada mulanya hanya bersifat mekanistik, hendaknya secara berangsur-angsur dirubah menjadi kebiasaan yang disertai kata hati anak didik itu sendiri (Arief, 2002). 4. Kelemahan dan Kelebihan Metode Pembiasaan
  • 28. Setiap metode pasti tidak akan pernah terlepas dari dua aspek yaitu kelebihan dan kekurangan. Sebab tidak satupun dari hasil pemikiran manusia yang sempurna dan bebas dari kelemahan. Diantara kekurangan dan kelebihan dari metode pembiasaan antara lain adalah sebagai berikut: a. Kelemahan Metode Pembiasaan Kelemahan metode ini antara lain: 1) Tidak mendidik siswa untuk menyadari dengan analisis apa yang dilakukannya. Kelakuannya berlaku secara otomatis tanpa mengetahui baik-buruknya (Tafsir, 2005: 144) 2) Menanamkan pembiasaan tidaklah mudah dan kadang-kadang memerlukan waktu yang lama. Kesulitan itu disebabkan pada mulanya seseorang atau anak belum mengenal secara praktis sesuatu yang hendak dibiasakannya, apalagi kalau yang dibiarkan itu dirasa kurang menyenangkan (Ali, 1999: 189-190). 3) Membutuhkan tenaga pendidik yang benar-benar dapat dijadikan sebagai teladan didala m menanamkan sebuah nilai kepada anak didik (Arief, 2002: 115-116). Jadi kekurangan atau kelemahan metode pembiasaan ini adalah terkadang anak didik tidak menyadari dengan analisis apa yang dibiasakannya, memerlukan waktu yang lama jika belum menjadi kebiasaan dan membutuhkan pendidik yang benar-benar dapat dijadikan sebagai teladan bagi peserta didik.
  • 29. b. Kelebihan Metode Pembiasaan Kelebihan dari metode ini antara lain: 1) Pembiasaan tidak hanya yang batini, tetapi juga yang lahiri (Tafsir, 2005: 144). 2) Dapat menghemat waktu dan tenaga dengan baik jika sudah tertanam dalam jiwa peserta didik. 3) Pembiasaan dalam sejarah tercatat sebagai metode yang paling berhasil dalam pembentukan kepribadian anak (Arief, 2002: 155). Dari uraian tersebut maka jelas bahwa metode pembiasaan mempunyai banyak kelebihan, antara lain pembiasaan tidak hanya yang batini tetapi juga lahiri. Sebagai contoh orang yang biasa memegang stir mobil, lebih baik menyetir ketimbang orang yang menguasai teorinya, tetapi jarang membawa mobil. Metode pembiasaan juga dapat menghemat tenaga dan waktu, dan pembiasaan telah tercatat dalam sejarah sebagai metode yang paling berhasil dalam pembentukan kepribadian peserta didik. 5. Tujuan Metode Pembiasaan John Locke sebagaimana dikuti pleh Ibrahim Amini (2006) berpendapat bahwa perbuatan baik saja tidak cukup. Seorang peserta didik harus terus menerus melakukan perbuatanbaik itu secara berulang-ulang sehingga menjadi wataknya. Kebiasaan membuat segala sesuatu menjadi lebih memudahkan dari pada kesadaran yang hanya digunakand alam kondisi-kondisi darurat saja. Pendapat ini sepaham dengan apa yang
  • 30. diungkapkan oleh Al-Ghazali bahwa setiap perbuatan baik yang sudah menjadi kebiasaan, maka akhlak itu akan terpatri didalam dirinya. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode pembiasaan bertujuan utnuk membentuk watak atau kepribadaian peserta didik dengan membina perbuatan-perbuatan yang baik sehingga pada akhirnya perbuatanbaik tersebut akan terinternalisasi oleh peserta didik. Abdullah Nashih ‘Ulwan (1994) mengumpamakan arti penting metode pembiasaan denan biji yang diletakkan petani dalam tanah yuang subur, kemudian ia memelihara, menyiramnya dengan air dan memberinya pupuk, serta menjaga dari serangan serangga dan ulat, menjaga pertumbuhannya, memetik duri dan meluruskan rantingnya, maka biji tadi akan mendatangkan buah setiap musim dengan izin Tuhannya. Selanjutnya manusia akan menikmati buahnya, kerindangannya dan memanfaatkankebaikannya sepanjang masa. Sebaliknya, jika biji tadi dibiarkan, tidak dirawat, takpernah disiram dandisentuh sediktipun, maka biji tersebut tidak akan mendatangkan hasil, bunga atau buah. Bahkan tak lama kemudian akan menjadi rerumputan kering yang kemudian dihempaskan oleh angin dan musnah. Demikian juga dengan manusia, jika ia terdidik dengan akhlak yang mulia, disiram dengan ilmu pengetahuan, disertai dengan amal sholeh, sudah barang tentu jiwa tersebut akan tumbuh dalam kebaikan. Namun jika sebaliknya, maka jiwa akan tumbuh dengan kejahatan dan kerusakan.
  • 31. Dengan demikian tujuan metode pembiasaan selanjutnya adalah untuk memberikan pegangan atau bekal keagamaan keapda anak sehingga akan memudahkan anak dalam menghadapai kegoncangan yang biasa terjadi dimasa remaja. C. Internalisasi Nilai Agama Melalui Metode Pembiasaan Internalisasi adalah upaya menghayati dan mendalami nilai, agar nilai tersebut tertanam dalam diri setiap manusia. Karena pendidikan Agama Islam berorientasi pada pendidikan nilai, sehingga diperlukan adanya proses internalisasi. Jadi, internalisasi merupakan proses menuju ke arah pertumbuhan batiniah atau rohaniah peserta didik. Pertumbuhan itu terjadi ketika peserta didik menyadari suatu nilai yang terkandung dalam pengajaran agama dan kemudian nilai itu dijadikan satu sistem nilai dari sehingga menuntut segenap pernyataan, sikap, tingkah laku dan perbautan moralnya dalam menjalani kehidupan ini. Agama Islam merupakan kebenaran Ilahi yang mengandung nilai-nilai hidup ideal sebagai pedoman hidup manusia. Ajaran Islam bersifat universal dan mencakup semua aspek kehidupan. Di dalamnya mengandung nilai-nilai yang mengatur kehidupan umat manusia, meliputi nilai imaniah, nilai ubudiah dan nilai mu’amalah. Nilah adalah adalah implementasi dari pada nilai imaniah. Sedangkan nilai mu’amalah adalah pancaran dari nilai ubudiah yang ditampilkand alam aspek akhlak manusia sebagai satu kepribadian yang utuh (Muttaqin, 2007: 25).
  • 32. Secara umum proses internalisasi nilai Ilahiah melalui jalur sekolah tidak bisa dipisahkan dari proses pembelajaran, suasana serta situasi lingkungan yang berkembang di sekolah tersebut, dan dalam beragma pada intinya adalah masalah sikap. Di dalam Islam, sikap beragama itu intinya adalah iman. Maksudnya adalah dalam mengajarkan agama Islam yang paling pokok adalah bagaimana menjadikan seorang itu beriman karena inti pendidikan Islam adalah penanaman keimanan dalam artian luas (Tafsir, 2004). Kebiasaan terbentuk karena sesuatu yang dibiasakan. Kebiasaan merupakan hal-hal yang sering dilakukan secara berulang-ulang dan merupakan puncak perwujudan dari tingkah laku yang sesungguhnya, dimana ketika seseorang telah memiliki kemampuan untuk mewujudkan lewat tindakan dan apabila tindakan tersebut dilakukan secara terus menerus, maka ia akan menjadi kebiasaan. Zakiah daradjat mengatakan sebagai berikut: “Apabila si anak terbiasa melaksanakan ajaran agama terutama ibadah (secara konkret seperti shalat, puasa, membaca Al-Qur’an dan berdo’a) dan tidak pula dilatih atau dibiasakan melaksanakan hal-hal yang disuruh Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, .... maka pada waktu dewasanya akan cenderung kepada acuh tak acuh, anti agama .... tapi sebaliknya anak yang banyak mendapat latihan dan pembiasaan agama pada waktu dewasanya nanti akan semakin merasakan kebutuhan akan agama (Daradjat, 1996: 64). Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pembiasaan adalah sangat penting terutama dalam pembentukan kepribadian, akhlak dan agama pada umumnya. Pembiasaan-pembiasaan agama (mengandung nilai-nilai agama)
  • 33. dapat memasukkan unsur-unsur positif dalam pribadi anak yang sedang tumbuh dan berkembang. Internalisasi nilai agama dapat dilakukan dengan menggunakan metode pembiasaan yang dengan membiasakan anak didik dalam aktifitas- aktifitas keagamaan yang dapat mendukung terhadap proses internalisasi nilai. Hal tersebut dapat dilakukan dengan penciptaan suasana religius di lingkungan sekolah, misalnya melalui kegiatan shalat berjamaah, tadarus al- Qur’an bersama, membudayakan salam dan sebagainya. Selain kebiasaan diberikan juga pengertian secara kontinyu, sedikit demi sedikit dengan melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan karakter dengan melihat nilai-nilai apap yang diajarkan serta bersikap tegas dengan memberikan kejelasan sikap, mana yang harus dikerjakan dan mana yang tidak. Memperkuatnya dengan memberikan sanksi apabila melakukan kesalahan dan juga tidak kalah pentingnya dengan adanya teladan atau contoh yang diberikan.