SlideShare a Scribd company logo
1 of 22
MAKALAH 
HUKUM TATA KEUANGAN NEGARA 
Pajak Pertambahan Nilai 
Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah Hukum Tata Keuangan Negara 
Dosen Pembimbing: Anik Cahyowati, S.H., M.Hum. 
Disusun oleh: 
Dini Audi (4201314051) 
AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK 
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK 
TAHUN AJARAN 2014/2015
MAKALAH 
HUKUM TATA KEUANGAN NEGARA 
Pajak Pertambahan Nilai 
Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah Hukum Tata Keuangan Negara 
Dosen Pembimbing: Anik Cahyowati, S.H., M.Hum. 
Disusun oleh: 
Dini Audi (4201314051) 
AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK 
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK 
TAHUN AJARAN 2014/2015
KATA PENGANTAR 
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan 
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah Pajak Pertambahan Nilai 
dengan baik dan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas 
yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Hukum Tata Keuangan Negara yaitu ibu 
Anik Cahyowati, S.H., M.Hum. 
Makalah ini disusun untuk membantu mengembangkan kemampuan pemahaman 
pembaca terhadap Pajak Pertambahan Nilai. Pemahaman tersebut dapat dipahami melalui 
pendahuluan, pembahasan masalah, serta penarikan garis kesimpulan dalam makalah ini. 
Makalah Pajak Pertambahan Nilai ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang 
sederhana sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami makalah ini. Dengan 
makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami pajak pertambahan nilai yang digunakan 
negara Indonesia. 
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dosen Pembimbing mata kuliah Hukum 
Tata Keuangan Negara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkarya 
menyusun makalah Pajak Pertambahan Nilai. Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih 
kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan berupa konsep dan pemikiran dalam 
penyusunan makalah ini. 
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tak ada gading yang tak retak, 
begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang 
konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah 
pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang. 
Pontianak, 2 Oktober 2014 
Penulis 
Dini Audi
DAFTAR ISI 
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i 
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii 
BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1 
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 3 
C. Tujuan Masalah ....................................................................................................... 4 
D. Sistematika Penulisan Masalah .............................................................................. 4 
BAB II PEMBAHASAN 
A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai........................................................................ 5 
B. Subjek Pajak Pertambahan Nilai ............................................................................. 5 
C. Objek Pajak Pertambahan Nilai ............................................................................... 6 
D. Bukan Objek Pajak Pertambahan Nilai ................................................................. 10 
E. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai ............................................... 13 
F. Pengusaha Kena Pajak ........................................................................................... 14 
BAB III PENUTUP 
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 16 
B. Saran ...................................................................................................................... 16 
DAFTAR PUSTAKA 
SITUS WEB
BAB I 
PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang Masalah 
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan 
keuangan negara yang merupakan instrumen bagi Pemerintah untuk mengatur 
pengeluaran dan penerimaan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan 
pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan 
pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta 
prioritas pembangunan secara umum. 
APBN ditetapkan setiap tahun dan dilaksanakan untuk sebesar-besarnya 
kemakmuran rakyat. Penetapan APBN dilakukan setelah dilakukan pembahasan antara 
Presiden dan DPR terhadap usulan RAPBN dari Presiden dengan memperhatikan 
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada 
tahun 2009, APBN ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang 
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2009. 
Salah satu unsur APBN adalah anggaran pendapatan negara dan hibah, yang 
diperoleh dari : 
i) Penerimaan perpajakan; 
ii) Penerimaan negara bukan pajak; 
iii) Penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri. 
PNBP merupakan lingkup keuangan negara yang dikelola dan 
dipertanggungjawabkan sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga 
audit yang bebas dan mandiri turut melakukan pemeriksaan atas komponen yang 
mempengaruhi pendapatan negara dan merupakan penerimaan negara sesuai dengan 
undang-undang. Laporan hasil pemeriksaan BPK kemudian diserahkan kepada Dewan 
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan 
Rakyat Daerah (DPRD).
Menyadari pentingnya PNBP, maka kemudian dilakukan pengaturan dalam 
peraturan perundang-undangan, diantaranya melalui: 
i) UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak; 
ii) PP Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara 
Bukan Pajak; 
iii) PP Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tatacara Penggunaan Penerimaan Negara 
Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu; 
iv) PP Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan 
Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak; 
v) PP Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan 
Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang. 
. 
Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat 
kepada negara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak. Peralihan kekayaan 
tersebut membuat pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Pandangan masyarakat 
seringkali pajak dianggap sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah harus dipungut 
karena terbukti pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan 
negara. 
Dari sekian pajak yang dibebankan kepada masyarakat, Pajak Pertambahan Nilai 
(PPN) merupakan pajak tidak langsung kareana tidak langsung dibebankan kepada 
penanggung pajak. 
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap 
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke 
konsumen. 
Pajak Pertambahan Nilai (Value Added Tax) untuk pertama kali diperkenalkan 
oleh Carl Friedriech von Siemens, seorang industrialis dan konsultan pemerintah 
Jerman pada tahun 1919. Namun ironisnya justru pemerintah Perancis yang pertama 
kali menerapkan PPN dalam sistem perpajakannya pada tahun 1954, sedangkan Jerman 
baru menerapkannya pada awal tahun 1968. Indonesia baru mengadopsi PPN pada 
tanggal 1 April 1985 menggantikan Pajak Penjualan (PPn) yang sudah berlaku di 
Indonesia sejak tahun 1951. Dengan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951,
Pajak Penjualan berlaku di Indonesia sejak 1 Oktober 1951. Undang-Undang ini 
dinamakan UU PPn 1951. Kemudian dengan UU Nomor 35 Tahun 1953, UU Darurat 
tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang. UU PPn 1951 yang sudah memberikan 
dedikasinya selama lebih dari 30 tahun, dalam “Reformasi Sistem Perpajakan Nasional 
1983” yang lebih dikenal dengan sebutan “Tax Reform 1983”, diganti dengan Pajak 
Pertambahan Nilai. Adapun latar belakang penggantian ini adalah: 
i) UU PPn 1951 telah berulang kali diubah sehingga sulit dipahami dan 
dilaksanakan. 
ii) Dalam pelaksanaannya, UU PPn 1951 menimbulkan pengenaan pajak berganda 
sehingga PPn menjadi tidak netral baik dalam perdagangan didalam negeri 
maupun internasional. 
iii) Mengandung dualisme sistem pemungutan, yaitu bagi wajib pajak yang mampu 
menyelenggarakan pembukuan menggunakan “self assessment system” 
sedangkan bagi yang tidak mampu menyelenggarakan pembukuan menggunakan 
“official assessment system”. 
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta karena digunakannya faktor-faktor 
produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menghasilkan, menyalurkan dan 
memperdagangkan barang atau dalam memberikan jasa. 
Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas penyerahan barang kena 
pajak maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal sehingga mudah dalam 
pelaksanaannya tidak ada penggolongan dengan tarif yang berbeda. Pengenaan PPN 
sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat 
yang merupakan objek dari PPN tersebut. 
B. Rumusan Masalah 
Untuk mengkaji dan mengulas tentang Pajak Pertambahan Nilai di indonesia, 
maka diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis 
membuat rumusan masalah sebagai berikut: 
1. Apa yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)?
2. Apa dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN)? 
3. Bagaimana tata pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)? 
C. Tujuan Masalah 
Untuk mengkaji makalah ini ada beberapa tujuan yang akan dicapai, yaitu: 
1. Memahami definisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 
2. Mengetahui dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 
3. Memahami tata pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 
D. Sistematika Penulisan Masalah 
Makalah ini disusun dengan sistematika pembahasan yang meliputi: 
BAB I: PENDAHULUAN 
Menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan masalah dan sistematika 
penulisan masalah; 
BAB II: PEMBAHASAN 
Membahas tentang Pajak Pertambahan Nilai yang meliputi: Pengertian Pajak 
Pertambahan Nilai, Subjek Pajak Pertambahan Nilai, Objek Pajak Pertambahan Nilai, 
Bukan Objek Pajak Pertambahan Nilai, Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan 
Nilai dan Pengusaha Kena Pajak. 
BAB III : PENUTUP 
Menyajikan Kesimpulan dan Saran.
BAB II 
PEMBAHASAN 
A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai 
PPN atau singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak tidak Langsung 
yang dikenakan pada setiap pertambahaan nilai atau transaksi penyerahan barang dan 
atau jasa kena pajak dalam pendistribusiannya dari produsen ke konsumen. 
Disebut pajak tidak langsung karena tidak langsung dibebankan kepada 
penanggung pajak (konsumen) tetapi melalui mekanisme pemungutan pajak dan disetor 
oleh pihak lain (penjual). Transaksi penyerahannya bisa dalam bentuk jual-beli, 
pemanfaatan jasa dan sewa-menyewa. 
Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya 
dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud 
yang dikenakan PPN. Pada dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak 
kecuali yang diatur lain oleh Undang-Undang Nomor PPN itu sendiri. Barang Kena 
Pajak tersebut terdiri dari barang berwujud (bergerak dan tidak bergerak) dan barang 
tidak berwujud (hak cipta, merek dagang, paten, dll). Indonesia menganut sistem tarif 
tunggal untuk PPN, yaitu 10%. Dasar hukum yang digunakan unutk penerapan PPN di 
Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983. 
PPN secara efektif mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 April 1985, 
walaupun berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 
dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Januari 1984. 
PPN ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 sebagai pajak 
yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added) yang timbul akibat 
dipakainya faktor-faktor produksi di setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, 
menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan 
jasa kepada para konsumen. 
B. Subjek Pajak Pertambahan Nilai 
Subjek pajak dalam pengertian pajak objektif adalah konsumen yaitu selaku pihak 
yang memikul beban pajak. Dalam pajak objektif kondisi subjektif konsumen tidak
dipertimbangkan untuk menentukan suatu peristiwa hukum terutang atau diwajibkan 
membayar pajak. Siapapun konsumennya sepanjang peristiwa hukum tersebut 
merupakan objek pajak maka terhadap konsumen tersebut diwajibkan membayar pajak 
yang sama. 
Hal ini berbeda dengan pajak subjektif, seperti Pajak Penghasilan (PPh), yang 
kondisi subjektif pihak yang memikul beban pajak menjadi bahan pertimbangan dalam 
menentukan pajak terutang. Contohnya, tarif PPh bagi Orang Pribadi (OP) berbeda 
dengan PPh bagi Badan. Demikian pula Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) OP 
yang menikah dan memiliki tanggungan anak berbeda dengan OP yang belum menikah. 
Berdasarkan ketentuan yang mengatur tentang objek pajak sebagaimana diatur 
dalam Pasal 4, Pasal 16 C dan Pasal 16 D UU PPN 1984, Subjek PPN dapat 
dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 
a. Pengusaha Kena Pajak (PKP) 
Berikut ini adalah kriteria Pengusaha Kena Pajak (PKP), yaitu: 
i) Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa 
Kena Pajak (JKP) (Pasal 4 huruf a dan c UU PPN 1984). 
ii) Pengusaha yang mengekspor Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena 
Pajak (JKP) (Pasal 4 huruf f, g, dan h UU PPN 1984). 
iii) Pengusaha yang melakukan penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula 
tidak untuk diperjualbelikan (Pasal 16 D UU PPN 1984). 
b. Bukan Pengusaha Kena Pajak (non PKP) 
Berikut ini adalah kriteria Bukan Pengusaha Kena Pajak (non PKP), yaitu: 
i) Yang melakukan impor Barang Kena Pajak (BKP) (Pasal 4 huruf b UU PPN 
1984). 
ii) Yang memanfaatkan Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud dan Jasa 
Kena Pajak (JKP) dari Luar Daerah Pabean ke dalam daerah Pabean (Pasal 
4 huruf d UU PPN 1984). 
iii) Yang membangun sendiri tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya 
(Pasal 16 C UU PPN 1984). 
C. Objek Pajak Pertambahan Nilai
Berdasarkan UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan 
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau selanjutnya disebut UU PPN 1984. 
Objek PPN adalah sebagai berikut: (pasal 4 ayat 1) 
a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh 
pengusaha 
Kegiatan penyerahan pajak yang dilakukan pengusaha meliputi pengusaha 
yang telah dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak maupun pengusaha 
sebenarnya dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak. 
Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat 
berikut ini: 
i) Barang wujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak. 
ii) Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak tidak 
berwujud. 
iii) Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean. 
iv) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya. 
b. Impor Barang Kena Pajak 
Pajak juga dipungut pada saat import barang, pemungutan dilakukan 
melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai. Siapapun yang memasukkan barang 
kena pajak ke dalam pabean tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam 
rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak. 
Demikian pula atas impor barang kena pajak yang berdasarkan ketentuan 
perundang-undangan pabean dibebaskan dari pungutan bea masuk, pajak yang 
terutang tetap dipungut kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan. 
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh 
pengusaha 
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat berikut ini: 
i) Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak. 
ii) Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean. 
iii) Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan pengusaha yang 
bersangkutan. 
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di 
dalam Daerah Pabean;
Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan 
impor barang kena pajak, maka atas barang kena pajak tidak berwujud yang 
berasal dari luar daerah pabean juga dikenakan pajak. 
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; 
Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah 
pebean atau terhadap jasa yang berasal dari luar daerah pabean yang di 
manfaatkan di dalam daerah pabean dikenakan pajak menurut undang-undang 
PPN. 
f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; 
g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; 
h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. 
Pasal 16 C berbunyi: “PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang 
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang 
hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya 
diatur dalam keputusan menteri keuangan. ” 
Pasal 16 D berbunyi: “PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa aktiva yang 
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP kecuali atas penyerahan 
aktiva yang pajak masukkannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam 
pasal 9 ayat (8) huruf b dan c.” 
Syarat Penyerahan Terutang PPN Pasal 16 D 
a. Yang melakukan penyerahan atau pemindahtanganan adalah Pengusaha Kena 
Pajak; 
b. Perolehan aktiva tersebut bukan untuk diperjualbelikan atau sebagai barang 
dagangan; 
c. Perolehan aktiva tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dan 
bukan jenis kendaraan sedan dan station wagon. 
Yang dimaksud dengan pengeluaran yang secara langsung berhubungan dengan 
kegiatan usaha adalah pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan produksi, 
distribusi, pemasaran dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha.
a. Penyerahan Barang Kena Pajak 
Pasal 1A ayat (2): 
i) Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian; 
ii) Pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau 
perjanjian sewa guna usaha (leasing); 
iii) Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui 
juru lelang; 
iv) Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak; 
v) Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan 
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat 
pembubaran perusahaan; 
vi) Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya 
dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang; 
vii) Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi; dan 
viii) Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka 
perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang 
penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada 
pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak. 
b. Bukan Penyerahan Barang Kena Pajak 
Pasal 1A ayat (2) : 
i) Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud 
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; 
ii) Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang; 
iii) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f 
dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak 
terutang; 
iv) Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, 
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak 
yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah 
Pengusaha Kena Pajak;
v) Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk 
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan 
yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c. 
c. Syarat Penyerahan Kena Pajak 
Adapun syarat penyerahan kena pajak, yaitu: 
i) Barang Berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak; 
ii) Barang Tidak Berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak 
Tidak Berwujud; 
iii) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; 
iv) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya; 
v) Dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. 
d. Barang Kena Pajak Tidak Berwujud. 
Pengenaan PPN atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud antara lain atas: 
i) Penyerahan Barang Kena Pajak (Berwujud dan tidak Berwujud) di dalam 
Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; (Pasal 4 ayat (1) huruf a) 
ii) Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah 
Pabean di dalam Daerah Pabean; (Pasal 4 ayat (1) huruf d). 
iii) Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena 
Pajak.(Pasal 4 ayat (1) huruf g). 
e. Penyerahan Jasa Kena Pajak 
Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau 
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak 
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan 
barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari 
pemesan. (Pasal 1 angka 5 dan 6 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 
1984) 
D. Bukan Objek Pajak Pertambahan Nilai
Jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam barang sebagai 
berikut: 
a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari 
sumbernya, yaitu: 
i) Minyak mentah (crude oil); 
ii) Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi 
langsung oleh masyarakat; 
iii) Panas bumi; 
iv) Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu 
permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, 
granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, 
opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, 
tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, 
yarosif, zeolit, basal, dan trakkit; 
v) Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan 
vi) Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak 
serta bijih bauksit. 
b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu: 
i) Beras, gabah, sagu, jagung, kedelai; 
ii) Garam baik yang beryodium maupun tidak beryodium; 
iii) Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses 
disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak 
dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, 
dan/atau direbus; 
iv) Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, 
diasinkan,atau dikemas; 
v) Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun 
dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau 
dikemas atau tidak dikemas buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang 
dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, 
diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
vi) Buah-buahan yaitu buah segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses 
dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris dan dikemas atau tidak dikemas; 
dan 
vii) Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau 
disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah. 
c. Uang, emas batangan, dan surat berharga 
d. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, 
dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat 
maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa 
boga atau catering. 
Jenis jasa yang tidak dikenai PPN adalah jasa tertentu dalam jasa sebagai berikut: 
a. Jasa pelayanan kesehatan medis; 
b. Jasa pelayanan sosial; 
c. Jasa pengiriman surat dengan perangko; 
d. Jasa asuransi; 
e. Jasa keuangan; 
f. Jasa keagamaan; 
g. Jasa pendidikan; 
h. Jasa kesenian dan hiburan; 
i. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan; 
j. Jasa angkutan umum di darat dan air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang 
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri; 
k. Jasa tenaga kerja; 
l. Jasa perhotelan; 
m. Jasa-jasa yang disediakan oleh pemerinth dalam rangka menjalankan pemerinthan 
secara umum; 
n. Jasa penyediaan tempat parkir; 
o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam; 
p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan 
q. Jasa boga atau katering.
E. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai 
Mekanisme pemungutan PPN sesuai dengan PMK Nomor 85/PMK.03/2012 
tanggal 06 Juni 2012 yang berlaku efektif mulai 1 Juli 2012 adalah: 
a. Rekanan wajib membuat faktur pajak dan surat setoran pajak (SSP) atas setiap 
penyerahan BKP dan/atau JKP kepada BUMN. 
b. Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat sesuai dengan ketentuan 
di bidang perpajakan. 
c. SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a diisi dengan membubuhkan NPWP serta 
identitas rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN sebagai 
penyetor atas nama rekanan. 
d. Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM maka 
rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada faktur 
pajak. 
e. Faktur pajak dibuat dalam rangkap 3 dengan peruntukkan sebagai berikut : lembar 
kesatu untuk BUMN, lembar kedua untuk rekanan, dan lembar ketiga untuk 
BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi pemungut PPN. 
f. SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 5 dengan 
peruntukkan sebagai berikut : lembar kesatu untuk rekanan, lembar kedua untuk 
KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar ketiga untuk rekanan yang 
dilampirkan pada SPT Masa PPN, lembar keempat untuk Bank Persepsi atau 
Kantor Pos, dan lembar kelima untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa 
PPN bagi Pemungut PPN. 
g. BUMN yang melakukan pemungutan harus membubuhkan cap “Disetor 
tanggal....” dan menandatanganinya pada faktur pajak sebagaimana dimaksud 
pada huruf e. 
h. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau 
PPN dan PPnBM. 
Mekanisme pelaporan PPN adalah sebagai berikut: 
Pelaporan dilakukan setiap bulan dan laporan disampaikan ke KPP tempat BUMN 
terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dengan 
menggunakan formulir “Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pemungut PPN” dan
dilampiri dengan faktur pajak lembar ke-3 dan Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke-5 
dalam hal terdapat pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai 
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 
F. Pengusaha Kena Pajak 
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan 
Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang. 
Dengan kata lain PKP adalah Pengusaha yang usahanya adalah 
memperdagangkan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak. Apabila Pengusaha 
tersebut memperdagangkan atau melakukan penyerahan barang yang tidak kena pajak 
atau jasa yang tidak kena pajak, maka Pengusaha tersebut adalah bukan Pengusaha 
Kena Pajak. 
Terdapat pengecualian untuk pengusaha kecil sesuai dengan pasal 3A ayat 1 UU 
PPN yang berbunyi: Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h, kecuali pengusaha 
kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya 
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan 
melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang 
terutang. 
Batasan Pengusaha Kecil sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 
68/PMK.03/2010 adalah sebagai berikut: 
i) Pengusaha kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan 
penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau 
penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah). 
ii) Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto adalah jumlah keseluruhan 
penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh Pengusaha dalam rangka 
kegiatan usahanya. 
iii) Pengusaha yang masuk kriteria sebagai pengusaha kecil tidak wajib melaporkan 
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan tidak wajib memungut, menyetor, 
dan melaporkan PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP dan atau JKP yang 
dilakukannya sehingga pengusaha kecil diberikan kebebasan memilih untuk 
dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak atau tidak. Jika memilih untuk
dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, maka wajib melaksanakan ketentuan 
sebagaimana dimaksud pada pasal 3A ayat 1 UU PPN.
BAB III 
PENUTUP 
A. Kesimpulan 
Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak tidak Langsung yang dikenakan pada setiap 
pertambahaan nilai atau transaksi penyerahan barang dan atau jasa kena pajak dalam 
pendistribusiannya dari produsen dan konsumen. 
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta karena digunakannya faktor-faktor 
produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menghasilkan, menyalurkan dan 
memperdagangkan barang atau dalam memberikan jasa. Mekanisme cara menghitung 
pajak pertambahan nilai adalah pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada 
pihak pedagang atau produsen 
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas penyerahan barang kena pajak 
maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal sehingga mudah dalam pelaksanaannya 
tidak ada penggolongan dengan tarif yang berbeda. 
B. Saran 
Sudah saatnya, kita sebagai warga negara Indonesia bersimpati dan berempati 
terhadap pentingnya pajak untuk pertumbuhan dan pembangunan Indonesia. Dengan 
taatnya masyarakat membayar pajak, maka akan tercipta sarana umum yang baik dan 
nyaman digunakan.
DAFTAR PUSTAKA 
Drs. Chairil Anwar Pohan, M.Si, MBA. 2013. Manajemen Perpajakan. Jakarta: Gramedia 
Pustaka Utama. 
Direktorat Jenderal Pajak. 2013. Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta.
SITUS WEB 
Berbagi Pengetahuan http://gumilar69.blogspot.com/2013/11/pajak-pertambahan-nilai.html 
Pajak Pertambahan Nilai 
PAJAKKOE http://pajakkoe.blogspot.com/2013/01/mekanisme-pemungut-ppn.html 
Mekanisme Pemungutan PPN 
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) http://pajakppn.blogspot.com/2011/06/objek-ppn.html 
Objek PPN

More Related Content

What's hot

Pengendalian internal perusahaan bab 5 auditing
Pengendalian internal perusahaan bab 5 auditingPengendalian internal perusahaan bab 5 auditing
Pengendalian internal perusahaan bab 5 auditingAsep suryadi
 
Bab 1 Materi Persekutuan (Akuntansi Keuangan Lanjutan)
Bab 1 Materi Persekutuan (Akuntansi Keuangan Lanjutan)Bab 1 Materi Persekutuan (Akuntansi Keuangan Lanjutan)
Bab 1 Materi Persekutuan (Akuntansi Keuangan Lanjutan)Fajar Sandy
 
Mengenal pajak
Mengenal pajakMengenal pajak
Mengenal pajakYe Si
 
Kebijakan Akuntansi
Kebijakan AkuntansiKebijakan Akuntansi
Kebijakan Akuntansimas ijup
 
review PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aktiva Kontije...
review PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aktiva Kontije...review PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aktiva Kontije...
review PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aktiva Kontije...yufendriansyah auriga
 
PEMERIKSAAN SUBSEQUENT
PEMERIKSAAN SUBSEQUENTPEMERIKSAAN SUBSEQUENT
PEMERIKSAAN SUBSEQUENTEDIS BLOG
 
KLASIFIKASI BIAYA
KLASIFIKASI BIAYAKLASIFIKASI BIAYA
KLASIFIKASI BIAYAAry Efendi
 
Akuntansi kewajiban
Akuntansi kewajibanAkuntansi kewajiban
Akuntansi kewajibanAdi Jauhari
 
Transaksi mata uang asing pertemuan ke 7
Transaksi mata uang asing pertemuan ke 7Transaksi mata uang asing pertemuan ke 7
Transaksi mata uang asing pertemuan ke 7Manik Ryad
 
Penentuan Harga Transfer
Penentuan Harga TransferPenentuan Harga Transfer
Penentuan Harga TransferMuhammad Fajar
 
Jawaban uts m. keuangan i
Jawaban uts m. keuangan iJawaban uts m. keuangan i
Jawaban uts m. keuangan iyalifadli98
 
Manajemen keuangan bab 06
Manajemen keuangan bab 06Manajemen keuangan bab 06
Manajemen keuangan bab 06Lia Ivvana
 
Penentuan Harga Transfer
Penentuan Harga TransferPenentuan Harga Transfer
Penentuan Harga Transferwidya adhy
 
Kunci jawaban bab 10 teori akuntansi suwardjono
Kunci jawaban bab 10 teori akuntansi suwardjonoKunci jawaban bab 10 teori akuntansi suwardjono
Kunci jawaban bab 10 teori akuntansi suwardjonoHerna Ferari
 
Akuntansi aset-tetap PEMDA - Akrual Penuh
Akuntansi aset-tetap PEMDA - Akrual PenuhAkuntansi aset-tetap PEMDA - Akrual Penuh
Akuntansi aset-tetap PEMDA - Akrual PenuhMahyuni Bjm
 
Presentasi PPN dan PPnBM
Presentasi PPN dan PPnBMPresentasi PPN dan PPnBM
Presentasi PPN dan PPnBMIcha Icha
 
Jawaban Harga Pokok Produksi dan Laporan Laba/Rugi
Jawaban Harga Pokok Produksi dan Laporan Laba/RugiJawaban Harga Pokok Produksi dan Laporan Laba/Rugi
Jawaban Harga Pokok Produksi dan Laporan Laba/RugiYABES HULU
 

What's hot (20)

Pengendalian internal perusahaan bab 5 auditing
Pengendalian internal perusahaan bab 5 auditingPengendalian internal perusahaan bab 5 auditing
Pengendalian internal perusahaan bab 5 auditing
 
Bab 1 Materi Persekutuan (Akuntansi Keuangan Lanjutan)
Bab 1 Materi Persekutuan (Akuntansi Keuangan Lanjutan)Bab 1 Materi Persekutuan (Akuntansi Keuangan Lanjutan)
Bab 1 Materi Persekutuan (Akuntansi Keuangan Lanjutan)
 
Mengenal pajak
Mengenal pajakMengenal pajak
Mengenal pajak
 
Kebijakan Akuntansi
Kebijakan AkuntansiKebijakan Akuntansi
Kebijakan Akuntansi
 
review PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aktiva Kontije...
review PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aktiva Kontije...review PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aktiva Kontije...
review PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aktiva Kontije...
 
PEMERIKSAAN SUBSEQUENT
PEMERIKSAAN SUBSEQUENTPEMERIKSAAN SUBSEQUENT
PEMERIKSAAN SUBSEQUENT
 
KLASIFIKASI BIAYA
KLASIFIKASI BIAYAKLASIFIKASI BIAYA
KLASIFIKASI BIAYA
 
Akuntansi kewajiban
Akuntansi kewajibanAkuntansi kewajiban
Akuntansi kewajiban
 
Transaksi mata uang asing pertemuan ke 7
Transaksi mata uang asing pertemuan ke 7Transaksi mata uang asing pertemuan ke 7
Transaksi mata uang asing pertemuan ke 7
 
Penentuan Harga Transfer
Penentuan Harga TransferPenentuan Harga Transfer
Penentuan Harga Transfer
 
Jawaban uts m. keuangan i
Jawaban uts m. keuangan iJawaban uts m. keuangan i
Jawaban uts m. keuangan i
 
Analisis Laporan Keuangan
Analisis Laporan KeuanganAnalisis Laporan Keuangan
Analisis Laporan Keuangan
 
Manajemen keuangan bab 06
Manajemen keuangan bab 06Manajemen keuangan bab 06
Manajemen keuangan bab 06
 
ANALISIS AKTIVITAS INVESTASI: INVESTASI ANTARPERUSAHAAN
ANALISIS AKTIVITAS INVESTASI: INVESTASI ANTARPERUSAHAANANALISIS AKTIVITAS INVESTASI: INVESTASI ANTARPERUSAHAAN
ANALISIS AKTIVITAS INVESTASI: INVESTASI ANTARPERUSAHAAN
 
Penentuan Harga Transfer
Penentuan Harga TransferPenentuan Harga Transfer
Penentuan Harga Transfer
 
Kunci jawaban bab 10 teori akuntansi suwardjono
Kunci jawaban bab 10 teori akuntansi suwardjonoKunci jawaban bab 10 teori akuntansi suwardjono
Kunci jawaban bab 10 teori akuntansi suwardjono
 
Akuntansi aset-tetap PEMDA - Akrual Penuh
Akuntansi aset-tetap PEMDA - Akrual PenuhAkuntansi aset-tetap PEMDA - Akrual Penuh
Akuntansi aset-tetap PEMDA - Akrual Penuh
 
Presentasi PPN dan PPnBM
Presentasi PPN dan PPnBMPresentasi PPN dan PPnBM
Presentasi PPN dan PPnBM
 
Akuntansi perpajakan ppt
Akuntansi perpajakan pptAkuntansi perpajakan ppt
Akuntansi perpajakan ppt
 
Jawaban Harga Pokok Produksi dan Laporan Laba/Rugi
Jawaban Harga Pokok Produksi dan Laporan Laba/RugiJawaban Harga Pokok Produksi dan Laporan Laba/Rugi
Jawaban Harga Pokok Produksi dan Laporan Laba/Rugi
 

Similar to PPN-Hukum

Buku inklusi mata pelajaran dan pelatihan ekonomi sma inklusi kesadaran pajak
Buku inklusi mata pelajaran dan pelatihan ekonomi sma inklusi kesadaran pajakBuku inklusi mata pelajaran dan pelatihan ekonomi sma inklusi kesadaran pajak
Buku inklusi mata pelajaran dan pelatihan ekonomi sma inklusi kesadaran pajakPajeg Lempung
 
Paper Pengelolaan Surat Pemberitahuan Tahunan
Paper Pengelolaan Surat Pemberitahuan TahunanPaper Pengelolaan Surat Pemberitahuan Tahunan
Paper Pengelolaan Surat Pemberitahuan Tahunanwryand
 
surat pemberitahuan tahunan.
surat pemberitahuan tahunan.surat pemberitahuan tahunan.
surat pemberitahuan tahunan.badiapurnamawanto
 
Keuangan-Negara-bphn.pdf
Keuangan-Negara-bphn.pdfKeuangan-Negara-bphn.pdf
Keuangan-Negara-bphn.pdfredlily6
 
Makalah sistem akuntansi pemerintah daerah
Makalah sistem akuntansi pemerintah daerahMakalah sistem akuntansi pemerintah daerah
Makalah sistem akuntansi pemerintah daerahMarobo United
 
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...dhanny deswita
 
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...enggar fajri hasti
 
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017Nanda Dwi Ferbiana
 
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...Rahma Naulita
 
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...Annez Fathia
 
Paper administrasi perpajakan & praktikum komputer
Paper administrasi perpajakan & praktikum komputerPaper administrasi perpajakan & praktikum komputer
Paper administrasi perpajakan & praktikum komputer5888243
 
Paper administrasi perpajakan
Paper administrasi perpajakanPaper administrasi perpajakan
Paper administrasi perpajakanfajri19
 

Similar to PPN-Hukum (20)

Perpajakan hari jumat
Perpajakan hari jumatPerpajakan hari jumat
Perpajakan hari jumat
 
Hukum Pajak
Hukum PajakHukum Pajak
Hukum Pajak
 
Pengelolaan SPT PPN
Pengelolaan SPT PPNPengelolaan SPT PPN
Pengelolaan SPT PPN
 
Buku inklusi mata pelajaran dan pelatihan ekonomi sma inklusi kesadaran pajak
Buku inklusi mata pelajaran dan pelatihan ekonomi sma inklusi kesadaran pajakBuku inklusi mata pelajaran dan pelatihan ekonomi sma inklusi kesadaran pajak
Buku inklusi mata pelajaran dan pelatihan ekonomi sma inklusi kesadaran pajak
 
Paper Pengelolaan Surat Pemberitahuan Tahunan
Paper Pengelolaan Surat Pemberitahuan TahunanPaper Pengelolaan Surat Pemberitahuan Tahunan
Paper Pengelolaan Surat Pemberitahuan Tahunan
 
Paper
PaperPaper
Paper
 
surat pemberitahuan tahunan.
surat pemberitahuan tahunan.surat pemberitahuan tahunan.
surat pemberitahuan tahunan.
 
Keuangan-Negara-bphn.pdf
Keuangan-Negara-bphn.pdfKeuangan-Negara-bphn.pdf
Keuangan-Negara-bphn.pdf
 
Makalah sistem akuntansi pemerintah daerah
Makalah sistem akuntansi pemerintah daerahMakalah sistem akuntansi pemerintah daerah
Makalah sistem akuntansi pemerintah daerah
 
222
222222
222
 
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
 
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
 
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
 
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
 
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
 
Jel
JelJel
Jel
 
Paper administrasi perpajakan & praktikum komputer
Paper administrasi perpajakan & praktikum komputerPaper administrasi perpajakan & praktikum komputer
Paper administrasi perpajakan & praktikum komputer
 
Paper administrasi perpajakan
Paper administrasi perpajakanPaper administrasi perpajakan
Paper administrasi perpajakan
 
Modul 2 KB 2
Modul 2 KB 2Modul 2 KB 2
Modul 2 KB 2
 
makalah pajak
makalah pajakmakalah pajak
makalah pajak
 

More from Dini Audi

Biografi Chairul Tanjung
Biografi Chairul TanjungBiografi Chairul Tanjung
Biografi Chairul TanjungDini Audi
 
Ringkasan uu 25 tahun 2004
Ringkasan uu 25 tahun 2004Ringkasan uu 25 tahun 2004
Ringkasan uu 25 tahun 2004Dini Audi
 
Powerpoint Akhlak
Powerpoint AkhlakPowerpoint Akhlak
Powerpoint AkhlakDini Audi
 
Makalah Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
Makalah Hak dan Kewajiban Warga Negara IndonesiaMakalah Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
Makalah Hak dan Kewajiban Warga Negara IndonesiaDini Audi
 
Powerpoint Sistem Pemerintahan Indonesia
Powerpoint Sistem Pemerintahan IndonesiaPowerpoint Sistem Pemerintahan Indonesia
Powerpoint Sistem Pemerintahan IndonesiaDini Audi
 
Makalah Sistem Pemerintahan Indonesia
Makalah Sistem Pemerintahan IndonesiaMakalah Sistem Pemerintahan Indonesia
Makalah Sistem Pemerintahan IndonesiaDini Audi
 
Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
Hak dan Kewajiban Warga Negara IndonesiaHak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
Hak dan Kewajiban Warga Negara IndonesiaDini Audi
 
Adjectives and Adverbs
Adjectives and AdverbsAdjectives and Adverbs
Adjectives and AdverbsDini Audi
 

More from Dini Audi (9)

Biografi Chairul Tanjung
Biografi Chairul TanjungBiografi Chairul Tanjung
Biografi Chairul Tanjung
 
Ringkasan uu 25 tahun 2004
Ringkasan uu 25 tahun 2004Ringkasan uu 25 tahun 2004
Ringkasan uu 25 tahun 2004
 
Akhlak
AkhlakAkhlak
Akhlak
 
Powerpoint Akhlak
Powerpoint AkhlakPowerpoint Akhlak
Powerpoint Akhlak
 
Makalah Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
Makalah Hak dan Kewajiban Warga Negara IndonesiaMakalah Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
Makalah Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
 
Powerpoint Sistem Pemerintahan Indonesia
Powerpoint Sistem Pemerintahan IndonesiaPowerpoint Sistem Pemerintahan Indonesia
Powerpoint Sistem Pemerintahan Indonesia
 
Makalah Sistem Pemerintahan Indonesia
Makalah Sistem Pemerintahan IndonesiaMakalah Sistem Pemerintahan Indonesia
Makalah Sistem Pemerintahan Indonesia
 
Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
Hak dan Kewajiban Warga Negara IndonesiaHak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
 
Adjectives and Adverbs
Adjectives and AdverbsAdjectives and Adverbs
Adjectives and Adverbs
 

Recently uploaded

Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDNurainiNuraini25
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 

Recently uploaded (20)

Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 

PPN-Hukum

  • 1. MAKALAH HUKUM TATA KEUANGAN NEGARA Pajak Pertambahan Nilai Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah Hukum Tata Keuangan Negara Dosen Pembimbing: Anik Cahyowati, S.H., M.Hum. Disusun oleh: Dini Audi (4201314051) AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK TAHUN AJARAN 2014/2015
  • 2. MAKALAH HUKUM TATA KEUANGAN NEGARA Pajak Pertambahan Nilai Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah Hukum Tata Keuangan Negara Dosen Pembimbing: Anik Cahyowati, S.H., M.Hum. Disusun oleh: Dini Audi (4201314051) AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK TAHUN AJARAN 2014/2015
  • 3. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah Pajak Pertambahan Nilai dengan baik dan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Hukum Tata Keuangan Negara yaitu ibu Anik Cahyowati, S.H., M.Hum. Makalah ini disusun untuk membantu mengembangkan kemampuan pemahaman pembaca terhadap Pajak Pertambahan Nilai. Pemahaman tersebut dapat dipahami melalui pendahuluan, pembahasan masalah, serta penarikan garis kesimpulan dalam makalah ini. Makalah Pajak Pertambahan Nilai ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami makalah ini. Dengan makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami pajak pertambahan nilai yang digunakan negara Indonesia. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dosen Pembimbing mata kuliah Hukum Tata Keuangan Negara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkarya menyusun makalah Pajak Pertambahan Nilai. Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan berupa konsep dan pemikiran dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang. Pontianak, 2 Oktober 2014 Penulis Dini Audi
  • 4. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 3 C. Tujuan Masalah ....................................................................................................... 4 D. Sistematika Penulisan Masalah .............................................................................. 4 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai........................................................................ 5 B. Subjek Pajak Pertambahan Nilai ............................................................................. 5 C. Objek Pajak Pertambahan Nilai ............................................................................... 6 D. Bukan Objek Pajak Pertambahan Nilai ................................................................. 10 E. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai ............................................... 13 F. Pengusaha Kena Pajak ........................................................................................... 14 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................................... 16 B. Saran ...................................................................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA SITUS WEB
  • 5. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi Pemerintah untuk mengatur pengeluaran dan penerimaan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. APBN ditetapkan setiap tahun dan dilaksanakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penetapan APBN dilakukan setelah dilakukan pembahasan antara Presiden dan DPR terhadap usulan RAPBN dari Presiden dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2009, APBN ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2009. Salah satu unsur APBN adalah anggaran pendapatan negara dan hibah, yang diperoleh dari : i) Penerimaan perpajakan; ii) Penerimaan negara bukan pajak; iii) Penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri. PNBP merupakan lingkup keuangan negara yang dikelola dan dipertanggungjawabkan sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga audit yang bebas dan mandiri turut melakukan pemeriksaan atas komponen yang mempengaruhi pendapatan negara dan merupakan penerimaan negara sesuai dengan undang-undang. Laporan hasil pemeriksaan BPK kemudian diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
  • 6. Menyadari pentingnya PNBP, maka kemudian dilakukan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan, diantaranya melalui: i) UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak; ii) PP Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak; iii) PP Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tatacara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu; iv) PP Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak; v) PP Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang. . Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada negara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak. Peralihan kekayaan tersebut membuat pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Pandangan masyarakat seringkali pajak dianggap sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah harus dipungut karena terbukti pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan negara. Dari sekian pajak yang dibebankan kepada masyarakat, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung kareana tidak langsung dibebankan kepada penanggung pajak. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Pajak Pertambahan Nilai (Value Added Tax) untuk pertama kali diperkenalkan oleh Carl Friedriech von Siemens, seorang industrialis dan konsultan pemerintah Jerman pada tahun 1919. Namun ironisnya justru pemerintah Perancis yang pertama kali menerapkan PPN dalam sistem perpajakannya pada tahun 1954, sedangkan Jerman baru menerapkannya pada awal tahun 1968. Indonesia baru mengadopsi PPN pada tanggal 1 April 1985 menggantikan Pajak Penjualan (PPn) yang sudah berlaku di Indonesia sejak tahun 1951. Dengan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951,
  • 7. Pajak Penjualan berlaku di Indonesia sejak 1 Oktober 1951. Undang-Undang ini dinamakan UU PPn 1951. Kemudian dengan UU Nomor 35 Tahun 1953, UU Darurat tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang. UU PPn 1951 yang sudah memberikan dedikasinya selama lebih dari 30 tahun, dalam “Reformasi Sistem Perpajakan Nasional 1983” yang lebih dikenal dengan sebutan “Tax Reform 1983”, diganti dengan Pajak Pertambahan Nilai. Adapun latar belakang penggantian ini adalah: i) UU PPn 1951 telah berulang kali diubah sehingga sulit dipahami dan dilaksanakan. ii) Dalam pelaksanaannya, UU PPn 1951 menimbulkan pengenaan pajak berganda sehingga PPn menjadi tidak netral baik dalam perdagangan didalam negeri maupun internasional. iii) Mengandung dualisme sistem pemungutan, yaitu bagi wajib pajak yang mampu menyelenggarakan pembukuan menggunakan “self assessment system” sedangkan bagi yang tidak mampu menyelenggarakan pembukuan menggunakan “official assessment system”. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta karena digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau dalam memberikan jasa. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas penyerahan barang kena pajak maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal sehingga mudah dalam pelaksanaannya tidak ada penggolongan dengan tarif yang berbeda. Pengenaan PPN sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari PPN tersebut. B. Rumusan Masalah Untuk mengkaji dan mengulas tentang Pajak Pertambahan Nilai di indonesia, maka diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)?
  • 8. 2. Apa dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN)? 3. Bagaimana tata pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)? C. Tujuan Masalah Untuk mengkaji makalah ini ada beberapa tujuan yang akan dicapai, yaitu: 1. Memahami definisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 2. Mengetahui dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 3. Memahami tata pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). D. Sistematika Penulisan Masalah Makalah ini disusun dengan sistematika pembahasan yang meliputi: BAB I: PENDAHULUAN Menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan masalah dan sistematika penulisan masalah; BAB II: PEMBAHASAN Membahas tentang Pajak Pertambahan Nilai yang meliputi: Pengertian Pajak Pertambahan Nilai, Subjek Pajak Pertambahan Nilai, Objek Pajak Pertambahan Nilai, Bukan Objek Pajak Pertambahan Nilai, Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pengusaha Kena Pajak. BAB III : PENUTUP Menyajikan Kesimpulan dan Saran.
  • 9. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai PPN atau singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak tidak Langsung yang dikenakan pada setiap pertambahaan nilai atau transaksi penyerahan barang dan atau jasa kena pajak dalam pendistribusiannya dari produsen ke konsumen. Disebut pajak tidak langsung karena tidak langsung dibebankan kepada penanggung pajak (konsumen) tetapi melalui mekanisme pemungutan pajak dan disetor oleh pihak lain (penjual). Transaksi penyerahannya bisa dalam bentuk jual-beli, pemanfaatan jasa dan sewa-menyewa. Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan PPN. Pada dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak kecuali yang diatur lain oleh Undang-Undang Nomor PPN itu sendiri. Barang Kena Pajak tersebut terdiri dari barang berwujud (bergerak dan tidak bergerak) dan barang tidak berwujud (hak cipta, merek dagang, paten, dll). Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu 10%. Dasar hukum yang digunakan unutk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983. PPN secara efektif mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 April 1985, walaupun berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Januari 1984. PPN ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 sebagai pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi di setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. B. Subjek Pajak Pertambahan Nilai Subjek pajak dalam pengertian pajak objektif adalah konsumen yaitu selaku pihak yang memikul beban pajak. Dalam pajak objektif kondisi subjektif konsumen tidak
  • 10. dipertimbangkan untuk menentukan suatu peristiwa hukum terutang atau diwajibkan membayar pajak. Siapapun konsumennya sepanjang peristiwa hukum tersebut merupakan objek pajak maka terhadap konsumen tersebut diwajibkan membayar pajak yang sama. Hal ini berbeda dengan pajak subjektif, seperti Pajak Penghasilan (PPh), yang kondisi subjektif pihak yang memikul beban pajak menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pajak terutang. Contohnya, tarif PPh bagi Orang Pribadi (OP) berbeda dengan PPh bagi Badan. Demikian pula Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) OP yang menikah dan memiliki tanggungan anak berbeda dengan OP yang belum menikah. Berdasarkan ketentuan yang mengatur tentang objek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4, Pasal 16 C dan Pasal 16 D UU PPN 1984, Subjek PPN dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Pengusaha Kena Pajak (PKP) Berikut ini adalah kriteria Pengusaha Kena Pajak (PKP), yaitu: i) Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) (Pasal 4 huruf a dan c UU PPN 1984). ii) Pengusaha yang mengekspor Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) (Pasal 4 huruf f, g, dan h UU PPN 1984). iii) Pengusaha yang melakukan penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan (Pasal 16 D UU PPN 1984). b. Bukan Pengusaha Kena Pajak (non PKP) Berikut ini adalah kriteria Bukan Pengusaha Kena Pajak (non PKP), yaitu: i) Yang melakukan impor Barang Kena Pajak (BKP) (Pasal 4 huruf b UU PPN 1984). ii) Yang memanfaatkan Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak (JKP) dari Luar Daerah Pabean ke dalam daerah Pabean (Pasal 4 huruf d UU PPN 1984). iii) Yang membangun sendiri tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya (Pasal 16 C UU PPN 1984). C. Objek Pajak Pertambahan Nilai
  • 11. Berdasarkan UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau selanjutnya disebut UU PPN 1984. Objek PPN adalah sebagai berikut: (pasal 4 ayat 1) a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha Kegiatan penyerahan pajak yang dilakukan pengusaha meliputi pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak maupun pengusaha sebenarnya dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak. Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat berikut ini: i) Barang wujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak. ii) Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak tidak berwujud. iii) Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean. iv) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya. b. Impor Barang Kena Pajak Pajak juga dipungut pada saat import barang, pemungutan dilakukan melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai. Siapapun yang memasukkan barang kena pajak ke dalam pabean tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak. Demikian pula atas impor barang kena pajak yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan pabean dibebaskan dari pungutan bea masuk, pajak yang terutang tetap dipungut kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan. c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat berikut ini: i) Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak. ii) Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean. iii) Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan. d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
  • 12. Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor barang kena pajak, maka atas barang kena pajak tidak berwujud yang berasal dari luar daerah pabean juga dikenakan pajak. e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pebean atau terhadap jasa yang berasal dari luar daerah pabean yang di manfaatkan di dalam daerah pabean dikenakan pajak menurut undang-undang PPN. f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Pasal 16 C berbunyi: “PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dalam keputusan menteri keuangan. ” Pasal 16 D berbunyi: “PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP kecuali atas penyerahan aktiva yang pajak masukkannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (8) huruf b dan c.” Syarat Penyerahan Terutang PPN Pasal 16 D a. Yang melakukan penyerahan atau pemindahtanganan adalah Pengusaha Kena Pajak; b. Perolehan aktiva tersebut bukan untuk diperjualbelikan atau sebagai barang dagangan; c. Perolehan aktiva tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dan bukan jenis kendaraan sedan dan station wagon. Yang dimaksud dengan pengeluaran yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan produksi, distribusi, pemasaran dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha.
  • 13. a. Penyerahan Barang Kena Pajak Pasal 1A ayat (2): i) Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian; ii) Pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing); iii) Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang; iv) Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak; v) Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan; vi) Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang; vii) Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi; dan viii) Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak. b. Bukan Penyerahan Barang Kena Pajak Pasal 1A ayat (2) : i) Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; ii) Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang; iii) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang; iv) Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak;
  • 14. v) Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c. c. Syarat Penyerahan Kena Pajak Adapun syarat penyerahan kena pajak, yaitu: i) Barang Berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak; ii) Barang Tidak Berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; iii) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; iv) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya; v) Dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. d. Barang Kena Pajak Tidak Berwujud. Pengenaan PPN atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud antara lain atas: i) Penyerahan Barang Kena Pajak (Berwujud dan tidak Berwujud) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; (Pasal 4 ayat (1) huruf a) ii) Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; (Pasal 4 ayat (1) huruf d). iii) Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.(Pasal 4 ayat (1) huruf g). e. Penyerahan Jasa Kena Pajak Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. (Pasal 1 angka 5 dan 6 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984) D. Bukan Objek Pajak Pertambahan Nilai
  • 15. Jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam barang sebagai berikut: a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, yaitu: i) Minyak mentah (crude oil); ii) Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat; iii) Panas bumi; iv) Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit; v) Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan vi) Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak serta bijih bauksit. b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu: i) Beras, gabah, sagu, jagung, kedelai; ii) Garam baik yang beryodium maupun tidak beryodium; iii) Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus; iv) Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan,atau dikemas; v) Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
  • 16. vi) Buah-buahan yaitu buah segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris dan dikemas atau tidak dikemas; dan vii) Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah. c. Uang, emas batangan, dan surat berharga d. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering. Jenis jasa yang tidak dikenai PPN adalah jasa tertentu dalam jasa sebagai berikut: a. Jasa pelayanan kesehatan medis; b. Jasa pelayanan sosial; c. Jasa pengiriman surat dengan perangko; d. Jasa asuransi; e. Jasa keuangan; f. Jasa keagamaan; g. Jasa pendidikan; h. Jasa kesenian dan hiburan; i. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan; j. Jasa angkutan umum di darat dan air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri; k. Jasa tenaga kerja; l. Jasa perhotelan; m. Jasa-jasa yang disediakan oleh pemerinth dalam rangka menjalankan pemerinthan secara umum; n. Jasa penyediaan tempat parkir; o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam; p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan q. Jasa boga atau katering.
  • 17. E. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Mekanisme pemungutan PPN sesuai dengan PMK Nomor 85/PMK.03/2012 tanggal 06 Juni 2012 yang berlaku efektif mulai 1 Juli 2012 adalah: a. Rekanan wajib membuat faktur pajak dan surat setoran pajak (SSP) atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada BUMN. b. Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan. c. SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN sebagai penyetor atas nama rekanan. d. Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM maka rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada faktur pajak. e. Faktur pajak dibuat dalam rangkap 3 dengan peruntukkan sebagai berikut : lembar kesatu untuk BUMN, lembar kedua untuk rekanan, dan lembar ketiga untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi pemungut PPN. f. SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 5 dengan peruntukkan sebagai berikut : lembar kesatu untuk rekanan, lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar ketiga untuk rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN, lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos, dan lembar kelima untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN. g. BUMN yang melakukan pemungutan harus membubuhkan cap “Disetor tanggal....” dan menandatanganinya pada faktur pajak sebagaimana dimaksud pada huruf e. h. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM. Mekanisme pelaporan PPN adalah sebagai berikut: Pelaporan dilakukan setiap bulan dan laporan disampaikan ke KPP tempat BUMN terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dengan menggunakan formulir “Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pemungut PPN” dan
  • 18. dilampiri dengan faktur pajak lembar ke-3 dan Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke-5 dalam hal terdapat pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. F. Pengusaha Kena Pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang. Dengan kata lain PKP adalah Pengusaha yang usahanya adalah memperdagangkan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak. Apabila Pengusaha tersebut memperdagangkan atau melakukan penyerahan barang yang tidak kena pajak atau jasa yang tidak kena pajak, maka Pengusaha tersebut adalah bukan Pengusaha Kena Pajak. Terdapat pengecualian untuk pengusaha kecil sesuai dengan pasal 3A ayat 1 UU PPN yang berbunyi: Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang. Batasan Pengusaha Kecil sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 adalah sebagai berikut: i) Pengusaha kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah). ii) Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto adalah jumlah keseluruhan penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh Pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya. iii) Pengusaha yang masuk kriteria sebagai pengusaha kecil tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan tidak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukannya sehingga pengusaha kecil diberikan kebebasan memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak atau tidak. Jika memilih untuk
  • 19. dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, maka wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 3A ayat 1 UU PPN.
  • 20. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak tidak Langsung yang dikenakan pada setiap pertambahaan nilai atau transaksi penyerahan barang dan atau jasa kena pajak dalam pendistribusiannya dari produsen dan konsumen. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta karena digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau dalam memberikan jasa. Mekanisme cara menghitung pajak pertambahan nilai adalah pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas penyerahan barang kena pajak maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal sehingga mudah dalam pelaksanaannya tidak ada penggolongan dengan tarif yang berbeda. B. Saran Sudah saatnya, kita sebagai warga negara Indonesia bersimpati dan berempati terhadap pentingnya pajak untuk pertumbuhan dan pembangunan Indonesia. Dengan taatnya masyarakat membayar pajak, maka akan tercipta sarana umum yang baik dan nyaman digunakan.
  • 21. DAFTAR PUSTAKA Drs. Chairil Anwar Pohan, M.Si, MBA. 2013. Manajemen Perpajakan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Direktorat Jenderal Pajak. 2013. Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta.
  • 22. SITUS WEB Berbagi Pengetahuan http://gumilar69.blogspot.com/2013/11/pajak-pertambahan-nilai.html Pajak Pertambahan Nilai PAJAKKOE http://pajakkoe.blogspot.com/2013/01/mekanisme-pemungut-ppn.html Mekanisme Pemungutan PPN Pajak Pertambahan Nilai (PPN) http://pajakppn.blogspot.com/2011/06/objek-ppn.html Objek PPN