2. Tim Peneliti Bidang Kajian
PKP2A III LAN Samarinda
• Tri Widodo W. Utomo
• Siti Zakiyah
• Said Fadhil
• Andi Wahyudi
• Fani Heru Wismono
• Rustan A
• Maria AP Sari
• Tri Noor Aziza
• Lany Erinda R
• Betha Miranti A
• Lina Maulana
• Fajar Iswahyudi
• Wildan Lutfi A
• Mustari Kurniawati
• Tri Wahyuni
3. Lokus Kajian
Kategori Provinsi Daerah Sampel
Provinsi Kalimantan Timur
1. Kalimantan Timur
Kabupaten Kutai Timur
Provinsi Kalimantan Barat
2. Kalimantan Barat
Kabupaten Sintang
Wilayah Kajian Utama
Provinsi Kalimantan Tengah
3. Kalimantan Tengah
Kabupaten Seruyan
Provinsi Kalimantan Selatan
4. Kalimantan Selatan
Kabupaten Tapin
3
4. Tujuan yang Ingin Dicapai
• Untuk mengidentifikasi pelaksanaan dan mekanisme
penyusunan Perda dari aspek prosedural.
• Untuk mengidentifikasi pelaksanaan dan mekanisme
penyusunan Perda dari aspek substansial.
• Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi
penghambat dalam penyusunan dan pengimplementasian
Perda.
• Untuk mengidentifikasi tingkat partisipasi masyarakat dalam
proses penyusunan Perda.
• Untuk mengidentifikasi sistem yang dipakai dalam
mengawasi dan mengevaluasi Perda menjadi Perda yang
berkualitas.
4
5. Latar Belakang Lahirnya Perda
Digulirkannya otonomi daerah melalui UU No 22/1999 jo
UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebenarnya
diharapkan mengurangi sistem pemerintahan yang terlalu
sentralistis.
Daerah diberikan hak mengatur beberapa urusan rumah
tangganya. Kewenangan daerah untuk menjalankan beberapa
urusannya itu diatur dalam sebuah peraturan daerah yang
selanjutnya disebut Perda.
Dalam UU No 10/2004 tentang Pembentukan Perundang-
Undangan, psl 7(1) jenis dan hirarki perundang-undangan
adalah UUD’45, UU/Perpu, PP, Peraturan Presiden, Perda
Perda tidak hanya berfungsi sebagai penerjemah
peraturan yang lebih tinggi atau sebagai lex specialis,
tetapi juga untuk menciptakan hukum baru (law making)
5
6. Kriteria Sebuah Perda
Mengikat masyarakat umum, membebankan kewajiban
tertentu kepada penduduk, mengurangi kebebasan warga
negara, atau memuat keharusan & larangan tertentu.
Ada penyebutan secara limitatif dari peraturan perundangan
yg lebih tinggi (UU, PP, Kepres) bahwa suatu aspek tertentu
harus / dapat diatur dengan Perda.
Untuk melaksanakan pasal-pasal atau ketentuan dalam
peraturan perundangan yg lebih tinggi yg tidak disebutkan
secara limitatif, namun dipandang memiliki bobot
kepentingan yg luas untuk daerah ybs dan masyarakatnya.
Melaksanakan peraturan perundangan dalam bidang
legislatif (UU Kepartaian, UU Pemilu, UU Susduk
MPR/DPR/DPRD, dsb).
6
7. Peraturan Perundangan Yang
Berkaitan Dengan Perda
• UU No 10/2004 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan
• UU No 32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah
• PP No 79/2005 Tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
• PerMendagri No 15/2006 Tentang Jenis dan Bentuk
Produk Hukum Daerah
• PerMendagri No 16/2006 Tentang Prosedur
Penyusunan Produk Hukum Daerah
• KepMendagri No 169/2004 Tentang Pedoman
Penyusunan Program Legislasi Daerah
7
8. Masalah Umum Yang Terjadi Pada
Pelaksanaan Perda
Perda hanya disusun dan berkutat pada
pemerintah lokal, itupun kadang sudah
terjadi konflik antara eksekutif dan
legislatif, dan pada akhirnya
Pemerintah Pusat akan terkejut dengan
jumlah dan kualitas Perda yang
notabene hanya menyusahkan dan
memperburuk kondisi di berbagai
bidang kehidupan secara nasional.
8
9. STATISTIK PERATURAN DAERAH (PERDA) “BERMASALAH”
Jumlah Persentase
Jenis Pelanggaran/Masalah
Secara Umum Tidak Bermasalah 152 14,8
Relevansi Yuridis 30 2,9
Up to date Acuan Yuridis 162 15,7
Kelengkapan Yuridis 58 5,6
Diskoneksi Tujuan dan Isi (Konsistensi Pasal) 32 3,1
Kejelasan Obyek 76 7,4
Kejelasan Subyek 5 0,5
Kejelasan Hak dan Kewajiban Wajib Pungut 81 7,9
Kejelasan Standar Waktu, Biaya, Prosedur, Struktur Tarif 234 22,7
Kesesuaian Filosofi dan Prinsip Pungutan 46 4,5
Keutuhan Wilayah Ekonomi Nasional & Prinsip Free Internal Trade 24 2,3
Persaingan Sehat 9 0,9
Dampak Ekonomi Negatif 95 9,2
Menghalangi Akses Masyarakat, Perlindungan Lingkungan Hidup 11 1,1
Pelanggaran Kewenangan Pemerintahan 15 1,5
Jumlah Peraturan Daerah 1030 100,0
Sumber: Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) , 2003 9
10. NO Perda Bermasalah Sumber
1. Sebanyak 2.665 rancangan peraturan daerah dan Koran Kompas
peraturan daerah terkait aturan pajak dan retribusi 12/12/2008
dibatalkan oleh pemerintah pusat. Rancangan perda dan
perda itu dinilai mengganggu iklim investasi,
menimbulkan ekonomi biaya tinggi, dan tidak sejalan
dengan aturan yang dibuat pemerintah pusat
sejak tahun 2001 hingga 10 Desember 2008, Departemen
Keuangan telah mengevaluasi 1.121 rancangan
peraturan daerah (raperda). Dari jumlah tersebut,
67% di antaranya dibatalkan atau direvisi dan 33 persen
diizinkan diterapkan menjadi perda
Perda PDRD yang dibatalkan sebagian besar soal aturan
pungutan. Dari 11.401 perda, 15 persen di antaranya di
sektor perhubungan, 13 persen pertanian, 13 persen
industri dan perdagangan, dan 11 persen kehutanan.
Pungutan yang ditetapkan di daerah, yang dinilai
bermasalah, antara lain, adalah pajak pengolahan
minyak yang tumpang tindih dengan aturan di pusat.
Di pusat sudah ada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk
industri pengolahan minyak.
Contoh lain, retribusi atas pasar atau pelabuhan yang
bukan milik pemerintah daerah (pemda). Pajak Hotel
yang dikenakan atas jasa katering yang tumpang
tindih dengan Undang-Undang PPN. Pajak Hiburan
yang dikenakan atas taman rekreasi dan cagar budaya di
daerah, padahal taman rekreasi bukan obyek Pajak
Hiburan.
(Mardiasmo, Dirjen Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan)
10
11. 2. www.kapanlagi.com
Lebih dari 10.000 Perda dari 400 lebih kabupaten di Selasa, 27 Mei 2008
Indonesia bermasalah
Perda-perda bermasalah terjadi karena adanya
tumpang tindih dengan peraturan yang sudah ada,
baik itu peraturan pemerintah pusat ataupun Perda di
daerah itu sendiri
(MS Hidayat, Ketua Umum KADIN)
3. www.kapanlagi.com
Ada sekitar 700 Perda yang mendesak untuk diperbaiki. Selasa, 27 Mei 2008
Jenis Perda-perda yang menghambat investasi masuk
dan berkembang di daerah umumnya adalah yang
terkait masalah perijinan dan retribusi.
Beberapa daerah yang terdesak menggunakan Perda untuk
keberlangsungan daerahnya, tetapi jika investasi berhenti
dampaknya akan lebih buruk bagi daerah ke depannya.
(Sandiaga Uno, Presiden Direktur Saratoga Kapital)
4. Sejak 1999 hingga November 2007 ada sebanyak 1.406 www.antara.co.id
Peraturan Daerah (Perda) dibatalkan, karena 19/11/07
bertentangan dengan kepentingan umum dan
Pancasila serta UUD 1945
(Andi Mattalata, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia)
5. Total Perda yang dibatalkan sejak 1999, maka 90 persen www.antara.co.id
diantaranya merupakan peraturan tentang pajak dan 19/11/07
retribusi daerah.
(Wahiduddin Adams, Direktur Fasilitasi Perancangan Peraturan
Daerah Depkumham)
11
12. Masalah Umum Yang Terjadi
Pada Pelaksanaan Perda
Harus diakui perda yang selama ini tersusun
ditingkat Pemda memang belum sepenuhnya
menggunakan sistem berjenjang
Dilain pihak, pemerintah pusat yang
sebenarnya mempunyai tugas untuk
meletakkan kerangka kebijakan,
memfasilitasi penguatan kapasitas, mereview
dan memonitor penerapan Perda dirasa
belum menunjukkan efektifitasnya
12
13. Matrik Pelaksanaan Perda Di
Daerah
No Daerah Konsepsi Pelaksanaan Perda di Daerah Catatan
Pembentukan
Perda Prosedural Substansial
1 Kalimantan Timur Dimaksudkan untuk Selaras 1. Mengatur dan Jarang
menciptakan dengan mengurus ditemukan perda
ketertiban, keadilan Peraturan kepentingan yang dibatalkan
dan keharmonisan yang masyarakat oleh pemerintah
kehidupan berbangsa berkaitan 2. Menurut pusat
dan bermasyarakat, dengan prakarsa
sekaligus menjamin penyusunan sendiri
terselenggaranya Perda berdasarkan
aspirasi
fungsi pemerintah
masyarakat
secara optimal dalam
rangka pelayanan 3. Sesuai dengan
perundang-
kepada masyarakat.
undangan,
adanya
kekhususan
daerah,
kebijakan
daerah, dan
adanya aturan
yang lebih
tinggi yang
mengaturnya.
13
14. Matrik Pelaksanaan Perda Di
Daerah
No Daerah Konsepsi Pembentukan Pelaksanaan Perda di Daerah Catatan
Perda
Prosedural Substansial
1 Kalimantan 1. Dalam rangka 1. Berdsrkan 1. Adanya asas
Selatan mencapai visi dan program dpt
misi daerah legislasi dilaksanakan,
daerah kedayagunaan,
2. Dibuat berdasarkan kehasilgunaan,
kewenangan 2. Dimulai dari mencerminkan
Pemerintah Provinsi inisiatif pembentukan
3. Berdasarkan hasil SKPD terkait perda
studi banding ke 3. Dilakukan berdasarkan
daerah lain dan layak/ sinkronisasi kebutuhan
sesuai untuk oleh Biro daerah dan
diterapkan di daerah Hukum lewat atas dasar
Sekda masukan dari
4. Perda harus masyarakat
memperhatikan
2. Substansi yang
kemampuan bersifat
masyarakat, sasaran pungutan
yang ingin dicapai terlebih dahulu
kedepannya dikonfirmasi
dgn pihak yg
akan terkena
dampak perda.
14
15. Matrik Pelaksanaan Perda Di Daerah
No Daerah Konsepsi Pelaksanaan Perda di Daerah Catatan
Pembentukan
Perda Prosedural Substansial
1 Kalimantan Tengah Perda disusun dalam 1. Dibuat atas 1. Merupakan Ada beberapa
rangka kemandirian inisiatif daerah yg perda yang
daerah dengan SKPD produktif dibatalkan
meningkatkan PAD terkait dan mengeluarkan
yg perda pajak dan
menyangkut retribusi
pajak dan 2. Pajak dan
retribusi retribusi dalam
daerah, rangka
dikoordinir meningkatkan
oleh Dinas PAD
Pendapatan 3. Mengupayakan
Daerah. selaras dengan
2. DPRD kebutuhan
belum daerah
pernah
mengeluarka
n perda
inisiatif
3. Biro hukum
hanya
menyelarask
an dan
harmonisasi
perda
15
16. Matrik Pelaksanaan Perda Di Daerah
No Daerah Konsepsi Pelaksanaan Perda di Daerah Catatan
Pembentukan
Prosedural Substansial
Perda
1 Kalimantan Barat 1. Perda disusun 1. Selain Substansi yang Belum
dalam rangka menyeleras diusung ditemukan perda
kemandirian kan dengan merupakan yang dibatalkan
daerah dengan peraturan penjabaran dalam
meningkatkan yang rangka
PAD berlaku, penyelenggaraan
2. Juga sudah otonomi daerah
diterapkan dan tugas
uji publik pembantuan
meskipun
belum
disosialisas
ikan secara
transparan
16
17. Dampak Pelaksanaan Perda di Daerah
(Produk Hukum Daerah Yang Dibatalkan)
No Nama Perda Dasar Pembatalan
1. Kalimantan Timur:
Tidak ditemukan Perda yang
dibatalkan
-
2. Kutai Timur:
Belum ditemukan data perda
dibatalkan
-
3. Kalimantan Selatan:
• Peraturan Daerah No. 1 Tahun • Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 46 Tahun
2000 Tentang Larangan 2003 Tentang Pembatalan Peraturan Daerah
Minuman Beralkohol Provinsi Kalimantan Selatan No. 1 Tahun 2000
• Peraturan Daerah No. 4 Tahun Tentang Larangan Minuman Beralkohol
2003 Tentang Retribusi Izin • Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 122 Tahun
Trayek dan Izin Angkutan 2007 Tentang Pembatalan Peraturan Daerah
Khusus di Perairan Daratan Provinsi Kalimantan Selatan No. 4 Tahun 2003
Lintas Kabupaten/ Kota Tentang Retribusi Izin Trayek dan Izin Angkutan
Khusus di Perairan Daratan Lintas Kabupaten/ Kota
17
18. Dampak Pelaksanaan Perda di Daerah
(Produk Hukum Daerah Yang Dibatalkan)
No Nama Perda Dasar Pembatalan
4. Tapin: •dibatalkan berdasarakan Kepmendagri No. 99 tahun 2008
Perda No. 5/2002 Tentang Tentang Pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten Tapin No 5
Pertambangan Batu Bara Tahun 2002 Tentang Pertambangan Batu Bara
•ditindak lanjuti dengan Instruksi Bupati No. 188/01/KUM/2008
untuk mencabut Perda Tersebut
5. Kalimantan Barat:
Tidak ditemukan perda yang
dibatalkan
-
6. Sintang:
2.Tentang pembentukan badan •Dibatalkan karena kewenangan ada di Depkop
hukum koperasi
3.Tentang retribusi pemanfaat hasil •Walaupun tidak pernah diterapkan karena bertentangan
hutan,
4.Tentang pertambangan •Karena mengatur perijinan dan besaran tarif ini diluar
kewenangan
18
19. Dampak Pelaksanaan Perda di Daerah
(Produk Hukum Daerah Yang Dibatalkan)
No Nama Perda Dasar Pembatalan
7 Kalimantan Tengah:
• Perda Provinsi Kalimantan • Surat teguran Mendagri No.188.342/2410/SJ. Tanggal 7
Tengah No.4 Tahun 2002 September 2002
tentang TertibPemanfaatan • Dibatalkan dengan Kepmendagri No.242 Tahun 2004
Jalan dan Pengendalian Tanggal 7 Oktober 2004.
Muatan.
• Pengujian Mutu-Mutu • Dibatalkan dengan Kepmendagri No 185 Tahun 2004
Dagangan Ekspor
8. Seruyan:
• Perda No 3 Tahun 2004 • Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 97 Tahun
Tentang Retribusi Hasil hutan 2006 Tentang Pembatalan Peraturan Daerah
dan Perkebunan
Kabupaten Seruyan Nomor 3 Tahun 2004 Tentang
Retribusi Hasil hutan dan Perkebunan
19
20. Perbandingan Data Terbaru
Perda Yang Direkomendasikan Dibatalkan
(Kota Tarakan Sebagai Pembanding)
Perda Objek Tarif Alasan Pembatalan
Perda No 3/2000 Pemberian izin usaha rumah Biaya daftar ulang • Retribusi izin dikenakan sekali untuk
tentang makan/restoran dipungut tiap masa berlakunya izin
Pemberian tahun • Izin usaha rumah makan/restoran
Usaha Rumah berlaku selama masih menjalankan
Makan/Restoran kegiatan usahanya sesuai dengan pasal
103 PP 67/1996 tentang
Penyelenggaraan Kepariwisataan
Perda 11/2003 tentang Pemberian izin usaha rumah Diatur lebih lanjut dalam Struktur dan besarnya tariff retribusi harus
Perubahan Atas makan/restoran keputusan kepala ditetapkan dengan Perda, sesuai
Perda No 3/2000 daerah dgn dengan pasal 24 ayat (3) UU No
tentang persetujuan DPRD 34/2000 tentang Pajak dan Retribusi
Pemberian Daerah
Usaha Rumah
Makan/Restoran
Perda 21/2001 tentang Pengesahan pendirian, Pendirian badan hukum Pengesahan, pembentukan, penggabungan,
Pengesahan perubahan badan koperasi kena tariff peleburan serta pembubaran koperasi
Pendirian Badan hukum koperasi Rp.250.000 merupakan kewenangan pusat, sesuai
Hukum Koperasi Perubahan badan hukum pasal 9 UU 25/1992 tentang
koperasi kena tariff Perkoperasian, PP 4/1994 tentang
Rp.150.000 Persyaratan dan Tata Cara Pendirian
dan Perubahan Anggaran Dasar
Koperasi dan PP 38/2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemda Provinsi
dan Kabupaten/Kota.
20
Sumber: Radar Tarakan 3 Desember 2008
21. Temuan Lapangan
• Di Kabupaten Kutim:
Tidak ada sosialisasi (dalam hal ini tidak ada tembusan ke
pihak terkait yang terkena dampak Perda, ex: ke KADIN)Perda
yg sifatnya pajak dan retribusi, sehingga baru diketahui pada
saat dipungut kewajian pembayaran dan masyarakat tidak bisa
melayangkan keberatan lagi.
• Besaran nilai retribusi masih diatur dalam SK Bupati,
bukan didalam Perdanya. Seharusnya struktur dan besarnya
tarif retribusi harus sudah ditetapkan dalam Perda, sesuai pasal
24 ayat (3) UU No 34/2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
• Koordinasi antara eksekutif dan legislatif bisa memakan waktu
hingga 2 tahun, sehingga dirasakan tidak efisien dan bisa saja
substansi Perda sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini.
21
22. Temuan Lapangan
• Di Kalsel: masih ditemukan kesalahan
pengetikan pada Perda yang diterbitkan.
Perda No. 12 Tahun 2003 tentang Pajak
Kendaraan di Atas Air, dimana isi Perda
mengatakan Perda ini tentang Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor di Atas Air.
Sehingga seharusnya tertulis Perda No 12
Tahun 2003 Tentang Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor di Atas Air bukan
Tentang Pajak Kendaraan di Atas Air
22
23. Temuan Lapangan
• Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2000 Tentang Larangan Minuman
Beralkohol dibatalkan dengan alasan bertentangan dengan PP No.
13 Tahun 1995 Tentang Izin Usaha Industri dan PP No. 25 Tahun
2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi
sebagai daerah otonom serta Keputusan Presiden No. 3 Tahun
1997 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol
selain secara tradisional kewenangan pemerintah dan penjualan
minuman beralkohol di hotel, bar, restoran, dan tempat-tempat
tertentu tidak dilarang dan merupakan kewenangan kabupaten/ kota.
• Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2003 Tentang Retribusi Izin Trayek
dan Izin Angkutan Khusus di Perairan Daratan Lintas Kabupaten/
Kota dibatalkan dengan alasan bertentangan dengan Undang-
Undang No. 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas Undang-
Undang No. 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah dan PP No. 66 Tahun 2001 Tentang Retribusi Daerah
karena (1) izin trayek angkutan perairan di daratan tidak diatur
dalam PP No. 82 Tahun 1999 Tentang Angkutan di Perairan, (2)
izin trayek angkutan sungai, danau, dan penyeberangan tidak
diperlukan karena sudah termasuk dalam persetujuan pengoperasian
kapal dan berlaku selama 5 (lima) tahun sebagaimana diatur dalam
Pasal 43 Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 2004
Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau.
23
24. Temuan Lapangan
• Di Kabupaten Tapin:
Selama ini, setiap Raperda yang diterbitkan
oleh instansi pengusul telah dilengkapi
dengan naskah akademik terlebih dahulu
yang merupakan dasar pemikiran serta latar
belakang pentingnya raperda tersebut dibuat.
• Adanya target secara kuantitas dalam
pembuatan perda bagi legislatif yang bisa
mengakibatkan kurang terjaganya kualitas
produk Perda yang dihasilkan
24
25. Temuan Lapangan
• Kabupaten Tapin:
Perda No. 5/2002 tentang pertambangan Batu Bara.
Perda yang dibuat pada tahun 2002 ini sudah
berjalan kurang lebih 6 tahun, tetapi karena alasan
menimbulkan biaya yang tinggi menurut pemerintah
pusat, maka Perda tersebut dibatalkan
pemberlakuannya pada tahun 2008.
• Tidak ada sosialisasi terhadap pembatalan Perda
tersebut, pemberitahuan hanya dilakukan jika secara
kebetulan ada ada masyarakat mengurus hal yang
sama di biro hukum
25
26. Temuan Lapangan
Kalimantan Barat:
• Sepanjang periode 2005 – 2008 Pemerintah
Provinsi Kalimantan Barat mengeluarkan
beberapa peraturan daerah. Selama kurun 4
(empat) tahun tersebut tidak menerbitkan
peraturan daerah tentang pajak
• Perencanaan penyusunan peraturan daerah di
Provinsi Kalimantan Barat belum melalui
program legislasi daerah (Prolegda)
26
27. Temuan Lapangan
• Di Provinsi Kalimantan Barat kasus yang
sering terjadi adalah, perbaikan bahasa.
Dengan kata lain, belum pernah ada kasus
penolakan perda (secara substansi)
• Ini terjadi karena Pemda dalam
menyeleraskan dan harmonisasi Raperda
langsung berkonsultasi ke pusat, sehingga
mengeliminir dampak penolakan Perda pada
saat dijalankan.
27
28. Temuan Lapangan
• Di Provinsi Kalimantan Barat:
masih tumpang tindihnya antar satu perizinan dengan
yang lainnya dan tidak selaras dengan peraturan
diatasnya.
Ex: dalam struktur retribusi perizinan pemanfaatan
sumber daya perikanan terdapat pungutan terhadap
penerbitan Surat Pengolahan Ikan (SPI) dan Surat
Keterangan Pengiriman Hasil Perikanan (SKPHP).
Padahal keduanya bertentangan dengan PP No
54/2002 tentang Usaha Perikanan dan harus
dihapuskan.
28
29. Temuan Lapangan
Di Provinsi Kalimantan Tengah merupakan
daerah yang produktif mengeluarkan perda
tentang Pajak dan Retribusi daerah dalam
rangka meningkatkan PAD. Sehingga
sebenarnya perlu ditinjau kembali apakah
kebijakan tersebut tidak membebani
masyarakat dan mengganggu iklim investasi
di daerah tersebut?
29
30. Evaluasi perda
Pengujian Perda oleh Mahkamah Agung dan Pemerintah
Kategori Mahkamah Agung Pemerintah
Jenis Review Judicial review Executive Review
Bentuk Review Permohonan Keberatan • Pengawasan preventif
terhadap Raperda bermuatan
APBD, pajak dan retribusi
daerah serta tata ruang
• Pengawasan represif terhadap
semua Perda yang dihasilkan
daerah
Lembaga yang melakukan review Mahkamah Agung Departemen Dalam Negeri dibantu
dengan:
Departemen Keuangan
Departemen PU
Depkumham
Sifat kewenangan lembaga yg Pasif, menunggu datangnya Aktif melakukan pengawasan,
mereview permohonan evaluasi terhadap seluruh
Perda
Kapasitas Lembaga Menyelesaikan sengketa peraturan Dalam rangka pengawasan dan
perundangan yg timbul pembinaan terhadap
dibawah undang-undang pemerintah daerah
terhadap undang-undang
(konflik norma)
Standar pengujian • Bertentangan dengan 1.Bertentangan dengan peraturan
peraturan perundangan yang perundangan yang lebih
lebih tinggi tinggi
• Pembentukannya tidak sesuai 2.Bertentangan dengan
dengan ketentuan yang kepentingan umum
berlaku 30
34. Evaluasi perda
• Pemerintah daerah sebenarnya boleh melayangkan
keberatan terhadap pembatalan perda
didaerahnya oleh pemerintah pusat melalui
Mahkamah Agung. Namun jarang sekali atau bahkan
tidak ada daerah yang melakukan mekanisme ini.
• Pada praktiknya pembatalan Perda dilakukan dengan
Kepmendagri. Seharusnya Perda dibatalkan dengan
Perpres, dan janggal bila perda (rumpun regelling)
dibatalkan oleh Kepmendagri (rumpun beschikking).
Setidaknya Kepmendagri tsb belum final dan harus
dikemas ulang dalam bentuk Perpres. Namun dari
temuan lapangan tidak didapatkan pembatalan
Perda dalam bentuk Perpres.
34
35. Kesimpulan
• Bagi Pemerintah daerah, PAD merupakan simbol
kemandirian daerah, sehingga semakin besar PAD,
semakin menunjukkan bahwa daerah itu mandiri.
Selama ini daerah belum mampu menghasilkan
perbaikan yang signifikan terhadap iklim usaha di
daerah. Justru, perizinan usaha semakin berbelit
karena pemerintah daerah menjadikannya sebagai
obyek untuk meningkatkan PAD, tanpa peduli
dengan keluhan masyarakat (terutama pebisnis) yang
menjadi obyek (penderita) pungutan
35
36. Kesimpulan
• Pada umumnya proses penyusunan Perda Di
Kalimantan sudah berusaha memenuhi aspek yang
dipersyaratkan sesuai dengan peraturan dan
perundangan yang berlaku (UU No 32/2004, UU No
10/2004, PerMendagri No 16/2006, KepMendagri
No 169/2004, dll)
• Minimnya partisipasi masyarakat dalam Proses
penyusunan Perda. Masyarakat sebagai filter pertama
dalam menyaring Perda, namun karena lemahnya
berbagai organisasi kemasyarakatan untuk
mereprensentasikan masyarakat sehingga menjadi
problem dalam penyusunan Perda
36
37. Kesimpulan
(Alasan Pembatalan Sebuah Perda)
• Masalah prinsip adalah pelanggaran terkait dengan
Peraturan Perundangan di Atasnya dan menghalangi /
melanggar kepentingan umum
• Lebih jauh lagi pelanggaran terkait dalam konteks
aktivitas perekonomian secara luas. Yang
termasuk dalam hal ini adalah pelanggaran prinsip
free internal trade, menghalangi akses ekonomi
masyarakat, serta kewenangan pemerintah.
• Pembatalan berdasarkan pelanggaran substansial
antara lain diskoneksi antara tujuan dan isi perda.
Ketidakjelasan standar pelayanan seperti waktu,
biaya, prosedur, struktur, dan standar tarif. Terakhir,
teknis menyangkut relevansi acuan sumber hukum,
acuan perundangan terbaru, dan kelengkapan teknis
yuridis formal yang harus dipenuhi perda mengenai
pungutan.
37
38. Kesimpulan
• Tidak tertibnya evaluasi Perda karena Perda tidak
segera diserahkan kepada Pemerintah Pusat untuk
dievaluasi.
• Pemerintah pusat juga lemah dalam menyerahkan
hasil evaluasi yang menyebabkan perda terkatung-
katung sampai beberapa tahun.
• Tidak tertibnya pendokumentasian Perda dapat
dilihat dari: (1) daerah kurang peduli kewajibannya
menyerahkan perda kepada pemerintah pusat,
(2) tidak adanya sanksi bila tidak/terlambat
menyerahkan perda ke pemerintah pusat dan (3)
untuk menghindari pembatalan perda karena
dinilai bertentangan peraturan diatasnya dan
kepentingan umum
38
39. Rekomendasi
1. Dalam rangka tertib administrasi dan
peningkatan kualitas produk hukum daerah,
diperlukan suatu proses atau prosedur
penyusunan Perda agar lebih terarah dan
terkoordinasi, yakni perlu adanya Panduan
Memahami Perancangan Peraturan Daerah yang
mempunyai beberapa perspektif mengenai: Pajak dan
Retribusi, Hak Asasi Manusia, Kesetaraan Jender,
Pembangunan yang berkelanjutan, dll sehingga
memudahkan melakukan evaluasi dan monitoring
39
40. Rekomendasi
2. Perda sebagai produk hukum daerah yang bersifat pengaturan
harus didasarkan Prolegda sebagaimana diatur dalam
KepMendagri No 169/2004 Tentang Pedoman Penyusunan
Program Legislasi Daerah
3. Melakukan perencanaan, persiapan penyusunan rancangan Perda
dan harmonisasi materi atau substansi rancangan perda antar
satuan kerja perangkat daerah.
4. Pelibatan masyarakat secara lebih intensif sangat diperlukan
agar lebih terlibat secara substansial pada proses pembuatan
Raperda dalam rangka menghasilkan Perda yang berkualitas
dan dapat diterima.
5. Peningkatan kapasitas dan kompetensi legal drafter baik
dari pihak eksekutif maupun legislatif dalam menyusun raperda
melalui kegiatan diklat,worshop ataupun pelatihan lainnya
merupakan langkah penting dalam rangka menghasilkan perda
sesuai dengan ketentuan yang berlaku
6. Sosialisasi lebih gencar terhadap raperda sebelum disahkan
penting untuk dilakukan agar segenap pihak yang terkena
dampak dari pemberlakuan raperda tersebut dapat mengetahui
dan menerima raperda tersebut. Sosialisasi bisa lewat koran,
majalah, softfile, buku, media elektronik dan internet.
40
41. Rekomendasi
7. Penting untuk membuat naskah akademik
terlebih dahulu sebelum menyusun Perda. Hal ini
sejalan dengan Surat Keputusan Kepala Badan
Pembinaan Hukum Nasional No. G-159.PR.09.10
Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan
Naskah Akademik, sebagai naskah awal yg memuat
gagasan-gagasan pengaturan dan materi muatan
perundangan-undangan bidang tertentu yg telah
ditinjau scr holistik-futuristik dan dari berbagai aspek
ilmu, dilengkapi dengan referensi yang memuat
urgensi, konsepsi, landasan, alas hukum dan prinsip-
prinsip yg digunakan dan disajikan dalam bentuk
uraian sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmu hukum dan sesuai politik hukum yang
digariskan.
41
42. Rekomendasi
8. Pemerintah pusat perlu lebih serius dalam
menerbitkan peraturan yang layak (juklak
pengawasan dan evaluasi yang jelas dan memiliki
status hukum cukup tinggi,ex: Peraturan Pemerintah
(PP) merupakan level ideal bagi pengawasan Perda)
sebagai landasan operasional pelaksanaan evaluasi
(review) Perda
9. Perlu diberikan sanksi bagi pemda yang “bandel”,
yaitu Pemda yang tidak menyerahkan Perda dan
tidak segera mencabut perda yang sudah dibatalkan
oleh Pemerintah Pusat. Sanksi bisa berupa
pengurangan/pemotongan dana perimbangan yang
dibagi kedaerah
42
43. Rekomendasi
10. Secara substansial Perda yang dibuat perlu
memperhatikan kemampuan masyarakat, sasaran
yang ingin dicapai kedepannya, serta kewenangan
yang dilimpahkan kepada provinsi maupun
kabupaten/kota. Hal ini penting agar tidak terjadi
pungutan ganda pada suatu wilayah teritorial yang
sama dimana tentunya akan sangat memberatkan
masyarakat/ pelaku usaha dan selain itu diharapkan
bahwa Perda-Perda tersebut dapat memberikan
manfaat dan kegunaan bagi pembangunan daerah.
Partisipasi aktif masyarakat dalam penyusunan
Perda harus ditingkatkan dengan membuka kran-
kran saluran penyampaian aspirasi melalui
mekanisme tertentu baik individu, organisasi,
lembaga kemasyarakatan atau kelompok-kelompok
bidang/urusan/sektor tertentu.
43
44. Rekomendasi
11.Selain sosialisasi, perlunya uji publik pada
penerapan Perda baru. Pada saat Perda diterapkan,
dalam jangka waktu tertentu dilakukan pengujian
apakah ada pelanggaran kepentingan umum dan
peraturan perundangan diatasnya serta adanya
keberatan dari masyarakat dalam penerapannya.
Sehingga uji publik menjadi satu mekanisme baku
dalam penyusunan dan sebagai bentuk evaluasi perda
secara simultan.
12.Adanya kebijakan pengendalian kecenderungan
penambahan Perda secara kuantitas yang semakin
banyak (efek multiplikasi). Bisa juga dilakukan
dengan memberdayakan peraturan dibawah perda
(ex: keputusan Bupati/Walikota untuk penjabaran
rinci perda). Sehingga tidak perlu mengakomodir
semua issue yang berkembang dalam bentuk Perda.
44
45. Rekomendasi
13. Meskipun Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pusat dan daerah (DJPKPD) melalui surat atas nama Menteri
Keuangan No: S-37/MK.7/2001 tertanggal 4 Desember 2001,
meminta Gubernur, Bupati, atau Wali Kota seluruh Indonesia
untuk mengirimkan salinan perda kepada DJPKPD. Serta
Depdagri mengeluarkan Surat Edaran Mendagri No
188.34/1586/SJ tertanggal 5 Juli 2006 Tentang Penertiban
Penyusunan dan Penetapan Perda, dimana keduanya
dimaksudkan agar penerbitan perda dapat lebih terkontrol,
terarah, dan memudahkan pengawasan. Namun perlu ditetapkan
lagi mekanisme sederhana pengumpulan perda
(penyampaian, status evaluasi dan database perda scr
elektronik) serta efisiensi waktu dalam menetapkan batas
waktu penyelesaian penilaian (asistensi melekat dan total)
shg dapat segera diketahui hasil evaluasinya oleh pemda,
jangan sampai berlarut-larut hingga beberapa tahun kemudian
baru muncul pembatalan setelah suatu Perda diterapkan.
45