SlideShare a Scribd company logo
1 of 32
MAZHAB-MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN
Mazhab filsafat pendidikan, yaitu:
   A. Filsafat Pendidikan Idealisme
   B. Filsafat Pendidikan Iealisme
   C. Filsafat Pendidikan Materialisme
   D. Filsafat Pendidikan Pragmatisme
   E. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
   F. Filsafat Pendidikan Progresivisme.
   G. Filsafat Pendidikan Esensialisme.
   H. Filsafat Pendidikan Parenialisme.
   I. Filsafat Pendidikan Rektruksionisme.


A. FILSAFAT PENDIDIKAN IDEALISME


1. Realitas
       Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan
materi, bukan fisik.
       Hakikat manusia adalah jiwanya, rohnya, yakni apa yang disebut “mind”.
Mind merupakan suatu wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan sebagai
pendorong dan penggerak semua tingkah laku manusia.
       Idealisme tidak menolak eksistensidunia fisik di sekeliling kita, seperti
rumah, pepohonan, binatang, matahari, bintang-bintang yang muncul terlihat pada
malam hari.
       Relitas mungkin bersifat personal, dan mungkin juga bersifat impersonal.
       Plato mengatakan bahwa jiwa manusia sebagai “roh” yang berasal dari
“ide” eksternal dan sempurna.
2. Pengetahuan
       Tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan pandangannya
bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap,
karena dunia hanyalah merupakan tiruan balaka, sifatnya maya (bayangan), yang
menyimpang dari kenyataan yang sebenarnya, pengetahuan yang benar hanya

                                         1
merupakan hasil akal belaka, karena akal dapat membedakan bentuk spiritual
murni dari benda-benda di luar penjelmaan material. Demikian menurut Plato.
        Hegel menguraikan konsep Plato tentang teori pengetahuan dengan
mengatakan bahwa pengetahuan dikatakan valid, sepanjang sistematis, maka
pengetahuan manusia tetang realitas adalah benar dalam arti sistematis.
3. Nilai
        Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut. Apa yang dikatakan baik,
benar, salah, cantik, atau tidak cantik, secara fundamental tidak berubah dari
generasi ke generasi. Pada hakikatnya nilai itu tetap. Nilai tidak diciptakan
manusia, melainkan merupakan bagian dari alam semesta.
4. Pendidikan
        Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme memberi sumbangan
yang besar terhadap perkembangtan teori pendidikan, khususnya filsafat
pendidikan.
        Filsafat idealisme diturunkan dari filsafat idealisme metafisik, yang
menekannkan pertumbuhan rohani. Kaum idealis percaya bahwa anak merupakan
bagian dari alam spiritual, yang memiliki pembawaan spiritual sesuai dengan
potensialitasnya. Oleh karena itu, pendidikan harus mengajarkan hubungan antara
anak dengan bagian alam spiritual . Pendidikan harus menekankan kesesuaian
batin antara anak dan alam semesta.
        Seorang guru yang menganut paham idealisme harus membimbing atau
didiskusikan bukan sebagai prinsip-prinsip eksternal kepada siswa, melainkan
sebagai kemungkinan-kemungkinan (batin) yang perlu dikembangkan. Guru
idealis juga harus mewujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik. Socrates,
Plato dan Kant yakin bahwa pengetahuan yang terbaik adalah pengetahuan yang
dikeluarkan dari dalam diri siswa, bukan dimasukkan atau dijejalkan ke dalam
diri siswa.
        Power (1982:89) mengemukakan implikasi filsafat pendidikanidealisme
sebagi berikut:
1. Tujuan Pendidikan



                                        2
Pendidikan formal dan informal bertujuan membentuk karakter, dan
    mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial.
2. Kedudukan siswa
  Bebas untuk menembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya/bakatnya.
3. Peranan Guru
    Bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan manusia, terutama
    bertanggung jawab dal menciptakan lingkungan pendidikan siswa.
4. Kurikulum
   Pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan rasional, dan pendidikan
    praktis untuk memperoleh pekerjaan.
5. Metode
       Diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat
dimanfaatkan.


B. FILSAFAT PENDIDIKAN REALISME
        Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitas.
Realisme berbeda dengan materialisme dan idealisme yang bersufat monistis.
Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas ialaha terdiri atas dunia fisik dan
dunia ruhani.
        Realisme merupakan aliran filsafat yang memiliki beraneka ragam bentuk.
Kneller membagi realisme menjadi dua bentuk, yaitu : 1. Realisme rasional, 2.
Realisme
1. Realisme Rasional
        Realisme rasional didefinisikan kepada dua: realisme klasik dan realisme
religius.
Realisme klasik, ialah filsafat yunani yang pertama kali dikembangkan oleh
Aristoteles, sedangkan realisme religius, dikembangkan oleh Thomas Aquina,
dengan menggunakan filsafat Aristoteles dalam membahas teologi Kristen, yang
disebut tornisme, pada saat filsafat gereja dikuasai oleh neoplatonisme yang
dipelopori oleh Plotinus.



                                       3
a. Realisme klasik
           Realisme klasik oleh Brubacher (1950) disebut humanisme rasional.
Realisme klasik berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki ciri
rasional. Dunia dikenal melalui akal, dimulai dengan prinsip “self evident” di
mana manusia dapat menjangkau kebenaran umum. “Self evident” merupakan hal
yang penting dalam filsafat realisme karena evidensi merupakan asas pembuktian
tentang realitas dan kebenaran sekaligus.
    b. Realitas religius
        Relisme religius dalam pandangannya tampak dualisme. Ada dua order
yang terdiri atas “order natural “ dan “order supernatural”. Kedua order tersebut
perpusat pada Tuhan. Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan
diri, guna mencapai yang abadi.
Kebenaran bukan dibuat, melainkan sudah ditentukan, di mana belajar harus
mencerminkan kebenaran tersebut.
        Menurut realisme religius, karena keteraturan dan keharmonisan alam
semesta sebagai ciptaan Tuhan, maka manusia harus mempelajari alam sebagai
ciptaan. Tujuan pendidikan mempersiapkan individu untuk dunia dan akhirat.
Tujuan pendidikan adalah mendorong siswa memiliki keseimbangan intelektual
yang baik, bukan semata-mata penyesuaian terhadap lingkungan fisikdan sosial
saja.
        Beberapa prinsip mengajar yang dikemukakan oleh Comenius adalah
sebagai berikut :
    a. Pelajaran harus didasarkan pada minat siswa. Keberhasilan dalam belajar
        tidak   karena dipaksakan dari luar, melainkan merupakan suatu hasil
        perkembangan dari dalam pribadinya.
    b. Pada waktu permulaan belajar, guru harus menyusun out-line secara garis
        besar dari setiap mata pelajaran.
    c. Guru harus menyiapkan dan menyampaikan informasi tentang garis-garis
        besar pelajaran sebelum pelajaran dimulai, atau pada waktu permulaan
        pelajaran.



                                            4
d. Kelas harus diisi dengan gambar-gambar, peta, motto, dan sejenisnya yang
       berkaitan dengan rencana pelajaran yang akan diberikan.
   e. Guru menyampaikan pelajaran sedemikian rupa, sehingga pelajaran
       merupakan      suatu   kesatuan.       Setiap   pelajaran   merupakan   suatu
       keseimbangan dari pelajaran sebelumnya, dan untuk perkembangan
       pengetahuan secara terus-menerus.
   f. Apapun yang dilakukan guru, hendaknya membantu untuk pengembangan
       hakikat manusia. Kepada siswa ditunjukkan kepentingan yang praktis dari
       setiap sistem nilai.
   g. Pelajaran dalam subjek yang sama diperuntukkan bagi semua anak.
2. Realisme Natural Ilmiah
        Realisme natural ilmiah menyertai lahirnya sains di Eropa pada abad
kelima belas dan keenam belas, yang dipelopori oleh Francis Bacon, John Locke,
Galileo, David Hume, John Stuart Mill, dan lain-lainnya. Pada abad kedua puluh
tercatat pemikiran-pemikiran seperti Ralph Borton Perry, Alferd Nortt Whitehead,
dan Betrand Russel.
       Realisme natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah organisme
biologis dengan sistem syaraf yang kompleks dan secara inheren berpembawaan
sosial (social dispossition) yang dinamakan berpikir merupakan fungsi yang
sangat kompleks dari organisme yang berhubungan dengan lingkungannya.
Kebanyakan dari penganut realisme natural menolak eksistensi kemauan bebas
(Free will). Mereka bersilang pendapat dalam hal bahwa individu ditentukan oleh
akibat lingkungan fisik dan sosial dalam struktur genetiknya. Apa yang
tampaknya bebas memilih, kenyataannya merupakan suatu determinasi kausal
(ketentuan sebab akibat).
       Menurut realisme natural ilmiah, filsafat mencoba meniru objektivitas
sains. Karena dunia sekitar manusia nyata, maka tugas sainslah untuk meneliti
sifat-sifatnya. Tugas filsafat mengkoordinasikan konsep-konsep dan temuan-
temuan sains yang berlainan dan berbeda-beda. Perubahan merupakan realitas
yang sesuai dengan hukum-hukum alam yang permanen yang menyebabkan alam
semesta sebagai suatu struktur yang berlangsung terus. Pandangannya tentang

                                          5
teori pengetahuan (epistemologi), realisme natural ilmiah mengatakan bahwa
dunia yang kita amati bukan hasil kreasi akal atau jiwa (mind) manusia.
       Teori kebenaran yang dipergunakan oleh kaum realisme natural alamiah
adalah teori “korenspondensi” tentang kebenaran, yang menyatakan bahwa
kebenaran itu adalah persesuaian terhadap fakta dengan situasi yang nyata.
Kebenaran merupakan persesuaian antara pernyataan mengenai fakta dengan
faktanya sendiri, atau antara pikiran dengan realitas situasi lingkungannya.
Pengetahuan yang sahih adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman
empiris, dengan jalan observasi atau penginderaan.
       Teori pengetahuan yang mereka ikuti ialah teori pengetahuan “empiris”,
menurut    emperisme,    pengalaman     merupakan     faktor   fundamental    dalam
pengetahuan sehingga merupakan sumber dari pengetahuan mnusia.
3. Neo-Realisme dan Realisme Kritis
       Elain aliran-aliran teori di atas, masih ada lagi pandangan-pandangan lain
yang termasuk realisme. Alirn-aliran tersebut disebut “Neo-Realisme” dari
Frederick Breed, dan “Realisme Kritis” dari Immanuel Kant. Menurut
pandangan Breed, filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip
demokrasi. Prinsip pertama demokrasi adalah hormat dan menghormati atas hak-
hak individu. Pendidikan sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai menerima
arah tuntutan sosial dan individual.
       Menurut Kant, semua pengetahuan mulai dari pengalaman namun tidak
berarti semuanya dari pengalaman. Objek luar dikenal melalui indera nmun
pikiran atau rasio, atau pengertian. Pengalaman tidak hanya sekedar warna, suara,
bau yang diterima alat indera melainkan hal-hal tersebut diatur dan disusun
menjadi suatu bentuk yang terorganisasi oleh pikiran kita. Pengalaman merupakan
suatu interprestasi tentang benda-benda yang kit terima melalui alat indera kita.
       Henderson merupakan salah seorang filsof yang dapat digolongkan pada
aliran ini. Ia berpendapat bahwa semua aliran filsafat pendidikan memiliki
persamaan. Semua aliran filsafat pendidikan menyetujui bahwa:
   a) Proses pendidikan berpusat pada tugas mengembangkan laki-laki dan
       wanita yang hebat dan kuat.

                                         6
b) Tugas manusia di dunia adalah memajukan keadilan dan kesejahteraan
       umum.
   c) Kita seharusnya memandang bahwa tujuan akhir pendidikan adalah
       memecahkan masalah-masalah pendidikan.
       Power (1982) mengemukakan implikasi pendidikan realisme sebagai
       berikut:
   1) Tujuan pendidikan
       Penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial.
   2) Kedudukan siswa
       Dalam hal pelajaran, menguasai pengetahuan yang handal, dapat
       dipercaya. Dalam hal disiplin, peratuaran yang baik adalah esensial untuk
       belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memeperoleh hasil
       yanga baik.
   3) Peranan guru
       Menguasai pengetahuan terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras
       menuntut prestasi dari siswa.
   4) Kurikulum
       Kurikulum komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna.
   5) Metode
       Belajar tergantung pada pengalaman, baik langsung atau tidak langsung.
       Metode penyampaian harus logis dan psikologis. Metode Conditioning
       (SR) merupakan metode utama bagi realisme sebagai pengikut
       behaviorisme.


C. FILSAFAT PENDIDIKAN MATERIALISME
1. Latar Belakang Pemikiran
       Meterialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan
rohani, bukan spiritual atau supernatural. Pelopornya Demokritos (460-360 SM).
       Karakteristik umum materialisme pada abad delapan bebas berdasarkan
pada suatu asumsi bahwa realitas dapat dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang



                                       7
sedang mengalami perubahan gerak dalam ruang . Asumsi tersebut menunjukkan
bahwa:
    1. Semua sains seperti biologi, kimia, psikologi, fisika, sosiologi, ekonomi,
         dan yang lainnya ditinjau dari dasar fenomena materi yang berhubungan
         secara kausal (sebab akibat). Jadi, semua sains merupakan cabang dari
         sains mekanika.
    2. Apa yang dikatakan “jiwa” (mind)          dan segala kegiatannya (berfikir,
         memahami) adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak,
         sistem urat saraf, atau organ-organ jasmani yang lainnya.
    3. Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup,
         keindahan dari kesenangan, serta kebebasan, hanyalah sekedar nama-nama
         atau semboyan, simbol subjiektif manusia untuk situasi atau hubungan
         fisikiyang berbeda.
2. Pendidikan
         Materialisme maupun positivisme, pada dasarnya tidak menyusunkonsep
pendidikan secara eksplisit.
         Menurut behaviorisme, apa yang disebut dengan kegiatan mental
kenyataannya tergantung pada kegiatan fisik, yang merupakan berbagai
kombinasi dan materi dalam gerak.
         Pendidikan, dalam hal ini proses belajar, merupakan proses kondisionisasi
lingkungan, misalnya dengan mengadakan percobaan terhadap anak yang tidak
pernah takut pada kucing, akhirnya ia menjadi takut kepada kucing.
         Menurut behaviorisme, perilaku manusia adalah hasil pembentukkan
melalui kondisi lingkungan (seperti contoh anak dan kucing di atas). Yang
dimaksud dengan perilaku adalah hal-hal yang berubah, dapat diamati, dan dapat
diukur (Materialisme dan Positivisme). Hal ini mengandung implikasi bahwa
proses pendidikan (proses belajar) menekankan pentingnya keterampilan dan
pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian sains, serta perilaku
sosial sebagi hasil belajar.
         Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi pendidikan positivisme
behaviorisme yang bersumber pada filsafat materialisme, sebagai berikut:

                                          8
1. Tema
   Manusia yang baik dan efien dihasilakan dengan proses pendidikan terkontrol
   secara ilmiah dan seksama.
2. Tujuan Pendidikan
     Perubahan perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya,
   untuk tanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks.
3. Kurikulum
    Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan
   diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.
4. Metode
   Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisi (SR. Conditioning), operant
   conditioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan kompetensi.
5. Kedudukan siswa
    Tidak ada kebebasan. Prilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar. Pelajaran
   adalah dirancang. Siswa dipersiapkan untuk hidup. Mereka dituntut untuk
   belajar.
6. Peranan guru
  Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan.
   Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.


D. FILSAFAT PENDIDIKAN PRAGMATISME
   Pragmatisme (Amerika), namun sebenarnya berpangkal pada filsafat
empirisme,yang yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang
manusia alami. Pendirinya adalah: Charles Sandre Peirce (1839-1914), Wiliam
James (1842-1910), dan jhon Dewey (1859-1952).
   Istilah pragmatisme berasal dari perkataan “pragma” artinya praktik atau aku
berbuat. Maksunya bahwa makna segala sesuatu terbantung dari lingkungannya
dengan apa yang dapat dilakukan.
1. Realitas
       Realitas dan dunia yang kita amati, tidak bebas dari ide manusia dan
sekaligus juga tidak terkait kepadanya. Realitas merupakan interaksi antara

                                       9
manusia     dengan   dengan     lingkungannya.    Manusia   dan    lingkungannya
berdampingan, dan memiliki tanggung jawab yang sama terhadap realitas. Dunia
kan bermakna sejauh manusia mempelajari makna yang terkandung di dalamnya.
Perubahan merupakan esensi realitas, dan manusia harus siap mengubah cara-cara
yang akan dikerjakannya. Manusia pada hakikatnya plastis dan dapat berubah.
         Tema pokok filsafat paragmatisme adalah:
   a. Esensi realitas adalah perubahan;
   b. Hakikat sosial dan biologis manusia yang esensial;
   c. Relativitas nilai;
   d. Penggunaan intelegensi secara kritis.
   Watak pragmatisme adalah humanistis dan menyetujui suatu dalil “ manusia
adalah umuran segala-galanya”.
2. Pengetahuan
         Pragmatisme yakin bahwa akal manusia aktif dan selalu ingin meneliti,
tidak pasif dan tidak begitu saja menerima pandangan tertentu sebelum dibuktikan
kebenarannya secara empiris. Pikiran (rasio) tidak bertentangan dan tidak terpisah
dari dunia, melainkan merupakan bagian dari dunia.
         Pragmatisme mengajarkan bahwa tujuan semua berfikir adalah kemajuan
hidup.
         Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang berguna. Menurut
James, suatu ide itu benar apabila memiliki konsekuensi yang menyenangkan.
Menurut Dewey dan Peirce, suatu ide itu benar apabila berakibat memberi
kepuasan jika diuji secara objektif dan ilmiah.
3. Nilai
         Pragmatisme mengemukakan pandangannya tentang nilai, bahwa nilai itu
retatif. Kaidah-kaidah moral dan etik tidak tetap, melainkan selalu berubah,
seperti perubahan kebanyakan, masyarakat, dan lingkungannya. Pragmatisme
menyarankan untuk menguji kualitas nilai dengan cara yang sama seperti menguji
kebenaran pengetahuan dengan metode empiris. Nilai moral maupun etis akan
dilihat dari perbuatannya, bukan dari segi teorinya.



                                        10
Menurut pragmatisme, kita harus mempertimbangkan perbuatan manusia
dengan tidak memihak, dan secara ilmiah memiliki nilai-nilai yang tampaknya
memungkinkan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia.
Nilai-nilai tu tidak akan dipaksakan dengan kekuatan apapun kepada kita untuk
diterimanya. Nilai-nilai itu akan disetujui setelah diadakan diskusi secara terbuka
yang didasarkan atas bukti-bukti empiris dan objektif.
4. Pendidikan
  a. Konsep pendidikan
       Pragmatisme     telah   memberikan    sumbangan     besar terhadap     teori
pendidikan. John Dewey merupakan tokoh pragmatisme yang secara eksplisit
membahas pendidikan, dan secara sistematis menyusun teori teori pendidikan
yang didasarkan atas filsafat pragmatisme.
       Menurut Dewey, terdapat dua teori pendidikan yang saling bertentangan
antara yang satu dengan yang lainnya. Kedua teori pendidikan tersebut adalah
paham konservatif dan “unfolding theory” (teori pemerkahan). Teori konservatif
mengemukakan, bahwa pendidikan adalah sebagai suatu pembentukan terhadap
pribadi anak tanpa memperhatikan kekuatan atau potensi-potensi yang ada dalam
diri anak. Pendidikan akan menentukan segalanya.
       “Unfolding theory” berpandangan bahwa anak berkembang dengan
sendirinya, karena ia telah memiliki kekuatan-kekuatan laten, di mana
perkembangan si anak telah memiliki tujuan yang pasti. Hal ini seperti yang
pernah dikemukakan oleh yang lengkap dan pasti.
       Menurut pragmatisme, pendidikan bukan merupakan suatu proses
pembentukan dari luar, dan juga bukan merupakan suatu pemerkahan kekuatan-
kekuatan laten dengan sendirinya (unfolding).
Pendidikan menurut pragnatisme, merupakan suatu proses reorganisasi dan
rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu. Dalam hal ini dapat
dikatakan, baik anak maupun orang dewasa selalu belajar dari pengalamannya.
       John Dewey mengemukakan perlunya atau pentingnya pendidikan, karena
berdasarkan atas tiga pokok pemikiran, yaitu:
   a. pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup,

                                        11
b. pendidikan sebagai pertumbuhan, dan
   c. pendidikan sebagai fungsi sosial.
   b. Tujuan pendidikan
       Tujuan pendidikan menurut aliran ini, tidak terlepas dari pandangannya
       tetang realitas, teori pengetahuan dan kebenaran, serta teori nilai.
       Pragmatisme tidak mengenal tujuan akhir pendidikan.
       Beberapa karakteristik tujuan pendidikan yang harus diperhatikan adalah:
   1. Tujuan pendidikan hendakya ditentukan dari kegiatan yang didasarkan
       atas kebutuhan intrinsik anak didik.
   2. Tujuan pendidikan harus mampu memunculkan suatu metode yang dapat
       mempersatukan aktivitas pengajaran yang sedang berlangsung.
   3. Tujuan pendidikan adalah spesifik dan langsung. Pendidikan harus tetap
       menjaga untuk tidak mengatakan yang berkaitan dengan tujuan umum dan
       tujuan akhir.
       Tujuan pendidikan adalah suatu kehidupan yang baik.
   c. Proses pendidikan
       Pelajaran harus didasarkan atas fakta-fakta yang sudah diobservasi,
dipahami, serta dibicarakan sebelumnya. Bahkan pelajaran harus mengandung
ide-ide yang dapat mengembangkan situasi untuk mencapai tujuan dan harus ada
hubungannya dengan materi pelajaran. Pendidikan dalam setiap fase atau
tingkatan harus memiliki kriteria untuk memanfaatkan kehidupan sosial, yang
sangat fundamental dalam kehidpan masyarakat.
       Bahkan pelajaran apabila dikaitkan dengan demokrasi dalam pendidikan,
adalah bahwa bahan pelajaran terdiri atas seperangkat tindakan untuk memberi isi
kepada kehidupan sosial yang ada pada waktu itu.
       Karena realitas dihasilkan dari interaksi manusia dengan lingkungannya,
maka anak harus mempelajari dunia seperti dunia mempengaruhinya, di mana ia
hidup. Sekolah tidak dipisahkan dari kehidupan.
       Pragmatisme meyakini bahwa pikiran anak itu aktif dan kreatif, tidak
secara pasif begitu saja menerima apa yang diberikan gurunya.



                                         12
Kurikulum, setiap pelajaran tidak boleh terpisah, harus merupakan suatu
kesatuan. Pengalaman di sekolah di luar sekolah harus dipadukan, sehingga
segalanya merupakan suatu kebulatan atau kesatuan.
       Metode yang sebaiknya digunakan dalam pendidikan adalah metode
disiplin, bukan dengan kekuasaan. Kekuasaan tidak dapat dijadikan metode
pendidikan karena merupakan suatu kekuatan yang datang dari luar, dan didasari
oleh suatu asumsi bahwa ada tujuan baik dan benar secara objektif, dan si anak
dipaksa untuk mencapai tujuan tersebut.

       Disiplin merupakan kemauan dan minat yang keluar dari dalam diri anak
sendiri. Anak akan belajar apabila ia memiliki minat dan antisipasi tehadap suatu
masalah untuk dipelajari. Anak tidak akan memiliki dorongan untuk belajar
matematika seandainya ia tidak merasakan suatu masalah di mana ia tidak
mengetahuinya. Disiplin muncul dari dalam diri anak, namun dituntut suatu
aktivitas dari anak yang lainnya, dalam usaha mencapai tujuan bersama.
       Guru di sekolah harus merupakan suatu petunjuk jalan pengamat tingkah
laku anak. Dengan mengamati perilaku anak tersebut, guru dapat menentukan
masalah apa yang akan dijadikan pusat perhatian anak.
       Jadi, dalam proses belajar mengajar, ada beberapa saran bagi guru yang
harus diperhatikan, terutama dalam menghadapi siswa dalam kelas, yaitu:
       1. Guru tidak boleh memaksakan suatu ide atau pekerjaan yang tidak
           sesuai dengan minat dan kemampuan siswa.
       2. Guru hendaknya menciptakan suatu situasi yang menyebabkan siswa
           akan merasakan adanya suatu masalah yang ia hadapi, sehingga timbul
           minat untuk memecahkan masalah tersebut.
       3. Untuk    membangkitkan      minat   anak,hendaklah    guru     mengenal
           kemampuan serta minat masing-masing siswa.
       4. Guru harus dapat menciptakan situasi yang menimbulkan kerja sama
           dalam belajar, antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru,
           begitu pula guru dengan guru.



                                       13
Jadi, tugas guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai fasilitator,
       memberi dorongan dan kemudahan kepada siswa untuk bekerja bersama-
       sama.
       Power (1982) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan pragmatisme
tehadap pelaksanaan pendidikan sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan
    Memberi pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam hidup sosial dan
   pribadi.
2. Kedudukan siswa
    Suatu organisme yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan kompleks
   untuk tumbuh.
3. Kurikulum
   Berisi pengalaman yang teruji yang dapat diubah. Minat dan kebutuhan siswa
   yang dibawa ke sekolah dapat menentukan kurikulum. Menghilangkan
   perbedaan antara pendidikan liberal dengan pendidikan praktis atau
   pendidikan jabatan.
4. Metode
  Metode aktif, yaitu learning by doing (belajar sambil bekerja).
5. Peran guru
   Mengawasi dan membingbing pengalaman belajar siswa, tanpa mengganggu
   minat dan kebutuhannya.


A. FILSAAT PENDIDIKAN EKSISTENSIALISME
       Filasafat eksistensialisme itu unik yakni memfokuskan pada pengalaman-
pengalaman individu.
Secara umum, eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektif pengalaman
manusia, dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema
rasional untuk hakikat manusia atau realitas.
       Menurut Parkay (1998) terdapat dua aliran pemikiran eksistensialisme,
yang satu bersifat theistik (bertuhan), yang lainnya atheistik. Kebanyakan dari
pandangan-oandangan itu masuk ke dalam aliran pemikiran pertama dengan

                                        14
menyebut diri meraka sendiri sebagai kaum eksistensialis Kristen dan
menunjukkan bahwa manusia memiliki suatu kerinduan akan suatu wujud
sempurna, Tuhan. Melalui kerinduan ini tidak membuktikan keberadaan Tuhan,
orang-orang dapat secara bebas memilih untuk tinggal dalam kehidupan mereka
seakan-akan ada Tuhan.
       Eksistensialisme Atheistik memiliki pemikiran bahwa pendirian tersebut
(theistik) merendahkan kondisi manusia.
1. Realitas
       Menurut eksistensialisme, ada dua jenis filsafat tradisional, yaitu filsafat
spekulatif dan skeptis, filsafat menjelaskan tentang hal-hal yang fundamental
tentang pengalaman, dengan berpangkal pada realitas yang lebih dalam yang
secara inheren telah ada dalam diri individu. Filsafat skeptik berpandangan bahwa
semua pengalaman manusia adalah palsu, tidak ada sesuatu pun yang dapat kita
kenal dari realitas. Mereka menganggap bahwa konsep metafisika adalah
sementara.
       Eksistensialisme menolak kedua pandangan filsafat di atas. Ia menolak
pandangan spekulatif dengan mengemukakan pandangannya. Bahwa manusia
dapat menemukan kebenaran yang fundamental berargumentasi, bahwa yang
nyata adalah yang kita alami. Realitas adalah kenyataan hidup itu sendiri.
       Eksistensialisme merupakan filsafat yang memandang segala gejala
berpangkal pada Eksistensi . Eksistensia adalah cara manusia berada di dunia.
       Eksistensialisme berasal dari pemikiran Soren Kierkegaard (Denmark,
1813-1855). Inti     masalah yang menjadi pemikiran eksistensialisme adalah
sekitar: Apa kehidupan manusia? Apa pemikiran pemecahan yang kongkret
terhadap persoalan makna “eksis” (berada) dari manusia. Tokoh-tokoh
eksistensialisme lainnya: Martin Buber, Martin Heidegger, Jean-Paul Satre, Karl
Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich, dan lain-lainnya.
       Paham eksistensialisme bukan hanya satu, melainkan terdiri dari berbagai
pandangan yang berbeda-beda. Namun, pandangan-pandangan tersebut memiliki
beberapa persamaan, sehingga pandangan-pandangan mereka dapat digolongkan
filsafat eksistensialisme. Persamaan-persamaan tersebut adalah:

                                         15
a. Motif pokok dari filsafat esistensialisme ialah apa yang disebut
                “eksistensi”. Yaitu cara manusia berada. Hanya manusialah yang
                bereksistensi. Pusat perhatian ini ada pada manusia. Oleh karena
                itu, bersifat humanistis.
           b. Bereksistensi diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti
                menciptakan     dirinya     secara   aktif,   berbuat,   menjadi   dan
                merencanakan.
           c. Manusia dipandang sebagai makhluk terbuka, realitas yang belum
                selesai, yang masih dalam proses menjadi. Pada hakikatnya
                manusia terikat pada dunia sekitarnya, terlebih lagi terhadap
                sesama manusia.
           d. Eksistensialisme memberi tekanan pada pengalaman               kongkrit,
                pengalaman yang eksistesial (Harun Hadiwijono, 1980:14).
2. Pengetahuan
       Teori pengetahuan eksistensialisme banyak dipengaruhi oleh filsafat
fenomenologi, suatu pandangan yang menggambarkan penampakkan benda-benda
dan peristiwa-peristiwa tersebut menampakkan dirinya terhadap kesadaran
manusia. Pengetahuan manusia tergantung pada pemahamannya tentang realitas,
tergantung pada interpretasi manusia terhadap realitas.
3. Nilai
       Pemahaman Eksistensialisme terhadap nilai, menekankan kebebasan
dalam tindakan. Kebebasan bukan tujuan atau cita-cita dalam dirinya sendiri,
melainkan merupakan suatu potensi untuk suatu tindakan. Manusia memiliki
kebebasan untuk memilih, namun menentukan pilihan-pilihan di antara pilihan-
pilihan yang terbaik adalah yang paling sukar.
4. Pendidikan
       Eksistensialisme sebagai filsafat, sangat menekankan individualis dan
pemenuhan diri secra pribadi. Setiap individu dipandang sebagai mahluk unik,
dan secara unik pula ia bertanggung jawab terhadap nasibnya. Dalam hubungan
dengan pendidikan, SikunPribadi (1971) mengemukakan bahwa eksistensialisme
berhubungan erat sekali dengan pendidikan, karena keduanya bersinggungan satu

                                            16
dengan yang lainnya pada masalah-masalah yang sama, yaitu manusia, hidup
hubungan antar manusia, hakikat kepribadian        dan kebebasan (kemerdekaan).
Pusat pembicaraan eksistensialisme adalah ‘keberadaan’ manusia, sedangkan
pendidikan hanya dilakukan oleh manusia.
           a. Tujuan pendidikan
                Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar
mampu menembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri. Setiap individu
memiliki kebutuhan dan perhatian yang spesifik berkaitan dengan pemenuhan
dirinya, sehingga dalam menentukan kurikulum tidak ada kurikulum yang pasti
dan ditentukan dan berlaku secara umum.
           b. Kurikulum
             Kaum eksistensialis menilai kurikulum berdasarkan pada apakah hal itu
mendorong berkontribusi pada pencarian individu akan makna dan muncul dalam
suatu tingkatan kepekaan personal yang disebut Greene “kebangkitan yang luas”.
Kurikulum yang memberi para siswa kebebasan individual             yang luas dan
mensyaratkan mereka untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan
pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan-kesimpulan mereka
sendiri.
           Menurut pandangan eksistensialisme, tidak ada satu mata pelajaran
tertentu yang lebih penting daripada yang lainnya. Mata pelajaran merupakan
materi di mana individu akan dapat menemukan dirinya dan kesadaran akan
dirinya.
           Kurikulum eksistensialisme memberikan perhatian yang besar terhadap
humaniora dan seni. Karena kedua materi tersebut diperlukan agar individu dapat
mengadakan introspeksi dan mengenalkan gambaran dirinya.
           c. Proses belajar mengajar
             Menurut Kneller (1977) konsep belajar mengajar eksistensialisme dapat
diaplikasikan dari pandangan Martin Buber tentang “dialog”. Dialog merupakam
percakapan antara pribadi dengan pribadi, di mana setiap pribadi merupakan
subjek bagi yang lainny, dan merupakan suatu percakapan antara “aku” dan



                                         17
“Engkau” (Tuhan). Sedangkan lawann dari dialog adalah “paksaan”, di mana
seseorang memaksakan kehendaknya kepada orang lain sebagai objek.
       d. Peranan guru
            Guru hendakny memberi semangat kepada siswa untuk memikirkan
dirinya dalam suatu dialog. Guru menanyakan tentang ide-ide yang dimiliki siswa,
dan mengajukan ide-ide lain, kemudian membingbing siswa untuk memilih
alternatif-alternatif, sehingga siswa akan melihat, bahwa kebenaran tidak terjadi
pada manusia, melainkan dipilih oleh manusia. Lebih dari itu, siswa harus
menjadi faktor dalam satu drama belajar, bukan penonton. Siswa harus belajar
keras seperti gurunya.
       Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi filsafat pendidikan
eksistensialisme sebagai berikut:
1. Tujuan Pendidikan
   Memberi bekal pengalaman yang luas dan komprehensif dalam semua bentuk
   kehidupan.
2. Status siswa
    Makhluk rasional dengan pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya.
   Suatu komitmen terhadap pemenuhan tujuan pribadi.
3. Kurikulum
  Yang diutamakan adalah kurikulum liberal merupakan landasan bagi kebebasan
   manusia. Kebebasan memiliki aturan-aturan. Oleh karena itu, di sekolah
   diajarkan pendidikan sosial, untuk mengajar “respek” (rasa hormat) terhadap
   kebebasan untuk semua. Respek terhadap kebebasan bagi yang lain adalah
   esensial. Kebebasan dapat menimbulkan konflik.
4. Peranan guru
    Melindungi dan mmemelihara kebebasan akademik, di mana mungkin guru
   pada hari ini, besok lusa mungkin menjadi murid.
5. Metode
   Tidak ada pemikiran yang mendalam tentang metode, tetapi metode apapun
   yang dipakai harus merujuk pada cara untuk mencapai kebahagiaan dan
   karakter yang baik.

                                       18
F. FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESIVISME
1. Latar Belakang
   Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat
yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang
didirikan pada tahun 1018. Selama dua puluh tahunan merupakan suatu gerakan
yang kuat di Amerika Serikat Banyak guru yang ragu-ragu terhadap gerakan ini
karena guru telah mempelajari dan memahami filsafat Dewey, sebagai reaksi
terhadap filsafat lainnya. Kaum progresif sendiri mengkritik filsafat Dewey.
Prubahan masyarakat yang dilontarkan oleh Dewey adalah perubahan secara
evolusi, sedangkan kaum progresif mengharapkan perubahan yang sangat cepat,
agar lebih cepat mencapai tujuan.
2. Strategi Progresif
       Filsafat progresif berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa
kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Karenanya, cara terbaik
mempersiapkan para siswa untuk suatu masa depan yang tidak diketahui adalah
membekali     mereka    dengan      strategi-strategi   pemecahan   masalah     yang
memungkinkan mereka mengatasi tantangan-tantangan baru dalam kehidupan dan
untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang relevan             pada saat ini. Melalui
analisis diri dan refleksi yang berkelanjutan, individu dapat mengidentifikasi nilai-
nilai yang tepat dalam waktu yang dekat.
       Peran guru dalam suatu kelas yang berorientasi secara progresif adalah
berfungsi sebagai seorang pembimbing atau orang yang menjadi sumber, yang
pada intinya memiliki tanggung jawab untuk mempasilitasi pembelajaran siswa.
3. Pendidikan
       Progresivisme didasarkan pada keyakinan bahwa pendidkan harus terpusat
pada anak (child-centered) bukunya memfokuskan pada guru atau bidang muatan.
Tulisan-tulisan John Dewey pada tahun 1920- an dan 1950- an berkontribusi
cukup pada penyebaran gagasan-gagasan progresif. Progresivisme pengikut
Dewey didasarkan pada keenam asumsi berikut ini.
   a. Muatan kurikulum harus diperoleh dari minat-minat siswa bukannya dari
       disiplin-disiplin akademik.

                                          19
b. Pengajaran dikatakan efektif jika mempertimbangkan anak secra
      menyeluruh dan minat-minat serta kebutuhan-kebutuhannya dalam
      hubungan dengan bidang-bidang kognitif, afektif, dan psikomotor.
   c. Pembelajaran pada pokonya aktif bukannya fasif
   d. Tujuan dari pendidikan adalah mengajar para siswa berfikir secara rasional
      sehingga mereka menjadi cerdas, yang memberi kontribusi pada anggota
      masyarakat.
   e. Di sekolah, para siswa mempelajari nilai-nilai personal dan juga nilai-nilai
      sosial.
   f. Umat manusia ada dalam suatu keadaan yang berubah secara konstan, dan
      pendidikan memungkinkan masa depan yang lebih baik dibandingkan
      dengan masa lalu.
      Untuk memperoleh pengetahuan yang benar, kaum progresif sepakat
dengan pandangan Dewey, yaitu menekankan pengalaman indera, belajar sambil
bekerja, dan memecahkan masalah yang dihadapi.
      Kualitas atau hasil dari pendidikan, tidak ditentukan dengan menentukan
atau menetapkan suatu ukuran yang berlaku secara mutlak dan abadi. Norma atau
nilai kebenaran yang abadi tidak dapat dijadikan ukuran untuk menentukan
berhasil tidaknya usaha pendidikan dapat diartikan sebagai suatu rekontruksi
pengalaman yang berlangsungsecra terus menerus.
   a. Perhatian terhadap anak
     Proses belajar terpusat kepada anak, namun hal ini tidak berarti bahwa anak
akan diizinkan untuk mengikuti semua keinginannya, karena ia belum cukup
matang untuk menentukan tujuan yang memadai. Anak memang banyak berbuat
dalam menentukan proses belajar, namun ia bukan penentu akhir. Siswa
membutuhkan bimbingan dan arahan dari guru dalam melaksanakan aktivitasnya.
       Pengalaman anak adalah rekontruksi yang terus menerus dari keinginan
dan kepentingan pribadi. Mereka aktif bergerak untuk mendapatkan isi mata
pelajaran yang logis. Guru mempengaruhi pertumbuhan siswa, tidak dengan
menjejalkan informasi ke dalam kepala anak, malainkan dengan pengawasan
lingkungan di mana pendidikan berlangsung.

                                       20
b. Tujuan pendidikan
           Tujuan pendidikan adalah memberikan keterampilan dan alat-alat yang
bermanfaat untuk interaksi dengan lingkungan yang berada dalam proses
perubahan secara terus menerus. Yang dimaksud dengan alat-alat adalah
keterampilan pemecahan masalah (problem solving) yang dapat digunakan oleh
individu untuk menentukan, menganalisis dan memecahkan masalah. Proses
belajar terpusatkan pada perilaku cooperative dan disiplin diri. Di mana
kebudayaan sangat dibutuhkan dan sangat berfungsi dalam masyarakat.
     c. Pandangan tentang belajar
            Kaum progresif menolak pandangan bahwa belajar secara esensial
merupakan penerimaan pengetahuan sebagai suatu subtansi abstrak yang diisikan
oleh guru ke dalam jiwa anak. Pengetahuan menurut pandangan progresif
merupakan alat untuk mengatur pengalaman, untuk menangani situasi baru secara
terus menerus, di mana perubahan hidup merupakan tantangan di hadapan
manusia.
     Manusia harus dapat berbuat dengan pengetahuan. Oleh karena itu,
pengetahuan harus bersumber pada pengalaman. Menurut Dewey kita harus
mempelajari apa saja dari sains eksperimental. Penelusuran pengetahuan abstrak
harus diartikan ke dalam pengalaman pendidikan yang aktif.
     Dewey tidak menolak isi kurikulum tradisional. Sebaliknya kurikulum
tersebut pewrlu dipelihara dan dikuasai. Selanjutnya Dewey mengatakan bahwa
yang perlu diingat adalah materi pelajaran atau isi pelajaran selalu berubah terus-
menerus sesuai dengan perubahan yang berlaku dalam lingkungannya. Oleh
karena itu, pendidikan tidak dibatasi hanya pada sekedar pengumpulan informasi
dari guru atau dari text book saja.
     d. Kurikulum dan peranan guru
           Kurikulum disusun sekitar pengalaman siswa, baik pengalaman pribadi
maupun pengalaman sosial. Sains sosial sering dijadikan pusat pelajaran yang
digunakan dalam pengalaman-pengalaman siswa, dan dalam pemecahan masalah
akan melibatkan kemampuan berkomunikasi, proses matematis, dan penelitian
ilmiah. Oleh karena itu, kurikulum seharusnya menggunakan pendekatan

                                        21
interdisipliner. Buku merupakan alat dalam proses belajar, bukan sumber
pengetahuan.
      Peranan guru adalah membimbing siswa-siswa dalam kegiatan pemecahan
masalah dan kegiatan proyek.
      Guru harus menolong siswa dalam menentukan dan memilih masalah-
masalah yang bermakna, menemukan sumber-sumber data yang relevan,
menafsirkan dan menilai akuarasi data, serta merumuskan kesimpulan. Guru
harus mampu mengenali siswa, terutama pada saat apakah ia memerlukan bantuan
khusus dalam suatu kegiatan, sehingga ia dapat meneruskan penelitiannya. Guru
dituntut untuk sabar, fleksibel, berfikir interdisepliner, kreatif, dan cerdas.
      e. Prinsip-prinsip pendidikan
        Prinsip-prinsip pendidikan menurut pandangan progresivisme:
    1. Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup.
        Kehidupan yang baik adalah kehidupan intelegen, yaitu kehidupan yang
        mencakup interpretasi dan rekontruksi pengalaman. Anak akan memsuki
        situasi belajar yang disesuaikan dengan usianya dan berorientasi pada
        pengalaman. Tidak ada tujuan umum dan akhir pendidikan. Pendidikan
        adalah pertumbuhan berikutnya.
    2. Pendidikan harus berhubungan secara langsung dengan minat anak, minat
        individu, yang dijadikan sebagai dasar motivasi belajar. Sekolah menjadi
        “Child centered”, dimana proses belajar ditentukan oleh anak.
    3. Belajar melalui pemecahan masalah akan menjadi preseden terhadap
        pemberian subjeck matter. Jadi belajar harus bisa memecahkan masalah
        yang penting dan bermanfaatbagi kehidupan anak.
    4. Peranan guru tidak langsung, melainkan memberi petunjuk kepada siswa.
        Kebutuhan dan minat siswa akan menentukan apa yang mereka pelajari.
        Anak harus dizinkan untuk merencanakan perkembangan diri mereka
        sendiri, dan guru harus membimbing kegiatan belajar.
    5. Sekolah harus memberi semangat bekerja sama, bukan mengembangkan
        persaingan. Manusia pada dasarnya sosial, dan keputusan yang paling
        besar pada manusia karena ia berkomunikasi dengan yang lain.

                                          22
Progresivisme berpandangan bahwa kasih dan persaudaraan lebih berharga
       bagi pendidikan dari pada persaingan dan usaha pribadi.
   6. Kehidupan yang Demikratis merupakan kondisi yang diperlukan bagi
       pertumbuhan.     Demokrasi,    pertumbuhan,       dan   pendidikan     saling
       berhubungan.    Untuk    mengajar    demokrasi,    sekolah   sendiri   harus
       demokrasi. Sekolah harus meningkatkan “student government”.
   4. Kritik terhadap progresivisme
      Kritik yang dilontarkan kepada pandangan progresivisme, antara lain:
   1. Siswa tidak mempelajari warisan sosial. Mereka tidak mengetahui apa
       yang seharusnya diketahui oleh orang terdidik.
   2. Mengabaikan kurikulum yang telah ditentukan, yang menjadi tradisi
       sekolah.
   3. mengurangi bimbingan dan pengaruh guru. Siswa memilih aktivitas
       sendiri.
   4. Siswa menjadi orang yang mementingkan diri sendiri, ia menjadi manusia
       yang tidak memilih self discipline, dan tidak mau berkorban demi
       kepentingan umum.


G. FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME
1. Latar Belakang
       Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada
abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikian
progresif. Perennialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan
perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa
ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam
kehidupan moral, intelektual, dan sosio kultural. Oleh karena itu, perlu ada usaha
untuk mengamankan ketidakberesan tersebut.
       Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perennialisme,
bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada
kebudayaan ideal yang lebih teruji dan tangguh. Perenialisme memandang
pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia

                                       23
sekarang seperti kebudayaan ideal. Perenialisme tidak melihat jalan yang
meyakinkan, selain kembali pada prinsip-prinsip yang telah sedemikian rupa
membentuk sikap kebiasaan, bahwa kepribadian manusia yaitu kebudayaan
dahulu (Yunani Kuno) dan kebudayaan abad pertengahan.
2. Latar belakang filsafat
       Perenialisme bukan merupakan suatu aliran baru dalam filsafat, dalam arti
perennialisme bukanlah merupakan suatu bangunan pengetahuan yang menyusun
filsafat bar, yang berbeda dengan filsafat yang telah ada. Teori atau konsep
pendidikian perenialisme dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafat Plato sebagai
Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik dan
filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukian antara filsafat Aristoteles
dengan ajaran (filsafat) Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya (abad
pertengahan).
3. Pendidikan
       Perennialisme memandang kebenaran sebagai hal yang konstan, abadi,
atau prennialis, adalah memastikan bahwa para siswa memperoleh pengetahuan
tentang prinsip-prinsip atau gagasan-gagasan besar yang tidak berubah.
       Kurikulum menurut kaum prennialis harus menekankan pertumbuhan
intelektual siswa pada seni dean sains. Untuk menjadi “terpelajar secara kultural”,
para siswa harus berhadapan dengan bidang-bidang ini (seni san sains) yang
merupakan karya terbaikdan paling signifikan yang diciptakan oleh manusia.
       Dua pendukung filsafat perennialis adalah Robert Maynard Hutchins, dan
Mortimer Adler. Sebagai Rektor the University of Chicago, Hutchins (1963)
mengembangkan suatu kurikulum mahasiswa S1 berdasarkan penelitian terhadap
Buku Besar bersejarah (Great Boks) dan pembahasan buku-buku klasik.
Kurikulum perenialis Hutchins di dasarkan pada tiga asumsi mengenai
pendidikan:
   a. Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang
       berlangsung terus menerus. Kebenaran apapun akan selalu benar dimna
       pun juga, pendek kata, kebenaran bersifat universal dan tak terikat waktu.



                                        24
b. Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada
         gagasan-gagasan, pendidikian juga harus memfokuskan manusia adalah
         fungsi penting pendidikan.
   c. Pendidikan harus menstimulasi para mahasiswa untuk berfikir secara
         mendalam mengenai gagasan-gagasan signifikan. Para guru harus
         menggunakan pemikiran yang benar dan kritis seperti metode pokok
         mereka, dan mereka harus mensyaratkan hal yang sama pada siswa.


H. FILSAFAT PENDIDIKAN ESENSIALISME
1. Latar Belakang
         Esensialisme sutu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya
dirumuskan sebagi suatu kritik terhadap trend-trend progresif di sekolah-sekolah.
Untuk mengangkat filsafat esensialis, Bagley dan rekan-rekannya mendanai jurnal
pendidikan , School and Society.
         Esensialisme, yang memiliki beberapa kesamaan dengan perennialisme,
berpendapat bahwa kultur kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang
harus diberikan di sekolah-sekolah kepada para siswa dalam suatu cara yang
sistematik dan berdisiplin. Tidak seperti perennilalism, yang menekankan pada
sejumlah kebenaran-kebenaran eksternal, esensialisme menekankan pada apa
yang mendukung pengetahuan dan keterampilan yang diyakini penting yang harus
diketahui oleh para anggota masyarakat yang produktif.
         Esensialisme, seperti halnya perenialisme dan progresivisme, bukan
merupakan suatu aliran filsafat tersendiri, yang mendirikan suatu bangunan
filsafat, melainkan merupakan suatu gerakan dalam pendidikan yang memprotes
terhadap pendidikan progresivisme.
         Esensialisme mengadakan protes terhadap progresivisme, namun dalam
protes    tidak   menolak   atau      menentang   secara   keseluruhan   pandangan
progresivisme seperti halnya yang dilakukan oleh perenialisme.
         Esensialisme menyajikan hasil karya mereka untuk:
   a. penyajian kembali materi kurikulum secara tegas.
   b. Membedakan program-program di sekolah secara esensial.

                                          25
c. Mengangkat kembali wibawa guru dalam kelas, yang telah kehilngan
       wibawanya oleh progresivisme.
2. Konsep Pendidikan
  a. Gerakan Back To Basics
     Sekolah-sekolah harus melatih/mendidik siswa untuk berkomunikasi dengan
jelas dan logis. Keterampilan-keterampilan inti dalam kurikulum haruslah berupa
membaca, menulis, berbicara, dan berhitung, serta sekolah memiliki tanggung
jawab untuk memperhatikan apakah semua siswa menguasai keterampilan-
keterampilan tersebut.
       Ali pendidikan esensialis tidak memandang anak sebagai orng yang jahat,
dan tidak pula memandang anak sebagai orang yang secara alamiah baik. Anak-
anak tersebut tidak akan menjadi anggota masyarakat yang berguna, kecuali kalau
anak-anak secara aktif dan penuh semangat diajarkan nilai disiplin, kerja keras,
dan rasa hormat pada pihak berwenang/punya otoritas. Kemudian, peran guru
adalah membentuk para siswa, menangani insting-insting alamiah dan
nonproduktif mereka (seperti, agresi, kepuasan indera tanpa nalar, dll) di bawah
pengawasan sampai pendidikan mereka selesai.
    b. Tujuan Pendidikan
       Tujuan pendidikan adalah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan
sejarah melalui pengetahuan intiyang terakumulasi dan telah bertahan dalam
kurun waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh
waktu dan dikenal oleh semua orang.
       Selain merupakan earisan budaya, tujuan pendidikan esensialisme adalah
“mempersiapkan manusia untuk hidup”. Namun, hidup tersebut sangat kompleks
dan luas, sehingga kebutuhan-kebutuhan untuk hidup tersebut berada di luar
wewenang sekolah.
       Dalam mencapai tujuan kaum Esensialis menolak rekontruksinisme
(neoprogresivisme) yang berpandangan bahwa sekolah harus menjadi lembaga
yang aktif untuk melakukan perubahan sosial, apalagi harus bertanggung jawab
seluruh pendidikan bagi generasi muda.
    c. Kurikulum

                                         26
Kurikulum Esensialis menekankan pengajaran fakta-fakta: kurikulum itu
kurang memiliki kesabaran dengan pendekatan tidak langsung dan introspektif
yang diangkat oleh kaum progresivisme.
       Kurikulum esensialisme seperti halnya perenialisme, yaitu kurikulum yang
berpusat pada mata pelajaran (subject matter centered). Di sekolah dasar
penekanannya pada kemampuan dasar membaca, menulis dan matematika. Di
sekolah menengah diperluas dengan perluasan pada matematika, sains,
humaniora, bahasa, dan sastra.
    d. Peranan sekolah dan guru
       Peranan sekolah adalah memelihara dan menyampaikan warisan budaya
dan sejarah pada generasi pelajar dewasa ini, melalui hikmat dan pengalaman
yang terakumulasi dari disiplin teradisional. Di sekolah tiap siswa belajar
pengetahuan, skill, dan sikap serta nilai yang diperlukan untuk menjadi manusia
sebagai anggota masyarakat.
       Peranan guru banyak persamaannya dengan perenialisme. Guru dianggap
sebagai seseorang yang menguasai lapangan subjek khusus, dan merupakan model
contoh yang sangat baik untuk ditiru dan digugu.
    e. Prinsip-prinsip pendidikan
       Prinsip-prinsip penddidikan esensial
   1. Pendidikan harus dilakukan melalui usaha keras, tidak begitu saja timbul
       dari dari dalam diri siswa.
   2. Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada siswa.
       Peranan guru adalah menjembatani antara dunia orang dewasa dengan
       dunia anak. Guru disiapkan secra khusus untuk melaksanakan tugas di
       atas, sehingga guru lebih berhak untuk membimbing pertumbuhan siswa-
       siswanya.
   3. Inti proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah
       ditentukan. Kurikulum diorganisasi dan direncanakan dengan pasti oleh
       orang dewasa. Pandangan ini sesuai dengan filsafat realisme bahwa secara
       luas lingkungan material dan sosial, adalah manusia yang menentukan



                                       27
bagaimana seharusnya ia hidup. Esensialisme mengakui bahwa pendidikan
       akan mendorong individu merealisasikan potensialitasnya.
   4. Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan
       dengan disiplin mental. Esensialisme mengakui bahwa metode pemecahan
       masalah (problem solving) ada faedahnya, namun bukan suatu prosedur
       untuk dilaksanakan bagi seluruh proses belajar.
   5. Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum
       merupakan tuntutan demokrasi yang nyata.


I. FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTUKSIONISME
1. Rekontruksi Sosial Dan Progresivisme
       Rekontruksionisme sosial memiliki ikatan-ikatan yang jelas pada filsafat
pendidikan progresif. Keduanya melekatkan kepentingan pokoknya pada
pengalaman      yang dimiliki para siswa. Misalnya, karya Pratt (1948)
mengilustrasikan kesatuan rekontrusi sosial dan progresivisme.
2. Latar Belakang
       Rekontruksionisme merupakan kelanjutan dan gerakan progresivisme.
Gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya
memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada
pada saat sekarang ini. Rekontruksionisme dipelopori oleh George Count dan
Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat
yang pantas dan adil.
       Progresivisme yang dilandasi pemikiran Dewey, dikembangkan oleh
kilpatrikck dan Jhon Child, juga mendorong pendidikan agar lebih sadar terhadap
tanggung jawab sosial. Namun, mereka tidak sepakat dengan Count dan Rugg,
bahwa sekolah harus melakukan perbaikan masyarakat yang spesifik. Kaum
progresif lebih suka menekankan tujuan umum pertumbuhan masyarakat melalui
pendidikian.
3. Sekolah sebagai Agen Perubahan Sosial
       George S. Counts sebagai pelopor rekonstruksionisme dalam publikasinya
“Dare the School Build a New Social Order”, mengemukakan bahwa sekolah

                                       28
akan betul-betul berperan apabila sekolah menjadi pusat bangunan masyarakat
baru secara keseluruhan, membasmi kemelaratan, peperangtan, dan kesukuan
(rasialisme). Masyarakat yang menderita kesulitan ekonomi dan masalah-masalah
sosial yang besar merupakan tantantgan bagi pendidikan untuk menjalankan
perannya sebagai agen pembaharu dan rekontruksi sosial, daripada pendidikan
hanya mempertahankan status quo.
4. Teori Pendidikan
        Teori pendidikan rekontruksionisme yang dikemukakan oleh Brameld
(Kneller, 1971) terdiri atas 5 tesis, yaitu:
    a. Pendidikan harus dilaksanakan di sini dan sekarang dalam rangka
        menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya
        kita, dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan
        sosial masyarakat morern. Pendidikan harus mensponsori perubahan yang
        benar dalam nurani manusia.
    b. Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati, di mana
        sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya
        sendiri. Semua yang mempengaruhi harapan dan hajat masyarakat, seperti
        sandang, pangan, papan, kesehatan, industri, dan sebagainya, semuanya
        akan menjadi tanggung jawab rakyat, melalui wakil-wakil yang dipilih.
    c. Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan
        budaya dan sosial. Menurut Brameld, kaum progresif terlalu sangat
        meneknkan bahwa kita semua dikondisikan secara sosial. Perhatian kaum
        progresif hanya untuk mencari cara dimana individu dapat merealisasikan
        dirinya dalam masyarakat, dan mengabaikan derajat di mana masyarakat
        telah menjadikan dirinya. Menurut rekontruksionisme, hidup beradab
        adalah hidup berkelompok, sehingga kelompok akan memainkan peran
        yang penting di sekolah.
    d. Guru harus meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara
        bijaksana dengan cara memperhatikan prosedur yang demokratis. Guru
        harus melaksanakan pengujian secara terbuka terhadap fakta-fakta,
        walupun      bertentangan     dengan-pandangan-pandangannya.       Guru

                                           29
menghadirkan beberapa pemecahan alternatif dengan jelas, dan ia
   memperkenankan siswa-siswanya untuk mempertahankan pandangan-
   pandangan mereka sendiri.
e. Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan
   tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan
   krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan
   dsains sosial. Yang penting dari sains sosial adalah mendorong kita untuk
   menemukan nilai-nilai itu bersifat universal.
f. Kita harus meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode
   yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.
   Semua itu harus dibangun kembali bersesuaian dengan teori kebutuhan
   tentang sifat dasar manusia secara rasional dan ilmiah. Kita harus
   menyusun kurikulum di mana pokok-pokok dan bagiannya dihubungkan
   secara integral, tidak disajikan sebagai suatu sekuensi komponen
   pengetahuan.




                                    30
Daftar Pustaka:
          1. Pengantar Filsafat Pendidikan, Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd.




        MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN
                                TEMA:
 MAZHAB-MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN




                             DISUSUN OLEH:




                                     31
1. Amin Bunyamin
2. Ela Rahmah Laelasari




        32

More Related Content

What's hot

Pemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia Dini
Pemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia DiniPemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia Dini
Pemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia DiniMichelle Rumawir
 
Perkembangan Intelektual pada Fase Remaja
Perkembangan Intelektual pada Fase RemajaPerkembangan Intelektual pada Fase Remaja
Perkembangan Intelektual pada Fase RemajaOva Opayanti
 
Pendidikan Global dan Globalisasi
Pendidikan Global dan GlobalisasiPendidikan Global dan Globalisasi
Pendidikan Global dan GlobalisasiMuhamad Yogi
 
Hakekat manusia dalam pandangan filsafat
Hakekat manusia dalam pandangan filsafatHakekat manusia dalam pandangan filsafat
Hakekat manusia dalam pandangan filsafatIrma Puji Lestari
 
Subjek dan objek pendidikan
Subjek dan objek pendidikanSubjek dan objek pendidikan
Subjek dan objek pendidikanDewi Bahagia
 
Laporan Observasi Sekolah Dasar
Laporan Observasi Sekolah DasarLaporan Observasi Sekolah Dasar
Laporan Observasi Sekolah Dasaraudiasls
 
Makalah profesi kependidikan kelompok 1
Makalah profesi kependidikan kelompok 1Makalah profesi kependidikan kelompok 1
Makalah profesi kependidikan kelompok 1indrakumbara1
 
Persamaan dan perbedaan kurikulum ktsp dengan kurikulum 2013
Persamaan dan perbedaan kurikulum ktsp dengan kurikulum 2013Persamaan dan perbedaan kurikulum ktsp dengan kurikulum 2013
Persamaan dan perbedaan kurikulum ktsp dengan kurikulum 2013Hafiza .h
 
Contoh RPP MATA PELAJARAN IPA KELAS IV SD
Contoh RPP MATA PELAJARAN IPA KELAS IV SDContoh RPP MATA PELAJARAN IPA KELAS IV SD
Contoh RPP MATA PELAJARAN IPA KELAS IV SDTatik prisnamasari
 
Alat dan media pembelajaran
Alat dan media pembelajaranAlat dan media pembelajaran
Alat dan media pembelajaranHumairahnia12
 
Presentasi konsep dasar perkembangan peserta didik
Presentasi konsep dasar perkembangan peserta didikPresentasi konsep dasar perkembangan peserta didik
Presentasi konsep dasar perkembangan peserta didikharis07_slideshare
 
Kegiatan Pendahuluan dan Penutup
Kegiatan Pendahuluan dan Penutup Kegiatan Pendahuluan dan Penutup
Kegiatan Pendahuluan dan Penutup Agnas Setiawan
 
Filsafat Ilmu : Ontologi
Filsafat Ilmu : OntologiFilsafat Ilmu : Ontologi
Filsafat Ilmu : OntologiHosyatul Aliyah
 

What's hot (20)

Pemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia Dini
Pemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia DiniPemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia Dini
Pemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia Dini
 
Perkembangan Intelektual pada Fase Remaja
Perkembangan Intelektual pada Fase RemajaPerkembangan Intelektual pada Fase Remaja
Perkembangan Intelektual pada Fase Remaja
 
Aliran kritisisme
Aliran kritisismeAliran kritisisme
Aliran kritisisme
 
Pendidikan Global dan Globalisasi
Pendidikan Global dan GlobalisasiPendidikan Global dan Globalisasi
Pendidikan Global dan Globalisasi
 
Pembinaan dan pengembangan bi
Pembinaan dan pengembangan biPembinaan dan pengembangan bi
Pembinaan dan pengembangan bi
 
Hakekat manusia dalam pandangan filsafat
Hakekat manusia dalam pandangan filsafatHakekat manusia dalam pandangan filsafat
Hakekat manusia dalam pandangan filsafat
 
Subjek dan objek pendidikan
Subjek dan objek pendidikanSubjek dan objek pendidikan
Subjek dan objek pendidikan
 
Laporan Observasi Sekolah Dasar
Laporan Observasi Sekolah DasarLaporan Observasi Sekolah Dasar
Laporan Observasi Sekolah Dasar
 
Teori belajar konstruktivisme
Teori belajar konstruktivismeTeori belajar konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme
 
Makalah profesi kependidikan kelompok 1
Makalah profesi kependidikan kelompok 1Makalah profesi kependidikan kelompok 1
Makalah profesi kependidikan kelompok 1
 
Persamaan dan perbedaan kurikulum ktsp dengan kurikulum 2013
Persamaan dan perbedaan kurikulum ktsp dengan kurikulum 2013Persamaan dan perbedaan kurikulum ktsp dengan kurikulum 2013
Persamaan dan perbedaan kurikulum ktsp dengan kurikulum 2013
 
Makalah filsafat manusia
Makalah filsafat manusiaMakalah filsafat manusia
Makalah filsafat manusia
 
Aliran realisme
Aliran realismeAliran realisme
Aliran realisme
 
Inovasi Kurikulum
Inovasi KurikulumInovasi Kurikulum
Inovasi Kurikulum
 
Contoh RPP MATA PELAJARAN IPA KELAS IV SD
Contoh RPP MATA PELAJARAN IPA KELAS IV SDContoh RPP MATA PELAJARAN IPA KELAS IV SD
Contoh RPP MATA PELAJARAN IPA KELAS IV SD
 
Alat dan media pembelajaran
Alat dan media pembelajaranAlat dan media pembelajaran
Alat dan media pembelajaran
 
Presentasi konsep dasar perkembangan peserta didik
Presentasi konsep dasar perkembangan peserta didikPresentasi konsep dasar perkembangan peserta didik
Presentasi konsep dasar perkembangan peserta didik
 
Idealisme ppt
Idealisme pptIdealisme ppt
Idealisme ppt
 
Kegiatan Pendahuluan dan Penutup
Kegiatan Pendahuluan dan Penutup Kegiatan Pendahuluan dan Penutup
Kegiatan Pendahuluan dan Penutup
 
Filsafat Ilmu : Ontologi
Filsafat Ilmu : OntologiFilsafat Ilmu : Ontologi
Filsafat Ilmu : Ontologi
 

Viewers also liked

Arah baru metode pemikiran hukum islam
Arah baru metode pemikiran hukum islamArah baru metode pemikiran hukum islam
Arah baru metode pemikiran hukum islamRaden Aziz
 
Aliran filsafat rekontruksionisme
Aliran filsafat rekontruksionismeAliran filsafat rekontruksionisme
Aliran filsafat rekontruksionismephomie otari
 
Pendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalah
Pendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalahPendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalah
Pendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalahryanz ozuro
 
power point aliran progresivisme dalam pengembangan pendidikan di Indonesia
power point aliran progresivisme dalam pengembangan pendidikan di Indonesiapower point aliran progresivisme dalam pengembangan pendidikan di Indonesia
power point aliran progresivisme dalam pengembangan pendidikan di Indonesialina_maulidina
 
Makalah permasalahan pendidikan di indonesia dan solusinya
Makalah permasalahan pendidikan di  indonesia dan solusinyaMakalah permasalahan pendidikan di  indonesia dan solusinya
Makalah permasalahan pendidikan di indonesia dan solusinyaSeptian Muna Barakati
 
Aliran filsafat pendidikan
Aliran filsafat pendidikanAliran filsafat pendidikan
Aliran filsafat pendidikandinda1175
 
Fp_Rangkuman Materi Filsafat Pendidikan
Fp_Rangkuman Materi Filsafat PendidikanFp_Rangkuman Materi Filsafat Pendidikan
Fp_Rangkuman Materi Filsafat PendidikanMuhammad Hafizh Annur
 
Mazhab mazhab antropologi
Mazhab mazhab antropologiMazhab mazhab antropologi
Mazhab mazhab antropologiNurul Fahmi
 
Aliran-aliran Dalam Filsafat Pendidikan #1
Aliran-aliran Dalam Filsafat Pendidikan #1Aliran-aliran Dalam Filsafat Pendidikan #1
Aliran-aliran Dalam Filsafat Pendidikan #1shofichofifah
 
Makalah filsafat pendidikan a/n Fitri Ramadhani & Gina Amril
Makalah filsafat pendidikan a/n Fitri Ramadhani & Gina AmrilMakalah filsafat pendidikan a/n Fitri Ramadhani & Gina Amril
Makalah filsafat pendidikan a/n Fitri Ramadhani & Gina AmrilHidayat Amin
 
Materi sumber-hukum-islam pdf
Materi sumber-hukum-islam pdfMateri sumber-hukum-islam pdf
Materi sumber-hukum-islam pdfagyana_nadian
 
SOLUTION MANUAL OF OPERATING SYSTEM CONCEPTS BY ABRAHAM SILBERSCHATZ, PETER B...
SOLUTION MANUAL OF OPERATING SYSTEM CONCEPTS BY ABRAHAM SILBERSCHATZ, PETER B...SOLUTION MANUAL OF OPERATING SYSTEM CONCEPTS BY ABRAHAM SILBERSCHATZ, PETER B...
SOLUTION MANUAL OF OPERATING SYSTEM CONCEPTS BY ABRAHAM SILBERSCHATZ, PETER B...vtunotesbysree
 

Viewers also liked (15)

Mazhab filsafat pendidikan
Mazhab filsafat pendidikanMazhab filsafat pendidikan
Mazhab filsafat pendidikan
 
Pengertian filsafat
Pengertian filsafatPengertian filsafat
Pengertian filsafat
 
Arah baru metode pemikiran hukum islam
Arah baru metode pemikiran hukum islamArah baru metode pemikiran hukum islam
Arah baru metode pemikiran hukum islam
 
Aliran filsafat rekontruksionisme
Aliran filsafat rekontruksionismeAliran filsafat rekontruksionisme
Aliran filsafat rekontruksionisme
 
Pendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalah
Pendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalahPendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalah
Pendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalah
 
power point aliran progresivisme dalam pengembangan pendidikan di Indonesia
power point aliran progresivisme dalam pengembangan pendidikan di Indonesiapower point aliran progresivisme dalam pengembangan pendidikan di Indonesia
power point aliran progresivisme dalam pengembangan pendidikan di Indonesia
 
Makalah permasalahan pendidikan di indonesia dan solusinya
Makalah permasalahan pendidikan di  indonesia dan solusinyaMakalah permasalahan pendidikan di  indonesia dan solusinya
Makalah permasalahan pendidikan di indonesia dan solusinya
 
Aliran filsafat pendidikan
Aliran filsafat pendidikanAliran filsafat pendidikan
Aliran filsafat pendidikan
 
Fp_Rangkuman Materi Filsafat Pendidikan
Fp_Rangkuman Materi Filsafat PendidikanFp_Rangkuman Materi Filsafat Pendidikan
Fp_Rangkuman Materi Filsafat Pendidikan
 
Mazhab mazhab antropologi
Mazhab mazhab antropologiMazhab mazhab antropologi
Mazhab mazhab antropologi
 
Aliran-aliran Dalam Filsafat Pendidikan #1
Aliran-aliran Dalam Filsafat Pendidikan #1Aliran-aliran Dalam Filsafat Pendidikan #1
Aliran-aliran Dalam Filsafat Pendidikan #1
 
Makalah filsafat pendidikan a/n Fitri Ramadhani & Gina Amril
Makalah filsafat pendidikan a/n Fitri Ramadhani & Gina AmrilMakalah filsafat pendidikan a/n Fitri Ramadhani & Gina Amril
Makalah filsafat pendidikan a/n Fitri Ramadhani & Gina Amril
 
Materi sumber-hukum-islam pdf
Materi sumber-hukum-islam pdfMateri sumber-hukum-islam pdf
Materi sumber-hukum-islam pdf
 
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikanFilsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
 
SOLUTION MANUAL OF OPERATING SYSTEM CONCEPTS BY ABRAHAM SILBERSCHATZ, PETER B...
SOLUTION MANUAL OF OPERATING SYSTEM CONCEPTS BY ABRAHAM SILBERSCHATZ, PETER B...SOLUTION MANUAL OF OPERATING SYSTEM CONCEPTS BY ABRAHAM SILBERSCHATZ, PETER B...
SOLUTION MANUAL OF OPERATING SYSTEM CONCEPTS BY ABRAHAM SILBERSCHATZ, PETER B...
 

Similar to MazhabFilsafatPendidikan

Similar to MazhabFilsafatPendidikan (20)

Cici
CiciCici
Cici
 
Makalah filsafat 4 (2)
Makalah filsafat 4 (2)Makalah filsafat 4 (2)
Makalah filsafat 4 (2)
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
 
Makalah naturalisme dan abstraksi
Makalah naturalisme dan abstraksiMakalah naturalisme dan abstraksi
Makalah naturalisme dan abstraksi
 
148147943 makalah-naturalisme
148147943 makalah-naturalisme148147943 makalah-naturalisme
148147943 makalah-naturalisme
 
148147943 makalah-naturalisme
148147943 makalah-naturalisme148147943 makalah-naturalisme
148147943 makalah-naturalisme
 
Makalah Filsafat Ust. Nely Ilmi Q.docx tugas
Makalah Filsafat Ust. Nely Ilmi Q.docx tugasMakalah Filsafat Ust. Nely Ilmi Q.docx tugas
Makalah Filsafat Ust. Nely Ilmi Q.docx tugas
 
148147943 makalah-naturalisme
148147943 makalah-naturalisme148147943 makalah-naturalisme
148147943 makalah-naturalisme
 
148147943 makalah-naturalisme
148147943 makalah-naturalisme148147943 makalah-naturalisme
148147943 makalah-naturalisme
 
Aliran filsafat pendidikan
Aliran filsafat pendidikanAliran filsafat pendidikan
Aliran filsafat pendidikan
 
Berfilsafat hilda p
Berfilsafat  hilda pBerfilsafat  hilda p
Berfilsafat hilda p
 
Filosofi pendididkan
Filosofi pendididkanFilosofi pendididkan
Filosofi pendididkan
 
Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan dan Filsafat Pendidi...
Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan dan Filsafat Pendidi...Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan dan Filsafat Pendidi...
Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan dan Filsafat Pendidi...
 
Bab iv filsafat
Bab iv filsafatBab iv filsafat
Bab iv filsafat
 
Kuliah 2
Kuliah 2Kuliah 2
Kuliah 2
 

MazhabFilsafatPendidikan

  • 1. MAZHAB-MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Mazhab filsafat pendidikan, yaitu: A. Filsafat Pendidikan Idealisme B. Filsafat Pendidikan Iealisme C. Filsafat Pendidikan Materialisme D. Filsafat Pendidikan Pragmatisme E. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme F. Filsafat Pendidikan Progresivisme. G. Filsafat Pendidikan Esensialisme. H. Filsafat Pendidikan Parenialisme. I. Filsafat Pendidikan Rektruksionisme. A. FILSAFAT PENDIDIKAN IDEALISME 1. Realitas Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Hakikat manusia adalah jiwanya, rohnya, yakni apa yang disebut “mind”. Mind merupakan suatu wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan sebagai pendorong dan penggerak semua tingkah laku manusia. Idealisme tidak menolak eksistensidunia fisik di sekeliling kita, seperti rumah, pepohonan, binatang, matahari, bintang-bintang yang muncul terlihat pada malam hari. Relitas mungkin bersifat personal, dan mungkin juga bersifat impersonal. Plato mengatakan bahwa jiwa manusia sebagai “roh” yang berasal dari “ide” eksternal dan sempurna. 2. Pengetahuan Tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan pandangannya bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap, karena dunia hanyalah merupakan tiruan balaka, sifatnya maya (bayangan), yang menyimpang dari kenyataan yang sebenarnya, pengetahuan yang benar hanya 1
  • 2. merupakan hasil akal belaka, karena akal dapat membedakan bentuk spiritual murni dari benda-benda di luar penjelmaan material. Demikian menurut Plato. Hegel menguraikan konsep Plato tentang teori pengetahuan dengan mengatakan bahwa pengetahuan dikatakan valid, sepanjang sistematis, maka pengetahuan manusia tetang realitas adalah benar dalam arti sistematis. 3. Nilai Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut. Apa yang dikatakan baik, benar, salah, cantik, atau tidak cantik, secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Pada hakikatnya nilai itu tetap. Nilai tidak diciptakan manusia, melainkan merupakan bagian dari alam semesta. 4. Pendidikan Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme memberi sumbangan yang besar terhadap perkembangtan teori pendidikan, khususnya filsafat pendidikan. Filsafat idealisme diturunkan dari filsafat idealisme metafisik, yang menekannkan pertumbuhan rohani. Kaum idealis percaya bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual, yang memiliki pembawaan spiritual sesuai dengan potensialitasnya. Oleh karena itu, pendidikan harus mengajarkan hubungan antara anak dengan bagian alam spiritual . Pendidikan harus menekankan kesesuaian batin antara anak dan alam semesta. Seorang guru yang menganut paham idealisme harus membimbing atau didiskusikan bukan sebagai prinsip-prinsip eksternal kepada siswa, melainkan sebagai kemungkinan-kemungkinan (batin) yang perlu dikembangkan. Guru idealis juga harus mewujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik. Socrates, Plato dan Kant yakin bahwa pengetahuan yang terbaik adalah pengetahuan yang dikeluarkan dari dalam diri siswa, bukan dimasukkan atau dijejalkan ke dalam diri siswa. Power (1982:89) mengemukakan implikasi filsafat pendidikanidealisme sebagi berikut: 1. Tujuan Pendidikan 2
  • 3. Pendidikan formal dan informal bertujuan membentuk karakter, dan mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial. 2. Kedudukan siswa Bebas untuk menembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya/bakatnya. 3. Peranan Guru Bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan manusia, terutama bertanggung jawab dal menciptakan lingkungan pendidikan siswa. 4. Kurikulum Pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan rasional, dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan. 5. Metode Diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan. B. FILSAFAT PENDIDIKAN REALISME Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitas. Realisme berbeda dengan materialisme dan idealisme yang bersufat monistis. Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas ialaha terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme merupakan aliran filsafat yang memiliki beraneka ragam bentuk. Kneller membagi realisme menjadi dua bentuk, yaitu : 1. Realisme rasional, 2. Realisme 1. Realisme Rasional Realisme rasional didefinisikan kepada dua: realisme klasik dan realisme religius. Realisme klasik, ialah filsafat yunani yang pertama kali dikembangkan oleh Aristoteles, sedangkan realisme religius, dikembangkan oleh Thomas Aquina, dengan menggunakan filsafat Aristoteles dalam membahas teologi Kristen, yang disebut tornisme, pada saat filsafat gereja dikuasai oleh neoplatonisme yang dipelopori oleh Plotinus. 3
  • 4. a. Realisme klasik Realisme klasik oleh Brubacher (1950) disebut humanisme rasional. Realisme klasik berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki ciri rasional. Dunia dikenal melalui akal, dimulai dengan prinsip “self evident” di mana manusia dapat menjangkau kebenaran umum. “Self evident” merupakan hal yang penting dalam filsafat realisme karena evidensi merupakan asas pembuktian tentang realitas dan kebenaran sekaligus. b. Realitas religius Relisme religius dalam pandangannya tampak dualisme. Ada dua order yang terdiri atas “order natural “ dan “order supernatural”. Kedua order tersebut perpusat pada Tuhan. Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan diri, guna mencapai yang abadi. Kebenaran bukan dibuat, melainkan sudah ditentukan, di mana belajar harus mencerminkan kebenaran tersebut. Menurut realisme religius, karena keteraturan dan keharmonisan alam semesta sebagai ciptaan Tuhan, maka manusia harus mempelajari alam sebagai ciptaan. Tujuan pendidikan mempersiapkan individu untuk dunia dan akhirat. Tujuan pendidikan adalah mendorong siswa memiliki keseimbangan intelektual yang baik, bukan semata-mata penyesuaian terhadap lingkungan fisikdan sosial saja. Beberapa prinsip mengajar yang dikemukakan oleh Comenius adalah sebagai berikut : a. Pelajaran harus didasarkan pada minat siswa. Keberhasilan dalam belajar tidak karena dipaksakan dari luar, melainkan merupakan suatu hasil perkembangan dari dalam pribadinya. b. Pada waktu permulaan belajar, guru harus menyusun out-line secara garis besar dari setiap mata pelajaran. c. Guru harus menyiapkan dan menyampaikan informasi tentang garis-garis besar pelajaran sebelum pelajaran dimulai, atau pada waktu permulaan pelajaran. 4
  • 5. d. Kelas harus diisi dengan gambar-gambar, peta, motto, dan sejenisnya yang berkaitan dengan rencana pelajaran yang akan diberikan. e. Guru menyampaikan pelajaran sedemikian rupa, sehingga pelajaran merupakan suatu kesatuan. Setiap pelajaran merupakan suatu keseimbangan dari pelajaran sebelumnya, dan untuk perkembangan pengetahuan secara terus-menerus. f. Apapun yang dilakukan guru, hendaknya membantu untuk pengembangan hakikat manusia. Kepada siswa ditunjukkan kepentingan yang praktis dari setiap sistem nilai. g. Pelajaran dalam subjek yang sama diperuntukkan bagi semua anak. 2. Realisme Natural Ilmiah Realisme natural ilmiah menyertai lahirnya sains di Eropa pada abad kelima belas dan keenam belas, yang dipelopori oleh Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill, dan lain-lainnya. Pada abad kedua puluh tercatat pemikiran-pemikiran seperti Ralph Borton Perry, Alferd Nortt Whitehead, dan Betrand Russel. Realisme natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah organisme biologis dengan sistem syaraf yang kompleks dan secara inheren berpembawaan sosial (social dispossition) yang dinamakan berpikir merupakan fungsi yang sangat kompleks dari organisme yang berhubungan dengan lingkungannya. Kebanyakan dari penganut realisme natural menolak eksistensi kemauan bebas (Free will). Mereka bersilang pendapat dalam hal bahwa individu ditentukan oleh akibat lingkungan fisik dan sosial dalam struktur genetiknya. Apa yang tampaknya bebas memilih, kenyataannya merupakan suatu determinasi kausal (ketentuan sebab akibat). Menurut realisme natural ilmiah, filsafat mencoba meniru objektivitas sains. Karena dunia sekitar manusia nyata, maka tugas sainslah untuk meneliti sifat-sifatnya. Tugas filsafat mengkoordinasikan konsep-konsep dan temuan- temuan sains yang berlainan dan berbeda-beda. Perubahan merupakan realitas yang sesuai dengan hukum-hukum alam yang permanen yang menyebabkan alam semesta sebagai suatu struktur yang berlangsung terus. Pandangannya tentang 5
  • 6. teori pengetahuan (epistemologi), realisme natural ilmiah mengatakan bahwa dunia yang kita amati bukan hasil kreasi akal atau jiwa (mind) manusia. Teori kebenaran yang dipergunakan oleh kaum realisme natural alamiah adalah teori “korenspondensi” tentang kebenaran, yang menyatakan bahwa kebenaran itu adalah persesuaian terhadap fakta dengan situasi yang nyata. Kebenaran merupakan persesuaian antara pernyataan mengenai fakta dengan faktanya sendiri, atau antara pikiran dengan realitas situasi lingkungannya. Pengetahuan yang sahih adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman empiris, dengan jalan observasi atau penginderaan. Teori pengetahuan yang mereka ikuti ialah teori pengetahuan “empiris”, menurut emperisme, pengalaman merupakan faktor fundamental dalam pengetahuan sehingga merupakan sumber dari pengetahuan mnusia. 3. Neo-Realisme dan Realisme Kritis Elain aliran-aliran teori di atas, masih ada lagi pandangan-pandangan lain yang termasuk realisme. Alirn-aliran tersebut disebut “Neo-Realisme” dari Frederick Breed, dan “Realisme Kritis” dari Immanuel Kant. Menurut pandangan Breed, filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip pertama demokrasi adalah hormat dan menghormati atas hak- hak individu. Pendidikan sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai menerima arah tuntutan sosial dan individual. Menurut Kant, semua pengetahuan mulai dari pengalaman namun tidak berarti semuanya dari pengalaman. Objek luar dikenal melalui indera nmun pikiran atau rasio, atau pengertian. Pengalaman tidak hanya sekedar warna, suara, bau yang diterima alat indera melainkan hal-hal tersebut diatur dan disusun menjadi suatu bentuk yang terorganisasi oleh pikiran kita. Pengalaman merupakan suatu interprestasi tentang benda-benda yang kit terima melalui alat indera kita. Henderson merupakan salah seorang filsof yang dapat digolongkan pada aliran ini. Ia berpendapat bahwa semua aliran filsafat pendidikan memiliki persamaan. Semua aliran filsafat pendidikan menyetujui bahwa: a) Proses pendidikan berpusat pada tugas mengembangkan laki-laki dan wanita yang hebat dan kuat. 6
  • 7. b) Tugas manusia di dunia adalah memajukan keadilan dan kesejahteraan umum. c) Kita seharusnya memandang bahwa tujuan akhir pendidikan adalah memecahkan masalah-masalah pendidikan. Power (1982) mengemukakan implikasi pendidikan realisme sebagai berikut: 1) Tujuan pendidikan Penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial. 2) Kedudukan siswa Dalam hal pelajaran, menguasai pengetahuan yang handal, dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peratuaran yang baik adalah esensial untuk belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memeperoleh hasil yanga baik. 3) Peranan guru Menguasai pengetahuan terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi dari siswa. 4) Kurikulum Kurikulum komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna. 5) Metode Belajar tergantung pada pengalaman, baik langsung atau tidak langsung. Metode penyampaian harus logis dan psikologis. Metode Conditioning (SR) merupakan metode utama bagi realisme sebagai pengikut behaviorisme. C. FILSAFAT PENDIDIKAN MATERIALISME 1. Latar Belakang Pemikiran Meterialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, bukan spiritual atau supernatural. Pelopornya Demokritos (460-360 SM). Karakteristik umum materialisme pada abad delapan bebas berdasarkan pada suatu asumsi bahwa realitas dapat dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang 7
  • 8. sedang mengalami perubahan gerak dalam ruang . Asumsi tersebut menunjukkan bahwa: 1. Semua sains seperti biologi, kimia, psikologi, fisika, sosiologi, ekonomi, dan yang lainnya ditinjau dari dasar fenomena materi yang berhubungan secara kausal (sebab akibat). Jadi, semua sains merupakan cabang dari sains mekanika. 2. Apa yang dikatakan “jiwa” (mind) dan segala kegiatannya (berfikir, memahami) adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, sistem urat saraf, atau organ-organ jasmani yang lainnya. 3. Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup, keindahan dari kesenangan, serta kebebasan, hanyalah sekedar nama-nama atau semboyan, simbol subjiektif manusia untuk situasi atau hubungan fisikiyang berbeda. 2. Pendidikan Materialisme maupun positivisme, pada dasarnya tidak menyusunkonsep pendidikan secara eksplisit. Menurut behaviorisme, apa yang disebut dengan kegiatan mental kenyataannya tergantung pada kegiatan fisik, yang merupakan berbagai kombinasi dan materi dalam gerak. Pendidikan, dalam hal ini proses belajar, merupakan proses kondisionisasi lingkungan, misalnya dengan mengadakan percobaan terhadap anak yang tidak pernah takut pada kucing, akhirnya ia menjadi takut kepada kucing. Menurut behaviorisme, perilaku manusia adalah hasil pembentukkan melalui kondisi lingkungan (seperti contoh anak dan kucing di atas). Yang dimaksud dengan perilaku adalah hal-hal yang berubah, dapat diamati, dan dapat diukur (Materialisme dan Positivisme). Hal ini mengandung implikasi bahwa proses pendidikan (proses belajar) menekankan pentingnya keterampilan dan pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian sains, serta perilaku sosial sebagi hasil belajar. Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi pendidikan positivisme behaviorisme yang bersumber pada filsafat materialisme, sebagai berikut: 8
  • 9. 1. Tema Manusia yang baik dan efien dihasilakan dengan proses pendidikan terkontrol secara ilmiah dan seksama. 2. Tujuan Pendidikan Perubahan perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya, untuk tanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks. 3. Kurikulum Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku. 4. Metode Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisi (SR. Conditioning), operant conditioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan kompetensi. 5. Kedudukan siswa Tidak ada kebebasan. Prilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar. Pelajaran adalah dirancang. Siswa dipersiapkan untuk hidup. Mereka dituntut untuk belajar. 6. Peranan guru Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa. D. FILSAFAT PENDIDIKAN PRAGMATISME Pragmatisme (Amerika), namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme,yang yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Pendirinya adalah: Charles Sandre Peirce (1839-1914), Wiliam James (1842-1910), dan jhon Dewey (1859-1952). Istilah pragmatisme berasal dari perkataan “pragma” artinya praktik atau aku berbuat. Maksunya bahwa makna segala sesuatu terbantung dari lingkungannya dengan apa yang dapat dilakukan. 1. Realitas Realitas dan dunia yang kita amati, tidak bebas dari ide manusia dan sekaligus juga tidak terkait kepadanya. Realitas merupakan interaksi antara 9
  • 10. manusia dengan dengan lingkungannya. Manusia dan lingkungannya berdampingan, dan memiliki tanggung jawab yang sama terhadap realitas. Dunia kan bermakna sejauh manusia mempelajari makna yang terkandung di dalamnya. Perubahan merupakan esensi realitas, dan manusia harus siap mengubah cara-cara yang akan dikerjakannya. Manusia pada hakikatnya plastis dan dapat berubah. Tema pokok filsafat paragmatisme adalah: a. Esensi realitas adalah perubahan; b. Hakikat sosial dan biologis manusia yang esensial; c. Relativitas nilai; d. Penggunaan intelegensi secara kritis. Watak pragmatisme adalah humanistis dan menyetujui suatu dalil “ manusia adalah umuran segala-galanya”. 2. Pengetahuan Pragmatisme yakin bahwa akal manusia aktif dan selalu ingin meneliti, tidak pasif dan tidak begitu saja menerima pandangan tertentu sebelum dibuktikan kebenarannya secara empiris. Pikiran (rasio) tidak bertentangan dan tidak terpisah dari dunia, melainkan merupakan bagian dari dunia. Pragmatisme mengajarkan bahwa tujuan semua berfikir adalah kemajuan hidup. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang berguna. Menurut James, suatu ide itu benar apabila memiliki konsekuensi yang menyenangkan. Menurut Dewey dan Peirce, suatu ide itu benar apabila berakibat memberi kepuasan jika diuji secara objektif dan ilmiah. 3. Nilai Pragmatisme mengemukakan pandangannya tentang nilai, bahwa nilai itu retatif. Kaidah-kaidah moral dan etik tidak tetap, melainkan selalu berubah, seperti perubahan kebanyakan, masyarakat, dan lingkungannya. Pragmatisme menyarankan untuk menguji kualitas nilai dengan cara yang sama seperti menguji kebenaran pengetahuan dengan metode empiris. Nilai moral maupun etis akan dilihat dari perbuatannya, bukan dari segi teorinya. 10
  • 11. Menurut pragmatisme, kita harus mempertimbangkan perbuatan manusia dengan tidak memihak, dan secara ilmiah memiliki nilai-nilai yang tampaknya memungkinkan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia. Nilai-nilai tu tidak akan dipaksakan dengan kekuatan apapun kepada kita untuk diterimanya. Nilai-nilai itu akan disetujui setelah diadakan diskusi secara terbuka yang didasarkan atas bukti-bukti empiris dan objektif. 4. Pendidikan a. Konsep pendidikan Pragmatisme telah memberikan sumbangan besar terhadap teori pendidikan. John Dewey merupakan tokoh pragmatisme yang secara eksplisit membahas pendidikan, dan secara sistematis menyusun teori teori pendidikan yang didasarkan atas filsafat pragmatisme. Menurut Dewey, terdapat dua teori pendidikan yang saling bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Kedua teori pendidikan tersebut adalah paham konservatif dan “unfolding theory” (teori pemerkahan). Teori konservatif mengemukakan, bahwa pendidikan adalah sebagai suatu pembentukan terhadap pribadi anak tanpa memperhatikan kekuatan atau potensi-potensi yang ada dalam diri anak. Pendidikan akan menentukan segalanya. “Unfolding theory” berpandangan bahwa anak berkembang dengan sendirinya, karena ia telah memiliki kekuatan-kekuatan laten, di mana perkembangan si anak telah memiliki tujuan yang pasti. Hal ini seperti yang pernah dikemukakan oleh yang lengkap dan pasti. Menurut pragmatisme, pendidikan bukan merupakan suatu proses pembentukan dari luar, dan juga bukan merupakan suatu pemerkahan kekuatan- kekuatan laten dengan sendirinya (unfolding). Pendidikan menurut pragnatisme, merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu. Dalam hal ini dapat dikatakan, baik anak maupun orang dewasa selalu belajar dari pengalamannya. John Dewey mengemukakan perlunya atau pentingnya pendidikan, karena berdasarkan atas tiga pokok pemikiran, yaitu: a. pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup, 11
  • 12. b. pendidikan sebagai pertumbuhan, dan c. pendidikan sebagai fungsi sosial. b. Tujuan pendidikan Tujuan pendidikan menurut aliran ini, tidak terlepas dari pandangannya tetang realitas, teori pengetahuan dan kebenaran, serta teori nilai. Pragmatisme tidak mengenal tujuan akhir pendidikan. Beberapa karakteristik tujuan pendidikan yang harus diperhatikan adalah: 1. Tujuan pendidikan hendakya ditentukan dari kegiatan yang didasarkan atas kebutuhan intrinsik anak didik. 2. Tujuan pendidikan harus mampu memunculkan suatu metode yang dapat mempersatukan aktivitas pengajaran yang sedang berlangsung. 3. Tujuan pendidikan adalah spesifik dan langsung. Pendidikan harus tetap menjaga untuk tidak mengatakan yang berkaitan dengan tujuan umum dan tujuan akhir. Tujuan pendidikan adalah suatu kehidupan yang baik. c. Proses pendidikan Pelajaran harus didasarkan atas fakta-fakta yang sudah diobservasi, dipahami, serta dibicarakan sebelumnya. Bahkan pelajaran harus mengandung ide-ide yang dapat mengembangkan situasi untuk mencapai tujuan dan harus ada hubungannya dengan materi pelajaran. Pendidikan dalam setiap fase atau tingkatan harus memiliki kriteria untuk memanfaatkan kehidupan sosial, yang sangat fundamental dalam kehidpan masyarakat. Bahkan pelajaran apabila dikaitkan dengan demokrasi dalam pendidikan, adalah bahwa bahan pelajaran terdiri atas seperangkat tindakan untuk memberi isi kepada kehidupan sosial yang ada pada waktu itu. Karena realitas dihasilkan dari interaksi manusia dengan lingkungannya, maka anak harus mempelajari dunia seperti dunia mempengaruhinya, di mana ia hidup. Sekolah tidak dipisahkan dari kehidupan. Pragmatisme meyakini bahwa pikiran anak itu aktif dan kreatif, tidak secara pasif begitu saja menerima apa yang diberikan gurunya. 12
  • 13. Kurikulum, setiap pelajaran tidak boleh terpisah, harus merupakan suatu kesatuan. Pengalaman di sekolah di luar sekolah harus dipadukan, sehingga segalanya merupakan suatu kebulatan atau kesatuan. Metode yang sebaiknya digunakan dalam pendidikan adalah metode disiplin, bukan dengan kekuasaan. Kekuasaan tidak dapat dijadikan metode pendidikan karena merupakan suatu kekuatan yang datang dari luar, dan didasari oleh suatu asumsi bahwa ada tujuan baik dan benar secara objektif, dan si anak dipaksa untuk mencapai tujuan tersebut. Disiplin merupakan kemauan dan minat yang keluar dari dalam diri anak sendiri. Anak akan belajar apabila ia memiliki minat dan antisipasi tehadap suatu masalah untuk dipelajari. Anak tidak akan memiliki dorongan untuk belajar matematika seandainya ia tidak merasakan suatu masalah di mana ia tidak mengetahuinya. Disiplin muncul dari dalam diri anak, namun dituntut suatu aktivitas dari anak yang lainnya, dalam usaha mencapai tujuan bersama. Guru di sekolah harus merupakan suatu petunjuk jalan pengamat tingkah laku anak. Dengan mengamati perilaku anak tersebut, guru dapat menentukan masalah apa yang akan dijadikan pusat perhatian anak. Jadi, dalam proses belajar mengajar, ada beberapa saran bagi guru yang harus diperhatikan, terutama dalam menghadapi siswa dalam kelas, yaitu: 1. Guru tidak boleh memaksakan suatu ide atau pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan siswa. 2. Guru hendaknya menciptakan suatu situasi yang menyebabkan siswa akan merasakan adanya suatu masalah yang ia hadapi, sehingga timbul minat untuk memecahkan masalah tersebut. 3. Untuk membangkitkan minat anak,hendaklah guru mengenal kemampuan serta minat masing-masing siswa. 4. Guru harus dapat menciptakan situasi yang menimbulkan kerja sama dalam belajar, antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, begitu pula guru dengan guru. 13
  • 14. Jadi, tugas guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai fasilitator, memberi dorongan dan kemudahan kepada siswa untuk bekerja bersama- sama. Power (1982) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan pragmatisme tehadap pelaksanaan pendidikan sebagai berikut: 1. Tujuan pendidikan Memberi pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam hidup sosial dan pribadi. 2. Kedudukan siswa Suatu organisme yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan kompleks untuk tumbuh. 3. Kurikulum Berisi pengalaman yang teruji yang dapat diubah. Minat dan kebutuhan siswa yang dibawa ke sekolah dapat menentukan kurikulum. Menghilangkan perbedaan antara pendidikan liberal dengan pendidikan praktis atau pendidikan jabatan. 4. Metode Metode aktif, yaitu learning by doing (belajar sambil bekerja). 5. Peran guru Mengawasi dan membingbing pengalaman belajar siswa, tanpa mengganggu minat dan kebutuhannya. A. FILSAAT PENDIDIKAN EKSISTENSIALISME Filasafat eksistensialisme itu unik yakni memfokuskan pada pengalaman- pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektif pengalaman manusia, dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakikat manusia atau realitas. Menurut Parkay (1998) terdapat dua aliran pemikiran eksistensialisme, yang satu bersifat theistik (bertuhan), yang lainnya atheistik. Kebanyakan dari pandangan-oandangan itu masuk ke dalam aliran pemikiran pertama dengan 14
  • 15. menyebut diri meraka sendiri sebagai kaum eksistensialis Kristen dan menunjukkan bahwa manusia memiliki suatu kerinduan akan suatu wujud sempurna, Tuhan. Melalui kerinduan ini tidak membuktikan keberadaan Tuhan, orang-orang dapat secara bebas memilih untuk tinggal dalam kehidupan mereka seakan-akan ada Tuhan. Eksistensialisme Atheistik memiliki pemikiran bahwa pendirian tersebut (theistik) merendahkan kondisi manusia. 1. Realitas Menurut eksistensialisme, ada dua jenis filsafat tradisional, yaitu filsafat spekulatif dan skeptis, filsafat menjelaskan tentang hal-hal yang fundamental tentang pengalaman, dengan berpangkal pada realitas yang lebih dalam yang secara inheren telah ada dalam diri individu. Filsafat skeptik berpandangan bahwa semua pengalaman manusia adalah palsu, tidak ada sesuatu pun yang dapat kita kenal dari realitas. Mereka menganggap bahwa konsep metafisika adalah sementara. Eksistensialisme menolak kedua pandangan filsafat di atas. Ia menolak pandangan spekulatif dengan mengemukakan pandangannya. Bahwa manusia dapat menemukan kebenaran yang fundamental berargumentasi, bahwa yang nyata adalah yang kita alami. Realitas adalah kenyataan hidup itu sendiri. Eksistensialisme merupakan filsafat yang memandang segala gejala berpangkal pada Eksistensi . Eksistensia adalah cara manusia berada di dunia. Eksistensialisme berasal dari pemikiran Soren Kierkegaard (Denmark, 1813-1855). Inti masalah yang menjadi pemikiran eksistensialisme adalah sekitar: Apa kehidupan manusia? Apa pemikiran pemecahan yang kongkret terhadap persoalan makna “eksis” (berada) dari manusia. Tokoh-tokoh eksistensialisme lainnya: Martin Buber, Martin Heidegger, Jean-Paul Satre, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich, dan lain-lainnya. Paham eksistensialisme bukan hanya satu, melainkan terdiri dari berbagai pandangan yang berbeda-beda. Namun, pandangan-pandangan tersebut memiliki beberapa persamaan, sehingga pandangan-pandangan mereka dapat digolongkan filsafat eksistensialisme. Persamaan-persamaan tersebut adalah: 15
  • 16. a. Motif pokok dari filsafat esistensialisme ialah apa yang disebut “eksistensi”. Yaitu cara manusia berada. Hanya manusialah yang bereksistensi. Pusat perhatian ini ada pada manusia. Oleh karena itu, bersifat humanistis. b. Bereksistensi diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan dirinya secara aktif, berbuat, menjadi dan merencanakan. c. Manusia dipandang sebagai makhluk terbuka, realitas yang belum selesai, yang masih dalam proses menjadi. Pada hakikatnya manusia terikat pada dunia sekitarnya, terlebih lagi terhadap sesama manusia. d. Eksistensialisme memberi tekanan pada pengalaman kongkrit, pengalaman yang eksistesial (Harun Hadiwijono, 1980:14). 2. Pengetahuan Teori pengetahuan eksistensialisme banyak dipengaruhi oleh filsafat fenomenologi, suatu pandangan yang menggambarkan penampakkan benda-benda dan peristiwa-peristiwa tersebut menampakkan dirinya terhadap kesadaran manusia. Pengetahuan manusia tergantung pada pemahamannya tentang realitas, tergantung pada interpretasi manusia terhadap realitas. 3. Nilai Pemahaman Eksistensialisme terhadap nilai, menekankan kebebasan dalam tindakan. Kebebasan bukan tujuan atau cita-cita dalam dirinya sendiri, melainkan merupakan suatu potensi untuk suatu tindakan. Manusia memiliki kebebasan untuk memilih, namun menentukan pilihan-pilihan di antara pilihan- pilihan yang terbaik adalah yang paling sukar. 4. Pendidikan Eksistensialisme sebagai filsafat, sangat menekankan individualis dan pemenuhan diri secra pribadi. Setiap individu dipandang sebagai mahluk unik, dan secara unik pula ia bertanggung jawab terhadap nasibnya. Dalam hubungan dengan pendidikan, SikunPribadi (1971) mengemukakan bahwa eksistensialisme berhubungan erat sekali dengan pendidikan, karena keduanya bersinggungan satu 16
  • 17. dengan yang lainnya pada masalah-masalah yang sama, yaitu manusia, hidup hubungan antar manusia, hakikat kepribadian dan kebebasan (kemerdekaan). Pusat pembicaraan eksistensialisme adalah ‘keberadaan’ manusia, sedangkan pendidikan hanya dilakukan oleh manusia. a. Tujuan pendidikan Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu menembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri. Setiap individu memiliki kebutuhan dan perhatian yang spesifik berkaitan dengan pemenuhan dirinya, sehingga dalam menentukan kurikulum tidak ada kurikulum yang pasti dan ditentukan dan berlaku secara umum. b. Kurikulum Kaum eksistensialis menilai kurikulum berdasarkan pada apakah hal itu mendorong berkontribusi pada pencarian individu akan makna dan muncul dalam suatu tingkatan kepekaan personal yang disebut Greene “kebangkitan yang luas”. Kurikulum yang memberi para siswa kebebasan individual yang luas dan mensyaratkan mereka untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan-kesimpulan mereka sendiri. Menurut pandangan eksistensialisme, tidak ada satu mata pelajaran tertentu yang lebih penting daripada yang lainnya. Mata pelajaran merupakan materi di mana individu akan dapat menemukan dirinya dan kesadaran akan dirinya. Kurikulum eksistensialisme memberikan perhatian yang besar terhadap humaniora dan seni. Karena kedua materi tersebut diperlukan agar individu dapat mengadakan introspeksi dan mengenalkan gambaran dirinya. c. Proses belajar mengajar Menurut Kneller (1977) konsep belajar mengajar eksistensialisme dapat diaplikasikan dari pandangan Martin Buber tentang “dialog”. Dialog merupakam percakapan antara pribadi dengan pribadi, di mana setiap pribadi merupakan subjek bagi yang lainny, dan merupakan suatu percakapan antara “aku” dan 17
  • 18. “Engkau” (Tuhan). Sedangkan lawann dari dialog adalah “paksaan”, di mana seseorang memaksakan kehendaknya kepada orang lain sebagai objek. d. Peranan guru Guru hendakny memberi semangat kepada siswa untuk memikirkan dirinya dalam suatu dialog. Guru menanyakan tentang ide-ide yang dimiliki siswa, dan mengajukan ide-ide lain, kemudian membingbing siswa untuk memilih alternatif-alternatif, sehingga siswa akan melihat, bahwa kebenaran tidak terjadi pada manusia, melainkan dipilih oleh manusia. Lebih dari itu, siswa harus menjadi faktor dalam satu drama belajar, bukan penonton. Siswa harus belajar keras seperti gurunya. Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi filsafat pendidikan eksistensialisme sebagai berikut: 1. Tujuan Pendidikan Memberi bekal pengalaman yang luas dan komprehensif dalam semua bentuk kehidupan. 2. Status siswa Makhluk rasional dengan pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya. Suatu komitmen terhadap pemenuhan tujuan pribadi. 3. Kurikulum Yang diutamakan adalah kurikulum liberal merupakan landasan bagi kebebasan manusia. Kebebasan memiliki aturan-aturan. Oleh karena itu, di sekolah diajarkan pendidikan sosial, untuk mengajar “respek” (rasa hormat) terhadap kebebasan untuk semua. Respek terhadap kebebasan bagi yang lain adalah esensial. Kebebasan dapat menimbulkan konflik. 4. Peranan guru Melindungi dan mmemelihara kebebasan akademik, di mana mungkin guru pada hari ini, besok lusa mungkin menjadi murid. 5. Metode Tidak ada pemikiran yang mendalam tentang metode, tetapi metode apapun yang dipakai harus merujuk pada cara untuk mencapai kebahagiaan dan karakter yang baik. 18
  • 19. F. FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESIVISME 1. Latar Belakang Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1018. Selama dua puluh tahunan merupakan suatu gerakan yang kuat di Amerika Serikat Banyak guru yang ragu-ragu terhadap gerakan ini karena guru telah mempelajari dan memahami filsafat Dewey, sebagai reaksi terhadap filsafat lainnya. Kaum progresif sendiri mengkritik filsafat Dewey. Prubahan masyarakat yang dilontarkan oleh Dewey adalah perubahan secara evolusi, sedangkan kaum progresif mengharapkan perubahan yang sangat cepat, agar lebih cepat mencapai tujuan. 2. Strategi Progresif Filsafat progresif berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Karenanya, cara terbaik mempersiapkan para siswa untuk suatu masa depan yang tidak diketahui adalah membekali mereka dengan strategi-strategi pemecahan masalah yang memungkinkan mereka mengatasi tantangan-tantangan baru dalam kehidupan dan untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang relevan pada saat ini. Melalui analisis diri dan refleksi yang berkelanjutan, individu dapat mengidentifikasi nilai- nilai yang tepat dalam waktu yang dekat. Peran guru dalam suatu kelas yang berorientasi secara progresif adalah berfungsi sebagai seorang pembimbing atau orang yang menjadi sumber, yang pada intinya memiliki tanggung jawab untuk mempasilitasi pembelajaran siswa. 3. Pendidikan Progresivisme didasarkan pada keyakinan bahwa pendidkan harus terpusat pada anak (child-centered) bukunya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Tulisan-tulisan John Dewey pada tahun 1920- an dan 1950- an berkontribusi cukup pada penyebaran gagasan-gagasan progresif. Progresivisme pengikut Dewey didasarkan pada keenam asumsi berikut ini. a. Muatan kurikulum harus diperoleh dari minat-minat siswa bukannya dari disiplin-disiplin akademik. 19
  • 20. b. Pengajaran dikatakan efektif jika mempertimbangkan anak secra menyeluruh dan minat-minat serta kebutuhan-kebutuhannya dalam hubungan dengan bidang-bidang kognitif, afektif, dan psikomotor. c. Pembelajaran pada pokonya aktif bukannya fasif d. Tujuan dari pendidikan adalah mengajar para siswa berfikir secara rasional sehingga mereka menjadi cerdas, yang memberi kontribusi pada anggota masyarakat. e. Di sekolah, para siswa mempelajari nilai-nilai personal dan juga nilai-nilai sosial. f. Umat manusia ada dalam suatu keadaan yang berubah secara konstan, dan pendidikan memungkinkan masa depan yang lebih baik dibandingkan dengan masa lalu. Untuk memperoleh pengetahuan yang benar, kaum progresif sepakat dengan pandangan Dewey, yaitu menekankan pengalaman indera, belajar sambil bekerja, dan memecahkan masalah yang dihadapi. Kualitas atau hasil dari pendidikan, tidak ditentukan dengan menentukan atau menetapkan suatu ukuran yang berlaku secara mutlak dan abadi. Norma atau nilai kebenaran yang abadi tidak dapat dijadikan ukuran untuk menentukan berhasil tidaknya usaha pendidikan dapat diartikan sebagai suatu rekontruksi pengalaman yang berlangsungsecra terus menerus. a. Perhatian terhadap anak Proses belajar terpusat kepada anak, namun hal ini tidak berarti bahwa anak akan diizinkan untuk mengikuti semua keinginannya, karena ia belum cukup matang untuk menentukan tujuan yang memadai. Anak memang banyak berbuat dalam menentukan proses belajar, namun ia bukan penentu akhir. Siswa membutuhkan bimbingan dan arahan dari guru dalam melaksanakan aktivitasnya. Pengalaman anak adalah rekontruksi yang terus menerus dari keinginan dan kepentingan pribadi. Mereka aktif bergerak untuk mendapatkan isi mata pelajaran yang logis. Guru mempengaruhi pertumbuhan siswa, tidak dengan menjejalkan informasi ke dalam kepala anak, malainkan dengan pengawasan lingkungan di mana pendidikan berlangsung. 20
  • 21. b. Tujuan pendidikan Tujuan pendidikan adalah memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk interaksi dengan lingkungan yang berada dalam proses perubahan secara terus menerus. Yang dimaksud dengan alat-alat adalah keterampilan pemecahan masalah (problem solving) yang dapat digunakan oleh individu untuk menentukan, menganalisis dan memecahkan masalah. Proses belajar terpusatkan pada perilaku cooperative dan disiplin diri. Di mana kebudayaan sangat dibutuhkan dan sangat berfungsi dalam masyarakat. c. Pandangan tentang belajar Kaum progresif menolak pandangan bahwa belajar secara esensial merupakan penerimaan pengetahuan sebagai suatu subtansi abstrak yang diisikan oleh guru ke dalam jiwa anak. Pengetahuan menurut pandangan progresif merupakan alat untuk mengatur pengalaman, untuk menangani situasi baru secara terus menerus, di mana perubahan hidup merupakan tantangan di hadapan manusia. Manusia harus dapat berbuat dengan pengetahuan. Oleh karena itu, pengetahuan harus bersumber pada pengalaman. Menurut Dewey kita harus mempelajari apa saja dari sains eksperimental. Penelusuran pengetahuan abstrak harus diartikan ke dalam pengalaman pendidikan yang aktif. Dewey tidak menolak isi kurikulum tradisional. Sebaliknya kurikulum tersebut pewrlu dipelihara dan dikuasai. Selanjutnya Dewey mengatakan bahwa yang perlu diingat adalah materi pelajaran atau isi pelajaran selalu berubah terus- menerus sesuai dengan perubahan yang berlaku dalam lingkungannya. Oleh karena itu, pendidikan tidak dibatasi hanya pada sekedar pengumpulan informasi dari guru atau dari text book saja. d. Kurikulum dan peranan guru Kurikulum disusun sekitar pengalaman siswa, baik pengalaman pribadi maupun pengalaman sosial. Sains sosial sering dijadikan pusat pelajaran yang digunakan dalam pengalaman-pengalaman siswa, dan dalam pemecahan masalah akan melibatkan kemampuan berkomunikasi, proses matematis, dan penelitian ilmiah. Oleh karena itu, kurikulum seharusnya menggunakan pendekatan 21
  • 22. interdisipliner. Buku merupakan alat dalam proses belajar, bukan sumber pengetahuan. Peranan guru adalah membimbing siswa-siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan kegiatan proyek. Guru harus menolong siswa dalam menentukan dan memilih masalah- masalah yang bermakna, menemukan sumber-sumber data yang relevan, menafsirkan dan menilai akuarasi data, serta merumuskan kesimpulan. Guru harus mampu mengenali siswa, terutama pada saat apakah ia memerlukan bantuan khusus dalam suatu kegiatan, sehingga ia dapat meneruskan penelitiannya. Guru dituntut untuk sabar, fleksibel, berfikir interdisepliner, kreatif, dan cerdas. e. Prinsip-prinsip pendidikan Prinsip-prinsip pendidikan menurut pandangan progresivisme: 1. Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup. Kehidupan yang baik adalah kehidupan intelegen, yaitu kehidupan yang mencakup interpretasi dan rekontruksi pengalaman. Anak akan memsuki situasi belajar yang disesuaikan dengan usianya dan berorientasi pada pengalaman. Tidak ada tujuan umum dan akhir pendidikan. Pendidikan adalah pertumbuhan berikutnya. 2. Pendidikan harus berhubungan secara langsung dengan minat anak, minat individu, yang dijadikan sebagai dasar motivasi belajar. Sekolah menjadi “Child centered”, dimana proses belajar ditentukan oleh anak. 3. Belajar melalui pemecahan masalah akan menjadi preseden terhadap pemberian subjeck matter. Jadi belajar harus bisa memecahkan masalah yang penting dan bermanfaatbagi kehidupan anak. 4. Peranan guru tidak langsung, melainkan memberi petunjuk kepada siswa. Kebutuhan dan minat siswa akan menentukan apa yang mereka pelajari. Anak harus dizinkan untuk merencanakan perkembangan diri mereka sendiri, dan guru harus membimbing kegiatan belajar. 5. Sekolah harus memberi semangat bekerja sama, bukan mengembangkan persaingan. Manusia pada dasarnya sosial, dan keputusan yang paling besar pada manusia karena ia berkomunikasi dengan yang lain. 22
  • 23. Progresivisme berpandangan bahwa kasih dan persaudaraan lebih berharga bagi pendidikan dari pada persaingan dan usaha pribadi. 6. Kehidupan yang Demikratis merupakan kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan. Demokrasi, pertumbuhan, dan pendidikan saling berhubungan. Untuk mengajar demokrasi, sekolah sendiri harus demokrasi. Sekolah harus meningkatkan “student government”. 4. Kritik terhadap progresivisme Kritik yang dilontarkan kepada pandangan progresivisme, antara lain: 1. Siswa tidak mempelajari warisan sosial. Mereka tidak mengetahui apa yang seharusnya diketahui oleh orang terdidik. 2. Mengabaikan kurikulum yang telah ditentukan, yang menjadi tradisi sekolah. 3. mengurangi bimbingan dan pengaruh guru. Siswa memilih aktivitas sendiri. 4. Siswa menjadi orang yang mementingkan diri sendiri, ia menjadi manusia yang tidak memilih self discipline, dan tidak mau berkorban demi kepentingan umum. G. FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME 1. Latar Belakang Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikian progresif. Perennialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosio kultural. Oleh karena itu, perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perennialisme, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang lebih teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia 23
  • 24. sekarang seperti kebudayaan ideal. Perenialisme tidak melihat jalan yang meyakinkan, selain kembali pada prinsip-prinsip yang telah sedemikian rupa membentuk sikap kebiasaan, bahwa kepribadian manusia yaitu kebudayaan dahulu (Yunani Kuno) dan kebudayaan abad pertengahan. 2. Latar belakang filsafat Perenialisme bukan merupakan suatu aliran baru dalam filsafat, dalam arti perennialisme bukanlah merupakan suatu bangunan pengetahuan yang menyusun filsafat bar, yang berbeda dengan filsafat yang telah ada. Teori atau konsep pendidikian perenialisme dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafat Plato sebagai Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik dan filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukian antara filsafat Aristoteles dengan ajaran (filsafat) Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya (abad pertengahan). 3. Pendidikan Perennialisme memandang kebenaran sebagai hal yang konstan, abadi, atau prennialis, adalah memastikan bahwa para siswa memperoleh pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau gagasan-gagasan besar yang tidak berubah. Kurikulum menurut kaum prennialis harus menekankan pertumbuhan intelektual siswa pada seni dean sains. Untuk menjadi “terpelajar secara kultural”, para siswa harus berhadapan dengan bidang-bidang ini (seni san sains) yang merupakan karya terbaikdan paling signifikan yang diciptakan oleh manusia. Dua pendukung filsafat perennialis adalah Robert Maynard Hutchins, dan Mortimer Adler. Sebagai Rektor the University of Chicago, Hutchins (1963) mengembangkan suatu kurikulum mahasiswa S1 berdasarkan penelitian terhadap Buku Besar bersejarah (Great Boks) dan pembahasan buku-buku klasik. Kurikulum perenialis Hutchins di dasarkan pada tiga asumsi mengenai pendidikan: a. Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang berlangsung terus menerus. Kebenaran apapun akan selalu benar dimna pun juga, pendek kata, kebenaran bersifat universal dan tak terikat waktu. 24
  • 25. b. Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada gagasan-gagasan, pendidikian juga harus memfokuskan manusia adalah fungsi penting pendidikan. c. Pendidikan harus menstimulasi para mahasiswa untuk berfikir secara mendalam mengenai gagasan-gagasan signifikan. Para guru harus menggunakan pemikiran yang benar dan kritis seperti metode pokok mereka, dan mereka harus mensyaratkan hal yang sama pada siswa. H. FILSAFAT PENDIDIKAN ESENSIALISME 1. Latar Belakang Esensialisme sutu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagi suatu kritik terhadap trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Untuk mengangkat filsafat esensialis, Bagley dan rekan-rekannya mendanai jurnal pendidikan , School and Society. Esensialisme, yang memiliki beberapa kesamaan dengan perennialisme, berpendapat bahwa kultur kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus diberikan di sekolah-sekolah kepada para siswa dalam suatu cara yang sistematik dan berdisiplin. Tidak seperti perennilalism, yang menekankan pada sejumlah kebenaran-kebenaran eksternal, esensialisme menekankan pada apa yang mendukung pengetahuan dan keterampilan yang diyakini penting yang harus diketahui oleh para anggota masyarakat yang produktif. Esensialisme, seperti halnya perenialisme dan progresivisme, bukan merupakan suatu aliran filsafat tersendiri, yang mendirikan suatu bangunan filsafat, melainkan merupakan suatu gerakan dalam pendidikan yang memprotes terhadap pendidikan progresivisme. Esensialisme mengadakan protes terhadap progresivisme, namun dalam protes tidak menolak atau menentang secara keseluruhan pandangan progresivisme seperti halnya yang dilakukan oleh perenialisme. Esensialisme menyajikan hasil karya mereka untuk: a. penyajian kembali materi kurikulum secara tegas. b. Membedakan program-program di sekolah secara esensial. 25
  • 26. c. Mengangkat kembali wibawa guru dalam kelas, yang telah kehilngan wibawanya oleh progresivisme. 2. Konsep Pendidikan a. Gerakan Back To Basics Sekolah-sekolah harus melatih/mendidik siswa untuk berkomunikasi dengan jelas dan logis. Keterampilan-keterampilan inti dalam kurikulum haruslah berupa membaca, menulis, berbicara, dan berhitung, serta sekolah memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan apakah semua siswa menguasai keterampilan- keterampilan tersebut. Ali pendidikan esensialis tidak memandang anak sebagai orng yang jahat, dan tidak pula memandang anak sebagai orang yang secara alamiah baik. Anak- anak tersebut tidak akan menjadi anggota masyarakat yang berguna, kecuali kalau anak-anak secara aktif dan penuh semangat diajarkan nilai disiplin, kerja keras, dan rasa hormat pada pihak berwenang/punya otoritas. Kemudian, peran guru adalah membentuk para siswa, menangani insting-insting alamiah dan nonproduktif mereka (seperti, agresi, kepuasan indera tanpa nalar, dll) di bawah pengawasan sampai pendidikan mereka selesai. b. Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan adalah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan intiyang terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh waktu dan dikenal oleh semua orang. Selain merupakan earisan budaya, tujuan pendidikan esensialisme adalah “mempersiapkan manusia untuk hidup”. Namun, hidup tersebut sangat kompleks dan luas, sehingga kebutuhan-kebutuhan untuk hidup tersebut berada di luar wewenang sekolah. Dalam mencapai tujuan kaum Esensialis menolak rekontruksinisme (neoprogresivisme) yang berpandangan bahwa sekolah harus menjadi lembaga yang aktif untuk melakukan perubahan sosial, apalagi harus bertanggung jawab seluruh pendidikan bagi generasi muda. c. Kurikulum 26
  • 27. Kurikulum Esensialis menekankan pengajaran fakta-fakta: kurikulum itu kurang memiliki kesabaran dengan pendekatan tidak langsung dan introspektif yang diangkat oleh kaum progresivisme. Kurikulum esensialisme seperti halnya perenialisme, yaitu kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran (subject matter centered). Di sekolah dasar penekanannya pada kemampuan dasar membaca, menulis dan matematika. Di sekolah menengah diperluas dengan perluasan pada matematika, sains, humaniora, bahasa, dan sastra. d. Peranan sekolah dan guru Peranan sekolah adalah memelihara dan menyampaikan warisan budaya dan sejarah pada generasi pelajar dewasa ini, melalui hikmat dan pengalaman yang terakumulasi dari disiplin teradisional. Di sekolah tiap siswa belajar pengetahuan, skill, dan sikap serta nilai yang diperlukan untuk menjadi manusia sebagai anggota masyarakat. Peranan guru banyak persamaannya dengan perenialisme. Guru dianggap sebagai seseorang yang menguasai lapangan subjek khusus, dan merupakan model contoh yang sangat baik untuk ditiru dan digugu. e. Prinsip-prinsip pendidikan Prinsip-prinsip penddidikan esensial 1. Pendidikan harus dilakukan melalui usaha keras, tidak begitu saja timbul dari dari dalam diri siswa. 2. Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada siswa. Peranan guru adalah menjembatani antara dunia orang dewasa dengan dunia anak. Guru disiapkan secra khusus untuk melaksanakan tugas di atas, sehingga guru lebih berhak untuk membimbing pertumbuhan siswa- siswanya. 3. Inti proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah ditentukan. Kurikulum diorganisasi dan direncanakan dengan pasti oleh orang dewasa. Pandangan ini sesuai dengan filsafat realisme bahwa secara luas lingkungan material dan sosial, adalah manusia yang menentukan 27
  • 28. bagaimana seharusnya ia hidup. Esensialisme mengakui bahwa pendidikan akan mendorong individu merealisasikan potensialitasnya. 4. Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental. Esensialisme mengakui bahwa metode pemecahan masalah (problem solving) ada faedahnya, namun bukan suatu prosedur untuk dilaksanakan bagi seluruh proses belajar. 5. Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum merupakan tuntutan demokrasi yang nyata. I. FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTUKSIONISME 1. Rekontruksi Sosial Dan Progresivisme Rekontruksionisme sosial memiliki ikatan-ikatan yang jelas pada filsafat pendidikan progresif. Keduanya melekatkan kepentingan pokoknya pada pengalaman yang dimiliki para siswa. Misalnya, karya Pratt (1948) mengilustrasikan kesatuan rekontrusi sosial dan progresivisme. 2. Latar Belakang Rekontruksionisme merupakan kelanjutan dan gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini. Rekontruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Progresivisme yang dilandasi pemikiran Dewey, dikembangkan oleh kilpatrikck dan Jhon Child, juga mendorong pendidikan agar lebih sadar terhadap tanggung jawab sosial. Namun, mereka tidak sepakat dengan Count dan Rugg, bahwa sekolah harus melakukan perbaikan masyarakat yang spesifik. Kaum progresif lebih suka menekankan tujuan umum pertumbuhan masyarakat melalui pendidikian. 3. Sekolah sebagai Agen Perubahan Sosial George S. Counts sebagai pelopor rekonstruksionisme dalam publikasinya “Dare the School Build a New Social Order”, mengemukakan bahwa sekolah 28
  • 29. akan betul-betul berperan apabila sekolah menjadi pusat bangunan masyarakat baru secara keseluruhan, membasmi kemelaratan, peperangtan, dan kesukuan (rasialisme). Masyarakat yang menderita kesulitan ekonomi dan masalah-masalah sosial yang besar merupakan tantantgan bagi pendidikan untuk menjalankan perannya sebagai agen pembaharu dan rekontruksi sosial, daripada pendidikan hanya mempertahankan status quo. 4. Teori Pendidikan Teori pendidikan rekontruksionisme yang dikemukakan oleh Brameld (Kneller, 1971) terdiri atas 5 tesis, yaitu: a. Pendidikan harus dilaksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat morern. Pendidikan harus mensponsori perubahan yang benar dalam nurani manusia. b. Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati, di mana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri. Semua yang mempengaruhi harapan dan hajat masyarakat, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, industri, dan sebagainya, semuanya akan menjadi tanggung jawab rakyat, melalui wakil-wakil yang dipilih. c. Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial. Menurut Brameld, kaum progresif terlalu sangat meneknkan bahwa kita semua dikondisikan secara sosial. Perhatian kaum progresif hanya untuk mencari cara dimana individu dapat merealisasikan dirinya dalam masyarakat, dan mengabaikan derajat di mana masyarakat telah menjadikan dirinya. Menurut rekontruksionisme, hidup beradab adalah hidup berkelompok, sehingga kelompok akan memainkan peran yang penting di sekolah. d. Guru harus meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara bijaksana dengan cara memperhatikan prosedur yang demokratis. Guru harus melaksanakan pengujian secara terbuka terhadap fakta-fakta, walupun bertentangan dengan-pandangan-pandangannya. Guru 29
  • 30. menghadirkan beberapa pemecahan alternatif dengan jelas, dan ia memperkenankan siswa-siswanya untuk mempertahankan pandangan- pandangan mereka sendiri. e. Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan dsains sosial. Yang penting dari sains sosial adalah mendorong kita untuk menemukan nilai-nilai itu bersifat universal. f. Kita harus meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih. Semua itu harus dibangun kembali bersesuaian dengan teori kebutuhan tentang sifat dasar manusia secara rasional dan ilmiah. Kita harus menyusun kurikulum di mana pokok-pokok dan bagiannya dihubungkan secara integral, tidak disajikan sebagai suatu sekuensi komponen pengetahuan. 30
  • 31. Daftar Pustaka: 1. Pengantar Filsafat Pendidikan, Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd. MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN TEMA: MAZHAB-MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN DISUSUN OLEH: 31
  • 32. 1. Amin Bunyamin 2. Ela Rahmah Laelasari 32