1. Dokumen tersebut membahas tentang ketidakadilan gender dan berbagai bentuk diskriminasi yang dihadapi perempuan, termasuk di bidang kesehatan, ekonomi, pendidikan, politik, dan keamanan.
2. Definisi ketidakadilan gender menurut beberapa ahli antara lain adalah kondisi dimana perempuan selalu berada di bawah kendali laki-laki dan hanya terbatas pada peran domestik.
3. Bentuk-bentuk diskriminasi
2. Ketidakadilan gender atau ketidaksetaraan
gender adalah segala bentuk diskriminasi
terhadap perempuan dan laki-laki yang
bersumber pada keyakinan gender. Ketidakadilan
gender diartikan sama dengan ketidak setaaan
gender (Gender Inequality). Secara bersamaan
kedua istilah ini sah-sah saja dipakai, atau akan
dipakai salah satunya, tergantung pilihan penulis
atau yang memakainya.
Michelle Rosaldo, dia mendefinisikan
ketidaksetaraan sebagai sebuah kondisi di mana
perempuan secara universal di bawah laki-laki; di
mana laki-lkai menjadi dominan karena
partisipasi mereka dalam kehidupan publik dan
merendahkan perempuan ke lingkup domestik.
4. KEYAKINAN GENDER BENTUK KETIDAKADILAN
GENDER
Perempuan lembut dan bersifat
emosional
Tidak boleh menjadi manajer atau
pemimpin sebuah institusi
Perempuan pekerjaan utamanya di
rumah dan kalau bekerja hanya
membantu suami (nafkah tambahan)
Kalau begitu boleh dibayar lebih
rendah dan tidak perlu kedudukan
yang penting
Lakai-laki berwatak tegas dan
rasional
Cocok menjadi pemimpin dan tidak
pantas kerja di rumah dan memasak
Keyakinan Gender Masyarakat Menimbulkan
Bentuk Ketidakadilan Gender
5. Ketidakadilan gender tersebut dialami perempuan
dan terjadi di berbagai bidang kehidupan seperti
Kesehatan, Ekonomi, Pendidikan, Ketenagakerjaan,
Pertanian, Politik, dan Keamanan (masih adanya
tindak kekerasan terhadap perempuan). Perempuan
yang secara statistik jumlahnya lebih besar daripada
laki-laki (perempuan 52% dan laki-laki 48%)
ternyata:
Tidak mempunyai akses yang sama pada sumber
daya pembangunan
Belum berpartisipasi yang sama dalam proses
pengamblan keputusan
Belum memiliki kontrol yang sama dalam
penguasaan sumber daya pembangunan
Belum mendapatkan manfaat yang sama dari hasil-
hasil pembangunan.
7. NO PERILAKU/PERISTIWA STEREOTIP GENDER
1 Seorang buruh perempuan
dipanggil dan diajak bicara
mandor atau manajer di
kamarnya. Seorang buruh lelaki
diajak bicara oleh mandor
Untuk perempuan: ”ah...pasti ada
apa-apanya, dan untung sekali dia
ditaksir mandor”
Untuk laki-laki: ”Wah... dia hebat,
pasti mau naik pangkat, memang
pantas dia”
2 Buruh perempuan tidak masuk
kerja/cuti. Buruh laki-laki tidak
masuk kerja/cuti
Untuk perempuan:...............
Untuk laki-laki:...................
3 Beberapa buruh perempuan
berkumpul dan ngobrol. Beberapa
buruh laki-laki berkumpul dan
mengobrol
Untuk perempuan:................
Untuk laki-laki:.....................
8. 4 Seorang buruh atau manjer
perempuan, tempat kerjanya
berantakan. Serang buruh laki-laki/
mandor, tempat kerjanya
berantakan
Untuk perempuan:................
Untuk laki-laki:.....................
5 Seorang buruh perempuan
menggoda mandor atau buruh laki-
laki. Seorang laki-laki atau mandor
menggoda buruh perempuan
Untuk perempuan:................
Untuk laki-laki:.....................
6 Seorang wanita karier pulang larut
malam bahkan sampai beberapa
hari baru pulang. Seorang laki-laki
karier pulang larut malam bahkan
sampai beberapa hari baru pulang.
Untuk perempuan:................
Untuk laki-laki:.....................
9. Beban ganda (double burden) berkaitan dengan
beban kerja, yakni pembagian tugas dan
tanggungjawab yang selalu memberatkan
perempuan
Adanya anggapan bahwa perempuan secara alamiah
memiliki sifat memelihara, merawat, mengasuh dan
rajin, mengakibatkan semua pekerjaan domestic
rumah tangga menjadi tanggungjawab kaum
perempuan.
Konsekuensinya, banyak perempuan yang harus
bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan
dan kerapihan rumah tangganya, serta menjaga
kelangsungan sumber-sumber tenaga kerja
produktif, mulai dari menyapu, mengepel, mencuci,
memasak, mencari air, memelihara anak dan
lainnya.
10. Istilah Marginalisasi merepresentasikan realitas sosial
dan material dari banyak perempuan.
merupakan konstruksi filsafat yang bermakna tidak
rasional dan pinggiran.
Pemiskinan adalah suatu proses penyisihan yang
mengakibatkan kemiskinan bagi kaum (biasanya)
perempuan
Proses marginalisasi disebut juga sebagai proses
pemiskinan, seringkali menimpa baik laki-laki
maupun perempuan di sebuah negera karena
berbagai peristiwa, misalnya oleh bencana alam,
konflik bersenjata, penggusuran, proses eksploitasi
atau bahkan kebijakan pembangunan. Ada salah satu
bentuk pemiskinan atas satu jenis kelamin tertentu,
dalam hal ini perempuan, disebabkan oleh keyakinan
gender.
11. 1. Sebagai proses pengucilan (exclusion), artinya perempuan
dikucilkan dari kerja upahan atau dari jenis-jenis kerja
upahan tertentu.
2. Sebagai proses penggeseran perempuan ke pinggiran
(margins) dari pasar tenaga kerja, artinya kecenderungan
bagi perempuan untuk bekerja pada jenis-jenis pekerjaan
yang mempunyai kelangsungan hidup yang tidak stabil; yang
upahnya rendah; atau yang dinilai tidak terampil.
3. Sebagai proses feminisasi atau segregasi, sengan adanya
pemusatan tenaga kerja perempuan ke dalam jenis-jenis
pekerjaan tertentu, bisa dikatakan bahwa jenis-jenis
pekerjaan tersebut sudah ter ’feminisasi’ (dilakukan semata-
mata oleh perempuan).
4. Sebagai proses ketimpangan ekonomi yang makin meningkat
(gejala ini kurang lebih sama dengan gejala yang kedua
tersebut diatas. Biasanya dalam pengertian ini, marginalisasi
menunjuk pada ketimpangan upah antara laki-laki dan
perempuan
13. CONTOH
PROSES
PEMISKIN
AN
PEREMPUA
N
tidak perlu sekolah tinggi, karena
nantinya juga hanya akan mengusrusi
pekerjaan dapur. Jadi perawan tua
Dampaknya, jika perempuan harus
bekerja, maka sektor pekerjaan yang
dapat mereka masuki adalah sektor
pekerjaan subsisten atau buruh dnegan
upah yang rendah karena mereka
berpendidikan rendah dan tidak
memiliki keterampilan.
LAKI-LAKI
Sama halnya dengan anak perempuan
tidak sedikit yang drop out sekolah karena
mereka harus bekerja
karena anggapan bahwa laki-laki adalah
penyangga keluarga, maka mereka
berkewajiban membantu orangtua ikut
mencari nafkah, bahkan sejak usia dini.
14. Beuvoir, 1953
• teori feminis kontemporer
mulai dengan pernyatan
bahwa laki-laki
memandang perempuan
sangat berbeda secara
mendasar dibandingkan
dia melihat dirinya sendiri
maka perempuan
direduksi ke status kelas
kedua dan oleh karenanya
berada dalam status
subordinat
Millet, 1970
•menyatakan
bahwa
perempuan
merupakan
kelas jenis
kelamin
yang
tergantung
di bawah
dominasi
patriarkhis
Rosaldo dan
Lamphere,
!974; Ortner,
1974
pemisahan
dunia publik
dan domestik
dan
penurunan
perempuan
ke domestik
Firestone,
1970
•subordinasi
perempuan
ini dalam
keterbatasa
n
reproduksi
dan
kelahiran
anak
15. Bentuk subordinasi terhadap
perempuan antara lain
Lebih banyak perempuan buta
aksara dibandingkan laki-laki
Mengurus pekerjaan rumah tangga
dianggap kodrat perempuan
Laki-laki lebih bebas memilih
pekerjaan/profesi ketimbang
perempuan
17. Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1984
Setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis
kelamin yang berakibat kesengsaraan atau
penderitaan perempuan secara fisik, seksual,
atau psikologis, termasuk ancaman tindakan
tertentu, pemaksaan atau perampasan
kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik
yang terjadi di depan umum maupun dalam
kehidupan pribadi
17
20. 20
Berteriak-teriak,menyumpah, mengancam, merendahkan, mengatur,
melecehkan, menguntit memata-matai, tindakan-tindakan lain yang
menyebabkan rasa takut (termasuk yang diarahkan ke keluarga dekat
korban)
Tidak memenuhi kebutuhan finansial, mengawasi secara detail penggunaan uang
dan mengendalikannya
Menyentuh, meraba, mencium, dan atau melakukan tindakan-tindakan lain yang
tidak dikehendaki korban, memaksa korban menonton produk pornografi,
guarauan seksual yang tidak dikehendaki korban, ucapan yang melecehkan
yang mengarah ke jenis kelamin, memaksa melakukan hubungan seks tanpa
persetujuan dengan ancaman kekerasan atau tidak, memaksa melakukan
aktivitas-aktivitas seksual yang tidak dikehendaki, merendahkan menyakiti
korban.
21. 21
Merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban,
memaksa korban untuk meyakinai hal-hal yang tidak
diyakininya, memaksa korban melakukan mempraktikan
ritual dan keyakinan tertentu
25. 25
Barang” baru termasuk
bagi kaum perempuan,
sehingga menimbulkan
sikap ambiguitas.
“Belum dianggap penting
untuk dijadikan acuan
hukum, karena kemauan
“setengah hati”
Kendala sosialisasi pada
kalangan bawah dan menengah
atas
UU NO 23
TAHUN
2004
26. 26
PENGERTIAN KDRT
DALAM UU NO 23 TH
2004 PASAL 1 (1)
•Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga
27. Adalah jaminan yang diberikan
oleh negara untuk mencegah
terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga, menindak pelaku
kekerasan dalam rumah tangga,
dan melindungi korban
kekerasan dalam rumah tangga
27
PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA (PASAL 12)
28. 28
SIAPA PELAKU DAN
KORBAN KDRT
MENURUT UU NO 23
TH 2004
Suami, Isteri, dan
Anak
Orang yang mempunyai hubungan keluarga
dengan (Suami,Isteri, Anak) karena
hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap
dalam rumah tanga
Orang yang bekerja
membantu rumah tanga
dan menetap dalam rumah
tanga tersebut
29. Korban adalah orang yang
mengalami kekerasan
dan/atau ancaman
kekerasan dalam lingkup
rumah tangga
29
30. 30
ASAS UU NO 23
TAHUN 2004
Penghormatan hak
asasi manusia Keadilan dan
kesestaraan
gender
Nondiskriminasi
Perlindungan
korban
31. 31
TUJUAN UU
NO 23 TH 2004
Mencegah segala
bentuk kekerasan
dalam rumah tangga
Melindungi korban
kekerasan dalam
rumah tangga
Menindak
pelaku KDRT
Memelihara keutuhan
rumah tangga yang
harmonis dan sejahtera
32. 32
BENTUK-
BENTUK KDRT
(PASAL 5 UU
NO 23 TH 2004)
KEKERASAN
FISIK
PENELANTARAN
RUMAH TANGGA
KEKERASAN
SEKSUAL
KEKERASAN
PSIKIS
33. Perlindungan adalah segala upaya
yang ditujukan untuk memberikan
rasa aman kepada korban yang
dilakukan oleh pihak keluarga,
advokat, lembaga sosial, kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, atau pihak
lainnya baik sementara maupun
berdasarkan penetapan pengadilan
33
34. 34
PERLINDUNGAN MENURUT
UU NO 23 TH 2004 Ps 1 (5)
(6)
Perlindungan sementara adalah perlindungan
yang langsung diberikan oleh kepolisian
dan/atau lembaga sosial atau pihak lainnya baik
sementara maupun berdasarkan penetapan
pengadilan
Perintah perlindungan adalah
penetapan yang dikeluarkan oleh
pengadilan untuk memberikan
perlindungan kepada korban
35. Pemahaman komprehansip mengenai
sebab/dimensi yang menyebabkan
kekerasan terhadap perempuan agar bisa
mencari solusi yang tepat.
Memberikan penyadaran, penguatan kepada
perempuan agar dia menjadi berdaya,
memahami eksistensinya
Suport bahwa yang bisa menolong
perempuan adalah diri perempuan itu sendiri
35
36. Menghindari ketergantungan baru
Menggeser pandangan budaya yang
patriarkhis ke arah kesetaraan
Secara bersama-sama peduli nasib
perempuan, tidak hanya sekedar
bicara “tentang perempuan tetapi juga
untuk perempuan”
36
37. 37
KEWAJIBAN
PEMERINTAH
DAN
MASYARAKAT
(Pasal 11 dan 12)
Mencegah
terjadinya KDRT
Menyelenggarakan
Sosialisasi dan
Advokasi tentang
PKDRT
Menyelenggarakan
KIE tentang PKDRT
Meyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
yang sensitif gender dan isu KDRT serta
menetapkan standar dam akreditasi
pelayanan yang sensitiv gender
Merumuskan
Kebijakan PKDRT
38. 38
PELAYANAN
TERHADAP
KORBAN KDRT
Penyediaan Ruang
pelayanan khusus di
kantor kepolisian
Memberikan
perlindungan bagi
pendamping, saksi,
keluarga dan teman
korban
Pembuatan dan pengembangan
sistem mekanisme kerjasama
lintas sektoral yang mudah
diakses korban
Penyediaan aparat,
tenaga kesehatan,
pekerja sosial, dan
pembimbing rohani
40. PASAL 44
1. Setiap orang orang yang melakukan
perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah
tangga di pidana dengan pidana penjara paling
lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 15
juta
2. Jika mengakibatkan korban jatuh sakit atau
luka berat dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 tahun atau denda paling banyak
30 juta rupiah
3. Jika menyebabkan matinya korban dipidana
paling lama 15 tahun dan denda 45 juta rupiah
40
41. Jika kekerasan fisik dilakukan oleh suami
terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencaharian atau kegiatan sehari-hari,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
bulan atau denda paling banyak 5 juta rupiah
41
42. 1. Setiap orang yang melakukan perbuatan
kekerasan psikis dalam lingkup rumah
tangga di pidana dengan pidana penjara
paling lama 3 tahun atau denda paling
banyak 9 juta rupiah
2. Kekerasan psikis yang dilakukan oleh
suami terhadap isteri atau sebaliknya yang
tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
mata pencaharian, atau kegiatan sehari-
hari, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 bulan atau denda paling
banyak 3 juta
42
43. Perbuatan kekerasan seksual dipidana dengan
pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda
paling banyak 36 juta rupiah
Pasal 47
Setiap orang yang memaksa orang yang
menetap dalam rumah tangganya melakukan
hubungan seksual dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 tahun dan pidana
penjara paling lama 15 tahun atau denda paling
sedikit 12 juta rupiah atau denda paling banyak
300 juta rupiah
43
44. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 46 dan 47 mengakibatkan korban
mendapat luka yang tidak memberi harapan
akan sembuh sama sekali, mengalami
gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-
kurangnya selama 4 minggu terus menerus atau
1 tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya
janin dalam kandungan, atau menyebabkan
tidak berfungsinya alat reproduksi dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun
dan pidana penjara paling lama 20 tahun atau
denda paling sedikit 25 juta atau denda paling
banyak 500 juta rupiah
44