SlideShare a Scribd company logo
1 of 25
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SUMBER NILAI, ARTI DAN FUNGSI AL-QUR’AN DAN
HADITS, DAN SIKAP MUSLIM TERHADAP AL-QUR’AN
DAN SUNAH RASUL
Oleh Kelompok 5:
1. Muhammad Hepriatna NIM : DF15008
2. Muhammad Khairun Nurasyid NIM : DF15009
PROGRAM STUDI D-3 FARMASI
SEKOLAH TINGGI FARMASI BORNEO LESTARI
BANJARBARU
2015
Sumber Nilai dalam Ajaran Islam
A. Al-Quran
1. Arti Al-Quran
Al-quran adalah sumber ajaran pokok dalam agama islam yang berisikan firman-firman
Allah yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW yang melalui wahyu-wahyu yang dibawa oleh
malaikat Jibril. Al-Quran berisi 6236 ayat, 114 surat dan 30 juz. Ayat Al-quran yang pertama
kali turun adalah surah Al-alaq ayat 1-5 yang dimulai dengan kata iqra (bacalah !) yang
mengisyaratkan pentingnya membaca ayat-ayat Allah yang tersurat dalam (Al-Quran) dan ayat-
ayat yang tersirat dalam alam (alkaun). Surat yang paling akhir diturunkan adalah surah Al-
Maidah ayat 3.
Al-Quran sebagai sumber hukum dan pedoman hidup bagi pemeluk islam, jika dibaca
menjadi ibadah kepada Allah SWT. Dengan keterangan tersebut, maka firman Allah yang
diturunkan kepada nabi Musa AS dan Isa AS, serta nabi-nabi yang lain tidak dinamakan Al-
quran. Demikian juga firman Allah yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW, yang jika
dibacanya bukan sebagai ibadah seperti hadist Qudsi tidak pula dinamakan Al-Quran.
Kata Al-Quran sendiri menurut bahasa berarti bacaan atau yang dibaca yang berasal dari kata
Qaraa. Dalam nama ini terkandung pengertian bahwa Al-Quran bagi umat islam merupakan
bacaan harian. Karena merupakan ibadah bagi pembacanya. Oleh sebab itu, setiap muslim harus
bisa memabaca Al-Quran, walaupun belum bisa mengungkap isinya. Selain Al-Quran wahyu ini
diberikan nama-nama lain oleh Allah yaitu :
(a) Al-kitab yang berarti tulisan atau yang ditulis karna ayat-ayat Al-Quran itu tertulis, terdiri dari
huruf , kalimat, dan auat-ayat. Penamaan Al-Quran sebagai Al-kitab ini diungkapkan dalam
firman Allah : (Q.S. Al-kahfi, 18:1).
(b) Al-furqan yang berarti pembeda atau pemisah. Dengan membaca dan memahami Al-Quran,
orang dapat membedakan dan memisahkan antara hak dan batil. Penamaan Al-Quran dengan Al-
Furqan dinyatakan dalam firman Allah : (Q.S. Al-furqan).
(c) Al-kalam berarti ucapan, yang menunjukan bahwa Al-Quran selurunya ucapan Allah, terdapat
pada (Q.S. At-Taubah, 9:6).
(d) Az-zikra berarti peringatan, karena Al-Quran mengingatkan manusia akan posisinya sebagai
makhluk Allah yang memiliki tanggung jawab. Nama ini menunjukkan fungsi Al-Quran selaku
motivasi amal yaitu agar manusia beramal baik dan konsisten dengan kebajikan.
(e) Al-Qusas, berarti cerita-cerita yang menunjukkan tentang cerita nyata masyarakatpada masa
silam bahkan sejak kejadian manusia pertama kali. Terdapat pada (Q.S. Ali Imran, 3:62)
(f) Alhuda berarti petunjuk yakni menunjukkan fungsi Al-Quran selaku petunjuk yang hanya
dengannya manusia dapat mencapai keridaan Allah. Terdapat pada (Q.S. At-Taubah, 9:33)
(g) Almauizah berarti nasihat yang menunjukkan bahwa semakin didekati Al-Quran semakin
menjadi teman dialog dengan nasihat-nasihatnya yang menyejukkan. (Q.S. Yunus, 10:57).
(h) Asy-Syifa berarti obat atau penawar jiwa yang apabila benar-benar menghayati Al-quran dan
mengamalkannya secara konsisten (Q.S. Al-Israa, 17:82).
(i) An-Nur berarti cahaya yang menunjukkan bahwa Al-Quran memantulkan cahaya Tuhan dan
karenanya ia mampu menembus bungkus jasad manusia dan menyinari rongga dadanya. Apabila
manusia itu sendiri sanggup merespon Al-Quran dengan baik. (Q.S. An-Nisaa’, 4:174) .
(j) Ar-Rahmah berarti karunia (Q.S. An-Naml, 27:77).
2. Baris-Baris Besar Isi Al-Quran
a. Tauhid
b. Pokok-pokok peraturan atau hukum, yaitu aturan tentang hubungan dengan Allah, antar
manusia dan hubungan manusia dengan alam.
c. Janji dan ancaman
d. Pokok-pokok aturan tingkah laku didalam hidup pergaulan bermasyarakat.
e. Petunjuk dasar tentang tanda-tanda alam yang menujukkan kebesaran Allah sebagai pencipta.
f. Inti sejarah orang-orang yang tunduk kepada Allah.
3. Dasar-dasar Al-Quran Dalam Membuat Hukum
Al-Quran selalu berpedoman kepada dua hal yaitu :
a. Tidak memberatkan
Sebagaimana firman Allah (Q.S. Al-Baqarah, 2:286)
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang malainkan sesuai dengan kesanggupannya”.
Dan (Q.S. Al-Baqarah, 2:185)
Artinya : “Allah menghendaki kelonggaran bagimu dan tidak menghendaki kesempitan
bagimu”.
Dengan dasar-dasar itulah kita boleh :
(a) MengQashar shalat (dari empat menjadi dua raka’at) dan menjama’ (mengumpulkan 2 shalat)
yang apabila dalam bepergian sesuai dengan syarat-syaratnya.
(b) Boleh bertayammum sebagai ganti wudhu.
(c) Boleh tidak berpuasa apabila dalam bepergian.
b. Berangsur-Angsur
Ayat-ayat Al-Quran turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan dan 22 hari.
Pada periode Mekah (Ayat Makiyah) sebanyak 4.780 ayat (86 surat) dan periode Madinah (Ayat
Madaniyah) sebanyak 1.456 ayat (28 Surat). Ayat Makiyah pada umumnya ayat-ayatnya pendek-
pendek, isinya mengedepankan kepercayaan meletakkan kaidah-kaidah umum syariah
(peraturan) dan akhlak. Sedangkan ayat Madaniyah tentang ibadah maupun muamalah dan
akhlak.
Al-Quran telah membuat hukum-hukum dengan berangsur-angsur, misalnya larangan
minum-minuman keras dan perjudian, sebagamana firman Allah : (Q.S. Al-Baqarah, 2:219).
Lalu datanglah fase yang kedua dari fase yang mengharamkan khamar itu, yaitu dengan jalan
mengharamkannya sesaat sebelum shalat dan bekas-bekasnya harus lenyap sebelum shalat.
dengan firman Allah (Q.S. An-Nisa’, 4:43). Kemudian datanglah fase terakhir yaitu larangan
keras terhadap arak dan judi, setelah banyak orang-orang yang meninggalkan kebiasaan itu dan
setelah turun ayat yang pertama dan yang kedua, yaitu Firman Allah : (Q.S. Al-Maidah ayat 90)
4. Al-Quran : Mukjizat Nabi Muhammad SAW
Mukjizat menurut bahasa berarti melemahkan. Al-Quran sebagai mukjizat menjadi bukti
kebenaran Muhammad selaku utusan Allah yang membawa misi universal, risalah akhir, dan
syariah yang sempurnabagi manusia. Ia menjadi dalil/argumentasi yang mampu melemahkan
segala argument yang dibuat manusia untuk mengingkari kebenaran Muhammad selaku
Rasulullah. (Q.S. Al-Baqarah, 2:23)
Kemukjizatan Al-Quran secara umum meliputi aspek-aspek :
a. Aspek bahasa Al-Quran
Terletak pada susunan huruf-huruf dan kata-kata Al-Quran terajut secara teratur dan adanya
keserasian bahasa Al-Quran dengan akal dan perasaan manusia. Sehingga Al-Quran
membawakan dalil-dalil dengan mengetuk hati, menyenangkan perasaan manusia dan
menyejukkan hati (Q.S. Fus-Silat, 41:39).
b. Aspek Sejarah
Kedudukan, peran, proses perjuangan, dan ketabahan para rasul Allah mulai dari adam hingga
Isa serta kondisi umat yang dihadapi mereka, dikisahkan Al-Quran diantaranya : nabi Adam (Al-
Baqarah, 2:30-37) dan Nabi Isa (Maryam, 19:17-34)
c. Syarat tentang ilmu pengetahuan
Al-Quran berbicara mengenai hukum-hukum alam: diantaranya persoalan-persoalan biologi,
farmasi, astronomi, dan geografi.
d. Konsistensi ajaran selama proses penurunan yang panjang tidak ada pada Al-Quran nilai-nilai
dan hukum yang saling berlawanan, karena ia datang dari Allah. (Q.S. An-Nisaa’, 4:82). Ummi
(umi) yaitu tidak pandai membaca dan menulis. Dan Muhammad SAW adalah seorang dari
umumnya masyarakat dikala itu yang umi. Namun demikian, ia dikenal oleh masyarakat lantaran
pribadinya yang mulia. ((Q.S. Al-Ankabut, 29:48).
5. Komitmen Terhadap Al-Quran
Ada empat sikap yang menunjukkan komitmen muslim terhadap Al-Quran:
a. Mengimani Al-Quran (Q.S. An-Nisaa’, 4:136)
b. Mempelajari Al-Quran (Q.S. Al-A’raf, 7:204)
c. Mengamalkan Al-Quran (Q.S. An-Nur, 24:51)
d. Mendakwahkan Al-Quran (Q.S. Ali-Imran, 3:110).
B. Al-Hadits
Sumber nilai islam setelah Al-Quran adalah Al-Hadist, yaitu hal-hal yang datang dari
Rasulullah baik dalam ucapan, perbuatan, maupun persetujuan (taqrif). Hadits da yang berkaitan
dengan syara’ (hadits tasyri) yaitu hadits yang datangnya Rasulallah dan hadits yang tidak
berkaitan dengan syara’ (hadits ghairu tasyri’) yaitu tentang sifat kemanusiaan nabi, seperti cara
duduk. Hal ini di dasarkan kepada pengakuan bahwa Muhammad sebagai Rasul dan sebagai
manusia biasa (Q.S. Al-Kahfi;440).
Keterkaitan antara Al-Hadits dengan Al-Quran adalah sebagai berikut :
1. Hadits menguatkan hukum yang telah ditetapkan Al-Quran.
2. Hadits memberikan rincian terhadap pernyataan Al-Quran yang bersifat umum.
3. Hadits membatasi kemutlakan Al-Quran
4. Hadist memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al-Quran.
5. Hadits menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan Al-Quran.
Menurut Muhammad, Ajaj Al-Khatib (1975) bahwa secara etimologi, makna sunnah (sunah)
berarti cara, jalan, kebiasaan, dan tradisi. Menurut istilah syara’ ialah perkataan (Sunnah
Qauliyah), perubuatan (Sunnah Fi’liyah) maupun ketetapa/keizinan (sunnah taqriyah) Nabi
Muhammad SAW.
a. Pembagian As-Sunnah
1. Sunnah Qauliyah yaitu sabda-sabda Rasulullah yang menerangkan hukum-hukum agama dan
maksud isi Al-Quran serta berisi peradaban, hikmah, ilmu pengetahuan dan anjuran berakhlak
mulia. Sunnah Qauliyah sering juga disebut “Khabar”, atau hadits. Khabar ditinjau dari sedikit
atau banyaknya orang yang meriwayatkan atau sudut sanadnya dibagi dua :
(a) Khabar Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan sejumlah orang yang secara terus menerus
tanpa putus dan khabar mutawatir ada dua :
(1) Mutawatir lafdhi ialah mutawaitr yang lafadh-lafadh haditsnya sama atau hamper sama.
(2) Mutawatir ma’nawi ialah yang di dalam kata dan artinya berbeda-beda, tetapi dapat diambil dari
kumpulannya satu ma’na yang umum, yakni satu ma,na dan tujuan.
Khabar mutawatir mempunyai syarat-syarat sebabab :
1. Mereka yang memberitahukan itu benar mengetahui kenyataan dengan cara lihat atau
mendengar sendiri.
2. Jumlah orang-orangnya harus jumlah yang menurut adat tidak mungkin berbuat dusta, tak usah
dengan jumlah yang terbatas, misalnya 7 atau 12 orang, asal saja dapat memberikan pengetahuan
ilmu dlaruri, yakni mau tidak mau mesti dapat diterimanya tak dapat ditolak.
3. Mesti sama banyak rawinya dari permulaan sanad-sanad sampai akhir sanad-sanad. Misalnya
lapisan pertama 400 orang, dipertengahan sanadnya 90 orang dan di akhir sanadnya 110 orang.
Yang dimaksud persamaan banyak, bukan persamaan bilangan, maka tidak mengapa kalau
diantara lapisan-lapisan terdapat kurang sedikit.
(b) Khabar ahad ialah hadits yang perawi-perawinya tidak mencapai syarat-syarat perawi hadits
mutawatir.
Khabar ahad terbagi atas tiga, ditinjau dari banyak sedikitnya yang meriwatkannya (sudut
sanadnnya) ialah :
(1) Hadits masyhur, yaitu yang diriwatkannya oleh paling sedikit tiga orang, meskipun hanya
dalam satu lingkaran, dan tidak sampai kepada derajat mutawatir.
(2) Hadits aziz yaitu hadits yang diriwayatkan oleh dua atau tiga orang dalam tingkatan itu.
(3) Hadits gharib yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang saja, baik di awal sanad maupun
ditengah-tengahnya.
Khabar ahad jika ditinjau dari segi kwalitetnya, yakni:
(1) Sanadnya tidak terputus-putus
(2) Orang yang meriwayatkan bersifat adil.
(3) Tidak bercacat orangnya dan isi haditsnya dengan cacat yang membahayakan.
(4) Keadaannya tidak dibenci dan ditolak oleh ahli-ahli hadist.
sifat-sifat orang yang meriwayatkannya, maka terbagi tiga :
(1) Hadits shahih, yakni hadits yang mempunyai syarat hukum bukhari dan muslilim.
(2) Hadits hasan, yaitu hadits yang memenuhi syarat hadits syahih, tetapi orang yang meriwayatkan
kurang kuat ingatanya. Disini boleh diterima sekalipun tingkatan hafalannya agak kurang
sempurna, asal tidak berpenyakit yang membahayakan.
(3) Hadits dha’if yaitu hadits yang tidak lengkap syaratnya yakni tidak memenuhi syarat yang
terdapat dalam hadits shahih dan hadits hasan.
2. Sunnah F’Liyah yaitu perbuatan Nabi Muhammad SAW, yang menerangkan car melaksanakan
ibadah, misalnya cara berwudhu’, shalat dan sebagainya.
Sunnah fi’liyah terbagi sebab :
(a) Pekerjaan Nabi SAW yang bersifat gerakan jiwa, gerakan hati, gerakan tubuh namun perbuatan
ini tidak ada hubungannya dengan suruhan, larangan atau tauladan.
(b) Perbuatan Nabi SAW yang bersifat kebiasaan seperti : cara makan, tidur dan sebagainya.
Perbuatan ini tidak ada hubungannya dengan larangan dan tauladan, kecuali kalau ada anjuran
Nabi untuk mengikuti cara tersebut.
(c) Perbuatan Nabi SAW, yang khusus untuk beliau sendiri. Misalnya : menyambung puasa
dengan tidak berbuka dan beristri lebih dari empat.
(d) Pekerjaan yang bersifat menjelaskan hukum yang mujmal, seperti : shalatnya dan hajinya.
Sabdanya :
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”. (H.R. Bukhari).
(e) Pekerjaan yang dilakukan terhadap orang lain sebagai hukuman, seperti : menahan orang, atau
mengusahakan milik orang lain.
(f) Pekerjaan yang menunjukkan kebolehan saja, seperti : berwudhu’ dengan satu kali, dua kali dan
tiga kali.
3. Sunnah dTaqririyah yaitu bila Nabi SAW, mendengar sahabat mengatakan sesuatu perkataan
atau melihat mereka memperbuat sesuatu perbuatan, lalu ditetapkan dan dibiarkan oleh Nabi
SAW, dan tiada ditegurnya atau dilarangnya, maka yang demikian yang dinamai sunnah
ketetapan Nabi (taqdir).
Syarat sah taqdir ialah orang yang dibiarkannya itu benar-benar orang yang tunduk kapada
syara’, bukan orang kafir atau munafik.
Contoh taqdir antara lain : membiarkan dzikir dengan suara keras sesudah shalat.
Selain itu juga ada Sunnah Hammiyah ialah sesuatu yang dikehendaki Nabi tetapi belum jadi
dikejakan. Misalnya beliau ingin melakukan puasa pada tanggal 9 muharram, tetapi belum
dilakukan beliau telah wafat.
b. Kedudukan As-Sunnah
1. Pengalaman As-sunnah sebagai konsekuensi iman kepada Rasul, perintah Allah mengenai
keimanan kepada Rasulullah Muhammad SAW antara lain terdapat pada (QS. An-Nisaa’, 4:136)
2. Keterangan Al-Quran tentang rasul
Dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang menyatakan posisi rasul dalam syariat islam yakni
sebagai contoh dan tauladan. Terungkap dalam (QS. Ali Imran, 3:164), (QS. An-Nahl, 26:44),
(QS. An-Nahl, 16:64), (QS. Al-Ahzab, 33:21), (Al-Hasyr, 59:7).
3. Pernyataan Rasulullah mengenai As-Sunnah
Rasulullah menerangkan keberadaab dirinya sebagai sumber agama, anatara lain :
“Ketahuilah, sesungguhnya aku telah diberi Al-Kitab dan sesuatu sejenisnya”. (Hadits riwayat
Abu Daud dr Al-Miqdan bin Ma’di Kariba).
4. Ijmak sahabat untuk mengamalkan As-Sunnah para sahabat menjadikan sunnah Rasul sebagai
pijakan untuk memperoleh penjelasan dan perincian dalil-dalil Al-Quran yang bersifat umum.
5. Keberadaan Al-Quran mengharuskannya adanya as-sunnah sebagian besar hukum-hukum di
Al-Quran, diaplikasikan dan merujuk kepada penjelasan teoritis maupun praktis dari Rasulullah.
c. Posisi As-Sunnah dalam Syariat Islam
As-Sunnah menempati tempat kedua setelah Al-Quran. Karena dari segi periwayatannya Al-
Quran bersifat Qati dan wujud (kualitas periwayatan yang bersifat pasti), dan As-Sunnah bersifat
zanni Al-wujud (bersifat relatif).
d. Fungsi As-Sunnah terhadap Al-Quran
1. As-Sunnah sebagai penguat Al-Quran
Al-Quran menyebutkan suatu kewajiban dan larangan, lalu Rasul dalam sunnahnya menguatkan
kewajiban dan larangan tersebut.
Contoh: Allah berfirman dalam (QS. An-Nisaa’ 4:136), sehingga dikuatkan oleh As-Sunnah
antara lain (Hadits riwayat Muslim dari Umar Bin Khatab).
2. As-sunnah sebagai penjelas Al-Quran
As-Sunnah memberikan penjelasan terhadap ayat Al-Quran, antara lain : (QS. Al-Baqarah,
2:238)
“Peliharalah semua Shalat (mu) dan (peliharalah) Shalat wusta”
Yang dimaksud dengan shalat wusta, dijelaskan oleh As-Sunnah yaitu Shalat Ashar.
3. As-Sunnah sebagai pembuat Hukum
Sunnah menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Quran misalnya Al-Quran
menyebutkan empat macam makanan yang haram dalam firman-Nya (QS. Al-Maaidah, 5:3) lalu
As-Sunnnah datang dengna ketetapan baru.
“dari Ibnu Abbas, ia berkata : Rasulullah melatrang (memakan) setiap binatang buas yang
bertaring dan burung yang berkaki penyambar”. (HR. Muslim dr Ibnu Abbas).
Pengertian dan fungsi Al-quran dan Hadits
PENGERTIAN AL-QURAN
Secara Etimologi Al Qur'an merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro’a (‫)أرق‬
yang bermakna Talaa (‫)الت‬ keduanya berarti: membaca, atau bermakna Jama’a (mengumpulkan,
mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-’a Qor’an Wa Qur’aanan (‫أرق‬ ‫ق‬ .(‫ا‬ ‫رآن‬ ‫وق‬ ‫رءا‬
Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna
dengan Ism Maf’uul, artinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua
(Yakni: Jama’a) maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, artinya Jaami’ (Pengumpul,
Pengoleksi) karena ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.
Sedangkan secara terminologi Al-Quran adalah firman atau wahyu yang berasal dari
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai
pedoman serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran adalah
kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para
rasul. Hal ini juga senada dengan pendapat yang menyatakan bahwa Al-Qur'an kalam atau
wahyu Allah yang diturunkan melalui perantaraan malaikat jibril sebagai pengantar wahyu yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di gua hiro pada tanggal 17 ramadhan ketika Nabi
Muhammad berusia 41 tahun yaitu surat al alaq ayat 1 sampai ayat 5. Sedangkan terakhir alqu'an
turun yakni pada tanggal 9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni surah almaidah ayat 3.
Allah ta’ala menyebut al-Qur’an dengan sebutan yang banyak sekali, yang menunjukkan
keagungan, keberkahan, pengaruhnya dan universalitasnya serta menunjukkan bahwa ia adalah
pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya.
FUNGSI AL-QURAN
1.Petunjuk bagi Manusia.
Allah swt menurunkan Al-Qur’ansebagai petujuk umar manusia,seperti yang dijelaskan dalam
surat (Q.S AL-Baqarah 2:185 (QS AL-Baqarah 2:2) dan (Q.S AL-Fusilat 41:44)
2. Sumber pokok ajaran islam.
Fungsi AL-Qur’an sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui kebenarannya oleh
segenap hukum islam.Adapun ajarannya meliputi persoalan kemanusiaan secara umum seperti
hukum,ibadah,ekonomi,politik,social,budaya,pendidikan,ilmu pengethuan dan seni.
3. Peringatan dan pelajaran bagi manusia.
Dalam AL-Qur’an banyak diterangkan tentang kisah para nabi dan umat terdahulu,baik umat
yang taat melaksanakan perintah Allah maupun yang mereka yang menentang dan mengingkari
ajaran Nya.Bagi kita,umat uyang akan datang kemudian rentu harus pandai mengambil hikmah
dan pelajaran dari kisah-kisah yang diterangkan dalam Al-Qur’an.
4. Sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw
Turunnya Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh nabi Muhammad saw. Al-
Qur'an adalah wahyu Allah yang berfungsi sebagai mu'jizat bagi Rasulullah Muhammad saw
sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim dan sebagai korektor dan penyempurna terhadap
kitab-kitab Allah yang sebelumnya, dan bernilai abadi.
Sebagai mu'jizat, Al-Qur'an telah menjadi salah satu sebab penting bagi masuknya orang-orang
Arab di zaman Rasulullah ke dalam agama Islam, dan menjadi sebab penting pula bagi
masuknya orang-orang sekarang, dan ( insya Allah) pada masa-masa yang akan datang. Ayat-
ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dapat meyakinkan kita bahwa Al-Qur'an
adalah firman-firman Allah, tidak mungkin ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad
saw yang ummi.
Demikian juga ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang kekuasaan di
Mesir, Negeri Saba'. Tsamud, 'Ad, Yusuf, Sulaiman, Dawud, Adam, Musa dan lain-lain dapat
memberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah bukan ciptaan
manusia. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ramalan-ramalan khusus yang kemudian
dibuktikan oleh sejarah seperti tentang bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen dan lain-lain
juga menjadi bukti lagi kepada kita bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah SWT.
Bahasa Al-qur'an adalah mu'jizat besar sepanjang masa, keindahan bahasa dan kerapihan
susunan katanya tidak dapat ditemukan pada buku-buku bahasa Arab lainnya. Gaya bahasa yang
luhur tapi mudah dimengerti adalah merupakan ciri dari gaya bahasa Al-Qur'an. Karena gaya
bahasa yang demikian itulah ‘Umar bin Khattab masuk Islam setelah mendengar Al-Qur'an awal
surat Thaha yang dibaca oleh adiknya Fathimah. Bahkan Abu Jahal musuh besar Rasulullah,
sampai tidak jadi membunuh Nabi karena mendengar surat adh-Dhuha yang dibaca Nabi.
PENGERTIAN HADITS
Menurut bahasa hadits adalah jadid, yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang
dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti khabar, artinya berita, yaitu sesuatu yang
diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Selain itu,
hadits juga berarti qarib, artinya dekat, tidak lama lagi terjadi.
Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal
ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya adalah “Segala sesuatu
yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun ketetapannya.”
Adapun menurut muhadditsin, hadits itu adalah “Segala apa yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad SAW, baik itu hadits marfu’(yang disandarkan kepada Nabi), hadits mauquf
(yang disandarkan kepada sahabat) ataupun hadits maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’in).
[KREAT,2012]
FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QURAN
Al-Qur’an merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan Alloh. Kitab Al-Qur’an adalah
sebagai penyempurna dari kita-kitab Alloh yang pernah diturunkan sebelumnya. Al-Qur’an dan
Hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam dan merupakan rujukan umat Islam dalam
memahami syariat. Pada tahun 1958 salah seorang sarjana barat yang telah mengadakan
penelitian dan penyelidikan secara ilmiah tentang Al-Qur’an mengatan bahwa : “Pokok-pokok
ajaran Al-Qur’an begitu dinamis serta langgeng abadi, sehingga tidak ada di dunia ini suatu kitab
suci yang lebih dari 12 abad lamanya, tetapi murni dalam teksnya”. (Drs. Achmad Syauki, Sulita
Bandung, 1985 : 33). Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an meliputi tiga fungsi pokok, yaitu :
1. Menguatkan dan menegaskan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
2. Menguraikan dan merincikan yang global (mujmal), mengkaitkan yang mutlak dan
mentakhsiskan yang umum(‘am), Tafsil, Takyid, dan Takhsis berfungsi menjelaskan apa yang
dikehendaki Al-Qur’an. Rasululloh mempunyai tugas menjelaskan Al-Qur’an sebagaimana
firman Alloh SWT dalam QS. An-Nahl ayat 44:
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”(QS. An-Nahl : 44
3. Menetapkan dan mengadakan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Hukum yang
terjadi adalah merupakan produk Hadits/Sunnah yang tidak ditunjukan oleh Al-Qur’an.
Contohnya seperti larangan memadu perempuan dengan bibinya dari pihak ibu, haram memakan
burung yang berkuku tajam, haram memakai cincin emas dan kain sutra bagi laki-laki.
[TATAN,2012]
Sikap Orang-orang Mukmin terhadap al-Qur’an
Tafsir Surat al-Baqarah ayat 1-5
Terjemah:
Alif Laam Miim (1); Kitab ini tidak ada yang diragukan, petunjuk bagi mereka yang bertakwa
(2); Yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib, menegakkan shalat dan menafkahkan
sebagian rezki yang Kami berikan (3); Mereka juga beriman kepada kitab yang Kami turunkan
kepadamu dan yang diturunkan sebelum kamu, mereka juga yakin akan datangnya hari Akhirat
(4); Mereka itulah yang berada pada petunjuk Allah dan merekalah orang-orang yang berbahagia
(5). [Qur’an Karim dan Terjemahan Artinya, UII Press Yogyakarta]
PENDAHULUAN
Menurut ijma’ ulama, surat al-Baqarah seluruhnya tergolong madaniyyah. Sebagian ulama
berpendapat bahwa sebagian ayat dari surat al-Baqarah diturunkan pada waktu Rasulullah saw.
melaksanakan haji wada’, dan menurut suatu riwayat, sebagian besar surat al-Baqarah
diturunkan pada permulaan hijrah. Surat ini termasuk surat yang terpanjang, terdiri dari 286 ayat,
sebagaimana tertulis dalam mushaf. Surat ini diletakkan di permulaan al-Qur’an sesudah surat al-
Fatihah. Kemudian disusul dengan tujuh surat yang panjang, yaitu: Ali ‘Imran (madaniyyah).
An-Nisa (madaniyyah), al-Maidah (madaniyyah), al-An’am (makkiyyah), al-A’raf (makkiyyah),
al-Anfal (madaniyyah) dan at-Taubah (madaniyyah).
Sebelum memulai penafsiran surat ini (al-Baqarah), kita lihat lebih dahulu kandungan surat
tersebut secara garis besar. Kandungan surat tersebut antara lain ialah:
1. Aqidah, sebagaimana diungkapkan pada ayat: 110, 178-179, 181-183, 187-190, 195-196,
203, 215, 218-228, 237, 241, 252, 275, 280, 282-283, dan pada ayat lainnya.
2. Syariah, sebagaimana disebutkan pada ayat: 110, 178-179, 181-183, 187-190, 195-196,
203, 215-216, 218-228, 237, 241, 252, 254, 262, 275, 280, 282-283, dan ayat lainnya.
3. Kisah-kisah umat terdahulu dan lain-lain, sebagaimana disebutkan pada ayat: 124-141,
243-251 dan 258-260.
Tafsir Mufradat
1. Alif lam mim (‫ل‬ٓ‫ل‬ ‫,)ا‬ adalah huruf abjad yang terletak pada permulaan surat, karena itulah
huruf-huruf tersebut dinamakan juga fawatihus-suwar (pembuka surat-surat). Huruf-
huruf sejenis itu merupakan siri khas golongan surat Makkiyah (surat-surat yang
diturunkan sebelum Nabi saw. hijrah ke Madinah).
Dalam al-Qur’an terdapat beberapa bentuk fawatihus-suwar yang berbeda-beda. Diantaranya
terdiri dari satu huruf, seperti terdapat pada permulaan surat-surat: Sad (38), Qaf (50), dan al-
Qalam (68), masing-masing dimulai dengan huruf Sad, Qaf, dan Nun. Sepuluh surat dibuka
dengan fawahitus-suwar yang terdiri dari dua huruf, tujuh surat diantaranya dengan bentuk yang
sama, yaitu Ha dan Mim, maka surat-surat tersebut dinamakan Hawamim, sekalipun dalam surat
tersebut terdapat juga fawahitus-suwar dengan bentuk yang lain, yaitu ‘Ain Sin, Qaf. Tiga surat
lainnya dengan huruf yang berbeda, yaitu: Ta Ha pada surat 20, Ta Sin pada surat 27 dan Ya Sin
pada surat 36.
Adapun fawahitus-suwar yang terdiri dari tiga huruf dapat ditemukan pada 13 surat. Enam di
antaranya terdiri dari Alif Lam Mim, yaitu pada surat-surat: 2, 3, 29, 30, 31, dan 32. Lima di
antaranya terdiri dari Alif Lam Ra, yaitu pada surat-surat: 10, 11, 12, 14, dan 15. Pada dua surat
lainnya terdiri dari Ta Sin Mim, yaitu pada surat 26 dan 28.
Fawatihus-suwar yang terdiri dari empat huruf dapat ditemukan pada surat al-A’raf (7), terdiri
dari huruf: Alif Lam Mim Sad dan pada surat ar-Ra’d (13) terdiri dari huruf: Alif Lam Mim Ra.
Adapun fawatihus-suwar yang terdiri dari lima huruf terdapat pada surat Maryam (19), yaitu
terdiri dari Kaf Ha Ya A’in Sad.
Maka jumlah fawatihus-suwar seluruhnya adalah 29. (Subhi as-Salih, 1972, Mabahis fi Ulum al-
Qur’an, halaman 236). Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa huruf-huruf tersebut
mempunyai makna tanbih (peringatan), untuk membangkitkan perhatian orang sehingga mudah
dipahami apa yang akan disampaikan kepadanya. (al-Maraghi, I:39).
2. Al-Kitab (‫ل‬ۡ‫ڪ‬ِ‫ت‬َ ‫ـ‬ٰ ‫ب‬ُ), bentuk masdar, dengan arti al-Maktub (yang tertulis). Dimaksudkan
dengan al-Kitab pada ayat tersebut, ialah al-Kitab yang dikenal oleh Nabi saw., yang
dijanjikan Allah untuk memperkuat risalahnya dan menjamin memberikan bimbingan
kepada kepada orang yang mencari kebenaran serta memberikan bimbingan kepada
kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam al-Qur’an, kata tersebut dengan berbagai kata
turunannya diulang sebanyak 261 kali.
3. Al-Muttaqun, bentuk jamak dari al-Muttaqi (orang yang bertaqwa), berasal dari al-Ittiqa’
(batas antara dua benda). Orang yang bertaqwa seakan-akan membuat batas antara
perintah Allah dan larangan-Nya, membuat batas antara dia dan siksa Ilahi. Dalam al-
Qur’an, kata tersebut dengan berbagai turunannya diulang sebanyak 258 kali yang
bervariasi sesuai dengan susunannya
4. Yu’minun, bentuk mudari’, bentuk masdar-nya al-Iman (iman, percaya). Al-Iman yang
diwajibkan Allah kepada hamba-Nya, yang dijanjikan dengan pahala surga dan selamat
dari neraka, ialah meyakini kebenaran Rasulullah saw dengan keyakinan yang pasti
tentang ajaran yang dibawa dari Allah swt. dan mengetahui ajaran yang dibawanya
dengan keyakinan serta ketundukan hati, seperti: iman kepada Allah swt., para Malaikat-
Nya, Kitab-kitab-Nya, Utusan-utusan-Nya, Hari akhir, Qadha dan Qadar, kewajiban salat
dan ibadah-ibadah Islamiyah lainnya, seperti: zakat, puasa, haji bagi yang mampu,
keharaman membunuh manusia yang dilindungi secra zalim, zina dan perbuatan dosa
lainnya. (Husein Afandi, 1959, al-Husun al-Hamidiyah: 7).
Tafsir Ayat
Pada ayat tersebut digunakan isim isyarah (kata petunjuk): Dzalika (itu), yang biasanya
dipergunakan untuk benda, waktu atau hal yang jauh, padahal Kitab yang ditunjukadalah dekat,
mengandung makna pengagungan dan pemuliaan terhadap al-Kitab tersebut adalah suci yang
diterima dari Allah swt.
Mengapa pada ayat tersebut disebutkan al-Kitab, padahal wahyu Allah belum diturunkan secara
keseluruhan? Rasyid Rida berpendapat bahwa yang demikian itu untuk memberikan isyarat
bahwa Allah akan memenuhi janjinya untuk menyempurnakan al-Kitab. Sebenarnya tidaklah
menjadi masalah menyebutkan al-Kitab, sekalipun belum sempurna turunnya, sebab ternyata
sebelum diturunkannya permulaan surat al-Baqarah, telah diturunkan sejumlah besar dari ayat-
ayat al-Qur’an, dan Rasulullah saw. telah menyuruh agar ditulis dan dihafalkan. (Rasyid Rida, 1:
123).
Mengapa pada ayat tersebut disebutkan al-Kitab, padahal wahyu Allah belum diturunkan secara
keseluruhan? Rasyid Rida berpendapat bahwa yang demikian itu untuk memberikan isyarat
bahwa Allah akan memenuhi janjinya untuk menyempurnakan al-Kitab. Sebenarnya tidaklah
menjadi masalah menyebutkan al-Kitab, sekalipun belum sempurna turunnya, sebab ternyata
sebelum diturunkannya permulaan surat al-Baqarah, telah diturunkan sejumlah besar dari ayat-
ayat al-Qur’an, dan Rasulullah saw. telah menyuruh agar ditulis dan dihafalkan. (Rasyid Rida, 1:
123).
Pada ayat tersebut ditegaskan bahwa tidak diragukan baik tentang diturunkannya dari Allah swt.
maupun tentang hidayahnya bagi seluruh manusia, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
‫ـ‬‫ن‬‫ز‬ِ‫ر‬ ُ‫ـ‬‫ٱ‬ ‫ـ‬‫ڪ‬ِ‫ـ‬َ ‫ت‬ۡ‫ب‬ ‫ت‬‫ر‬ ‫ت‬َ ‫ـ‬ۡ‫ڪ‬ِ‫ت‬َ ‫ـ‬ٰ ‫ب‬ُ ‫ل‬ ‫ـ‬‫ب‬ ‫ت‬ِّ ‫ُِت‬‫ـ‬‫ـ‬‫ت‬‫ل‬‫ڪ‬ِ‫ت‬‫ي‬‫ب‬ُ
Turunnya al-Qur’an yang tidak ada keraguan di dalamnya, (adalah) dari Tuhan semesta alam
(Qs. as-Sajdah/32: 2).
Sebagai bukti bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah swt., antara lain ialah, ketinggian balagah
dan uslubnya yang tidak adapt ditandingi oleh siapapun hingga sekarang, dan ketika itu orang-
orang musyrikin telah ditantang untuk membuat satu surat yang sebanding dengan al-Qur’an,
namun sama sekali tidak mampu membuatnya, sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya:
‫و‬‫ـ‬َ ‫ٓب‬‫ل‬َ ‫ل‬ُ ۡ‫ـ‬‫ف‬ ‫ت‬‫و‬ ‫ر‬‫ـ‬‫ڪ‬‫ـ‬‫ل‬‫ب‬ٍ۬‫ـ‬‫ن‬‫ٱ‬ ُ‫ـ‬‫ن‬‫ٱ‬ َ‫ز‬َّ ‫ت‬‫نر‬‫ل‬‫ا‬‫ـ‬‫ع‬ ‫ل‬‫ا‬‫ن‬‫ل‬ِّ‫ب‬َ‫ت‬َ ‫تا‬‫ن‬‫ـ‬ ‫ب‬َ‫ت‬ۡ ‫ڪ‬‫و‬‫ت‬‫ل‬‫ت‬ۡ ‫تا‬ ‫ب‬ ِ‫تب‬‫ن‬ ‫ا‬ِ‫ـ‬‫ـ‬‫ن‬‫ٱ‬ َ‫ز‬ۡ‫ب‬ ‫ت‬‫ر‬
‫ُِت‬‫ـ‬‫ق‬‫ـ‬ ‫ڪ‬ِ‫ت‬‫ش‬ ‫ٓب‬‫ل‬َ ‫ل‬‫ء‬ ۡ‫ـ‬‫ف‬ ‫ـ‬ ُِِّ ‫ـ‬ۡ‫لو‬ِ ُ‫ـ‬‫ن‬‫ٱ‬ ٓ‫ل‬‫ء‬‫ت‬‫ء‬‫ل‬‫ا‬‫ت‬ ‫ت‬ۡ‫ل‬‫ص‬ ‫ل‬‫ا‬‫ن‬‫ل‬ۡ‫ب‬ُِ ‫ت‬‫و‬
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba
kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-
penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar (Qs. al-Baqarah/2: 23).
Jelaslah bahwa ketinggian balagah al-Qur’an, uslubnya, maknanya, ilmunya, dan pengaruhnya
terhadap jiwa orang yang beriman serta hidayahnya tidaklah mungkin diragukan. (Rasyid Rida,
I: 124).
Kemudian ayat tersebut ditutup dengan firman-nya: Hudan lil-muttaqin (sebagai hidayah bagi
orang-orang yang bertaqwa). Hidayah yang dimaksudkan dalam ayat tersebut ialah bimbingan
Allah kepada manusia ke jalan yang lurus dengan pertolongan yang sangat khusus dari Allah
swt.
Adapun yang dimaksudkan dengan al-Muttaqin. Ialah orang-orang yang menjaga diri dari sebab-
sebab siksaan Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat. Menurut jumhur ulama, cara menjaga
diri yang paling efektif ialah dengan mengerjakan semua perintah Allah dan meninggalkan
semua larangan-Nya, dengan ikhlas hanya mencari keridaan Allah SWT.
Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan, cara menjaga diri dari siksaan duniawi, harus
menguasai ilmu tentang sunnah Allah, yaitu aturan-aturan Allah yang telah ditetapkan untuk
mengatur alam ini, yang oleh para ahli disebut hukum alam. Misalnya, api itu mempunyai daya
pembakar, matahari memancar sinar, dan sebagainya. Maka orang yang mengetahui bahwa api
itu berbahaya, pasti ia akan berhati-hati terhadap api, jika ia mengetahui bahwa dalam
peperangan harus mempersiapkan kekuatan, maka ia harus mempersiapkan mesin-mesin perang,
di samping harus memasang siasat dan strategi perang, sebagaimana diungkapkan dalam firman-
Nya:
‫لٓب‬ُ ِ‫لو‬ ‫ت‬ۡ ‫ت‬‫و‬ ‫ـ‬ ُِِّ ِ‫لو‬ ‫ت‬ۡ ‫ر‬‫ـ‬‫ڪ‬‫ـ‬‫ع‬ ‫لنۡت‬َ‫ـ‬‫ن‬ ‫ب‬‫ر‬‫ل‬ِّ ‫ـ‬ ‫ب‬ِ‫ت‬َ‫ب‬ُ ‫ـ‬ ‫ا‬‫ت‬‫ع‬ ‫ـ‬‫ن‬‫ر‬ ُ‫ـ‬‫ٱ‬ ‫ت‬‫و‬ َ‫ز‬َّ ِ‫ن‬‫ل‬‫ق‬ ُ‫ـ‬‫ن‬‫ٱ‬ ٓ‫ل‬َ‫ب‬‫ي‬‫ت‬ِ‫ت‬َ‫ب‬َُ ‫ا‬ِ‫ٱ‬ ٓ‫ل‬ۡ‫ت‬ ‫ل‬‫ا‬‫ُو‬ ‫ـ‬ۡ‫ت‬‫أ‬ ‫ت‬‫و‬
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari
kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan
musuh Allah dan musuhmu…. (Qs. al-Anfal/8: 60).
Adapun untuk menjaga siksaan di akhirat, kita harus beriman, bertaqwa, bertawakkal, bertauhid,
beramal salih, serta membersihkan diri dari segala macam kemusyrikan dan kemaksiatan. (Al-
Maraghi, 1969, I: 41).
Pada ayat berikutnya, Allah berfirman:
‫نۡت‬‫ل‬‫ي‬‫ـ‬َ ‫ل‬ ‫ٓب‬‫ل‬ۡ‫ڪ‬ِ‫ت‬ ‫ب‬‫ق‬‫ٱت‬‫ت‬‫ر‬ ‫ا‬ِ‫ـ‬‫ـ‬‫ٱ‬ ‫ت‬‫و‬ ‫ت‬َّ ‫ڪ‬‫ن‬‫ت‬‫ل‬ِ‫و‬ ُ ‫نۡت‬‫ل‬‫ـ‬ِ‫ـ‬‫ي‬‫ل‬ ‫ت‬‫و‬ ‫ـ‬ۡ‫ب‬ِ‫ت‬ ‫ب‬‫ز‬‫ـ‬‫ع‬ ‫نۡت‬‫ل‬ ‫ـ‬‫ٱ‬ ‫ب‬ ‫ل‬ ‫ُت‬ ‫ـ‬‫و‬ِ ُ
Mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan salat, dan menafkahkan sebahagian
rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. (Qs. Al-Baqarah/2: 3)
Pada ayat sebelumnya, Allah menegaskan bahwa tidak ada sedikit pun keraguan pada al-Qur’an,
baik mengenai turunnya dari Allah maupun tentang hidayahnya bagi orang yang bertaqwa.
Kemudian pada ayat ini, Allah menjelaskan sebagian tanda-tanda orang yang bertaqwa kepada
Allah SWT, sebagai berikut:
1. Beriman kepada yang ghaib
Beriman kepada yang ghaib yaitu meyakini adanya maujud yang di luar jangkauan indera,
apabila ada petunjuk dari dalil yang kuat atau akal yang sehat. Orang yang mempunyai
keyakinan seperti itu, akan mudah baginya membenarkan adanya Pencipta alam semesta. Dan
apabila Rasul menjelaskan adanya alam yang hanya diketahui oleh Allah, seperti, Malaikat atau
Hari Akhir, maka tidaklah sulit baginya membenarkannya, karena telah meyakini kebenaran
Nabi Muhammad saw.
Orang yang tidak meyakini adanya maujud yang berada di luar jangkauan indera, sulitlah
baginya meyakini adanya adanya Pencipta alam semesta, dan amat kecil kemungkinannya
menemukan jalan untuk mengajaknya kepada kebenaran. (Al-Maraghi, I:41).
Rasyid Rida, dalam tafsirnya menjelaskan bahwa orang yang tidak beriman kepada
Allah,tidaklah mungkin memperoleh hidayah dari al-Qur’an, maka ia harus diberi penjelasan
dengan argumentasi yang rasional mengenai adanya Pencipta alam semesta ini. Kemudian
dimantapkan keyakinannya bahwa al-Qur’an adalah wahyu dari Allah SWT. Oleh karena itulah
pada ayat yang sedang dibahas ini Allah menegaskan, orang yang bertaqwa adalah orang yang
beriman kepada yang gaib. (Rasyid Ridha, I:127).
2. Mendirikan salat
Dalam bahasa Arab, ash-shalah, berarti ad-dua’ (berdoa), seperti disebutkan dalam firman-Nya:
Fa Shalli ‘alaihim (berdoalah untuk mereka). (QS. at-Taubah (9): 103). Berdoa kepada Allah,
baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan atau dengan keduanya, memberikan pengertian
bahwa orang yang berdoa mempunyai keperluan kepada-Nya sebagai rasa syukur terhadap
kenikmatan yang telah dikaruniakan kepadanya atau sebagai permohonan agar terhindar dari
bencana.
Salat yang dilakukan menurut cara yang telah disyariatkan oleh Islam, merupakan cara yang
paling baik untuk mengungkapkan rasa keagungan Allah dan kebutuhan yang amat besar
kepada-Nya, jika dilakukan sesuai dengan cara yang telah ditetapkan, yaitu dilakukan dengan
khusyu’ (merendah) dan khudu’ (merunduk), jika dilakukan tanpa khusyu’ dan tanpa khudu’,
maka salat tersebut kosong dari ruh, sekalipun bentuk dan caranya telah memenuhi rukun dan
syaratnya.
Pada ayat di atas dipergunakan istilah yuqimuna-sholah (mendirikan salat), mengandung
pengertian bahwa salat harus dilakukan dengan sempurna, tanpa kekurangan apapun, seperti
mendirikan batang kayu dengan tegak lurus, tidak condong sedikitpun (al-Maraghi, I:42). Maka
ketika mendirikan salat harus menghadirkan hati dalam semua bagian-bagiannya, ketika berdiri,
ruku, sujud, dan duduk, dan disertai rasa takut kepada azab-Nya serta berusaha mendekatkan diri
kepada-Nya, Allah pencipta alam semesta, seakan-akan melihat-Nya, sekalipun tidak dapat
melihat-Nya, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis:
َ‫ْن‬ َ‫ت‬َ‫ع‬ ‫ب‬ُ‫د‬َ‫ا‬َ‫ه‬ ‫ب‬‫ك‬ْ َ‫ت‬َ‫ك‬ ‫ت‬َ‫ب‬ََ‫ك‬ ‫ت‬‫ف‬َ‫إ‬ ‫ت‬ْ‫ا‬َ‫ه‬ ‫ب‬‫ك‬ْ َ‫ت‬َ‫ك‬ ‫ت‬‫د‬َََ‫ه‬ َ ‫ف‬َْ ََّ‫ب‬ُ‫ت‬‫ي‬َ‫ك‬ ‫ت‬ََْ
Hendaklah menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, sekalipun kamu tidak dapat
melihat-Nya, tetapi Allah melihatmu. (HR. al-Bukhari, I:11).
Maka mendirikan salat harus memenuhi dua unsur: unsur ruh salat yaitu khusyu’ dan khudu’,
dengan menghadirkan hati dalam semua geraknya, dan unsur tubuh salat, yaitu: berdiri, ruku’,
sujud dan duduk dengan sempurna.
Disamping itu, Allah juga memerintahkan agar dilakukan secara terus menerus, sebagaimana
ditegaskan dengan firman-Nya:
‫نۡت‬‫ل‬‫ـ‬‫ن‬َ‫ل‬‫ا‬‫ت‬ِ ‫ٓب‬‫ـ‬‫ل‬‫ـ‬ِّ ‫ت‬ ‫ت‬‫ش‬ ‫ڪ‬‫و‬‫ت‬‫ل‬‫ت‬ۡ ‫ٓب‬‫ل‬‫ن‬ ‫ُت‬ ‫ـ‬‫و‬ِ ُ
“Mereka yang tetap setiap mengerjakan salatnya” (Qs. al-Ma’arij/70: 23)
Juga memerintahkan agar dilakukan tepat waktu:
‫ا‬َ‫ن‬ِّ‫ن‬‫ل‬‫ق‬ ‫ب‬‫ن‬ِ‫ٱ‬ ‫ا‬َ‫ن‬َ‫ڪ‬ِ‫ت‬َ‫ـ‬‫ء‬ ‫ُِت‬‫ـ‬ ‫ـ‬‫ٱ‬ ‫ب‬ ‫ل‬‫ـ‬‫ب‬ُ ‫و‬‫ت‬‫ل‬‫ت‬ۡ ‫ب‬‫تك‬‫ن‬‫ا‬‫ت‬‫ء‬ ‫ت‬َّ ‫ڪ‬‫ن‬‫ت‬‫ل‬ِ‫و‬ ُ ِۡ‫ـ‬‫ف‬
“Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman” (Qs. an-Nisa/4: 103)
Bahkan Allah memerintahkan agar selalu dilakukan secara berjama’ah, sebagaimana ditegaskan
dalam firman-Nya:
‫ُِت‬‫ـ‬‫ي‬‫ـ‬‫ء‬ُِ‫ر‬ ُ ‫ت‬‫ص‬‫ت‬‫ٱ‬ ‫ل‬‫ا‬‫ن‬‫ل‬‫ي‬‫ت‬‫ء‬ ‫ب‬‫ُر‬ ‫ت‬‫و‬ ‫ت‬َّ ‫ڪ‬‫ن‬‫ت‬‫ء‬ِ‫ب‬ ُ ‫ل‬‫ا‬‫ن‬‫ل‬ِّ‫ا‬‫ت‬‫ء‬ ‫ت‬‫و‬ ‫ت‬َّ ‫ڪ‬‫ن‬‫ت‬‫ل‬ِ‫و‬ ُ ‫ل‬‫ا‬‫ن‬‫ل‬‫ـ‬ِ‫ـ‬‫ق‬‫ت‬‫أ‬ ‫ت‬‫و‬
“Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku” (Qs. al-
Baqarah/2: 43)
Dalam suatu hadis Rasulullah saw. bersabda:
َ‫َل‬َ‫ة‬َ َ‫ل‬ ََ‫ع‬‫ت‬‫ت‬ََِ‫ت‬ ‫ف‬ْ‫ت‬َُُ‫ص‬ ‫ف‬‫ة‬َ ‫ت‬‫إ‬ْ َ‫ذ‬ ََِّ‫ب‬ ‫ب‬َ‫ب‬ْ‫ت‬ َ‫ك‬ ‫ََل‬ََِ‫ي‬ََ‫ت‬‫إ‬ْ ‫ب‬‫ذ‬ ََِّ‫ب‬
“(Pahala) salat berjama’ah melebihi salat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat” (HR. al-
Bukhari riwayat dari Abdullah bin Imran. I: 78)
Salat yang sempurna itulah yang mampu menjaga seseorang dari perbuatan keji dan mungkar,
sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya:
ُ ‫ت‬‫و‬ ‫ـ‬‫ء‬‫ل‬‫ا‬‫ت‬‫ل‬ ‫ب‬‫و‬‫ت‬َ‫ب‬ُ ‫ـ‬ُ‫ت‬ۡ ‫ڪ‬‫و‬‫ت‬ۡ‫ب‬‫ت‬ِّ ‫ت‬َّ ‫ڪ‬‫ن‬‫ت‬‫ل‬ِ‫و‬ ُ ِۡ‫ـ‬‫ف‬ ‫ـ‬‫ر‬‫ت‬‫ن‬ ‫ل‬‫ـ‬‫ب‬
“Sesungguhnya salat itu mencegah (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar (Qs. al-Ankabut/29:
45)
Apabila akhir-akhir ini kita menyaksikan sebagian besar koruptor, pencuri, penipu, perampok,
pencopet dan pelaku kejahatan lainnya adalah orang-orang yang rajin mengerjakan salat, maka
kemungkinan besar mereka tidak melakukannya sesuai dengan petunjuk Allah swt. Karena itulah
Allah swt juga mengancam orang-orang yang salat dengan ancaman yang sangat menakutkan,
seperti ditegaskan dalam firman-Nya
‫ت‬‫ن‬‫ت‬َ) ‫ُِت‬‫ـ‬‫ن‬‫ل‬‫ت‬‫و‬‫ل‬‫ـ‬‫ب‬‫ل‬‫ـ‬‫ن‬ َ‫ن‬ ‫ب‬٤) ) ‫نۡت‬‫ل‬‫ن‬‫ا‬‫ت‬َ ‫ٓب‬‫ـ‬‫ل‬‫ـ‬ِّ ‫ت‬ ‫ت‬‫ش‬ ُ‫ت‬ۡ ‫ٓب‬‫ل‬‫ن‬ ‫ُت‬ ‫ـ‬‫و‬ِ ُ٥
) ‫وۡت‬‫ل‬‫ء‬‫ل‬‫ا‬‫ت‬‫لر‬ ‫ٓب‬‫ل‬‫ن‬ ‫ُت‬ ‫ـ‬‫و‬ِ ُ٦) ) ‫نۡت‬‫ل‬ۡ‫ا‬‫ت‬‫ـ‬‫ب‬ُ ‫نۡت‬‫ل‬‫ي‬‫ت‬ ‫ـب‬‫ت‬ ‫ت‬‫٧و‬
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
salatnya, oramg-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang yang
berguna” (Qs. al-Maun/107: 4-7)
3. Memberikan Infak
Para mufassir berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan infaq pada ayat 3 al-Baqarah,
adalah infak dalam arti umum, mencakup infak wajib dan infak tatawwu’ (sunnah). Huruf mim
yang terdapat pada kalimat min ma razaqnahum, mengandung makna ba’diyah (sebagian), maka
nafkah yang diperintahkan untuk dikeluarkan hanyalah sebagian harta yang dimiliki, tidak
semuanya. Yang demikan itu dimaksudkan agar pemberian nafkah itu dilakukan dengan ikhlas,
hanya mencari keridaan Allah semata dan karena bersyukur kepada Allah, bukan karena riya’
(pamer) atau mencari popularitas. (Rasyid Ridha, I:130).
Mengeluarkan infak atau zakat memang belum mendapat perhatian dari kaum muslimin, padahal
apabila infak atau sadaqah dikelola dengan baik, insya Allah dapat mengurangi jumlah
kemiskinan, sebab jumlah orang muslim yang tergolong mampu di Indonesia tidak sedikit.
Namun mereka masih merasa berat mengeluarkan infak, padahal sebagian harta mereka adalah
milik orang-orang miskin. Sebagian besar kaum muslimin, sangat ringan mengerjakan shalat,
puasa, bahkan menunaikan ibadah haji, yang biayanya sangat besar. Tetapi apabila diajak untuk
menginfaqkan sebagian rezekinya di jalan Allah, misalnya untuk membantu anak yatim, orang
miskin, atau kemaslahatn umum lainnya, mereka merasa sangat berat.
4. Beriman kepada Kitab-kitab Allah
a. Beriman kepada al-Kitab (al-Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., Kitab
suci yang terakhir. Pada ayat tersebut digunakan kata unzila (diturunkan), karena wahyu (al-
Kitab) itu diturunkan dari Yang Maha Tinggi, Allah swt., pencipta alam semesta. (Rasyid Ridha,
I: 132).
Menurut al-Maraghi, dimaksudkan dengan Bima unzila ilaika, ialah al-Qur’an dan penjelasan-
penjelasan dari Nabi saw, seperti jumlah rakaat dalam salat dan hukuman kejahatan, sebab
penjelasan dari Nabi saw adalah wahyu, sekalipun tidak termasuk al-Qur’an. (al-Maraghi, I:43).
Pendapat ini berdasarkan firman Allah SWT:
‫ـ‬ُ‫ت‬ۡ ‫ل‬َ‫ـ‬ِ ‫ت‬ ‫ا‬‫ت‬‫ٱ‬ ‫ت‬‫و‬ ) ‫ل‬‫ڪ‬َ ‫ت‬‫ن‬‫ت‬ۡ‫ب‬ُ٣) ) ‫ڪ‬‫و‬‫ت‬‫ه‬‫لن‬ َ‫ن‬‫و‬ ‫ب‬‫ه‬ ‫ت‬‫و‬ َِ‫ـ‬‫ف‬ ‫ت‬‫ن‬‫ل‬‫ن‬ ‫ب‬ۡ‫ـ‬‫ف‬٤
“Dan ia tidak berkata menurut keinginan hawa nafsunya. (perkataannya) tiada lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”. (Qs. an-Najm/53:3-4)
Dan berdasarkan firman-Nya pada ayat yang lain:
‫ن‬‫ت‬‫أ‬ ‫ت‬‫و‬‫وۡت‬‫ل‬‫ر‬ِ‫ن‬‫ت‬َ‫ت‬َ‫ت‬ ‫ٓب‬‫ل‬ِۡ‫ل‬‫ت‬‫ي‬‫ت‬ ‫ت‬‫و‬ ‫ٓب‬‫ـ‬‫ل‬‫ب‬ِ‫ت‬ ‫ـ‬‫ف‬ ‫ت‬‫ل‬ ‫ـ‬‫ن‬‫ب‬‫ل‬‫ن‬ ‫ا‬‫ت‬‫ٱ‬ ‫ـ‬ ‫ا‬ِ ‫ل‬‫ـ‬ ‫ُت‬‫ـ‬‫ن‬ِ‫ت‬َ‫ل‬َ‫ـ‬ ‫ت‬‫ر‬ ‫ب‬ُ‫ـ‬‫ن‬‫و‬ ُ ‫ۡت‬‫ب‬ِ‫ت‬ ‫ـ‬‫ف‬ ‫ل‬‫ا‬‫ت‬ ‫ب‬ ‫بت‬
“Dan kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (Qs. an-Nahl/16:44)
b. Beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan sebelum Nabi saw. Beriman kepada al-
Qur’an harus secara rinci, meliputi semua bagian-bagiannya. Sedang beriman kepada kitab
sebelumnya, seperti Taurat, Injil dan sebagainya cukup secara garis besar. (Rasyid Rida, I: 131).
5. Yakin akan adanya Hari Akhir
Yakin ialah pembenaran dengan pasti yang tidak bercampur dengan keraguan sedikit pun. Maka
meyakini adanya kehidupan di Hari Akhir berarti membenarkan dengan pasti adanya surga,
neraka, balasan dan sebagainya yang terjadi di hari Akhir kelak. Jika seseorang masih melakukan
atau melanggar larangan-larangan Allah, seperti minum khamr, berzina, mencuri, korupsi,
menipu, dan melakukan kejahatan-kejahatan lainnya, maka imannya dan keyakinannya akan
adanya Hari Akhir hanyalah khayalan belaka, sebab tidak ada pengaruhnya sama sekali terhadap
jiwa dan perilakunya.
Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa iman dapat dicapai dengan dengan salah satu
dari dua jalan:
1. Dengan penalaran dan pemikiran terhadap hal-hal yang memerlukan pemikiran, seperti
wujud Allah, dan risalah Rasul.
2. Melalui berita dari Rasul saw, atau berita dari para sahabat yang langsung mendengar
dari Rasul secara mutawatir, yang langsung mendengar dari Rasul secara mutawatir, yang
tidak terdapat keraguannya sama sekali (al-Maraghi, I:44)
Pada ayat 5 surat al-Baqarah, ditegaskan bahwa meraka, yang beriman kepada yang ghaib,
mendirikan salat, menginfaqkan sebagian hartanya, beriman kepada al-Qur’an dan kitab-kitab
sebelumnya serta beriman akan adanya Hari Akhir, adalah orang-orang yang memperoleh
hidayah dan keberuntungan, yaitu selamat dari siksaan di akhirat dan masuk surga yang
dipersiapkan bagi orang-orang yang beriman.
Sikap Muslim Terhadap Sunnah Nabi
Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan sumber hukum syari’at Islam yang ke dua
setelah al Qur’anul Karim. Keberadaan sunnah bisa merupakan pendukung dan penguat
kandungan al Qur’an. Bisa pula sebagai tafsir dan penjelasannya. Dan secara terpisah, as-Sunnah
juga merupakan landasan tasyri’ (penetapan hukum) yang melahirkan berbagai hukum, serta
merupakan nash (ketetapan) untuk menghalalkan ataupun untuk mengharamkan sesuatu yang
tidak tercantum di dalam Al-Qur’an. Al Qur’an telah memerintahkan untuk mengambil apa saja
yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi apa yang dilarang beliau?
Sebagaimana firman Allah, artinya:“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia.
Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”. (QS. 59:7)
Sementara itu sebagian kaum muslimin juga ada yang menyikapi sunnah Nabi dengan sikap
meremeh-kan. Kalau mereka diajak untuk melaksanakan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, mereka beralasan, “Ah itu kan cuma sunnah. Padahal yang dimaksud sunnah di sini
adalah hadits, perilaku dan jalan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam ber-Islam,
yang boleh jadi itu adalah wajib diyakini dan wajib dilakukan, seperti shalat fardhu berjama’ah,
berumah tangga sesuai tuntunan Islam, menjawab salam dan sebagainya. Orang seperti ini, telah
salah persepsi, yakni beranggapan kalau menekuni sunnah nabi berarti mengubah hukum dari
sunnah menjadi wajib. Demikian pula, jika mereka diingatkan supaya tidak melakukan perbuatan
yang dibenci oleh syari’at, mereka berdalih, “Ini hanya makruh saja.”
Kepada mereka perlu ditanyakan, andaikan ada dua pilihan perbuatan, yang satu hukumnya
sunnah dan yang lain adalah makruh, maka apakah masih juga memilih yang makruh daripada
yang sunnah? Apakah ada shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menanyakan
sesuatu, kemudian setelah tahu bahwa itu sunnah mereka meninggalkannya? Dan ketika tahu,
bahwa itu adalah makruh, kemudian mereka justru mengerjakan?”
Kedudukan As Sunnah di dalam Al Qur’an
Perlu diketahui bahwa patuh dan ta‘at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
patuh dan tekun menjalankan Sunnahnya, mengamalkan. Dan patuh kepada Sunnah berarti patuh
dan taat kepada Allah shubhaana wa ta’ala . Berikut ini dalil-dalilnya:
Kedudukan As Sunnah di dalam Al Qur’an
Perlu diketahui bahwa patuh dan ta‘at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
patuh dan tekun menjalankan Sunnahnya, mengamalkan. Dan patuh kepada Sunnah berarti patuh
dan taat kepada Allah shubhaana wa ta’ala . Berikut ini dalil-dalilnya:
1. Perintah ta‘at kepada Allah dan kepada rasul-Nya, disebutkan secara bergandengan di dalam
al-Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu
berpaling daripada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintahnya)” (QS. 8:20)
Dan di dalam ayat yang lain disebutkan, artinya:
“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru
kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu” (Qs.8:24)
2. Allah menegaskan, bahwa petunjuk (hida- yah) itu sangat tergantung kepada ketaatan dan
ittiba’ kepada Nabi Nya.
“Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-
Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk” (QS. 7:158) Dan firman Nya,
“Katakanlah, “Ta’atlah kepada Allah dan ta’atlah kepada Rasul; dan jika kamu berpaling maka
sesungguhnya kewajiban rasul hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, kewajiban kamu
adalah apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat
petunjuk” (An Nur: 54)
3. Allah telah menetapkan rahmat Nya bagi para pengikut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
dan menjanjikan keberuntungan dan kesuksesan di dunia dan di akhirat atasnya.
“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang
yang bertaqwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami”.
(QS. 7:156)
4. Sahnya iman seseorang sangat tergantung kepada kepatuhan terhadap keputusan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam,, menerima dan lapang dada atas keputusan itu.
“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu
hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan
dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.” (QS. 4:65)
5. Allah telah memperingatkan bahwa menyelisihi Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
merupakan sebab kehancuran dan terjerumus dalam fitnah. Sebagaimana yang telah difirmankan,
Artinya:
”Maka hendaklah orang- orang yang menyalahi perintahnya (Rasul) takut akan ditimpa cobaan
atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. 24:63)
6. Allah telah menetapkan bahwa cinta Allah dan ampunan-Nya hanya bisa diraih dengan
mengikuti Rasul -Nya:
Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.”(QS.3:31)
Demikian penjelasan dari al-Qur’an yang mengajak kita semua kaum muslimin untuk berpegang
kepada sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena segala ucapan beliau yang berkaitan
dengan agama bukanlah berasal dari kemauan hawa nafsunya, tetapi atas bimbingan wahyu
Allah.
Penjelasan dari As Sunnah (Hadits)
o Amat banyak hadits Nabi yang memerintahkan setiap muslim untuk mengikuti sunnah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan melarang berbuat bid’ah (menyelisihi sunnah). Di antara
sabda Nabi yang menegaskan hal itu adalah:
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Artinya: “Seluruh umatku akan masuk surga kecu-ali
orang yang enggan.” Lalu ditanyakan, Siapakah yang enggan wahai Rasulullah? Beliau
menjawab, “Barang siapa yang taat kepadaku, maka masuk surga, dan barang siapa yang
bermaksiat kepada-ku maka dia telah enggan (masuk surga)” (HR. Al Bukhari)
o Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Artinya,
“Biarkan aku dengan apa yang telah kutinggalkan untuk kalian (terimalah ia), sesungguhnya
yang telah membinasakan orang sebelum kalian adalah (disebabkan) mereka banyak bertanya
dan banyak menyelisihi nabi mereka. Jika aku melarang kalian dari mengerjakan sesuatu maka
jauhilah, dan jika aku memerintahkan sesuatu maka laksanakanlah sesuai kemampuan kalian.”
(Muttafaq Alaih)
o Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam hadits ‘Irbadh bin Sariyah), “Hendaklah
kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafa’ ar Rasyidin yang telah mendapatkan
petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham (perpegang eratlah terhadapnya), dan jauhilah
perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena setiap yang diada-adakan adalah
bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR Abu Dawud dan at Tirmidzi dan berkata at
Tirmidzi, “Hasan Shahih”)
Sikap Shahabat Nabi terhadap As-Sunnah
o Berkata Abu Bakar as Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, “Tiada sesuatu pun yang pernah dilakukan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kecuali aku melakukannya dan tidak pernah aku
meninggalkannya. Aku khawatir jika aku meninggalkan sedikit saja yang beliau perintahkan,
maka aku akan menyimpang.”
o Berkata Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu ketika memegang hajar aswad, “Sungguh
aku tahu engkau hanyalah batu yang tidak memberi madharat dan manfaat, kalau bukan karena
aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka tentu aku tidak akan
menciummu.”
o Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Sederhana dalam melaksanakan
sunnah, lebih baik daripada banyak dan giat di dalam melakukan bid’ah.”
o Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma apabila sedang meniru Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka orang yang melihatnya mengira ada sesuatu yang tidak beres padanya (seperti tidak
wajar). Bahkan Nafi’, maula (klien) beliau mengatakan, “Kalau aku melihat Ibnu Umar sedang
mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh aku mengatakan, ini adalah
sesuatu yang gila.”
o Ibnu Abbas juga pernah berkata, “Wahai manusia, aku khawatir kalau turun hujan batu dari
langit, (lantaran) aku katakan pada kalian sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu
kalian menyanggah dengan mengatakan “Abu Bakar berkata begini dan Umar berkata begitu!.”
Wallahu a’lam (Al Balagh Edisi 18 Muharram)
DAFTAR PUSTAKA
http://iusiwoo.blogspot.co.id/2013/06/sumber-nilai-dalam-ajaran-islam.html
http://irvansyahfa.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-dan-fungsi-al-quran-dan.html
[KREAT,2012] Kreatawa,”Pengertian Al-quran dan Hadits”,
DR. H. Bisri Affandi, MA. (1993) “Dirasat Islamiyyah (Ilmu Tafsir & Hadits)”.CV Aneka
Bahagia Offset,
Taqiyyudin an-Nabhani (2003) “Peraturan Hidup dalam Islam” Bogor, Pustaka Thariqul ‘Izzah
Drs. Ahmad Syauki (1984) “Lintasan Sejarah Al-Qur’an”, Bandung CV Sulita Bandung.
[TATAN,2012] Tatangjm, ”Fungsi hadist terhadap Al-quran”
Kutaib, “Wama Atakumur Rasul fa Khudzuuhu,” Al-Qism al-Ilmi Darul Wathan
http://tuntunanislam.com/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-1-5/

More Related Content

What's hot

Tugas pembuatan makalah studi al qur’an
Tugas pembuatan makalah studi al qur’anTugas pembuatan makalah studi al qur’an
Tugas pembuatan makalah studi al qur’an
Nur Alfiyatur Rochmah
 
01 desiana trisnawati (memahami pengertian al-qur'an dan bukti keotentikannya)
01 desiana trisnawati (memahami pengertian al-qur'an dan bukti keotentikannya)01 desiana trisnawati (memahami pengertian al-qur'an dan bukti keotentikannya)
01 desiana trisnawati (memahami pengertian al-qur'an dan bukti keotentikannya)
35255466
 
Fungsi Al-qur'an Bagi Kehidupan
Fungsi Al-qur'an Bagi KehidupanFungsi Al-qur'an Bagi Kehidupan
Fungsi Al-qur'an Bagi Kehidupan
Ainur HN
 
Pengertian al quran
Pengertian al quranPengertian al quran
Pengertian al quran
Yatie Emkay
 
Modul agama islam
Modul agama islamModul agama islam
Modul agama islam
sarfinjaya
 

What's hot (20)

Ppt bab 2
Ppt bab 2Ppt bab 2
Ppt bab 2
 
Tugas pembuatan makalah studi al qur’an
Tugas pembuatan makalah studi al qur’anTugas pembuatan makalah studi al qur’an
Tugas pembuatan makalah studi al qur’an
 
Al qur’ān sebagai pedoman Kehidupan
Al qur’ān sebagai pedoman KehidupanAl qur’ān sebagai pedoman Kehidupan
Al qur’ān sebagai pedoman Kehidupan
 
Aquran dan hadis adalah pedoman hidup
Aquran dan hadis adalah pedoman hidupAquran dan hadis adalah pedoman hidup
Aquran dan hadis adalah pedoman hidup
 
Al quran Hadist ~ Seluk-beluk Al qur'an dan Fungsinya dalam kehidupan sehari-...
Al quran Hadist ~ Seluk-beluk Al qur'an dan Fungsinya dalam kehidupan sehari-...Al quran Hadist ~ Seluk-beluk Al qur'an dan Fungsinya dalam kehidupan sehari-...
Al quran Hadist ~ Seluk-beluk Al qur'an dan Fungsinya dalam kehidupan sehari-...
 
ulumul qur'an
ulumul qur'anulumul qur'an
ulumul qur'an
 
01 desiana trisnawati (memahami pengertian al-qur'an dan bukti keotentikannya)
01 desiana trisnawati (memahami pengertian al-qur'an dan bukti keotentikannya)01 desiana trisnawati (memahami pengertian al-qur'an dan bukti keotentikannya)
01 desiana trisnawati (memahami pengertian al-qur'an dan bukti keotentikannya)
 
Fungsi Al-qur'an Bagi Kehidupan
Fungsi Al-qur'an Bagi KehidupanFungsi Al-qur'an Bagi Kehidupan
Fungsi Al-qur'an Bagi Kehidupan
 
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan Wahyu
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan WahyuPPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan Wahyu
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan Wahyu
 
pengantar studi islam
pengantar studi islampengantar studi islam
pengantar studi islam
 
Studi al qur'an
Studi al qur'anStudi al qur'an
Studi al qur'an
 
Alquran sebagai pedoman hidup
Alquran sebagai pedoman hidup Alquran sebagai pedoman hidup
Alquran sebagai pedoman hidup
 
Pengertian al quran
Pengertian al quranPengertian al quran
Pengertian al quran
 
akhlak dan tasawuf
akhlak dan tasawufakhlak dan tasawuf
akhlak dan tasawuf
 
Ppt bab 4
Ppt bab 4Ppt bab 4
Ppt bab 4
 
Modul agama islam
Modul agama islamModul agama islam
Modul agama islam
 
Makalah al qur'an
Makalah al qur'anMakalah al qur'an
Makalah al qur'an
 
Bab 1 qh semester 1
Bab 1 qh semester 1Bab 1 qh semester 1
Bab 1 qh semester 1
 
BAB 1 QURDITS
BAB 1 QURDITSBAB 1 QURDITS
BAB 1 QURDITS
 
Memahami Al-Qur’an dan Al-Hadistt sebagai pedoman hidup
Memahami Al-Qur’an dan Al-Hadistt sebagai pedoman hidupMemahami Al-Qur’an dan Al-Hadistt sebagai pedoman hidup
Memahami Al-Qur’an dan Al-Hadistt sebagai pedoman hidup
 

Similar to Pendidikan agama islam

Tugas al quran hadist power point
Tugas al quran hadist power pointTugas al quran hadist power point
Tugas al quran hadist power point
LontongSayoer
 
Sunber vajaran agama_islam
Sunber vajaran agama_islamSunber vajaran agama_islam
Sunber vajaran agama_islam
Lintoe1
 
Agama ( iman kepada kitab kitab allah )
Agama ( iman kepada kitab kitab allah )Agama ( iman kepada kitab kitab allah )
Agama ( iman kepada kitab kitab allah )
Yulia Fauzi
 
Hadist sebagai ajaran islam
Hadist sebagai ajaran islamHadist sebagai ajaran islam
Hadist sebagai ajaran islam
Remaja Sufi
 

Similar to Pendidikan agama islam (20)

Ppt al quran
Ppt al quranPpt al quran
Ppt al quran
 
Tugas al quran hadist power point
Tugas al quran hadist power pointTugas al quran hadist power point
Tugas al quran hadist power point
 
Sumber Hukum Islam dan Metode Beritjihad.pdf
Sumber Hukum Islam dan Metode Beritjihad.pdfSumber Hukum Islam dan Metode Beritjihad.pdf
Sumber Hukum Islam dan Metode Beritjihad.pdf
 
Sunber vajaran agama_islam
Sunber vajaran agama_islamSunber vajaran agama_islam
Sunber vajaran agama_islam
 
43060479 sumber-utama-keadilan-islam
43060479 sumber-utama-keadilan-islam43060479 sumber-utama-keadilan-islam
43060479 sumber-utama-keadilan-islam
 
BAB I
BAB IBAB I
BAB I
 
Alquran sumber utama
Alquran sumber utamaAlquran sumber utama
Alquran sumber utama
 
Alquran sumber utama
Alquran sumber utamaAlquran sumber utama
Alquran sumber utama
 
Iman kepada-kitab-allah
Iman kepada-kitab-allahIman kepada-kitab-allah
Iman kepada-kitab-allah
 
Bab iii
Bab iiiBab iii
Bab iii
 
Kitab kitab Allaah S.W.T.
Kitab kitab Allaah S.W.T.Kitab kitab Allaah S.W.T.
Kitab kitab Allaah S.W.T.
 
MAKALAH materi 2 kel 2
MAKALAH materi 2 kel 2MAKALAH materi 2 kel 2
MAKALAH materi 2 kel 2
 
Husein muhammad alquran
Husein muhammad alquranHusein muhammad alquran
Husein muhammad alquran
 
Materi al quran 1
Materi al quran 1Materi al quran 1
Materi al quran 1
 
MAKALAH AL-QUR'AN.docx
MAKALAH AL-QUR'AN.docxMAKALAH AL-QUR'AN.docx
MAKALAH AL-QUR'AN.docx
 
Agama ( iman kepada kitab kitab allah )
Agama ( iman kepada kitab kitab allah )Agama ( iman kepada kitab kitab allah )
Agama ( iman kepada kitab kitab allah )
 
Hadist sebagai ajaran islam
Hadist sebagai ajaran islamHadist sebagai ajaran islam
Hadist sebagai ajaran islam
 
Resume - Membumikan Al Qur'an
Resume - Membumikan Al Qur'anResume - Membumikan Al Qur'an
Resume - Membumikan Al Qur'an
 
Ulumul Qur'an Maki Madani
Ulumul Qur'an Maki MadaniUlumul Qur'an Maki Madani
Ulumul Qur'an Maki Madani
 
Sumber sumber-hukum-islam-new
Sumber sumber-hukum-islam-newSumber sumber-hukum-islam-new
Sumber sumber-hukum-islam-new
 

Recently uploaded (6)

SIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEI
SIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEISIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEI
SIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEI
 
Pelajaran Masa Lalu (Sekolah Sabat Dewasa, 10 Mac 2024)
Pelajaran Masa Lalu (Sekolah Sabat Dewasa, 10 Mac 2024)Pelajaran Masa Lalu (Sekolah Sabat Dewasa, 10 Mac 2024)
Pelajaran Masa Lalu (Sekolah Sabat Dewasa, 10 Mac 2024)
 
Panduan Liturgi untuk sekolah minggu 2024
Panduan Liturgi untuk sekolah minggu 2024Panduan Liturgi untuk sekolah minggu 2024
Panduan Liturgi untuk sekolah minggu 2024
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
 
Hadits Arbain 35 tentang Sesama Muslim Bersaudara.pptx
Hadits Arbain 35 tentang Sesama Muslim Bersaudara.pptxHadits Arbain 35 tentang Sesama Muslim Bersaudara.pptx
Hadits Arbain 35 tentang Sesama Muslim Bersaudara.pptx
 
APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024
APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024
APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024
 

Pendidikan agama islam

  • 1. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SUMBER NILAI, ARTI DAN FUNGSI AL-QUR’AN DAN HADITS, DAN SIKAP MUSLIM TERHADAP AL-QUR’AN DAN SUNAH RASUL Oleh Kelompok 5: 1. Muhammad Hepriatna NIM : DF15008 2. Muhammad Khairun Nurasyid NIM : DF15009 PROGRAM STUDI D-3 FARMASI SEKOLAH TINGGI FARMASI BORNEO LESTARI BANJARBARU 2015
  • 2. Sumber Nilai dalam Ajaran Islam A. Al-Quran 1. Arti Al-Quran Al-quran adalah sumber ajaran pokok dalam agama islam yang berisikan firman-firman Allah yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW yang melalui wahyu-wahyu yang dibawa oleh malaikat Jibril. Al-Quran berisi 6236 ayat, 114 surat dan 30 juz. Ayat Al-quran yang pertama kali turun adalah surah Al-alaq ayat 1-5 yang dimulai dengan kata iqra (bacalah !) yang mengisyaratkan pentingnya membaca ayat-ayat Allah yang tersurat dalam (Al-Quran) dan ayat- ayat yang tersirat dalam alam (alkaun). Surat yang paling akhir diturunkan adalah surah Al- Maidah ayat 3. Al-Quran sebagai sumber hukum dan pedoman hidup bagi pemeluk islam, jika dibaca menjadi ibadah kepada Allah SWT. Dengan keterangan tersebut, maka firman Allah yang diturunkan kepada nabi Musa AS dan Isa AS, serta nabi-nabi yang lain tidak dinamakan Al- quran. Demikian juga firman Allah yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW, yang jika dibacanya bukan sebagai ibadah seperti hadist Qudsi tidak pula dinamakan Al-Quran. Kata Al-Quran sendiri menurut bahasa berarti bacaan atau yang dibaca yang berasal dari kata Qaraa. Dalam nama ini terkandung pengertian bahwa Al-Quran bagi umat islam merupakan bacaan harian. Karena merupakan ibadah bagi pembacanya. Oleh sebab itu, setiap muslim harus bisa memabaca Al-Quran, walaupun belum bisa mengungkap isinya. Selain Al-Quran wahyu ini diberikan nama-nama lain oleh Allah yaitu : (a) Al-kitab yang berarti tulisan atau yang ditulis karna ayat-ayat Al-Quran itu tertulis, terdiri dari huruf , kalimat, dan auat-ayat. Penamaan Al-Quran sebagai Al-kitab ini diungkapkan dalam firman Allah : (Q.S. Al-kahfi, 18:1). (b) Al-furqan yang berarti pembeda atau pemisah. Dengan membaca dan memahami Al-Quran, orang dapat membedakan dan memisahkan antara hak dan batil. Penamaan Al-Quran dengan Al- Furqan dinyatakan dalam firman Allah : (Q.S. Al-furqan). (c) Al-kalam berarti ucapan, yang menunjukan bahwa Al-Quran selurunya ucapan Allah, terdapat pada (Q.S. At-Taubah, 9:6).
  • 3. (d) Az-zikra berarti peringatan, karena Al-Quran mengingatkan manusia akan posisinya sebagai makhluk Allah yang memiliki tanggung jawab. Nama ini menunjukkan fungsi Al-Quran selaku motivasi amal yaitu agar manusia beramal baik dan konsisten dengan kebajikan. (e) Al-Qusas, berarti cerita-cerita yang menunjukkan tentang cerita nyata masyarakatpada masa silam bahkan sejak kejadian manusia pertama kali. Terdapat pada (Q.S. Ali Imran, 3:62) (f) Alhuda berarti petunjuk yakni menunjukkan fungsi Al-Quran selaku petunjuk yang hanya dengannya manusia dapat mencapai keridaan Allah. Terdapat pada (Q.S. At-Taubah, 9:33) (g) Almauizah berarti nasihat yang menunjukkan bahwa semakin didekati Al-Quran semakin menjadi teman dialog dengan nasihat-nasihatnya yang menyejukkan. (Q.S. Yunus, 10:57). (h) Asy-Syifa berarti obat atau penawar jiwa yang apabila benar-benar menghayati Al-quran dan mengamalkannya secara konsisten (Q.S. Al-Israa, 17:82). (i) An-Nur berarti cahaya yang menunjukkan bahwa Al-Quran memantulkan cahaya Tuhan dan karenanya ia mampu menembus bungkus jasad manusia dan menyinari rongga dadanya. Apabila manusia itu sendiri sanggup merespon Al-Quran dengan baik. (Q.S. An-Nisaa’, 4:174) . (j) Ar-Rahmah berarti karunia (Q.S. An-Naml, 27:77). 2. Baris-Baris Besar Isi Al-Quran a. Tauhid b. Pokok-pokok peraturan atau hukum, yaitu aturan tentang hubungan dengan Allah, antar manusia dan hubungan manusia dengan alam. c. Janji dan ancaman d. Pokok-pokok aturan tingkah laku didalam hidup pergaulan bermasyarakat. e. Petunjuk dasar tentang tanda-tanda alam yang menujukkan kebesaran Allah sebagai pencipta. f. Inti sejarah orang-orang yang tunduk kepada Allah. 3. Dasar-dasar Al-Quran Dalam Membuat Hukum Al-Quran selalu berpedoman kepada dua hal yaitu : a. Tidak memberatkan Sebagaimana firman Allah (Q.S. Al-Baqarah, 2:286) Artinya: “Allah tidak membebani seseorang malainkan sesuai dengan kesanggupannya”. Dan (Q.S. Al-Baqarah, 2:185)
  • 4. Artinya : “Allah menghendaki kelonggaran bagimu dan tidak menghendaki kesempitan bagimu”. Dengan dasar-dasar itulah kita boleh : (a) MengQashar shalat (dari empat menjadi dua raka’at) dan menjama’ (mengumpulkan 2 shalat) yang apabila dalam bepergian sesuai dengan syarat-syaratnya. (b) Boleh bertayammum sebagai ganti wudhu. (c) Boleh tidak berpuasa apabila dalam bepergian. b. Berangsur-Angsur Ayat-ayat Al-Quran turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan dan 22 hari. Pada periode Mekah (Ayat Makiyah) sebanyak 4.780 ayat (86 surat) dan periode Madinah (Ayat Madaniyah) sebanyak 1.456 ayat (28 Surat). Ayat Makiyah pada umumnya ayat-ayatnya pendek- pendek, isinya mengedepankan kepercayaan meletakkan kaidah-kaidah umum syariah (peraturan) dan akhlak. Sedangkan ayat Madaniyah tentang ibadah maupun muamalah dan akhlak. Al-Quran telah membuat hukum-hukum dengan berangsur-angsur, misalnya larangan minum-minuman keras dan perjudian, sebagamana firman Allah : (Q.S. Al-Baqarah, 2:219). Lalu datanglah fase yang kedua dari fase yang mengharamkan khamar itu, yaitu dengan jalan mengharamkannya sesaat sebelum shalat dan bekas-bekasnya harus lenyap sebelum shalat. dengan firman Allah (Q.S. An-Nisa’, 4:43). Kemudian datanglah fase terakhir yaitu larangan keras terhadap arak dan judi, setelah banyak orang-orang yang meninggalkan kebiasaan itu dan setelah turun ayat yang pertama dan yang kedua, yaitu Firman Allah : (Q.S. Al-Maidah ayat 90) 4. Al-Quran : Mukjizat Nabi Muhammad SAW Mukjizat menurut bahasa berarti melemahkan. Al-Quran sebagai mukjizat menjadi bukti kebenaran Muhammad selaku utusan Allah yang membawa misi universal, risalah akhir, dan syariah yang sempurnabagi manusia. Ia menjadi dalil/argumentasi yang mampu melemahkan segala argument yang dibuat manusia untuk mengingkari kebenaran Muhammad selaku Rasulullah. (Q.S. Al-Baqarah, 2:23)
  • 5. Kemukjizatan Al-Quran secara umum meliputi aspek-aspek : a. Aspek bahasa Al-Quran Terletak pada susunan huruf-huruf dan kata-kata Al-Quran terajut secara teratur dan adanya keserasian bahasa Al-Quran dengan akal dan perasaan manusia. Sehingga Al-Quran membawakan dalil-dalil dengan mengetuk hati, menyenangkan perasaan manusia dan menyejukkan hati (Q.S. Fus-Silat, 41:39). b. Aspek Sejarah Kedudukan, peran, proses perjuangan, dan ketabahan para rasul Allah mulai dari adam hingga Isa serta kondisi umat yang dihadapi mereka, dikisahkan Al-Quran diantaranya : nabi Adam (Al- Baqarah, 2:30-37) dan Nabi Isa (Maryam, 19:17-34) c. Syarat tentang ilmu pengetahuan Al-Quran berbicara mengenai hukum-hukum alam: diantaranya persoalan-persoalan biologi, farmasi, astronomi, dan geografi. d. Konsistensi ajaran selama proses penurunan yang panjang tidak ada pada Al-Quran nilai-nilai dan hukum yang saling berlawanan, karena ia datang dari Allah. (Q.S. An-Nisaa’, 4:82). Ummi (umi) yaitu tidak pandai membaca dan menulis. Dan Muhammad SAW adalah seorang dari umumnya masyarakat dikala itu yang umi. Namun demikian, ia dikenal oleh masyarakat lantaran pribadinya yang mulia. ((Q.S. Al-Ankabut, 29:48). 5. Komitmen Terhadap Al-Quran Ada empat sikap yang menunjukkan komitmen muslim terhadap Al-Quran: a. Mengimani Al-Quran (Q.S. An-Nisaa’, 4:136) b. Mempelajari Al-Quran (Q.S. Al-A’raf, 7:204) c. Mengamalkan Al-Quran (Q.S. An-Nur, 24:51) d. Mendakwahkan Al-Quran (Q.S. Ali-Imran, 3:110). B. Al-Hadits
  • 6. Sumber nilai islam setelah Al-Quran adalah Al-Hadist, yaitu hal-hal yang datang dari Rasulullah baik dalam ucapan, perbuatan, maupun persetujuan (taqrif). Hadits da yang berkaitan dengan syara’ (hadits tasyri) yaitu hadits yang datangnya Rasulallah dan hadits yang tidak berkaitan dengan syara’ (hadits ghairu tasyri’) yaitu tentang sifat kemanusiaan nabi, seperti cara duduk. Hal ini di dasarkan kepada pengakuan bahwa Muhammad sebagai Rasul dan sebagai manusia biasa (Q.S. Al-Kahfi;440). Keterkaitan antara Al-Hadits dengan Al-Quran adalah sebagai berikut : 1. Hadits menguatkan hukum yang telah ditetapkan Al-Quran. 2. Hadits memberikan rincian terhadap pernyataan Al-Quran yang bersifat umum. 3. Hadits membatasi kemutlakan Al-Quran 4. Hadist memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al-Quran. 5. Hadits menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan Al-Quran. Menurut Muhammad, Ajaj Al-Khatib (1975) bahwa secara etimologi, makna sunnah (sunah) berarti cara, jalan, kebiasaan, dan tradisi. Menurut istilah syara’ ialah perkataan (Sunnah Qauliyah), perubuatan (Sunnah Fi’liyah) maupun ketetapa/keizinan (sunnah taqriyah) Nabi Muhammad SAW. a. Pembagian As-Sunnah 1. Sunnah Qauliyah yaitu sabda-sabda Rasulullah yang menerangkan hukum-hukum agama dan maksud isi Al-Quran serta berisi peradaban, hikmah, ilmu pengetahuan dan anjuran berakhlak mulia. Sunnah Qauliyah sering juga disebut “Khabar”, atau hadits. Khabar ditinjau dari sedikit atau banyaknya orang yang meriwayatkan atau sudut sanadnya dibagi dua : (a) Khabar Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan sejumlah orang yang secara terus menerus tanpa putus dan khabar mutawatir ada dua : (1) Mutawatir lafdhi ialah mutawaitr yang lafadh-lafadh haditsnya sama atau hamper sama. (2) Mutawatir ma’nawi ialah yang di dalam kata dan artinya berbeda-beda, tetapi dapat diambil dari kumpulannya satu ma’na yang umum, yakni satu ma,na dan tujuan. Khabar mutawatir mempunyai syarat-syarat sebabab : 1. Mereka yang memberitahukan itu benar mengetahui kenyataan dengan cara lihat atau mendengar sendiri.
  • 7. 2. Jumlah orang-orangnya harus jumlah yang menurut adat tidak mungkin berbuat dusta, tak usah dengan jumlah yang terbatas, misalnya 7 atau 12 orang, asal saja dapat memberikan pengetahuan ilmu dlaruri, yakni mau tidak mau mesti dapat diterimanya tak dapat ditolak. 3. Mesti sama banyak rawinya dari permulaan sanad-sanad sampai akhir sanad-sanad. Misalnya lapisan pertama 400 orang, dipertengahan sanadnya 90 orang dan di akhir sanadnya 110 orang. Yang dimaksud persamaan banyak, bukan persamaan bilangan, maka tidak mengapa kalau diantara lapisan-lapisan terdapat kurang sedikit. (b) Khabar ahad ialah hadits yang perawi-perawinya tidak mencapai syarat-syarat perawi hadits mutawatir. Khabar ahad terbagi atas tiga, ditinjau dari banyak sedikitnya yang meriwatkannya (sudut sanadnnya) ialah : (1) Hadits masyhur, yaitu yang diriwatkannya oleh paling sedikit tiga orang, meskipun hanya dalam satu lingkaran, dan tidak sampai kepada derajat mutawatir. (2) Hadits aziz yaitu hadits yang diriwayatkan oleh dua atau tiga orang dalam tingkatan itu. (3) Hadits gharib yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang saja, baik di awal sanad maupun ditengah-tengahnya. Khabar ahad jika ditinjau dari segi kwalitetnya, yakni: (1) Sanadnya tidak terputus-putus (2) Orang yang meriwayatkan bersifat adil. (3) Tidak bercacat orangnya dan isi haditsnya dengan cacat yang membahayakan. (4) Keadaannya tidak dibenci dan ditolak oleh ahli-ahli hadist. sifat-sifat orang yang meriwayatkannya, maka terbagi tiga : (1) Hadits shahih, yakni hadits yang mempunyai syarat hukum bukhari dan muslilim. (2) Hadits hasan, yaitu hadits yang memenuhi syarat hadits syahih, tetapi orang yang meriwayatkan kurang kuat ingatanya. Disini boleh diterima sekalipun tingkatan hafalannya agak kurang sempurna, asal tidak berpenyakit yang membahayakan. (3) Hadits dha’if yaitu hadits yang tidak lengkap syaratnya yakni tidak memenuhi syarat yang terdapat dalam hadits shahih dan hadits hasan.
  • 8. 2. Sunnah F’Liyah yaitu perbuatan Nabi Muhammad SAW, yang menerangkan car melaksanakan ibadah, misalnya cara berwudhu’, shalat dan sebagainya. Sunnah fi’liyah terbagi sebab : (a) Pekerjaan Nabi SAW yang bersifat gerakan jiwa, gerakan hati, gerakan tubuh namun perbuatan ini tidak ada hubungannya dengan suruhan, larangan atau tauladan. (b) Perbuatan Nabi SAW yang bersifat kebiasaan seperti : cara makan, tidur dan sebagainya. Perbuatan ini tidak ada hubungannya dengan larangan dan tauladan, kecuali kalau ada anjuran Nabi untuk mengikuti cara tersebut. (c) Perbuatan Nabi SAW, yang khusus untuk beliau sendiri. Misalnya : menyambung puasa dengan tidak berbuka dan beristri lebih dari empat. (d) Pekerjaan yang bersifat menjelaskan hukum yang mujmal, seperti : shalatnya dan hajinya. Sabdanya : “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”. (H.R. Bukhari). (e) Pekerjaan yang dilakukan terhadap orang lain sebagai hukuman, seperti : menahan orang, atau mengusahakan milik orang lain. (f) Pekerjaan yang menunjukkan kebolehan saja, seperti : berwudhu’ dengan satu kali, dua kali dan tiga kali. 3. Sunnah dTaqririyah yaitu bila Nabi SAW, mendengar sahabat mengatakan sesuatu perkataan atau melihat mereka memperbuat sesuatu perbuatan, lalu ditetapkan dan dibiarkan oleh Nabi SAW, dan tiada ditegurnya atau dilarangnya, maka yang demikian yang dinamai sunnah ketetapan Nabi (taqdir). Syarat sah taqdir ialah orang yang dibiarkannya itu benar-benar orang yang tunduk kapada syara’, bukan orang kafir atau munafik. Contoh taqdir antara lain : membiarkan dzikir dengan suara keras sesudah shalat. Selain itu juga ada Sunnah Hammiyah ialah sesuatu yang dikehendaki Nabi tetapi belum jadi dikejakan. Misalnya beliau ingin melakukan puasa pada tanggal 9 muharram, tetapi belum dilakukan beliau telah wafat. b. Kedudukan As-Sunnah
  • 9. 1. Pengalaman As-sunnah sebagai konsekuensi iman kepada Rasul, perintah Allah mengenai keimanan kepada Rasulullah Muhammad SAW antara lain terdapat pada (QS. An-Nisaa’, 4:136) 2. Keterangan Al-Quran tentang rasul Dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang menyatakan posisi rasul dalam syariat islam yakni sebagai contoh dan tauladan. Terungkap dalam (QS. Ali Imran, 3:164), (QS. An-Nahl, 26:44), (QS. An-Nahl, 16:64), (QS. Al-Ahzab, 33:21), (Al-Hasyr, 59:7). 3. Pernyataan Rasulullah mengenai As-Sunnah Rasulullah menerangkan keberadaab dirinya sebagai sumber agama, anatara lain : “Ketahuilah, sesungguhnya aku telah diberi Al-Kitab dan sesuatu sejenisnya”. (Hadits riwayat Abu Daud dr Al-Miqdan bin Ma’di Kariba). 4. Ijmak sahabat untuk mengamalkan As-Sunnah para sahabat menjadikan sunnah Rasul sebagai pijakan untuk memperoleh penjelasan dan perincian dalil-dalil Al-Quran yang bersifat umum. 5. Keberadaan Al-Quran mengharuskannya adanya as-sunnah sebagian besar hukum-hukum di Al-Quran, diaplikasikan dan merujuk kepada penjelasan teoritis maupun praktis dari Rasulullah. c. Posisi As-Sunnah dalam Syariat Islam As-Sunnah menempati tempat kedua setelah Al-Quran. Karena dari segi periwayatannya Al- Quran bersifat Qati dan wujud (kualitas periwayatan yang bersifat pasti), dan As-Sunnah bersifat zanni Al-wujud (bersifat relatif). d. Fungsi As-Sunnah terhadap Al-Quran 1. As-Sunnah sebagai penguat Al-Quran Al-Quran menyebutkan suatu kewajiban dan larangan, lalu Rasul dalam sunnahnya menguatkan kewajiban dan larangan tersebut. Contoh: Allah berfirman dalam (QS. An-Nisaa’ 4:136), sehingga dikuatkan oleh As-Sunnah antara lain (Hadits riwayat Muslim dari Umar Bin Khatab). 2. As-sunnah sebagai penjelas Al-Quran As-Sunnah memberikan penjelasan terhadap ayat Al-Quran, antara lain : (QS. Al-Baqarah, 2:238) “Peliharalah semua Shalat (mu) dan (peliharalah) Shalat wusta” Yang dimaksud dengan shalat wusta, dijelaskan oleh As-Sunnah yaitu Shalat Ashar.
  • 10. 3. As-Sunnah sebagai pembuat Hukum Sunnah menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Quran misalnya Al-Quran menyebutkan empat macam makanan yang haram dalam firman-Nya (QS. Al-Maaidah, 5:3) lalu As-Sunnnah datang dengna ketetapan baru. “dari Ibnu Abbas, ia berkata : Rasulullah melatrang (memakan) setiap binatang buas yang bertaring dan burung yang berkaki penyambar”. (HR. Muslim dr Ibnu Abbas). Pengertian dan fungsi Al-quran dan Hadits PENGERTIAN AL-QURAN Secara Etimologi Al Qur'an merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro’a (‫)أرق‬ yang bermakna Talaa (‫)الت‬ keduanya berarti: membaca, atau bermakna Jama’a (mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-’a Qor’an Wa Qur’aanan (‫أرق‬ ‫ق‬ .(‫ا‬ ‫رآن‬ ‫وق‬ ‫رءا‬ Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Maf’uul, artinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama’a) maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, artinya Jaami’ (Pengumpul, Pengoleksi) karena ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum. Sedangkan secara terminologi Al-Quran adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para rasul. Hal ini juga senada dengan pendapat yang menyatakan bahwa Al-Qur'an kalam atau wahyu Allah yang diturunkan melalui perantaraan malaikat jibril sebagai pengantar wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di gua hiro pada tanggal 17 ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia 41 tahun yaitu surat al alaq ayat 1 sampai ayat 5. Sedangkan terakhir alqu'an turun yakni pada tanggal 9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni surah almaidah ayat 3. Allah ta’ala menyebut al-Qur’an dengan sebutan yang banyak sekali, yang menunjukkan keagungan, keberkahan, pengaruhnya dan universalitasnya serta menunjukkan bahwa ia adalah pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya. FUNGSI AL-QURAN 1.Petunjuk bagi Manusia. Allah swt menurunkan Al-Qur’ansebagai petujuk umar manusia,seperti yang dijelaskan dalam surat (Q.S AL-Baqarah 2:185 (QS AL-Baqarah 2:2) dan (Q.S AL-Fusilat 41:44) 2. Sumber pokok ajaran islam.
  • 11. Fungsi AL-Qur’an sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui kebenarannya oleh segenap hukum islam.Adapun ajarannya meliputi persoalan kemanusiaan secara umum seperti hukum,ibadah,ekonomi,politik,social,budaya,pendidikan,ilmu pengethuan dan seni. 3. Peringatan dan pelajaran bagi manusia. Dalam AL-Qur’an banyak diterangkan tentang kisah para nabi dan umat terdahulu,baik umat yang taat melaksanakan perintah Allah maupun yang mereka yang menentang dan mengingkari ajaran Nya.Bagi kita,umat uyang akan datang kemudian rentu harus pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah yang diterangkan dalam Al-Qur’an. 4. Sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw Turunnya Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh nabi Muhammad saw. Al- Qur'an adalah wahyu Allah yang berfungsi sebagai mu'jizat bagi Rasulullah Muhammad saw sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim dan sebagai korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang sebelumnya, dan bernilai abadi. Sebagai mu'jizat, Al-Qur'an telah menjadi salah satu sebab penting bagi masuknya orang-orang Arab di zaman Rasulullah ke dalam agama Islam, dan menjadi sebab penting pula bagi masuknya orang-orang sekarang, dan ( insya Allah) pada masa-masa yang akan datang. Ayat- ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dapat meyakinkan kita bahwa Al-Qur'an adalah firman-firman Allah, tidak mungkin ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw yang ummi. Demikian juga ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang kekuasaan di Mesir, Negeri Saba'. Tsamud, 'Ad, Yusuf, Sulaiman, Dawud, Adam, Musa dan lain-lain dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen dan lain-lain juga menjadi bukti lagi kepada kita bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah SWT. Bahasa Al-qur'an adalah mu'jizat besar sepanjang masa, keindahan bahasa dan kerapihan susunan katanya tidak dapat ditemukan pada buku-buku bahasa Arab lainnya. Gaya bahasa yang luhur tapi mudah dimengerti adalah merupakan ciri dari gaya bahasa Al-Qur'an. Karena gaya bahasa yang demikian itulah ‘Umar bin Khattab masuk Islam setelah mendengar Al-Qur'an awal surat Thaha yang dibaca oleh adiknya Fathimah. Bahkan Abu Jahal musuh besar Rasulullah, sampai tidak jadi membunuh Nabi karena mendengar surat adh-Dhuha yang dibaca Nabi. PENGERTIAN HADITS Menurut bahasa hadits adalah jadid, yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti khabar, artinya berita, yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Selain itu, hadits juga berarti qarib, artinya dekat, tidak lama lagi terjadi. Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya adalah “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun ketetapannya.”
  • 12. Adapun menurut muhadditsin, hadits itu adalah “Segala apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik itu hadits marfu’(yang disandarkan kepada Nabi), hadits mauquf (yang disandarkan kepada sahabat) ataupun hadits maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’in). [KREAT,2012] FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QURAN Al-Qur’an merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan Alloh. Kitab Al-Qur’an adalah sebagai penyempurna dari kita-kitab Alloh yang pernah diturunkan sebelumnya. Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam dan merupakan rujukan umat Islam dalam memahami syariat. Pada tahun 1958 salah seorang sarjana barat yang telah mengadakan penelitian dan penyelidikan secara ilmiah tentang Al-Qur’an mengatan bahwa : “Pokok-pokok ajaran Al-Qur’an begitu dinamis serta langgeng abadi, sehingga tidak ada di dunia ini suatu kitab suci yang lebih dari 12 abad lamanya, tetapi murni dalam teksnya”. (Drs. Achmad Syauki, Sulita Bandung, 1985 : 33). Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an meliputi tiga fungsi pokok, yaitu : 1. Menguatkan dan menegaskan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an. 2. Menguraikan dan merincikan yang global (mujmal), mengkaitkan yang mutlak dan mentakhsiskan yang umum(‘am), Tafsil, Takyid, dan Takhsis berfungsi menjelaskan apa yang dikehendaki Al-Qur’an. Rasululloh mempunyai tugas menjelaskan Al-Qur’an sebagaimana firman Alloh SWT dalam QS. An-Nahl ayat 44: “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”(QS. An-Nahl : 44 3. Menetapkan dan mengadakan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Hukum yang terjadi adalah merupakan produk Hadits/Sunnah yang tidak ditunjukan oleh Al-Qur’an. Contohnya seperti larangan memadu perempuan dengan bibinya dari pihak ibu, haram memakan burung yang berkuku tajam, haram memakai cincin emas dan kain sutra bagi laki-laki. [TATAN,2012]
  • 13. Sikap Orang-orang Mukmin terhadap al-Qur’an Tafsir Surat al-Baqarah ayat 1-5 Terjemah: Alif Laam Miim (1); Kitab ini tidak ada yang diragukan, petunjuk bagi mereka yang bertakwa (2); Yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib, menegakkan shalat dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan (3); Mereka juga beriman kepada kitab yang Kami turunkan kepadamu dan yang diturunkan sebelum kamu, mereka juga yakin akan datangnya hari Akhirat (4); Mereka itulah yang berada pada petunjuk Allah dan merekalah orang-orang yang berbahagia (5). [Qur’an Karim dan Terjemahan Artinya, UII Press Yogyakarta] PENDAHULUAN Menurut ijma’ ulama, surat al-Baqarah seluruhnya tergolong madaniyyah. Sebagian ulama berpendapat bahwa sebagian ayat dari surat al-Baqarah diturunkan pada waktu Rasulullah saw. melaksanakan haji wada’, dan menurut suatu riwayat, sebagian besar surat al-Baqarah diturunkan pada permulaan hijrah. Surat ini termasuk surat yang terpanjang, terdiri dari 286 ayat, sebagaimana tertulis dalam mushaf. Surat ini diletakkan di permulaan al-Qur’an sesudah surat al- Fatihah. Kemudian disusul dengan tujuh surat yang panjang, yaitu: Ali ‘Imran (madaniyyah). An-Nisa (madaniyyah), al-Maidah (madaniyyah), al-An’am (makkiyyah), al-A’raf (makkiyyah), al-Anfal (madaniyyah) dan at-Taubah (madaniyyah). Sebelum memulai penafsiran surat ini (al-Baqarah), kita lihat lebih dahulu kandungan surat tersebut secara garis besar. Kandungan surat tersebut antara lain ialah: 1. Aqidah, sebagaimana diungkapkan pada ayat: 110, 178-179, 181-183, 187-190, 195-196, 203, 215, 218-228, 237, 241, 252, 275, 280, 282-283, dan pada ayat lainnya.
  • 14. 2. Syariah, sebagaimana disebutkan pada ayat: 110, 178-179, 181-183, 187-190, 195-196, 203, 215-216, 218-228, 237, 241, 252, 254, 262, 275, 280, 282-283, dan ayat lainnya. 3. Kisah-kisah umat terdahulu dan lain-lain, sebagaimana disebutkan pada ayat: 124-141, 243-251 dan 258-260. Tafsir Mufradat 1. Alif lam mim (‫ل‬ٓ‫ل‬ ‫,)ا‬ adalah huruf abjad yang terletak pada permulaan surat, karena itulah huruf-huruf tersebut dinamakan juga fawatihus-suwar (pembuka surat-surat). Huruf- huruf sejenis itu merupakan siri khas golongan surat Makkiyah (surat-surat yang diturunkan sebelum Nabi saw. hijrah ke Madinah). Dalam al-Qur’an terdapat beberapa bentuk fawatihus-suwar yang berbeda-beda. Diantaranya terdiri dari satu huruf, seperti terdapat pada permulaan surat-surat: Sad (38), Qaf (50), dan al- Qalam (68), masing-masing dimulai dengan huruf Sad, Qaf, dan Nun. Sepuluh surat dibuka dengan fawahitus-suwar yang terdiri dari dua huruf, tujuh surat diantaranya dengan bentuk yang sama, yaitu Ha dan Mim, maka surat-surat tersebut dinamakan Hawamim, sekalipun dalam surat tersebut terdapat juga fawahitus-suwar dengan bentuk yang lain, yaitu ‘Ain Sin, Qaf. Tiga surat lainnya dengan huruf yang berbeda, yaitu: Ta Ha pada surat 20, Ta Sin pada surat 27 dan Ya Sin pada surat 36. Adapun fawahitus-suwar yang terdiri dari tiga huruf dapat ditemukan pada 13 surat. Enam di antaranya terdiri dari Alif Lam Mim, yaitu pada surat-surat: 2, 3, 29, 30, 31, dan 32. Lima di antaranya terdiri dari Alif Lam Ra, yaitu pada surat-surat: 10, 11, 12, 14, dan 15. Pada dua surat lainnya terdiri dari Ta Sin Mim, yaitu pada surat 26 dan 28. Fawatihus-suwar yang terdiri dari empat huruf dapat ditemukan pada surat al-A’raf (7), terdiri dari huruf: Alif Lam Mim Sad dan pada surat ar-Ra’d (13) terdiri dari huruf: Alif Lam Mim Ra. Adapun fawatihus-suwar yang terdiri dari lima huruf terdapat pada surat Maryam (19), yaitu terdiri dari Kaf Ha Ya A’in Sad. Maka jumlah fawatihus-suwar seluruhnya adalah 29. (Subhi as-Salih, 1972, Mabahis fi Ulum al- Qur’an, halaman 236). Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa huruf-huruf tersebut mempunyai makna tanbih (peringatan), untuk membangkitkan perhatian orang sehingga mudah dipahami apa yang akan disampaikan kepadanya. (al-Maraghi, I:39). 2. Al-Kitab (‫ل‬ۡ‫ڪ‬ِ‫ت‬َ ‫ـ‬ٰ ‫ب‬ُ), bentuk masdar, dengan arti al-Maktub (yang tertulis). Dimaksudkan dengan al-Kitab pada ayat tersebut, ialah al-Kitab yang dikenal oleh Nabi saw., yang dijanjikan Allah untuk memperkuat risalahnya dan menjamin memberikan bimbingan kepada kepada orang yang mencari kebenaran serta memberikan bimbingan kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam al-Qur’an, kata tersebut dengan berbagai kata turunannya diulang sebanyak 261 kali. 3. Al-Muttaqun, bentuk jamak dari al-Muttaqi (orang yang bertaqwa), berasal dari al-Ittiqa’ (batas antara dua benda). Orang yang bertaqwa seakan-akan membuat batas antara perintah Allah dan larangan-Nya, membuat batas antara dia dan siksa Ilahi. Dalam al-
  • 15. Qur’an, kata tersebut dengan berbagai turunannya diulang sebanyak 258 kali yang bervariasi sesuai dengan susunannya 4. Yu’minun, bentuk mudari’, bentuk masdar-nya al-Iman (iman, percaya). Al-Iman yang diwajibkan Allah kepada hamba-Nya, yang dijanjikan dengan pahala surga dan selamat dari neraka, ialah meyakini kebenaran Rasulullah saw dengan keyakinan yang pasti tentang ajaran yang dibawa dari Allah swt. dan mengetahui ajaran yang dibawanya dengan keyakinan serta ketundukan hati, seperti: iman kepada Allah swt., para Malaikat- Nya, Kitab-kitab-Nya, Utusan-utusan-Nya, Hari akhir, Qadha dan Qadar, kewajiban salat dan ibadah-ibadah Islamiyah lainnya, seperti: zakat, puasa, haji bagi yang mampu, keharaman membunuh manusia yang dilindungi secra zalim, zina dan perbuatan dosa lainnya. (Husein Afandi, 1959, al-Husun al-Hamidiyah: 7). Tafsir Ayat Pada ayat tersebut digunakan isim isyarah (kata petunjuk): Dzalika (itu), yang biasanya dipergunakan untuk benda, waktu atau hal yang jauh, padahal Kitab yang ditunjukadalah dekat, mengandung makna pengagungan dan pemuliaan terhadap al-Kitab tersebut adalah suci yang diterima dari Allah swt. Mengapa pada ayat tersebut disebutkan al-Kitab, padahal wahyu Allah belum diturunkan secara keseluruhan? Rasyid Rida berpendapat bahwa yang demikian itu untuk memberikan isyarat bahwa Allah akan memenuhi janjinya untuk menyempurnakan al-Kitab. Sebenarnya tidaklah menjadi masalah menyebutkan al-Kitab, sekalipun belum sempurna turunnya, sebab ternyata sebelum diturunkannya permulaan surat al-Baqarah, telah diturunkan sejumlah besar dari ayat- ayat al-Qur’an, dan Rasulullah saw. telah menyuruh agar ditulis dan dihafalkan. (Rasyid Rida, 1: 123). Mengapa pada ayat tersebut disebutkan al-Kitab, padahal wahyu Allah belum diturunkan secara keseluruhan? Rasyid Rida berpendapat bahwa yang demikian itu untuk memberikan isyarat bahwa Allah akan memenuhi janjinya untuk menyempurnakan al-Kitab. Sebenarnya tidaklah menjadi masalah menyebutkan al-Kitab, sekalipun belum sempurna turunnya, sebab ternyata sebelum diturunkannya permulaan surat al-Baqarah, telah diturunkan sejumlah besar dari ayat- ayat al-Qur’an, dan Rasulullah saw. telah menyuruh agar ditulis dan dihafalkan. (Rasyid Rida, 1: 123). Pada ayat tersebut ditegaskan bahwa tidak diragukan baik tentang diturunkannya dari Allah swt. maupun tentang hidayahnya bagi seluruh manusia, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya: ‫ـ‬‫ن‬‫ز‬ِ‫ر‬ ُ‫ـ‬‫ٱ‬ ‫ـ‬‫ڪ‬ِ‫ـ‬َ ‫ت‬ۡ‫ب‬ ‫ت‬‫ر‬ ‫ت‬َ ‫ـ‬ۡ‫ڪ‬ِ‫ت‬َ ‫ـ‬ٰ ‫ب‬ُ ‫ل‬ ‫ـ‬‫ب‬ ‫ت‬ِّ ‫ُِت‬‫ـ‬‫ـ‬‫ت‬‫ل‬‫ڪ‬ِ‫ت‬‫ي‬‫ب‬ُ Turunnya al-Qur’an yang tidak ada keraguan di dalamnya, (adalah) dari Tuhan semesta alam (Qs. as-Sajdah/32: 2). Sebagai bukti bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah swt., antara lain ialah, ketinggian balagah dan uslubnya yang tidak adapt ditandingi oleh siapapun hingga sekarang, dan ketika itu orang-
  • 16. orang musyrikin telah ditantang untuk membuat satu surat yang sebanding dengan al-Qur’an, namun sama sekali tidak mampu membuatnya, sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya: ‫و‬‫ـ‬َ ‫ٓب‬‫ل‬َ ‫ل‬ُ ۡ‫ـ‬‫ف‬ ‫ت‬‫و‬ ‫ر‬‫ـ‬‫ڪ‬‫ـ‬‫ل‬‫ب‬ٍ۬‫ـ‬‫ن‬‫ٱ‬ ُ‫ـ‬‫ن‬‫ٱ‬ َ‫ز‬َّ ‫ت‬‫نر‬‫ل‬‫ا‬‫ـ‬‫ع‬ ‫ل‬‫ا‬‫ن‬‫ل‬ِّ‫ب‬َ‫ت‬َ ‫تا‬‫ن‬‫ـ‬ ‫ب‬َ‫ت‬ۡ ‫ڪ‬‫و‬‫ت‬‫ل‬‫ت‬ۡ ‫تا‬ ‫ب‬ ِ‫تب‬‫ن‬ ‫ا‬ِ‫ـ‬‫ـ‬‫ن‬‫ٱ‬ َ‫ز‬ۡ‫ب‬ ‫ت‬‫ر‬ ‫ُِت‬‫ـ‬‫ق‬‫ـ‬ ‫ڪ‬ِ‫ت‬‫ش‬ ‫ٓب‬‫ل‬َ ‫ل‬‫ء‬ ۡ‫ـ‬‫ف‬ ‫ـ‬ ُِِّ ‫ـ‬ۡ‫لو‬ِ ُ‫ـ‬‫ن‬‫ٱ‬ ٓ‫ل‬‫ء‬‫ت‬‫ء‬‫ل‬‫ا‬‫ت‬ ‫ت‬ۡ‫ل‬‫ص‬ ‫ل‬‫ا‬‫ن‬‫ل‬ۡ‫ب‬ُِ ‫ت‬‫و‬ Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur’an itu dan ajaklah penolong- penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar (Qs. al-Baqarah/2: 23). Jelaslah bahwa ketinggian balagah al-Qur’an, uslubnya, maknanya, ilmunya, dan pengaruhnya terhadap jiwa orang yang beriman serta hidayahnya tidaklah mungkin diragukan. (Rasyid Rida, I: 124). Kemudian ayat tersebut ditutup dengan firman-nya: Hudan lil-muttaqin (sebagai hidayah bagi orang-orang yang bertaqwa). Hidayah yang dimaksudkan dalam ayat tersebut ialah bimbingan Allah kepada manusia ke jalan yang lurus dengan pertolongan yang sangat khusus dari Allah swt. Adapun yang dimaksudkan dengan al-Muttaqin. Ialah orang-orang yang menjaga diri dari sebab- sebab siksaan Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat. Menurut jumhur ulama, cara menjaga diri yang paling efektif ialah dengan mengerjakan semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya, dengan ikhlas hanya mencari keridaan Allah SWT. Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan, cara menjaga diri dari siksaan duniawi, harus menguasai ilmu tentang sunnah Allah, yaitu aturan-aturan Allah yang telah ditetapkan untuk mengatur alam ini, yang oleh para ahli disebut hukum alam. Misalnya, api itu mempunyai daya pembakar, matahari memancar sinar, dan sebagainya. Maka orang yang mengetahui bahwa api itu berbahaya, pasti ia akan berhati-hati terhadap api, jika ia mengetahui bahwa dalam peperangan harus mempersiapkan kekuatan, maka ia harus mempersiapkan mesin-mesin perang, di samping harus memasang siasat dan strategi perang, sebagaimana diungkapkan dalam firman- Nya: ‫لٓب‬ُ ِ‫لو‬ ‫ت‬ۡ ‫ت‬‫و‬ ‫ـ‬ ُِِّ ِ‫لو‬ ‫ت‬ۡ ‫ر‬‫ـ‬‫ڪ‬‫ـ‬‫ع‬ ‫لنۡت‬َ‫ـ‬‫ن‬ ‫ب‬‫ر‬‫ل‬ِّ ‫ـ‬ ‫ب‬ِ‫ت‬َ‫ب‬ُ ‫ـ‬ ‫ا‬‫ت‬‫ع‬ ‫ـ‬‫ن‬‫ر‬ ُ‫ـ‬‫ٱ‬ ‫ت‬‫و‬ َ‫ز‬َّ ِ‫ن‬‫ل‬‫ق‬ ُ‫ـ‬‫ن‬‫ٱ‬ ٓ‫ل‬َ‫ب‬‫ي‬‫ت‬ِ‫ت‬َ‫ب‬َُ ‫ا‬ِ‫ٱ‬ ٓ‫ل‬ۡ‫ت‬ ‫ل‬‫ا‬‫ُو‬ ‫ـ‬ۡ‫ت‬‫أ‬ ‫ت‬‫و‬ Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah dan musuhmu…. (Qs. al-Anfal/8: 60). Adapun untuk menjaga siksaan di akhirat, kita harus beriman, bertaqwa, bertawakkal, bertauhid, beramal salih, serta membersihkan diri dari segala macam kemusyrikan dan kemaksiatan. (Al- Maraghi, 1969, I: 41). Pada ayat berikutnya, Allah berfirman:
  • 17. ‫نۡت‬‫ل‬‫ي‬‫ـ‬َ ‫ل‬ ‫ٓب‬‫ل‬ۡ‫ڪ‬ِ‫ت‬ ‫ب‬‫ق‬‫ٱت‬‫ت‬‫ر‬ ‫ا‬ِ‫ـ‬‫ـ‬‫ٱ‬ ‫ت‬‫و‬ ‫ت‬َّ ‫ڪ‬‫ن‬‫ت‬‫ل‬ِ‫و‬ ُ ‫نۡت‬‫ل‬‫ـ‬ِ‫ـ‬‫ي‬‫ل‬ ‫ت‬‫و‬ ‫ـ‬ۡ‫ب‬ِ‫ت‬ ‫ب‬‫ز‬‫ـ‬‫ع‬ ‫نۡت‬‫ل‬ ‫ـ‬‫ٱ‬ ‫ب‬ ‫ل‬ ‫ُت‬ ‫ـ‬‫و‬ِ ُ Mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan salat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. (Qs. Al-Baqarah/2: 3) Pada ayat sebelumnya, Allah menegaskan bahwa tidak ada sedikit pun keraguan pada al-Qur’an, baik mengenai turunnya dari Allah maupun tentang hidayahnya bagi orang yang bertaqwa. Kemudian pada ayat ini, Allah menjelaskan sebagian tanda-tanda orang yang bertaqwa kepada Allah SWT, sebagai berikut: 1. Beriman kepada yang ghaib Beriman kepada yang ghaib yaitu meyakini adanya maujud yang di luar jangkauan indera, apabila ada petunjuk dari dalil yang kuat atau akal yang sehat. Orang yang mempunyai keyakinan seperti itu, akan mudah baginya membenarkan adanya Pencipta alam semesta. Dan apabila Rasul menjelaskan adanya alam yang hanya diketahui oleh Allah, seperti, Malaikat atau Hari Akhir, maka tidaklah sulit baginya membenarkannya, karena telah meyakini kebenaran Nabi Muhammad saw. Orang yang tidak meyakini adanya maujud yang berada di luar jangkauan indera, sulitlah baginya meyakini adanya adanya Pencipta alam semesta, dan amat kecil kemungkinannya menemukan jalan untuk mengajaknya kepada kebenaran. (Al-Maraghi, I:41). Rasyid Rida, dalam tafsirnya menjelaskan bahwa orang yang tidak beriman kepada Allah,tidaklah mungkin memperoleh hidayah dari al-Qur’an, maka ia harus diberi penjelasan dengan argumentasi yang rasional mengenai adanya Pencipta alam semesta ini. Kemudian dimantapkan keyakinannya bahwa al-Qur’an adalah wahyu dari Allah SWT. Oleh karena itulah pada ayat yang sedang dibahas ini Allah menegaskan, orang yang bertaqwa adalah orang yang beriman kepada yang gaib. (Rasyid Ridha, I:127). 2. Mendirikan salat Dalam bahasa Arab, ash-shalah, berarti ad-dua’ (berdoa), seperti disebutkan dalam firman-Nya: Fa Shalli ‘alaihim (berdoalah untuk mereka). (QS. at-Taubah (9): 103). Berdoa kepada Allah, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan atau dengan keduanya, memberikan pengertian bahwa orang yang berdoa mempunyai keperluan kepada-Nya sebagai rasa syukur terhadap kenikmatan yang telah dikaruniakan kepadanya atau sebagai permohonan agar terhindar dari bencana. Salat yang dilakukan menurut cara yang telah disyariatkan oleh Islam, merupakan cara yang paling baik untuk mengungkapkan rasa keagungan Allah dan kebutuhan yang amat besar kepada-Nya, jika dilakukan sesuai dengan cara yang telah ditetapkan, yaitu dilakukan dengan khusyu’ (merendah) dan khudu’ (merunduk), jika dilakukan tanpa khusyu’ dan tanpa khudu’, maka salat tersebut kosong dari ruh, sekalipun bentuk dan caranya telah memenuhi rukun dan syaratnya.
  • 18. Pada ayat di atas dipergunakan istilah yuqimuna-sholah (mendirikan salat), mengandung pengertian bahwa salat harus dilakukan dengan sempurna, tanpa kekurangan apapun, seperti mendirikan batang kayu dengan tegak lurus, tidak condong sedikitpun (al-Maraghi, I:42). Maka ketika mendirikan salat harus menghadirkan hati dalam semua bagian-bagiannya, ketika berdiri, ruku, sujud, dan duduk, dan disertai rasa takut kepada azab-Nya serta berusaha mendekatkan diri kepada-Nya, Allah pencipta alam semesta, seakan-akan melihat-Nya, sekalipun tidak dapat melihat-Nya, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis: َ‫ْن‬ َ‫ت‬َ‫ع‬ ‫ب‬ُ‫د‬َ‫ا‬َ‫ه‬ ‫ب‬‫ك‬ْ َ‫ت‬َ‫ك‬ ‫ت‬َ‫ب‬ََ‫ك‬ ‫ت‬‫ف‬َ‫إ‬ ‫ت‬ْ‫ا‬َ‫ه‬ ‫ب‬‫ك‬ْ َ‫ت‬َ‫ك‬ ‫ت‬‫د‬َََ‫ه‬ َ ‫ف‬َْ ََّ‫ب‬ُ‫ت‬‫ي‬َ‫ك‬ ‫ت‬ََْ Hendaklah menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, sekalipun kamu tidak dapat melihat-Nya, tetapi Allah melihatmu. (HR. al-Bukhari, I:11). Maka mendirikan salat harus memenuhi dua unsur: unsur ruh salat yaitu khusyu’ dan khudu’, dengan menghadirkan hati dalam semua geraknya, dan unsur tubuh salat, yaitu: berdiri, ruku’, sujud dan duduk dengan sempurna. Disamping itu, Allah juga memerintahkan agar dilakukan secara terus menerus, sebagaimana ditegaskan dengan firman-Nya: ‫نۡت‬‫ل‬‫ـ‬‫ن‬َ‫ل‬‫ا‬‫ت‬ِ ‫ٓب‬‫ـ‬‫ل‬‫ـ‬ِّ ‫ت‬ ‫ت‬‫ش‬ ‫ڪ‬‫و‬‫ت‬‫ل‬‫ت‬ۡ ‫ٓب‬‫ل‬‫ن‬ ‫ُت‬ ‫ـ‬‫و‬ِ ُ “Mereka yang tetap setiap mengerjakan salatnya” (Qs. al-Ma’arij/70: 23) Juga memerintahkan agar dilakukan tepat waktu: ‫ا‬َ‫ن‬ِّ‫ن‬‫ل‬‫ق‬ ‫ب‬‫ن‬ِ‫ٱ‬ ‫ا‬َ‫ن‬َ‫ڪ‬ِ‫ت‬َ‫ـ‬‫ء‬ ‫ُِت‬‫ـ‬ ‫ـ‬‫ٱ‬ ‫ب‬ ‫ل‬‫ـ‬‫ب‬ُ ‫و‬‫ت‬‫ل‬‫ت‬ۡ ‫ب‬‫تك‬‫ن‬‫ا‬‫ت‬‫ء‬ ‫ت‬َّ ‫ڪ‬‫ن‬‫ت‬‫ل‬ِ‫و‬ ُ ِۡ‫ـ‬‫ف‬ “Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” (Qs. an-Nisa/4: 103) Bahkan Allah memerintahkan agar selalu dilakukan secara berjama’ah, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya: ‫ُِت‬‫ـ‬‫ي‬‫ـ‬‫ء‬ُِ‫ر‬ ُ ‫ت‬‫ص‬‫ت‬‫ٱ‬ ‫ل‬‫ا‬‫ن‬‫ل‬‫ي‬‫ت‬‫ء‬ ‫ب‬‫ُر‬ ‫ت‬‫و‬ ‫ت‬َّ ‫ڪ‬‫ن‬‫ت‬‫ء‬ِ‫ب‬ ُ ‫ل‬‫ا‬‫ن‬‫ل‬ِّ‫ا‬‫ت‬‫ء‬ ‫ت‬‫و‬ ‫ت‬َّ ‫ڪ‬‫ن‬‫ت‬‫ل‬ِ‫و‬ ُ ‫ل‬‫ا‬‫ن‬‫ل‬‫ـ‬ِ‫ـ‬‫ق‬‫ت‬‫أ‬ ‫ت‬‫و‬ “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku” (Qs. al- Baqarah/2: 43) Dalam suatu hadis Rasulullah saw. bersabda: َ‫َل‬َ‫ة‬َ َ‫ل‬ ََ‫ع‬‫ت‬‫ت‬ََِ‫ت‬ ‫ف‬ْ‫ت‬َُُ‫ص‬ ‫ف‬‫ة‬َ ‫ت‬‫إ‬ْ َ‫ذ‬ ََِّ‫ب‬ ‫ب‬َ‫ب‬ْ‫ت‬ َ‫ك‬ ‫ََل‬ََِ‫ي‬ََ‫ت‬‫إ‬ْ ‫ب‬‫ذ‬ ََِّ‫ب‬ “(Pahala) salat berjama’ah melebihi salat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat” (HR. al- Bukhari riwayat dari Abdullah bin Imran. I: 78)
  • 19. Salat yang sempurna itulah yang mampu menjaga seseorang dari perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya: ُ ‫ت‬‫و‬ ‫ـ‬‫ء‬‫ل‬‫ا‬‫ت‬‫ل‬ ‫ب‬‫و‬‫ت‬َ‫ب‬ُ ‫ـ‬ُ‫ت‬ۡ ‫ڪ‬‫و‬‫ت‬ۡ‫ب‬‫ت‬ِّ ‫ت‬َّ ‫ڪ‬‫ن‬‫ت‬‫ل‬ِ‫و‬ ُ ِۡ‫ـ‬‫ف‬ ‫ـ‬‫ر‬‫ت‬‫ن‬ ‫ل‬‫ـ‬‫ب‬ “Sesungguhnya salat itu mencegah (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar (Qs. al-Ankabut/29: 45) Apabila akhir-akhir ini kita menyaksikan sebagian besar koruptor, pencuri, penipu, perampok, pencopet dan pelaku kejahatan lainnya adalah orang-orang yang rajin mengerjakan salat, maka kemungkinan besar mereka tidak melakukannya sesuai dengan petunjuk Allah swt. Karena itulah Allah swt juga mengancam orang-orang yang salat dengan ancaman yang sangat menakutkan, seperti ditegaskan dalam firman-Nya ‫ت‬‫ن‬‫ت‬َ) ‫ُِت‬‫ـ‬‫ن‬‫ل‬‫ت‬‫و‬‫ل‬‫ـ‬‫ب‬‫ل‬‫ـ‬‫ن‬ َ‫ن‬ ‫ب‬٤) ) ‫نۡت‬‫ل‬‫ن‬‫ا‬‫ت‬َ ‫ٓب‬‫ـ‬‫ل‬‫ـ‬ِّ ‫ت‬ ‫ت‬‫ش‬ ُ‫ت‬ۡ ‫ٓب‬‫ل‬‫ن‬ ‫ُت‬ ‫ـ‬‫و‬ِ ُ٥ ) ‫وۡت‬‫ل‬‫ء‬‫ل‬‫ا‬‫ت‬‫لر‬ ‫ٓب‬‫ل‬‫ن‬ ‫ُت‬ ‫ـ‬‫و‬ِ ُ٦) ) ‫نۡت‬‫ل‬ۡ‫ا‬‫ت‬‫ـ‬‫ب‬ُ ‫نۡت‬‫ل‬‫ي‬‫ت‬ ‫ـب‬‫ت‬ ‫ت‬‫٧و‬ “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, oramg-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang yang berguna” (Qs. al-Maun/107: 4-7) 3. Memberikan Infak Para mufassir berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan infaq pada ayat 3 al-Baqarah, adalah infak dalam arti umum, mencakup infak wajib dan infak tatawwu’ (sunnah). Huruf mim yang terdapat pada kalimat min ma razaqnahum, mengandung makna ba’diyah (sebagian), maka nafkah yang diperintahkan untuk dikeluarkan hanyalah sebagian harta yang dimiliki, tidak semuanya. Yang demikan itu dimaksudkan agar pemberian nafkah itu dilakukan dengan ikhlas, hanya mencari keridaan Allah semata dan karena bersyukur kepada Allah, bukan karena riya’ (pamer) atau mencari popularitas. (Rasyid Ridha, I:130). Mengeluarkan infak atau zakat memang belum mendapat perhatian dari kaum muslimin, padahal apabila infak atau sadaqah dikelola dengan baik, insya Allah dapat mengurangi jumlah kemiskinan, sebab jumlah orang muslim yang tergolong mampu di Indonesia tidak sedikit. Namun mereka masih merasa berat mengeluarkan infak, padahal sebagian harta mereka adalah milik orang-orang miskin. Sebagian besar kaum muslimin, sangat ringan mengerjakan shalat, puasa, bahkan menunaikan ibadah haji, yang biayanya sangat besar. Tetapi apabila diajak untuk menginfaqkan sebagian rezekinya di jalan Allah, misalnya untuk membantu anak yatim, orang miskin, atau kemaslahatn umum lainnya, mereka merasa sangat berat. 4. Beriman kepada Kitab-kitab Allah a. Beriman kepada al-Kitab (al-Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., Kitab suci yang terakhir. Pada ayat tersebut digunakan kata unzila (diturunkan), karena wahyu (al-
  • 20. Kitab) itu diturunkan dari Yang Maha Tinggi, Allah swt., pencipta alam semesta. (Rasyid Ridha, I: 132). Menurut al-Maraghi, dimaksudkan dengan Bima unzila ilaika, ialah al-Qur’an dan penjelasan- penjelasan dari Nabi saw, seperti jumlah rakaat dalam salat dan hukuman kejahatan, sebab penjelasan dari Nabi saw adalah wahyu, sekalipun tidak termasuk al-Qur’an. (al-Maraghi, I:43). Pendapat ini berdasarkan firman Allah SWT: ‫ـ‬ُ‫ت‬ۡ ‫ل‬َ‫ـ‬ِ ‫ت‬ ‫ا‬‫ت‬‫ٱ‬ ‫ت‬‫و‬ ) ‫ل‬‫ڪ‬َ ‫ت‬‫ن‬‫ت‬ۡ‫ب‬ُ٣) ) ‫ڪ‬‫و‬‫ت‬‫ه‬‫لن‬ َ‫ن‬‫و‬ ‫ب‬‫ه‬ ‫ت‬‫و‬ َِ‫ـ‬‫ف‬ ‫ت‬‫ن‬‫ل‬‫ن‬ ‫ب‬ۡ‫ـ‬‫ف‬٤ “Dan ia tidak berkata menurut keinginan hawa nafsunya. (perkataannya) tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”. (Qs. an-Najm/53:3-4) Dan berdasarkan firman-Nya pada ayat yang lain: ‫ن‬‫ت‬‫أ‬ ‫ت‬‫و‬‫وۡت‬‫ل‬‫ر‬ِ‫ن‬‫ت‬َ‫ت‬َ‫ت‬ ‫ٓب‬‫ل‬ِۡ‫ل‬‫ت‬‫ي‬‫ت‬ ‫ت‬‫و‬ ‫ٓب‬‫ـ‬‫ل‬‫ب‬ِ‫ت‬ ‫ـ‬‫ف‬ ‫ت‬‫ل‬ ‫ـ‬‫ن‬‫ب‬‫ل‬‫ن‬ ‫ا‬‫ت‬‫ٱ‬ ‫ـ‬ ‫ا‬ِ ‫ل‬‫ـ‬ ‫ُت‬‫ـ‬‫ن‬ِ‫ت‬َ‫ل‬َ‫ـ‬ ‫ت‬‫ر‬ ‫ب‬ُ‫ـ‬‫ن‬‫و‬ ُ ‫ۡت‬‫ب‬ِ‫ت‬ ‫ـ‬‫ف‬ ‫ل‬‫ا‬‫ت‬ ‫ب‬ ‫بت‬ “Dan kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (Qs. an-Nahl/16:44) b. Beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan sebelum Nabi saw. Beriman kepada al- Qur’an harus secara rinci, meliputi semua bagian-bagiannya. Sedang beriman kepada kitab sebelumnya, seperti Taurat, Injil dan sebagainya cukup secara garis besar. (Rasyid Rida, I: 131). 5. Yakin akan adanya Hari Akhir Yakin ialah pembenaran dengan pasti yang tidak bercampur dengan keraguan sedikit pun. Maka meyakini adanya kehidupan di Hari Akhir berarti membenarkan dengan pasti adanya surga, neraka, balasan dan sebagainya yang terjadi di hari Akhir kelak. Jika seseorang masih melakukan atau melanggar larangan-larangan Allah, seperti minum khamr, berzina, mencuri, korupsi, menipu, dan melakukan kejahatan-kejahatan lainnya, maka imannya dan keyakinannya akan adanya Hari Akhir hanyalah khayalan belaka, sebab tidak ada pengaruhnya sama sekali terhadap jiwa dan perilakunya. Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa iman dapat dicapai dengan dengan salah satu dari dua jalan: 1. Dengan penalaran dan pemikiran terhadap hal-hal yang memerlukan pemikiran, seperti wujud Allah, dan risalah Rasul. 2. Melalui berita dari Rasul saw, atau berita dari para sahabat yang langsung mendengar dari Rasul secara mutawatir, yang langsung mendengar dari Rasul secara mutawatir, yang tidak terdapat keraguannya sama sekali (al-Maraghi, I:44) Pada ayat 5 surat al-Baqarah, ditegaskan bahwa meraka, yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan salat, menginfaqkan sebagian hartanya, beriman kepada al-Qur’an dan kitab-kitab sebelumnya serta beriman akan adanya Hari Akhir, adalah orang-orang yang memperoleh
  • 21. hidayah dan keberuntungan, yaitu selamat dari siksaan di akhirat dan masuk surga yang dipersiapkan bagi orang-orang yang beriman. Sikap Muslim Terhadap Sunnah Nabi Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan sumber hukum syari’at Islam yang ke dua setelah al Qur’anul Karim. Keberadaan sunnah bisa merupakan pendukung dan penguat kandungan al Qur’an. Bisa pula sebagai tafsir dan penjelasannya. Dan secara terpisah, as-Sunnah juga merupakan landasan tasyri’ (penetapan hukum) yang melahirkan berbagai hukum, serta merupakan nash (ketetapan) untuk menghalalkan ataupun untuk mengharamkan sesuatu yang tidak tercantum di dalam Al-Qur’an. Al Qur’an telah memerintahkan untuk mengambil apa saja yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi apa yang dilarang beliau? Sebagaimana firman Allah, artinya:“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”. (QS. 59:7) Sementara itu sebagian kaum muslimin juga ada yang menyikapi sunnah Nabi dengan sikap meremeh-kan. Kalau mereka diajak untuk melaksanakan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka beralasan, “Ah itu kan cuma sunnah. Padahal yang dimaksud sunnah di sini adalah hadits, perilaku dan jalan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam ber-Islam, yang boleh jadi itu adalah wajib diyakini dan wajib dilakukan, seperti shalat fardhu berjama’ah, berumah tangga sesuai tuntunan Islam, menjawab salam dan sebagainya. Orang seperti ini, telah salah persepsi, yakni beranggapan kalau menekuni sunnah nabi berarti mengubah hukum dari sunnah menjadi wajib. Demikian pula, jika mereka diingatkan supaya tidak melakukan perbuatan yang dibenci oleh syari’at, mereka berdalih, “Ini hanya makruh saja.” Kepada mereka perlu ditanyakan, andaikan ada dua pilihan perbuatan, yang satu hukumnya sunnah dan yang lain adalah makruh, maka apakah masih juga memilih yang makruh daripada yang sunnah? Apakah ada shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menanyakan sesuatu, kemudian setelah tahu bahwa itu sunnah mereka meninggalkannya? Dan ketika tahu, bahwa itu adalah makruh, kemudian mereka justru mengerjakan?” Kedudukan As Sunnah di dalam Al Qur’an Perlu diketahui bahwa patuh dan ta‘at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah patuh dan tekun menjalankan Sunnahnya, mengamalkan. Dan patuh kepada Sunnah berarti patuh dan taat kepada Allah shubhaana wa ta’ala . Berikut ini dalil-dalilnya: Kedudukan As Sunnah di dalam Al Qur’an Perlu diketahui bahwa patuh dan ta‘at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah patuh dan tekun menjalankan Sunnahnya, mengamalkan. Dan patuh kepada Sunnah berarti patuh dan taat kepada Allah shubhaana wa ta’ala . Berikut ini dalil-dalilnya: 1. Perintah ta‘at kepada Allah dan kepada rasul-Nya, disebutkan secara bergandengan di dalam al-Qur’an:
  • 22. “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintahnya)” (QS. 8:20) Dan di dalam ayat yang lain disebutkan, artinya: “Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu” (Qs.8:24) 2. Allah menegaskan, bahwa petunjuk (hida- yah) itu sangat tergantung kepada ketaatan dan ittiba’ kepada Nabi Nya. “Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab- Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk” (QS. 7:158) Dan firman Nya, “Katakanlah, “Ta’atlah kepada Allah dan ta’atlah kepada Rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, kewajiban kamu adalah apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk” (An Nur: 54) 3. Allah telah menetapkan rahmat Nya bagi para pengikut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan menjanjikan keberuntungan dan kesuksesan di dunia dan di akhirat atasnya. “Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami”. (QS. 7:156) 4. Sahnya iman seseorang sangat tergantung kepada kepatuhan terhadap keputusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,, menerima dan lapang dada atas keputusan itu. “Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. 4:65) 5. Allah telah memperingatkan bahwa menyelisihi Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan sebab kehancuran dan terjerumus dalam fitnah. Sebagaimana yang telah difirmankan, Artinya: ”Maka hendaklah orang- orang yang menyalahi perintahnya (Rasul) takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. 24:63) 6. Allah telah menetapkan bahwa cinta Allah dan ampunan-Nya hanya bisa diraih dengan mengikuti Rasul -Nya: Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.”(QS.3:31)
  • 23. Demikian penjelasan dari al-Qur’an yang mengajak kita semua kaum muslimin untuk berpegang kepada sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena segala ucapan beliau yang berkaitan dengan agama bukanlah berasal dari kemauan hawa nafsunya, tetapi atas bimbingan wahyu Allah. Penjelasan dari As Sunnah (Hadits) o Amat banyak hadits Nabi yang memerintahkan setiap muslim untuk mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan melarang berbuat bid’ah (menyelisihi sunnah). Di antara sabda Nabi yang menegaskan hal itu adalah: Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Artinya: “Seluruh umatku akan masuk surga kecu-ali orang yang enggan.” Lalu ditanyakan, Siapakah yang enggan wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Barang siapa yang taat kepadaku, maka masuk surga, dan barang siapa yang bermaksiat kepada-ku maka dia telah enggan (masuk surga)” (HR. Al Bukhari) o Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Artinya, “Biarkan aku dengan apa yang telah kutinggalkan untuk kalian (terimalah ia), sesungguhnya yang telah membinasakan orang sebelum kalian adalah (disebabkan) mereka banyak bertanya dan banyak menyelisihi nabi mereka. Jika aku melarang kalian dari mengerjakan sesuatu maka jauhilah, dan jika aku memerintahkan sesuatu maka laksanakanlah sesuai kemampuan kalian.” (Muttafaq Alaih) o Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam hadits ‘Irbadh bin Sariyah), “Hendaklah kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafa’ ar Rasyidin yang telah mendapatkan petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham (perpegang eratlah terhadapnya), dan jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR Abu Dawud dan at Tirmidzi dan berkata at Tirmidzi, “Hasan Shahih”) Sikap Shahabat Nabi terhadap As-Sunnah o Berkata Abu Bakar as Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, “Tiada sesuatu pun yang pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kecuali aku melakukannya dan tidak pernah aku meninggalkannya. Aku khawatir jika aku meninggalkan sedikit saja yang beliau perintahkan, maka aku akan menyimpang.” o Berkata Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu ketika memegang hajar aswad, “Sungguh aku tahu engkau hanyalah batu yang tidak memberi madharat dan manfaat, kalau bukan karena aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka tentu aku tidak akan menciummu.” o Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Sederhana dalam melaksanakan sunnah, lebih baik daripada banyak dan giat di dalam melakukan bid’ah.” o Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma apabila sedang meniru Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka orang yang melihatnya mengira ada sesuatu yang tidak beres padanya (seperti tidak
  • 24. wajar). Bahkan Nafi’, maula (klien) beliau mengatakan, “Kalau aku melihat Ibnu Umar sedang mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh aku mengatakan, ini adalah sesuatu yang gila.” o Ibnu Abbas juga pernah berkata, “Wahai manusia, aku khawatir kalau turun hujan batu dari langit, (lantaran) aku katakan pada kalian sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu kalian menyanggah dengan mengatakan “Abu Bakar berkata begini dan Umar berkata begitu!.” Wallahu a’lam (Al Balagh Edisi 18 Muharram)
  • 25. DAFTAR PUSTAKA http://iusiwoo.blogspot.co.id/2013/06/sumber-nilai-dalam-ajaran-islam.html http://irvansyahfa.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-dan-fungsi-al-quran-dan.html [KREAT,2012] Kreatawa,”Pengertian Al-quran dan Hadits”, DR. H. Bisri Affandi, MA. (1993) “Dirasat Islamiyyah (Ilmu Tafsir & Hadits)”.CV Aneka Bahagia Offset, Taqiyyudin an-Nabhani (2003) “Peraturan Hidup dalam Islam” Bogor, Pustaka Thariqul ‘Izzah Drs. Ahmad Syauki (1984) “Lintasan Sejarah Al-Qur’an”, Bandung CV Sulita Bandung. [TATAN,2012] Tatangjm, ”Fungsi hadist terhadap Al-quran” Kutaib, “Wama Atakumur Rasul fa Khudzuuhu,” Al-Qism al-Ilmi Darul Wathan http://tuntunanislam.com/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-1-5/