Makalah ini membahas tentang pendidikan kewarganegaraan dari berbagai aspek, termasuk istilah teknis, visi, misi, aspek ontologis, epistemologi, dan aksiologi. Secara ringkas, makalah ini menganalisis konsep dan kerangka pendidikan kewarganegaraan dalam rangka mempersiapkan warga negara Indonesia yang cerdas dan demokratis.
1. TUGAS MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Disusun Oleh:
WIBOWO LAKSANA
(18412266)
Dosen Pembimbing :
INA HELIANY ,SH.,MH
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014/2015
2. DAFTAR ISI
Daftar Isi ....................................................................................................................................2
BAB I : PENDAHULUAN
Latar Belakang...........................................................................................................3
BAB II : PERUMUSAN MASALAH........................................................................................3
BAB III : PEMBAHASAN
1. Istilah Teknis.....................................................................................................4
2. Visi Secara Paradigmatik.................................................................................5
3. Missi ...................................................................................................................6
4. Aspek Ontologis Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan...............…...7
5. Aspek Epistemologi Pendidikan Kewarganegaraan.....................................8
6. Aspek Aksiologi Pendidikan Kewarganegaraan...........................................8
BAB IV : PENUTUP
Kesimpulan ....................................................................................................................9
Daftar Pustaka
3. BAB I : PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan kewarganegaraan dalam pengertian sebagai citizenship education, secara
substantif dan pedagogis didesain untuk mengembangkan warganegara yang cerdas dan baik
untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan. Sampai saat ini bidang itu sudah menjadi bagian
inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional Indonesia dalam lima status.
Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah.Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan
tinggi.Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam
kerangka program pendidikan guru.Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas
dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran P4) atau
sejenisnya yang pernah dikelola oleh Pemerintah sebagai suatun crash program.Kelima, sebagai
kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait, yang
dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan
dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat.Dalam status pertama, yakni sebagai mata
pelajaran di sekolah, pendidikan kewarganegaraan telah mengalami perkembangan yang
fluktuatif, baik dalam kemasan maupun substansinya.
BAB II : PERUMUSAN MASALAHAN
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dirasakan: rentan terhadap pengaruh
perubahan dalam kehidupan politik, tidakajek dalam sistem kurikulum dan pembelajarannya;
pendidikan gurunya yang cenderung terlalu memihak pada tuntutan formal-kurikuler di sekolah
dan kurang memperhatikan pengembangan pendidikan kewarganegaraan sebagai bidang kajian
pendidikan disiplin ilmu, epistemologi pendidikan kewarganegaraan tidak berkembang dengan
pesat, pembelajaran sosial nilai Pancasila yang cenderung berubah peran dan fungsi menjadi
proses indoktrinasi ideologi negara, tidak kokohnya dan tidak koherennya landasan ilmiah
pendidikan kewarganegaraan sebagai program pendidikan demokrasi.Dalam penelitian itu
dirumuskan pertanyaan penelitian.Bagaimana profil konseptual sistemik pendidikan
kewarganegaraan dilihat dari berbagai pemikiran para teoritisi dan persepsi praktisi pendidikanm
kewarganegaraan?
4. BAB III : PEMBAHASAN
1. Istilah Teknis
Ada tiga istilah teknis yang banyak digunakan, yakni civics, civic education, dan
citizenship education. Istilah civics merupakan istilah yang paling tua sejak digunakan
pertama kalinya oleh Chreshore pada tahun 1886 dalam Somantri (1969) untuk menunjukkan
the science of citizenship yang isinya antara lain mempelajari hubungan antarwarganegara
dan hubungan antara warganegara dengan negara. Saat ini istilah itu masih dipakai sebagai
nama mata pelajaran yang berdiri sendiri atau terintegrasi dalam kurikulum sekolah dasar di
Perancis dan Singapura; dan dalam kurikulum sekolah lanjutan di Perancis, Italia, Hongaria,
Jepang, Netherlands, Singapura, Spanyol, dan USA. Di Indonesia istilah civics pernah
digunakan dalam kurikulum SMP dan SMA tahun 1962, kurikulum SD tahun 1968, dan
kurikulum PPSP IKIP Bandung tahun 1973. Mulai pada tahun 1900-an di USA
diperkenalkan istilah citizenship education dan civic education yang digunakan secara
bertukar-pakai, untuk menunjukkan program pendidikan karakter, etika dan kebajikan atau
pengembangan fungsi dan peran politik dari warganegara dan pengembangan kualitas
pribadi. Sedangkan Allen (1960) dan NCSS menggunakan istilah citizenship education
dalam arti yang lebih luas, yakni sebagai produk keseluruhan program pendidikan atau all
positive influences yang datang dari proses pendidikan formal dan informal. Kini istilah civic
education lebih banyak digunakan di USA serta beberapa negara baru di Eropa timur yang
mendapat pembinaan profesional dari Center for Civic Education dan Universitas mitra
kerjanya di USA, untuk menunjukkan suatu program pendidikan di sekolah yang terintegrasi
atau suatu mata pelajaran yang berdiri sendiri. Sedangkan di Indonesia istilah civic education
masih dipakai untuk label mata kuliah di Jurusan atau Progran Studi PPKN dan nama LSM
Center for Indonesian Civic Education. Istilah civic education cenderung digunakan secara
spesifik sebagai mata pelajaran dalam konteks pendidikan formal.Sedangkan istilah
citizenship education cenderung digunakan dalam dua pengertian. Pertama, digunakan di UK
dalam pengertian yang lebih luas sebagai overarching concept yang di dalamnya termasuk
civic education sebagai unsur utama disamping program pendidikaan kewarganegaraan di
luar pendidikan formal seperti site of citizenship atau situs kewarganegaraan, seperti juga
dikonsepsikan sebelum itu oleh Alleh (1962) dan NCSS (1972). Kedua, digunakan di USA,
5. terutama oleh NCSS, dalam pengertian sebagai the essence or core atau inti dari social
studies.Di Indonesia istilah citizenship education belum pernah digunakan dalam tataran
formal instrumentasi pendidikan, kecuali sebagai wacana akademis di kalangan komunitas
ilmiah pendidikan IPS.Yang konsisten menggunakan istilah citizenship education atau
education for citizenship adalah UK. Sedangkan negara lain yang diketahui menggunakannya
secara adaptif adalah Netherlands. Sebagai batasan penulis menerjemahkan civic education
dan citizenship education ke dalam istilah yang sama namun berbeda dalam
carapenulisannya. Istilah civic education diterjemahkan menjadi Pendidikan
Kewarganegaraan (memakai huruf besar di awal) dan citizenship education diterjemahkan
menjadi pendidikan kewarganegaraan (semuanya dengan huruf kecil).Istilah Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) menunjuk pada suatu mata pelajaran, sedangkan pendidikan
kewarganegaraan (PKn) menunjuk pada kerangka konseptual sistemik program pendidikan
untuk kewarganegaraan yang demokratis.Konsep pendidikan kewarganegaraan disebut juga
sistem pendidikan kewarganegaraan (spkn/SPKn) yang dapat ditulis dengan semuanya huruf
besar atau huruf kecil.
2. Visi Secara Paradigmatik
Citizenship education memiliki visi sosio-pedagogis mendidik warganegara ang
demokratis dalam konteks yang lebih luas, yang mencakup konteks pendidikan formal dan
pendidikan non-formal, seperti yang secara konsisten diterapkan di UK.dangkan civic
education secara umum memiliki visi formal-pedagogis untuk mendidik arganegara yang
demokratis dalam konteks pendidikan formal, seperti secara adaptif diterapkan di USA.
Indonesia, yakni PPKn memiliki visi formal-pedagogis sebagai mata pelajaran sosial di
sekolah dan perguruan tinggi sebagai wahana pendidikan nilai Pancasila.Bertolak dari kajian
teoritik dan diskusi reflektif, dirumuskan visi pendidikan kewarganegaraan” dalam arti luas,
yakni sebagai sistem pendidikan kewarganegaraan agar berfungsi dan berperan sebagai :
1. Program kurikuler dalam konteks pendidikan formal dan non-formal,
2. Program aksi sosial-kultural dalam konteks kemasyarakatan,
3. Sebagai bidang kajian ilmiah dalam wacana pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial.
Visi ini mengandung dua dimensi, yakni :
6. 1. Dimensi substantif berupa muatan pembelajaran(content and learning experiences) dan
obyek telaah serta obyek pengembangan.
2. Dimensi proses berupa penelitian dan pembelajaran (aspek epistemologi dan aksiologi).
Khusus dalam visinya sebagai bidang kajian ilmiah pendidikan kewarganegaraan secara
epistemologis merupakan synthetic discipline atau integrated knowledge system, atau cross-
disciplinary study, atau kajian multidimensional. Penulis menempatkan pendidikan
kewarganegaraan atau sistem pendidikan kewarganegaraan sebagai kajian lintas-bidang
keilmuan, yang secara substantif ditopang terutama oleh ilmu politik dan ilmu-ilmu sosial,
serta humaniora, dan secara pedagogis diterapkan dalam dunia pendidikan persekolahan dan
masyarakat. Secara filosofik tubuh pengetahuan pendidikan kewarganegaran ini dilandasi
oleh tilikan reconstructed philosophy of education yang secara adaptif mengakomodasikan
tilikan filsafat pendidikan perennialism, essentialism, progressivism, dan recontructionism.
Pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu bentuk kajian lintas-bidang keilmuan ini pada
dasarnya telah memenuhi kriteria dasar-formal suatu disiplin yakni mempunyai community
of scholars, a body of thinking, speaking, and writing; a method of approach to knowledge
dan mewadahi tujuan masyarakat dan warisan sistem nilai. Ia merupakan suatu disiplin
terapan yang bersifat deskriptif-analitik, dan kebijakan-pedagogis. Jika dilihat dari
pandangan Kuhn (1970) secara paradigmatik, pendidikan kewarganegaraan baru memasuki
pre-paradigmatic phase atau proto science. Untuk dapat menggapai statusnya sebagai normal
science diperlukan berbagai penelitian dan pengembangan lebih lanjut oleh anggota
komunitas ilmiah “pendidikan kewarganegaraan” sehingga dapat melewati proses artikulasi
sosialisasi-pengakuan-falsifikasi-validasi-pengakuan sebagai disiplin yang matured.
3. Missi
Secara konseptual “pendidikan kewarganegaraan” atau citizenship education merupakan
bidang kajian ilmiah pendidikan disiplin ilmu sosial yang bersifat “lintas-bidang keilmuan”
dengan intinya ilmu politik, yang secara paradigmatik memiliki saling-keterpautan yang
bersifat komplementatif dengan pendidikan ilmu sosial secara keseluruhan. Dalam hal ini,
bahwa :
7. a) social studies berpijak terutama pada konsep-konsep dan metode berpikir ilmu-ilmu
sosial secara keseluruhan, sedang citizenship education berpijak terutama pada ilmu
politik dan sejarah;
b) salah satu dimensi dari social studies adalah citizenship education, khususnya dalam
upaya pengembangan intelligent social actor.
Dalam konteks proses reformasi menuju Indonesia baru dengan konsepsi masyarakat
madani sebagai tatanan ideal sosial-kulturalnya, maka pendidikan kewarganegaraan
mengemban missi: sosio-pedagogis, sosio-kultural, dan substantif-akademis. Missi sosio-
pedagogis adalah mengembangkan potensi individu sebagai insan Tuhan dan makluk sosial
menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, demokratis, taat hukum, beradab, dan religius.
Missi sosio-kultural adalah memfasilitasi perwujudan cita-cita, sistem kepercayaan/nilai,
konsep, prinsip, dan praksis demokrasi dalam koteks pembangunan masyarakat madani
Indonesia melalui pengembangan partisipasi warganegara secara cerdas dan
bertanggungjawab melalui berbagai kegiatan sosio-kultural secara kreatif yang bermuara
pada tumbuh dan berkembangnya komitmen moral dan sosial kewarganegaraan. Sedangkan
missi substantif-akademis adalah mengembangkan struktur atau tubuh pengetahuan
pendidikan kewarganegaraan, termasuk di dalamnya konsep, prinsip, dan generalisasi
mengenai dan yang berkenaan dengan civic virtue atau kebajikan kewarganegaraan dan civic
culture atau budaya kewarganegaraan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan (fungsi
epistemologis) dan memfasilitasi praksis sosio-pedagogis dan sosio-kultural dengan hasil
penelitian dan pengembangannya itu (fungsi aksiologis). Perwujudan ketiga missi tersebut
akan memfasilitasi pengembangan pendidikan kewarganegaraan sebagai proto science
menjadi disiplin baru dan dalam waktu bersamaan secara sinergistik akan dapat
meningkatkan kualitas isi dan proses pendidikan kewarganegaraan sebagai program kurikuler
pendidikan demokrasi dan kegiatan sosio-kultural dalam koteks makro pendidikan nasional.
4. Aspek Ontologis Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan
Kewarganegaraan memiliki dua dimensi ontologi, yakni obyek telaah dan obyek
pengembangan.Yang dimaksud dengan obyek telaah adalah keseluruhan aspek idiil,
instrumental, dan praksis pendidikan kewarganegaraan yang secara internal dan eksternal
8. mendukung sistem kurikulum dan pembelajaran PPKn di sekolah dan di luar sekolah, serta
format gerakan sosial-kutural kewarganegaraan masyarakat. Sedangkan yang dimaksud
dengan obyek pengembangan adalah keseluruhan ranah sosio-psikologis peserta didik, yakni
ranah kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik yang menyangkut status, hak, dan
kewajibannya sebagai warganegara, yang perlu dimuliakan dan dikembangkan secara
programatik guna mencapai kualitas warganegara yang “cerdas, dan baik, dalam arti
demokratis, religius, dan berkeadaban dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
5. Aspek Epistemologi Pendidikan Kewarganegaraan
Aspek epistemologi pendidikan kewarganegaraan berkaitan erat dengan aspek ontologi
pendidikan kewarganegaraan, karena memang proses epistemologis, yang pada dasarnya
berwujud dalam berbagai bentuk kegiatan sistematis dalam upaya membangun pengetahuan
bidang kajian ilmiah pendidikan kewarganegaraan sudah seharusnya terkait pada obyek
telaah dan obyek pengembangannya. Kegiatan epistemologis pendidikan kewarganegaraan
mencakup metodologi penelitian dan metodologi pengembangan. Metodologi penelitian
digunakan untuk mendapatkan pengetahuan baru melalui:
1) metode penelitian kuantitatif yang menonjolkan proses pengukuran dan generalisasi
untuk mendukung proses konseptualisasi
2) metode penelitian kualitatif yang menonjolkan pemahaman holistik terhadap
fenomena alamiah untuk membangun suatu teori.
Sedangkan, metodologi pengembangan digunakan untuk mendapatkan paradigma
pedagogis dan rekayasa kurikuler yang relevan guna mengembangkan aspek-aspek sosial-
psikologis peserta didik, dengan cara mengorganisasikan berbagai unsur instrumental dan
kontekstual pendidikan. Tercatat berbagai kegiatan epistemologis penelitian, pengembangan,
dan penelitian dan pengembangan.
6. Aspek Aksiologi Pendidikan Kewarganegaraan
Yang termasuk ke dalam aspek aksiologi pendidikan kewarganegaraan adalah berbagai
manfaat dari hasil penelitian dan pengembangan dalam bidang kajianpendidikan
9. kewarganegaraan yang telah dicapai, bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan
persekolahan dan pendidikan tenaga kependidikan.Hasil-hasil penelitian dan pengembangan
social studies, citizenship education dan civic education” dalam dunia persekolahan banyak
memberi manfaat dalam merancang program pendidikan guru, meningkatkan kualitas
kemampuan guru, meningkatkan kualitas proses pembelajaran, meningkatkan kualitas sarana
dan sumber belajar, dan meningkatkan kualitas penelitian dan pengembangan.
BAB IV : PENUTUP
Kesimpulan
1. Pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu tubuh atau sistem pengetahuan yang
memiliki:
a) ontologi civic behavior dan civic culture yang bersifat multidimensional (filosofis,
ilmiah, kurikuler, dan sosial kultural);
b) epistemologi research, development, and diffusion dalam bentuk kajian ilmiah dan
pengembangan program kurikuler, prilaku dan konteks sosial kultural warganegara, serta
komunikasi akademis, kurikuler, dan sosial dalam rangka penerapan hasil kajian ilmiah
dan pengembangan kurikuler dan instruksional dalam praksis pendidikan demokrasi
untuk warganegara di sekolah dan masyarakat;
c) aksiologi untuk memfasilitasi pengembangan body of knowledge sistem pengetahuan
atau disiplin pendidikan kewarganegaraan; melandasi dan memfasilitasi pengembangan
dan pelaksanaan pendidikan demokrasi di sekolah dan luar sekolah; dan membingkai
serta memfasilitasi berkembangnya koridor proses demokratisasi secara sosial kultural
dalam masyarakat.
2. Secara paradigmatik sistem pendidikan kewarganegaraan memiliki tiga komponen, yakni :
a) kajian ilmiah pendidikan ilmu kewarganegaraan;
b) program kurikuler Pendidikan Kewarganegaraan;
10. c) gerakan sosial-kultural kewarganegaraan, yang secara koheren bertolak dari esensi dan
bermuara pada upaya pengembangan pengetahuan kewarganegaraan, nilai dan sikap
kewarganegaraan, dan keterampilan kewarganegaraan.
7. Secara kontekstual logika internal dan dinamika eksternal sistem pendidikan
kewarganegaraan dipengaruhi oleh aspek-aspek pengetahuan intraseptif berupa
Agama dan Pancasila; pengetahuan ekstraseptif ilmu, teknologi, dan seni; cita-
cita, Nilai, konsep, prinsip, dan praksis demokrasi; masalah-masalah
kontemporer Indonesia; kecenderungan dan masalah globalisasi; dan kristalisasi
civic virtue dan civic culture untuk masyarakat madani Indonesia-masyarakat
negara kebangsaan Indonesia yang berdemokrasi konstitusional.
8. Aspek esensial yang menjadi faktor perekat (integrating forces) dari ketiga komponen sistem
pendidikan kewarganegaraan sehingga membentuk suatu kerangka paradigmatik yang
koheren adalah konsep warganegara yang cerdas, demokratis, taat hukum, beradab, dan
religius yang dikristalisasikan menjadi 90 butir perangkat kompetensi
kewarganegaraan(pengetahuan kewarganegaraan, ahlak/sikap kewarganegaraan, dan
keterampilan kewarganegaraan) yang berkembang secara dinamis.