Dokumen tersebut membahas tentang konsep al-Bay' (jual beli) dalam Islam, termasuk definisi, rukun, syarat, jenis-jenis, dan kasus jual beli secara kredit atau angsuran. Secara khusus, dibahas mengenai syarat transaksi jual beli yang sah antara lain barang yang diperjualbelikan harus halal, jelas kepemilikannya, dan pemindahan kepemilikan harus sempurna.
1. al-Bay’
(Jual Beli)
&
Telaah Kasus
(Jual Beli Secara Kredit, Leasing,
Murabahah)
2. al-Bay’
Definisi
mubâdalah mâl bi mâlin tamlîkan wa tamallukan ‘alâ sabîl at-tarâdhiy
(pertukaran harta dengan harta sebagai pertukaran pemilikan
berdasarkan kerelaan)
Bay’ sah jika
memenuhi rukun dan syarat-syaratnya.
RUKUN
1. Al-’Âqidân (penjual dan pembeli)
2. Shighat (Ijab dan Qabul)
3. Al-Ma’qûd ‘alayh (obyek akad) yaitu al-mabî’ (barang yang
dijual-belikan)
3. Syurûth al-Bay’
Syarat-Syarat Bay’
Syarat al-’âqid
Harus berakal atau minimal mumayyiz. Akad anak kecil yang
mumayyiz sah tetapi bergantung kepada izin dari wali, mushi
atau orang yang bertanggungjawab terhadapnya
Syarat al-Ma’qûd ‘alayh
1. Suci zatnya
2. Secara syar’i bisa dimanfaatkan
3. Kepemilikan al-’âqid –kecuali dalam bay’ as-salaf atau al-istishnâ’
4. Kemampuan al-’âqid untuk menyerahkannya
5. Jelas (ma’lûm)
6. Memenuhi ketentuan tentang al-qabdh
4. Syurûth al-Bay’
1. Suci Zatnya
إِنَّ الَّذِي حَرَّمَ شُرْبَ هَا حَرَّمَ بَ يْ عَهَا
Sesungguhnya yang Allah haramkan meminumnya, Allah haramkan
menjualnya (HR. Malik, Muslim, an-Nasai, Ahmad)
2. Boleh Dimanfaatkan
لاَ تَ نْتَفِعُوْا مِنْ الْمَيْتَةِ بِشَيْ ء
Janganlah kalian memanfaatkan bangkai dengan jalan apapun
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasai, Ibn Majah dan al-Bayhaqi)
3. Milik al-’âqid
وَلاَ بَ يْعً اِلاَّ فِيْمَا يُُْلَكُ
Tidak boleh ada jual beli kecuali dalam apa-apa yang dimiliki
(HR. Abu Dawud dan Ibn Majah)
» لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ «
Jangan engkau jual sesuatu yang bukan milikmu
(HR. Abu Dawud, an-Nasai, Ibn Majah, at-Tirmidzi, Ahmad dan al-Baihaqi)
5. Syurûth al-Bay’
4. Kemampuan al-’âqid menyerahkan barang
نَ هَى رَسُولُ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَ يْعِ الْغَرَرِ
Rasulullah melarang bay’ al-gharar (HR. Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi)
لاَ تَشْتَ رُوْا السَّمَكَ فِِْ الْمَاءِ فَاِنَّهُ غَرَ ر
Jangan kalian membeli ikan yang masih di dalam air karena itu adalah gharar
(HR. Ahmad dan al-Bayhaqi)
5. Jelas (ma’lûm)
Karena kemajhulan al-mabî’ atau harga bisa menyebabkan bay’ menjadi
batil atau fasad
5. Sesuai ketentuan al-qabdh
adanya qabdh menjadikan pemindahan pemilikan atas suatu menjadi
sempurna
6. Syurûth fi al-Bay’
Kaedah
اَلَْْصْلُ فِِْ الشُّرُوْطِ فِِْ الْمُعَامَلاَتِ اَلِْْبَاحَةُ إِلاَّ شَرْط ا اَُُلِ الشَّرْ Hukum asal syarat dalam mu’amalah adalah boleh kecuali syarat yang
menyalahi syara’
مَا بَالُ رِجَا ل يَشْتََِطُوْنَ شُرُوْطًا لَيْسَتْ فِِ كِ تَابِ اللََِّّ مَا كَانَ مِنْ شَرْ ط لَيْسَ فِ كِتَابِ اللََِّّ
فَ هُوَ بَاطِ ل وَإِنْ كَانَ مِائَةَ شَرْ ط قَضَاءُ اللََِّّ أَحَ قُّ وَشَرْطُ اللََِّّ أَوْثَقُ
Tiada gunanya orang mempersyaratkan syarat-syarat yang tidak ada di dalam
kitabullah. Syarat apapun yang tidak ada di dalam kitabullah adalah batil
meskipun seratus syarat. Ketetapan Allah lebih layak (diikuti) dan syarat Allah
lebih kuat (dipegangi) (HR. Bukhari, Malik, Ibn Majah)
Makna laysa fî kitâbillâh: tidak ada dalam hukumnya, yakni menyalahi nas,
hukum syara’ atau konsekuensi hukum atau akad yang ditetapkan oleh syara’
Boleh mensyaratkan syarat apapun, asal tidak menyalahi syariat atau
muqtadha al-’aqd
7. Syurûth fi al-Bay’
Syarat yang Sah dan Mengikat:
Syarat yang diharuskan oleh akad, mis. Syarat jaminan terhadap
cacat, syarat penyerahan harga, dsb
Syarat untuk kemaslahatan salah satu pihak, dimana ia tidak mau
menerima akad kecuali syarat itu terpenuhi. Mis, syarat tentang
karakteristik barang, waktu dan cara pembayaran
Syarat bukan muqtadha al-‘aqd dan tidak menyalahi muqtadha al-
’aqd dan bagi salah satu atau kedua pihak terdapat maslahat di
dalamnya. Mis, seseorang menjual mobil dan mensyaratkan ia
kendarai sampai tempat tertentu baru diserah terimakan
Syarat yang batil, sementara akadnya tetap sah
Yaitu syarat yang menyalahi hukum dan muqtadha al-’aqd
Mis, syarat agar pembeli tidak menghibahkan barang yang di beli,
sayrat yang membatasi tasharruf pembeli atas barang yang dia beli
dan telah sempurna
8. Syurûth fi al-Bay’
Syarat yang membatalkan akad :
Syarat yang membatalkan akad sejak asalnya. Yaitu syarat yang berupa
akad lain. Mis, saya jual barang ini dengan syarat anda menjadi makelar
saya untuk cari pelanggan
لاَ يََِلُّ سَلَ وَبَ يْ ع وَلاَ شَرْطَا ن فِِْ بَ يْ ع
Tidak halal salaf dan jual beli dan tidak pula dua syarat dalam satu jual beli
(HR. Nasai, Tirmidzi dan Daruquthni)
Syarat yang dengannya tidak terakadkan akad. Mis, syarat dalam kasus
‘aqd al-mu’allaq mis: jual beli masih menggantung
Syarat yang tak jelas dan tak tertentu. Mis, jual beli sesuatu dengan syarat
bisa mengembalikannya kapan saja tanpa ada batasan waktu yang jelas.
اِنَّ تََِيْمًا الدَّارِيُ بَا دَارًا وَاِشْتَ رَطَ سُكْنَاهَا ف اَبْ لَََ الرَّسُوْلُ الْبَ يْعَ وَالشَّ رطَ مَعًا
Bahwa Tamim ad-Dari menjual rumah dan mensyaratkan ia menempatinya,
lalu Rasul membatalkan jual beli itu beserta syaratnya (HR. Ibn Abiy Syaibah)
9. Jenis al-Bay’
Jenis-Jenis Bay’ dari sisi barang dagangan:
Bay’ al-Muthlaq (jual beli mutlak) yaitu jual beli uang dengan
barang
Bay’ ah-Sharf, yaitu jual beli antara mata uang, emas, perak,
gandum, kurma, jewawut, garam
Syarat harus serah terima kontan (kecuali gandum, kurma,
garam dan jewawut)
Jika sama jenisnya harus sama, tidak boleh saling berlebih
Bay’ as-Salam (jual beli pesanan) yaitu barangnya yang
termasuk yang standarnya takaran, timbangan, hitungan (al-makil,
al-mawzun, al-ma’dud)
Bay’ al-Istishna’ yaitu barangnya barang shina’ah
(manufakturing)
Bay’ al-Muqayadah (Barter) yaitu jual beli barang dengan
barang
10. Jenis al-Bay’
Jenis-Jenis Bay’ dari sisi harga dan tawar menawar:
Bay’ al-Mu’athâ, yaitu bay’ dimana tidak perlu ada tawar
menawar karena harga sudah diketahui secara umum. Biasanya
untuk barang yang tidak mahal
Bay’ al-Musâwamah, yaitu bay’ yang bersifat tawar menawar
Bay’ al-Muzayadah (jual beli lelang)
Bay’ al-Amânah yaitu bay’ dimana harga dikaitkan dengan
harga awal/modalnya. Macamnya:
Bay’ al-Wadhî’ah, yaitu bay’ dengan harga awal disertai
kerugian yang disepakati penjual dan pembeli
Bay’ at-Tawliyah, yaitu bay’ dengan harga pembelian
awal
Bay’ al-Murâbahah, yaitu bay’ dengan harga awal dan
keuntungan yang disepakati penjual dan pembeli
11. Jenis al-Bay’
Jenis-Jenis Bay’ dari Sisi Cara Pembayaran :
Bay’ un hâlun, dimana jual beli secara kontan, barang dan harga
diserahkan pada saat akad di majelis akad
Bay’ as-Salaf atau Bay’ as-Salam, dimana harga dibayarkan
pada saat akad dan barang dengan spesifikasi yang dijamin oleh
penjual diserahkan setelah tempo tertentu. Hanya untuk barang
yang termasuk al-ma’dûd wa al-makîl wa al mawzûn
Termasuk al-Istishnâ’, pesan sesuatu yang termasuk barang
shinâ’ah (dibuat lebih dahulu), dimana harga dibayar oleh
mustashni’ (pemesan) pada saat akad baik seluruhnya atau
sebagiannya dan lunas saat serah terima barang, sedangkan
barang dengan spesifikasi yang dijamin oleh Shâni’ diserahkan
setelah tempo tertentu.
Bay’ bi ad-Dayn wa bi at-Taqsîth (Jual Beli Secara Kredit
dan Angsuran), dimana barang diserahkan di depan pada saat
akad, sedang harga dibayar setelah tempo tertentu baik sekaligus
atau dengan diangsur
12. al-Bay’ bi ad-Dayn wa bi at-Taqsîth
Al-mabî’ harus suci; halal dimanfaatkan; mampu diserahkan oleh
penjual; harus ma’lûm (jelas)
Al-mabî’ harus milik penjual
Lâ tabi’ mâ laysa ‘indaka, makna laysa ‘indaka:
• milik orang lain
• Belum dimiliki
• Dibeli tetapi perpindahan pemilikan belum sempurna
karena belum terjadi qabdh
Agar sempurna harus memenuhi ketentuan al-qabdh
Harga dibayar setelah tempo tertentu, sehingga menjadi utang
(dayn) pembeli kepada penjual
Tempo harus ma’lûm (jelas)
13. al-Bay’ bi ad-Dayn wa bi at-Taqsîth
Harus dengan satu harga dan satu tempo
» عَنْ صَفْقَتَ يِْْ فِِ صَفْقَ ة وَاحِدَ ة نَ هَى رَسُولُ اللََِّّ «
Rasulullah saw melarang dua transaksi dalam satu akad
(HR. Ahmad, al-Bazar dan ath-Thabrani)
» لاَ يََِلُّ سَلَ وَبَ يْ ع وَلاَ شُرْطَانُ فِِْ بَ يْ ع، وَلاَ رِبْ ح مَ ا يُضْمَنْ، وَلاَ بَ يْ ع مَا لَيْسَ عِنْدَكَ «
Tidak halal salaf dan jual beli, tidak halal dua syarat dalam satu jual beli,
tidak halal keuntungan selama (barang) belum didalam tanggungan dan
tidak halal menjual apa yang bukan milikmu
(HR. an-Nasa’i, at-Tirmidzi dan ad-Daruquthni)
Tidak terjadi bay’atayn fî bay’ah
» عَنْ بَ يْ عَتَ يِْْ فِِ بَ يْ عَ ة نَ هَى رَسُولُ اللََِّّ «
Rasulullah saw melarang dua jual beli dalam satu jual beli
(HR, Ahmad, an-Nasai, at-Tirmidzi dan Ibn Hibban)
» مَنْ بَا بَ يْ عَتَ يِْْ فَ لَهُ أَوَكْسُهُمَا أَوْ ال رِبَا «
Siapa saja yang menjual dengan dua jual beli, maka baginya harga
yang lebih rendah atau riba (HR. Abu Dawud)
14. Bay’ al-Murâbahah
Jual beli dengan harga awal ditambah keuntungan yang
disepakati
Mis, “saya beli HP ini 1 juta dan saya jual ke Anda
dengan keuntungan 50 ribu”
Bay’ al-Murâbahah bisa dilakukan secara kontan maupun
kredit
Sah jika memenuhi rukun (‘aqidân, shighât dan mahal
al-’aqd) dan syaratnya
Syarat terkait al-mabî’:
Al-mabî’ harus suci; halal dimanfaatkan; mampu
diserahkan oleh penjual; harus ma’lûm (jelas)
Milik penjual
15. Bay’ al-Murâbahah
Syarat terkait harga:
harga awal harus disebutkan dan jelas bagi pembeli
karena termasuk bay’ al-amânah yang didasarkan pada
harga awal
Keuntungan harus disebutkan dan jelas karena
keuntungan itu adalah bagian dari harga
Harga awal dari jenis yang sama dengan harga kedua
Harga awal haruslah bukan merupakan kompensasi
terhadap jenis harta yang sama yang termasuk
komoditas riba.
Akad pembelian awal harus merupakan akad yang sah.
Jika akad tersebut fasad maka barang yang dibeli itu
tidak boleh dijual secara murâbahah karena murâbahah
merupakan jual beli dengan harga awal disertai
tambahan keuntungan.
16. Bay’ al-Murâbahah li al-Âmir bi asy-Syirâ’
Yang Banyak Terjadi:
Si A ingin membeli barang milik si C tetapi uangnya tidak cukup, lalu ia
datang kepada si B, dan si A berjanji (berkomitmen) jika B mau
membeli barang dari C lalu menjualnya secara kredit maka A berjanji
akan membelinya dari B secara kredit. Si B setuju dan berjanji akan
membeli barang dari si C dan akan menjualnya secara kredit kepada A.
Lalu B membeli barang si C dan setelah itu menjualnya secara kredit
kepada si A
Di sini terjadi :
Tahap kesepakatan saling berkomitmen –marhalah at-tawâ’ud
–
Tahap pembelian barang oleh si B dari si C
Tahap si B menjual barang secara kredit atau
murabahah secara kredit kepada si A
17. Bay’ al-Murâbahah li al-Âmir bi asy-Syirâ’
Yang Harus Diperhatikan Dalam Kasus Ini:
1. Tentang Janji (Komitmen) itu:
Tidak bersifat mengikat (ghayr mulzim) tidak bersifat wajib
Tidak dinilai di dalam akad jual beli yang terjadi nanti
Karena tidak mengikat, jika ada sejumlah uang yang dibayar
sering disebut uang muka, tidak boleh disepakati jika batal
uang itu untuk pedagang (B)
Tetapi orang yang berkomitmen (A) boleh memberi B sebagai
hibah, untuk penawar hati
2. Pembelian B kepada C:
Harus sah dan sempurna bukan hanya formalitas dan
barang sempurna berpindah kepemilikannya dari C
kepada B
18. Bay’ al-Murâbahah li al-Âmir bi asy-Syirâ’
إِ نّ قَدْ أَهْدَيْتُ إِلََ النَّجَاشِ ي حُلَّةً وَأَ واقِيَّ مِنْ مِسْ ك وَلاَ أَرَى النَّجَاشِ يَّ إِلاَّ قَدْ
مَاتَ وَلاَ أَرَى إِلاَّ هَدِيَّتِِ مَرْدُوْدَةً عَلَيَّ ف إِنْ رُدَّتْ عَلَيَّ فَهِيَ لَكِ ق الَ وَكَانَ كَمَا
قَالَ رَسُولُ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَل مَ وَرُدَّتْ عَلَيْهِ هَدِيَّ تُهُ فَ أَعْ ىََ كُلَّ امْرَأَ ة مِنْ
نِسَائِهِ أُوقِيَّةَ مِسْ ك وَأَعْ ىََ أُمَّ سَلَمَةَ بَقِيَّةَ الْمِسْكِ وَالُْْلَّة “Aku telah mengirimkan hadiah kepada Najasi dua buah pakaian dan
beberapa uqiyah parfum, dan aku melihat bahwa Najasi telah meninggal
dan hadiahku akan dikembalikan kepadaku, jika hadiah itu dikembalikan
kepadaku maka itu untukmu.” Ummu Kultsum binti Abi Salamah berkata:
“benar seperti kata Rasulullah, Najasi meninggal dan hadiah itu
dikembalikan kepada beliau. Maka beliau memberi setiap orang dari isteri
beliau satu uqiyah parfum dan parfum sisanya dan dua pakaian diberikan
kepada Ummu Salamah”
(HR. Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi, Ibn Hibban dan ath-Thabrani. Al-
Hakim berkata: “hadis ini sanadnya sahih, tapi Bukhari dan Muslim tidak
mentakhrijnya)
19. Bay’ al-Murâbahah li al-Âmir bi asy-Syirâ’
3. Penjualan B Kepada A:
Barang harus sudah sah dan sempurna menjadi milik B
Tidak harus dengan alasan komitmen sebelumnya,
artinya B boleh saja menjualnya kepada orang lain
Si A dan si B sama-sama memiliki hak khiyar
Tidak memperhitungkan komitmen sebelumnya
Boleh terjadi tawar menawar. Boleh kontan ataupun
kredit. Jika kredit harus memenuhi ketentuan jual beli
secara kredit
Boleh secara murabahah baik kontan ataupun kredit,
dan harus memenuhi ketentuan murabahah
Begitu sempurna transaksi jual belinya, kepemilikan
barang berpindah dari B kepada A
20. Rahn - Agunan
Definisi
Harta yang dijadikan jaminan utang/pinjaman agar utang atau
pinjaman itu bisa dibayar dengan harganya jika tidak bisa dibayar
oleh pihak yang wajib membayarnya
Sah jika memenuhi rukun dan syaratnya
Rukun
1. âqidân (ar-Râhin dan al-Murtahin)
2. Shighât
3. al-Marhun (harta yang diagunkan) dan al-Marhûn bihi
(yaitu utang yang ada)
Syarat : harus ada qabdh atas al-marhûn dari ar-Râhin
kepada al-Murtahin
... فَرِهَا ن مَقْبُوضَة ...
maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh
yang berpiutang). (TQS. al-Baqarah [2]: 283)
21. Rahn - Agunan
Al-Marhûn harus milik ar-Râhin
» لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ «
Jangan engkau jual sesuatu yang bukan milikmu
(HR. Abu Dawud, an-Nasai, Ibn Majah, at-Tirmidzi,
Ahmad dan al-Baihaqi)
Rahn boleh dengan syarat terdapat kepastian adanya
utang (qardh atau dayn). Sesuai QS. 2 : 282-283
يَا أَيُّ هَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا تَدَايَ نْتُمْ بِدَيْ ن إِلََ أَجَ ل مُسَمًّى ... وَإِنْ كُنْتُمْ عَ لَى سَفَ ر وَ تََِدُوا كَاتِبًا فَرِهَا ن مَقْبُوضَة
Wahai orang-orang beriman, jika kalian bermuamalah tidak secara
tunai (secara utang) sampai tempo tertentu … dan jika kalian
sedang dalam perjalanan sedangkan kalian tidak menemukan
penulis maka hendaknya ada agunan yang diserahkan (QS al-
Baqarah: 282-283)
22. Rahn - Agunan
Dalam jual beli secara kredit rahn boleh dan sah jika
terdapat kepastian adanya dayn (utang), artinya :
Harga telah tetap menjadi hak penjual,
Barang sempurna menjadi milik pembeli
اشْتَ رَى مِنْ يَ هُودِ ي طَعَامًا إِلََ أَجَ ل وَرَهَنَهُ دِ رْعًا مِنْ أَنَّ رَسُولَ اللََِّّ «
» حَدِي د
Bahwa Rasulullah saw membeli makanan dari orang
Yahudi dengan tempo dan beliau mengagunkan baju
besi (HR. Bukhari dan Muslim)
23. Rahn - Agunan
Agunan harus barang lain, bukan barang yang dibeli
Jika barang yang dibeli diagunkan kembali kepada penjualnya:
1. Belum pasti ada dayn (utang)
2. Harga belum pasti menjadi hak penjual karena barang
belum sempurna menjadi milik pembeli
3. Jika dalam akad bay’ bi ad-dayn itu, disyaratkan Barang
diagunkan kepada penjualnya, maka sama saja
mensyaratkan pembatasan tasharruf pembeli terhadap
Barang. Syarat demikian adalah syarat yang batil
24. Rahn - Agunan
Eksekusi terhadap agunan:
1. Debtor tak sanggup bayar dan kreditor tidak memberi
kelonggaran
2. Agunan dijual dg izin debitor melalui penjualan yang wajar
menurut pasar
3. Hasil penjualan untuk melunasi utang, jika ada kelebihan
dikembalikan kepada debitor, dan jika masih kurang
kekuarangannya tanggung jawab debitor
» لاَ يُ غْلَقُ الرَّهُنُ مِنْ صَاحِبِهِ الَّذِيْ رَهَنَه ، لَهُ غُنْمُهُ وَعَلَيْهِ غُرْمُه «
Agunan itu tidak boleh dihalangi dari pemiliknya yang telah
mengagunkannya. Ia berhak atas kelebihan (manfaat)-nya, dan
wajib menanggung kerugian (penyusutan)-nya.
(HR. Syafi’i, al-Bayhaqi, al-Hakim, Ibn Hibban dan ad-Daraquthni)
25. Leasing (Sewa-Guna-Usaha)
Definisi
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara
sewa-guna-usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun sewa-guna-usaha
tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee
selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala
(kep. Menkeu no. 1169/KMK.01/1999 tentang Kegiatan Sewa-Guna-Usaha
(Leasing) )
Macam :
Operating lease
Finance Lease : Dengan hak Opsi atau Tanpa hak Opsi
Yang umum dilakukan
Finance Lease dengan hak Opsi, dimana di akhir jangka waktu
leasing pemilikan barang otomatis berpindah dari Lessor kepada
Lessee
Sering dikatakan sebagai kredit atau jual beli kredit
26. Leasing (Sewa-Guna-Usaha)
Ketentuan Leasing –umumnya- :
1. Lessor (lembaga pembiayaan) sepakat mengadakan Barang sesuai
yang diminta oleh Lessee (nasabah)
2. Lessor sepakat setelah Barang dia beli, dia sewakan kepada Lessee
selama jangka waktu Leasing
3. Lessor sepakat bahwa setelah jangka waktu Leasing dan seluruh
angsuran lunas dibayar, Lessee akan langsung memiliki Barang itu.
4. Selama jangka waktu Leasing sampai seluruh angsuran lunas, Barang
itu milik Lessor. Setelah berakhir jangka waktu Leasing dan seluruh
angsuran lunas, pemilikan Barang langsung berpindah kepada Lessee
5. Selama jangka waktu leasing semua resiko ditanggung Lessee
6. Barang dijadikan jaminan secara Fidusia untuk transaksi Leasing
tersebut
7. Jika Lessee (Fulan) telat mengangsur dikenakan denda dan ganti
kerugian.
27. Leasing (Sewa-Guna-Usaha)
Muamalah Leasing seperti ini secara syar’i batil, karena :
1. Terjadi dua transaksi dalam satu akad (shafqatayn fî
shafqah wâhidah), yaitu akad ijârah (sewa) dan akad
tamlîk (pemindahan pemilikan) baik dalam bentuk bay’,
hibah atau hadiah
2. Akad tamlîk bukan dalam bentuk ‘aqd al-munjaz, tetapi
dalam bentuk ‘aqd al-mu’allaq sekaligus ‘aqd al-mudhâf.
Secara sya’i akad tamlîk harus dalam bentuk ‘aqd al-mujaz
3. Selama jangka waktu leasing diberlakukan akad ijârah, tapi
dalam praktek menyalahi ketentuan akad ijârah yaitu
barang yang disewakan sepenuhnya menjadi tanggung
jawab pemiliknya yaitu pihak yang menyewakan
28. Leasing (Sewa-Guna-Usaha)
4. Denda keterlambatan angsuran adalah riba nasiah
5. Uang muka tidak jelas sebagai uang muka sewa atau
uang muka pembelian
6. Menyalahi ketentuan syariah tentang rahn (agunan)
a. Rahn harus dipastikan ada dayn, sementara dalam
Leasing ini tidak ada dayn
b. Eksekusi agunan menyalahi ketentuan syariat
tentangnya
7. Sewa menyewa sesuatu yang belum dimiliki oleh al-
Muajjir (Lessor) dan memindahkan pemilikan sesuatu
(secara bay’, hibah atau hadiah) yang belum dimiliki oleh
penjual, pemberi hibah atau hadiah.
29. Bay’ as-Salam (Jual Beli Pesanan)
PENGERTIAN :
اَلسَّلَمْ هُوَ بَيْعُ شَيْءٍ مَوْصُوْفٍ فِي الذِ مَّةِ اِلَى اَجَلٍ بِشَيْءٍ مُعَجَّلٍ •
"SALAM ADALAH MENJUAL SUATU BARANG YANG
DIJELASKAN SIFATNYA DALAM TANGGUNGAN (TIDAK
HADIR) HINGGA TEMPO TERTENTU DENGAN HARGA
YANG DIBAYARKAN DI DEPAN.“
HUKUMNYA : BOLEH. MERUPAKAN PERKECUALIAN DARI
MENJUAL SESUATU YANG TIDAK DIMILIKI YG DILARANG
BERDASARKAN HADIS : لا تبع ما ليس عندك
"JANGANLAH KAMU MENJUAL APA YANG TIDAK ADA DI
SISIMU." (HR KHAMSAH, SAHIH)
30. Bay’ as-Salam (Jual Beli Pesanan)
DALIL BOLEHNYA SALAM :
مَنْ اَسْلَمَ فَ لْيُسْلِمْ فِِْ كَ ي ل مَعْلُوْ م وَوَزْ ن مَعْ لُوْ م اِلََ اَجَ ل
مَعْلُوْ م
"BARANGSIAPA MELAKUKAN SALAM,
HENDAKLAH DIA MELAKUKAN SALAM PADA
TAKARAN YANG DIKETAHUI DAN TIMBANGAN
YANG DIKETAHUI, HINGGA TEMPO YANG
DIKETAHUI." (HR BUKHARI)
31. Bay’ as-Salam (Jual Beli Pesanan)
SYARAT-SYARAT SAH SALAM :
SYARAT PADA BARANG OBJEK SALAM
(MUSLAM FIIHI) :
1. BARANG OBJEK SALAM HARUS DIKETAHUI DGN
JELAS (MA'LUM) SIFATNYA (TAKARAN ATAU
TIMBANGANNYA). MISAL : SATUANNYA HARUS JELAS
BERAPA KILOGRAM, ATAU BERAPA TON, DSB.
2. BARANGNYA TERMASUK BARANG YANG DIHITUNG,
DITAKAR, DITIMBANG. Contoh : gula, beras, dll. Tidak
boleh salam pada barang yg tak dihitung, ditakar,
ditimbang, mis : tanah, bangunan, mobil, dsb.
3. BARANGNYA DIJUAL SECARA BERTEMPO (ILA AJAL)
(DISERAHKAN KEMUDIAN)
32. Bay’ as-Salam (Jual Beli Pesanan)
SYARAT-SYARAT HARGA (RA`SUL MAL):
1. HARGANYA HARUS JELAS DIKETAHUI
(MA'LUM)
2. HARGANYA HARUS DISERAHKAN DI DEPAN
(DI MAJELIS AKAD)
3. HARGANYA TIDAK MENGALAMI GHABAN
FAHISY (JAUH LEBIH TINGGI/RENDAH DARI
HARGA PASAR)
33. Bay’ al-Istishna’
PENGERTIAN :
الْستصنا هو عقد على مبيع فِ الذمة شُرِطَ فيه العملُ على
وج ه مخصو ص بثم ن معلو م
'ISTISHNA' = AKAD ATAS SUATU BARANG
DALAM TANGGUNGAN (TIDAK HADIR/ADA)
YANG MENSYARATKAN ADANYA PEKERJAAN
[pembuatan barang], MENURUT CARA
TERTENTU, DENGAN HARGA TERTENTU.”
34. Bay’ al-Istishna’
DALIL KEMUBAHANNYA :
أن النبيَّ صلى الله عليه وسلم طَلَبَ من المرأةِ أَنْ تَأمُرَ
غُلامَهَا بِصُنْعِ الْمِنْبَِ
“BHW NABI SAW PERNAH MEMERINTAHKAN
SEORANG WANITA, AGAR MENYURUH BUDAK
LAKI-LAKINYA MEMBUATKAN MIMBAR BAGI
NABI SAW." (HR BUKHARI)
35. Bay’ al-Istishna’
APAKAH ISTISHNA' TERMASUK JUAL BELI ATAU
TERMASUK IJARAH ?
JIKA BAHANNYA BERASAL DARI SHANI' (PEMBUAT
BARANG), MAKA TERMASUK JUAL BELI.
JIKA BAHANNYA BERASAL DARI MUSTASHNI'
(YANG MINTA DIBUATKAN BARANG), MAKA
TERMASUK IJARAH.
JIKA TERMASUK JUAL BELI, APAKAH TERMASUK
SALAM?
MENURUT MAZHAB HANAFI => ISTISHNA'
MERUPAKAN AKAD TERSENDIRI.
MENURUT MAZHAB JUMHUR (MALIKI, SYAFII,
HAMBALI) => ISTISHNA' TERMASUK JUAL BELI
SALAM.
36. Bay’ al-Istishna’
Persamaan Bay’ as-Salam dan al-Istishna’:
• Barang diserahkan setelah tempo tertentu
Perbedaan Bay’ as-Salam & al-Istishna’:
As-Salam Al-Istishna’
Barang Ditakar, ditimbang,
dihitung
Barang manufaktur
(madah ash-shina’ah)
Harga Harus dibayar di
depan
Boleh dibayar di
depan, atau dengan
tempo